KLS Ii B Candida Albicans KLP 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MIKROBIOLOGI OBAT DAN PANGAN JURUSAN FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR



CANDIDA ALBICANS



Disusun Oleh : NABILA FEBRIANTI



: PO713251171074



NANA WARSI



: PO713251191075



NAURAH IFFATUNNISA



: PO713251191076



NUR FAJRI



: PO713251191077



NIRWANA PUTRI MASTUR



: PO713251191078



NUR IIN ISMAIL



: PO713251191079



KELOMPOK



:4



KELAS/TINGKAT



: B / II



DOSEN



: Dr. Sesilia R Pakadang, Msi.,Apt



JURUSAN FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR TAHUN AJARAN 2020/2021



DAFTAR ISI Daftar Isi



i



A. Latar Belakang



1



B. Dampak Candida Albicans



2



C. Kasus Terakhir



5



D. Mekanisme Mepatogenesis



10



E. Jenis-Jenis Spesies Candida Albicans



15



1. Klasifikasi



16



2. Morfologi



17



3. Pathogenesis



17



F. Cara Identifikasi Candida Albicans



19



G. Skema dan Uraian Identifikasi Candida Albicans



26



Daftar Pustaka



30



i



A. Latar Belakang Candida telah dikenal dan dipelajari sebagai penyebab penyakit yang berkaitan dengan kebersihan yang buruk sejak abad ke-18. Nama Candida diperkenalkan pada Third International Microbiology Congress di New York dan dipatenkan pada Eight Botanical Congress di Paris pada tahun 1954. Infeksi



yang



disebabkan



oleh



jamur



sering



disebut



dengan



mikosis/kandidiasis. Kandidiasis dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh seperti pada kulit, saluran genital, saluran nafas bagian atas dan saluran pencernaan termasuk rongga mulut (Lestari, 2010; Mutiawati, 2016; Yuliana et al, 2015). Candida albicans termasuk jamur golongan khamir, yang membentuk sel ragi dan hifa semu. Candida hidup sebagai saprofit di dalam tubuh manusia dan dapat berubah menjadi patogen bila terdapat faktor resiko berupa gangguan imun yang berat, gangguan tiroid, diabetes, AIDS, terapi antibiotik dalam jangka waktu lama, perokok, dan keringat yang berlebih. Keberadaan Candidia albicans dalam rongga mulut terjadi melalui beberapa tahapan yaitu akuisisi Candida dari lingkungan, stabilitas pertumuhan, perlekatan dan penetrasi Candida dalam jaringan. Manifestasi kandidiasis secara klinis dirongga mulut yang merupakan infeksi superfisial yaitu Kandidiasis Pseudomembran Akut, Kandidiasis Keratotik Kronik, Kandidiasis Atrofik Akut, Kandidiasis Atrofik Kronis, Angular Cheilitis (Suryaningsih, 2014; Yuliana, 2015; Komariah, 2012). Infeksi jamur yang terjadi pada rongga mulut disebut dengan oral candidiasis. Angka kejadian kandidiasis oral berkisar antara 5,8% sampai 98,3% menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2001. Spesies jamur yang terbanyak didalam rongga mulut yaitu Candida albicans (84,8%) dan sisanya adalah spesies lain seperti C. parapsilosis, C. kruseii, C. tropicalis, dan C. famata (Lukisari et al, 2010; Walangare et al, 2014).



1



Banyak ditemukan infeksi jamur yang disebabkan oleh spesies Candida terutama Candida albicans. Candida albicans terdapat sekitar 3040% pada rongga mulut orang dewasa sehat, 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang memakai gigi tiruan lepasan, 65-88% pada orang yang mengonsumsi obat jangka panjang, 90% pada pasien penderita leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien penderita HIV/AIDS (Akpan,2002)



B. Dampak Candida Albicans Candida albicans adalah jamur yang hidup di area rongga mulut, saluran pencernaan, vagina, kulit, serta beberapa area lain di tubuh. Dalam kondisi normal, jamur ini tidak berbahaya. Namun, apabila terjadi suatu gangguan di tubuh, flora tersebut bisa tumbuh secara tidak terkendali. Saat inilah ia akan menyebabkan terjadinya infeksi jamur. Candida albicans dapat menimbulkan serangkaian penyakit pada beberapa tempat (Simatupang, 2009), antara lain : 1) Mulut a. Thrush : Penyakit ini biasa terjadi pada bayi yang dapat mengenai selaput mukosa pipi bagian dalam, lidah, palatum mole dan permukaan rongga mulut yang tampak sebagai bercak–bercak (pseudomembran). Pseudomembran yang terlepas dari dasarnya akan tampak daerah yang basah dan merah. b. Perleche : Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi berupa fisur pada sudut mulut, basah dan dasarnya eritematosa. 2) Genitalia wanita Candida albicans penyebab yang paling umum dari vuvovaginitis. Hilangnya pH asam merupakan predisposisi timbulnya penyakit tersebut. Keadaan pH normal yang asam akan dipertahankan oleh bakteri vagina. Vulvovaginitis menyerupai sariawan akan tetapi menimbulkan iritasi, gatal yang hebat dan pengeluaran sekret.



2



3) Genitalia Pria Penderita mendapatkan infeksi oleh karena kontak seksual dengan pasangannya yang menderita vulvovaginitis. Lesi berupa erosi dan pustula yang terdapat pada glandula penis. 4) Kulit Infeksi ini terdapat pada lapisan kulit terluar dan merupakan bentuk paling sering dari infeksi Candida. Infeksi ini sering terjadi pada daerah tubuh yang basah, hangat seperti ketiak, lipat paha, skrotum, atau lipatan-lipatan dibawah payudara. 5) Kuku Lesi berupa kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah, kuku menjadi



tebal,



mengeras



dan



berlekuk-lekuk,



kadang



berwarna



kecoklatan, rasa nyeri dan akhirnya kuku juga dapat tanggal. Infeksi ini biasa mengenai orang-orang yang pekerjaanya berhubungan dengan air. 6) Paru dan organ lain Infeksi Candida dapat menyebabkan infeksi sekunder ke paruparu, ginjal, jantung, meningen dan organ lainnya. 7) Candidiasis monokutan menahun Penyakit ini timbul karena adanya kekurangan dari jumlah leukosit atau sistem hormonal. Gambaran klinisnya mirip seperti penderita dengan defek poliendokrin. Beberapa faktor penyebab kolonisasi Candida dalam rongga mulut (Komariah dan Sjam., 2012), adalah : 1) Gigi Palsu Pemakaian gigi palsu, jika mengakibatkan rasa sakit dan diiringi kondisi rongga mulut yang tidak bersih, dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan Candida. Iritasi fisik karena penetrasi terus menerus dapat menyebabkan luka lokal yang dapat digunakan sebagai jalan masuk jamur.



3



2) Perubahan Jaringan Epitel Membran mukosa yang utuh pada rongga mulut berperan sebagai pertahanan fisik yang efektif dalam mencegah penetrasi jamur dan bakteri. Terjadinya penurunan laju pergantian sel epitel seperti pada terapi radiasi atau pengobatan antikanker, maka integritas jaringan repository.unimus.ac.id 10 epitel mulut melemah. Hal itu mengakibatkan sel Candida lebih mudah melakukan penetrasi ke epitel rongga mulut. 3) Kelainan Endokrin Menurunnya hormon tertentu merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya Candidiasis mulut, seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme, hipoadrenalisme dan penyakit addison. Pasien diabetes asimtomatik ditemukan peningkatan pertumbuhan Candida dalam rongga mulut dibandingkan individu sehat. 4) Gangguan Immunitas Imunitas selular dan humoral merupakan bagian yang terpenting dalam melindungi rongga mulut. Penurunan imunitas akan menyebabkan Candida yang bersifat saprofit menjadi patogen. Infeksi Candida sering ditemukan pada individu yang mengalami gangguan sistem imun seperti usia yang terlalu muda atau usia lanjut, infeksi HIV dan keganasan. 5) Perokok Penelitian menunjukkan bahwa merokok tidak memberikan dampak pada jumlah Candida secara signifikan. Penelitian lain melaporkan bahwa merokok dapat meningkatkan jumlah Candida secara signifikan dari 30% menjadi 70%. Terjadi perubahan lokal pada epitel yang menyebabkan terjadinya kolonisasi Candida pada perokok. Rokok dapat memberikan nutrisi untuk Candida namun mekanismenya belum diketahui.



4



C. Kasus Terakhir Kandidiasis merupakan infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh genus Candida, umumnya terbatas pada kulit dan membran mukosa. Candida albicans dahulu dianggap sebagai satu-satunya spesies yang dapat menginfeksi manusia, namun kemajuan dalam teknik deteksi dan identifikasi jamur pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa banyak spesies lain yang juga berperan dalam menyebabkan infeksi pada manusia. Kandidiasis terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua usia, baik laki-laki maupun perempuan. Sumber agen penyebab utama adalah Candida sp. Yang paling umum adalah Candida albicans yang merupakan suatu bakteri normal dalam tubuh manusia yang tidak menyebabkan penyakit pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang normal, tapi dapat menyerang seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. Candida albicans  adalah spesies yang paling banyak di seluruh dunia, mewakili rata-rata global 66 persen dari semua Candida sp. Kandidiasis dapat terjadi di lipatan tubuh, yaitu bagian tubuh yang lembab dan hangat, seperti lipatan ketiak, selangkangan, dan lipatan kulit lainnya. Hal ini paling sering terjadi pada obesitas dan pada diabetes melitus. Kandidiasis neonatal dan kongenital. Penelitian dilakukan secara deskriptif retrospektif dengan mengevaluasi rekam medis elektronik pasien baru yang didiagnosis kandidiasis di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo tahun 2013-2016, jumlah kasus baru, data dasar (usia, jenis kelamin, dan tempat tinggal), diagnosis pasien baru, keluhan pasien, distribusi lokasi lesi, efloresensi, hasil pemeriksaan laboratorium (KOH), dan hasil pemeriksaan kultur dievaluasi pada penelitian. Dengan hasil, Sebanyak 1589 pasien yang terdaftar dalam rekam medis elektronik di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2013, dengan 99 (6,23 persen) pasien baru yang didiagnosis kandidiasis. Pada tahun 2014, terdapat 1266 pasien dengan 77 (6,08 persen) pasien baru yang didiagnosis



5



kandidiasis. Pada tahun 2015, terdapat 939 pasien dengan 55 (5,85 persen) pasien baru yang didiagnosis kandidiasis. Pada tahun 2016, terdapat 747 pasien dengan 67 (8,97 persen) pasien baru yang didiagnosis kandidiasis. Hasil penelitian kandidiasis di Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu 4 tahun didapatkan beberapa kesimpulan bahwa jumlah kunjungan pasien mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga tahun 2015 dan sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2016. Kandidiasis intertriginosa sebagai diagnosis terbanyak dari infeksi kandidiasis dari tahun 2013 hingga tahun 2016 dengan didominasi oleh pasien berjenis kelamin perempuan dan kelompok umur terbanyak yang menderita kandidiasis, yaitu kelompok umur 45 – 64 tahun yang banyak berasal dari Surabaya. Penyakit penyerta dan kondisi khusus terbanyak yang ditemui pada kandidiasis riwayat diabetes mellitus. Keluhan utama terbanyak pasien kandidiasis pada tahun 2013 sampai dengan 2016 adalah gatal dan bercak kemerahan pada kandidiasis kulit, sedangkan pada kandidiasis kuku keluhan terbanyak yaitu perubahan warna kuku dengan efloresensi berupa satelit papul, skuama, makula berbatas jelas, dan eritema. Hasil pemeriksaan laboratorium didominasi oleh hasil yang positif untuk bentukan blastospora+hifa disertai hasil kultur dengan spesies terbanyak adalah Candida sp, namun sebanyak 286 kasus tidak dilakukan kultur. Contoh Kasus : KANDIDIASIS KUTIS GENERALISATA PADA BAYI USIA 4 BULAN YANG DISEBABKAN CANDIDA CIFERII Anggun P Yuniaswan, Tantari SHW Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Brawijaya/ RSUD dr. Saiful Anwar, Malang Seorang bayi laki-laki berusia 4 bulan mengalami bercak kemerahan pada beberapa bagian tubuh. Berdasarkan hasil anamnesis yang didapat dari ibu, bercak ini dimulai sejak satu bulan sebelumnya, diawali dengan bercak merah pada area popok yang makin meluas pada kulit



6



sekitarnya. Bercak serupa muncul pada leher dan kedua ketiak. Sekitar satu minggu sebelum pasien berobat ke rumah sakit, mulai timbul bintilbintil kecil kemerahan pada perut dan punggung yang semakin bertambah banyak. Ibu pasien mengoleskan baby oil dan baby cream pada bercak merah tersebut, namun semakin bertambah parah. Kemudian pasien dibawa berobat ke bidan dan diberikan krim hidrokortison tapi bercak kemerahan tidak berkurang sama sekali. Sejak 2 hari yang lalu bayi menjadi rewel, tidak didapatkan demam, dan bayi masih menyusu dengan normal. Untuk keseharian, pasien memakai popok sekali pakai, namun ibu pasien tidak sering mengganti popok (rerata 3 kali dalam sehari). Tidak terdapat keluhan seperti ini sebelumnya dan tidak terdapat keluhan sariawan atau bercak putih di mulut. Pasien seringkali mengalami buang air besar dengan konsistensi cair dengan frekuensi 4-6 kali / hari sejak 2 minggu terakhir. Bayi ini adalah anak kedua dalam keluarga, lahir spontan pervaginam dengan bidan dengan berat badan 3500 gram, aterm. Selama masa kehamilan tidak didapatkan keluhan duh tubuh vagina, bercak kemerahan ataupun rasa gatal pada vagina. Riwayat penyakit kencing manis pada kedua orang tua maupun anggota keluarga lain tidak diketahui. Saat ini tidak didapatkan keluhan bercak kemerahan ataupun gatal-gatal serupa pada anggota keluarga lain. Pada pemeriksaan dermatologis (gambar 1a-f) didapatkan plak eritematosa multipel, sirkumskrip, bentuk irreguler dengan skuama kasar pada bokong, leher, dan ketiak. Terdapat multipel papul dan pustul satelit di sekitar plak eritematus. Pada perut, wajah, dan punggung terdapat multipel papul eritematosa dan pustul disertai skuama kasar. Pada mukosa oral tidak terdapat ulkus maupun membran putih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tanda vital dalam batas normal, tidak didapatkan tanda dehidrasi, gangguan



pernapasan



maupun



distensi



abdomen.



Pemeriksaan



laboratorium menunjukkan adanya leukositosis (13.500/µl), sedangkan parameter lain dalam batas normal. Pemeriksaan kalium hidroksida (KOH) dan pewarnaan Gram dari pustul memperlihatkan adanya struktur hifa dan



7



blastospora (gambar 2,3). Biakan dari pustul dilakukan pada media agar Saburaud dengan suplementasi kloramfenikol dan selanjutnya secara mikroskopis terlihat adanya hifa semu dan tunas.



8



Berdasarkan temuan dan pemeriksaan penunjang diagnosis pada pasien ini adalah kandidiasis kutis generalisata. Hasil analisa dengan metode Vitek menyebutkan Candida ciferii sebagai spesies penyebab. Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi nystatin drop 4 kali 100.000 unit/ml, sebanyak 1ml setiap kali pemberian, sehari 4 kali selama 1 minggu dan krim ketokonazole 2%. Pasien diobservasi untuk memantau adanya kemungkinan infeksi Candida secara sistemik. Edukasi diberikan pada ibu pasien untuk menjaga kulit bayi tetap kering dan bersih. Setelah 4 minggu terjadi penyembuhan menyeluruh dari lesi kulit dan didapatkan multipel makula hipopigmentasi, batas tidak tegas dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi Candida secara sistemik (gambar 4a-f).



9



D. Mekanisme Patogenesis Sumber utama infeksi kandida adalah flora normal dalam tubuh pada pasien itu sendiri yang menginfeksi secara oportunistik apabila terjadi gangguan sistem imun inang yang menurun. Kandida dapat juga berasal dari luar tubuh secara eksogen, contohnya pada bayi baru lahir mendapat infeksi kandida dari vagina ibunya atau dari lingkungan rumah sakit. Manifestasi klinis kandidiasis merupakan hasil interaksi antara kandida, mekanisme pertahanan inang dan faktor pejamu baik endogen maupun eksogen (Hay,Asbee, 2010; Astari,Cholis, 2013). Kandida adalah jamur dimorfik dimana virulensi jamur ini terjadi apabila ada perubahan dari sel ragi menjadi pseudohifa dan hifa yang banyak ditemukan saat stadium invasi pada sel-sel epitel. Virulensi C. albicans ditentukan oleh kemampuan tumbuh pada suhu tertentu, kemampuan untuk mengadakan perlengketan, kemampuan untuk tumbuh dalam bentuk filamen dan aktivitas enzim yang dihasilkan. Faktor lain yang dilaporkan adalah tingkat keasaman pada kulit. Dikatakan bahwa kondisi kulit yang tertutup akan meningkatkan pH sehingga jamur kandida akan mudah tumbuh (Naglik, et al, 2003; Astari, Cholis, 2013). Mekanisme patogenesis infeksi ini dimulai dengan perlengketan kandida pada sel epitel akibat glikoprotein pada permukaan kandida dan sel epitel. Kemudian kandida akan memproduksi enzim proteinase, hialuronidase, kondroitin sulfatase dan fosfolipase. Fosfolipase berfungsi menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel 11 sedangkan protease dan enzim lain bersifat keratolik sehingga memudahkan penetrasi kandida ke dalam epidermis (Naglik, et al, 2003; Laszlo, 2009). Pada dinding sel kandida yang mengandung mannan (komponen protein) berfungsi untuk mengaktivasi komplemen dan merangsang pembentukan antibodi. Kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida akan melindungi kandida dari imunitas inang (Jabra, et al, 2004) Faktor predisposisi yang berperan pada infeksi kandida adalah faktor mekanik berupa trauma ( luka bakar, abrasi), oklusi lokal, kelembaban, maserasi, gigi palsu, bebat



10



tertutup dan obesitas. Faktor nutrsi antara lain avitaminosis ( vitamin A dan C), defisiensi besi dan malnutrisi secara umumnya. Perubahan fisiologis tubuh berupa umur ekstrim (sangat muda atau sangat tua), menstruasi dan kehamilan (kandidiasis vulvovaginalis). Penyakit sistemik yakni sindrom Down, akrodermatitis enteropatika, penyakit endrokrin (diabetes melitus, penyakti Cushing, hipoadrenalisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme), gagal ginjal akut (uremia), keganasan terutama hematolgi (leukemia akut) dan timoma, transplantasi organ padat (hati, ginjal), immunodefisiensi (AIDS, granulositopenia dan sebagainya). Iatrogenik contohnya pemasangan kateter, pemberian obat intravena, rawat inap



berkepanjangan,



obatobatan



(kortikosteroid,



imunosupresif,



antibiotika, kontrasepsi oral, kolkisin, fenilbutason dan kemoterapi). Pada umumnya infeksi kandida dipengaruhi oleh kondisi yang panas dan lembab seperti di daerah lipatan kulit, daerah tertutup popok bayi maupun di daerah yang iklim tropis atau selama musim panas. Kondisi lain adalah penggunaan terapi kortikosteroid, antibiotik, pemakaian kontrasepsi oral, 12 pasien diabetes melitus maupun Human Immunodeficiency Virus (HIV). (Kundu, Garg, 2012; Ling et al, 2014). Mikroorganisme ini secara umum tidak berbahaya, namun dapat menjadi virulen dikarenakan oleh perubahan resistensi host atau perubahan komposisi dari flora normal host, yang biasanya disebabkan oleh terapi antibiotik. Jadi secara garis besar pathogenesis dari dapat disebabkan oleh faktor host dan faktor virulensi dari kandida. Banyak faktor host yang terlibat pada proses terjadinya . Salah satunya ialah perubahan fisiologis tubuh misalnya umur yang terlalu muda, terlalu tua, sedang hamil atau menstruasi (Kundu, Garg, 2012; Treagan, 2011). Penyakit sistemik misalnya diabetes melitus, dimana tingginya tingkat glukosa dalam urin, jaringan, dan keringat membuat pasien dengan diabetes lebih rentan terhadap kandida. Selain itu, proses fagositosis juga terganggu pada pasien diabetes. Penyakit sistemik lainnya seperti keganasan (hematologi) dan imunodefisiensi juga dapat meningkatkan kerentanan penderitanya



11



terhadap terjadinya kandidiasis, yang diperkirakan diakibatkan oleh depresi pada sistem imun yang dimediasi oleh sel (Kundu, Garg, 2012; Hay, Ashbee, 2010). Penelitian intensif pada pasien dengan kandidiasis mukokutaneus kronik, dan studi pada sebagian besar pasien dengan defek imun primer, menggambarkan dengan jelas bahwa dalam pertahanan melawan infeksi kandida, baik yang terletak superfisial maupun lebih dalam, cell mediated immunnity merupakan bagian terpenting, bersamaan dengan proses fagositosis normal dan pembunuhan oleh sel polimorfik dan makrofag. Sirkulasi antibodi humoral atau Ig A sekretori juga memiliki peranan. 13 Faktor penting lainnya adalah ketiadaan antibodi IgA anti kandida saliva pada kasus kandidiasis mukokutaneus kronik, yang tampaknya berhubungan dengan depresi fungsi sel T (Hay, Ashbee, 2010). Pasien dengan defek fungsi limfosit T, seperti pada AIDS, secara khusus rentan terhadap mukosa dan mukokutaneus, namun tidak pada infeksi sistemik. Pada kenyataannya, beberapa peneliti menemukan peningkatan ketahanan, dan diduga bahwa aktivitas limfosit T secara tersendiri tidak berperan dalam pertahanan terhadap infeksi sistemik oleh kandida. Sebaliknya, pada pasien dengan mukokutaneus kronik, abnormalitas fungsi sel T konsisten ditemukan, khususnya ekspresi sitokin, walaupun saat ini hal ini masih diperkirakan sebagai pengaturan sistem imun sekunder yang diinduksi oleh infeksi (Hay, Ashbee, 2010). Pasien dengan defek fungsi netrofil atau makrofag rentan terhadap infeksi superfisial maupun sistemik. Aktivitas netrofil dan makrofag dalam memfagositosis dan membunuh kandida telah dibuktikan secara in vitro. Selanjutnya, beberapa sitokin seperti interferon-γ berinteraksi dengan sel-sel imun dalam membunuh organisme. Sehingga dibutuhkan peranan mendasar dari mekanisme imun yang berbeda dalam melawan (Hay, Ashbee, 2010). Higgs



dan



Wells



menunjukkan



pada



beberapa



pasien



dengan



mukokutaneus kronik ternyata mengalami defisiensi besi. Dengan terapi penggantian besi, ketahanan terhadap infeksi kandida meningkat. Di sisi lain, penelitian in vitro membuktikan bahwa transferin tak jenuh memiliki



12



peranan sebagai penghambat C. albicans (Hay, 14 Ashbee, 2010). Keadaan avitaminosis dan malnutrisi general juga salah satu faktor resiko terjadinya (Kundu, Garg, 2012). Faktor mekanik seperti adanya obesitas, pakaian yang terlalu ketat, ataupun kerusakan jaringan lokal (luka bakar, luka lecet) juga berperan dalam pathogenesis. Pada percobaan dengan menghilangkan stratum korneum, ternyata dapat memfasilitasi munculnya kutaneus, dan dengan inokulasi akan memperberat respon yang ada, yang diperkirakan karena meningkatnya kemampuan reseptor adhesi. Pada eksperimen dengan babi guinea yang terinfeksi kandida, terdapat peningkatan pergantian epidermal, yang diduga diperantarai respon imun seluler. Pada kasus ini, peningkatan jumlah stratum korneum berhubungan erat dengan perbaikan infeksi (Kundu, Garg, 2012; Hay, Ashbee, 2010). Penyebab iatrogenik misalnya pada pemakaian kortikosteroid sistemik berperan meningkatkan suseptibilitas terhadap dengan menurunkan fungsi imun, namun peran steroid topikal dalam hal ini belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat beberapa bukti eksperimen peranan steroid topikal dalam menekan respon inflamasi pada manusia, baik terhadap bagian sel kandida yang mati maupun yang hidup. Penjelasan dari banyaknya lesi granulomatus pada daerah popok bayi dengan yang diterapi dengan steroid membuktikan peranannya dalam perubahan suseptibilitas terhadap organisme, seperti yang diharapkan pada kondisi apabila terdapat lebih banyak jumlah sel limfosit dan fagositosit (Hay, Ashbee, 2010). Patogenesis yang disesbabkan oleh faktor virulensi kandida didapatkan pada percobaan binatang. Beberapa spesies kandida memiliki virulensi yang lebih rendah 15 daripada C. albicans, hal ini merupakan penelitian yang telah dikonfirmasi dengan temuan klinik. Secara umum, patogen utama pada kulit adalah C. albicans, walaupun terjadi peningkatan jumlah patogen lain yang terisolasi dari infeksi vagina dan pasien imunosupresi. Adhesin merupakan glikoprotein yang terletak di permukaan dinding sel kandida. Adhesin memediasi interaksi kandida dengan sel-sel lain dan memainkan peranan penting dalam merubah



13



morfologi



koloni



dan



pembentukan



biofilm.



Proses



penempelan



merupakan langkah pertama dalam pathogenesis terjadinya kandidiasis sehingga adhesin memegang peranan paling penting di sini. Faktor lingkungan juga mempengaruhi proses penempelan ini. Tingginya konsentrasi gula akan meningkatkan penempelan kandida pada sel (Treagan, 2011). Kemampuan bentuk-bentuk jamur untuk melekat pada epitel yang membatasinya juga merupakan prerekuisisi penting dalam invasinya ke jaringan. Perlekatan kandida pada permukaan epitel dimediasi oleh interaksi sejumlah reseptor. Selanjutnya, dikenal dengan protein permukaan yang mengikat C3. Hal ini juga menunjukkan bahwa produksi protein dibutuhkan dalam proses perlekatan. Sifat dimorfiks kandida yaitu kemampuannya untuk membentuk hifa memainkan peranan penting dalam virulensinya. Secara histopatologi, yang invasif biasanya ditemukan hifa. Ketika jamur berkolonisasi dengan permukaan epitel, mereka menempel pada sel host, perubahan bentuk ragi menjadi bentuk hifa memungkinkan penetrasi lebih dalam sehingga jaringan dapat terinvasi (Hay, Ashbee, 2010; Treagan, 2011). Faktor-faktor lain seperti produksi asam proteinase strain tertentu C. albicans juga diketahui berpengaruh pada patogenitas. Strain yang tidak memproduksi 16 proteinase bersifat kurang virulen; strain yang mengalami defek genetik yang terdeteksi secara laboratorium tidak menunjukkan sifat yang kurang virulen. Enzim protease and fosfolipase penting untuk menginvasi jaringan (Treagan, 2011). Pada beberapa studi eksperimental, dibuktikan bahwa suhu diatas 35oC, tekanan oksigen yang rendah, media cairan, asam amino yang tidak mengandung sulfur, sumber karbon polisakarida, serum, dan pH 7.5 merupakan faktor – faktor lain yang berperan dalam tingkat virulensi kandida. Candida albicans juga memproduksi melanin, faktor yang diketahui mempengaruhi resistensi terhadap respon imunologi (Hay, Ashbee, 2010). Pengaruh tekanan ekologi dari organisme lain juga dipertimbangkan peranannya. Pada saluran pencernaan maupun kulit, apabila bakteri kompetitor banyak yang mati, hal ini dapat meningkatkan



14



jumlah jamur. Bakteri (terutama gram negatif) lebih berperan sebagai patogen dibandingkan kompetitor, dan hal ini meningkatkan patogenitas dari jamur. Juga dikatakan bahwa keberadaan bakteri tersebut dapat mengurangi kemampuan kandida untuk melekat pada substrat dibawahnya (Kundu, Garg, 2012).



E. Jenis-jenis Spesies Candida Albicans



Spesies C. albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi. Spesies dari Candida sebenarnya tidak berbahaya meski menempel pada inangnya, termasuk menempel pada manusia. Namun, ketika terdapat luka pada selaput mukosa atau sistem kekebalan tubuh sedang terganggu, maka Candida dapat menyerang dan menyebabkan infeksi. Banyak spesies Candida yang menjadi flora usus, termasuk C. albicans di dalam tubuh inang mamalia, sedangkan beberapa spesies lain hidup sebagai endosimbion pada inang serangga.



15



1) Klasifikasi



Genus Candida terdiri dari lebih dari 200 spesies dan merupakan spesies ragi yang sangat beragam yang ikatannya sama dengan tidak adanya siklus seksual. Tidak semua genus Candida dapat menyebabkan infeksi pada manusia, hanyabeberapa spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Spesies Candida yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia yaitu: Candida albicans, Candida (Torulopsis) glabrata, Candida parapsilosis, Candida tropicalis, Candida krusei, Candida kefyr, Candida guilliermondii, Candida lusitaniae, Candida stellatoidea, dan Candida dubliniensis (Dismukes, Pappas and Sobel, 2003). Klasifikasi Candida albicans yaitu sebagai berikut (Maharani, 2012): a. Kingdom : Fungi b. Phylum : Ascomycota c. Subphylum : Saccharomycotina d. Class : Saccharomycetes e. Ordo : Saccharomycetales f. Family : Saccharomycetaceae g. Genus : Candida h. Spesies : Candida albicans i. Sinonim : Candida stellatoidea dan Oidium albicans



16



2) Morfologi



Candida albicans Spesies Candida salah satunya Candida albicans merupakan flora normal yang hidup pada mukosa oral, saluran pencernaan dan vagina (Sardiet al.,2013). Infeksi vagina dan oral candidiasis diperkirakan terjadi sebanyak 40 juta infeksi per tahunnya (Naglik et al., 2014). Candida albicans teridentifikasi dalam biakan spesies berbentuk sel ragi (blastospora atau yeast), dan oval (berukuran 3-6 μm). Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk tunas yang akan terus memanjang membentuk hifa semu. Candida albicans merupakan jamur yang pertumbuhannya cepat yaitu sekitar 48-72 jam. Kemampuan Candida albicans tumbuh pada suhu 37˚C merupakan karakteristik penting untuk identifikasi. Spesies yang patogen akan tumbuh secara mudah pada suhu 25˚C-37˚C (Komariah dan Sjam, 2012).



3) Patogenesis Candida albicans Menurut Komariah dan Sjam (2012) terdapat beberapa tahapan patogenesis Candida albicans dalam rongga mulut sebagai berikut : 



Tahap Akuisisi Tahap akuisisi adalah masuknya sel jamur ke dalam rongga mulut. Umumnya terjadi melalui minuman dan makanan yang terkontaminasi oleh Candida albicans.



17



 Tahap Stabilitas Pertumbuhan Tahap stabilitas pertumbuhan adalah keadaan ketika Candida albicans yang telah masuk melalui akuisisi dapat menetap, berkembang, dan membentuk populasi dalam rongga mulut. Hal itu berkaitan erat dengan interaksi antara sel jamurdengan sel epitel rongga mulut hostpes. Pergerakan saliva yang terjadi secara terus menerus mengakibatkan sel Candida albicans tertelan bersama saliva dan keluar dari dalam rongga mulut karena saliva memiliki kemampuan untuk menurunkan perlekatan Candida albicans. Apabila penghilangan lebih besar dibanding akuisisi maka tidak terjadi kolonisasi. Apabila penghilangan sama banyak dengan akuisisi maka agar terjadi kolonisasi diperlukan faktor predisposisi. Apabila penghilangan lebih kecil dibanding akuisisi maka Candida Albicans akan melekat dan bereplikasi, hal ini merupakan awal terjadinya infeksi. Beberapa faktor predisposisi seperti pemakaian gigi palsu, khususnya jika mengakibatkan rasa sakit dan diiringi kondisi rongga mulut yang tidak bersih, dapat menjadi substrat bagi pertumbuhan Candida albicans. repository.unimus.ac.id 9 



Tahap Perlekatan (adhesi) dan Penetrasi Adhesi adalah interaksi antara sel Candida albicans dengan sel pejamu yang merupakan syarat berkembangnya infeksi. Kemampuan melekat pada sel inang merupakan tahap penting dalam merusak sel dan penetrasi (invasi) ke dalam sel inang. Enzim fosfolipase yang dimiliki oleh Candida albicans akan memberikan kontribusi dalam mempertahankan infeksi. Iritasi fisik karena penetrasi terus menerus dapat menyebabkan luka lokal yang dapat digunakan sebagai jalan masuk jamur



18



F. Cara Identifikasi Candida Albicans Dalam menegakkan diagnosis perlu dilakukan isolasi penyebab, oleh karena itu bahan untuk pemeriksaan laboratorium harus diperoleh dari area yang dicurigai banyak mengandung organisme patogen dan harus ditangani dengan cara yang paling tepat untuk mendukung pertumbuhan serta ketahanan hidup dari organisme tersebut. Dalam pemeriksaan langsung terhadap Candida albicans harus segera dilakukan setelah bahan klinis diperoleh, sebab C. albicans dapat berkembang cepat dalam suhu kamar yaitu 25-37°C, sehingga akan Perbandingan Efektivitas Identifikasi Candida Albicans dengan Metode Periodic Acid Schiff, Potassium memberikan gambaran yang tidak sesuai dengan keadaan klinis yang didapat. Beberapa aturan umum diterapkan pada semua bahan, antara lain : a. Jumlah bahan harus adekuat b. Contoh harus mewakili proses infeksius (misalnya : sputum, nanah dari suatu lesi, dan usapan dari bagian terdalam luka) c. Kontaminasi



bahan harus dihindari



dengan menggunakan



peralatan steril dan aseptik secara hati – hati d. Bahan harus dibawa ke laboratorium dan segera diperiksa e. Bahan yang berguna untuk diagnosis infeki bakteri maupun jamur harus diambil sebelum obat antimikroba atau antijamur diberikan. Apabila obat tersebut telah diberikan sebelum bahan diambil untuk pemeriksaan laboratorium, terapi obat harus dihentikan dan ulangi pengambilan bahan setelah beberapa hari sesudahnya. 18 Sampel dari kandidiasis oral dapat diperoleh dengan berbagai macam metode, dimana metode yang paling umum dilakukan ialah dengan metode swab, imprint culture, oral rinse, dan kultur dari saliva penderita. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Kelebihan dari metode swab ialah mudah dilakukan, dapat mengisolasi sel hidup, dan bersifat spesifik. Sedangkan kekurangannya ialah sulit 19



dalam standarisasi. Beberapa metode pemeriksaan laboratorium secara langsung dan tidak langsung untuk mendiagnosis infeksi Candida saat ini tersedia. Pada pemeriksaan tidak langsung atau kultur, identifikasi dan kuantifikasi organisme dapat dilakukan dengan beberapa cara23, diantara ialah : a. Sabouraud broth Sabouraud broth merupakan media kultur yang memiliki keuntungan lebih yang akan menekan pertubuhan banyak spesies bakteri



rongga



mendukung



mulut



terjadinya



karena



pH



yang



pertumbuhan



rendah,



spesies



sehingga



Candida.25,27



Biasanya Candida pada sabouraud broth akan diinkubasi secara aerobik



pada



suhu



37°C



dalam



24-28



jam.27



Perbandingan Efektivitas Identifikasi Candida Albicans dengan Metode Periodic Acid Schi b. Blood agar Candida albicans dapat tumbuh dengan baik pada media kultur blood agar. Pada media kultur ini, Candida albicans diinkubasi secara aerobik dan memerlukan waktu selama 5 hari untuk berkembang biak, pada suhu 37°C.28 c. Cornmeal agar Cornmeal



agar



merupakan



media



kultur



yang



dapat



memperlihatkan struktur jamur berupa hifa, klamidospora, dan blastokonidia dengan jelas.19,25 Pada media ini, Candida pada cornmeal agar diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 37°C.25 Pemeriksaan langsung mikroskopis untuk melihat gambaran morfologi Candida perlu dilakukan untuk mengidentifikasi spesies Candida. Pemeriksaan tersebut diantaranya ialah :



20



1. Periodic Acid-Schiff (PAS) Pewarnaan Periodic Acid-Schiff (PAS) digunakan untuk jaringan dan bahan lain dimana ditemukan jamur atau parasit lain. Pewarnaan seperti ini tidak spesifik untuk mikroorganisme tertentu, tetapi dapat menentukan struktur yang ada, sehingga kriteria morfologik dapat digunakan untuk identifikasi.18 Bahan yang diperoleh dibasahi dengan isopropyl alcohol dan dikeringkan sebelum dilakukan pewarnaan dengan Periodic Acid-Schiff (PAS) agar sel – sel yang didapatkan dari pemeriksaan klinis tetap konstan.3 Dalam pewarnaan PAS, bahan yang akan diperiksa diberi larutan asam periodik 0.5% dengan tujuan untuk mengoksidasi karbohidrat yang ada pada dinding sel jamur, sehingga gambaran keberadaan hifa dari jamur dapat terlihat.



2. Potassium Hydroxide (KOH)



21



Tipe lain dari identifikasi mikrobiologi pada jamur ialah pemeriksaan Potassium Hydroxide (KOH). Bahan yang akan diperiksa



seperti jamur, dapat diperiksa tanpa menggunakan



pewarnaan dengan



diberi larutan kalium hidroksida 10% hingga



20%.18,32 Pemeriksaan dengan metode KOH ini akan menunjukkan keberadaan hifa dari infeksi jamur seperti kandidiasis oral dan akan berhasil



apabila



jumlah



jamur



cukup



banyak.31,19



Pemeriksaan Potassium Hydroxide (KOH) digunakan dalam pemeriksaan



awal



infeksi



jamur



dengan



tujuan



untuk



mengidentifikasi dan mendiagnosis suatu jaringan yang diduga terinfeksi jamur. KOH akan melarutkan jaringan keratin serta debris yang terdapat pada spesimen sediaan serta melisiskan sel – sel epitel dan bakteri yang ada sehingga akan memudahkan laboratoris dalam melakukan pengamatan



keberadaan jamur.32,33,34 Gambar 7



menunjukkan hasil pemeriksaan



Candida albicans pada saliva



penderita DM dengan larutan KOH 10%.35. Pemeriksaan langsung dengan Larutan KOH dapat berhasil bila jumlah jamur cukup banyak. Keuntungan pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, dan terlihat hubungan antara jumlah dan bentuk jamur dengan reaksi jaringan.5-6 Pemeriksaan langsung harus segera dilakukan setelah bahan klinis diperoleh sebab C. albicans berkembang cepat dalam suhu kamar sehingga dapat memberikan gambaran yang tidak sesuai 22



dengan keadaan klinis.5-6 Gambaran pseudohifa pada sediaan langsung/apus dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan kultur, merupakan



pilihan



untuk



menegakkan



diagnosis



kandidiasis



superfisial. Bentuk pseudohifa pada pewarnaan KOH dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.



3. Methylene Blue Pemakaian pemeriksaan laboratorium dengan teknik pewarnaan merupakan teknik yang paling sering digunakan oleh laboratoris untuk proses identifikasi suatu organisme. Dalam pemeriksaan ini, sel – sel yang mati akan menyerap warna dari bahan, sehingga akan menghasilkan sel yang tampak berwarna biru. Sementara, sel – sel yang hidup akan tampak berwarna lebih pudar.37 Gambar 8 menunjukkan gambaran jamur dari spesimen ulkus kornea, deteksi dengan pewarnaan methylene blue (pembesaran 100x)



23



4. Pemeriksaan Kultur pada Candida albicans Media kultur yang dipakai untuk biakan C. albicans adalah Sabouraud dextrose agar/SDA dengan atau tanpa antibiotik,5-6 ditemukan oleh Raymond Sabouraud (1864-1938) seorang ahli dermatologi berkebangsaan Perancis. Pemeriksaan kultur dilakukan dengan mengambil sampel cairan atau kerokan sampel pada tempat infeksi,



kemudian



diperiksa



secara



berturutan



menggunakan



Sabouraud’s dextrose broth kemudian Sabouraud’s dextrose agar plate. Pemeriksaan kultur darah sangat berguna untuk endokarditis kandidiasis dan sepsis. Kultur sering tidak memberikan hasil yang positif pada bentuk penyakit diseminata lainnya.5-6 Sabouraud’s dextrose broth/SDB berguna untuk membedakan C. albicans dengan spesies jamur lain seperti Cryptococcus, Hasenula, Malaesezzia. Pemeriksaan ini juga berguna mendeteksi jamur kontaminan untuk produk farmasi. Pembuatan SDB dapat ditempat dalam tabung atau plate dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam, setelah 3 hari tampak koloni C. albicans sebesar kepala jarum pentul, 1-2 hari kemudian koloni dapat dilihat dengan jelas. Koloni C. albicans berwarna putih kekuningan, menimbul di atas permukaan media, mempunyai permukaan yang pada permulaan halus dan licin dan dapat agak keriput dengan bau ragi yang khas. Pertumbuhan pada SDB baru dapat dilihat setelah 4-6 minggu, sebelum dilaporkan sebagai hasil negatif. Jamur dimurnikan dengan mengambil koloni yang terpisah, kemudian ditanam seujung jarum biakan pada media yang



baru



untuk



selanjutnya



dilakukan



identifikasi



jamur.



Pertumbuhan C. albicans dan jamur lain/C. dublinensis pada SDB



5. Identifikasi Candida albicans dengan Corn Meal Candida Agar Corn meal Candida/CMA agar berguna untuk membedakan spesies C. albicans dengan Kandida yang lain, ditemukan oleh Hazen



24



and Reed. Media ini memperlihatkan bentuk hifa, blastokonidia, chlamydospores, and arthrospores dengan jelas. Khusus pada Kandida adalah untuk melihat bentuk chlamydospores. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan kultur pada kaca objek/slide culture untuk melihat morfologi C. albicans. Bercak koloni yang diduga sebagai C. albicans ditanam pada CMA (pH 7) kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 48-72 jam. Pertumbuhan Kandida pada CMA akan memperlihatkan bentuk chlamydospore yang berukuran besar, sangat refraktif, dan berdinding tebal.



6. Pemeriksaan Candida albicans dengan Uji Biokimiawi Uji biokimiawi dilakukan dengan pemeriksaan asimilasi karbohidrat untuk konfirmasi spesies kandida. Carbohydrate assimilation



test



yaitu



mengukur



kekuatan



yeast



dalam



memaksimalkan karbohidrat tertentu sebagai bahan dasar karbon dalam oksigen. Hasil reaksi positif mengindikasikan adanya pertumbuhan/ perubahan pH yang terjadi pada media yang diuji dengan memanfaatkan gula sebagai bahan dasar. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu inkubasi selama 10 hari pada suhu 37ºC. Hasil produksi berupa gas dibandingkan pH standar merupakan indikasi adanya proses fermentasi.



7. Pemeriksaan Aktivitas Fosfolipase Candida albicans Pemeriksaan yang masih baru dan sudah mulai dilakukan pada tahap penelitian adalah pemeriksaan aktivitas fosfolipase (Pz value). Pemeriksaan ini mengukur enzim hidrolitik yang disekresi pada infeksi yang disebabkan oleh C.albicans, dan juga dapat diukur



aktivitasnya



adalah



proteinase.



Kedua



enzim



ini



menyebabkan destruksi membran ekstraseluler dan berperan pada proses infeksi C. albicans ketika terjadi invasi melalui mukosa membran sel epitel. Sampel yang dipakai pada pemeriksaan ini



25



adalah strain C.albicans dari isolat yang sudah diketahui, kemudian ditanam pada media agar yang mengandung SDA.



8. Pemeriksaan Serologi dan Biologi Molekuler pada Candida albicans Pemeriksaan



serologi



terhadap



Candida



albicans



dapat



menggunakan metode imunofluoresen/fluorecent antibody test yang sudah banyak tersedia dalam bentuk rapid test. Hasil pemeriksaan harus sejalan dengan keadaan klinis penderita, ini disebabkan karena tingginya kolonisasi. Pemeriksaan Candida albicans



dengan



metode



serologis



sangat



berguna



untuk



kandidiasis sistemik.8,19,23 Pemeriksaan biologi molekuler untuk C.albicans dilakukan dengan polymerase chain reaction/PCR, restriction fragment length polymorphism/RFLP, peptide nucleic acid fluorescence in situ hybridization/PNA FISH dan sodium dodecyl sulphate-poly acrylamide gel electrophoresis/SDSPAGE. Pemeriksaan biologi molekuler untuk Candida albians sangat berguna karena dapat memberikan hasil yang lebih cepat dari pada pemeriksaan dengan biakan



G. Skema dan Uraian Identifikasi Candida Albicans 1. Pemeriksaan Mikroskopis Secara Langsung Menggunakan Larutan KOH Sampel swab vagina 26



Mikroskopik



(-) larutan KOH 10 %



(+) Larutan KOH 10%



Uraian Skema Pemeriksaan Mikroskopis Secara Langsung Menggunakan Larutan KOH 10 % dari 36 sampel hanya terdapat 4 positif dan 32 negatif. -



Mengambil satu ose sampel swab kemudian disimpan diatas gelas objek



-



Mencampurkan dengan 1 tetes larutan KOH 10%



-



Mengaduk secara merata dengan jarum ose



-



Kemudian diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x



-



Kemudian diamati terdapat bentuk spora dan hifa dalam sampel tersebut.



2. Pemeriksaan Sampe Saliva



27



Uraian Skema a. Pemeriksaan makrokopis seluruh saliva ditemukan dalam mulut selalu menunjukkan adanya sel-sel epitel mulut yang mati spt leokosit ( polimorfonuklear lekosit) yang masuk dari siklus ginggiva 



Diambil sampel saliva dengan penyerapan menggunakan lidi kapas steril selama satu sampai lima menit







Diinokulasi pada tabung reaksi agar miring Sabauraud Dextrose Agar (SDA) secara merata







Diinkubasi pada suhu 37 derajat celcius selama 48 jam dan koloni Candida albicans akan terlihat



b. Pemeriksaan mikroskopik adalah salah satu pemeriksaan yang penting untuk identifikasi etiologi infeksi. 



Diteteskan larutan KOH 10% pada objek glass







Dibasahi ujung ose dengan menggunakan larutan KOH 10% dan diambil koloni dengan menggunakan ose







Diletakkan koloni pada tetesan KOH 10% dan ditutup dengan deck glass dan dihindari terjadinya gelembung udara







Dilewatkan sediaan tersebut beberapa kali di atas nyala api



28







Diperiksa dibawah mikroskop mula-mula dengan pembesaran 10 kali dan pembesaran 40 kali







Diamati bagian-bagiannya (blastpora, psudohyfa)



3. Pemeriksaan Kultur pada Candida albicans



Uraian Skema Pada pemeriksaan Kultur pada Candida Albicans 1. Swab jaringan diambil dari lesi 2. Dicampur dengan salin steril 3. Inokulasi dalam agar dekstros 4. Inokulasi selama 3-4 hari 5. Adanya koloni fungi



29



DAFTAR PUSTAKA Hartati, Maliftha Dwi,Yulianti Yasin. 2019. Identifikasi Candida Albincans Pada Wanita Dewasa Di Kota Kendari Secara Makoskopis Dan Mikroskopis. Volume 6 nomor 2. EISSN : 2443-0218. Puspitasari, A., Ervianty, E., Kawilarang, Arthur P & Rohiman, A. 2019. Profil Baru Kandidiasis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 31(1). Yuniaswan Anggun P Dan Tantari Shw. 2017. Kandidiasis Kutis Generalisata Pada Bayi Usia 4 Bulan yang Disebabkan Candida Ciferi. Vol. 44 No. 3 Tahun 2017; 124 – 130 Faisal, Jon dan Exchagusesa Abdul Rahman Serabasa Dewa.2017. Identifikasi Candida Albican pada Saliva Wanita Penderita Diabetes Melitus, Jurnal



30



Teknologi Laboratorium Vol. 6 No. 2 Keumala Vivi Mutiawati. 2016. Pemeriksaan Mikrobiologi Pada Candida Albicans. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 1 Agustus 2016 Mutiawati, Vivi Keumala, Pemeriksaan Mikrobiologi pada Candida albicans, Jurnal Kedokteran Syiah Kuala 16, no. 1 Agustus 2016



31