Komu 9112 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up

Komu 9112 [PDF]

Volume 9 Nomor 1, Maret 2012

ISSN 1907-8870

KOMUNIKOLOGI Indonesia Journal of Communication ETIKA PERSAINGAN DALAM KOM

9 0 2 MB

Report DMCA / Copyright

DOWNLOAD FILE

File loading please wait...
Citation preview

Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



ISSN 1907-8870



KOMUNIKOLOGI Indonesia Journal of Communication ETIKA PERSAINGAN DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN (Zinggara Hidayat)



PENGEMASAN PROGRAM KOMEDI MENGANDUNG UNSUR PENDIDIKAN DALAM PENYAMPAIAN PESAN MORAL KEPADA KHALAYAK (Ilona V. Oisina Situmeang)



EVENT SEBAGAI AJANG PROMOSI BAGI PERUSAHAN JASA (KASUS UNTUNG BELIUNG BRITAMA BRI) (Nur Awaliah)



FRAMING BERITA GAYUS TAMBUNAN DI SURAT KABAR MEDIA INDONESIA DAN REPUBLIKA (Pratiwi Asri, Abdurrahman Jemat. M.S)



OPTIMALISASI PERANAN HUMAS DALAM ORGANISASI DAKWAH (Asep Saefudin Ma’mun)



MENGENAL KOMUNIKASI MULTIMEDIA DAN SISTEM OPERASIONAL KOMPUTER MACINTOSH (Ikbal Rachmat)



KOMUNIKOLOGI Volume 9 Nomor 1



Halaman 1 - 48



Maret 2012



ISSN 1907 - 8870



Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



ISSN 1907 -8870



KOMUNIKOLOGI Penasehat Dr. Ir. ARIEF KUSUMA AP., MBA Penanggung Jawab Indrawadi Tamin, Ph.D Ketua Editor ADE SURYANI, M.Soc.Sc Dewan Editor D Edit Drs. DANI VARDIANSYAH, M.Si Drs. HALOMOAN HARAHAP, M.Si (Ilmu Komunikasi) R. WIDODO PATRIANTO, S.Sos (Periklanan) SUMARTONO, M.Si (Public Relations) EUIS NURUL B., SE , M.Si(Komunikasi Pemasaran) Dra. SARAH SANTI, M.Si (Komunikasi Gender) EUIS HERYATI, S.Sos (Komunikasi ( k Budaya) d ) AGUS FIRMANSYAH, S.Sos (Teknologi Komunikasi & Informasi) Penyunting Pengelola Lukman Cahyadi, ST Pelaksana Tata Usaha AGUS SATRIAWAN, SE HELMI GEISFARAD, S.Sos Alamat Penerbit PUSAT PENGELOLA JURNAL ILMIAH Universitas Esa Unggul, Lantai 2 Kampus Emas JJl. Terusan Arjuna j , Tol Tomang-Kebon g JJeruk,, JJakarta 11510 Telp. (62-021) 567 4223 ext. 266 Hunting, Fax. (62-021) 5682503 http://www.ejurnal.esaungggul.ac.id Emai: [email protected] Frekuensi Terbit 2 kali setahun/ Maret, September



Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



ISSN 1907-8870



KOMUNIKOLOGI DAFTAR ISI



Etika Persaingan dalam Komunikasi Pemasaran (Zinggara Hidayat) ………….……………………………………………………….



1 – 12



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak (Ilona V. Oisina Situmeang) …...............................…………………………………



13 – 22



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahaan Jasa (Kasus Untung Beliung Britama BRI) (Nurul Awaliah)……………………………………………………………………….. 23 – 31 F Framing i B Berita it G Gayus T Tambunan b di S Suratt K Kabar b M Media di IIndonesia d i d dan republika blik (Pratiwi Asri, A. Rahman Jemat MS) …….………………………………………… 32 – 38 Optimalisasi Peranan Humas dalam Organisasi Dakwah (Asep Saefudin Ma’mun)……………………….……………………………………... 39 – 43 Mengenal Komunikasi Multimedia dan Sistem Operasional Komputer Macintosh (Ikbal Rachmat)…………..…………………….……………………………………... Rachmat) 44 – 48



i



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



ETIKA PERSAINGAN DALAM KOMUNIKASI PEMASARAN Zinggara Hidayat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] Abstrak



Etika persaingan dalam komunikasi pemasaran khususnya kampanye periklanan menjadi perhatian penting dalam upaya menyehatkan perekonomian bangsa. Pasar yang sehat dicerminkan dari terbukanya peluang kepada setiap pelaku untuk bersaing dan memperoleh perlakuan yang adil dalam suatu industri. Perundang-undangan dan kode etik komunikasi merupakan pedoman dalam bersaing secara sehat. Kondisi persaingan ketat kini telah mempengaruhi style komunikasi dan creative strategy pesan dalam berbagai aktivitas kampanye komunikasi pemasaran, terutama periklanan. Kurangnya pemahaman peraturan mengenai persaingan yang sehat dan kode etik periklanan menyebabkan para praktisi komunikasi pemasaran cenderung mengabaikan aspek ini. Akibatnya banyak tayangan komunikasi pemasaran yang cenderung kurang menghargai keberadaan para pesaingnya di pasar secara wajar. Tulisan ini membahas persaingan yang terjadi antar brand pada produk barang konsumsi seperti produk minuman, makanan, toiletris, dan beberapa produk sekunder lainnya seperti otomotif roda dua dan minyak pelumas. Visual iklan sebagai instrumen komunikasi pemasaran diobservasi pemaknaan atas tanda-tanda yang ada melalui sarana lihatan (visual sense) atau semiotika visual.Style komunikasi periklanan pada berbagai kategori produk yang bersaing ketat memiliki kecenderungan untuk menghasilkan tayangan-tayangan iklan yang konten-nya cenderung melanggar etika persaingan dan kode etik periklanan. Sebagian besar pelanggaran etika dalam praktik komunikasi periklanan memperlihatkan upaya merendahkan produk-produk pesaing baik secara visual maupun secara verbal dan berbagai bentuk pelanggaran etika bersaing secara sehat dan kode etik periklanan. Kata kunci: komunikasi pemasaran, etika periklanan, kompetisi



Pendahuluan Persaingan merupakan cermin dari struktur pasar yang sehat. Semakin ketat persaingan menunjukkan jumlah pemain dalam suatu industri semakin besar, yang artinya industri bersangkutan dapat dimasuki beragam pemain. Kompetisi antar pemain memberikan dampak positif dan negatif terhadap perilaku persaingan. Jika sistem pengawasan dan penegakannya terhadap para pemain lemah, maka pada kondisi itulah para pemain berperilaku negatif dengan melakukan manufer-manufer yang dapat melanggar perundangan persaingan yang sehat dan kode etik komunikasi pemasaran. Strategi kreatif dari sisi internal dalam proses penciptaan komunikasi pemasaran memegang kunci penting dalam keberhasilan suatu produk atau jasa (Jewler dan Drewniany, 2004: 23). Pesan yang diciptakan muncul dalam bentuk verbal dan visual yang menyatu dalam konsep total antara kata-kata dan visual (Russell dan Lane, 2006: 470). Dalam konteks persaingan pasar, berbagai produk—terutama produk konsumsi—bersaing sangat ketat dengan sasaran utama untuk memperoleh pangsa pasar dan pertumbuhan. Dalam desainnya, karakter produk atau jasa harus benar-benar mewujud dalam pesan komunikasi yang diciptakan. Pesan kemudian dikirim kepada target bidik yang karakternya harus bersenyawa dengan karakter produk. Maka dalam hal



ini kekuatan pesan sangat ditentukan oleh creative strategy secara terpadu (Altstiel dan Grow, 2006: 19). Kompetisi ketat cenderung melahirkan produk dan/atau jasa yang memperebutkan pasar yang sama (satu pasar) dengan kegiatan kampanye komunikasi pemasaran terpadu (Russell dan Lane, 2006: 72). Karena itu pemahaman dan perencanaan komunikasi merupakan suatu strategi perusahaan (Thomas, 2002: 308-310). Style komunikasi cenderung berupaya untuk ’membabat habis’ para pesaingnya dengan ’tanpa ampun’ untuk mencapai market-share yang dominan. Padahal menurut Duncan (2002: 659), praktisi periklanan harus memahami sebuah gambar besar (the big picture) yang menjadi sasaran pengembangan IMC yang memperhatikan isue-isue sosial, etikal, dan legal di dalamnya.



Perumusan Masalah Persaingan telah memicu terjadinya kreativitas dalam penciptaan pesan periklanan. Style komunikasi pemasaran sangat dipengaruhi oleh level persaingan produk bersangkutan di pasar. Tulisan ini membuka diskusi bagaimana level persaingan pada berbagai brand untuk beberapa kelompok produk seperti barang konsumsi antara lain produk makanan, minuman, toiletries, otomotif roda dua dan minyak pelumas. Selanjutnya bagaimana style komunikasi peklanan pada berbagai kategori produk tersebut? Bagaimana aspek etika persaingan khususnya pada



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



1



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



desain komunikasi periklanan produk-produk, dan bagaimana batasan-batasan yang ditentukan dalam kode etik periklanan dan peraturan serta konstitusi lainnya. Dalam pembahasan ini difokuskan kepada kegiatan komunikasi periklanan sebagai kegiatan above the line karena komunikasi periklanan merupakan penyerap dana terbesar dalam bauran promosi.



Manfaat Tulisan ini diharapkan bermanfaat untuk mengedepankan segi-segi etika dalam proses penciptaan komunikasi pemasaran, khususnya periklanan. Selain itu diharapkan bermanfaat dalam rangka mendorong terjadinya persaingan sehat antar agensi, pengiklan yang pada akhirnya menumbuhkan peran sosial periklanan sebagai media edukatif bagi masyarakat, selain tentu saja periklanan harus memiliki arti ekonomis yang berarti bagi korporasi, negara dan publik secara keseluruhan. Framework Theoritical framework yang menguraikan tentang produksi simbol-simbol dalam komunikasi dikemukakan oleh Kenneth Burke dalam Littlejohn (2002:10) sebagai bagian dari Creative writing dalam suatu periklanan dan PR. Selain itu Semantic Theory yang dikemukakan oleh Charles Morris tentang persepsi, manipulasi, dan konsumasi di mana pada masing-masing tahap ini seseorang mula-mula memberi perhatian terhadap tanda (sign), kemudian menginterpretasikannya dan memberi respons, dan kemudian melakukan aksi sebagai respons aktual. Komunikasi Pemasaran. Menurut Duncan (2002:8) Komunikasi pemasaran terpadu adalah suatu proses pengelolaan hubungan pelanggan yang mengendalikan nilai merek (brand-value), atau secara lebih spesifik adalah suatu proses silang-fungsional dalam penciptaan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dan pihak berkepentingan lainnya melalui pengendalian strategis atau mempengaruhi seluruh pesan kepada kelompok target dan berkomunikasi dengan mereka. Periklanan. Arens (2006: 7) mendefinisikan periklanan sebagai komunikasi nonpersonal yang terstruktur dan tersusun atas suatu informasi, yang biasanya persuasif mengenai suatu produk (barang, jasa atau ide) dengan memperlihatkan sponsor (merek) yang pemasangnya harus membayar penayangannya di berbagai media. Jadi periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran. Sedangkan Iklan adalah suatu pesan komunikasi pemasaran tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sedangkan Pengiklan adalah pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna jasa periklanan. Public Relations. Kehumasan adalah suatu pengelolaan komunikasi antara suatu organisasi 2



dengan publiknya. Sebagai suatu fungsi manajemen, PR mengevaluai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dari individu atau organisasi dengan kepentingan publiknya, merencanakan dan melaksanakan suatu program aksi untuk memperoleh kehadiran di mata publik. Menurut Austin (2001:8) kegiatan kehumasan membutuhkan seorang penulis gagasan daripada sekadar seorang ilmuwan sosial dengan lingkungan baru yang penuh tantangan. Bahkan tugas dan posisi kehumasan menjadi penentu dalm proses restructuring suatu organisasi dan seorang manajer komunikasi harus menjadi seorang penggagas creative bagi seluruh elemen terpadu dalam komunikasi korporat. Etika. Hirst dan Patching (2005: 8) mendefinisikan kode etik sebagai suatu norma yang dikategorikan sebagai ”rights” atau ”wrongs” dari perilaku. Menurut Kamus Besar Indonesia (Anton Mulyono dan Sri Kosesih), Kode adalah tulisan berupa kata atau tanda yang disepakati untuk maksudmaksud tertentu. Sedangkan Etika berarti 1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral dan atau akhlak; 2) kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika Persaingan. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang pelarangan praktik persaingan usaha tidak sehat dijelaskan bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses produksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar. Selain itu, peraturan ini memberi semangat bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara Republik Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional; Etika Pariwara. Etika Periklanan Indonesia (EPI) yang menjadi rambu-rambu para praktii komunikasi pemasaran mensyaratkan bahwa iklan dan pelaku periklanan harus berlaku jujur, benar, dan bertanggung jawab; harus bersaing secara sehat; harus melindungi dan menghargai khalayak, serta tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.



Metode Penelitian Pengamatan dilakukan terhadap iklan-iklan yang ditayangkan media televisi dan media cetak pada periode Oktober 2005-September 2006. Media televisi mencakup beberapa stasiun yaitu RCTI, Indosiar, SCTV, Trans TV, Anteve, TPI, dan Metro TV.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



Sedangkan iklan di media cetak mencakup Harian Kompas dan Majalah Berita Mingguan Tempo. Pengambilan sampel dilakukan secara random terhadap semua tayangan iklan, kemudian digunakan metode judgmental untuk menentukan iklan-iklan yang terindikasikan mengandung unsur pengabaian terhadap semangat bersaing secara sehat dan melanggar kode etik periklanan. Kategori industri (produk) yang diobservasi adalah produk-produk konsumsi (makanan dan minuman), produk toiletries, produk elektronik, otomotif roda dua dan minyak pelumas, dan beberapa produk fast moving consumers goods (FMCG) lainnya. Analisis terhadap visual iklan— sebagai instrumen komunikasi pemasaran—dilakukan metode penilaian pemaknaan atas tanda-tanda yang ada melalui sarana lihatan (visual sense) atau semiotika visual.



Hasil dan Pembahasan Persaingan Brand dalam Komunikasi Pemasaran



Kampanye



Level persaingan dalam suatu industri turut menentukan strategi komunikasi pemasaran terpadu, khususnya pada style komunikasi pesan pada periklanannya. Berbagai industri memiliki level persaingan yang bervariasi, namun demikin untuk industri-industri seperti barang konsumsi (makanan, minuman), toiletries merupakan sampel industri dengan level persaingan yang sangat tajam. Selain itu industri otomotif khususnya kendaraan roda dua juga memperlihatkan ketatnya persaingan antar beberapa varian brand terbaru yang menyulut model komunikasi yang cenderung tidak sehat. Sedangkan industri-industri barang kebutuhan sekunder memperlihatkan level persaingan yang agak longgar sehingga style komunikasi pemasarannya pun tidak sesengit industri barang konsumsi.



Persaingan Produk Minuman Industri minuman merupakan salah satu industri yang persaingannya sangat ketat di pasar Indonesia. Industri ini tidak saja diperankan oleh industri besar dan modern, tetapi juga pera pemainnya termasuk industri skala menengah dan skala kecil atau home industri. Variasi produknya juga sangat luas mulai dari minuman beralkohol, minuman berkarbonasi, minuman berenergi, air mineral, minuman sari buah, minuman sari daun seperti teh dan herbal lainnya, susu. Pemain-pemain besar dalam industri minuman yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta antara lain: PT Ades Alfindo Putrasetia, PT Aqua Golden Mississippi, PT Delta Djakarta Tbk, PT Dharma Niaga, PT Gunung Mas Santosoraya, PT Heinz ABC Indonesia, PT Monysaga Prima, Multi Bintang Indonesia PT Tbk, Orang Tua Group, PT Semak Industri, PT Sinar Sosro, PT Sumber Sari, PT Tangmas, PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Co, PT Varia Industri Tirta, PT Asia Health Energy



Beverages. Industri minuman di Indonesia semakin padat pemainnya dengan memperhitungkan pemainpemain lokal yang bergerak dalam aneka minuman radisional, bahkan sebagian diproduksi home-industry. Persaingan ketat dalam industri minuman saat ini diperlihatkan oleh kategori minuman berenergi, minuman berkarbonasi, minuman teh, susu dan atau komposisinya dan air mineral. Aktivitas komunikasi pemasaran antar pemain besar inilah yang secara nyata memperlihatkan style komunikasi. Struktur persaingan pasar inilah yang kemudian memicu pola dan style komunikasi yang sebagian diantaranya (bisa) mengabaikan prinsip-prinsip etika dalam konteks persaingan yang sehat. Minuman berkarbonasi adalah jenis minuman yang bersoda yang dalam bahasa sehari-hari di pasar dikenal sebagai minuman ringan atau soft drink atau carbonated drink dikuasai oleh brand Coca Cola, Pepsi, Fanta, Sprite, 7 Up, sedangkan beberapa brand seperti F&N, Mirinda, dan Green Sands agak jarang beriklan, namun harus diperhitungkan dalam persaingan. Minuman berenergi adalah jenis minuman yang mengandung bahan tambahan energy yang sering juga disebut sebagai suplemen untuk membantu menyegarkan tubuh pada saat kerja keras atau berolahraga. Saat ini persaingan produk minuman berenergi-cair dikuasi oleh beberapa merek, yaitu Krating Daeng, M-150, Hemaviton, Fits Up, dan Lipovitan. Sedangkan dalam bentuk bubuk beberapa brand sangat mendominasi kampanye pemasarannya seperti Extra Joss, Hemaviton Jreng, dan Sakatonik Greng serta brand Enerjos yang sempat muncul lalu menghilang pariwaranya. Minuman air mineral adalah air minum biasa yang dieksplorasi dari alam yang disterilisasi dan pemberian mineral yang seimbang. Proses pemurniannya dikenal sebagai hydro pro system. Saat ini pangsa pasar terbesar air mineral masih dikuasai brand Aqua, Vit, Ades, 2 Tang, dan beberapa merek lainnya seperti Cleo, dan Avian. Dalam praktik komunikasi pemasarannya, Aqua mengambil positioning strategi bahwa harga lebih tinggi dari pesaing lain karena paltform image yang dibentuk sejak awal sebagai pionir. Minuman sari buah (juice) atau sirup adalah minuman esktrak buah atau pemberian esens rasa buah dengan beberapa brand seperti ABC, Marjan, Buavita, Berry, Sunripe, dan lain-lain. Sedangkan minuman sari daun adalah ekstrak daun seperti teh dan variannya yang dicampur dengan esens bunga-bungaan. Kategori teh botol dikuasai oleh brand seperti Teh Botol Sosro. Frestea, Fruit Tea, dan Tekita. Teh botol kemasan plastik juga menjadi trend sangat berarti dengan agresifnya kampanye pemasaran merek-merek seperti Zestea, NüTea, dan Green-T. Sementara teh celup, kampanye pemasarannya didominasi oleh brand Sari Wangi, Sosro, dan Bendera. Varian minuman teh yang dicampur dengan karbonasi juga patut diperhitungkan dalam persaingan. Misalnya produsen PT Sinar Sosro



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



3



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



mengeluarkan produk teh yang berkarbonasi dengan merek Tebs, sementara PT Delta Djakarta memasarkan produk Sodaku dan Soda Ice dengan tiga rasa: rasa apel, rasa jeruk dan rasa gula asam. Beberapa produk minuman lainnya seperti brand Milkjus dari Wingsfood, Vita Jellydrink dari Orangtua Group juga merupakan brands yang sering beriklan pada acara anak-anak di TV. Produk minuman kopi tentu saja tidak bisa dikesampingkan karena persaingannya sangat intens pada kegiatan kampanye periklanan. Varian kopi dalam hal ini adalah kopi instan (bersaing ketat di dalamnya yaitu Indocafe, Nescafe, Torabika, ABC), dan kopi bubuk (dengan merek Kapal Api, ABC, Torabika, Goodday). Minuman susu merupakan kategori produk yang memiliki durasi kampanye komunikasi pemasaran yang patut diperhitungkan. Beberapa varian dalam kategori ini adalah susu bubuk (bersaing beberapa brand seperti Dancow, Frisian Flag, Indomilk), susu cair (bersaing brand seperti Ultra Milk, Frisian Flag, dan Indomilk), dan susu kental manis (tayangan iklan yang kompetitif antara Frisian Flag dan Indomilk, sementara iklan Cap Nona, Cap Enaak, Carnation, dan Milk Maid agak jarang terlihat). Varian lain dalam kategori susu adalah susu untuk ibu hamil yang diperebutkan beberapa brand—dengan tayangan iklan sangat kreatif dan kompetitif—seperti Prenagen, beberapa brand lain yang mengikutinya antara lain Lactamil, Enfamama dan lain-lain. Susu untuk bayi masih berkaitan dengan varian di atas, yang persaingannya diperebutkan beberapa brand seperti Lactogen, Vitalac, SGM 2, Sustagen, dan lain-lain.



Persaingan Produk Makanan Persaingan dalam industri makanan olahan hampir sama kondisinya seperti pada industri minuman. Pemain-pemainnya pun terdiri atas beberapa pemain besar yang menguasai pasar, seperti PT Unilever Indonesia, PT Indofood Sukses Makmur, PT Wingsfood, PT Khong Guan Indonesia, PT Garudafood, PT Mayora Indah, PT Prasidha Aneka Niaga, SMART Corporation, PT Suba Indah, dan lain-lain. Varian produk makanan olahan mencakup mie instan, biskuit, kacang garing, makanan kudapan, chocolate, bubur bayi, es krim, vitamin suplemen, dan lain-lain. Persaingan produk mie instan saat ini sangat tajam terutama setelah kelompok Wingsfood menggebrak market leader Indomie dengan Mie Sedaap. Brand lain yang mengikutinya adalah Supermie, Mie ABC, Kare, Alhamie, dan lain-lain. Sedangkan pasar biskuit saat ini dikuasai beberapa brand ternama seperti Roma, Nissin, Khong Guan, Marie Regal, dan Monde. Salah satu kategori yang sejak lama diperebutkan dua merek besar adalah kacang garing, yaitu brand Garuda dan Dua Kelinci, keduanya bahkan tidak memberi peluang berarti bagi brand kecil lain untuk diperhitungkan dalam kompetisi. 4



Selain Chocolate yang didominasi oleh brand seperti Silver Queen, Cadbury, Toblerone, Van Houten, dan Delfi, kategori produk Waffle cukup sering terlihat tayangan iklannya yang menandakan persaingan cukup tajam seperti brand Tango, Sando. Sementara Waffle stick sangat dikenal brand Astor, Twister, Stikko, dan Gery. Jenis waffle lain seperti Waffle chocolaet bars didominasi oleh brand seperti Kit Kat, Beng Beng, Top, dan lain-lain. Sementara untuk produk makanan kudapan (Snack) beberapa brand yang bersaing ketat adalah Taro, Cheetos, Lays, Chitato, Chiki, dan Jet-Z. Kelompok produk yang dikenal sebagai Sandwich juga menjadi pengisi jeda pariwara favorit pada program anak-anak di televisi seperti Oreo, Good Time, Tim Tam, Ritz, Better, Trenz, dan lain-lain. Produk es krim memiliki kampanye pemasaran yang sangat berarti dalam mengubah peta persaingan, terutama ketika PT Unilever Indonesia secara terpadu mampu menggiring pasar untuk menanamkan brand awareness Walls. Sementara pemain lama seperti Campina berupaya keras bertahan, dan keduanya silih berganti sebagai market leader. Sedangkan brand lain seperti Diamond, IndoMeiji mengikuti dari jauh dan brand Hägen Daz dan Baskin & Robbins menggarap ceruk menengah atas. Persaingan produk makanan bubur bayi (baby poridge) diperebutkan beberapa brand seperti Nestle, Promina, SGM, dan Milna. Intensitas penayangan kampanye iklannya sebanding dengan produk-kaitannya seperti susu untuk ibu hamil dan susu untuk bayi. Produk-produk makanan suppplement seperti vitamin juga perlu diperhatikan persaingannya, bahkan beberapa brand di antaranya melakukan kampanye promosi periklanan dengan frekuensi tinggi, diantaranya CDR, Berocca, Supradyn, Redoxon, sementara brand lain seperti Protecal dan Sandoz jarang beriklan. Produk bumbu-bumbuan dan penyedap merupakan salah satu produk konsumsi yang sangat dikenal audiens TVC dan pembaca beberapa media cetak segmen perempuan. Beberapa kategorinya adalah kecap (dengan brand yang bersaing ketat seperti Bango, ABC, Indofood, Piring Lombok, National), Saus sambal dan saus tomat (ABC, Indofood, Sasa, Piring Lombok, Del Monte), Margarine (dengan brand yang bersaing ketat seperti Blue Band, Simas, Meadow Lea), Minyak goreng (dengan merek yang mendominasi pasar seperti Bimoli, Filma, Sania, Tropical, Kunci Mas).



Persaingan Produk Toiletries Persaingan brand produk-produk toiletries patut dicermati mengingat produk-produk inilah yang sangat mendominasi belanja iklan komunikasi pemasaran di berbagai media. Intensitas periklanan tentu saja dipengaruhi sejauhmana intensitas



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



persaingan antar brand dan produser pada kelompok barang konsumsi ini. Beberapa kategori produk seperti shampoo memegang ranking tertinggi dalam belanja iklan sepanjang periode, dengan brand yang bersaing seperti Sunsilk, Clear, Pantene, Head & Shoulder, Lifebuoy, Rejoice, Emeron, dan Zink. Demikian juga untuk kategori sabun mandi yang diperebutkan oleh Lux, Dove, Giv, Harmony, Shinzui, dan lain-lain. Sedangkan sabun mandi kesehatan (keluarga) beberapa brand yang bersaing (dari segi intensitas promosi periklanannya) adalah Lifebuoy, Nuvo, Medicare dan merek sabun medikal seperti Dettol, JF sulfur, dan lain-lain. Pada kategori pasta gigi, beberapa brand yang sangat kuat promosi periklanannya adalah Pepsodent, Close Up, Ciptadent, dan Formula, sedangkan brand lain seperti Enzym, Maxam, dan Sensodyne menggarap ceruk kecil. Produk sabun deterjen merupakan produk yang juga sangat dominan dalam menghabiskan belanja iklan. Beberapa brand yang bersaing ketat dalam hal ini adalah Rinso, Attack, So Klin, Surf, dan Daia. Produk deterjen biasanya disertai dengan produk pelengkap seperti fabric softener dengan beberapa brand yang ketat bersaing di pasar yaitu Molto dan So Klin. Kedua brand ini sangat dominan dalam tayangan komunikasi periklanannya. Brand So Klin sendiri juga bersaing dalam kategori produk pembersih lantai dengan pesaing utamanya seperti Superpell. Sementara untuk kategori sabun colek, beberapa brand juga bersaing ketat melakukan komunikasi pemasaran kepada publik seperti Sunlight, Wings Biru, Ekonomi, dan B-29. Produk baby diapers sangat lekat dengan brand awareness Pampers sebagai salah satu brand yang menjadi market leader, sementara pesaing lain sangat ketat membuntuti seperti Huggies, Mamy Poko, dan lain-lain.



Persaingan Produk Consumers Lainnya Persaingan produk consumer lainnya terlihat pada kategori rokok, insektisida, fungisida, telekomunikasi, minyak pelumas, otomitif roda dua, dan barang elektronik. Pada kategori rokok, hampir semua brand menayangkan kampanye pemasarannya meskipun dalam durasi yang bervariasi yang dibagi ke dalam beberapa varian. Jenis rokok sigaret kretek tangan didominasi Dji Sam Soe, Sampoerna Hijau, Gudang Garam Merah, dan Djarum Coklat serta Djarum 76. Sedangkan jenis Sigaret Putih Mesin diperebutkan oleh brands Marlboro, Lucky Strike, dan Dunhill, sementara jenis Sigaret Kretek Mesin didominasi oleh Gudang Garam Surya, Gudang Garam Filter, dan Jarum Super, Jarum Black Tea. Jenis rokok putih (Low Tar Low Nicotine) didominasi oleh A Mild, Class Mild, Star Mild, LA Lights, Mezzo Mild, dan U Mild. Produk insektisida tidak kalah ketatnya persaingan antar brand yang beredar, terutama dilihat dari penayangan iklan cetak dan TV komersilnya.



Jenis insektisida bakar dan elektrik, beberapa brand yang mendominasi pasar adalah Baygon, Tiga Roda, Domestos Nomos. Sedangkan jenis aerosol beberapa brand bersaing ketat seperti Hit, Baygon, Fumakilla Vape, Mortein, dan Raid. Sementara untuk produk fungisida terdapat tiga merek yang sangat intens bersaing yaitu Fungiderm, Daktarin, dan Canesten.



Persaingan Beberapa Produk Sekunder Analisis persaingan produk-produk konsumsi diketengahkan karena sebagian besar aktivitas kampanye komunikasi pemasarannya mendominasi berbagai media dan kegiatan below the line. Produk barang konsumsi karena itu memungkinkan peluang terjadinya pelanggaran etika dalam periklanan. Selain itu beberapa produk sekunder berikut merupakan kategori yang memperlihatkan persaingan tajam di pasar, sehingga perlu diuraikan peta persaingannya. Beberapa produk dimaksud adalah produk konsumsi telekomunikasi, produk otomotif khususnya roda dua dan minyak pelumas, produk elektronik, dan jasa keuangan. Selain produk handset (hardware), juga persaingan ketat produk telekomunikasi mobile terutama produk konsumsi pulsa menjadi pemicu utama dalam menciptakan style kampanye komunikasi pemasarannya. Brands yang bersaing ketat dalam kategori ini adalah Mentari, Simpati, pro-XL, Flexi, Fren, Matrix, IM3, Esia. Produk otomotif khuasusnya kendaraan roda dua patut untuk dicermati sehingga dalam tulisan ini mengulas beberapa brands yang bersaing ketat di dalamnya, seperti Honda, Yamaha, Suzuki masingmasing dengan berbagai variannya. Produk minyak pelumas merupakan salah satu kategori yang produkkaitan dengan otomotif. Ketatnya persaingan dalam kategori ini memungkinkan terjadinya pelanggaran dalam etika komunikasi periklanan. Beberapa brand yang mendominasi belanja iklan adalah Oil Top 1, Fastron, Mesran, Castrol, dan lain-lain. Produk elektronik, komputer dan digital lainnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari konteks persaingan pasar barang sekunder. Meskipun merek-merek ternama masih kokoh mendominasi belanja iklan, namun pada level tertentu pangsa pasar mereka juga tergerogoti oleh brand-brand lokal dan brand China yang merambah pasar Indonesia— terutama akibat distribusi ilegal. Ketatnya persaingan produk jasa keuangan di tengah-tengah upaya konsolidasi industri perbankan Indonesia mengindikasikan belum kokohnya fundamental setiap pemain. Kondisi ini memberikan peluang terjadinya praktik kampanye komunikasi pemasaran yang tidak sehat antar pelaku. Beberapa brands bahkan saling kejar-mengejar dengan janji dan iming-iming.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



5



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



Style Komunikasi Pemasaran Produk dan Industri



Berbagai



Strategi komunikasi yang diterapkan suatu perusahaan sangat berkaitan dengan penetapan strategi bersaing yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan. Smith (2005:67) menegaskan bahwa strategi menjadi jantung dari perencanaan kegiatan komunikasi pemasaran. Seluruh penjelmaan strategi komunikasi berakar pada riset yang dilakukan dan pengembangan akhirnya menjadi taktik komunikasi. Dalam konteks persaingan, masalahnya adalah sebagian besar perusahaan terjebak ke dalam tujuan pencapaian sesaat, sementara strategi jangka panjang yang membutuhkan konsistensi dalam pencapaian visi dan misi seringkali terabaikan. Celakanya pencapaian jangka pendek seringkali dilakukan dengan upaya "penyerangan” terhadap eksistensi pesaing melalui peniruan strategi, program, aktivitas, gaya komunikasi visual dan verbal, bahkan menyindir dan mencela atribut dan karakter para pesaingnya. Kondisi persaingan di pasar saat ini sebagai hasil dari pemikiran strategis yang oleh Kim dan Mauborgne (2005: 6, 82) disebut sebagai Red Ocean Strategy. Menurutnya, sebagian besar perusahaan melakukan konfrontasi dalam memperebutkan pasar telah mengakibatkan percepatan komodifikasi produk dan jasa, meningkatnya peperangan harga, dan semakin menipiskan profit marjin. Strategi bersaing yang ”berdarah-darah” harus ditinggalkan dan digantikan dengan Blue Ocean Strategy yang memandang fokus kepada suatu hamparan lukisan besar menanti di depan ketimbang kepada perhitungan angka semata. Dalam konteks ini, setiap korporasi dituntut untuk melakukan penemuanpenemuan ladang baru, meningkatkan market share dengan meraih segmen-segmen baru, mereduksi biaya dengan memetakan sejumlah sasaran dan prakarsa baru. Jewler dan Drewniany (2004: 47) menyarankan agar targeting dilakukan perusahaan menjadi lebih fokus kepada suatu keragaman pasar (a diverse marketplace). Karakter perusahaan-perusahaan yang bersaing tersebut dapat dipahami jika melihat struktur pasar yang ada. Sebab struktur pasar di sini memberikan petunjuk tentang aspek-aspek seperti jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar. Keragaman kapasitas para pemain dalam industri bersangkutan kemudian mempengaruhi perilaku mereka untuk berespons terhadap dinamika pasar. Respons itulah yang diberdayakan untuk mencapai tujuan perusahaan seperti pencapaian laba, pertumbuhan aset, dan target penjualan. Ekspresi dari strategi komunikasi kemudian berlanjut kepada program komunikasi pemasaran yang dituntut memberikan tingkat pengembalian (Return on Investment, ROI Periklanan) dalam waktu yang relatif singkat. Sebagian besar para pengelola 6



strategi komunikasi pemasaran kemudian terjebak dalam pola sudut pandang manajemen cash-flow keuangan jangka pendek semata. Mereka tidak memperhitungkan investasi itu sebagai suatu proses interaksi komunikasi yang membutuhkan beberapa tahapan seperti AIDA (Attention, Interest Desire, dan Action) sebagai awal mula pembangunan brand awareness dan proses brand loyalty development yang berkesinambungan dalam jangka panjang. Style komunikasi pemasaran khususnya periklanan menurut Waldman dan Jensen (1998: 315) mencakup periklanan informasional dan periklanan persuasif. Periklanan informasional berupaya memberikan informasi yang memadai dan sesungguhnya tentang sesuatu produk, baik mengenai fitur, manfaat, harga, lokasi, dan kualitas. Sebagian besar suratkabar, majalah, dan periklanan direct mail merupakan periklanan informasional. Periklanan ritel yang marak seiring dengan pertumbuhan pesat industri perdagangan eceran telah memicu ”peperangan” harga melalui iklan. Informasi mengenai produk baru, lokasi dan harga bersaing menjadi sangat informatif bagi publik. Selama periklanan informasional ini tidak melanggar segi-segi etika persaingan, tidak melanggar kode etik periklanan Indonesia, jenis periklanan informasional justru dapat menjadi procompetitive yang memacu gerakan inovatif dan produktivitas. Jika diamati secara lebih dekat, periklanan di Indonesia telah mengalami pergeseran, dari apa yang disebut Batey (2002: 92) sebagai strategic brand (image/corporate building) menjadi lebih ke tactical brand (terutama retail-price-led campaign). Saat ini, hampir semua produk dalam kampanye periklanannya senantiasa menampilkan harga retail demi memperbesar market-share, namun dengan low yield, dan low-loyalty cutomers. Berbagai iklan produk elektronik, komputer, telekomunikasi pada era 1980an hingga 1990-an senantiasa mengedepankan pesan corporate citizen dengan suatu growing responsibility dan build business and leadership respect telah berubah menjadi persaingan yang berdarah-darah memasuki era milenium. Akibatnya banyak iklan menjadi ’sampah’. ”Bad advertising is a pollution”, kata John Webster, seorang creative director legendaris dari BMP DDB London, sebagaimana dikutip Aitchinson (2001: 17). Style komunikasi yang harus dijauhi menurut Webster adalah iklan yang kekanak-kanakan, terlebih lagi menganggap publik idiot, menjengkelkan, mendorong dan menekan. Periklanan ritel yang menampilkan harga atau price advertising pada akhirnya menghasilkan level harga yang lebih rendah. Iklan tipe informasional yang melanggar kode etik dan peraturan adalah price advertising yang dengan sengaja menampilkan harga jual di bawah harga beli demi untuk ”mematikan” pesaingnya. Beberapa peritel kemudian mengkomunikasikan pemasarannya dengan ”berapa pun selisih harga yang



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



lebih murah di peritel lain, kami ganti selisihnya dengan uang cash”. ’Peperangan’ harga seperti ini diindikasikan bermaksud untuk menguasai pasar secara dominan dengan tidak memberikan kesempatan sedikitpun kepada para pesaingnya. Iklan procompetitive cenderung untuk menekan dan mengurangi profit produk yang diiklankan, sementara profit terbesar yang diincar peritel adalah produkproduk lain yang tidak diiklankan yang dijual dengan harga normal. Peritel sangat menyukai perilaku belanja konsumen yang tidak terencana, sehingga komunikasi periklanan lebih ditujukan unuk menghasilkan traffic yang tinggi dan impulse buying impact dari pengunjung. Periklanan persuasif memberikan informasi yang bernilai mengenai kualitas produk-produk yang memerlukan pengalaman dalam proses keputusan adopsinya melalui pembelian coba-coba (experience goods). Sebagian besar produk consumers termasuk ke dalam kategori ini seperti toiletries, makanan, minuman dan barang kebutuhan rumah tangga (home appliance).



Aspek Etika dalam Komunikasi Periklanan Beberapa peraturan perundangan berkaitan dengan etika bisnis secara keseluruhan telah dimiliki oleh Bangsa Indonesia, yaitu: Undang-undang tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang tentang Hak Cipta, Undang-undang tentang Perusahaan, Undang-undang tentang Penyiaran, Kode Etik Wartawan Indonesia, dan Kode Etik Pariwara Indonesia. Konstitusi dan code of conduct ini (seharusnya) menjadi pedoman praktik berbisnis yang sehat di semua lapisan. Lebih khusus lagi, praktik-praktik kampanye komunikasi pemasaran harus mempertimbangkan segi-segi etika persaingan yang sehat di satu sisi, dan pada sisi lain periklanan harus mengdepankan semangat persaingan itu. Dengan demikian setiap pelaku usaha harus menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Selain itu, pelaku usaha juga harus turut mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui praktik persaingan usaha yang sehat sehingga dapat tumbuh denganbaik adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Karena etika periklanan Indonesia yang dibangun berazaskan kepada nilai-nilai luhur, seperti 1) jujur, benar, dan bertanggungjawab; 2) bersaing secara sehat, dan 3) melindungi dan menghargai publik, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, dan tidak bertentangan dengan hokum yang berlaku. Sesungguhnya etika persaingan usaha yang sehat merupakan suatu tugas pemberdayaan “budaya baru”. Upaya memasyarakatkannya membutuhkan



proses penyadaran yang panjang setelah sekian lama bangsa kita berada dalam kekuasaan yang tidak atau belum menanamkan benih-benih bersaing secara sehat tersebut. Perilaku negatif para pelaku usaha yang bersenyawakan dengan birokrasi telah menumbuhsuburkan iklim yang tidak sehat: yang kuat memakan yang lemah, yang besar membunuh peluang hidup yang kecil. Karakter inilah yang masih melekat dalam dunia bisnis kita, termasuk dalam gaya komunikasi pemasarannya yang sebagian cenderung merendahkan arti penting persaingan sehat. Fungsi ekonomi dan fungsi sosial periklanan harus dikembangkan secara berimbang (Starck dan Kruckeberg, 2003: 29-40). Inilah yang harus dipahami oleh setiap pelaku komunikasi pemasaran agar ditumbuhkan menjadi bagian dari karakter bisnis industri komunikasi selain fungsi pembelajaran bagi publik. Masyarakat yang terbangun semakin baik melalui pemberdayaan konsumen pada gilirannya akan turut membangun korporasi agar senantiasa inovatif, melakukan diferensiasi dan efisiensi pengelolaannya. Jika konsumen menjadi semakin pintar (berdaya), maka perusahaan akan semakin inovatif agar terjalin hubungan saling menguntungkan dalam jangka panjang. Bahkan Becket (2003: 41-52) menilai pentingnya etika komunikasi itu sebagai fondasi moral dalam menyusun social & human sciences secara lintas terpadu melalui manajemen dan komunikasi internal, public affairs & marketing, periklanan, media dan publikasi,d an dalam penggunaan teknologi informasi. Dalam konteks ini, isu-isu berkaitan dengan etika periklanan di Indonesia dan juga bersifat universal mencakup beberapa hal penting, yaitu: a) Swakrama sebagai sikap dasar industri periklanan yang dianut secara universal; b) Menempatkan etika dalam struktur nilai moral yang saling dukung dengan ketentuan perundang-undangan sebagai struktur nilai hukum; c) Membantu khalayak memperoleh informasi sebanyak dan sebaik mungkin, dengan mendorong digencarkannya iklan-iklan persaingan, meskipun dengan syarat-syarat tertentu; d) Mengukuhkan paham kesetaraan jender, bukan sekadar persamaan hak, perlindungan, ataupun pemberdayaan terhadap perempuan; e) Perlindungan terhadap hak-hak dasar anak; f) Menutup ruang gerak bagi eksploitasi dan pemanfaatan pornografi dalam periklanan; g) Membuka diri bagi kemungkinan terus berkembangnya isi, ragam, pemeran, dan wahana periklanan; h) Dukungan bagi segala upaya yang sah dan wajar untuk dapat meningkatkan belanja per kapita periklanan nasional. Pemaknaan Semiotik Komunikasi Periklanan Berbagai Produk Sampel iklan yang dikumpulkan kemudian dianalisis terhadap isi pesan iklan dengan metode penilaian pemaknaan atas tanda-tanda yang ada melalui sarana lihatan (visual sense) atau semiotika visual (Young, 2002). Kaitannya dengan makna



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



7



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



persaingan dalam analisis konten komunikasi periklanan menurut Davis (1997) mencakup berbagai elemen sebagai berikut: 1) format komersial, 2) struktur komersial, 3) benefit profuk yang utama, 4) benefit tambahan dari produk, 5) jenis proposisi penjualan, 6) commercial-tone, 7) tipe klaim substansi, 8) tipe disclaimer jika ada, 9) tipe identifikasi rek, 10) commercial-character, 11) commercial setting, 12) penggunaan klaim persaingan, 13) tipe klaim persaingan, 14) elemen-elemen display produk, dan 15) elemen-elemen teknik produksi. Sebagian besar elemen-elemen persaingan dalam konten periklanan di atas diamati pada setiap sampel iklan. Etika persaingan dalam periklanan dicermati dari sejauhmana konten iklan memperhatikan aspekaspek persaingan yang sehat. Dalam hal ini Kode Etik Periklanan Indonesia (EPI) telah merumuskan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan perilaku bersaing. Pertama, perlakuan pembandingan dalam konten iklan. EPI menjelaskan bahwa perbandingan antar brand secara langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. Spesifiksi teknis antar brand dapat diadu antara satu dengan lainnya sesuai dengan karakteristik dan kelas produk bersangkutan. Namun demikian, jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber, dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi atau lembaga yang berkompeten untuk menilai riset atau analisis yang dimaksud. Sedangkan jika dilakukan pembandingan secara tidak langsung, maka harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak, misalnya satuan pengukuran dan konsistensinya. Penggunaan data riset dan hasil uji laboratorium sebuah badan independen misalnya suatu media inilah yang seringkali diperdebatkan, karena tingkat independensi suatu media bisa dipertanyakan. Salah satu jenis pembandingan yang kerap mengundang permasalahan dalam etika persaingan adalah perbandingan harga. Menurut EPI, perbandingan harga hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai. Penjelasan yang memadai inilah yang dinilai tidak dipenuhi oleh setiap pengiklan yang mengedepankan persaingan dengan ”peperangan” harga. Misalnya, ”penalaran” yag sulit diterima akal sehat etika persaingan adalah iklan perbandingan harga yang tidak menyebutkan harga pesaing, namun mengatakan ”berapa pun selisih kelebihan bayar produk yang sama di tempat lain akan kami ganti, sebagai bukti bahwa harga kamilah yang termurah”. Model perbandingan seperti ini benar-benar mematikan bisnis pesaing lain secara wajar.



8



Selain perbandingan harga, dalam observasi ini kasus yang banyak dilakukan adalah persaingan tidak sehat yang dilakukan dengan merendahkan produk pesaing lain. Padahal etikanya setiap iklan tidak boleh menampilkan visual maupun verbal yang mengindikasikan merendahkan produk pesaingpesaingnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa adegan yang memperlihatkan merendahkan pesaingnya adalah: dengan menyepaktangan image produk pesaing yang ditaruh sejajar dengan produknya sendiri, atau dengan memperlihatkan bentuk kemasan produk pesaing yang sangat khas (misalnya bentuk botol, kaleng, dan sejenisnya) yang kemudian secara visual disisihkan/digantikan dengan produk yang diiklankan. Selain peniruan produk, brand, tagline, para pesaing yang tidak memperhatikan aspek persaingan sehat ada yang meniru iklan pesaingnya. Padahal EPI telah menggariskan bahwa tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. Kode etik ini juga enegaskan bahwa iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir. Dalam Etika Pariwara Indonesia dijelaskan bahwa dalam bahasa iklan, tidak boleh menggunakan kata-kata seperti “paling”, “nomor satu”, “top”, atau kata-kata berawalan “ter”, atau bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. Beberapa iklan yang teliti ternyata masih ditemukan kata-kata atau awalan tersebut di atas, tanpa menyebutkan sumber otoritas terkait. Demikian juga untuk penggunan kata “satu-satunya” seringkali digunakan tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya, dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. Lebih jauh, ketentuan EPI menyebutkan bahwa Penggunaan kata “100%”, “murni”, “asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik, Penggunaan kata “halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang. Pada prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan kata “halal” dalam iklan pangan hanya



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



dapat ditampilkan berupa label pangan yang dikonotasikan kepada kelompok band, namun mencantumkan logo halal untuk produk-produk yang ditayangkan sebagai fungsi iklan komersial. sudah memperoleh sertifikat resmi dari MUI. Salah satu ketentuan yang seringkali dilanggar Hal yang menarik adalah penggunaan kata-kata seperti oleh pengiklan adalah penggunaan tanda asteris atau “presiden”, “raja”, “ratu” dan sejenisnya yang dalam tanda bintang (*). Pada ketentuan EPI dinyatakan ketentuan EPI tidak boleh digunakan dalam kaitan bahwa tanda asteris pada iklan di media cetak tidak atau konotasi yang negatif, namun kini kita bisa boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyaksikan kata-kata itu digunakan dalam beberapa menyesatkan, membingungkan atau membohongi iklan untuk menarik massa. Misalnya kata ”raja” khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga digunakan untuk ”Raja SMS”, demikian juga ”ratu” sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun untuk ”kulkas” meskipun kedua kata itu tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. Tabel 1 Beberapa Sampel TVC yang Mengindikasikan Pelanggaran Etika Persaingan yang Sehat No 1



Brand/versi M150/versi uji selera minuman



2



Extra Joss/ pertandingan tenis



3



Sabun Lifebuoy/ “Sentuh jerawat”



4



Z-porto/ Gotong royong Pasutri di rumah baru



5



Oil Top 1/ bengkel Virni Ismail Kanna/ kulit kering pecahpecah



6



Visual dan Verbal Taste test minuman yang dituang dalam ke gelas dengan kode A, B, C, D di atas meja. Interviewer: Alya Rohali; Interviewee: Anto, aktor laga. Visual: Suasana pertandingan tenis lapangan, selesai bertanding tiga orang pemain melepas dahaga dengan meneguk masing-masing minuman dengan bentuk kemasan yang sangat khas: botol, kaleng, botol air mineral Verbal: ”Stop! Stop! Jangan yang itu! Yang itu hanya menghilangkan keringat, tapi minuman yang membikin keringat ini, Extra Joss” Visual: Seorang gadis tidak berani menyentuh jerawatnya karena (mungkin) teringat nasihat iklan tidak boleh pencet-pencet jerawat agar tidak (justru) tambah parah. Verbal: “Jerawat nggak boleh disentuh? Sentuh aja!" Visual: Dua orang pasangan muda bergotong-royong membersihkan rumah barunya. Karena capek sang suami membuka minuman kaleng “isotonik” tapi lantas dicegah sang istri yang kemudian menyindir minuman kaleng tersebut. Verbal: “Sayaang, isotonik saja tidak cukup, tapi ini ni Z-porto!” Visual: Ditampilkan kemasan oli yang khas yang menjadi pesaing utama brand dalam iklan ini di suatu bengkel. Verbal: “Jangan pakai oli biasa. Pakai Oli Top 1” Visual iklan menampilkan suasana kegelisahan seorang gadis yang kulitnya mengering dan pecah-pecah kemudian diperlihatkan produk pesaingnya yang selama ini dia gunakan dan di"kick" diganti dengan nrand "Kanna"



7



Diapet NR



Menampilkan sepasang keluarga yang suaminya menderita mencretmencret lalu hendak minum beberapa butir obat yang bentuknya kapsul dengan merek dihilangkan. Tapi si istri buru-buru mencegah agar suaminya mengganti obat. Verbal: “Jangan yang itu!” Tagline: “Inilah sesungguhnya motor matic yang sesuai untuk kamu”



8



Honda Vario



9



Yamaha Mio



Yamaha Mio bereaksi ketika pesaingnya Honda Vario muncul di pasar dan kemudian dalam verbalnya menyindir tagline Honda Vario.



10



Royco



11



Suzuki Thunder



Visual: demo produk di Beji Depok oleh endorser Meike ‘Extravaganza’. Melakukan pembandingan dengan merek lain dengan logo pesaing yang disamarkan dan kemasan produk pesaing yang jelas. Visual: Endorser Farhan datang ke kerumunan teman-temannya yang tengah mengagumi motornya. Verbal: Menyindir pesaingnya dengan mengatakan “Itu sih udah lama!” ketika satu motor lewat yang dari suara mesinnya sangat khas, yaitu motor Yamaha.



Namun demikian, tanda asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut. Dalam observasi yang dilakukan iklan-iklan yang menggunakan tanda asteris justru cenderung untuk menyalahi kedua ketentuan di atas dan membawanya ke ”daerah abuabu” sehingga terkesan tidak membohongi konsumen.



Analisis Iklan ini hendak menampilkan uji selera konsumen, namun prosedur obyektinya diabaikan. Iklan ini menampilkan bentuk botol (kemasan) minuman pesaingnya, meskipun mereknya dikaburkan. Iklan ini menyindir pesaingnya dengan mengutip tagline pesaing-nya: “Eit.. Jerawat jangan disentuh!” untuk kemudian melakukan dikotomus: “Sentuh aja!” Iklan ini dengan jelas menampilkan visual minuman kaleng isotonik pesaingnya dan menyebut kata isotonik Iklan ini menampilkan visual dan menyebut pesa-ingnya sebagai oli biasa. Iklan ini memperlihatkan semangat persaingan yang tidak sehat karena produk peasing di”kick” dengan produknya sendiri. Iklan ini jelas menampilkan bentuk produk pesaing meskipun warna dan merek dikaburkan dan mengabaikan persaingan yang sehat. Klaim “sesungguhnya” menyinggung pesaing Iklan ini menyindir pesaing-nya (Honda Vario) dengan mengklaim diri sebagai yang asli. Melakukan pembandingan dengan produk pesaing meskipun disamarkan namun identitas kemasan diketahui. Iklan ini menyindir suara motor pesaingnya yang sangat khas yang terkesan merendahkan pesaing.



Selain itu, pemakaian kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama—sebagaimana ditentukan EPI—tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas. Kata ”Gratis” kemudian seringkali digunakan banyak iklan dan diberikan tambahan tanda asteris yang diberikan keterangan sebagai ”persediaan terbatas” tanpa



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



9



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



menyebut jumlah stok bahkan ketika konsumen merespons iklan dengan cepat pun, seringkali mendapat jawaban stok habis. Etika Periklanan Indonesia juga membuat ketentuan tentang pencantuman harga, garansi, dan janji pengembalian uang (warranty) kepada audiens. Dalam hal pencantuman harga, ditegaskan bahwa jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut. Sementara untuk garansi, jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan warranty dalam EPI disebutkan bahwa jika suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata mengecewakan konsumen, maka: (1) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang; (2) pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya. Beberapa penayangan iklan dalam creative strategy-nya memvisualkan peristiwa-peristiwa mutakhir sebagai penambah kekuatan iklan. Namun sayangnya ide creative tersebut justru memanfaatkan rasa takut masyarakat, seperti guncangan gempa bumi, tsunami, banjir, kebakaran, dan sebagainya. Iklan otomotif Panther, misalnya, kerapkali menyindir mobil kategori sedan dengan memanfaatkan bencana banjir sebagai trigger tagline-nya seperti ”banjir koq pakai sedan”. Selain itu terdapat iklan mie instan yang membuat guncangan gempa dalam visual iklannya di tengah-tengah suasana keprihatinan Bangsa Indonesia yang tengah dilanda gempa dahsyat di Yogya dan sekitarnya. Maka, dalam hal ini EPI menegaskan bahwa iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap tahayul, untuk mengeruk keuntungan. Demikian juga dengan tema kekerasan (violence), bahwa iklan tidak boleh—langsung maupun tidak langsung—menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan—narrative without recognition (Fiske, 1991: 136). Masih berkaitan dengan tema kekerasan, suatu iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan. Beberapa tayangan iklan, antara lain Rexona for men, justru memanfaatkan adegan ini sebagai visual yang dijual dalam iklannya meskipun dalam teksnya dicantumkan peringatan ”adegan ini dilakukan oleh profesional, jangan ditiru”. Beberapa waktu lalu, Aa Gym pernah direkam kegiatan ceramah keagamaannya dan diminta berkomentar mengenai kenaikan harga BBM. Tak 10



dinyana, ternyata rekaman itu kemudian ”dibelokkan” oleh pihak yang berkepentingan sebagai iklan ”persetujuan” Aa Gym terhadap kebijakan itu dan pesannya ”ia diminta untuk membuat masyarakat tetap bersabar dan menaati kebijakan baru tersebut”. Iklan layanan masyarakat yang menuai protes tersebut akhirnya ditarik. Dalam hal ini, kode etiknya adalah iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan. Salah satu trik kreatif yang banyak dilakukan para praktisi periklanan adalah dengan melakukan hiperbolisasi. Menurut EPI, hiperbolisasi boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya. ”What’s so funny”, kata Michael Newman (2003: 260), karena humor adalah bagian dari interactivity yang mampu meningkatkan daya ingat (memorability). Maka, sebetulnya tertawa adalah cara terbaik untuk menanamkan ingatan kepada audiens. Namun demikian, jangan sampai maksudnya ingin menampilkan sesuatu yang lucu dan menghibur, tetapi justru yang terjadi iklan tersebut membuat audiens “tersedak” dan tidak bisa tertawa. Bisa saja menampilkan sesuatu yang ironis namun yang paling tepat adalah membuat orang menertawakan (kelakuan) dirinya sendiri. Hal yang sangat minim dalam iklan Indonesia adalah kemiskinannya dalam membangun suatu karakter, yang menurut Fulton (2005: 108) sesunguhnya menjadi tenor dalam film/ iklan sebagai fungsi interpersonal teks melalui interaksi dan dialog dalam narrative dan kepaduan visual. Produk-produk yang membutuhkan pengalaman dalam proses pengadopsiannya (experience good) dalam menampilkan efek dari penggunaannya membutuhkan jangka waktu tertentu, karena itu dalam iklannya juga harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut. Seorang endorser tidak boleh mengklaim seketika atas khasiat suatu yang dibintanginya dengan mengabaikan segisegi ilmiah penujiannya. Selain itu, iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan. Trik inilah, misalnya, yang seringkali digunakan para pengiklan politik dalam upaya menarik masa dukungan. Etika pariwara yang berkaitan dengan produk pangan (makanan), ditegaskan dalam EPI bahwa iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman. Kode etik ini sangat beralasan mengingat berbagai ide kreatif iklan



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



memperlihatkan visualisasi semangat bersenangsenang (pleasure) dengan adegan permainan lemparmelempar makanan. Bahkan sebagian iklan itu dilakukan oleh anak-anak. Viasualisasi ini sarat dengan pesan edukasi yang buruk bagi anak-anak. Beberapa adegan sejenis, walaupun materinya bukan makanan dan minuman, juga cenderung tidak edukatif, misalnya adegan anak-anak bermain ”perang-perangan” dengan bantal yang disobek dan bulu-bulu ayam beterbangan. Visualisasi uang dalam suatu iklan menjadi suatu simbol pesan mengenai materialism, karena itu etikanya menurut EPI bahwa penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. Selain itu, iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih, dan karena itu penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat jelas. Etika periklanan dan komunikasi pada umumnya tidak saja mencakup hal-hal berkaitan dengan manusia, tetapi juga dengan alam dan hewan. Dalam hal prnampilan hewan, Etika Pariwara Indonesia menyebutkan bahwa iklan tidak boleh menampilkan perlakuan yang tidak pantas terhadap hewan, utamanya dari spesies langka dan dilindungi, maupun hewan peliharaan. Iklan kesaksian konsumen (testimony) erupakan salah satu jenis iklan yang dinilai berpengaruh besar terhadap target bidik. Masalahnya adalah tidak semua pengiklan menjalankan tatacara dan ketentuan baku dalam jenis iklan ini. Sebagian pengiklan (dan agensinya) terkesan hanya memanfaatkan kepopuleran endorser untuk menopang image produknya melalui adegan wawancara dan pemberian pernyataan. EPI menjelaskan beberapa prosedur iklan testimony sebagai berikut: 1) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas; 2) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya; 3) Untuk produk-produk yang hanya dapat memberi manfaat atau bukti kepada konsumennya dengan penggunaan yang teratur dan atau dalam jangka waktu tertentu; 4) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh konsumen tersebut; 5) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa. Iklan anjuran kepada publik (endorsement), merupakan jenis iklan yang berisi pernyataan, klaim



atau janji yang diberikan suatu produk atau jasa. Inilah yang menjadi salah satu favorit cara berkampanye produk/jasa yang banyak dipilih terutama dengan memadukan konten dengan bintang iklan yang disewa di tegah-tengah maraknya pertumbuhan para pemain sinetron dan film dan pemain kesenian atau tokoh politik dan sejenisnya. Namun demikian iklan endorsement tidak boleh sembarangan, karena pernyataan, klaim, atau janji harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. Ketentuan lainnya bahwa pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. Batasan inilah yang sering dilanggar para pengiklan dalam merekrut endorser. Selain itu iklan testimony seringkali dicampurbaurkan atau dikacaukan dengan iklan endorsement, mengingat rekrutmen bintang iklannya (endorser) yang simpang siur. Apalagi dalam konteks pers infotainment seringkali terjadi kesalah pahaman dalam menyebut para pemain film, sinetron, penyanyi sebagai seorang public figure (tokoh/figur publik) yang mestinya adalah pejabat publik, tokoh masyarakat atau representasi masyarakat kebanyakan yang dikenal secara luas. Jika dicermati dengan seksama, pada berbagai kasus penayangan iklan seringkali ditemui bahwa iklan-iklan yang tidak layak untuk konsumsi anakanak, misalnya iklan Fiesta “warna warni” seringkali muncul ketika jam-jam tayang yang banyak ditonton anak-anak seperti siang-sore hari di beberapa stasiun televisi. Padahal hal ini termasuk pelanggaran fatal. Ketentuan jam tayang iklan yang tidak sesuai dengan khalayak anak-anak harus dicermati para media planners. Dalam konteks iklan anak-anak pun, creative iklan juga tidak boleh sembarangan. Ketentuan dalam kode etik adalah bahwa untuk khalayak anak-anak, iklan tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurang pengalaman, atau kepolosan mereka. Bahkan kode etik iklan yang menyangkut pornografi dan pornoaksi pun sangat tegas ditentukan bahwa iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun. Distribusi produk sebelum diiklankan juga harus menjadi perhatian serius setiap perusahaan pengiklan. Apalagi media yang dipilih adalah media nasional, maka seharusnya coverage area dari produk yang dikomunikasikan juga mencakup area nasional. Kalau tidak, makan iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut. Berkaitan dengan konteks ini berbagai iklan yang memberikan (menjanjikan) hadiah harus memiliki komitmen untuk menyiapkan ketersediaan hadiah. Tidak boleh dalam suatu iklan menjanjikan hadiah tetapi kemudian mengatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama bahwa ketersediaan hadiah tidak



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



11



Etika Persaingan Dalam Komunikasi Pemasaran



mencukupi atau tidak diurus distribusinya dengan baik, atau bahkan (mungkin) hadiahnya tidak tersedia namun dimanfaatkan untuk menarik traffic pembelanjaan yang tinggi.



Kesimpulan Persaingan ketat terjadi antar brand terutama pada produk-produk konsumsi (consumer goods) seperti produk minuman, produk makanan, produk toiletris, dan beberapa produk sekunder lainnya seperti otomotif roda dua dan minyak peluas sejauh kelompok produk yang diobservasi. Style komunikasi periklanan pada berbagai kategori produk yang bersaing ketat memiliki kecenderungan untuk menghasilkan tayangan-tayangan iklan yang kontennya cenderung melanggar etika persaingan dan kode etik periklanan. Sebagian besar pelanggaran etika dalam praktik komunikasi periklanan memperlihatkan upaya merendahkan produk-produk pesaing baik secara visual maupun secara verbal dan berbagai bentuk pelanggaran lain dari kode etik periklanan.



Daftar Pustaka Aitchison, Jim, “Cutting Edge Commercials: How to Creative the World’s Best TV Ads (1) and Print Ads (2) in the 21st Century”. Prentice Hall, Singapore. 2001 Altstiel, Tom; Jean Grow, “Advertising Strategy: Creative Tactics from the Outside/In”. Sage Publications. 2006 Arens, William F., “Contemporary Advertising”. McgrawHill College Publisher. 2005 Austin, Erica Weintraub dan Bruce E. Pinkleton. “Strategic Public Relations Management: Planning and Managing Effective Communication Programs”. Lawrence Erlbaum Associates, London, 2001.



Fiske, John, “Television Culture”. Routledge Publisher, London and New York. 1991 Fulton, Helen; Rosemary Huisman; Julian Murphet; and Anne Dunn, “Narrative and Media”. Cambridge University Press, Melbourne. 2005 Hirst, Martin, and Roger Patching, “Journalism Ethics: Arguments and Cases”. Oxford University Press, Melbourne. 2005 Jewler, A. Jerome, and Bonnie L Drewniany, “Creative Strategy in Advertising”. Wadsworth Publishing. 2004 Kim, W. Chan dan Renee Mauborgne, “Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make the Competition Irrelevant”. HBS Press, Boston, Massachusetts. 2005 Littlejohn, Stephen W. “Theories of Human Communication”. Wadsworth Thomson Learning Publishers, New Mexico, 2002. Newman, Michael, “Creative Leaps: 10 Lessons in Effective Advertising Inspired at Saatchi & Saatchi.” John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd. 2003 Russell, J. Thomas; and W. Ronald Lane, “Kleppner’s Advertising Procedure, 14th edition. Prentice Hall, New Jersey. 2006 Smith, Ronald D., “Strategic Planning for Public Relations. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, London. 2005



Batey, Ian, “Asian Branding: A Great Way to Fly”. Prentice Hall, Singapore. 2002



Kenneth; Dean Kruckeberg. “Ethical Obligations of PR in an Era of Globalization”, Journal of Communication Management, 2003; 8, 1. p. 29-40. 2003



Beckett, Robert. “Communication Ethics: Principles &Practice:, Journal of Communication Management, 2003; 8,1. p. 41-52. 2003



Thomas, Harvey. “Ethics and Public Relations”, Journal of Communication Management, June 2002; 6, 4. p 308-310. 2002



Davis, Joel J., “Advertising Research, Theory and Practice”. Prentice Hall Inc. 1997



Waldman, Don E. dan Elizabeth J. Jensen, 1998. “Industrial Organization: Theory and Practice.” Addison-Wesley Longman Educational Publishers, Inc, New York. 1998



Duncan, W., “IMC, Using Advertising and Promotion to Build Brands. McGraw-Hill, New York. 2002 Fitzpatrick, Kathy R., “The Legal Challenge of Integrated Marketing Communication (IMC)”, Journal of Advertising, Provo, Utah, USA, Winter 2005, No. 34/4. p. 93. 2005 12



Starck,



Young, Charles,. “The Advertising Research Handbook”. Ideas in Flight Publisher. ##. 2002



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



PENGEMASAN PROGRAM KOMEDI MENGANDUNG UNSUR PENDIDIKAN DALAM PENYAMPAIAN PESAN MORAL KEPADA KHALAYAK IloIlona V. Oisina Situmeang Pascasarjana Fakultas Ilmu Komunikasi Upi-Yai, Jakarta Jalan Diponegoro 74, Jakarta [email protected] Abstrak Komedi Canda Kota di TVRI, yang merupakan program acara yang berisikan lawakan dengan memasukan unsur pendidikan di dalamnya seperti pembahasan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat serta pesan moral yang disajikan secara santai dan sarat dengan nilai edukasi yang tinggi. Produser berperan penting dalam penentuan konsep dan pengemasan program acara Canda Kota. Dalam pengemasannya produser mengawali program ini dengan sajian hiburan penampilan penyanyi ibukota, dan dilanjutkan dengan pembukaan program acara yang dibawakan oleh pembawa acara serta memaparkan tentang tema yang akan dibahas nantinya bersama para narasumber. Produser harus mampu mengemas sebuah program acara Canda Kota dengan memadukan unsur hiburan yang menjadikan program ini santai namun tetap serius dan memberi informasi dan pesan moral yang berguna bagi masyarakat. Kata kunci: pengemasan program, pendidikan, pesan moral



Pendahuluan Perkembangan dunia teknologi saat ini tidak dapat dipungkiri mempengaruhi pola pikir dan kelakuan masyarakat, begitu juga yang terjadi di Indonesia saat ini, masyarakat pada umumnya membutuhkan informasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Didalam pemenuhan akan informasi itu sendiri, manusia membutuhkan media. Salah satu media yang digunakan oleh manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut adalah media televisi. Maraknya perkembangan stasiun televisi Swasta di Indonesia yang saling berlomba-lomba untuk menampilkan program acara yang menarik kepada khalayak. Dengan alasan tersebut penulis tertarik ingin mengetahui tentang TVRI dalam pengemasan program acara lawak dalam program Canda Kota yang dalam setiap episodenya banyak membahas plesetan maupun cerita lucu sehari-hari yang beredar dimasyarakat, dengan menghadirkan bintang tamu dan narasumber yang berkaitan dengan tema atau topik yang sedang dibahas. Canda Kota merupakan salah satu program acara yang tayang dan diproduksi LPP TVRI. Program ini ditayangkan setiap hari jumat dan sabtu pada pukul 20:00 WIB berdurasi 60 menit. Program acara Canda Kota ini merupakan acara komedi yang berisikan plesetan dan banyolan lucu yang beredar dimasyarakat dengan menghadirkan bintang tamu pelawak dan narasumber artis ibu kota yang berkaitan dengan tema atau topik yang sedang dibahas setiap episodenya, dan di padukan dengan penampilan band atau penyanyi solo pada awal dan akhir acara untuk memberikan



hiburan yang berbeda kepada penonton di studio maupun yang berada di rumah. Penulis memilih program acara Canda Kota dalam melakukan penelitian ini dikarenakan dalam penayangannya Canda Kota lebih banyak membahas tentang hiburan serta mengandung pengetahuan dan pesan moral di dalamnya, ini di lakukan kerena LPP TVRI sebagai televisi publik juga bertanggung jawab mencerdaskan masyarakat Indonesia melalui programprogram yang bernilai edukasi dan mengajak masyarakat untuk cerdas dalam memilih siaran televisi, karena program ini memberikan pengetahuan dengan menyajikannya dalam bentuk komedi yang dikemas semenarik mungkin dalam menyampaikan pesan moral. Banyak program lawak di televisi swasta lain yang hanya memberikan banyolan yang kadang bersifat kurang mendidik. Disini LPP TVRI dengan program Canda Kotanya berperan untuk menyajikan sesuatu yang berbeda dengan program-program lawak lainnya yang biasa ditayangkan oleh televisi swasta lain. Dimana dalam program Canda Kota ini dapat memberikan pesan moral yang bermanfaat untuk masyarakat khususnya pelajar walaupun dengan format acara lawak sekalipun. Dengan format yang seperti ini diharapkan dapat memberikan pemahaman di bidang pendidikan maupun dibidang umum dapat menjadi lebih menarik dan mudah dicerna oleh semua golongan lapisan masyarakat karena disajikan dengan santai dan ringan sehingga dapat dimengerti oleh semua golongan.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



13



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana cara pengemasan program komedi yang mengandung unsur pendidikan dalam penyampaian pesan moral kepada masyarakat?



Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitin ini adalah untuk mengetahui: “Cara pengemasan lawakan yang mengandung unsur pendidikan dalam penyampaian pesan moral kepada masyarakat.”



Komunikasi Massa Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen (Mulyana, 2005). Ciri khas komunikasi massa terletak pada penggunaan media massa itu sendiri.



Teori Agenda Setting



Teori penyusunan agenda ini mengatakan media tidak selalu memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benar-benar berhasil memberitahu kita berfikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan kita apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media mempunyai kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat, tokoh siapa yang harus kita dukung (Nurudin, 2007). Efek agenda setting terdiri efek langsung dan lanjutan. Efek langsung berkaitan dengan isu: apakah isu itu ada atau tidak dalam agenda khalayak, dari semua isu, mana yang dianggap paling penting menurut khalayak, sedangkan efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan seperti memilih kontestan pemilu atau aksi protes (Ardianto dan Elvinaro, 2004).



Produser Produser adalah seseorang yang merencanakan sebuah produksi program berita, dan seseorang yang merencanakan lima hal yaitu: materi produksi, sarana produksi, biaya produksi, organisasi pelaksanaan produksi, tahapan pelaksanaan produksi (Wibowo, 2007). Seorang produser yang menghadapi materi produksi akan membuat seleksi. Dalam seleksi ini intelektualitas dan spiritualitas secara kritis 14



menentukan materi mana yang akan diperlukan, kemudian akan lahir ide atau gagasan. Dilengkapi dengan materi atau bahan lain yang menunjang ide ini, akan tercipta konsep berupa naskah untuk produksi (Wibowo, 2007). Seorang produser professional dengan cepat mengetahui apakah materi atau bahan yang ada. dihadapannya akan menjadi materi produksi yang baik atau tidak. Seorang produser yang tidak memiliki visi akan memilih materi produksi secara sembarangan saja, namun seorang produser yang bervisi akan memilih materi produksi sangat selektif, kritis, bermutu dan bernilai. Sebab hanya materi yang bagus yang dapat diolah menjadi suatu produksi (Wibowo, 2007). Pengemasan Program 1. Tahap Pra Produksi Salah satu cara agar stasiun talevisi tidak ditinggalkan oleh pemirsa adalah para pengelola televisi harus berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan dan tuntutan khalayak dengan menyiarkan acara-acara yang memang digemari. Ditengah persaingan banyaknya stasiun televisi dan semakin banyaknya pemirsa potensial, akhirnya yang menajdi kunci pilihan bagi pemirsa adalah kualitas program. Jenis program bisa saja sama antara satu stasiun televisi dengan stasiun televisi lainnya, namun program yang paling bermutu dan menariklah yang akan dipilih oleh penonton. Terdapat dua pandangan mengenai kualitas sebuah program siaran. Pandangan pertama mendasarkan pada pengertian kualitas di tangan kelompok masyarakat tertentu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, sementara yang lain mendasarkan pada pengertian kualitas pada aturan mayoritas yang diekspresikan melalui rating penonton. Sementara itu, produser televisi komersial Amerika mempunyai pandangan bahwa kualitas adalah program yang paling banyak menarik perhatian penonton yang kemudian jumlah penonton tersebut dapat dijual secara komersil (Wibowo, 1997). 2. Tahap Produksi Pada tahap produksi koordinasi antara produser dengan floor director berlangsung selama berjalannya proses produksi untuk mengkoordinasikan dengan semua kerabat yang bertugas di studio. Floor director merupakan pimpinan di studio. Floor director adalah kepanjangan tangan dari Program Director/PD. Koordinasi Produser dengan floor director antara lain membahas tentang aturan yang berlaku untuk penonton yang ada di studio seperti: menonaktifkan ponsel selama berjalannya acara dan mengkoordinasi ekspresi penonton. Hal yang paling terpenting adalah floor director memberikan tanda kepada pengisi acara apabila jeda commercial break akan berlangsung, karena ini menyangkut sponsor acara yang sudah beriklan. Pada saat shooting berlangsung produser program juga



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



memeriksa proses pengambilan gambar melalui central monitor, yaitu monitor utama yang terdapat di dalam studio untuk melihat hasil pengambilan gambar pada setiap take dengan maksud untuk memberikan pencahayaan yang cukup pada gambar. Dengan tujuan untuk menambah atau mengurangi cahaya dan akan memberikan hasil yang baik. (Wibowo, 1997). 3. Tahap Evaluasi Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi sapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataan mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut member sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 1999).



Program Menurut Morrisan, “program” berasal dari bahasa Inggris Programme atau program yang berarti acara atau rencana. Undang-undang penyiaran Indonesia tidak menggunakan kata program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefenisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia dari pada kata “siaran” untuk mengaju kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenihi kebutuhan audiennya. Pengemasan Program acara adalah materi mata acara,baik yang diperoleh melalui produksi sendiri (in house production), produksi kerjasama, ataupun melalui pembelian dari production house. Setiap mata acara (program) harus dibuatkan judul mata acara, kriteria atau batasan mata acara, format atau bentuk penyajian dan durasi atau lama waktu siaran. Pemilihan materi mata acara ini menjadi tugas dalam bagian perencanaan berdasarkan strategi perencanaan program televisi yang diinginkan. Wahyudi (1994).



Komedi Komedi adalah sesuatu hal yang memiliki unsur humor. Dalam program komedi, program tersebut menyajikan hal-hal yang humoris atau lucu,baik dari kata-kata yang diucapkan oleh komedian sampai dengan gerak tubuh komedian tersebut, sehingga membuat tertawa pemirsa yang



menontonnya. Topik yang dibuat dalam program ini bertujuan untuk menghibur pemirsa di rumah dengan menampilkan tayangan yang memiliki unsur humor di dalamnya.



Moral Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bias melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implicit, karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan, tingkah laku, ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.



Metode Penelitian Desain Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Moleong mengatakan bahwa, penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006). Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis,faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Penelitian deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa.Titik beratnya terdapat pada observasi dan suasana ilmiah (natural setting).Peneliti hanya bertindak sebagai pengamat yang membuat kategori prilaku, mengamati,dan mencatat. (Rakhmat, 2005). Teknik Penetapan Informan Dalam penelitian ini, informan dan key informan yang dipilih penulis adalah sebagai berikut: 1. Key Informan Dalam penelitian ini, penulis menetapkan produser lawak Canda Kota yakni Bapak Suryono sebagai key informan. Bapak Suryono dipilih sebagai informan karena ia dianggap kompeten dalam mengumpulkan data mengenai cara



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



15



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



pengemasan sebuah program acara lawak Canda Kota yang di pimpinnya. 2. Informan Penulis menetapkan Bapak Kresna F. Sinulingga. selaku Executive Produser. Penulis melakukan penelitian dengan cara melakukan wawancara langsung. Alasan penulis memilih Bapak Kresna sebagai informan karena beliau seorang Executive Produser yang dapat menjelaskan bagaimana cara seorang produser program dalam mengemas sebuah program lawak Canda Kota yang mengandung unsur pendidikan dalam upaya menyampaikan pesan moral kepada masyarakat. Sebagai key informan Executive Produser memiliki wawasan di bidang Produksi Program dan memiliki pengalaman sebagai Produser.



Definisi Konsep Pengemasan Program acara adalah materi mata acara,baik yang diperoleh melalui produksi sendiri (in house production), produksi kerjasama, ataupun melalui pembelian dari production house. Setiap mata acara (program) harus dibuatkan judul mata acara, kriteria atau batasan mata acara, format atau bentuk penyajian dan durasi atau lama waktu siaran. Pemilihan materi mata acara ini menjadi tugas dalam bagian perencanaan berdasarkan strategi perencanaan program televisi yang diinginkan. Wahyudi (1994). Pesan moral disini adalah sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke- absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan, tingkah laku, ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.



Analisis Data Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator yang dinilai paling tinggi pada keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli tahu banyak, berpengalaman atau terlatih. Tentu sebaliknya komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak berpengalaman, tidak tahu banyak, dan bodoh. Kepercayaana dalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya apakah komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, sopan dan etis. Peneliti melakukan wawancara dengan informan yang dianggap memiliki kredibilitas yang 16



sesuai seperti yang dikatakan oleh Rakhmat (2005). Selain itu informan juga memiliki kewenangan dan kemampuan memberikan informasi yang akurat mengenai pengemasan program lawak Canda Kota Peneliti mewawancara dua orang yang kredibel, yakni. Menurut: Suryono sebagai produser program Canda Kota dan Kresna F. Sinulingga selaku Executife Produser memberikan penjelasan mengenai proses produksi acara lawak Canda Kota yang dimulai dari mengadakan rapat kerabat kerja yang dimana semua anggota mempersentasikan, menentukan topik dan mengevaluasi, tahap awal ini juga merupakan perencanaan program yang berkaitan dengan pembentukan konsep dan penyatuan ide dari semua tim. Setelah itu masuk dalam tahap produksi, paska produksi dan yang terakhir tahap penyiaran. 1. Tahap Perencanaan Program Perencanaan program merupakan unsur yang paling penting dalam dunia penyiaran. Hal ini dikarenakan siaran memiliki dampak yang sangat luas kepada masyarakat. Adapun perencanaan program meliputi: a. Perencanaan materi siaran Termasuk di dalamnya perencanaan produksi dan pengadaan materi siaran yang dibeli dari rumah produksi (productionhouse), serta menyusunnya menjadi rangkaian mata acara, baik harian, mingguan, bulanan, atau tahunan sesuai dengan misi, fungsi, dan tujuan yang hendak dicapai. b. Perencanaan pengadaan sarana dan prasarana Strategi pengemasan sebuah program menjadi sesuatu hal yang memerlukan penanganan serius dari pihak stasiun televisi. Program siaran menjadi ujung tombak suatu stasiun televisi karena pemirsa secara langsung melihat televisi dari program yang ditayangkan sehari-hari. Salah satu cara agar stasiun talevisi ditinggalkan oleh pemirsa adalah para pengelola televisi harus berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan dan tuntutan khalayak dengan menyiarkan acara-acara yang memang digemari. Ditengah persaingan banyaknya stasiun televisi dan semakin banyaknya pemirsa potensial, akhirnya yang menajdi kunci pilihan bagi pemirsa adalah kualitas program. Jenis program bisa saja sama antara satu stasiun televisi dengan stasiun televisi lainnya, namun program yang paling bermutu dan menariklah yang akan dipilih oleh penonton. Terdapat dua pandangan mengenai kualitas sebuah program siaran. Pandangan pertama mendasarkan pada pengertian kualitas di tangan kelompok masyarakat tertentu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi,sementara yang lain mendasarkan pada pengertian kualitas pada aturan mayoritas yang diekspresikan melalui rating penonton. Namun, sebaik apapun kualitas sebuah program televisi, jika tidak diimbangi dengan pengemasan



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



program yang baik maka tidak akan mampu mencapai tujuan yang hendak dicapai. Program acara merupakan ujung tombak sebuah stasiun televisi yang langsung bersentuhan dengan audiens. Karena itulah diperlukan pengaturan yang tepat. Tuntutan untuk memuaskan pemirsa televisi pada akhirnya akan mendorong televisi untuk menampilkan program-program yang sesuai dengan selera masyarakat banyak karena yang ingin dicapai oleh televisi adalah jumlah audiens yang banyak yang nantinya akan mempengaruhi jumlah pemasang iklan dan pendapatan perusahaan. Pemirsa televisi memiliki beragam kepentingan dan keinginan dalam menonton siaran televisi, oleh karena itu pengelola televisi harus pandaipandai mengemas program siarannya semenarik mungkin. Para pengelola stasiun televisi menentukan program mana yang akan ditayangkan dan mana yang akan dipindah atau tidak dilanjutkan penayangannya berdasarkan rating. Secara tidak langsung, rating menentukan keefektifan dari sebuah strategi pemrograman. Dalam perencanaan penayangan program televisi ada 5 acuan dasar yang sangat penting yaitu: a. Ide adalah rencana pesan yang akan disampaikan kepada khalayak penonton dengan maksud dan tujuan tertentu, dalam prosesnya ide biasanya tertuang dalam sebuah naskah siaran. b. Pengisi Acara Siaran (artis), sangat beragam tergantung jenis programnya. Untuk acara talk show dan program berita terdiri dari pembaca berita (news presenter), bintang tamu/ narasumber (artis, tokoh terkenal, masyarakat biasa). Untuk program program sinema televisi atau sinetron, pengisi acara siaran adalah pemeran tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. c. Peralatan, Dalam sebuah produksi program televisi, minimal peralatan yang digunakan adalah: Camera dan tripod, Lighting, Audio, Dekorasi (orade, virtual set dll), Video camera recorder (VCR) d. Kelompok kerja produksi, Merupakan satuan kerja yang akan menangani kerja produksi secara kolektif sampai hasil karyanya dinyatakan layak tayang. Koordinasi antar kru harus baik sehingga mampu menciptakan "one well coordinate unit". Kelompok kerja produksi terdiri dari: 1. Kru Produksi/siaran: kepala siaran, produser, pengarah acara, penulis naskah, pembaca berita, pewawancara, penyiar. 2. Kru Fasilitas Produksi: decoration designer, graphic designer, penata rias, propertyman, tukang kayu, pelukis. 3. Kru Operator Teknik: technical director, lighting man, cameraman, audio man. 4. Kru Engineering: pemelihara dan perbaikan, instalator alat komunikasi, telecine, VTR man, pemancar.



5. Penonton/audience, adalah sasaran setiap acara yang disiarkan, penonton merupakan penentu keberhasilan program tv. Ada beberapa hal yang menjadi acuan dalam merancang sebuah program acara yaitu: a. Segmentasi, adalah usaha untuk meningkatkan ketepatan sasaran dari suatu perusahaan. Masingmasing konsumen memiliki karakteristik yaitu sifat-sifat yang khas yang dapat membedakan masing-masing kelompok konsumen, sehingga di dapat penempatan segmen yang sesuai. kebutuhan produk, dan bauran pemasaran tersendiri. Segmentasi merupakan dasar untuk menentukan komponen-komponen strategi. Segmentasi yang disertai dengan pemilihan target market akan memberikan acuan dalam penentuan positioning dan segmentasi merupakan faktor kunci untuk mengalahkan pesaing, dengan memandang pasar dari sudut yang unik dan cara yang berbeda dari yang dilakukan pesaing. Berkaitan dengan ini program lawak Canda Kota membentuk segmentasi geografis seluruh pemirsa TV di seluruh Indonesia yang menonton acara ini, khususnya pada kota-kota besar yang ada di Indonesia seperti: Jakarta, Surabaya, dan Medan, pada semua ketegori usia dengan gaya hidup yang konsumerisme. b. Targeting, adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Targeting adalah proses mengevaluasi setiap daya tarik segmen kemudian memilih satu atau lebih karakteristik untuk dilayani. Keunggulan kompetitif merupakan cara untuk mengukur apakah perusahaan itu memiliki kekuatan dan keahlian yang memadai untuk mendominasi segmen pasar yang dipilih. Berkaitan dengan penjelasan diatas mengenai targeting (penentuan pasar dan sasaran) program lawak Canda Kota mengemas programnya untuk memenuhi target pasar penonton yang menginginkan suatu program yang bernilai edukasi dan penuh informasi serta memberikan berbagai pesan-pesan moral kepada masyarakat yang disajikan secara santai dan menghibur. c. Positioning, penetapan posisi pasar. Tujuannya untuk merancang penawaran dan citra perusahaan agar menempati suatu posisi kompetitif yang berarti dan perbedaan dalam benak pelanggan sasarannya, ini mengasumsikan bahwa konsumen membandingkan produk berdasarkan ciri-cirinya. Tujuan positioning juga dapat menunjukkan bagaimana produk atau merk suatu perusahaan dibedakan dari pesaingnya.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



17



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



2. Tahap Perencanaan Program Suryono sebagai responden pertama menjelaskan mengenai tahap perancanaan program, “Pada tahapan ini peran produser dimulai dengan memimpin tim, yaitu mengumpulkan ide baik internal maupun eksternal dan memberikan kesempatan untuk semua tim mengeluarkan ide-ide yang nantinya disatukan menjadi sebuah konsep atau melengkapi konsep yang sudah ditentukan sebelumnya, tujuan dari pengumpulan ide ini selain sebagai konsep untuk episode yang akan di produksi dapat juga di pakai sebagai referensi episode yang akan di produksi selanjutnya, dan semuanya itu bertujuan untuk menghasilkan program yang menarik serta memenuhi kebutuhan khalayak/penonton. Proses perencanaan sebuah program dilakukan secara bergotong royong tidak hanya oleh divisi programming saja, dimulai dari program analyst. Mereka terdiri dari divisi programming dan orang-orang lainnya yang tergabung dalam komite program. Program analyst memberikan ide dan garis-garis besar mengenai program apa yang sebaiknya dibuat. Setelah itu, disampaikanlah kepada program maker untuk merencanakan program seperti apakah yang akan dibuat, konsep, tujuan serta temanya.” Perencanaan program juga terkait dengan kemampuan tehnik dan administrasi yang harus mampu mendukung kelancaran proses produksi dan siaran, karena output organisasi penyiaran adalah siaran program acara. Oleh karena itu, proses perencanaan dilakukan oleh ketiga unsur utama manajemen penyiaran, yaitu manajemen pengelola siaran, teknik dan administrasi (Wahyudi,1994 : 72). Kresna F. Sinulingga sebagai responden kedua menjelaskan lebih lanjut mengenai tahap perencanaan program “Hal pertama yang dilakukan adalah tahap pengumpulan ide, yaitu rencana pesan yang akan disampaikan kepada khalayak penonton dengan maksud dan tujuan tertentu, dalam hal ini pesan yang akan disampaikan berkaitan dengan isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat yang dikemas dengan menarik. Ide sebuah konsep acara disusun oleh sebuah tim yang dinamakan tim kreatif yang bertanggung jawab untuk merancang program namun tetap berkoordinasi dengan produser program agar tetap memperhatikan karakteristik penonton, Yang kedua yaitu pengisi acara. Untuk acara lawak terdiri dari pembawa acara, bintang tamu atau narasumber (artis, tokoh terkenal, masyarakat biasa). Narasumber atau bintang tamu yang menjadi pengisi acara ialah orang-orang yang berkompeten dibidangnya dalam hal ini yang mengetahui tentang pembahasan yang menjadi topik atau tema program, agar dapat memberi masukan dan pendapat. Ketiga yaitu peralatan. Dalam produksi program televisi, minimal peralatan yang digunakan adalah Camera dan tripod, lighting, audio, dekorasi, video camera recorder (VCR). Terakhir, keempat adalah kelompok kerja produksi, merupakan satuan 18



kerja yang akan menangani kerja produksi secara kolektif sampai hasil karyanya dinyatakan layak tayang. Sebuah pencapainnya yang baik bukan hanya kerja keras seseorang melainkan tim yang solid. Koordinasi antar kru harus baik sehingga mampu menciptakan komunikasi unit yang baik.” Dari pernyataan di atas penulis menyimpulkan bahwa dalam pembuatan sebuah program acara dibutuhkan sebuah perencanaan matang agar program yang ditayangkan dapat memenuhi tujuan yang direncanakan. Program planning memegang peranan penting dalam penempatan program acara. Dasar dari pembuatan sebuah perencanaan program acara adalah. rating analysis, target audience, social aspect, dan commercial aspect . 3. Tahap Pra Produksi Berkaitan dengan tahap pra produksi Suryono Sebagai responden pertama, menjelaskan bahwa: “Pada tahap ini produser akan mengemukakan perkiraan susunan acara yang bersifat fleksibel dan dapat berubah tergantung perkembangan acara pada saat berlangsungnya program, namun tidak keluar dari konsep awal yang telah disepakati. Pada tahap ini terjadi interaksi antara kreativitas dan peralatan pendukung yang tersedia. Kegiatan pra produksi akan ditayangkan dan dimulai dengan penuangan ide atau gagasan ke dalam outline yang berisikan gambaran program suatu acara. Narasumber yang dipilih adalah orang yang memiliki kredibilitas dan mengetahui dengan pasti mengenai topik yang akan dibahas. Narasumber memiliki informasi yang akurat tentang pesan moral yang akan diangkat menyangkut topik yang diangkat. Penentuan tema ditentukan melalui 'rapat' redaksi yang diadakan minimal seminggu sekali. Pemilihanan tema dengan mempertimbangkan nilai moral dan sisi human interest.” Kresna F. Sinulingga sebagai responden kedua juga menjelaskan mengenai tahap pra produksi: “Dalam tahap pra produksi seluruh kerabat kerja akan terlibat dengan pihak-pihak yang ada di produksi acara. Pihak produksi acara seperti bintang tamu (narasumber), grup band (artis) yang akan memberikan hiburan kepada penonton di studio dan di rumah. Kemudian, narasumber yang mayoritas adalah seorang motivator akan memberikan informasi dan pesan-pesan moral serta nasehat yang ditujukan kepada kalangan masyarakat terutama pelajar dalam bentuk kemasan program lawak atau komedi yang dipandu oleh host. Tema yang diangkat di Canda Kota memberikan inovasi seiring berjalannya waktu. Tidak ada perubahan yang mendasar pada konsepnya. Pada dasarnya, inti dari program ini adalah penyampaian antara narasumber dan pemandu acara yang memberikan pengnjelasan mengenai nilai budaya dan pesan moral. Di awal program penonton dihibur oleh penampilan band atau penyanyi solo, setelah itu masuk dalam pembahasan atau inti dari program ini biasanya di awali



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



oleh pemandu acara yang menjelaskan kepada penonton di rumah dan di studio tentang tema yang akan diulas bersama narasumber. Dari pernyataan diatas penulis menyimpulkan bahwa tahap pra produksi berisikan gambaran program suatu acara, dan didalam program ini dibutuhkan keahlian dalam memilih sebuah sumber yang tepat yang memiliki pemahaman mengenai nilai dan norma itu sendiri yang akan disampaikan pada acara ini. Sehingga masyarakat akan mengerti dan memahami isi pesan yang disampaikan pada acara Canda Kota itu sendiri. 4. Tahap Produksi / Siaran Sebelum memulai tahap produksi, produser program memimpin rapat dengan seluruh kru untuk membahas susunan acara (rundown). Suryono Selaku responden pertama menjelaskan mengenai tahapan produksi. “Pada tahap produksi koordinasi antara produser dengan floor director berlangsung selama berjalannya proses produksi untuk mengkoordinasikan dengan semua kerabat yang bertugas. Floor director merupakan pimpinan di studio, di beberapa stasiun televisi, floor director biasa disebut sebagai floor manager. Floor director adalah kepanjangan tangan dari Program Director/PD. Koordinasi Produser dengan floor director antara lain membahas aturan yang berlaku untuk penonton yang ada di studio seperti: menonaktifkan ponsel selama acara dan mengkoordinasi ekspresi penonton. Hal yang paling terpenting adalah memberikan tanda kepada host apabila jeda commercial break akan berlangsung, karena ini menyangkut sponsor acara yang sudah beriklan. Pada saat shooting berlangsung produser program juga memeriksa proses pengambilan gambar melalui central monitor, yaitu monitor utama yang terdapat di dalam studio untuk melihat hasil pengambilan gambar pada setiap take dengan maksud untuk memberikan pencahayaan yang cukup pada gambar. Dengan tujuan untuk menambah atau mengurangi cahaya dan akan memberikan hasil yang baik”. Berbeda dengan Kresna F. Sinulingga sebagai responden kedua juga menjelaskan mengenai tahap produksi. Salah satu unsur yang terpenting dalam tahap produksi suatu acara adalah pencahayaan. Pencahayaan bukan hanya berurusan dengan lampu, melainkan pencahayaan yang natural atau alami lebih menghasilkan kualitas gambar yang baik. Dalam hal ini acara Canda Kota menggunakan tiga poin dalam pencahayaan, yaitu: Key Light, Fill Light, dan Back Light (Three Points Lighting). “Key Light adalah pencahayaan utama yang diarahkan pada objek dan merupakan sumber pencahayaan utama yang berpengaruh besar untuk memaksimalkan hasil gambar. Fill light ditempatkan berseberangan dengan



subjek yang mempunyai jarak yang sama dengan key light dengan tujuan untuk menghilangkan bayangan objek yang disebabkan oleh key light. Sedangkan, back light berfungsi untuk memberikan dimensi agar subjek tidak “menyatu” yang artinya objek terlihat lebih natural. Posisi back light berada di belakang dan diarahkan pada objek. Pencahayaan back light juga mempengaruhi key light dan fill light.” Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan pada tahap produksi ini sangat dibutuhkan suatu kerjasama tim yang kompak agar tidak terjadi miss komunikasi antara kru satu dengan yang lain. Sehingga dapat menciptakan sebuah program dan tayangan yang bagus dan berkualitas sesuai dengan konsep yang sebelumnya telah direncanakan. Selain itu dari sisi pengaturan pencahayaan yang tepat juga sangat penting dan berpengaruh pada hasil program acara yang dibuat, sehingga harus mendapat perhatian khusus agar dapat memberikan gambar yang dinamis, sehingga dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi penonton di rumah maupun di studio. Produser program Canda Kota Bapak Suryono mengungkapkan mengenai konsep dan ide cerita program berikut ini: “Kemasan lawakan santai, ringan serta ada unsure pendidikan dan musiknya. Kritis, sehingga tetap syarat akan pengetahuan tetapi dikemas dengan santai. konsepnya sendiri sih ya pengennya satai. Contentn awalnya hanya membahas penyampaian pesan-pesan dan nasehat untuk para pelajar agar menjadi SDM yang berkualitas dan berguna untuk keluarga dan bangsa ini. Program ini lebih berbobot serta menghibur dibandingkan dengan program komedi lainnya.” Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa Konsep dasar program Canda Kota adalah informatif, ringan, musik, kritis dan menghibur. Informatif berarti program ini dapat menyuguhkan informasi dan pesan-pesan moral serta nasehat-nasehat yang berguna kepada para penontonnya khususnya pelajar. Kemasan program ini berbeda dengan program lawak atau komedi lainnya yang cenderung hanya menonjolkan humor saja. Program ini lebih inovatif karena dibawakan dengan santai dan penuh dengan lawakan yang khas dari program ini. 5. Tahap Pasca Produksi Secara umum tahap paska produksi ini dikenal dengan tahap editing video, meski pada kenyataannya banyak unsur pekerjaan lain yang terlibat, misalnya pembuatan animasi dan visual efek, sound engineering dan image editing. Keseluruhan tahap ini untuk memaksimalkan hasil gambar. Suryono SH. sebagai responden pertama menjelaskan mengenai tahap paska produksi: “Pada tahap ini, produser memiliki tanggungjawab untuk memilih editor sebagai penanggungjawab pada saat melakukan tahap editing.Editing adalah proses penyempurnaan dari



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



19



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



gambar yang diperoleh saat injest. Hal ini bertujuan agar gambar semakin terlihat bagus dan menarik. Setelah semuanya selesai dan di print maka program ini siap untuk dibawa ke MCR (Master Control Room) agar ditangani oleh On Air Presentation yang bertugas mengoperasikan program Canda Kota ini kepada pemirsa. Pada saat pelaksanaan proses editing, editor ditemani oleh produser. Produserlah yang bertugas memberikan pengarahan kepada editor karena produser lebih mengetahui dengan jelas konsep dan format program sementara editor bertugas menjalankan instruksi yang diberikan oleh produser. Sebelum melakukan penyuntingan gambar editor akan memaparkan konsep editing pada produser karena hasil gambar yang sudah diedit harus sesuai dengan konsep awal yang telah disepakati oleh seluruh tim. Produser akan selalu memantau pekerjaan editor dan memberikan deadline untuk menyelesaikan program yang diedit. Pengemasan program yang dilakukan editor harus selalu berbeda, artinya di setiap episode ada sebuah hal yang menarik yang membuat penonton ingin terus menyaksikan program ini, mungkin itu dari cara editor menyambung gambar demi gambar, pemilihan warna dan pengaturan suara.” Sedangkan Kresna F. Sinulingga dalam hai ini responden ke dua menjelaskan mengenai tahap paska produksi yaitu bahwa: “Tahap awal yang dilakukan adalah penyuntingan gambar yang telah dikumpulkan, dan editor bertugas mendesain gambar dan memberikan efek gambar maupun suara yang diperlukan untuk menghasilkan gambar dan suara yang baik. Produser selalu memberikan panduan beserta mengulang kembali konsep awal yangtelah disepakati. Editor membuat paper edit yang dijabarkan kepada produser, maksudnya adalah dalam memaparkan konsep produser lebih mudah untuk mengerti dan setelah itu di diskusikan kembali bersama agar di dapat sebuah konsep yang sejalan dan menarik. Dan apabila sudah mendapat persetujuan oleh produser maka editor mulai bekerja. Produser tidak membatasi kreativitas editor asalkan sesuai dengan konsep.” Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa pada tahap paska produksi ini sangat dibutuhkan seorang editor yang dapat memberikan sebuah sajian yang sangat bagus dan menarik agar dapat memberikan hasil yang maksimal kepada penonton yang menyaksikan acara ini. Dan produser tetap bertanggung jawab atas proses editing ini, dan mendampingi editor tersebut selama mengedit program acara ini sebelum ditayangkan. 6. Tahap Penyiaran Tahap ini merupakan tahap menyiarkan program yang sudah di konsep dan sudah siap disiarkan. Suryono menjelaskan mengenai tahap penyiaran bahwa: “Dalam tahap ini produser bertanggung jawab untuk memeriksa program yang 20



sudah layak siar tadi, mulai dari kualitas gambar, suara sampai dengan isi/konten program.” Kresna F Sinulingga menjelaskan mengenai tahap penyiaran bahwa “Peran produser dalam tahap ini mulai dari memeriksa format program yang akan disiarkan apakah sudah memenuhi standart siar, setelah itu memeriksa kualitas teknis program yang akan disiarkan dan yang terakhir memeriksa isi program yang akan disiarkan.” Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa pada tahap ini dibutuhkan ketelitian produser dalam melihat dan memeriksa kembali hasil program yang telah melalui proses editing, baik dari segi kualitas gambar, kualitas suara maupun melihat kembali isi keseluruhan program yang akan di siarkan. 7. Tahap Monitoring dan Evaluasi Evaluasi program merupakan bentuk kegiatan terakhir programming. Pada tahap ini, programmer harus mampu membaca situasi dan melihat performa program. Hal ini bertujuan untuk terus menarik dan mempertahankan jumlah pemirsa sebanyak mungkin. Dalam evaluasi program ini juga dilihat sejauh mana program-program yang ditampilkan mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Menentukan program mana yang akan tetap ditayangkan, program mana yang akan dipindahtayangkan dan program mana yang akan diberhentikan penayangannya. Menurut Suryono SH. Menjelaskan mengenai tahap monitoring dan evaluasi “Bahwa hal yang paling mendasar dalam tahap monitoring dan evaluasi adalah kegiatan mengamati dan menilai penyiaran sebagai internal kontrol. Pada tahap ini, dilakukan mengamati jalannya penyiaran, menilai mutu penyiaran, dan mengevaluasi masukkan yang diterima serta meneruskan ke setiap fungsi terkait, tujuannya untuk perbaikan di produksi-produksi selanjutnya, agar program yang di hasilkan semakin kreatif mengikuti perkembangan jaman. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.” Dalam evaluasi terdapat perbedaan yang mendasar dengan penelitian meskipun secara prinsip, antara kedua kegiatan ini memiliki metode yang sama. Perbedaan tersebut terletak pada tujuan pelaksanaannya. Jika penelitian bertujuan untuk membuktikan sesuatu (prove) maka evaluasi bertujuan untuk mengembangkan (improve). Terkadang, penelitian dan evaluasi juga digabung menjadi satu frase, penelitian evaluasi. Penelitian evaluasi mengandung makna pengumpulan informasi tentang hasil yang telah dicapai oleh sebuah program yang dilaksanakan secara sistematik dengan menggunakan metodologi ilmiah sehingga darinya dapat dihasilkan data yang akurat dan obyektif. Kresna F Sinulingga menjelaskan mengenai tahap monitoring dan evaluasi “Pada tahap ini, produser bertanggungjawab untuk mengadakan



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



briefing kembali dengan kerabat kerja dan membahas program yang telah disiarkan tersebut. Selain itu, produser juga mengadakan evaluasi untuk produksi yang selanjutnya agar menghasilkan karya yang lebih baik. Produser juga menerima kritik dan saran dari kerabat kerja. Biasanya dalam setiap evaluasi pasti ada masukan-masukan yang di sampaikan, semuanya itu akan di tampung dan di gunakan sebagai perbaikan untuk produksi selanjutnya. Intinya tidak cepat puas untuk hasil yang sudah didapat melainkan terus berkreasi dan berinovasi dengan tujuan memberi tontonan yang terbaik pada masyarakat. Implementasi program harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektifitasnya. Dengan demikian, kebijakan baru sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data. Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk menyediakan data dan informasi serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan untuk memutuskan apakah akan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan sebuah program.” Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa pada tahap ini produser melakukan pambahasan kembali mengenai program yang sudah disiarkan atau ditayangkan, dan melakukan perbandingan dengan episode program sebelumnya, untuk melihat apakah masih ada kekurangan atau kelebihan yang sudah dicapai pada episode kali ini, sehingga akan menghasilkan keputusan melanjutkan, memperbaiki atau menghentikan program tersebut. Suryono menjelaskan mengenai Agenda Setting Dalam media, Agenda Setting mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi khalayak dalam memberikan informasi. Komunikasi yang dilakukan narasumber dalam menyampaikan informasi mendapat repon dari penonton. Orang-orang yang menonton televisi dapat dengan mudah mengetahui informasi yang menjadi topic pembicaraan. Teori Agenda Setting mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang menganggap media mempuyai kekuatan mempengaruhi khalayak. Bedanya teori peluru memfokuskan pada sikap (afektif), pendapat atau bahkan perilaku. (Griffin, 2003) dalam Kriantono. Dari pernyataan di atas penulis menyimpulkan bahwa teori Agenda Setting adalah dimana media mempunyai kekuatan dalam menyeting atau mempengaruhi khalayak sehingga orang-orang yang menonton dapat dengan mudah mendapatkan informasi dan mengetahui berita apa saja yang sedang menjadi topik pembicaraan yang sedang marak dibicarakan. Konsep model agenda setting menyatakan bahwa teori ini berasumsi pada pembentukan persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting. Dasar pemikirannya adalah diantara berbagai topik yang dimuat di media massa, topic yang lebih banyak



mendapat perhatian dari media massa akan menjadi lebih akrab bagi pembacanya, akan dianggap penting dalam suatu periode waktu tertentu. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa agenda setting merupakan salah satu cara yang dimilki oleh media massa untuk mendapatkan pengaruh dari masyarakat melalui informasi-informasi yang dihadirkan mengenai isu-isu yang ada dan dipikirkan oleh khalayak. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting pula oleh khalayak, dan apa yang dilupakan oleh media akan luput juga dari perhatian masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang sudah tidak perduli lagi akan norma dan moral yang berlaku di masyarakat, dengan demikian program acara yang sarat akan pendidikan semakin sedikit peminatnya. Sehubung dengan fenomena yang terjadi, maka peran dari produser sangat dibutuhkan dalam menuangkan sebuah ide dan inovasi sebuah program, yang dapat mengemas berbagai macam unsur, misalnya unsur hiburan atau komedi yang banyak digemari masyarakat belakangan ini, juga tidak lupa memasukan sebuah unsur pendidikan mengenai nilai dan norma bermasyarakat dengan memberikan sebuah pesan moral di dalamnya. Sehingga kebutuhan akan informasi pendidikan juga dapat dirasakan oleh khalayak luas di samping kebutuhan humor masyarakat.



Kesimpulan Dalam hal ini produser Program Canda Kota sudah termasuk dalam kategori Produser yang memenuhi standar karena beliau mampu memimpin jalannya produksi dengan baik, selain itu beliau (produser) juga mampu menyusun rancangan produksi dan rancangan pemasaran yang disesuaikan dengan program. Di sisi lain penulis juga menyimpulkan bahwa produser TVRI khususnya diprogram ini mampu memciptakan ide-ide yang cemerlang dan kreatif dan dituangkan pada saat produksi, dan hasilnya program semakin menarik dan lebih ‘hidup’ terbukti di setiap episodenya ‘taste’ yang ditawarkan produser berbeda-beda.



Daftar Pustaka Ardianto, E dan Lukiati K. “Komunikasi Massa Suatu Pengantar”. Simbiosa Rekatama Media. Bandung. 2004 Dunn, W N. “Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. 2003 Moleong L. “Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.. Bandung. 2003



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



21



Pengemasan Program Komedi Mengandung Unsur Pendidikan Dalam Penyampaian Pesan Moral Kepada Khalayak



Mulyana, D. “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2005



Wahyudi. JB. “Dasar-dasar Manajemen Penyiaran, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1994



Nurudin. “Pengantar Komunikasi Massa. Rajawali Pers. Jakarta. 2007



Wibowo, F. “Teknik Produksi Program Televisi. Pinus Book Publisher. Jakarta



Rakhmat, J. “Metode Penelitian Komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya.. Bandung. 2005



Wibowo, F. “Dasar-dasar Produksi Program Televisi. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 1997



22



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



EVENT SEBAGAI AJANG PROMOSI BAGI PERUSAHAN JASA (KASUS UNTUNG BELIUNG BRITAMA BRI) Nurul Awaliah Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] Abstrak Media berpromosi bagi perusahaan sangat ditentukan oleh selektifitas pemilihan media yang tepat bagi produk yang dihasilkan dimana media yang dipilih harus dapat memberikan value bagi perusahaan baik terhadap citra perusahaan maupun citra produk. Pengetahuan calon nasabah atau pengunjung pada event tersebut sangat menentukan terhadap suksesnya media promosi tersebut untuk memunculkan minat. Dan melalui pemilihan tema yang tepat dari sebuat event akan mampu menempatkan produk dan citra perusahaan jasa terutama dalam tingkat persaingan yang semakin tinggi. Kata kunci: pengetahuan,minat, event



Pendahuluan Bank adalah suatu lembaga keuangan yang usaha utamanya selaku pemberi kredit serta jasa-jasa dalam lalu lintas transaksi keuangan, pembayaran dan peredaran uang. Di era globalisasi ini pertumbuhan dan perkembangan dunia perbankan semakin meningkat sehingga persaingan antar bank pun semakin ketat. Untuk merebut persaingan antar bank, maka diperlukan kemampuan untuk memasarkan jasajasa yang ditawarkan kepada konsumennya. Dalam dunia pemasaran, komunikasi merupakan salah satu aspek penting. Komunikasi berfungsi sebagai unsur yang membantu menunjang pemasaran barang, jasa, ide, maupun citra lembaga melalui berbagai saluran serta pesan-pesan yang bersifat informatif dan persuasif. Apa yang perusahaan komunikasikan hendaknya dipersiapkan dengan seksama agar sukses dan tidak didasarkan pada pertimbangan untung-untungan, dengan kata lain teknik komunikasi perusahaan harus diramu menjadi suatu komunikasi yang terkoordinasi dan konsisten. Seperti halnya dengan Humas Bank BRI yang berusaha menyampaikan atau menginformasikan mengenai program atau produk terbaru melalui komunikasi dua arah antara pihak Bank BRI dengan masyarakat melalui kegiatan Marketing Public Relations. Salah satu program terbaru dari Bank BRI adalah program ”Untung Beliung BritAma” yang bertujuan untuk menarik nasabah baru khususnya nasabah tabungan BritAma dengan memberikan hadiah berupa mobil All New Honda CR-V serta hadiah lainnya kepada masyarakat yang membuka rekening tabungan BritAma dan memenuhi persyaratan dalam mengikuti program tersebut. Dalam mempublikasikan program terbaru dari tabungan BritAma ini, Humas Bank BRI menggunakan berbagai macam publikasi melalui media cetak ataupun elektronik dan mengadakan event-



event yang bertujuan memperkenalkan program terbaru dari Bank BRI, salah satunya adalah event Pengundian Untung Beliung BritAma ke - 9 yang akan diselenggarakan dari tanggal 18 Mei - 22 Juli di mall – mall Jakarta. Untuk dapat menciptakan program yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, suatu bank harus dapat membina hubungan baik dengan konsumennya. Namun menghadirkan dan menawarkan program yang diminati pelanggan tidak akan efektif dan efisien, jika tidak didukung oleh komunikasi pemasaran yang terencana dengan baik dan tepat sasaran. Komunikasi pemasaran atau marketing comunication dipergunakan sebagai pendukung kegiatan penjualan dengan meyampaikan pesan atau informasi kepada khalayak sasaran mengenai produk/ program yang dikeluarkan perusahaan ke pasaran. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh bagian Humas Bank BRI antara lain berhubungan dengan periklanan, publikasi, event, sponsorship, pameran dan lain-lain. Kegiatan promosi yang saat ini sedang dilaksanakan oleh Humas Bank BRI adalah event Pengundian Untung Beliung BritAma, yang diadakan untuk memperkenalkan program terbaru dari Bank BRI yaitu program ”Untung Beliung BritAma”. Dimana pertengahan bulan Mei telah dilaksanakan kegiatan publikasi lainnya seperti event peluncuran program ”Untung Beliung BritAma”, karnaval Biru BritAma, event pengundian periode pertama, dan lain sebagainya. Menurut Humas Bank BRI : Berkaitan dengan program ”Untung Beliung BritAma” yang sedang dilaksanakan di 12 kota di Indonesia, Divisi Humas PT. Bank BRI telah membuat perencanaan mengenai publikasi dari program ini. Dan ia juga mengatakan bahwa program untuk eksternal ini merupakan tugas rutin setiap dua kali dalam setahun



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



23



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



bagi divisinya tersebut dalam menjalankan kegiatan eksternal publiknya. Dan kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan informasi atau pengetahuan kepada publik mengenai program ”Untung Beliung BritAma”, dan untuk menjaring nasabah baru agar dapat tertarik terhadap program ini. Serta untuk memberitahukan pada masyarakat bahwa ada program terbaru dari Bank BRI untuk periode bulan Mei – September 2007, yang memberikan beberapa keuntungan jika mereka menjadi nasabah tabungan BritAma dan program ini bersifat pengundian kupon bagi konsumen yang sudah menjadi nasabah tabungan BritAma yang diundi setiap minggunya. Pada peluncuran bulan Mei kemarin, telah diadakan karnaval ”Untung Beliung BritAma” dan pengundian ”Untung Beliung BritAma” di Plaza Senayan dengan dimeriahkan oleh bintang tamu seperti Tompi, Arri Lasso, Shanty, dan Project Pop”. Dari pernyataan diatas, tujuan Humas Bank BRI mengadakan acara ini adalah untuk menginformasikan program ini agar masyarakat mengetahui dan menyukai program yang ditawarkan oleh Bank BRI yang bertujuan untuk menarik nasabah baru khususnya nasabah tabungan BritAma. Dari penjelasan Humas Bank BRI diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana tingkat pengetahuan pengunjung mall dengan minat pengunjung mall untuk mengikuti program pengundian ”Untung Beliung BritAma” melalui event Pengundian Untung Beliung BritAma ke - 9, yang diselenggarakan di BSD Junction Tangerang, tanggal 13 – 22 Juli 2007 sebagai salah satu publikasi program tersebut. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka pengetahuan pengunjung pada program ini diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh MC, costumer service dan beberapa SPG (Sales Promotion Girl) yang berada disekitar area acara yang menawarkan program tersebut kepada pengunjung mall, sehingga pengunjung mengetahui dan akan mencari tahu lebih jelas mengenai kelebihan dan keuntungan dari program ”Untung Beliung BritAma”. Seperti yang dijelaskan oleh Basu Swastha dan Wawan (1990:347), ”Jika pembeli potensial tersebut menjadi berminat maka ia berusaha mengumpulkan informasi dan fakta tentang produk yang bersangkutan”. Jika mereka sudah mengetahui keuntungan dan kelebihan dari program tersebut, diharapkan akan timbul keinginan (minat) pengunjung untuk mengikuti program tersebut dengan membuka rekening dari tabungan BritAma. Konsep-konsep yang akan dijelaskan adalah sebagai berikut : Humas, Fungsi Humas, Marketing Public Relations, Pengunjung, Pengetahuan, Minat mengikuti, Hubungan antara Pengetahuan dan Minat mengikuti Program. Penulis akan menjelaskan lebih lanjut mengenai konsep-konsep tersebut. 24



Hubungan Masyarakat (Humas) Definisi Humas menurut para ahli Public Relations dalam the statement of Mexico adalah sebagai berikut : Praktik Public Relations adalah seni dan ilmu pengetahuan sosial untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensikonsekuensinya, menasehati para pemimpin organisasi, dan melaksanakan program yang etrencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik kepentingan organisasi maupun kepentingan publik atau umum. (Rosady Ruslan, 2001:18) Sedangkan menurut Racmadi Public Relations adalah : Salah satu bidang ilmu komunikasi praktis, yaitu penerapan ilmu komunikasi pada suatu organisasi/ perusahaan dalam pelaksanaan fungsi manajemen. PR berfungsi menumbuhkan hubungan baik antara segenap komponen pada suatu lembaga /perusahaan dalam rangka memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi dan parisipasi. Semua itu bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan goodwill (kemauan baik) publiknya serta memperoleh opini publik yang menguntungkan (alat untuk menciptakan kerjasama berdasarkan hubungan baik dengan publik). (Rachmadi, 1994 : 7). Dari definisi diatas penulis memahami bahwa Public Relations adalah suatu proses kegiatan atau usaha-usaha management untuk menciptakan pengertian dan kepercayaan dari publik yang lebih baik (positif) terhadap sesorang atau organisasi atau badan tertentu dengan mengadakan penelitian atau penilaian serta memberikan penerangan (informasi) yang terencana dan tersebar luas dan pada akhirnya memberikan keuntungan bagi lembaga atau perusahaan. Atau memberikan memberikan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi. Semua itu bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan goodwill (kemauan baik) publiknya serta memperoleh opini publik yang menguntungkan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, DR Rex F. Harlow membagi Humas menjadi dua jenis pengertian, seperti yang dikutip oleh Rusady Ruslan : a. Public Relations sebagai “Method of Communication” , yaitu PR/ Humas merupakan rangakaian atau sistem kegiatan (order of system of action) melalui kegiatan komunikasi secara khas. b. Public Relations sebagai “State Of Being”, yaitu PR/ Humas merupakan perwujudan suatu kegiatan komunikasi yang dilembagakan ke dalam bentuk biro, Bagian, Divisi atau seksi. (Rosady Ruslan, 2001:24) Dari pendapat diatas penulis memahami bahwa definisi Humas dibagi menjadi 2 menurut kedudukannya. Yang pertama, Humas sebagai Metode komunikasi yang khas. Humas disini belum melembaga namun memiliki kegiatan kehumasan



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



artinya seorang Humas sebagai metode komunikasi bertugas mengefektifkan dan mengefisienkan upayaupaya pencapaian tujuan organissi atau perusahaan. Sedangkan yang kedua, kedudukan Humas sudah berdiri sendiri (melembaga) dan memiliki bagian sendiri yang namanya berbeda-beda tergantung struktur organisasi atau lembaga tersebut. Dengan kata lain terdapat orang yang memimpin bagian tersebut yaitu pejabat Humas. Jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian, maka kedudukan Humas Bank BRI belum melembaga (method of comunications) karena Humas Bank BRI berada dibawah Divisi Sekretariat Perusahaan Bank BRI. Dari berbagai batasan Humas diatas dapat ditarik konsep bahwa untuk memahami dan mengevaluasi berbagai opini publik atau isu publik yang berkembang terhadap suatu perusahaan/ organisasi. Dalam kegiatannya Humas memberi masukan dan nasihat terhadap berbagai kebijakan manajemen yang berhubungan dengan opini atau isu publik yang tengah berkembang. Dalam pelaksanaannya PR menggunakan komunikasi untuk memberitahu, mempengaruhi dan mengubah pengetahuan, sikap dan prilaku publik sasarannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan Humas pada intinya adalah good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian), mutual confidence (saling mempercayai), mutual appreciation (saling menghargai) dan tolerance (toleransi).



Fungsi Humas Berbicara mengenai fungsi dan tugas Humas yang mempunyai ciri khas, dan menurut pakar Humas Internasional Cutlip, Center dan Canfield fungsi Humas/PR dapat meliputi hal-hal berikut : 1. Menunjang kegiatan manajemen dan mencapai tujuan organisasi. 2. Menciptakan komunikasi dua arah secara timbal balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik pada perusahaan. 3. Melayani publik dan memberikan nasihat kepada pimpinan organisasi untuk kepentingan umum. 4. Membina hubungan secara harmonis antara organisasi dan publik, baik internal maupun eksternal. (Frida K, 2002 : 23) Fungsi Humas juga dapat dilihat dari deskripsi kerja Carl Byoir & Associates, sebuah konsultan atau agency PR, meliputi sebagai berikut. a) Analysis...of policies and objectives of the client...of relationships with various public... b) Planning and programming…of specific undertaking and projects… c) Implementation…of the programs and project.



Jika dipertanyakan “apa sebenarnya fungsi PR/ Humas itu?” dikatakan, PR/ Humas tersebut berfungsi jika menunjukkan suatu kegiatan yang jelas dan khas serta dapat dibedakan dengan kegiatan yang lain. Dalam penelitian ini salah satu tugas dan tanggung jawab Humas Bank BRI adalah mengadakan kegiatan-kegiatan dengan pihak internal dan pihak eksternal Bank BRI dan membina hubungan yang harmonis dengan para nasabah. Dari tugas itu maka Humas Bank BRI membuat program ”Untung Beliung BritAma” yang bertujuan menarik konsumen dengan target konsumen sebanyak 500 nasabah baru dalam setahun. Dengan menciptakan komunikasi dua arah kepada konsumen, maka Humas Bank BRI dapat membina hubungan yang baik dengan para nasabahnya atau calon nasabahnya. Jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian sasaran utama dari program ini adalah pengunjung BSD Junction Tangerang yang belum menjadi nasabah BRI. Bank BRI berupaya untuk menarik minat pengunjung mall untuk menjadi nasabah BRI khususnya tabungan BritAma melalui beberapa kegiatan publikasi dan salah satu acaranya adalah event Pengundian Untung Beliung BritAma ke – 9 pada tanggal 13 – 22 Juli 2007 yang diselenggarakan di BSD Junction Tangerang.



Marketing Public Relations



Memasuki era globalisasi pada abad ke 21 yang sangat kompetitif itu dimulai sejak tahun 1990an dimana untuk pertama kali mucul suatu konsep perpaduan antara ”kekuatan PR dan ”Marketing Mix” dari konsep Philip Kotler, yakni dikenal dengan megamarketing. Kemudian muncul lagi istilah marketing Public Relation (MPR), sebagai pengembangan tahap berikutnya dari konsep sebelumnya (megamarketing) yang dipopulerkan Thomas L. Harris melalui bukunya berjudul The Marketer’s Guide to Public Relations dengan konsepsi sebagai berikut: Marketing Public Relations merupakan suatu proses perencanaan, pelaksanaan dan pengevaluasian program-program yang dapat merangsang pembelian dan kepuasan konsumen melalui komunikasi mengenai informasi yang dapat dipercaya dan melalui kesan-kesan positif yang ditimbulkan dan berkaitan dengan identitas perusahaan atau produknya sesuai dengan kebutuhan, keinginan, perhatian dan kepentingan bagi para konsumennya. (Soleh Soemirat, 2004:154) Dari penjelasan diatas penulis memahami bahwa Marketing PR adalah proses pelaksanaan yang dapat mempengaruhi pembelian dan kepuasan konsumen terkait dengan informasi yang dipercaya dan kesan-kesan yang positif mengenai identitas perusahaan atau produk dari perusahaan yang disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan, perhatian dan kepentingan untuk para konsumen.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



25



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



Untuk mendukung pemasaran produk, Philip Kotler (2003:618) menjelaskan mengenai kegiatan Marketing PR yang dapat dilakukan oleh sebuah perusahaan, dan diantaranya adalah : a. Publikasi : suatu kegiatan untuk mempromosikan suatu produk/ jasa melalui media cetak maupun elektronik. Bentuk publikasi yang di maksud adalah laporan tahunan, brosur, artikel, majalah, koran, serta materi audio visual. b. Event : perusahaan dapat mengadakan suatu event untuk menginformasikan tentang produk atau kegiatan perusahaan tersebut melalui konferensi, seminar, outings, pameran dagang, pameran, perlombaan, pertandingan serta perayaan-perayaan perusahaan lainnya. c. Sponsorship : perusahaan dapat mempromosikan produk atau perusahaannya dengan mensponsori suatu kegiatan. d. Media informasi perusahaan : merupakan salah satu usaha komunikasi pemasaran dan mencakup semua elemen identitas perusahaan, biasanya dibuat dalam bentuk logo perusahaan, alat-alat tulis, brosur, simbol, formulir bisnis, kartu nama, gedung kantor dan seragam. Dari berbagai kegiatan Marketing PR yang dijelaskan diatas, kegiatan yang digunakan oleh Bank BRI untuk memperkenalkan program baru dari produk tabungan BritAma adalah melalui publikasi media cetak dan elektronik, serta kegiatan promosi yang diselenggarakan di seluruh kota besar di Indonesia. Dengan tujuan agar masyarakat mengetahui program yang sedang diluncurkan oleh Humas Bank BRI. Sebagai suatu kegiatan, Humas harus direncanakan untuk menciptakan, mengembangkan, menjaga, maupun mempertahankan citra dari sebuah organisasi maupun lembaga. Ini mencerminkan soft selling, karena yang ingin dicapai adalah hal-hal positif dari kooporasi dan citra produk tidak mungkin terpisahkan, melainkan saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Jika dikaitkan dengan penelitian dalam skripsi ini adalah kegiatan Marketing Public Relations yang dilakukan oleh Humas Bank BRI adalah publikasi Program ”Untung Beliung Britama” yang bertujuan untuk menarik nasabah baru dari tabungan BritAma. Program ”Untung Beliung BritAma” itu sendiri sudah mulai dipublikasikan melalui media iklan di TV, radio, koran, poster pada pertengahan bulan Mei 2007, dan kegiatan promosi lainnya seperti Karnaval Biru BRI di 12 kota di Indonesia, BRI Spektakuler di Trans TV, dan acara pengundian pemenang di mall-mall terkenal di 12 kota besar tujuan penyelenggaraan di Indonesia, salah satunya adalah event Pengundian Untung Beliung BritAma yang diselenggarakan pada tanggal 13 – 22 Juli 2007 di BSD Junction Tangerang. Dengan sasaran 26



konsumennya adalah yang pengunjung yang datang dan melihat event tersebut. Diharapkan dari program ini akan membangun citra positif dari masyarakat pada Bank BRI dan memberikan pelayanan dan kepuasan konsumen dari fasilitas perbankan yang memberikan kemudahan dan keuntungan untuk pada nasabah Bank BRI. Pengunjung W. J. S Poerwadarminta (1998:583) berpendapat bahwa pengunjung adalah, ”orang yang mengunjungi”. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1996:740) mengunjungi adalah, ”mendatangi untuk menjumpai (menengok, melawat)”. Penulis menyimpulkan bahwa pengunjung adalah seorang individu yang melakukan kunjungan kesuatu tempat untuk bertemu, melihat sesuatu. Adapun mengenai tujuan pengunjung untuk mengunjungi kesuatu tempat karena adanya kebutuhan individu, seperti yang dijelaskan oleh James W. Tankard dan Werner J Severin (1992:273) mengenai kebutuhan individu adalah sbb: 1. Cognitive needs (acquiring information, knowledge and understanding) 2. Affective needs (emotional, pleasure, or aesthetic experience) 3. Personal integrative needs (strengthening credibility, confidence, stability, and status) 4. Social integrative needs (strengthening contacts with family, friends, etc) 5. Tension release needs (escape and diversion) Penulis mencoba menterjemahkan bahwa kebutuhan individu terdiri dari kebutuhan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, dan pengertian, kebutuhan untuk memenuhi tuntutan emosi, kesenangan, dan pengalaman estetik, kebutuhan yang bertujuan memperkuat kredibilitas pribadi, kepercayaan, stabilitas dan status, kebutuhan yang bertujuan memperkuat hubungan dengan keluarga, teman dan yang lainnya. Bila dikaitkan dengan masalah penelitian maka pengunjung adalah seseorang atau konsumen yang berkunjung ke mall / pusat perbelanjaan, untuk memenuhi kebutuhan mereka yaitu untuk memenuhi tuntutan emosi, kesenangan dan pengalaman estetik dll. Kemudian mereka mendatangi (suatu tempat) stand event Pengundian Untung Beliung BritAma untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memenuhi kebutuhan afektif yaitu kebutuhan dari tuntutan emosi, kesenangan dalam melihat hiburan, dan pengalaman estetik. Maksud kedatangan pengunjung ke acara Pengundian Untung Beliung BritAma adalah untuk melihat sesuatu, yakni acara hiburan yang disajikan oleh pihak Bank BRI untuk program ”Untung Beliung BritAma”. Namun, kedatangan mereka tidak



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



hanya untuk melihat-lihat saja, tapi mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang keuntungan program ”Untung Beliung BritAma” dan semua informasi yang berkaitan dengan Tabungan BritAma. Informasi yang dibutuhkan pengunjung tentang program tersebut dapat ditanyakan kepada costumer service/ SPG yang berada di area acara.



Tingkat Pengetahuan Mengenai pengetahuan konsumen, mengapa memahami pengetahuan konsumen penting bagi pemasar? Karena apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli, dan kapan membeli, akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut. Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu me-recall informasi dengan lebih baik. (Sumarwan, 2003:119) Mowen dan Minor mendefinisikan sebagai ”the amount of experience wit and information about particular products or services a person has “. Engel, Blackwell dan Miniard mengartikan “at a general level, knowledge can be defined as the information stored within memory. The subset of total information relevant to consumers functioning in the marketplace is called consumer knowledge”. (Sumarwan, 2003:119). Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen. Sedangkan pengetahuan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1989:991) adalah : segala sesuatu yang diketahui, kepandaian, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Selanjutnya Jujun S. Sumantri (1984:104) berpendapat bahwa : Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu., Berdasarkan kedua pendapat diatas, pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan suatu proses dimana seseorang yang tidak tahu menjadi tahu sehingga pada akhirnya pengetahuan mempunyai pengertian sebagai berikut; yaitu kumpulan dari apa saja yang kita ketahui. Lebih lanjut para ahli psikologi kognitif membagi penget ahuan ke dalam pengetahuan deklaratif (declaratif knowledge) adalah fakta subjektif yang diketahui oleh seseorang, arti subjektif disini adalah pengetahuan seseorang tersebut mungkin tidak selalu harus sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Sedangkan pengetahuan prosedur (procedur knowledge)



ialah pengetahuan mengenai bagaimana fakta-fakta tersebut digunakan. (Sumarwan, 2003:120). Penulis memahami pendapat diatas bahwa pengetahuan deklaratif ialah informasi yang umum diketahui konsumen contohnya konsumen mengetahui adanya event Pengundian Untung Beliung BritAma di BSD Junction Tangerang karenapublikasi melalui iklan, media cetak ataupun elektronik, sedangkan pengetahuan prosedur ialah pengetahuan konsumen mengenai informasi yang terkait dengan prosedur atau ketentuan – ketentuan mengenai program ”Untung Beliung BritAma” Lalu menurut Soerjono Soekanto (1982:6) mengemukakan bahwa, ”pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya”. Dari uraian-uraian mengenai pengertian pengetahuan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah : a. segala sesuatu yang diketahui mengenai sesuatu objek tertentu atau hal apa saja b. sebagai hasil dari tahu c. merupakan kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indra. Selanjutnya menurut Jalaludin Rakmat (2001:219): ”Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsikan khalayak. Dan efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterlampilan, kepercayaan atau informasi”. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa efek kognitif berhubungan dengan pengetahuan, informasi, kepercayaan dan keterlampilan. Pada diri manusia akan terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dipersepsikan khalayak. Efek ini terjadi dikarenakan ada transmisi pengetahuan, keterlampilan, kepercayaan atau informasi yang dalam hal ini ditransmisikan melalui event BRI Untung Beliung BritAma. Dengan demikian jika dikaitkan dengan rumusan masalah pokok skripsi, ketika pengunjung mall mengamati event Pengundian Untung Beliung BritAma terjadi efek kognitif yang saling bertautan yaitu pengetahuan dan pemahaman pengunjung mall terhadap event tersebut. Maka secara operasional yang dimaksud dengan tingkat pengetahuan adalah perbedaan tinggi rendahnya kepandaian atau yang diketahui oleh pengunjung BSD Junction Tangerang terhadap event BRI Untung Beliung BritAma. Untuk dapat mengetahui tingkat pengetahuan pengunjung mall mengenai program ”Untung Beliung BritAma” penulis menetapkan unsur-unsur tingkat pengetahuan pengunjung yaitu : 1. Mengetahui nama event Bank BRI 2. Mengetahui keuntungan dari tabungan Britama



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



27



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



3. Mengetahui hadiah utama yang diberikan pada pemenang 4. Mengetahui periode program ”Untung Beliung Britama” diselenggarakan 5. Mengetahui syarat dan ketentuan mengikuti program”Untung Beliung BritAma 6. Mengetahui saldo tabungan untuk mengikuti program ”Untung Beliung BritAma”.



Minat Mengikuti Setelah adanya pengetahuan dalam diri konsumen terhadap program tersebut, maka diharapkan akan timbul minat untuk mengikuti program tersebut dengan menjadi nasabah Bank BRI khususnya tabungan BritAma. Menurut Kamus besar B. Indonesia (1996:899), minat adalah Perhatian; keinginan untuk memperhatikan atau melakukan sesuatu – berminat, mau, suka, ingin, akan sesuatu. Dari definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa minat adalah sesuatu yang menarik perhatian dan keinginan untuk melakukan sesuatu. Selanjutnya Kartini Kartono (2002:255) menjelaskan, ”Minat adalah perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas, pekerjaan atau objek itu berharga atau berarti bagi individu. Satu keadaan motivasi, atau suatu motivasi yang menuntun tingkah laku menuju satu arah (sasaran) tertentu. Penulis menyimpulkan bahwa minat adalah sebuah perasaan yang menyatakan bahwa suatu aktivitas atau pekerjaan adalah objek yang berharga bagi individu atau suatu motivasi yang mengarahkan manusia menuju satu arah tertentu. Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka minat yang dimaksud adalah suatu motivasi yang menuntun sikap atau tingkah laku pengunjung untuk berminat pada program ”Untung Beliung BritAma” sehingga pengunjung ingin membuka rekening tabungan BritAma. Jika dihubungkan dengan masalah pokok penelitian, maka minat adalah peristiwa/ kejadian pada saat pengunjung datang ke acara Pengundian Untung Beliung BritAma di BSD Junction dan pengunjung berkeinginan untuk melihat/ mengamati acara tersebut lebih dekat secara terus menerus. Keinginan untuk mengetahui acara tersebut lebih detail dipengaruhi oleh perasaan emosional atau ego pengunjung mall, melalui prilaku (bertanya kepada costumer service tentang informasi yang berkaitan dengan program yang ditawarkan). Apabila informasi yang diberikan costumer service dapat meyakinkan pengunjung dan program yang ditawarkan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengunjung, maka pengunjung akan memiliki minat untuk mengikuti program tersebut dengan membuka rekening dari tabungan BritAma.



28



Selanjutnya Basu Swastha dan Wawan (1990:347) berpendapat, ”minat, jika pembeli potensial tersebut menjadi berminat maka ia berusaha mengumpulkan informasi dan fakta tentang produk yang bersangkutan”. Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa, jika seserang berminat membeli suatu produk maka ia akan berusaha untuk mencari informasi dan kenyataan yang sebenarnya tentang produk (program) yang ia minati. Lebih lanjut, Riyono Pratikto (1987:28) menjelaskan tentang timbulnya minat, yang timbul bilamana ada unsur-unsur : 1. tersedianya suatu hal yang menarik minat 2. terdapat kontras, yaitu perbedaan antara hal yang baru dengan yang lainnya, sehingga apa yang menonjol itu menumbuhkan perhatian 3. terdapat harapan untuk mendapat keuntungan atau mungkin gangguan dari hal yang dimaksud. Jadi menurut pemahaman penulis, minat mengikuti dapat diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh sesuatu yang didorong ke arah yang khusus, dan keuntungan yang akan diperoleh jika mengikuti program tersebut. Informasi tentang program ”Untung Beliung BritAma” dapat ditanyakan melalui costumer service/ SPG yang berada di sekitar area acara berlangsung atau informasi yang disampaikan oleh MC dari acara tersebut. Selain itu pengunjung yang berminat mengikuti program tersebut karena pengunjung merasa mempunyai peluang yang besar untuk mendapatkan hadiah utama atau hadiah lainnya. Dari keterangan atau penjabaran diatas, diperoleh unsur – unsur yang mempengaruhi minat pengunjung mall untuk mengikuti program ”Untung Beliung BritAma” adalah sebagai berikut: 1. Ingin mencari informasi mengenai Program ”Untung Beliung BritAma”. 2. Ingin membuka rekening dari tabungan BritAma. 3. Ingin mengikuti persyaratan dari program ”Untung Beliung BritAma” 4. Ingin meningkatkan saldo tabungan agar mendapat peluang menang 5. Ingin menggunakan fasilitas kemudahan perbankan dari tabungan Britama 6. Ingin memilih tabungan BritAma karena memiliki banyak keuntungan. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Pengunjung Mall Dengan Minat Mengikuti Program ”Untung Beliung BritAma” Untuk mengambarkan hubungan antara tingkat pengetahuan pengunjung mall dengan minat mengikuti program ”Untung Beliung BritAma” penulis menggunakan model ”Hirarki Efek” yang digambarkan oleh Sasa Djuarsa, (1999:46). Aspek /



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



tahap Model AIDDA (Attention, Interest, Desire,Decision, Action). Pada penjelasan diatas penulis menggunakan model hirarki efek dan penulis membatasinya sampai dengan tingkat afektif (menyukai/ berminat), karena konsumen yang berminat mengikuti program ”Untung Beliung Britama” secara otomatis konsumen sudah menjadi nasabah Bank BRI, dengan membuka rekening tabungan BritAma (tingkat konatif) karena salah satu syarat mengikuti program tersebut adalah dengan membuka rekening dari tabungan BritAma. Jika dikaitkan dengan masalah penelitian maka pada tingkat kognitif yaitu pengetahuan pengunjung pada event Pengundian Untung Beliung BritAma, jika pengunjung telah mengetahui keuntungan dari program tersebut maka selanjutnya akan timbul minat (tingkat afektif) dalam diri responden untuk mengikuti program tersebut. Berkaitan dengan hubungan antar variabel yaitu tingkat pengetahuan dan minat pengunjung, maka penulis menjabarkan mengenai pendekatan efek komunikasi. Menurut Jalaludin Rakhmat (2001:219): Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsikan khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterlampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, nilai. Efek behavioral merujuk pada prilaku nyata yang dapat diamati meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berprilaku. Dari pengetian diatas penulis menyimpulkan efek komunikasi adalah sebagai berikut : - Efek kognitif berhubungan dengan pengetahuan, informasi, kepercayaan dan keterlampilan. Terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dipersepsikan khalayak. - Efek afektif berhubungan dengan emosi, sikap dan nilai. Terjadi bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek behavioral berhubungan dengan perilaku nyata yang dapat diamati seperti tingkah laku, tindakan dan kebiasaan. Dan kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan informasi atau pengetahuan kepada publik mengenai program ”Untung Beliung BritAma”, dan untuk menjaring nasabah baru agar dapat tertarik terhadap program ini. Serta untuk memberitahukan pada masyarakat bahwa ada program terbaru dari Bank BRI untuk periode bulan Mei – September 2007, yang memberikan beberapa keuntungan jika mereka menjadi nasabah tabungan BritAma dan program ini bersifat pengundian kupon bagi konsumen yang sudah menjadi nasabah tabungan BritAma yang diundi setiap minggunya.



Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan pengunjung mall dengan minat mengikuti program ”Untung Beliung BritAma”.



Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (67,5 %) memiliki tingkat pengetahuan mengenai program ”Untung Beliung BritAma” adalah tinggi. Walaupun responden berjenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan yang berbeda, tetapi pengetahuan responden tinggi terhadap program ”Untung Beliung BritAma”. Pengetahuan responden memperoleh nilai yang tinggi sebanyak 67,5% di duga karena responden memperoleh banyaknya publikasi informasi mengenai program”Untung Beliung BritAma”. Pada awal bulan Mei informasi tersebut telah dipublikasikan melalui media cetak dan media elektronik. Jadi, kemungkinan responden yang memiliki pengetahuan tinggi, karena responden telah mengetahui banyak informasi terkait dengan program tersebut melalui media cetak dan elektronik dan diduga responden memperoleh pengetahuan dari infomasi yang disampaikan MC dan penjelasan dari SPG dan Customer Service. Selain itu, seperti yang dikatakan oleh Sumarwan, (2003:119) bahwa pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi dan mampu me-recall informasi dengan lebih baik. Lebih lanjut Basu Swastha dan Wawan (1990:347), mengatakan ”Jika pembeli potensial tersebut menjadi berminat maka ia berusaha mengumpulkan informasi dan fakta tentang produk yang bersangkutan”. Dari keterangan diatas, bahwa jika seseorang berminat akan sesuatu hal, maka ia akan mencari atau mengumpulkan informasi dan fakta tentang sesuatu hal tersebut dan pengetahuan mereka akan mempengaruhi keputusan mereka untuk membeli (membuka rekening tabungan BritAma). Jadi sebagian besar (67,5 %) pengetahuan responden terhadap program ”Untung Beliung BritAma” tinggi, di duga karena banyaknya informasi yang responden peroleh mengenai program ”untung Beliung BritAma” dan responden yang berminat dengan program tersebut akan mencari informasi dan fakta untuk memenuhi kebutuhan informasinya. Selanjunya hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (55 %) minat responden terhadap program ”Untung Beliung BritAma” adalah tinggi dipengaruhi oleh suatu hal yang menarik minat, adanya perbedaan hal yang baru dan adanya harapan untuk mendapatkan keuntungan.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



29



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



Hasil penelitian tersebut di duga karena penjelasan dari SPG dan Customer Service yang dapat meyakinkan responden untuk mengikuti program Untung Beliung BritAma dengan membuka rekening tabungan BritAma. Selain itu minat responden di duga adanya harapan mereka untuk mendapatkan hadiah dari program tersebut serta mendapatkan souvenir cantik dari customer service untuk responden yang membuka rekening tabungan BritAma. Selain itu minat mereka mengikuti program tersebut di duga karena pembukaan rekening tabungan BritAma hanya sebesar 200 ribu lebih murah dibandingkan jika mereka membuka rekening tabungan BritAma di kantor-kantor cabang atau cabang Bank BRI sebesar 500 ribu. Oleh karena hal tersebut, maka sebagian responden lebih memilih membuka tabungan BritAma pada acara tersebut dibandingkan dengan membuka tabungan di cabang Bank BRI. Terkait dengan minat responden terhadap program ”Untung Beliung BritAma, seperti yang dijelaskan oleh Riyono Pratikno (1987:28) mengenai timbulnya minat: 1. Tersedianya suatu hal yang menarik minat 2. Terdapat kontras, yaitu perbedaan antara hal yang baru dengan yang lainnya, sehingga apa yang menonjol itu menumbuhkan perhatian 3. Terdapat harapan untuk mendapat keuntungan atau mungkin gangguan dari hal yang dimaksud. Dari pendapat diatas bahwa responden yang memiliki minat tinggi di duga karena adanya hal yang menarik minat mereka yaitu program ”Untung Beliung BritAma” itu sendiri, lalu adanya perbedaan hal yang baru terkait dengan program terbaru dari Bank BRI untuk para nasabahnya, serta di duga terdapat harapan untuk mendapatkan keuntungan dari tabungan BritAma dan harapan mendapatkan hadiah dari program tersebut. Dapat disimpulkan bahwa minat responden tinggi disebabkan di duga karena penjelasan dari SPG dan customer service mengenai program tersebut dapat meyakinkan responden untuk mengikuti program tersebut, serta adanya harapan responden untuk mendapatkan hadiah utama dan mendapatkan banyak keuntungan dari tabungan BritAma. Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan minat mengikuti program ”Untung Beliung BritAma”, dapat diketahui bahwa terdapat kecendrungan hubungan antara tingkat pengetahuan dengan minat mengikuti program ”Untung Beliung BritAma”. Di duga karena responden yang telah mengetahui informasi mengenai program Untung Beliung BritAma banyak yang berminat untuk membuka rekening tabungan BritAma. Dan responden mempunyai harapan untuk mendapatkan 30



hadiah dari program tersebut. Jalaludin Rakmat (2001:219) menjelaskan bahwa : ”Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami dan dipersepsikan khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterlampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak”. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, nilai. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan responden berhubungan dengan minat mengikuti program karena di duga responden mengetahui banyak informasi yang diterima panca indera mereka tentang keuntungan dari program ”Untung Beliung BritAma” dan mengetahui bahwa tabungan BritAma akan memberikan banyak keuntungan kepada mereka. Efek kognitif yang berasal dari informasi yang diterima dan efek afektif timbul dari sikap, perasaan dan emosional responden yaitu responden tertarik dengan program ”Untung Beliung BritAma” dan berminat dengan program tersebut.



Kesimpulan Dari keseluruhan data yang telah penulis jelaskan, penulis dapat menarik suatu kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan klasifikasi data responden menurut jenis kelamin, responden yang berpartisipasi lebih banyak berjenis kelamin wanita, yaitu berjumlah 26 orang atau sekitar 65 %. Berdasarkan klasifikasi data responden menurut usia, responden yang berpartisipasi lebih banyak memiliki rentan usia antara 25 – 32 tahun dengan jumlah responden sebanyak 18 orang (45 %). Berdasarkan klasifikasi data responden menurut tingkat pendidikan, diperoleh lebih banyak responden yang memiliki tingkat pendidikan sarjana yaitu sebanyak 14 orang atau sekitar 35 %. Berdasarkan hasil penelitian dari tingkat pengetahuan responden, didapat bahwa responden yang menjadi objek penelitian memiliki tingkat pengetahuan tinggi yaitu sebesar 67,5 % atau sekitar 27 orang. Berdasarkan hasil penelitian dari minat mengikuti program “Untung Beliung BritAma”, didapat bahwa responden memiliki minat yang tinggi untuk mengikuti program yaitu sebanyak 55 % atau sekitar 22 orang. Berdasarkan hasil analisis penelitian mengenai hubungan antara tingkat pengetahuan dengan minat mengikuti program yang menggunakan rumus product moment, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang cukup berarti sebesar 0,685 karena nilai tersebut berada diantara nilai interval koefisien yaitu 0,200 – 0,700. (Kriyantono, 2006:169) Dari penjelasan mengenai kesimpulan diatas, dapat dikatakan bahwa melalui event pengundian Untung Beliung BritAma ke – 9 terbukti dapat memberikan informasi atau pengetahuan kepada



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Event Sebagai Ajang Promosi Bagi Perusahan Jasa (Kasus “Untung Beliung Britama Bri)



pengunjung mall mengenai program “Untung Beliung BritAma” dan dapat menarik minat pengunjung BSD Junction Tangerang sebagai objek penelitian untuk mengikuti program tersebut. Daftar Pustaka Badudu, JS, Prof & Muhammad Zein, “Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar harapan, anggota IKAPI, Jakarta, 1996.



Sendjaja, Sasa Djuarsa, “Pengantar Komunikasi, Cetakan keempat”, Universitas Terbuka Depdikbud, Jakarta, 1999. Singarimbun, Masri, “Metodologi Penelitian Survey”, LP3ES, Jakarta, 1983 Soekanto, Soerjono, “Sosiologi Suatu Pengantar”, PT. Rajawali, Jakarta, 1982



Chaplin, JP ; Kartini Kartono, Dr, “Kamus Lengkap Psikologi”, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002



Sumantri, Jujun, S, “Filsafat Sebuah Pengantar Populer”, PT. Sinar Harapan, Jakarta, 1984



Hasan, Iqbal, M, “Pokok – Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasi”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.



Swastha, Basu & Wawan, “Manajemen Pemasaran Modern”, Liberty Yogyakarta, 1990



Kusumastuti, Frida, “Dasar-dasar Humas”, PT. Ghalia Indonesia dan UMM PRESS", Jakarta Selatan, 2002 Kotler, Philip, “Advertising Management”, 10th Edition, Prentice Hall, New York, 2003. Kriyantono, Rakhmat, “Teknik Praktis Riset Komunikasi”, Kencana Prenada media Grup, Jakarta, 2006. Ruslan, Rosady, “Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 Rachmadi, F, “Public Relations Dalam Teori Dan Praktek”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994



Sumarwan, Ujang, “Prilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran”, PT. Ghalia Indonesia & MMA - IPB, Jakarta, 2003 Soemirat, Soleh Drs, M.S, dan Drs Elvinaro Ardianto, M.Si, “Dasar – Dasar Public Relations”, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004 Tankard, W. James, & Werner J. Severin, “Communication Theories Origin Method & Uses In The Mass Media”, Logman, Publishing Group, New York, 1992. Poerwardaminta, “Kamus Bahasa Indonesia”, Balai Pustaka, Jakarta, 1998 Pratikno Riyono, “Berbagai Aspek Ilmu Komunikasi”, Remaja Karya Bandung, Bandung, 1987



Rakhmat Jalaludin, “Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi”, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



31



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



FRAMING BERITA GAYUS TAMBUNAN DI SURAT KABAR MEDIA INDONESIA DAN REPUBLIKA 1Pratiwi



Asri, 1Abdurrahman Jemat, M.S. Studi Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected]



1Program



Abstrak



Penelitian ini berupaya menjelaskan pembingkaian (framing) mengenai berita Gayus Tambunan. Dua surat kabar dipilih sebagai sasaran penelitian yaitu Media Indonesia dan Republika. Kedua surat kabar ini merupakan institusi pers yang berpengaruh dalam kehidupan pers Indonesia. Dilihat dari sejarahnya masing masing surat kabar ini memiliki kedekatan kepada kelompok tertentu. Penelitian ini menggunakan metode analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Penelitian dilakukan dengan mengamati teks media menggunakan empat struktur analisis framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Hasil analisis framing terhadap teks berita memperlihatkan kedua surat kabar berbeda dalam membingkai pemberitaan kasus Gayus ke Bali. Perbedaan pembingkaian itu tidak luput dari berbagai fakta yang mempengaruhi pers di dalam negeri. Media Indonesia menganggap kasus Gayus ini adalah sebuah konspirasi besar yang perlu mendapatkan perhatian. Dengan alasan tersebut, Media Indonesia menempatkan berita mengenai Gayus di halaman utamanya. Sedangkan di Republika, kasus Gayus tidak terlalu menonjol, kasus ini hanya beberapa kali saja menjadi headline surat kabar mereka. Dari segi ruang, Media Indonesia lebih banyak memberikan ruang dibanding Republika. Dari isi berita, Media Indonesia lugas dan berani dalam mengungkapkan pandangannya. Media Indonesia juga banyak menggunakan unsur grafis dalam menekankan framenya. Selain itu, ada framing yang sengaja dibentuk Media Indonesia yaitu mengungkapkan keterlibatan Aburizal Bakrie pada kasus kepergian Gayus ke Bali. Berbeda dengan Media Indonesia, Republika cenderung netral dalam memberitakan kasus ini. Republika tidak banyak mengungkapkan pandangannya dalam mengungkap kasus ini. Republika terkesan sangat hati-hati dalam mengungkapkan kasus ini. Kata kunci: framing, berita, gayus tambunan



Pendahuluan Media massa sebagai sarana penyampai informasi menyajikan berita-berita hangat dan aktual kepada khalayak. Media memberikan informasi terbaru setiap hari untuk memenuhi kebutuhan informasi. Melihat begitu pentingnya peran media, media dapat menjelma menjadi alat atau sumber kekuasaan. Karena dalam pengaruh berita yang disajikan, media massa dapat membangun control sosial yang ada di masyarakat. Baik dalam mengubah opini atau pandangan seseorang, mengubah sikap dan perilaku, membangun kepercayaan, bahkan mengubah paradigma kehidupan masyarakat. Kontrol sosial yang dibangun media, tujuannya ialah untuk mengawasi segala tindak tanduk pemerintah dalam menjalankan kewajibannya. Oleh karena itu, gaya penulisan dan penyampaian pesan yang tersurat pada media harus sangat diperhatikan oleh awak media. Dari beragam jenis media yang ada, media cetak adalah yang paling pertama muncul. Namun, hingga saat ini, media cetak masih sangat disukai dan menjadi pilihan bagi sebagian orang untuk memenuhi kebutuhan informasi mereka. Bila dibandingkan dengan media lain, media cetak memiliki banyak keunggulan. Media cetak dapat dibaca kapan saja dan di mana saja. Selain itu media cetak dapat 32



dibaca berulang kali sebanyak yang diinginkan pembaca mengulang berita tersebut. Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan berita. Semua data dan fakta yang diperoleh, tidak begitu saja disajikan sebenar-benarnya kepada khalayak. Setiap media, memiliki frame berita masingmasing pada penulisan beritanya. Yang nantinya akan berpengaruh terhadap arah pemberitaan. Media memiliki dampak yang luas bagi setiap pemberitaannya. Tidak jarang, pemberitaan di sebuah media dapat menggiring opini publik, sama seperti apa yang dikonstruksikan oleh media. Misalnya seperti berita yang sedang marak dibicarakan di berbagai media, yakni mengenai Gayus Tambunan, tersangka penggelapan pajak. Pemberitaan tentang Gayus naik kembali kepermukaan publik setelah seorang wartawan secara tidak sengaja mengambil foto orang yang mirip dengannya sedang menonton pertandingan tenis internasional di Bali. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan publik, bagaimana seorang tersangka yang mendekam di tahanan bisa seenaknya keluar dari tahanan dan menghirup udara bebas bahkan sampai berpelesir ke Bali. Media secara gambling menyajikan berita mengenai keluarnya Gayus dari tahanan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi informasi kepada publik, bahwa telah terjadi sesuatu yang menciderai hukum di Indonesia.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



Namun, setiap media memiliki cara sendiri untuk mengemas berita yang akan mereka sajikan. Semua realitas yang ada tidak begitu saja disajikan apa adanya. Melainkan semua ini harus melalui mekanisme yang berlaku, termasuk konsep framing yang selalu digunakan media dalam penulisan beritanya. Begitu pula dengan surat kabar Media Indonesia dan Republika. Sudah pasti mereka juga punya cara sendiri dalam membingkai berita tersebut. Penulis memilih kedua surat kabar ini karena faktor latar belakang sejarah kedua surat kabar. Kasus Gayus Tambunan ini antara lain mengenai penggelapan pajak beberapa perusahaan, diantaranya ada beberapa perusahaan milik Bakrie Grup. Dari kaitannya tersebut, penulis memilih Media Indonesia karena merupakan Koran politik yang selalu lugas dan tegas dalam menyampaikan beritanya. Selain itu penulis mempertimbangkan latar belakang sejarah yang dimiliki Media Indonesia yakni pemiliknya adalah Surya Paloh yang merupakan saingan politik Aburizal Bakrie di Golkar. Penulis bermaksud melihat apakah ada framing yang sengaja dibentuk oleh Media Indonesia dalam menyampaikan berita Gayus Tambunan dengan keterlibatan Aburizal Bakrie pada saat Gayus pergi ke Bali. Sedangkan Republika penulis pilih karena melihat latar belakang sejarah berdirinya surat kabar ini didirkan oleh ICMI di bawah naungan Yayasan Abdi Bangsa, yang salah satu pendirinya adalah Aburizal Bakrie. Atas dasar pertimbangan ini, penulis bermaksud melihat apakah Republika tetap netral dalam mengungkapkan berita Gayus yang ada kaitannya dengan tokoh pendiri surat kabar ini. Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap berita Gayus Tambunan di surat kabar Media Indonesia dan Republika. Peneliti menetapkan obyek penelitian pada bulan November 2010. Alasan penetapan obyek ini adalah karena pada bulan tersebutlah berita Gayus kembali mencuat. Pada bulan ini juga kedua surat kabar tersebut memberitakan secara terus menerus mengenai Gayus Tambunan. Hingga kemudian penulis menemukan 13 berita Gayus di Media Indonesia dan 8 berita Gayus di Republika. Peneliti mencoba menggali konstruksi realitas pada pemberitaan tersebut dengan konsep framing. Peran media yang begitu besar dalam mengkonstruksi realitas pada berita, membuat sebuah peristiwa dapat dimunculkan faktanya sesuai dengan frame yang dibawa oleh media. Media dapat menuliskan berita tersebut sesuai dengan ideologi atau nilai dari masing-masing media. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat dan membandingkan berita tersebut melalui frame yang dipakai masing-masing media, yakni dari surat kabar Media Indonesia dan surat kabar Republika. Dengan membandingkan framing kedua media tersebut, penulis akan menemukan konsep framing yang digunakan masing-masing media dalam mengemas berita yang mereka sajikan.



Framing Berita Menurut Sobur (2004; 162), “Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita”. Berdasarkan pengertian tersebut, penulis memahami bahwa framing adalah bagaimana wartawan melaporkan sebuah peristiwa berdasarkan sudut pandang yang ingin ia sampaikan kepada pembaca. Pada proses penyeleksian itu, tidak semua fakta yang didapat wartawan dituangkan pada berita. Namun, ada fakta yang sengaja ditonjolkan, tapi ada juga fakta yang dibuang. Semua itu tergantung dengan apa yang ingin ia sampaikan pada pemberitaan tersebut. Menurut Eriyanto (2002; 10): “Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media.” Dari kedua tujuan penggunaan analisis framing yang diungkapkan Eriyanto, pada penelitian ini penulis menggunakan framing untuk melihat bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Dalam pengkonstruksian tersebut, media menggunakan sudut pandang mereka dalam menulis berita. Hal itu dimaksudkan untuk membentuk opini publik agar sesuai dengan apa yang dipikirkan media. Gitlin mengungkapkan, “Pembuatan frame itu sendiri didasarkan atas berbagai kepentingan internal maupun eksternal media, baik teknis, ekonomis, politis ataupun ideologis” (Hamad, 2004; 22). Dapat dikatakan bahwa pada proses konstruksi, media dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam penyeleksian isu tersebut. Sedangkan Aditjondro, seperti yang dikutip Sudibyo mendefinisikan: Framing sebagai metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sobur, 2004; 165). Dengan kata lain menurut Aditjondro, framing digunakan untuk merekonstruksikan realitas dengan cara membelokkan suatu kejadian berdasarkan pandangan wartawan. Berdasarkan pengertian di atas, penulis menyimpulkan framing adalah metode yang igunakan untuk menyajikan berita dengan cara mengkonstruksi realitas sesuai dengan apa yang dipikirkan media. “…Setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan” (Hamad, 2004; 11). Jadi, apa yang disampaikan media adalah



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



33



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



laporan mengenai realitas yang telah dikonstruksikan berdasarkan sudut pandang media. Lebih lanjut Hamad mengatakan, “Seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Maksudnya adalah, apa yang dikonstuksikan media bukan semata-mata tanpa maksud dan tujuan. Semua dilakukan untuk menceritakan kembali realitas kepada khalayak, namun dari sudut pandang media. Ada beberapa model yang digunakan dalam analisis framing, antara lain sebagai berikut: a. Framing Model Murray Edelman Murray Edelman adalah ahli komunikasi yang banyak menulis mengenai bahasa dan simbol politik dalam komunikasi … Menurut Edelman, apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas. Realitas yang sama bisa jadi akan menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara berbeda (Eriyanto, 2002; 155). Berdasarkan penyataan Edelman, dapat dipahami bahwa dari sebuah realitas, kita dapat membingkainya sesuai dengan apa yang kita tafsirkan. Sebuah realitas yang sama bisa saja menjadi berbeda ketika dikonstruksikan secara berbeda. Jadi, meskipun realitasnya sama, hasil yang akan dicapai berbeda-beda tergantung bagaimana kita menafsirkan realitas tersebut. Edelman mensejajarkan framing sebagai ketegorisasi…Kategori dalam pandangan Edelman, merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori, membantu manusia memahami realitas yang beragam dan tidak beraturan tersebut menjadi realitas yang mempunyai makna (Eriyanto, 2002; 156). Edelman menambahkan “Kategorisasi itu merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik” (Eriyanto, 2002; 157). Dengan kata lain, fungsi kategorisasi adalah untuk mempengaruhi pikiran dan kesadaran publik untuk memahami realitas. Salah satu aspek kategorisasi penting dalam pemberitaan adalah rubrikasi: bagaimana suatu peristiwa (dan berita) dikategorisasikan dalam rubrikrubrik tertentu. Rubrikasi ini haruslah dipahami tidak semata-mata sebagai persoalan teknis atau prosedur standar dari pembuatan berita (Eriyanto, 2002; 161). Rubrikasi digunakan untuk membantu pembaca agar lebih mudah memahami suatu peristiwa yang sudah dikonstruksikan. Lebih lanjut Edelman menjelaskan “Rubrikasi ini menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus dijelaskan” (Eriyanto, 2002; 162). b.



Framing Model Robert N. Entman Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan 34



menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain (Eriyanto, 2002; 186). Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis memahami framing bagi Entman digunakan untuk menonjolkan suatu aspek yang ingin ditonjolkan dengan menempatkan isu-isu tertentu yang penting untuk diketahui pembaca. Menurut Entman “Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagaimana yang ditonjolkan/ dianggap penting oleh pembuat teks” (Eriyanto, 2002; 186). Maksudnya adalah suatu teks akan menjadi lebih bermakna ketika sudah dikonstruksi dengan menggunakan penonjolan tertentu pada sebuah realitas. “Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak” (Eriyanto, 2002; 186). Dengan menyeleksi isu, wartawan dapat membingkai peristiwa dengan memasukkan atau mengeluarkan isu tergantung sudut pandang yang ingin mereka sampaikan. Dengan melakukan penonjolan tertentu, mereka dapat menekankan dan membuat sebuah peristiwa menjadi penting dan menarik untuk diketahui khalayak. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan…Wartawan memutuskan apa yang akan ia beritakan, apa yang diliput dan apa yang harus dibuang, apa yang ditonjolkan dan apa yang harus disembunyikan kepada khalayak (Eriyanto, 2002; 188). Maksudnya adalah framing dilakukan untuk mendefinisikan masalah sesuai dengan pandangan wartawan. Wartawan juga dapat memilih berita apa yang ingin ia sampaikan kepada khalayak. Maksudnya ialah wartawan dapat melakukan penonjolan tertentu pada sebuah peristiwa sesuai sudut pandang yang ingin ia sampaikan. Define problems (pendefinisian masalah), Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa? Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai penyebab masalah? Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame/ bingkai yang



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari peristiwa (Eriyanto, 2002; 189-190). c.



Framing Model William A. Gamson Gagasan Gamson terutama menghubungkan wacana media di satu sisi dengan pendapat umum di sisi yang lain. Dalam pandangan Gamson, wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atau suatu isu atau suatu peristiwa (Eriyanto, 2002; 217). Dapat dipahami, menurut Gamson fungsi framing adalah untuk menghubungkan wacana yang ada di media dengan pendapat umum yang sedang berkembang mengenai suatu peristiwa yang terjadi. “Gamson melihat wacana media (khususnya berita) terdiri atas sejumlah kemasan (package) melalui mana konstruksi atas suatu peristiwa dibentuk” (Eriyanto, 2002; 223). Jadi, semua berita yang diberitakan media adalah hasil konstruksi berdasarkan cara pandang dan ideologi media. d.



Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Eriyanto dalam bukunya “Analisis Framing” mengatakan model framing yang diperkenalkan oleh Pan dan Kosicki ini adalah salah satu model yang paling populer dan banyak dipakai. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Penonjolan dilakukakan agar suatu pesan lebih bermakna dan mudah dipahami oleh khalayak. Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologis. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu…kedua, konsepsi sosiologis…pandangan sosiologis lebih melihat bagaimana konstruksi sosial atas realitas (Eriyanto, 2002: 252-253). Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi untuk membuat sebuah berita penting untuk diketahui khalayak. Dengan menggunakan frame tertentu sebuah penonjolan akan lebih mudah dipahami khalayak. “Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan” (Eriyanto, 2002; 255).



Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi ke dalam empat struktur besar. Yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. a. Sintaksis. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. b. Skrip. Laporan berita sering disusun sebagai suatu cerita. Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengkonstruksi berita. Bagaimana suatu berita dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. c. Tematik. Tema yang dihadirkan atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber dihadirkan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan. d. Retoris. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih wartawan untuk menekankan arti yang diinginkan wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi ntertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran. Pada penelitian ini penulis akan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Pan dan Kosicki. Karena dari keempat model tersebut, yang paling cocok untuk digunakan dalam menganalisis teks pada berita Gayus Tambunan yang menjadi objek penelitian penulis adalah model Pan dan Kosicki. Untuk dapat mengetahui bagaimana surat kabar Media Indonesia dan Republikan dalam membingkai berita Gayus Tambunan, peneliti mengambil objek penelitian pada berita Gayus Tambunan di surat kabar Media Indonesia dan Republika edisi November 2010, dengan judul sebagai berikut: Surat kabar Media Indonesia 1. Tanggal 12 November 2010 dengan judul “Gayus Gaji Polisi Rp100 Juta per Bulan” 2. Tanggal 13 November 2010 dengan judul “Gayus Menemui Tokoh Politik” 3. Tanggal 14 November 2010 dengan judul “Polisi Kumpulkan Bukti Gayus di Bali” 4. Tanggal 15 November 2010 dengan judul “Polisi Pastikan Gayus Menginap di Bali”



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



35



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



5. Tanggal 16 November 2010 dengan judul “Akhirnya Gayus Akui ke Bali” 6. Tanggal 18 November 2010 dengan judul “Polisi Irit Bicara Soal Pelesiran Gayus” 7. Tanggal 19 November 2010 dengan judul “Gayus Menuju Bali dari Bandara Halim” 8. Tanggal 20 November 2010 dengan judul “Gayus Mainan Satgas” 9. Tanggal 21 November 2010 dengan judul “Jangan Lupakan Skandal Gayus Lainnya” 10. Tanggal 22 November 2010 dengan judul “Polisi Gagal, KPK Harus Ambil Alih Gayus” 11. Tanggal 23 November 2010 dengan judul “KPK Siap Ambil Alih Kasus Gayus” 12. Tanggal 24 November 2010 dengan judul “SBY Tolak Bawa Gayus ke KPK” 13. Tanggal 30 November 2010 dengan judul “Penyitaan Uang Gayus Rp395 Juta di Rekayasa” Surat kabar Republika 1. Tanggal 11 November 2010 dengan judul “Kepala Rutan Brimob Ditahan” 2. Tanggal 12 November 2010 dengan judul “Gayus Bayar Rp 100 Juta”



3. Tanggal 14 November 2010 dengan judul “Gayus Tahu Data Mafia” 4. Tanggal 16 November 2010 dengan judul “Gayus Mengaku” 5. Tanggal 19 November 2010 dengan judul “Dari Sony Laksono Hingga Kamar 1522” 6. Tanggal 20 November 2010 dengan judul “Satgas Selidiki Tokoh yang Ditemui Gayus” 7. Tanggal 22 November 2010 dengan judul “Penyidikan Gayus Janggal” 8. Tanggal 27 November 2010 dengan judul “Satgas Beberkan Pengakuan Gayus” Penelitian akan dilakukan dengan menganalisis teks dengan menggunakan empat struktur yang terdapat pada model Pan dan dan Kosicki, yakni, sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Dengan menggunakan empat struktur tersebut pada akhirnya akan dapat diketahui bagaimana surat kabar Media Indonesia dan Republika membingkai berita mengenai Gayus Tambunan. (lihat skema penelitian pada gambar.1)



Gambar 1 Skema penelitian



36



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



Analisis Berdasarkan pengamatan pada berita Gayus Tambunan di Surat kabar Media Indonesia dan Republika periode November 2010, peneliti menemukan arah frame yang berbeda antara kedua media tersebut. Obyek kajian terdiri dari 21 berita, yakni 13 berita di Surat kabar Media Indonesia dan 8 berita di Republika. Dari hasil penelitian penulis, Media Indonesia dan Republika memiliki cara yang berbeda dalam mengemas berita Gayus Tambunan di media mereka. Media Indonesia menganggap kasus Gayus adalah sebuah kasus besar yang harus diungkapkan kebenarannya. Dalam memberitakan kasus Gayus, Media Indonesia sangat banyak memberikan pandangannya terhadap kasus ini. Media Indonesia juga menaruh perhatian yang besar tehadap kasus ini. Bila dilihat dari banyaknya jumlah berita yang ditemukan pada Media Indonesia dibandingkan yang di muat Republika, jelas dapat dilihat bahwa Media Indonesia menganggap ada suatu hal yang penting yang ingin mereka sampaikan pada kasus ini. Mungkin, karena itulah dari ke-13 berita yang penulis analisis, letak dari ke-13 berita itu semuanya ada di halaman utama. Sekalipun berita tersebut bobotnya tidak terlalu penting, dan hanya sekedar informasi perkembangan kasus, Media Indonesia tetap menempatkannya di halaman utama. Ade Alawi, Asisten Kepala Divisi Pemberitaan Media Indonesia menganggap ada hal serius pada kasus Gayus ini. “Negara dalam keadaan gawat. Adanya mafia bukan sekedar wacana, melainkan sudah menjadi kenyataan yang muncul di dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.” Hal inilah yang membuat Media Indonesia begitu bersemangat memberitakan kasus Gayus. Lebih lanjut Ade mengatakan “Konspirasi kasus Gayus harus dibongkar. Karena sebuah kasus korupsi tidak akan berdiri tunggal, namun ada pihak-pihak lain di dalamnya, seperti kepolisian, kejaksaan, dan majelis hakim.” Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat niat baik Media Indonesia dalam mengawal kasus ini sampai tutas. Dari pernyataan di atas jelas terlihat bahwa Media Indonesia menganggap kasus ini adalah kasus besar. Adanya mafia perpajakan dan mafia hukum merupakan sebuah ancaman yang serius bagi Indonesia. Selaku media massa, Media Indonesia menempatkan diri untuk mengawasi keseriusan para anggota penegak hukum dalam menangani kasus ini. Sangatlah wajar Media Indonesia memberikan perhatian terhadap kasus ini. Karena kasus ini memberikan dampak yang luas bagi negeri. Dengan adanya kasus ini menunjukkan bahwa ada yang salah dengan system penegakan hukum di Indonesia. Dengan pemberitaan secara besar-besaran, Media Indonesia berharap masyarakat ikut serta dalam mengawasi kasus ini. Karena sesuai teori agenda setting, sesuatu yang besar akan dilupakan masyarakat bila media melupakannya. Untuk itu, Media Indonesia



konsisten dalam mengungkap kasus ini, agar masyarakat dan para penegak hukum tidak melupakan begitu saja kasus ini. Pada isi teks beritanya, Media Indonesia menyajikannya secara lugas, dan tegas sesuai dengan ciri surat kabar ini. Sama seperti pada pemberitaan kasus lain, Media Indonesia terbuka dan berani dalam menuliskan beritanya. Media Indonesia sangat kritis dalam memberitakan kasus ini. Selain menggunakan bahasa yang lugas dan tegas, Media Indonesia juga menggunakan unsur grafis untuk memperkuat pandangan mereka. Namun, ada indikasi lain pada isi teks berita Media Indonesia yang mengarahkan keterlibatan Aburizal Bakrie dalam kasus kepergian Gayus ke Bali. Hal ini dapat dilihat dari isi teks Media Indonesia yang selalu mengaitkan kepergian Gayus ke Bali adalah untuk bertemu tokoh politik. Di beberapa berita, Media Indonesia menyebutkan bahwa alasan kepergian Gayus ke Bali adalah untuk bertemu dengan tokoh politik, terkait kasus penghilangan jejak suapnya. Dengan mengungkapkan adanya keterlibatan Bakrie pada kasus ini, Media Indonesia bermaksud untuk menguak pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Berbeda dengan Media Indonesia, Republika tidak terlalu menonjolkan berita mengenai Gayus ini. Di Republika, penulis hanya menemukan 8 obyek kajian untuk diteliti selama periode bulan November 2010. Dari ke-8 berita tersebut, ada 2 berita yang ditempatkan di halaman 2. Sangat berbanding terbalik dengan Media Indonesia, semua berita penulis temukan di halaman utama. Selain itu, Republika tidak banyak menampilkan grafis untuk menekankan pandangannya mengenai kasus ini. Kalaupun ada, foto atau sketsa yang ditampilkan tidak terlalu menonjolkan frame Republika. Padahal, visualisasi dan disain yang menarik dalam bentuk penonjolan unsure grafis yang informatif berupa gambar, foto, tabel serta eksploitasi cetakan warna merupakan kekuatan surat kabar ini. Namun, dalam kasus ini Republika tidak menonjolkan yang menjadi ciri khasnya itu. Dalam menggunakan kata-kata, Media Indonesia jauh lebih lugas dan kritis dalam mengungkapkan fakta dan data mengenai kasus ini. Seperti pada penulisan nama tersangka yang terlibat pada kasus ini, Media Indonesia selalu mengungkapkannya secara terang-terangan, beda dengan Republika yang terkesan sangat hati-hati dalam memberitakan kasus ini. Republika menyamarkan nama tersangka yang terlibat dalam kasus ini. Memang, pada dasarnya wartawan harus menaati kode etik dalam penulisan berita, namun dari perbedaan ini, kita dapat melihat jelas ada frame yang dibentuk masingmasing media dalam memberitakan suatu kasus. Berbeda pada beberapa kasus, seperti ketika menuliskan berita mengenai agresi militer Israel terhadap Palestina, di mana Republika membela Palestina dengan memposisikan Israel sebagai kaum zionis yang tidak berperikemanusiaan. Pada kasus ini, Republika tidak memberikan pandangan apa-apa.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



37



Framing Berita Gayus Tambunan Di Surat Kabar Media Indonesia Dan Republika



Republika memang memberitakan kasus ini, namun Republika memposisikan media mereka pada posisi yang netral. Dalam mengungkapkan kasus ini, Republika tidak banyak mengungkapkan pandangan mereka. Republika terkesan sangat hati-hati dalam memberitakan kasus ini. Dari berita yang mereka muat, tidak mengungkap secara detail dan mengikuti perkembangan kasus seperti yang dilakukan Media Indonesia. Berbeda dengan Media Indonesia yang selalu mengaitkan kasus Gayus dengan Bakrie, Republika hanya dua kali memuat berita yang mengindikasikan keterlibatan Aburizal Bakrie pada kasus ini. Dari kedua berita tersebut, Republika juga langsung memuat klarifikasi dari pihak yang bersangkutan, yakni Aburizal Bakrie dan Lalu Mara (juru bicara keluarga Bakrie). Republika membahas secara rinci pernyataan mereka mengenai adanya kaitan Aburizal Bakrie pada kasus tersebut. Hasilnya, Republika mengungkapkan bahwa tidak ada kaitan Aburizal Bakrie pada kasus Gayus. Irwan Arifyanto, Kepala Newsroom Republika, mengungkapkan “Meskipun kasus Gayus ini bergulir ke ranah politik, Republika tetap netral dan sesuai dengan fakta-fakta yang ada. Republika tidak dalam posisi menghajar sebuah kelompok/parpol atau membelanya.” Atas dasar inilah pada isi pemberitaannya Republika tidak menonjolkan apapun untuk mengungkapkan pandangnnya mengenai kasus ini. Lebih lanjut Irwan mengatakan, Republika bersikap netral pada kasus ini. Dari pernyataan di atas, sangatlah jelas bahwa Republika bersikap netral dalam kasus ini. Tidak seperti Media Indonesia yang memposisikan diri mengungkapkan kasus ini, Republika cenderung menyerahkan semuanya kepada masyarakat. Republika hanya mengungkapkan fakta tanpa memberikan pandangannya mengenai kasus ini. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, penulis menemukan adanya perbedaan framing atau pembingkaian yang dilakukan media dalam memberitakan suatu kasus. Keberpihakan media bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Bukan tidak mungkin dalam suatu kasus, media memberikan pandangannya melalui pemberitaannya. Hal tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor, baik internal maupun eksternal, keduanya dapat memengaruhi idealisme media dalam memberitakan suatu peristiwa. Faktor ideologi sangat memengaruhi isi pemberitaan pada media tersebut. Semua itu tergantung dari apa yang ingin disampaikan media dalam memberitakan suatu peristiwa.



frame antara Media Indonesia dan Republika. Dari perbedaan tersebut, terlihat bahwa masing-masing media memiliki cara pandang sendiri terhadap suatu peristiwa. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor ideologi masing-masing media. Media Indonesia memberikan perhatian yang besar terhadap kasus Gayus. Bagi Media Indonesia, kasus ini adalah momentum yang baik bagi pemerintah untuk bisa membuktikan keseriusannya dalam memberantas korupsi. Melalui beritanya, Media Indonesia bermaksud menunjukkan kepeduliannya akan pemberantasan korupsi di negeri ini. Media Indonesia sangat konsisten dalam mengungkap dan mengawal hingga tuntas kasus ini. Namun, pada isi beritanya, Media Indonesia selalu mengarahkan bahwa ada keterlibatan seorang tokoh politik pada kasus ini. Republika dalam kasus ini berada pada posisi netral. Dengan tidak banyak melakukan penonjolan atas isi beritanya, Republika tidak menempatkan diri berada pada posisi mana dalam kasus ini. Republika terkesan sangat hati-hati dalam memberitakan kasus ini. Dengan demikian, Republika tidak menganggap ada hal serius yang perlu diungkapkan dalam kasus ini. Dari perbedaan frame kedua media tersebut menunjukkan bahwa dalam memandang suatu kasus, media memiliki cara pandangnya sendiri. Meskipun kasusnya sama, media mengemasnya secara berbeda berdasarkan sudut pandang dan faktor ideologi yang memengaruhi isi media mereka. Framing dibentuk untuk menegaskan kepada khalayak, pada posisi mana mereka berada. Daftar Pustaka Eriyanto, “Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Polotik Media)”, LKiS,Yogyakarta, 2002. Hamad, Ibnu, “Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa”, Granit, Jakarta, 2004. Sobur, Alex, “Analisis Teks Media”, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.



Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan atas pembingkaian berita Gayus Tambunan di surat kabar Media Indonesia dan Republika, penulis dapat merumuskan kesimpulan bahwa ada perbedaan 38



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Optimalisasi Peranan Humas Dalam Organisasi Dakwah



OPTIMALISASI PERANAN HUMAS DALAM ORGANISASI DAKWAH Asep Saefudin Ma’mun Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Esa Unggul, Jakarta Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] Abstrak



Humas atau public relations adalah sebuah fungsi manajemen yang dijalankan secara berkesinambungan dan berencana, dan melalui hal ini organisasi-organisasi dan lembaga, baik yang berifat umum maupun pribadi, berusaha memperoleh dan membina pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka yang memiliki sangkut paut dengan organisasi atau lembaga dengan cara menilai pendapat umum di antara mereka dengan maksud menghubungkan sedapat mungkin kebijakan dan ketatalaksanaannya untuk mewujudkan kerjasama yang produktif melalui perencanaan dan penyebarluasan informasi, untuk kepentingan bersama yang lebih efisien. Mengoptimalisasi peranan humas mutlak diperlukan supaya humas dapat lebih memperoleh pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang bersangkutan dengan kepentingan organisasi. Optimalisasi peranan dapat dilakukan melalui penelitian dan penegakan etika, karena keduanya dapat menentukan sasaran dan cara yang tepat, lebih-lebih untuk organisasi dakwah yang menuntut keabsahan informasi dan kewibawaan pendakwah. Kata kunci: optimalisasi, peranan humas, dakwah.



Pendahuluan. Sekalipun kedudukan humas dalam organisasi dakwah telah sama-sama kita yakini memiliki peranan penting, tetapi untuk mengoptimalkan peranan humas dalam arti menjadi lebih berperan, lebih baik peranannya, lebih menguntungkan, selalu memerlukan pengkajian-pengkajian. Pengkajian untuk menentukan langkah-langkah strategis humas khususnya untuk kepentingan dakwah. Langkah-langkah strategis merupakan wujud konkret untuk memenuhi indikator-indikator keberhasilan kegiatan humas. Istilah “Humas”, kependekan kata Hubungan Masyarakat, terjemahan kata Public Relations, telah dikenal luas di Indonesia. Terutama di instansi pemerintah termasuk di lembaga non-pemerintah. Sekalipun kata hubungan masyarakat sebagai terjemahan kata public relations, ditinjau dari Ilmu Komunikasi, kurang tepat. Istilah public dalam public relations bukan masyarakat dalam pengertian society (Polak: 1962: 16), yaitu wadah seluruh antar hubungan sosial, seluruh jaringannya dalam arti umum, tanpa menentukan suatu batas tertentu. Istilah publik menurut John Dewey (Cutlip. 2005: 213) adalah sebagai satuan sosial aktif yang terdiri dari semua pihak yang terpengaruh, yang mengenali masalah bersama, yang untuk itu mereka dapat mencari solusi bersama. Sedangkan kata publik dari sudut pandang opini publik menurut Canfield (1968: 4)adalah sekelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan mempunyai pendapat bersama terhadap masalah yang kontroversial. . Di samping terjemahan masyarakat untuk kata public, terjemahan kata relations dengan hubungan pun tidak tepat. Karena kata hubungan dalam bahasa Inggris adalah relation, tidak menunjukkan hubungan



yang banyak atau yang saling berhubungan. Sedangkan pengertian relations menunjukkan banyak hubungan atau saling berhubungan. Karena istilah humas telah memasyarakat, maka untuk pembahasan selanjutnya, kita gunakan pengertian humas/ public relations yang menurut definisinya terdapat anggapan bahwa humas/ public relations merupakan ilmu; sistem; seni; fungsi; proses; metoda; kegiatan dan sebagainya.



Peranan humas /public relations.



Peranan, dalam kontek di sini, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan yang dilakukan. Peranan, sudah tentu tidak lepas dari fungsi, yang berarti kegunaan suatu hal. Membicarakan peranan humas/public relations, perlu melakukan analisis terhadap pengertian dan definisi humas/ public relations. Sedangkan definisi humas/public relations itu sangat banyak jumlahnya. Hingga awal tahun 1970 (Effendy:2007) tidak kurang dari dua ribu definisi yang dijumpai dalam buku-buku, majalah ilmiah, dan berkala lainnya yang dikemukakan para ahli public relations dari berbagai sudut pandang. Kemudian The International Public Relations Association merumuskan sebuah definisi yang diharapkan dapat diterima semua pihak. Definisinya adalah : Public Relations is a management function of a continuing and planned character, through which public and private organizations and institutions seek to win and retain the understanding, sympathy and support of those with whom they are or may be concerned by evaluating public opinion about themselves, in order to correlate as far as possible, their own policies and procedure to achieve, by planned and widespread information more productive cooperation and more efficient fulfillment of their common interest.



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



39



Optimalisasi Peranan Humas Dalam Organisasi Dakwah



The British Institute of Public Relations (Jefkins: 1983) mendefinisikan sebagai berikut: Public Relations practice is the deliberate, planned, and sustained effort to establish and maintain mutual understanding between an organisation and its public. Jefkins mengemukakan analisis: It is “the deliberate, planned, and sustained effort ” meaning that PR activity is organised as a campaign or programme and is a continuous activity. It is not haphazard. Its purpose is “to establish and maintain mutual understanding” that is, to make the organisation understood to others. This mutual understanding is thus between organisation and its public or rather publics, since many groups of people are involved. Terdapat penjelasan dari kedua definisi di atas (Effendy : 2007) bahwa secara implisit terdapat tiga fungsi hubungan masyarakat/PR. Yaitu : mengetahui secara pasti dan mengevaluasi pendapat umum yang berkaitan dengan organisasinya.. Menasehati para eksekutif mengenai cara-cara menangani pendapat umum yang timbul. Menggunakan komunikasi untuk memengaruhi pendapat umum. Ciri hakiki humas/PR ialah berlangsungnya komunikasi timbal balik. Orang humas/PR harus peka terhadap pendapat umum (opini publik). Frank Jefkins (1983) kemudian mengemukakan definisinya sendiri sebagai berikut : Public Relations consist of all forms of planned communication, outwards and inwards, between an organisation and its publics for the purpose of achieving specific objectives concerning mutual understanding. Kemudian mengemukakan analisis: The first part of this definition tidies up the IPR version and specifies that the purpose is not merely mutual understanding but achievement of specific objectives. The management by objectives method is applied to PR. When there are objectives, results can be measured against them, making PR a tangible activity. If a PR programme is mounted to achieve a declared objective the result can be observed or measured. If necessary, marketing research techniques can be used to test the degree of success or failure of a PR campaign. Dalam tahun 1976, Rex Harlow (Theaker : 2004) telah meneliti 472 definisi Public Relations, untuk kemudian memunculkan satu defiinisi sebagai berikut : Public Relations is a distinctive management function which helps establish and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptance, and co-operation between an organisation and its publics, involves the management of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinion; defines and emphasizes the responsibility of management to serve the public interest; helps management keep abreast of and effectively utilise change, serving as an early warning system to help anticipate trends; and uses research and ethical communication techniques as its principal tools. Mengenai timbulnya berragam definisi dikemukakan Grunig dalam Excellence in Public Relations and Communication Management (1992) bahwa para ahli dan praktisi tidak hanya berbeda dalam keluasan bagaimana mereka mendefinisikan dan 40



menggambarkan PR dan komunikasi organisasi, tetapi juga dalam asumsi tentang tujuan dan efeknya. Sebagian melihat bahwa tujuan PR adalah manipulation atau bekerja dengan penuh keahlian dalam informasi, system dan lain-lain untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Sebagian lagi melihat PR sebagai diseminasi informasi, resolusi konflik, atau promosi untuk saling pengertian. Grunig kemudian mendefinisikan public relations as the management of communication between an organization and its publics. Definisi ini mensejajarkan PR dengan manajemen komunikasi. Menurut Grunig (1992) PR /manajemen komunikasi lebih luas dari tehnik komunikasi dan lebih luas dari program-program khusus PR seperti hubungan dengan media atau publisitas. PR/manajemen komunikasi menggambarkan seluruh perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sebuah komunikasi organisasi dengan publik eksternal dan internal, yang memberi dampak terhadap kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan. Dalam pengertian ini PR/manajemen komunikasi adalah juga komunikasi organisasi. Dalam dunia akademik, komunikasi organisasi secara luas digunakan untuk menggambarkan komunikasi antara individu-individu dalam organisasi. Bagaimana top managers, subordinates, middle-level managers, and other employees berkomunikasi satu sama lain dalam organisasi. Mengenai publik internal dan eksternal, menurut Jefkins (1983) publik bukan hanya dua publik yang besar yaitu pegawai, dan pelanggan atau customers. Tetapi terdapat tujuh publik utama ( seven basic publics), yaitu : community; employees; suppliers of services and materials; investors-the money market; distributors; consumers and users; opinion leaders. Jenis dan ragam publik tersebut sesuai tipe masing-masing organisasi. Alasan mengapa publik harus ditentukan, karena apabila macam publik tidak ditentukan, sasaran terlalu luas, dan akan terjadi penghamburan biaya, waktu, peralatan, dan lain-lain yang mengakibatkan sasaran program tidak akan tercapai. Grunig, dalam Managing Public Relations (1984) mengemukakan empat model public relations sebagai representasi public relations dalam praktek, yaitu model press agentry/publicity; public information; two-way asymmetric model, dan two-way symmetric. Setiap model dibedakan oleh tujuannya, dan sekalipun public relations mengembangkan fungsinya sebagai komunikasi persuasif, tetapi tidak semua model digunakan untuk tujuan persuasif. Press agentry/publicity digunakan untuk tujuan propaganda; public information untuk tujuan penyebarluasan informasi, tidak semestinya melakukan persuasi secara intensif. Two-way asyimmetric model bertujuan sebagai scientific persuasion melalui teori ilmu pengetahuan social dan penelitian tentang sikap dan perilaku untuk melakukan persuasi terhadap public agar menerima sudut pandang organisasi dan



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Optimalisasi Peranan Humas Dalam Organisasi Dakwah



memberikan dorongan. Dalam two-way symmetric model praktisi public relations memberikan pelayanan sebagai mediator antara organisasi dan public. Tujuannya agar tercipta saling pengertian di antara institusi tersebut. Model press agentry/publicity dan public information adalah model komunikasi satu arah, sedangkan model two-way asymmetric dan two-way symmetric adalah model komunikasi dua arah, kepada dan dari public. Terdapat perbedaan mendasar antara two-way asymmetric model dengan symmetric model. Model asymmetric tidak mengubah organisasi sebagaimana hasil public relations. Organisasi hanya berupaya mengubah sikap dan perilaku public. Model two-way symmetric lebih berfokus pada dialog daripada monolog, dan pihak manajemen akan mengubah kebijakannya setelah diperoleh hasil usaha public relations.



Optimalisasi peranan humas Banyak referensi yang menunjukkan upaya untuk mengoptimalkan peranan humas/public relations. Antara lain, pertama, melalui penelitian (research). Newsom at.al (2010) menyatakan bahwa penelitian adalah fundamental bagi operasional public relations. Setiap kegiatan public relations, dalam menentukan strategi dan taktiknya dimulai dengan mengumpulkan beberapa fakta pendahuluan yang diperoleh melalui penelitian. Kunci dalam penelitian adalah untuk mengetahui secara tepat apa yang ingin kita ketahui dan bagaimana kita rencanakan untuk menggunakan informasi yang kita peroleh. Kebanyakan penelitian public relations dikerjakan untuk mengetahui isu, macam-macam publik, isi dan khalayak media dan untuk mengevaluasi hasil-hasil kegiatan public relations. Penelitian atau research menurut Seitel (2011) adalah interpretasi dan koleksi secara sistematis informasi untuk menambah pengertian. Banyak asosiasi public relations yang menyampaikan informasi. Institusi harus melakukan penelitian secara akurat yang bersangkutan dengan data tentang publics, products, dan program untuk menjawab pertanyaanpertanyaan sbb: bagaimana kita dapat mengidentifikasi dan menentukan kelompok konstituen kita. Bagaimana pengetahuan berhubungan dengan rancangan pesan kita. Bagaimana hubungan public, produk, dengan rancangan program kita. Bagaimana hubungan public, produk, terhadap media yang kita gunakan untuk menyampaikan pesan-pesan. Jefkins ( 1984) untuk research, menggunakan istilah marketing research atau riset pemasaran, sebagai cabang ilmu pengetahuan social untuk menghimpun informasi tentang pasar, baik itu pasar barang, maupun pasar jasa. Riset pemasaran meliputi segenap teknik riset yang digunakan untuk menyelidiki pendapat-pendapat, sikap, preferensi, dan motif. Sedangkan riset periklanan mencakup studi tentang sirkulasi, pembaca media, khalayak, prauji periklanan, nilai posisi iklan, dan tes lainnya. Seluruh himpunan



teknik inilah kadang-kadang disebut sebagai riset pemasaran, dan lebih luas dari riset pasar. Walaupun syarat-syaratnya cenderung lebih longgar. Penelitian yang dilakukan pemerintah biasanya disebut survey social dan penelitian sosiologis disebut studi perilaku. Upaya kedua untuk mengoptimalkan peranan humas/public relations adalah dengan menegakkan etika dalam melaksanakan kegiatan public relations. Menurut Jefkins (1984) public relations tidak akan dapat bekerja kecuali apabila dipercaya. Public relations sangat berbeda dari propaganda yang mengindoktrinasi menerima agama tertentu, social, maupun politik. Pada public relations kita bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi secara factual. Etika terutama sekali harus diterapkan pada setiap perilaku praktisi public relations. Integritas pribadi merupakan bagian integral dari profesionalisme seseorang. Apabila atasan atau klien meminta praktisi public relations melakukan sesuatu yang tidak etis, ia harus mampu menolaknya karena hal itu bertentangan dengan kode etik professional yang harus dijunjung tinggi. Grunig (1992) menyatakan bahwa public relations tidak dapat menjadi baik apabila organisasinya memiliki budaya otoritarian, manipulatif, dan pandangan yang asimetris dalam hubungan satu sama lain. Kita berargumentasi bahwa public relations yang baik adalah yang berdasar kepada pandangan bahwa public relations adalah symmetrical, idealistis dalam peranan social dan manajerialnya. Pandangan (world view) dapat dievaluasi melalui tiga criteria yaitu internal mereka logic dan koheren, keefektifan eksternal mereka dalam membolehkan orang dan organisasi untuk memecahkan permasalahan sesuai lingkungan mereka, dan kemampuan etika mereka untuk mempromosikan kebaikan dan keharmonisan social.



Optimalisasi Peranan Organisasi Dakwah



Humas



Dalam



Sebagaimana pendapat Grunig di atas, bahwa dengan memperhatikan keluasan cakupan kegiatan public relations, maka public relations adalah manajemen komunikasi. Apabila public relations sebagai manajemen komunikasi, maka public relations juga sebagai komunikasi organisasi. Alasan Grunig karena PR/manajemen komunikasi menggambarkan seluruh perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sebuah komunikasi organisasi dengan publik eksternal dan internal, yang memberi dampak terhadap kemampuan organisasi untuk mencapai tujuan. Banyak para ahli atas dasar hasil penelitiannya yang bersangkutan dengan perkembangan permasalahan yang dihadapi organisasi, mengemukakan upaya-upaya supaya komunikasi organisasi mencapai tujuan yang dikehendaki. Antara lain, Eric M. Eisenberg dan kawan-kawan (2010) dalam Organizational Communication memulai pembahasannya dengan mengemukakan komunikasi



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



41



Optimalisasi Peranan Humas Dalam Organisasi Dakwah



dan perubahan dalam dunia kerja. Dikemukakannya bahwa akhir-akhir ini (abad 21) kondisi dalam dunia kerja telah berubah secara signifikan. Adalah penting untuk menguji kembali asumsi kita tentang efektivitas upaya untuk mencapai keberhasilan. Dengan mengemukakan contoh dalam berbisnis, pola interaksi yang efektif tahun lalu sudah menjadi usang saat ini sehubungan adanya perubahan cita rasa pelanggan, nasabah (termasuk khalayak) serta perkembangan teknologi. Perubahan itu memang tidak bisa dihindari.The Change is inevitable. Perubahan besar dalam organisasi di abad 21 ini menurut Eric (2010) ditandai dengan tiga dimensi kritis, yaitu space, time and loyalty. Tentang space, di abad 21 ditandai dengan perubahan dalam politik secara global (berakhirnya perang dingin, bubarnya Uni Sovyet, dan runtuhnya tembok Berlin, serta munculnya masyarakat Uni Eropa). Kemudian terjadi globalisasi. Globalisasi mensyaratkan organisasi untuk berkomunikasi dengan cara melampaui ruang dan waktu.. Banyak ahli berpendapat bahwa globalisasi terjadi karena perkembangan yang cepat di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Apabila memperhatikan globalisasi di bidang informasi, banyak manfaat yang dapat diraih dalam melaksanakan komunikasi organisasi. Unsur Kecepatan, kejelasan, dan keluasan jangkauan dalam menyampaikan informasi dapat dengan mudah terlaksana. Tetapi selain nilai positif akibat globalisasi informasi, terdapat nilai negatif yang merugikan nilai moral dan ilmu pengetahuan. Prof.Dr.Alwi Dahlan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi (1997) mengemukakan bahwa dengan kemampuan teknologi yang tinggi dan adanya jaringan-jaringan global, maka produksi informasi pun meningkat dengan cepat. Laju pertumbuhan dan akumulasi informasi akan terus meningkat, sehingga informasi makin sulit dikendalikan. Prof. Alwi Dahlan juga mengemukakan, kecuali produksi informasi ilmiah, dunia juga dibanjiri oleh produksi dari jaringan komunikasi massa global, regional, dan nasional yang menghasilkan dan menyebarkan produk informasi hiburan yang jauh lebih banyak. Sebagai akibat, masyarakat dibanjiri informasi dari segala penjuru. Menurut Encyclopaedia, Informasi yang bersifat umum ini berlipat dua lebih cepat dalam waktu dua setengan tahun, dibanding dengan informasi ilmiah yang berganda setiap 12 tahun. Akibatnya terjadi beban informasi yang berlebihan (information overload) dan tidak jarang ahli melihatnya lebih sebagai mudharat daripada manfaat. Mengutip pendapat Michael Marien, pengetahuan atau informasi yang benar-benar dapat memberi arah kepada masyarakat justru semakin berkurang jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah informasi hiburan dan komersial.



42



Peran humas/public relations dalam organisasi dakwah adalah sangat vital. Kesuksesan organisasi dakwah terletak kepada kemampuan melakukan komunikasi organisasi. Sebagaimana dikemukakan Eric (2010) secara teoretis, dalam mempelajari komunikasi organisasi, terdapat empat perspektif. Pertama adalah perspektif dengan pendekatan manajemen klasik yang membahas antara lain manajemen secara ilmu pengetahuan; kedua tentang pendekatan hubungan manusia yang membahas antara lain tentang studi yang bersangkutan dengan hubungan manusia; ketiga tentang pendekatan sumber daya manusia; dan keempat tentang system dan interdependensi dalam system. Patut dapat diyakini bahwa keberhasilan humas/public relations dalam organisasi dakwah karena didasari keyakinan sebagai suatu perbuatan jihad mengemban amanah risalah. Kredibilitas sumber terjamin karena memiliki kemampuan ilmiah, dan adanya kepercayaan masyarakat karena sumbernya dapat dipercaya. Insya Allah.



Kesimpulan. Kedudukan humas dalam sebuah organisasi memiliki peranan penting. Agar fungsi humas dapat lebih berdaya guna maka peranan humas perlu dioptimalkan. Optimalisasi peranan terutama dapat dilakukakn melalui penelitian, sehingga diketahui secara tepat apa yang kita ketahui dan bagaimana kita merencanakan. Optimalisasi peranan juga dapat dicapai, melalui penegakan etika, karena etika akan membuahkan kepercayaan. Dalam organisasi dakwah yang didasari suatu keyakinan, tuntutan untuk mengoptimalkan peranan humas adalah suatu keharusan. Karena pendakwah dituntut untuk menyampaikan informasi yang bernilai pengetahuan dan wibawa pendakwah tergantung dari besarnya kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disampaikannya dan terhadap etikanya. Daftar pustaka Alwi Dahlan, “Pemerataan Informasi, Komunikasi, dan Pembangunan”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Komunikasi, Universitas Indonesia. 1997 Canfield, Betrand R., “Public Relations”, 1968, Richard D. Irwin, Illinois. 1968 Cutlip, Scott M. at.al, “Effective Public Relations”, Indeks, Jakarta. 2005 Eisenberg, Eric M, at.al. “Organizational Communication”, Bedford/St. Martin’s Boston New York. 2010



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



Optimalisasi Peranan Humas Dalam Organisasi Dakwah



Grunig, James E & Todd Hunt, “Managing Public Relations”, CBS College Pblishing New York. 1984 Grunig, James. E, “Excellence in Public Relations and Communication Management”, Lawrence Erlbaum ASssociates, New Jersey. 1992 Jefkins, Frank, “Public Relations”, Mc Donald & Evans Ltd, Estover, Plymouth. 1984



Newsom, Doug, at.al, “This is PR, The Realities of Public Relations”, Michael Rosenberg, Boston. 2010 Onong Uchyana Effendy, “Ilmu Komunikasi dalam Teori dan Praktek”, Remaja Rosda Karya, Bandung. 2007 Theaker, Alison, “The Public Relations Handbook”, Routledge, 2 Park Square. 2004



Mayor Polak, “Sosiologi”, Balai Buku Ikhtiar, Jakarta. 1962



Jurnal Komunikologi Volume 9, Nomor 1, Maret 2012



43



Mengenal Komunikasi Multimedia dan Sistem Operasi Komputer Macintosh



MENGENAL KOMUNIKASI MULTIMEDIA DAN SISTEM OPERASIONAL KOMPUTER MACINTOSH Ikbal Rachmat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul, Jakarta Jalan Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected] Abstrak Paradigma saat ini di sebagian besar masyarakat kita adalah bertipikal watching society. Hal ini terlihat dari kurangnya minat baca. Kegiatan “menonton dan mendengar” lebih disukai dan lebih bisa dinikmati daripada kegiatan membaca. Hal ini menyebabkan sumber informasi yang isinya berupa teks dan gambar masih dirasa kurang mencukupi kebutuhan untuk sebuah sumber informasi. Sumber informasi dalam format multimedia (video dan audio) saat ini telah menjadi kebutuhan yang mendesak seiring dengan kemajuan teknologi infrastruktur seperti broadband access, 3G, WiFi, dan sebagainya. Demikian memang sesungguhnya bahwa multimedia itu sendiri mengubah hakikat membaca, dimana dengan multimedia menjadikan kegiatan membaca menjadi lebih dinamis dengan memberikan dimensi baru pada kata-kata, menjadi lebih hidup, dengan menyediakan lebih banyak teks yang disertai dengan bunyi, gambar, musik, animasi ataupun video. Kombinasi unsur-unsur tersebut dapat dirangkai dalam sebuah aplikasi/software berbasis multimedia dan salah satunya dengan menggunakan sistem operasi pada produk macintosh. Kata kunci: komunikasi, multimedia, macintosh



Pendahuluan



2.



Pada hakikatnya manusia hidup memerlukan komunikasi untuk dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam segala hal di segala aspek kehidupan. Ada yang bersifat interpersonal maupun antarpersonal. Komunikasi dapat terbangun dengan baik ketika elemen komunikasi itu sendiri juga terpenuhi seluruhnya, seperti siapa yang menjadi “communicator”, apa “message”nya, siapa “communican”nya, dengan “media apa” dilakukannya dan apa “effect”nya bagi yang melakukan komunikasi tersebut. Salah satu cara membangun komunikasi ini juga dapat dilakukan dengan bantuan perangkat (hardware dan software) multimedia. Bidang multimedia dibangun oleh organisasi pengembang multimedia dan terus tumbuh dan berkembang sampai saat ini, hal ini yang menjadi alasan mengapa multimedia banyak diminati, saat ini multimedia banyak digunakan oleh perusahaan sebagai alat persaingan usaha. Organisasi-organisasi pengembang multimedia berada dalam industri media yang memiliki aktifitas menjalankan kegiatan bisnis yang khusus memproduksi dan menangani mengenai informasi. Komunikasi merupakan suatu proses. Menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dkk proses ini melibatkan empat elemen atau komponen sebagai berikut : 1. Sumber/pengirim pesan/komunikator Adalah seseorang atau sekelompok orang atau suatu organisasi/institusi yang mengambil inisiatif menyampaikan pesan. 44



3. 4.



Pesan Tanda/lambang seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar, angka. Saluran Adalah sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian/pengiriman pesan. Penerima/Komunikan Adalah seseorang atau sekelompok orang atau organisasi/institusi yang menjadi sasaran penerima.



Sedangkan elemen lainnya yang juga sebagai faktor penting dalam proses komunikasi yakni : a. Akibat/dampak/hasil yang terjadi pada pihak penerima/komunikan. b. Umpan balik/feedback, yakni tanggapan balik dari pihak penerima/komunikan atas pesan yang diterimanya. c. Noise/gangguan, yakni faktor-faktor fisik ataupun psikologis yang dapat mengganggu atau menghambat proses komunikasi.



Mutimedia Multimedia berasal dari kata Multi yang berarti dari beberapa dan kata Media memiliki arti pembawa informasi yang spesifik, jadi singkatnya Multimedia memiliki definisi pembawa beberapa informasi yang spesifik. Menurut Vaughan ; 2004 Multimedia didefinisikan sebagai kombinasi teks, seni, suara, gambar, animasi dan video yang disampaikan dengan



Jurnal Komunikologi Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



Mengenal Komunikasi Multimedia dan Sistem Operasi Komputer Macintosh



komputer atau di manipulasi secara digital dan dapat disampaikan dan atau dikontrol secara interaktif. Definisi lainnya mengenai Multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga pengguna dapat bernavigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi. ( wikipedia ). Komunikasi Mutimedia Suatu proses yang melibatkan elemen-elemen atau komponen-komponen sebagai pembawa beberapa informasi yang spesifik berupa kombinasi teks, seni, suara, gambar, animasi dan video dapat juga di manipulasi secara digital yang dapat disampaikan dan atau dikontrol secara interaktif dengan komputer, perangkat elektronik dan atau media elektronik lainnya. Karakteristik Multimedia Terdapat empat karakteristik dasar sistem multimedia : 1. Multimedia merupakan sistem yang dikontrol oleh komputer, 2. Multimedia merupakan sebuah sistem yang terintegrasi, 3. Sebagai informasi yang direpresentasikan secara digital, 4. Antarmuka pada media tampilan akhir biasanya bersifat interaktif. (Marshall, 2001) Organisasi pengembang multimedia Organisasi pengembang multimedia memiliki jumlah yang tidak sedikit, diantaranya : 1. Organisasi Pengembang Multimedia berbentuk CD ROM atau berbasis web Organisasi ini bisa terdiri dari tenaga yang memiliki keahlian pada bidang multimedia dan bekerja merangkap mengerjakan hal-hal lainnya, contoh: seorang desain grafis tidak hanya mengerjakan bagian grafis tetapi juga mengerjakan desain antarmuka, pemindaian dan pemrosesan gambar. (Vaughan ; 2004) Selain itu ada pula organisasi yang terdiri dari tenaga yang memiliki keahlian pada bidang multimedia dan bekerja berdasarkan cakupan proyek dan individu yang dibutuhkan ( terdiri dari banyak tenaga kerja biasanya 18 anggota ). (Wes Baker, Profesor Cedarville University, Ohio). 2. Organisasi Pengembang Multimedia berbentuk Aplikasi Interaktif Kualitas Tinggi ( Game, Aplikasi Pendidikan, Pelatihan Komersial, Situs Web Interaktif ) Organisasi ini bisa terdiri dari tenaga yang memiliki keahlian pada bidang multimedia mempunyai tugas dan tanggung jawab yang



berbeda-beda ( biasanya 10 anggota). ( Villamil Monila ; 1997 ) Jenis - Jenis multimedia Terdapat 3 jenis multimedia, diantaranya : 1. Multimedia Interaktif Pengguna dapat mengontrol apa dan kapan elemen-elemen multimedia akan dikirimkan atau ditampilkan. 2. Multimedia Hiperaktif Multimedia jenis ini mempunyai banyak tautan (link) yang menghubungkan elemen-elemen multimedia yang ada. 3. Multimedia Linier Pengguna hanya menjadi penonton dan menikmati produk multimedia yang disajikan dari awal hingga akhir. Penggunaan Multimedia Beberapa bidang kehidupan yang menggunakan multimedia, yakni : 1. Bisnis Aplikasi multimedia untuk bisnis meliputi Presentasi, Pemasaran, Periklanan, Demo Produk, Katalog, Komunikasi di jaringan, dan Pelatihan. 2. Sekolah Multimedia dapat menjadi alat pengajaran elektronik yang dapat membantu pengajar. 3. Rumah Multimedia dapat dimanfaatkan sebagai media hiburan dan teman di rumah, misalnya : game. 4. Tempat Umum Multimedia dapat dijadikan sebagi tempat informasi, misalnya : informasi mengenai temapt yang sedang dikunjungi, kuliner dsb. 5. Virtual Reality (VR) Sebuah lingkungan yang menggunakan multimedia sebagai lingkungan virtual/maya yang merupakan ribuan objek geometris yang digambar dalam ruang 3 dimensi Perangkat Multimedia Berikut adalah perangkat-perangkat yang dibutuhkan : 1. Perangkat Lunak/Software Software digunakan untuk menjalankan fungsi multimedia pada komputer. Contoh perangkat lunak untuk multimedia adalah Windows media player yang dapat digunakan untuk menjalankan CD atau DVD pada komputer kita. 2. Perangkat Keras/Hardware a. CD / DVD ROM digunakan untuk memutar berbagai jenis CD, VCD dan DVD. b. Sound Card adalah perangkat yang terhubung pada papan induk (motherboard) yang berfungsi sebagai alat untuk mengolah dan mnegontrol suara, baik suara yang masuk (merekam) dan suara yang keluar melalu



Jurnal Komunikologi Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



45



Mengenal Komunikasi Multimedia dan Sistem Operasi Komputer Macintosh



speaker. Hal ini dimungkinkan karena pada sound card terdapat masukan (Line in, Mic dan MIDI) serta keluaran (line out/speaker out). c. Kartu grafis (Graphic Card / Display Adapter) merupakan perangkat yang terhubung langsung di papan induk komputer yang berfungsi untuk mengolah citra (gambar) agar mempunyai kualitas yang baik. Saat ini kartu grafis yang sering digunakan adalah kartu grafis yang menggunakan teknologi AGP (Accelerated Graphics Port). d. TV Tuner merupakan perangkat yang memungkinkan komputer untuk menangkap siaran televisi dan menampilkannya pada layar monitor. TV Tuner biasanya berupa kartu (card) yang dipasang pada card expansi. Tapi ada juga TV Tuner External yang dipasang di luar komputer, bahkan bisa langsung dihubungkan ke monitor. e. Speaker ( pengeras suara ) merupakan perangkat output untuk menghasilkan suara. Contohnya headset. 3. Kreatifitas Ide dan rancangan multimedia membutuhkan kreativitas khusus. Munculnya kreativitas didahului dengan mengetahui, mengenal dan mahir menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras yang ada. 4. Organisasi Sebagai wadah membuat dan mengorganisasikan garis besar serta rencana rasional yang nerinci keterampilan, waktu, biaya, peranti dan sumber daya yang diperlukan. Apple dan Sistem Operasi Macintosh Macintosh adalah nama dari komputer yang di buat oleh Apple inc. tidak seperti windows yang dijual bebas dan dapat diinstalasikan ke hampir semua merek komputer, Mac OS hanya dapat diinstalasikan secara legal ke komputer Apple Macintosh. Setiap pembelian baru sebuah komputer Apple secara otomatis akan mendapatkan Mac OS beserta beberapa aplikasi bawaan (iLife Suite, Comic Life). Visi dari Apple adalah memberikan pengalaman digital yang terintegrasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari pendiri Apple (Steve Jobs) bahwa “untuk perusahaan yang serius membuat software harus membuat juga hardwarenya sendiri “. Sehingga kombinasi software dan hardware membantu pengguna Mac untuk merasakan pengalaman komputasi yang “lengkap”. Produk Airport Express, Apple TV, iPhone dan desktop serta portable komputer berada dalam sebuah pengalaman digital yang terintegrasi. Dengan membuat sendiri seluruh perangkat dalam ekosistem tersebut, Apple memastikan interoperabilitas antar perangkat dan pengalaman yang terlengkap. 46



Standar Teknologi Macintosh Sistem operasi yang dibuat khusus untuk mendapatkan akselerasi yang prima, penggunaan Prosesor Intel dual-core menjadikan standar bagi semua produk apple. 1. Prosesor yang cepat Untuk sebuah Mac Mini (produk paling “murah”) dilengkapi dengan teknologi terbaru Core 2 Duo prosesor Intel - hingga 2.66GHz. dimana dengan standar ini kita dapat bekerja dalam waktu relatif yang lebih cepat untuk sebuah pekerjaan bidang grafis. 2. Grafis luar biasa Prosesor NVIDIA GeForce 320M grafis di Mac Mini membawa suasana hidup untuk sebuah game 3D. Hal ini juga memungkinkan kita dapat bekerja dengan resolusi tinggi untuk foto dan video dengan performa yang luar biasa. 3. Sistem operasi paling canggih di dunia Setiap Mac Mini hadir dengan Mac OS X Snow Leopard, sistem operasi yang dirancang khusus untuk bagian dalam teknologi canggih. Dibangun di atas fondasi rock-solid UNIX dan dirancang untuk menjadi sederhana dan intuitif, itu yang membuat Mac menjadi inovatif, sangat aman, kompatibel, dan mudah digunakan. Hardware Apple komputer Apple memang bukan komputer yang populer dibandingkan dengan komputer Wintel (Windows + Intel). Hal ini disebabkan antara lain harga jual yang jauh di atas daya beli pasar pada tahun 1990 sebagai dampak terlalu yakinnya Apple terhadap inovasi yang diciptakan tersebut. Alhasil, ketika Bill Gates memperkenalkan komputer bebasis Windows yang lebih terjangkau, Apple mengalami penurunan pembeli dan hampir tidak laku dipasaran pada tahun 1996. Setelah sekembalinya Steve Jobs selang satu tahun berikutnya tahun 1997, Apple mulai bangkit kembali. Steve Jobs membuang semua produk Apple yang tidak memiliki nilai jual tinggi dan mulai menghadirkan komputer yang dikenal sebagai komputer yang memiliki estetika tinggi dengan harga yang terjangkau dengan mulai menciptakan Mac OS X (10). Selang beberapa tahun kemudian tepatnya pertengahan tahun 2005, Steve Jobs mengumumkan bahwa komputer Apple di tahun 2006 akan mengusung prosesor Intel terbaru. Transisi dari Apple berbasis prosesor PowerPC ke prosesor Intel memungkinkan dijalankannya sistem operasi Windows yang bisa berjalan dengan sangat baik di komputer Apple. Aplikasi Multimedia dalam Macintosh (iLife) Semakin majunya teknologi komputasi membuat komputer mampu berinteraksi dengan



Jurnal Komunikologi Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



Mengenal Komunikasi Multimedia dan Sistem Operasi Komputer Macintosh



penggunannya dengan lebih interaktif. Kemampuan processing yang semakin cepat membuat komputer mampu menjalankan antarmuka grafis yang lebih mudah dimengerti oleh kalangan awam. Dengan demikian fungsi komputer sudah bergeser tidak lagi hanya sebagai mesin hitung saja (seperti asal kata computer = penghitung), tetapi juga sudah digunakan untuk keperluan hiburan dan multimedia, seperti untuk bermain game, memutar video, mendengarkan musik, sampai untuk keperluan pengolahan video. Kegiatan yang melibatkan multimedia ini secara tidak langsung juga telah membentuk gaya hidup baru, yang sering disebut dengan Digital Life Style atau gaya hidup hidup digital. Apple sebagai salah satu produsen komputer ternama memiliki produk yang memungkinkan penggunanya untuk berekspresi dalam dunia digital. Diawali dengan mengeluarkan aplikasi yang dikenal dengan iTunes dan aplikasi pengolah video yang dikenal dengan iMovie, kini apple telah memiliki jajaran produk yang lengkap dalam mengolah media digital. iLife merupakan paket aplikasi lengkap multimedia yang terdiri dari iTunes, iMovie, iPhoto, iWeb, iDVD dan Garage Band. Dirancang untuk memenuhi gaya hidup digital. Macintoh Operating System (X) Tampilan Mac OS (X) dapat dibagi menjadi empat komponen utama, yaitu Dock, Desktop, Menu bar, dan Finder. 1. Desktop Desktop adalah elemen yang paling mendominasi tampilan Mac OS (X). Tampilan desktop pada layar Mac senada dengan tampilan layar desktop pada sistem operasi windows, yakni dengan terdapatnya wallpaper yang memberikan tekstur pada desktop, shortcut ke aplikasi atau file, serta file dan folder yang disimpan didalam folder desktop. 2. Dock merupakan tempat kumpulan shortcut aplikasi. Secara default Dock terletak di bagian bawah pada tampilan layar (posisi tersebut dapat dipindahkan). Namun demikian Dock bukan hanya sebagai tempat kumpulan shortcut aplikasi saja, tetapi juga menjadi tempat aplikasi yang sedang dijalankan. Dengan kata lain Dock juga dapat berfungsi seperti halnya Start menu bar pada sistem operasi Windows. Jika kita perhatikan bagian bawah Dock pada saat pertama kali membuka Mac OS (X), ada satu titik biru yang terletak dibawah shortcut aplikasi Finder. Hal ini menandakan aplikasi yang aktif saat itu adalah aplikasi Finder.



Mac OS (X) memungkinkan menyesuaikan Dock, caranya pilih menu Apple, pilih Dock, lalu pilih Dock Preferences, sebuah dialog akan terbuka untuk melakukan ke semua pilihan kustomisasi Dock, diantaranya: a. Untuk mengubah ukuran Dock b. Merubah pebesaran Aktif (atau Tidak aktif) dengan mengklik dan mencentang dalam kotak dan tingkat pembesaran (Magnification). c. Menunjukkan di mana anda ingin Dock muncul. d. Memilih efek (Genie atau Skala) yang digunakan untuk meminimalkan window. e. Membuat Mac OS (X) menyembunyikan Dock ketika itu tidak digunakan 3. Menambahkan Aplikasi ke Dock Dengan kemudahan Dock, kita dapat menambahkan satu atau lebih aplikasi ke dalam Dock. Contohnya dengan menggunakan Keynote '08, perangkat lunak presentasi favorit pada Mac, lalu ingin menyimpannya di Dock setiap saat, caranya Klik kanan pada icon di Dock, lalu pilih Simpan di Dock dari menu yang muncul, atau buka folder Aplikasi, pilih Keynote '08 tahan klik dan tarik ke Dock sehingga setiap ingin menggunakan Keynote '08 , tinggal melakukan klik saja pada iconnya di Dock. 4. Menghapus Aplikasi dari Dock Jika ingin mengurangi jumlah aplikasi dari Dock, dapat dilakukan dengan mudah, cukup klik ikon folder, dokumen, atau aplikasinya yang ingin dihapus, lalu tarik keluar dari Dock, dengan melepaskan klik mouse aplikasi tersebut akan lenyap dalam kepulan asap virtual. 5. Menu Bar Menu bar merupakan tempat menu atau perintahperintah dari aplikasi yang sedang dijalankan atau yang sedang aktif. Menu bar pada Mac OS (X) secara konsisten terletak di bagian atas desktop dan akan menyesuaikan secara otomatis terhadap aplikasi yang sedang aktif. Secara default menu bar akan berisi menu dari aplikasi Finder. 6. Finder Finder dapat diibaratkan sebagai Windows Explorer di sistem operasi Windows. Kedua aplikasi ini memiliki fungsi yang hampir sama, yakni untuk mem-browse file yang ada di dalam komputer, menampilkan media penyimpanan atau peralatan seperti flash disk atau kamera digital yang terkoneksi dengan komputer. Tampilan Finder dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Toolbar, Source List, dan Area File. Toolbar merupakan tempat kumpulan beberapa perintah. Toolbar pada setiap aplikasi biasanya dapat dikostumisasi. Untuk melakukan kostumisasi tomboltombol pada toolbar, klik kanan pada toolbar dan pilih Costumize Toolbar pada menu yang muncul.



Jurnal Komunikologi Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



47



Mengenal Komunikasi Multimedia dan Sistem Operasi Komputer Macintosh



Source list merupakan tempat kumpulan item yang dapat menjadi sumber file. Ini dapat berupa folder, media penyimpanan ataupun komputer lain di dalam jaringan. Seperti halnya toolbar, item pada Source List Finder juga dapat di kostumisasi. Cukup dengan men-drag-drop file atau folder ke dalam Source List, maka akan didapat shortcut file atau folder tersebut pada Source List. Untuk menghilangkan Source List drag-drop file tersebut keluar Source List. Menggeser jendela aplikasi pada Desktop juga mudah dilakukan. Klik pada area yang berwarna abu-abu dari jendela aplikasi, dan drag ke tempat yang diinginkan. Untuk mengubah ukuran jendela aplikasi, klik sudut resize yang terletak di kanan bawah setiap jendela aplikasi, dan drag untuk menyesuaikan ukurannya.



Gouzali



Saydam, Teknologi Telekomunikasi, Perkembangan dan Aplikasi, ALFABETA, Bandung, 2008. Iwan Binanto, Multimedia Digital, Dasar Teori + Pengembangannya, ANDI, Yogyakarta, 2010. Jack Popo, Berkreasi Tanpa Batas dengan iLife’08, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008. Jack Popo, Berkreasi Tanpa Batas dengan iLife’08, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008. Sasa, D, et al. Pengantar Komunikasi, Universitas Terbuka, 1999.



Kesimpulan Perubahan teknologi membawa dampak pada berbagai sektor kehidupan, diantaranya kemudahan bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi. Hal ini tentu tidak serta merta diperoleh tanpa adanya media/perantara. Media audio visuallah yang menjadi pilihan favorit sebagian besar masyarakat untuk memperoleh sumber informasi yang dibutuhkan. Ada begitu banyak bentuk format audio visual yang bisa kita dapatkan, tentu hal ini tercipta dari sebuah rangkaian/tahapan dalam sebuah proses. Proses ini bisa saja di kerjakan dengan berbagai perangkat keras yang juga dilengkapi dengan perangkat lunak/software pada sebuah komputer. Macintosh merupakan produk yang diciptakan dari sebuah perusahaan IT bernama apple Inc. sebagai sebuah perusahaan yang mampu menciptakan sebuah perangkat keras/hardware dan perangkat lunak/software dalam sebuah komputer, macintosh memiliki kemampuan standar yang berbeda dengan komputer lain pada umumnya. Macintosh mampu digunakan untuk membuat karya audio visual multimedia berupa penyajian dan penggabungan teks, suara, gambar, animasi dan video dengan sangat baik. sehingga sebuah tayangan berbasis multimedia dapat diperoleh, semisal pada pesawat televisi, digital signage, gadget maupun perangkat jenis audio visual dan perangkat digital lainnya. Daftar Pustaka Aulia Masna & Dirgayuza Setiawan, Tip & Trik Menguasai Mac OS X, Jakarta, mediakita, 2008. Dirgayuza Setiawan, Keynote, Membuat Panduan Presentasi di Mac, Jakarta, Mediakita, 2008. Dirgayuza Setiawan, Panduan Praktis Menggunakan Mac, Jakarta mediakita, 2007.



48



Jurnal Komunikologi Volume 9 Nomor 1, Maret 2012



PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL KOMUNIKOLOGI JUDUL DITULIS DENGAN HURUF KAPITAL FONT GARAMOND 14pt Tanpa Gelar, Nama Penulis Satu¹, Kedua², dan Seterusnya. ¹Institusi Penulis Satu, Kotanya ²Institusi Penulis Dua, Kotanya Alamat Surat Menyurat [email protected] ABSTRAK Abstrak dalam bahasa Inggris (dengan cetak miring) dan Bahasa Indonesia. Abstrak merangkum secara ringkas tujuan penelitian, metodenya, hasilnya, serta kesimpulan utamanya. Hindari adanya pengutipan di dalam abstrak maksimum dua ratus kata. Abstrak disusun sedemikian sehingga menggambarkan keseluruhan isi naskah dan diupayakan untuk mudah dimengerti oleh berbagai pihak, baik peneliti maupun praktisi.



Kata Kunci : Berisi sekitar 3 kata kunci yang digunakan.



Pendahuluan



Sistematika Penulisan



Naskah yang dimuat dapat berupa ringkasan penelitian atau karya ilmiah populer dalam keilmuan komunikasi yang belum pernah atau tidak dalam proses publikasi di media cetak lain.



Naskah, baik yang berupa hasil penelitian dan yang bukan penelitian, secara minimal harus memuat bagian-bagian seperti terangkum dalam gambar 1.



Tabel 1 Format Penulisan No 1



Item Judul Naskah



2 3



Nama Penulis dan Afiliasi Abstrak



4



Judul bab



5



Judul sub-bab



Keterangan 14 pt;kapital;tegak dan tebal;center;1 spasi 12 pt;tegak dan normal;center;1 spasi 11 pt; tegak dan normal;justify; 1 spasi 13 pt;tegak dan tebal;”title case”. 13 pt;tegak dan tebal;”sentence case”



Naskah dituliskan dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia dengan memperhatikan berbagai kaidah ragam tulis baku. Naskah berbahasa Indonesia bisa memiliki abstract in English. Panjang naskah antara 10 sampai 30 halaman kertas A4: 29,7 cm X 21 cm. Margin atas dan kiri: 3,5 cm; sementara, margin bawah dan kanan: 3,5 cm.



Isi Naskah Naskah diketik 1 spasi dalam 2 kolom. Jenis huruf Garamond berukuran 12 pt yang dicetak tegak dan normal. Isi naskah dapat terdiri dari beberapa bab secara terpisah.



Format Penulisan Naskah dituliskan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Word dengan mengikuti format sebagaimana pada Tabel 1.



Persamaan, gambar dan tabel Setiap persamaan, gambar, dan tabel diberi nomor sesuai dengan urutan pemunculan. Cara penulisan identitas gambar dan tabel sebagaimana ditunjukkan pada kedua contoh di atas. Persamaan dituliskan dengan aplikasi Microsoft Equation dengan penomoran arab dipinggir kanan dan berkurung (). F=mXa (1) Kategori Naskah



Penelitian



Non Penelitian



• Abstrak • Kata Kunci • Pendahuluan • Metode Penelitian • Hasil dan Pembahasan • Kesimpulan • Daftar Pustaka



• Abstrak • Kata Kunci • Pendahuluan • Pembahasan • Penutup atau Kesimpulan • Daftar Pustaka



Gambar 1 Sistematika Penulisan



Kutipan Penggunaan kutipan dalam pendahuluan, isi naskah, dan kesimpulan dilakukan dengan mencantumkan nama penulis dan tahun penerbitan, misalnya (Foster, 2001) atau (Sotskov et al., 1999) Daftra pustaka diurutkan berdasarkan abjad nama penulisnya dengan contoh format (buku, jurnal, dan situs internet) seperti pada daftar pustaka.



Mengenai Tata Bahasa Berkaitan dengan sintaks dan grammar, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan: - Masalah awalan “di”. Penulisan yang benar sebagai berikut: ο Untuk kata depan (preposisi) “di”, kata sesudah “di” tidak digandeng. Contoh: di mana, di atas, di bawah, di sekolah. ο Untuk awalan (prefiks) “di”, kata sesudahnya langsung digandengkan. Contoh: ditulis, dimakan, dipukul. Trik berikut bisa dicoba. Saat membuat kata jadian itu, mana yang lebih cocok ditanyakan: “di mana?” atau “diapakan?” - Masalah penempatan spasi pada karakter khusus seperti “:”,”!”,”?”, ditulis tersambung dengan kata sebelumnya. Contoh: He!, Ada apa? - Seperti biasa, kata dalam bahasa asing dicetak italic, kecuali sudah yang benar-benar lazim. - Tanda kurung. Tidak ada spasi antara tanda kurung dengan kata di dalamnya. (Contohnya ini). Sama halnya dengan tanda kutip.



Kesimpulan Pedoman penulisan ini hanya akan digunakan oleh Redaksi untuk naskah-naskah yang pasti dimuat! Penulis memasukkan naskahnya dengan format 2 Kolom dan 1 spasi. Setiap naskah akan dinilai oleh editor sebelum dapat diterbitkan.



Daftar Pustaka Buku: Sarwono, Sarlito Wirawan, ”Psikologi Remaja”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.



Jurnal: Sulis Mariyanti, Peran Minat dalam Bidang Kerja Social Service”, Jurnal Psikologi, Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah UIEU, Vol. 4 No. 2, Desember 2006.



Surat Kabar/Majalah: Indra Lesmana, ”Quick Diagnosis Mempercepat Penanganan Cedera”, Tabloid Bola, 21 Maret 2008.



Situs Internet: Heru Susetyo, “Menggagas Kota Hak Asasi Manusia”, www.beritaiptek.com, tanggal akses. Catatan: 1. Literatur yang dimasukkan dalam daftar pustaka tidak hanya yang dikutip saja, namun perhatikan relevansinya dengan isi naskah. Selain itu, literatur yang tercantum harus memiliki tahun penerbitan yang tidak lebih dari 10 tahun dari saat ditulisnya naskah bersangkutan. 2. Isi naskah bukan tanggung jawab redaksi dan sepenuhnya berada pada penulis. 3. Naskah bisa dikirimkan melalui email: dengan [email protected] melampirkan CV penulis 4. Pengiriman melalui pos ditujukan ke: Pusat Pengelola Jurnal Ilmiah UIEU, Lt. 2 Ruang PAMU, Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510. Naskah dikirimkan ke kami rangkap 3.