Kognisi Sosial [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KOGNISI SOSIAL (Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial)



FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016



KOGNISI SOSIAL Psikologi sosial menggunakan istilah kognisi sosial (social cognition)untuk menerangkan cara-cara dimana kita menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial. Kognisi sosial dapat terjadi secara otomatis. Contonya, saat kita melihat seseorang dari suatu ras tertentu (misalnya Afrika, China, India), kita seringkali secara otomatis langsung berasumsi bahwa orang tersebut memiliki ciri atau sifat tertentu. Kapasitas kognitif kita juga terbatas. Selain itu, terdapat suatu hubungan antara kognisi dan afeksi (bagaimana kita berpikir dan bagaimana kita merasakan). Hubungan antara ognisi dan emosi berjalan secara dua arah: pemikiran kita dapat mempengaruhi emosi dan perasaan, dan perasaan juga dapat mempengaruhi pikiran kita. A. Skema: Kerangka Mental untuk Mengorganisasi dan Menggunakan Informasi Sosial Komponen dasar kognisi sosial adalah skema (schema). Skema adalah sruktur mental yang membantu kita mengorganisasi informasi sosial, dan menuntun pemrosesannya. Skema berkisar pada suatu subyek atau tema tertentu dalam otak kita, skema itu seperti skenario, yang memiliki alur. Skema di otak kita terbentuk berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami sendiri atau diceritakan oleh orang lain.. Skema yang kita miliki akan mempengaruhi sikap kita pada sesuatu. Begitu terbentuk, skema akan sangat berpengaruh pada beberapa aspek kognisi sosial sehingga juga akan mempengaruhi perilaku sosial kita 1. Pengaruh Skema terhadap Kognisi Sosial Skema menimbulkan efek yang kuat terhadap 3 proses dasar, antara lain: a. Perhatian atau atensi (attention), berkaitan dengan informasi yang kita perhatikan, b. Pengkodean (encoding), adalah proses dimana informai yang kita perhatikan disiman di dalam ingatan, c. Mengingat kembali (retrieval), proses dimana kita mengeluarkan informasi dari ingatan dan menggunakannya untuk keperluan



tertentu, misalnya menilai sifat seseorang, menilai kualitas makanan dan sebagainya. Skema terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi sosial (Wyer & Srull, 1994). Dalam hubungannya dengan atensi, skema seringkali berperan sebagai penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi yang tidak cocok dengan skema kita seringkali diabaikan (Fiske, 1993), kecuali informasi itu sangat ekstrem sehingga mau tidak mau kita akan memperhatikannya. Selanjutnya pengkodean, informasi yang menjadi fokus atensi lebih mungkin untuk disimpan dalam ingatan jangka panjang. Informasi yang konsisten dengan skema kita akan di kodekan atau incode. Selanjutnya, mengingat kembali informasi (retrieval, secara umum, orang melaporkan informasi yang konsisten dengan skema mereka, namun kenyataannya, informasi yang tidak konsisten dengan skema juga dapat secara kuat muncul dalam ingatan. Kita perlu memperhatikan fakta bahwa meskipun skema didasarkan pada pengalaman lalu kita (skema merefleksikan pengalaman yang didapatkan dari pengalaman sosial) dan seringkali membantu kita, skema juga memiliki kelemahan (segi negatif). Skema mempengaruhi apa yang kita perhatikan, apa yang masuk dalam ingatan kita, dan apa yang kita ingat, sehingga terjadi distorsi pada pemahaman kita terhadap dunia sosial. Skema memainkan peran penting dalam pembentukan prasangka, dalam pembentukan satu komponen dasar pada stereotip tentang kelompok-kelompok sosial tertentu. Skema seringkali sulit diubah— skema memiliki efek bertahan (perseverance effect), tidak berubah bahkan ketika menghadapi informasi yang kontradiktif. Kadangkala skema bisa memberikan efek pemenuhan harapan diri (self-fulfilling) yaitu skema membuat dunia sosial yang kita alami menjadi konsisten dengan skema yang kita miliki.



2. Karakteristik Pemastian Diri dari Skema Skema dapat memberikan efek ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri (self-fulfilling prophecy) yaitu ramalan yang membuat ramalan itu sendiri benar-benar terjadi. Sebagai contoh, yaitu skema guru untuk siswa yang minoritas yang menyebabkan guru memperlakukan siswa minoritas itu secara berbeda (kurang positif) sehingga menyebabkan prestasi siswa minoritas ini menurun. Skema memang seringkali membenyuk



perilaku



untuk



megonfirmasikan



atau



memastikan



kebenaran skema itu sendiri. Stereotip tidak hanya memiliki pengaruh, namun bisa melalui efek pemastian dirinya, stereotip juga membentuk realitas sosial. B. Heuristik dan Pemrosesan Otomatis Kejenuhan informasi (information overloaded) adalah keadaan pengolahan informasi kita telah berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut sistem kognitif yang lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai strategi untuk melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu: harus menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah informasi sosial dalam jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakan dan harus berhasil. Banyak cara untuk mengurangi usaha mental, namun yang paling berguna adalah heuristik (heuristics) yaitu aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks atau untuk menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti. Heuristik ada 2 macam: 1. Heuristik Keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu menilai berdasarkan kemiripan. Sebuah strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli atau kategori yang lain. Contohnya saat kita mengenal seseorang sebagai pribadi yang teratur, ramah, rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya



dan



sedikit



pemalu.



Namun



kita



tidak



mengetahui



pekerjaannya. Mungkin kita langsung menilainya sebagai pustakawan. Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang



dengan ciri-ciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari kelompok tersebut. Mengenai keakuratan penilaian tersebut, seringkali memang benar. Karena keanggotaan suatu kelompok tertentu memang berpengaruh terhadap perilaku dan gaya anggota kelompoknya, dan karena individu dengan sifat atau ciri tertentu memang tertarik untuk menjadi bagian dari kelompok tertentu. Akan tetapi terkadang, penilaian yang berdasarkan pada keterwakilan adalah salah karena biasanya cenderung mengabaikan perhitungan dasar (base rate). Jadi dalam hal ini, heuristik keterwakilan dapat mengarahkan pada kesalahan dalam pemikiran kita mengenai orang lain. 2. Heuristik Ketersediaan (Availability Heuristic) Yaitu sebuah strategi untuk membuat keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu informasi yang spesifik dapat dimunculkan dalam benak kita. Heuristik ini dapat mengarahkan kita untuk melebih-lebihkan kemungkinan munculnya peristiwa dramatis, namun jarang, karena peristiwa itu mudah masuk ke pikiran kita. Contohnya, banyak orang merasa lebih takut tewas dalam kecelakaan pesawat daripada kecelakaan di darat, walaupun kemungkinan tewas dalam suatu kecelakaan mobil adalah 100 kali lebih tinggi. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media. Akibatnya,



kecelakaan



pesawat



lebih



mudah



terpikir



sehingga



berpengaruh lebih kuat dalam penilaian individu. a. Proses pemaparan awal (priming) Yaitu meningkatnya ketersediaan informasi sebagai hasil dari sering hadirnya rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan awal bisa muncul bahkan ketika individu tidak sadar akan adanya rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnya, disebut juga pemaparan awal otomatis. Misalnya, efek pemaparan awal muncul pada mahasiswa kedokteran yang mendapat berbagai informasi



yang



mengarahkan



mereka



untuk



membayangkan



kemungkinan terburuk ketika dihadapkan pada keadaan yang ringan. Kesimulannya, ternyata pemaaran awal merupakan fakta dasar dalam kognisi sosial. Peristiwa dalam kondisi eksternal atau bahkan



pikiran kita sendiri, dapat eningkatkan ketersediaan informasiinformasi tertentu. Dengan ketersediaan informasi tersebut, akan mempengaruhi penilaian kita terhadap informasi tersebut. “Apabila kita memikirkan sesuatu, maka hal tersebut pasti penting, sering terjadi atau benar adanya”. b. Pemrosesan otomatis (automatic processing) Hal ini yang terjadi ketika, setelah berpengalaman melakukan suatu tugas atau mengolah suatu informasi tertentu yang seakan tanpa perlu usaha yang besar, secara otomatis dan tidak disadari. Contohnya saat pertama kali belajar sepeda, kita memerlukan perhatian



khusus



dalam



mengendarainya.



Seiring



dengan



berkembangnya keahlian bersepeda kita, kita dapat melakukan tugas-tugas lain seperti berbicara sambil bersepeda. Begitu teraktivasi, skema dapat menimbulkan efek perilaku yang otomatis. Dengan kata lain, manusia dapat bertindak secara konsisten dengan skema ini, walaupun mereka tidak berniat melakukannya, dan tidak sadar bahwa mereka sedang bertindak demikian. Stereotip negatif mengenai kelompok



minoritas



dapat



mengarahkan orang pada suatu proses perilaku bermusuhan terhadap anggota



kelompok



minoritas



tersebut.



Bahkan



jika



orang



bersangkutan tidak berniat melakukannya. Jelasnya, pemrosesan otomatis merupakan aspek penting dalam kognisi sosial yang seringkali dapat diamati dalam perilaku yang tampil nyata. C. Sumber-Sumber yang Berpotensi Menimbulkan Kesalahan dalam Kognisi Sosial Dalam usaha kita memahami orang lain dan memahami dunia sosial, kita memiliki banyak sekali kecenderungan yang dapat mengarahkan kita pada kesalahan yang serius. Kesalahan dalam kognisi sosial disebabkan oleh hal-hal berikut ini: 1. Bias Negativitas (Negativity Bias) Yaitu kecenderungan memberikan perhatian lebih pada informasi yang negatif. Dibandingkan dengan informasi positif, satu saja informasi negatif akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Contohnya, kita mendapat informasi bahwa dosen yang akan mengajar nanti adalah orang



yang pintar, masih muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga terlibat skandal seks. Bias negatif menyebabkan kita justru terpaku pada hal yang negatif dan mengabaikan hal-hal positif. Kesimpulannya, kita menunjukkan sensivitas yang lebih besar pada informasi negatif daripada informasi negatif. Kecenderungan ini nampaknya merupakan aspek kogniis sosial yang sangat mendasar, dan sebenarnya terdapat pada struktur dan fungsi otak kita. 2. Bias Optimistik (Optimistic Bias) Yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik. Kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa negatif dan kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peristiwa negatif. Contohnya, pemerintah seringkali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai penyelesaian proyek-proyek besar, misalnya jalan, bandara baru, jembatan baru dan sebagainya. Hal ini mencerminkan kesalahan perencanaan. Walaupun optimisme merupaka aturan umum dalam kognisi sosial kita, ada satu pengecualian yang penting dalam aturan ini. Ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik atau informasi yang mungkin negatif dan memiliki konsekuensi penting, tampaknya ia justru sudah bersiap menghadapi hal yang buruk (brancing of loss) dan menunjukkan kebalikan dari pola optimistik yang artinya mereka menjadi pesimis, menunjukkan meningkatnya kecenderungan untuk mengantisipasi hal negatif. Temuan berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang memang bersiap untuk menghadapi hal yang terburuk dan menjadi



pesimistis



ketika



berada



di



kondisi



dimana



mereka



mengantisipasi kemungkinan akan mendapat kabar buruk yang akan memebrikan pengaruh negatif yang kuat pada mereka. Dalam kebanyakan situasi, kita cenderung menjadi optimis yang berlebihan mengenai kehidupan kita dan peristiwa-peristiwa sosial, namun kita dapat berpindah menjadi pesimis apabila cara ini bisa melindungi kita dari kekagetan terhadap berita buruk yang tidak diharapkan. 3. Kerugian yang mungkin terjadi akibat terlalu banyak berpikir.



Terkadang terlalu banyak berpikir dapat menyeret kita ke dalam kesulitan kogniitif yang serius. Mencoba berpikir sistematis dan rasional mengenai hal-hal penting adalah penting, namun pemikiran yang hatihati dan berlebihan dapat mengakibatkan kebigungan dan frustasi yang meningkat, dan bukannya keputusan dan kesimpulan yang lebih baik dan lebih akurat. 4. Pemikiran Konterfaktual Yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan sekarang. Efek dari memikirkan “Apa yang akan terjadi seandainya…”. Contoh: ketika selamat dari kecelakaan pesawat, seseorang justru memikirkan, “Bagaimana bila saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib keluarga saya sepeninggalan saya?”. Pemikiran konterfaktual dapat secara kuat berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertia atau kelambanan apatis muncul ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif. Kesimpulannya, membayangkan apa yang akan terjadi jika suatu situasi diulang kembali memiliki banyak pengaruh, mulai dari penyesalan dan kekecewaanyang mendalam, hingga penuh harapan dan peningkatan untuk menjadi lebih baik. Kecenderungan kita untuk berpikir tidak hanya mengenai apa yang terjadi, tetapi juga mengenai apa yang mungkin terjadi seandainya dilakukan atau terjadi sesuatu, berdampak luas pada berbagai aspek kognisi dan perilaku sosial. 5. Pemikiran Magis (Magical Thinking) Yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan yang rasional. Pemikiran magis menimbulkan asumsi yang tidak berpegang pada rasionalitas namun terasa kuat pengaruhya. Contohnya, supaya ujian lulus, seseorang berdoa banyak-banyak dan memakai banyak cincin. 6. Menekan Pikiran (Thought Suppression) Yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untuk muncul ke alam kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu mencegah agar



pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contohnya, seseorang yang ikut program diet menekan pikirannya akan makanan-makanan manis. Karakter personal memang dapat memainkan peran dalam menekan pikiran. D. Afeksi dan Kognisi Perasaan kita dan suasana hati memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi, dan kognisi juga berperan kuat pada perasaan dan suasana hati kita. 1. Pengaruh Afek pada Kognisi a. Afek berpengaruh pada kesan pertama. Suasana hati saat ini dapat secara kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang baru pertama kali kita temui. Contohnya, ketika kita sedang bergembira dan berkenalan dengan orang baru, penilaian kita terhadap orang tersebut pastinya lebih baik dibanding saat kita berkenalan dengannya ketika kita bersedih. b. Afek berpengaruh pada ingatan. Ingatan yang bergantung pada suasana hati (mood-dependent memory) yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut. Pengaruh kedua dikenal dengan efek kesesuaian



suasana



hati



(mood-congruence



effects)



yaitu



kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan informasi negatif ketika berada dalam suasana hati yang negatif. c. Afek juga berpengaruh pada komponen kognisi lain yaitu kreativitas. Informasi yang emosional (emotional contamination) yaitu suatu proses di mana penilaian, emosi atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak disadari dan tidak terkontrol (Wilson & Brekke, 1994). 2. Pengaruh Kognisi pada Afek Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi yang dijelaskan oleh teori emosional dua factor (two-factor theory of emotion) (Schachter, 1964) yang menjelakan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atu sikap kita sendiri. Sehingga, kita menyimpulkannya dari lingkungan—dari



situasi di mana kita mengalami reaksi-reaksi internal ini. Contohnya, ketika kita mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Skema atau stereotip yang teraktivasi dengan kuat dapat sangat berpengaruh pada perasaan atau suasana hati kita saat ini. Selain itu, pikiran bisa mempengaruhi afeksi melibatkan usaha kita dalam mengatur emosi kita. Kita menggunakan beberapa teknik kognitif untuk



mengontrol



emosi



atau



perasaan,



melakukan



pemikiran



konterfaktual dapat membuat peristiwa negatif tampak seperti tidak dapat dihindari, sehingga tidak terlalu mengecewakan. Ketika sedang sedih atau kecewa, kita secara sadar memilih untuk melakukan aktivitas yang membuat kita merasa lebih baik sesaat, walaupun nantinya memiliki akibat yang tidak baik jangka panjang. E.



DAFTAR PUSTAKA Robert A. Baron dan Dann Byrne. 2004. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga