Komplikasi Anestesi Lokal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Komplikasi Anestesi Lokal



Pada pemberian anestesi lokal, terdapat komplikasi yang mungkin saja terjadi. Komplikasi yang disebabkan pemberian anestesi lokal dibagi menjadi dua, komplikasi lokal, dan komplikasi sistemik. Komplikasi lokal merupakan komplikasi yang terjadi pada sekitar area injeksi, sedangkan komplikasi sistemik merupakan komplikasi yang melibatkan respon sistemik tubuh terhadap pemberian anestesi lokal.



Komplikasi Lokal a. Jarum Patah Penyebab utama jarum patah adalah kondisi jarum yang fatig akibat dibengkokkan. Jarum patah dapat pula disebabkan oleh kesalahan teknik saat administrasi, kelainan anatomi pasien, serta jarum yang disterilkan berulang. Apabila kondisi ini terjadi, pasien diinstruksikan untuk tidak bergerak dan tangan operator jangan dilepaskan dari mulut pasien dan pasang bite block bila perlu. Jika patahan dapat terlihat, patahan dapat dicoba diambil dengan arteri klem kecil. Namun, apabila jarum tidak terlihat, insisi dan probing tidak boleh dilakukan dan segera konsultasikan ke spesialis bedah mulut untuk diambil secara surgical.



b. Rasa sakit Rasa sakit saat administrasi anestesi lokal disebabkan oleh penggunaan jarum yang tumpul, pengeluaran anestetikum dengan terlalu cepat, serta tidak menguasai teknik anestesi lokal. Hal ini dapat dicegah dengan menggunakan anestesi topikal sebelum insersi jarum dan mengeluarkan anestetikum secara perlahan, serta anestetikum yang digunakan lebih baik jika suhunya sama dengan suhu tubuh.



c. Parestesi atau Anestesi Berkepanjangan Parestesi atau anestesi yang berkepanjangan dapat terjadi akibat trauma saraf, anestetikum bercampur alkohol, serta adanya perdarahan pada sekitar saraf. Parestesi berkepanjangan dapat menyebabkan trauma pada bibir yang tergigit dan apabila mengenai N. Lingualis dapat menyebabkan mati rasa kecap. Sebagai upaya pencegahan, operator harus berhati- hati saat administrasi dan menggunakan spuit sekali pakai



sehingga tidak perlu mensterilkan dengan larutan alkohol. Penanggulangan parestesi yang berkepanjangan dapat dilakukan dengan penjelasan pada pasien bahwa hal tersebut akan terjadi dalam waktu lama, control setiap dua bulan, dan apabila berlangsung lebih dari satu tahun maka konsultasi neurologis diperlukan.



d. Paralisis Fasial Paralisis fasial disebabkan oleh insersi jarum yang terlalu dalam saat blok N. Alveolaris Inferior sehingga masuk ke kelenjar parotis dan mengenai cabang saraf wajah, biasanya N. Orbicularis oculi. Penanggulangan hal tersebut dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa hal tersebut akan berlangsung selama beberapa jam dan mata pasien harus dilindungi selama refleks berkedip belum kembali.



e. Trismus Trismus merupakan salah satu komplikasi pemberian anestesi akibat adanya trauma pada M. Mastikatorius atau pembuluh darah pada intra temporal fossa. Trismus dapat pula disebabkan oleh anestesi lokal yang bercampur alkohol dan berdifusi ke jaringan sehingga mengiritasi M. Mastikatorius. Penangulangan trismus dilakukan dengan cara pemberian analgetik, kompes air panas selama 20 menit, latihan buka tutup mulut selama 5 menit setiap 3-4 jam, dapat pula diberikan permen karet untuk melatih gerakan lateral. Bila trismus berlanjut lebih dari 7 hari, maka konsulkan pada spesialis bedah mulut.



f. Hematom Hematom sering terjadi pada komplikasi blok N. Alveolaris Inferior, N. Alveolaris Superior Posterior, dan N. Mentalis/ Insisif. Pencegahan hematom dapat dilakukan dengan mengetahui anatomi sehingga tidak terjadi penyebaran darah ke ronga ekstravaskuler. Penggunaan jarum pendek pada anestesi N. Alveolaris superior posterior juga dapat dilakukan sebagai upaya meminimalisasi hematom. Penanggulangan hematom akibat administrasi anestesi lokal adalah dengan menekan perdarahan dan jangan mengompres panas selama 4-6 jam setelah kejadian, namun setelah satu hari dapat dikompres hangat 20 menit per jam. Kompres dingin dapat dilakukan segera setelah terjadi hematom untuk mengurangi perdarahan dan rasa sakit.



g. Infeksi Infeksi terjadi akibat kontaminasi jarum dan dapat menyebabkan trismus. Bila infeksi berlanjut sampai lebih dari hari ketiga, maka antibiotik diindikasikan untuk pasien tersebut.



h. Edema Edema disebabkan oleh trauma selama anestesi lokal, infeksi, alergi, perdarahan, dan penyuntikan anestetikum yang terkontaminasi alkohol. Penanggulangan edema dilakukan dengan observasi bila edema disebabkan oleh trauma injeksi atau iritasi larutan, biasanya akan hilang 1- 3 hari tanpa terapi. Sedangkan bila lebih dari 3 hari dan disertai rasa sakit atau disfungsi mandibula, antibiotik sebaiknya diberikan untuk pasien tersebut.



i. Trauma jaringan lunak Pada pasien anak- anak, atau pasien dengan cacat mental, rasa baal setelah pemberian anestesi lokal dapat menyebabkan pasien tersebut mengigit bibir maupun jaringan lunak lainnya. Penanggulangan trauma jaringan lunak di sekitar area yang dianestesi dilakukan dengan pemberian salep untuk mengurangi iritasi, analgesic, serta antibiotik jika diperlukan.



j. Lesi intraoral Lesi intraoral umumnya disebabkan oleh trauma jarum pada jaringan saat insersi. Penanggulangan lesi ini dilakukan dengan pemberian topikal anestesi praanestesi, pemberian obat kumur, dan pemberian antibiotik jika terjadi infeksi.



Komplikasi Sistemik a. Reaksi psikis Reaksi psikis yang sering terjadi sebagai komplikasi sistemik akibat pemberian anestesi lokal adalah sinkop atau serangan vasovagal. Hal ini merupakan gangguan emosional sebelum penyuntikan. Pada saat terjadi reaksi psikis, arteri mengalami vasodilatasi sehingga menyebabkan volume darah ke jantung berkurang sehingga menyebabkan penurunan umpan balik kardiak yang menyebabkan hilang kesadaran mendadak. Tandatanda reaksi psikis ini adalah pucat, mual, pusing, keringat dingin, dan jika tidak



ditangani cepat kesadaran akan hilang, pupil membesar, denyut nadi lemah dan tidak teratur. Perawatan reaksi psikis ini adalah dengan penaganan emergensi sinkop.



b. Reaksi toksik Reaksi toksik pada administrasi anestesi lokal jarang terjadi bila penyuntikan dilakukan sesuai dengan prosedurnya. Apabila aspirasi tidak dilakukan sebelum penyuntikan, maka anestetikum akan masuk ke dalam intravaskuler sehingga menyebabkan overdosis. Tanda- tanda reaksi toksik adalah terjadi konvulsi, gangguan pernafasan, dan syok.



c. Reaksi alergi Riwayat alergi pasien harus ditanyakan praanestetikum sehingga meminimalisasi terjadinya reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi berbeda- beda dengan tingkat keparahan yang juga berbeda. Tingkat reaksi alergi yang paling ringan adalah localized skin reaction dengan gejala lokal eritema, edema, dan pruritus. Untuk tingkatan lesi yang lebih parah yaitu reaksi pada kulit yang tergeneralisasi, antihistamin perlu diberikan. Pada kasus alergi yang melibatkan traktus respiratorius, diberikan epinefrin secara intramuscular kemudian melakukan prosedur emergensi. Tingkat reaksi alergi yang paling parah adalah syok anafilaktik yag perlu ditangani dengan segera dengan pemberian epinefrin IM atau IV, serta penaganan emergensi syok.



d. Virus Hepatitis/ HIV Penyebaran kedua virus ini dapat melalui jarum suntik. Oleh karena itu, jarum suntik harus digunakan sekali pakai sebagai upaya pencegahan.



e. Interaksi obat Interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara umum, interaksi obat dengan anestesi lokal sangat jarag. Namun, anestesi lokal yang mengandung noradrenalin dapt merangsag respon tekanan darah pasien yang mendapatkan antidepresan trisiklik. Karena itu, noradrenalin tidak dianjurkan untuk dipakai.