22 0 992 KB
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |1
KOEFISIEN PARTISI Dina Melinda, Fadila Kurnia, Friscilia Nindita, Gladys Debora, Prantara Ardi Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya Indralaya Email : [email protected]
ABSTRACT The partition coefficient is a comparison sum of ones dissolved between the nonpolar fraction and the polar fraction. Dissociation constant is an equilibrium constant that measures the tendency of large objects to dissociate into smaller components, such as when a complex separated into its component molecules. Salicylic acid is difficult to dissolve in water and in benzene, easily soluble in ethanol and ether, soluble in boiling water, rather difficult to dissolve in chloroform. The spectrophotometric method used is analytical method with the ability to separate drug mixtures that have overlapping spectra and is used to determine drug levels that are mixed with the results of its decomposition. Keywords: partition spectrophotometry.
coefficient,
dissociation
constant,
salicylic
acid,
ABSTRAK Koefisien partisi adalah perbandingan jumlah yang terlarut antara fraksi yang non polar dengan yang polar. Konstanta disosiasi adalah konstanta kesetimbangan yang mengukur kecenderungan objek yang lebih besar untuk berdisosiasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil, seperti saat suatu kompleks terpisah menjadi molekul-molekul komponennya. Asam salisilat sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol dan eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam klorofom. Metode spektrofotometri yang digunakan merupakan metode analisis dengan kemampuan memisahkan campuran obat yang memiliki spectra tumpang tindih serta digunakan untuk penetapan kadar obat yang tercampur dengan hasil peruraiannya. Kata kunci: koefisien partisi, konstanta disosiasi, asam salisilat, spektrofotometri.
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |2
I
dua pelarut yang berbeda kepolaran
PENDAHULUAN Koefisien
partisi
adalah
distribusi kesetimbangan dari analit
yaitu pelarut n-oktanol dan air 3. Pembuatan
obat
luar
atau
antara fasa sampel dan fasa gas, dan
topikal, terdapat dua tahapan kerja
kesetimbangan
perbandingan
obat topikal agar dapat memberikan
kadar zat dalam dua fase. Koefisien
efeknya yaitu obat harus dapat lepas
partisi
suatu
dari basis dan menuju ke permukaan
petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik
kulit, selanjutnya berpenetrasi melalui
dari molekul obat. Lewatnya obat
membran kulit untuk mencapai tempat
melalui membran lemak dan interaksi
aksinya. Faktor yang mempengaruhi
dengan makromolekul pada reseptor
salah satunya adalah koefisien partisi,
kadang-kadang
baik
oleh karena itu koefisien partisi juga
dengan koefisien partisi oktanol/air
merupakan hal yang sangat penting
dari obat1.
dan perlu 2.
dari
minyak-air
adalah
berhubungan
Koefisien
partisi
Peningkatkan fluks obat yang
menggambarkan rasio pendistribusian
melewati
obat kedalam pelarut sistem dua fase,
digunakansenyawa-senyawa peningkat
yaitu pelarut organik dan air. Bila
penetrasi. Fluks obat yang melewati
molekul semakin larut lemak, maka
membran dipengaruhi oleh koefisien
koefisien partisinya semakin besar dan
difusi obat melewati stratum corneum,
difusi trans membran terjadi lebih
konsentrasi efektif obat yang terlarut
mudah. Organisme terdiri dari fase
dalam pembawa, koefisien partisi
lemak dan air, sehingga bila koefisien
antara obat dan stratum corneum dan
partisi sangat tinggi ataupun sangat
tebal lapisan membrane 4.
rendah
maka
hal
tersebut akan
membran
kulit,
dapat
Kecepatan absorpsi obat sangat
menjadi hambatan pada proses difusi
dipengaruhi
zat aktif 2.
partisinya. Hal ini disebabkan oleh
Penentuan
koefisien
oleh
koefisien
partisi
komponen dinding usus yang sebagian
secara eksperimen dilakukan dengan
besar terdiri dari lipida. Dengan
cara pendistribusian senyawa dalam
demikian obat-obat yang mudah larut
jumlah tertentu ke dalam sistem
dalam lipida akan dengan melaluinya.
keseimbangan termodinamik antara
Sebaliknya obat-obat sukar larut dalam
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |3
lipida akan sukar diabsorpsi. Obat-
awal penentu obat dalam mencapai
obat yang mudah larut dalam lipida
target adalah penetrasi atau absorpsi.
tersebut dengan sendirinya memiliki
Penetrasi obat dalam membran biologi
koefisien
besar,
tergantung pada kelarutan obat dalam
sebaliknya obat-obat yang sukar larut
lipid. Makin mudah larut dalam lipid,
dalam lipida akan memiliki koefisien
obat tersebut makin mudah menembus
partisi lipida air kecil. Lipofilisitas
membran dan makin banyak yang
bisa dilihat dari koefisien partisi dan
diabsorp-si.
ikatan
sebagian
partisi
hidrogen.
yang
Koefisien
partisi
Hal
besar
ini
disebabkan
membran
biologi
merupakan perbandingankelarutan di
tersusun oleh lipid, seperti membran
dalam lemak dibanding air 5.
sel pembungkus lambung, mukosa
Sifat obat-obat pada umumnya
usus halus dan membran jaringan sya-
asam lemah atau basa lemah. Jika obat
raf 5,6 Obat supaya mudah larut dalam
tersebut dilarutkan dalam air sebagian
lipid harus bersifat non polar atau
akan terionisasi. Besarnya fraksi obat
lipofilik.
yang terionkan tergantung pada pH
didefinisikan
larutannya.
tidak
keseimbangan numerik kadar obat
terionkan lebih mudah larut dalam
dalam fase polar dibagi kadar obat
lipida, sebaliknya yang dalam bentuk
dalam fase non polar.5,7 Adapun
ion kelarutannya kecil atau bahkan
parameter lipofilisitas yang sering
praktis tidak larut. Dengan demikian
digunakan dalam hubungan kuantitatif
pengaruh pH sangat besar terhadap
struktur dan aktivitas bio-logi antara
kecepatan absorpsi obat yang bersifat
lain adalah logaritma koefisien partisi,
asam lemah atau basa lemah 6.
tetap-an
Obat-obat
yang
Lipofilisitas
pi
obat
sebagai
(π)
Hansch,
dapat kadar
tetapan
Koefisien partisi tiap zat adalah
fragmentasi F Nys Rekker dan harga
tetap sesuai dengan sifat alamiah zat
Rm.7 Ada beberapa metode analisis
itu sendiri. Lipofilisitas bisa dilihat
untuk menentukan lipo-filisitas obat,
dari
yaitu
koefisien
partisi
dan
ikatan
secara
spektrofotometri,
hidrogen. Koefisien partisi merupakan
kromato-grafi
perbandingan
dalam
(KCKT/HPLC), kromatografi gas dan
lemak dibanding air. Cl bersifat lipofil
kromatografi lapis tipis fase terbalik
kelarutan
di
(+), sedangkan OH hidrofil ( -). Proses Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
cair
kinerja
tinggi
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |4
(RPTLC= reversed phase thin layer
molekul
chromatography) 5.
berguna dalam kecenderungan untuk
Koefisien
partisi
minyak-air
merupakan
indeks
yang
absorpsi oleh difusi pasif 9.
adalah suatu petunjuk sifat lipofilik
Pelarut secara umum dibedakan
atau hidrofobik dari molekul obat.
atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan
Lewatnya
membran
bukan air. Salah satu ciri penting dari
lemak dan interaksi dengan makro
pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu
molekul pada reseptor kadang-kadang
gaya yang bekerja antara dua muatan
berhubungan baik dengan koefisien
itu dalam ruang hampa dengan gaya
partisi oktanol/air dari obat 7.
yang bekerja pada muatan itu dalam
obat
melalui
Suatu pengukuran lipofilisitas obat
dari
suatu
kemampuannya
indikasi
untuk
dari
melewati
dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan sampai
sejauh
kemampuan
mana
tingkat
melarutkan
pelarut
membran sel adalah koefisien partisi
tersebut. Misalnya air dengan tetapan
minyak/air dalam sistem-sistem seperti
dielektriknya yang tinggi (E = 78,5)
oktanol/air
kloroform/air.
pada suhu 25oC, merupakan pelarut
Koefisien partisi didefinisikan sebagai
yang baik untuk zat-zat yang bersifat
perbandingan obat yang tidak terion
polar, tetapi juga merupakan pelarut
antar fase organik dan fase air pada
yang kurang baik untuk zat-zat non
kesetimbangan 8.
polar.
dan
Sebaliknya,
pelarut
yang
Koefisien partisi dari obat juga
mempunyai tetapan dielektrik yang
tergantung pada polaritas dan ukuran
rendah merupakan pelarut yang baik
dari molekul. Obat dengan momen
untuk zat non polar dan merupakan
dipol yang tinggi, walaupun tidak
pelarut yang kurang baik untuk zat
terionisasi,
berpolar10.
mempunyai
kelarutan
dalam lemak rendah, dan oleh karena
Pengukuran beberapa koefisien
itu sedikit terpenetrasi. Ionisasi bukan
partisi
saja
menggunakan
lemak
mengurangi sangat
menghalangi
kelarutan
besar
tetapi
perlintasan
dalam juga
oktanol,
dilakukan partisi
karena
dengan air
n-oktanol
dan
n-
dalam
melewati
banyak hal menyerupai membrane
membran yang bermuatan Umumnya
biologis dna juga merupakan model
koefisien partisi lemak / air dari suatu
yang baik pada kromatografi fase
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |5
terbalik. Beberapa obat mengandung gugus-gugus yang mudah mengalami ionisasi,
oleh
2.3.1 Pembuatan Larutan Dapar
Timbang 6,805 gr KH2PO4 dan
karena itu koefisien
timbang juga 0,896 gram NaOH.
partisi obat-obat ini pada pH tertentu
Larutkan zat tersebut kedalam labu
sulit
ukur 1 L dan ad kan aquadest hingga
diprediksi
terlebih
jika
melibatkan lebih dari 1 gugus yang
1L.Homogenkan.
mengalami
2.3.2 Pembuatan
ionisasi.
Meskipun
demikian, sering kali, salah satu
Dapar
Asam
Salisilat
gugus dalam satu molekul obat lebih
Siapkan 100 mL buffer pH 2,5.
mudah mengalami ionisasi daripada
Timbang akurat 20 mg asam salisilat
gugus yang lain pada pH tertentu 3.
dan masukkan dalam labu ukur 100 Ml
II
METODE PENELITIAN
2.1
Waktu dan Tempat Penelitian
ini
dan tambahkan buffer ad 100 mL pH 2,5. Siapkan juga larutan asam salisilat 0,02% dengan buffer pH 2,8; 3,0; 3,5;
dilakukan
di
3,8; 4,0. Ambil 4 mL campuran buffer
-
pH 2,5 dan asam salisilat (larutan stok)
Farmakokinetika Universitas Sriwijaya
dan tambahkan 1 mL feri nitrat hingga
pada tanggal 30 Agustus 2019.
terbentuk warna. Ukur pada absorban-
2.1
Alat dan Bahan
si 540 nm pada spektrofotometer. (ab-
Alat yang digunakan selama
sorbansi 1).
Laboratorium Biofarmasetika
proses praktikum diantaranya pipet
Ambil 5 mL campuran buffer pH
volumetrik, gelas ukur, labu ukur,
2,5 dan asam salisilat (larutan stok),
erlenmeyer,
tabung
tambahkan 5 mL pelarut organik etil
reaksi, rak tabung reaksi, pH meter,
asetat. Stopper dan kocok tabung
timbangan analitik, spektrofotometer
reaksi selama 1 menit untuk me-
UV/VIS.
nyelesaikan ekstraksi. Terbentuk 2
gelas
beaker,
Bahan yang digunakan selama
lapisan, buang fase air dan tambahkan
proses praktikum diantaranya asam
1 mL feri nitrat hingga terbentuk
salisilat, larutan buffer fosfat pH 2,5;
warna. Ukur pada absorbansi 540nnm
2,8; 3; 3,3; 3,8; 4, HCL, NaOH, FeCl3,
pada spektrofotometer (absorbansi 2).
serta etil asetat.
Ulangi percobaan dengan buffer pH
2.2
2,8; 3,0; 3,5; 3,8; 4,0 dan plot 1/PC vs
Prosedur Kerja
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |6
[H+] dan hitung PC, Ka dan pKa. Hi-
Penggunaan
dapar
salisilat
tung konsentrasi ion H+ dengan per-
dikarenakan larutan dapar sebagai
samaan pH = -log10 [H+].
larutan yang dapat mempertahankan pH nya walaupun ditambahkan dengan
III
HASIL DAN PEMBAHASAN Praktikum
ini
membahas
mengenai pengaruh koefisien partisi terhadap pH suatu bahan obat yang sebagian besarnya bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika dilarutkan dalam air, obat akan membentuk ataupun tidak membentuk ion-ion, karena tidak mudah atau bahkan tidak larut dalam air. Kelarutan obat sangat dipengaruhi oleh pH. Semakin cepat obat larut
sedikit asam ataupun sedikit basa. Larutan dapar salisilat yang digunakan dijadikan sebagai obat dalam fase cair. Penggunaan pH larutan dapar salisilat dibuat beragam diantaranya pH 2,5 ; 2,8 ; 3 ; 3,5 ; 3,8 ; dan 4 dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan
oleh
tubuh.
Absorbsi
dipengaruhi oleh
obat
juga
koefisien partisi
bahan obat tersebut. Koefisien partisi suatu
obat
diketahui
sebagai
perbandingan nilai kadar obat dalam fase lipoid (organik) terhadap kadar obat dalam fase air setelah mencapai keseimbangan.
Dalam
dilakukan percobaan
hal
ini,
dengan obat
asam salisilat dengan menggunakan larutan
buffer
yang
telah
dengan berbagai macam pH.
dibuat
terhadap
koefisien
partisi asam salisilat. Fase organik dalam percobaan ini digunakan etil asetat.
dalam tubuh, maka semakin cepat pula proses absorbsi atau penyerapannya
pH
Pemisahan dalam percobaan ini membentuk dua fase, berupa fase air dan fase organik yang dipengaruhi oleh perbedaan kepolaran dari masingmasing fase tersebut. Larutan dapar salisilat bersifat polar, karena sebagian fasenya mengandung air yang bersifat polar, sedangkan etil asetat bersifat semi
polar,
kepolarannya
dengan sangat
tingkat
rendah.
Dua
cairan atau lebih dapat bercampur jika memiliki kepolaran yang sama. Etil asetat berada pada lapisan atas karena memiliki berat molekul yang lebih kecil sebesar 88,11 gram/mol jika
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |7
dibandingkan
dengan
berat
memancarkan
sinar
tampak
yang
molekul asam salisilat sebesar 138,12
kemudian melewati suatu larutan dan
gram/mol.
diserap oleh larutan yang dilewati
Pemisahan yang telah dilakukan
sehingga
serapannya
antara fase air dan fase organik
sebagai
kemudian
absorbansinya.
tampak hanya dapat melewati larutan
Absorbansi diketahui sebagai sinar
berwarna. Pewarnaan larutan pada
yang diserap oleh senyawa dalam
praktikum
larutan. Pengukuran absorbansi kali ini
penambahan 1 ml larutan FeCl₃ yang
menggunakan
dapat memberi warna ungu pada
Dalam
diukur
spektrofotometer.
spektrofotometer,
akan
absorbansi.
dikatakan
ini
Namun,
dilakukan
sinar
dengan
larutan.
Tabel 1. Koefisien Partisi Semu (PC’) dan Asam Salisilat No.
pH
A1
A2
Ekstraksi dari SA
PC’
1.
2,5
0,009
0,06
0,003
0,5
2.
2,8
0,006
0,07
0,001
-0,143
3.
3,0
0,02
0,015
0,005
0,333
4.
3,5
0,289
0,117
0,172
1,470
5.
3,8
0,910
0,587
0,323
0,550
6.
4,0
1,532
1,112
0,420
0,378
Tabel 2. Nilai dari [H⁺] dan PC asam salisilat No.
pH
[H+]
1/[H+]
PC’
1/PC’
1.
2,5
316,2278
0,003162
0,5
2
2.
2,8
630,9573
0,00158
-0,143
-6,993
3.
3,0
1000
0,001
0,333
3,003
4.
3,5
3162,2777
0,00032
1,470
0,680
5.
3,8
6309,5734
0,00016
0,550
1,818
6.
4,0
10000
0,0001
0,378
2,645
Hubungan perubahan absorbansi terhadap
pH
lemah, dalam hal ini berupa asam
larutan
seharusnya
salisilat, maka semakin meningkat ju-
bahwa
semakin
ga nilai absorbansinya. Tetapi dalam
meningkatnya pH larutan suatu asam
hasil pengamatan didapatkan nilai
menunjukkan
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |8
absorbansi yang tidak berbanding lu-
tan FeCl3 saat ditambahkan pada mas-
rus. Hal ini kemungkinan disebabkan
ing-masing larutan tersebut.
oleh tidak meratanya konsentrasi laruGrafik 1. Hubungan [H⁺] dengan PC’ 4
2 0 -2 -4 -6 -8
Nilai
koefisien
partisi
dari
semakin besar nilai absorbansi suatu
larutan asam salisilat dipengaruhi
larutan,
oleh
partisinya semakin kecil.
kondisi
kesalahan
tertentu.
yang
terjadi
Akibat saat
pemisahan antara fase air dan fase organik,
maka
didapatkan
IV
nilai
koefisien
KESIMPULAN
DAN
SARAN
nilai
koefisien partisi yang kurang sesuai
maka
4.1
Kesimpulan
dengan dasar teori seperti terlihat pada grafik bahwasanya grafik yang terbentuk
tidak
perbandingan
mengindikasikan
yang
baik
antara
koefisien partisi dan konsentrasi H⁺. Seharusnya, semakin tinggi nilai pH suatu larutan, maka semakin rendah nilai
koefisien
tersebut
berarti
partisinya. semakin
Hal mudah
bahan obat terabsorbsi oleh tubuh. Nilai PC’ berbanding terbalik dengan
1. Koefisien partisi termasuk salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi proses absorbsi obat. 2. Semakin besar pH suatu larutan,
semakin
besar
nilai
koefisien partisinya. 3. Semakin besar pH suatu larutan, maka semakin besar nilai absorbansinya.
nilai absorbansi, dinyatakan dengan Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurnal Praktikum Biofarmasetika -Farmakokinetika |9
4. Nilai
pH
berbanding
lurus
Teori
dan
dengan koefisien partisi dan
Farmasi
absorbansi
Terjemahan:
Praktek Industri, Siti
Suyatmi, Jilid II Edisi 4.2 Saran
3,UI Press, Jakarta.
1. Praktikan memiliki ketelitian
5. Martin,Alfred. 1990, Farmasi
serta ketepatan dalam pembu-
Fisika I, Universitas
atan larutan dengan konsentrasi
Indonesia
tertentu.
Press,
Jakarta.
2. Praktikan memperhatikan homogenitas dalam pencampuran
6. Rivai,H.1995, Azas
suatu larutan.
Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA 7. Sardjoko. 1987, Rancangan 1. Ansel, H., C.1989, Pengantar Bentuk
Obat,
Sediaan
Farmasi,
Universitas
Indonesia
Press,
PAUBioteknologi Universitas
Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Jakarta. 8. Sri, Mulyani, and Mulyadi. 2. Gandjar, I., G. & Abdul,
2011, Desain
R.2007, Kimia
Obat,
Sarmako File, Jakarta.
Farmasi
Analisis,
Pustaka
Pelajar,
9. Sukmawati.2010, Efek
Yogyakarta. 3. Golib & Ibnu. 2007, Kimia Farmasi
Analisis,
Pustaka
Pelajar,
Yogyakarta. 4. Lachman L., H. Liebermen, and J. Kanig, L. 1989, Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Berbagai
Peningkat
Penetrasi
Terhadap
Penetrasi
Perkutan
Gel
Natrium
Diklofenak In
Secara
Vitro, Jurnal
Penelitian Sains
&
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 10
Teknologi, Vol.11,No. 2, 2010 Hal. 1 10. Tahir. 2001, Komparasi Nilai Koefisien Teoritik Senyawa Dengan
Partisi Berbagai Obat Metoda
Hancsh-Leo, Metoda Rekker
Dan
Penggunaan Program Clogp, Jurnal Sains, Pusat
Kimia
Komputasi IndonesiaAustria Jurusan Kimia Fakultas Universitas
MIPA Gadjah
Mada Yogyakarta.
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 11
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 12
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 13
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 14
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 15
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 16
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 17
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 18
Nilai koefisien partisi dari
5. Koefisien partisi termasuk salah sa-
larutan asam salisilat dipengaruhi
tu faktor yang mempengaruhi pros-
oleh
es absorbsi obat.
kondisi
kesalahan
tertentu.
yang
Akibat
terjadi
saat
6. Semakin besar pH suatu larutan,
pemisahan antara fase air dan fase
semakin
organik, maka didapatkan nilai
partisinya.
koefisien partisi
besar
nilai
koefisien
yang kurang
7. Semakin besar pH suatu larutan,
sesuai dengan dasar teori seperti
maka semakin besar nilai absorb-
terlihat pada grafik bahwasanya
ansinya.
grafik
yang
terbentuk
mengindikasikan
tidak
8. Nilai pH berbanding lurus dengan
perbandingan
koefisien partisi dan absorbansi
yang baik antara koefisien partisi 4.4 Saran
dan konsentrasi H⁺. Seharusnya, semakin tinggi nilai pH suatu
Percobaan praktikum ini, praktikan
larutan, maka semakin rendah
diharuskan
nilai koefisien partisinya. Hal
ketepatan dalam pembuatan larutan dengan
tersebut berarti semakin mudah
konsentrasi
bahan obat terabsorbsi oleh tubuh.
mempengaruhi nilai absorbansi dari suatu
Nilai PC’ berbanding terbalik
larutan tersebut.
dengan
nilai
ketelitian
tertentu
sehingga
serta
akan
absorbansi,
dinyatakan dengan semakin besar nilai absorbansi suatu larutan, maka nilai koefisien partisinya semakin kecil. I
memiliki
KESIMPULAN DAN SARAN
4.3 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA 11. Ansel,
H.,
C.
Bentuk
1989, Pengantar
Sediaan
Universitas Indonesia Press, Jakarta. 12. Gandjar,
I.,
G.
R.2007, Kimia Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Farmasi,
&
Abdul, Farmasi
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 19
Analisis,
Pustaka
Pelajar,
Secara
Yogyakarta.
In
Penelitian
Vitro, Jurnal Sains
&
11,
No.
Teknologi, Vol. 13. Golib
&
Ibnu.
Farmasi
2007, Kimia
Analisis,
Pelajar,Yogyakarta.
20. Tahir.
14. Lachman L., H. Liebermen, and J. Kanig, L. 1989, Teori dan Praktek
Farmasi
Industri,
Terjemahan: Siti Suyatmi, Jilid II Edisi 3, UI Press, Jakarta. 15. Martin,
Alfred.
1990, Farmasi I,
Universitas
Indonesia Press, Jakarta. 16. Rivai, H. 1995, Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta. 17. Sardjoko. 1987, Rancangan Obat, PAUBioteknologi Universitas
Gadjah
Mada,
Yogyakarta. Mulyani,
and
Mulyadi.
2011, Desain Obat, Sarmako File, Jakarta. 19. Sukmawati.
2010, Efek
Peningkat
Berbagai Penetrasi
Terhadap Penetrasi Perkutan Gel
2001,
Komparasi
Koefisien
Partisi
Berbagai
Senyawa
Dengan
Metoda
Nilai Teoritik Obat
Hancsh-
Leo, Metoda Rekker Dan Penggunaan Program Clogp, Jurnal Sains, Pusat Kimia Komputasi Indonesia- Austria
Fisika
18. Sri,
2, 2010 Hal. 1
Pustaka
Natrium
Diklofenak
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam
Jurusan
Kimia
Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
J u r n a l P r a k t i k u m B i o f a r m a s e t i k a - F a r m a k o k i n e t i k a | 20
Farmasi, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam