Konsep Dasar Pemeriksaan Syariah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. Konsep Dasar Pemeriksaan Syariah 2. Audit syariah adalah sebuah proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan Seluruh aktivitas LKS terhadap prinsip syariah yang meliputi laporan keuangan, produk, penggunaan IT, proses operasi, pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis LKS, dokumentasi dan kontrak, kebijakan dan prosedur serta aktivitas lainnya yang memerlukan ketaatan terhadap prinsip syariah Kerangka kerja dalam pelaksanaan audit merupakan hal yang sangat penting. 3. Kerangka kerja berfungsi sebagai acuan bagi auditor melaksanakan pemeriksaan pada perusahaan. Sehingga tidak semua aspek harus diperiksa oleh auditor hanya yang memiliki resiko dan yang terkait yang harus diuji. Namun kerangka kerja audit yang ada saat ini adalah kerangka kerja audit yang berdasarkan pada standar maupun aturan untuk perusahaan konvensional. Landasan utama audit konvensional hanya berorientasi pada hukum-hukum yang berasal dari konsensus masyarakat baik nasional maupun internasional. Sedangkan audit Syariah memiliki landasan hukum tambahan yaitu aspek Syariah berupa hukum dan prinsip Islam yang berasal dari Allah SWT. Aspek religiusitas ini tidak diakomodir oleh standar audit konvensional sehingga audit Syariah memerlukan standar acuan yang berbeda dan Kerangka kerja audit Syariah haruslah memiliki acuan tersendiri. 4. Kegiatan audit pada LKS terdiri dari tiga lapis, pertama Auditor internal melakukan pengujian pada laporan keuangan LKS memastikan kesesuaian dengan standar akuntansi yang berlaku umum dan tidak terjadi salah saji material; kedua, auditor eksternal melaksanakan pengujian atas hasil kinerja Auditor internal tersebut dan ketiga, auditor eksternal yang memiliki sertifikasi melakukan pemeriksaan untuk memastikan produk dan transaksi LKS telah Sesuai dengan prinsip dan aturan syariah yang berkenaan dengan laporan keuangan. 5. Dalam praktiknya, menyangkut pada audit Syariah di luar aspek laporan keuangan saat ini, merupakan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS). Sedangkan mengenai Kerangka kerja pelaksanaan tugas DPR sebagai auditor Syariah hingga saat ini masih belum dimiliki. Kerangka besar tugas dan wewenang DPS memang telah diatur melalui UU No. 21/2008 dan peraturan Bank Indonesia terkait akan tetapi aturan tersebut belum memberikan arahan prosedur yang jelas bagi pekerjaan DPS. Sehingga belum terjadi 1



standarisasi pemeriksaan yang dilakukan oleh DPS. Dengan demikian pemeriksaan yang dilakukan antara DPS yang satu dengan DPS yang lain bisa saja berbeda satu sama lain. Adapun Kerangka kerja DPR diatur dalam panduan surat edaran Bi No. 8/19/DPBS tanggal 24 Agustus 2006 perihal pedoman pengawasan syariah dan tata cara pelaporan hasil pengawasan bagi DPS. Laporan hasil pengawasan Syariah beserta kertas kerja pengawasan yang telah disusun oleh DPS, sesuai dengan peraturan ini, disampaikan kepada direksi, komisaris, DSN dan juga Bi. Selain itu dalam surat edaran tersebut juga dibahas mengenai laporan hasil pengawasan. 6. Pada dasarnya lembaga keuangan syariah belum memiliki Kerangka kerja pelaksanaan audit syariah yang sesuai dengan harapan Semestinya. Namun, telah memiliki panduan audit Syariah tersendiri yang mengakomodir prinsip dan hukum syariah untuk melaksanakan audit laporan keuangan LKS, dengan adanya PSAK Syariah yang dikeluarkan IAI (ikatan akuntan indonesia). Meskipun Kerangka kerja tersebut masih berupa panduan dan bukan standar baku yang khusus mengatur pelaksanaan audit syariah secara komprehensif sebagaimana yang telah dimiliki standar audit konvensional serta belum secara lengkap mengatur pemeriksaan semua aspek yang memiliki resiko kepatuhan syariah dalam LKS disebabkan hal yang sama terjadi pula pada kerangka kerja DPR yang saat ini hanya berupa pedoman yang dikeluarkan BI melalui surat edaran Bank Indonesia. 7.



8. Pemeriksaan Di Bank Syariah Menurut undang-undang



No.10 tahun 1998 bank adalah badan usaha



yangbmenghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut pasal 1 Undang-undang No.4 tahun 2003tentang perbankan, bank adalah bank umum dan bank kreditan rakyat yang berprinsip syariah yang dalam kegiatannya usanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannnya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.



2



Adapun berdasarkan pasal 1 Undang-undang no.10 tahun 1998 tentang perubahan undang-undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan, bank didefinisikan sebagai berikut : bank adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak ( wardiah, mia lasmi, 2013) Bank juga merupakan lembaga penghimpun dana yaitu menghimpun dari masyarakat luas yang dapat berupa demand deposit (giro), saving deposit (tabungan) dan time deposit (deposito).berbagai variasi lain yang dapat dilakukian oleh bank bergantung pada manajemen bank tersebut dalam rangka bersaing dengan bank-bank lainnya untuk memberikan produuk dan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat luas. (Wardiah,Mia lasmi 2013). Audit upaya kegiatan yang dilakukan secara wajar dan langkah-langkah memastikan sebuah laporan secara wajar, benar dan tepat.audit dalam lembaga keuangan syariah memberikan manfaat bagi umat dan berperan utama bagi auditor syariiah harus menjaga dan mengawasi syariah sebagai audit syariah diluar aspek laporan keuangan saat ini, merupakan tanggung jawab Dewan pengawas Syariah (DPS). Sedangkan mengenai kerangka kerja pelaksanaan tugas DPS sebagai audditor syariah hingga saat ini Indonesia masih belum memiliki kerangka besar tugas dan wewenang DPS memang telah di atur melalui UU No.21/2008 dan peraturan Bank Indonbesia terkait, akan tetapi aturan tersebut belum memberikan arahan prosedur yang jelas bagi pekerjaan DPS. Sehingga belum terjadi standarisasi pemeriksaaan yang dilakukan oleh DPS. Dengan demikian pemeriksaan yang dilakukan antara DPS yang satu dengan DPS yang lain bisa saja berbeda satu sama lain bagi keuangan syariah yang harus independen mdalam bersikap. Di indonesia termasuk bank yang memegang otoritas pembinaan dan pengawasan dibekali dengan kewenangan yang berkaitan tentang perizinan dan mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang



memberikan landasan kerja yang sehat bagi bank dalam



menjalankan segala usaha bank tersebut dengan tujuan mendorong terwujudnya sistem perbankan yang sehat.



3



Kegiatan mengawasi bank tersebut sebagai pelaksanaan monetary suopervision dimaksudkan untuk memonitor dan mengetahui lembaga keuangan bank dalam hal ini mematuhi ketentuan aturan yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dan menjalankan usaha perbankan.(Sadis Is, Muhammad ,2015) Pada hakikatnya otoritas pengawasan bank-bank di indonesia, bank indonesia secara intensif sejak tahun 2002 hingga sekarang terus melakukan regulasi terhadap aktivitas perbankan di indonesia. Pada tahun 2007-2008 bank indonesia mencanangkan program ekslarasi pengembangan dan pertumbuhannya. Dalam jangka pendek hingga tahun 2008 bank indonesia menargetkan peertumbuhan kuantitatif aset perbankan syariah yang cukup besar. Yaitu dapat mencapai minimal 15% dari seluruh aset perbankan nasional. Untuk itulah ekselerasi pertumbuhan tersebut perlu didukung oleh suatu kebijakan akselerasi yang tepat yang tidak hanya melibatkan bank indonesia dan pemerintah saja, tewtapi juga kompeten masyarakat lainnya seperti lembaga-lembaga pendidikan dan perguruan tinggi sebagai penyedia summber daya insani dalam memberikan dampak positif pada praktik audit perbankan yang ada di indonesia. Pembinaan dan pengawasan khusus dalam dalam perbankan syariah sekaligus bertujuan uintuk mengupayakan pemurnian pelayanan bank syariah agar benar-benar sejalan dengan jiwa ketentuan syariat islam yang harus dimulai dari mengefektifkan pelaksanaan tugas dewan pengawas syariah yang ditempatkan pada lembaga keuangan syariah. Menurut rekomendasi riset tersebut dps adalah tokoh kunci yang menjamin bahwa kegiatan operasional bank sesuai dengan prinsip syariah. Sebagaimana dapat diperiksa pada keputusan DSN No 03 tahun 2000, tugas dan funsi DPS adalah: Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Fungsi DPS adalah : 



Sebagai penasihat dan pemberi saran kepada direksi pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenal hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.



4







Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.



Adapun kewajiban anggota DPS sebagaimana tercantum kepada keputusan dewan syariah nasional tersebut adalah: 



Mengikuti Fatwa-fatwa DSN







Mengawasi kegiatan usaha kegiatan lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN







Melaoporkan kegiatan usaha dan perkembangan lembaga keuangan yang diawasinya secara rutin kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.



Terkait hal tersebut saat ini, lingkup pemeriksaan audit syariah di indonesia baru mencakup dua hal yaitu, pemeriksaaan audit pada laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal dan pemeriksaan kepatuhan syariah produk LKS yang dilakukan oleh DPS. Diluar kedua aspek tersebut belum jelas apakah sudah dicakup dalam pemeriksaan DPS atau belum. Mengingat DPS belum memiliki pedoman pemeriksaan yang jelas, sehingga biasa sja DPS yang satu telah melakukan pemeriksaan di luar aspek kepatuhan syariah produk LKS sedangkan yang lain belum. Mengingat DPS belum memiliki pedoman pemeriksaan yang jelas, sehingga bisa saja SPS yang satu telah melakukan pemeriksaan luar aspek kepatuhan syariah produk LKS sedangkan yang lain belum. Didasarkan pada penjelasan di atas mengidentifikasi audit syariah yang berjalan mayoritas cakupannya adalah perihal kesesuaian laporan keuangan dengan standar yang berlaku serta kesyariahan produk. Saat ini ruang lingkup audit syariah di indonesia telah mencakup aspek yang lebih luas dan telah sesuai harapan dan menunjukkan bahwa praktek audit syariah di indonesia telah berjalan dengan baik, sebagaimana yang dijelaskan. (Kaim, Ibrahim, Hameed, & Sulaiman,2009).



9. Prinsip, Prosedur, Dan Persyaratan Pemeriksaan Bank



5



Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41 /Pojk.03/2017 Tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemeriksaan Bank Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan,



Bab Iii Persyaratan Bagi Pihak-Pihak Yang Melakukan Pemeriksaan



Pasal 7 (1) Pihak Lain yang dapat melakukan pemeriksaan harus berbentuk badan. (2) Pemeriksaan dilakukan oleh tim pemeriksa yang paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang. (3) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri atas: a. pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan; b. Pihak Lain yang ditugaskan oleh Otoritas Jasa Keuangan; atau c. gabungan antara pegawai Otoritas Jasa Keuangan dan Pihak Lain.



Pasal 8 (1) Tim pemeriksa dari Pihak Lain wajib memenuhi syarat: a.tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test); b. bukan Pihak Terafiliasi terhadap objek yang diperiksa; c. memiliki sikap mental yang baik dan etika serta tanggung jawab profesi yang tinggi; d. bersikap independen, jujur, dan objektif; e. kompeten di bidangnya dan memahami ketentuan peraturan perundang-undangan perbankan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lain;dan f. secara terus-menerus mengikuti program pendidikan profesi dalam bidangnya masingmasing. (2) Penanggung jawab dari Pihak Lain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 6



Pasal 9 (1) Dalam hal Pihak Lain merupakan kantor akuntan publik, kantor akuntan publik wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa keuangan. (2) Selain kantor akuntan publik yang wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akuntan publik yang melakukan pemeriksaan wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai penggunaan jasa akuntan publik dan kantor akuntan publik dalam kegiatan jasa keuangan. (3) Ketua dan mayoritas anggota tim pemeriksa dari kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib: a. memiliki pengetahuan yang memadai tentang industri perbankan; dan b. memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan. (4) Penanggung jawab kantor akuntan publik harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan dalam Pasal 8 ayat (1).



Pasal 10 (1) Dalam memberikan penugasan kepada Pihak Lain untuk melakukan pemeriksaan, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan surat perintah kerja. (2) Pelaksanaan pemeriksaan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan surat perintah kerja dan kerangka acuan kerja (terms of reference) yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari surat perintah kerja.



Pasal 11 (1) Tim pemeriksa menyerahkan surat introduksi pemeriksaan dari Otoritas Jasa Keuangan kepada pihak yang diperiksa.



7



(2) Bank, Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib menolak tim pemeriksa yang akan melakukan pemeriksaan tanpa menyerahkan surat introduksi pemeriksaan dari Otoritas Jasa Keuangan.



Pasal 12 (1) Sebelum akhir pemeriksaan, tim pemeriksa melakukan konfirmasi dengan pimpinan Bank, pemimpin Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau pimpinan dari pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atas hasil pemeriksaan. (2) Apabila setelah proses konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat perbedaan pendapat, pimpinan Bank, pemimpin Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri atau pimpinan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dapat memberikan penjelasan secara tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya proses pemeriksaan.



Pasal 13 (1) Setelah proses pemeriksaan berakhir, tim pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan. (2) Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bank atau Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri. (3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia. (4) Penggunaan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh pihak di luar Bank harus dikonsultasikan dan memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Otoritas Jasa Keuangan.



Pasal 14 (1) Bank dan Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri wajib melakukan langkah perbaikan dan/atau penyempurnaan atas hal-hal yang ditemukan



8



dalam pemeriksaan serta melaporkan perbaikan yang dilakukan kepada Otoritas Jasa Keuangan. (2) Apabila diperlukan, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan untuk memastikan kebenaran laporan hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 10. Kertas Kerja Pemeriksaan Kertas kerja pemeriksaan terdiri dari semua dokumen yang dibuat sendiri dan juga yang diperoleh dari hasil kerja auditor sebagai dasar informasi yang dipakai untuk membuat suatu kesimpulan dan opini. Dokumen yang berisi seluruh informasi yang diperoleh, analisis yang dibuat, dan kesimpulan yang didapat selama melaksanakan audit. Kertas kerja pemeriksaan terdiri dari semua dokumen yang dibuat sendiri dan juga yang diperoleh dari hasil kerja auditor sebagai dasar informasi yang dipakai untuk membuat suatu kesimpulan dan opini.



   







  



A. Kegunaan kertas kerja pemeriksaan adalah sebagai berikut: Bahan bukti dalam memebrikan pendapat dan saran perbaikan (audit report). Membantu dalam merencanakan, menjalankan, dan mereview proses audit. Memungkinkan atasan untuk langsung menilai bahwa pekerjaan yang didelegasikan telah dilaksanakan dengan baik. Membantu auditor untuk menilai hasil kerja yang telah dilakukan sesuai dengan rencana, dan mencangkup semua aspek finansial serta operasional yang dapat dijadikan pedoman untuk memebrikan pendapat dan saran perbaikan. Sebagai dasar bahwa prosedur audit telah diikuti, pengujian telah dilakukan, sebab-sebab masalah diketahui, dan akibat dari masalah diungkapkan untuk mendukung pendapat (opini) dan saran (perbaikan yang diberikan). Memungkinkan staf auditor lain untuk dapat menyesuaikan dengan tugas yang diberikan dari periode ke periode sesuai dengan rencana penggatian staf audit. Sebagai alat bantu untuk mengembangkan profesionalisme bagi Internal Audit Division. Menunjukkan kepada pihak lain bahwa suatu pekerjaan audit telah dilaksanakan sesuai dengan standar keahlian yang dimiliki oleh staf audit hingga laporan evaluasi akhir yang sesuai dengan “audit proses”. B. Isi dan bentuk kertas kerja pemeriksaan



9



a. Isi dan bentuk kertas kerja tidak dapat ditentukan secara pasti dan standar karena sangat bergantung pada jenis pemeriksaan yang dilakukan serta tujuan dibuatnya kertas kerja. Meski demikian, kertas kerja pemeriksaan harus mencangkup aspek:  Perencanaan  Pengujian dan evaluasi atas kecukupan dan keefektifan dari sistem internal control yang ada  Audit prosedur yang telah dijalankan, informasi yang telah didapat, dan kesimpulan yang diambil  Review  Reporting  Follow up b. Kertas kerja harus lengkap, termasuk bukti pendukung untuk mendapatkan suatu kesimpulan. c. Selain hal-hal di atas, kertas kerja juga menyampaikan:  Dokumen perencanaan dan audit program  Control questionnaire, flowchart, checklist, dan narrative  Catatan dan memo hasil interview  Data organisasi, misalnya struktur organisasi dan job description  Fotokopi dari kontrak-kontrak dan perjanjian penting  Informasi tentang kebijakan operasional dan financing  Hasil dan evaluasi atas kontrol yang ada     



Surat konfirmasi Analisis atas transaksi, proses, dan saldo akun Hasil dari prosedur analytical review Audit report dan komentar manajemen PICA dari Auditee d. Media kertas kerja dapat berbentuk: kertas, disket, foto maupun media lainnya. e. Jika auditor menggunakan informasi keuangan dalam laporannya, maka kertas kerja harus mendokumentasikan dokumen akuntansi yang dipakai atau rekonsiliasi atas data tersebut. f. Kertas kerja dapat dikategorikan sebagai permanent file dan current file.



C. Persiapan pembuatan kertas kerja 



Kertas kerja “audit” harus rapi, jelas, ringkas dan komentar yang disampaikan harus bersifat umum tetapi yang dapat diterima. Hindari pernyataan atas praduga yang tanpa dasar; semua komentar harus didukung dengan data dan fakta. 10



















Memanfaatkan laporan, daftar dan schedule yang dibuat oleh petugas dari perusahaan (yang sedang diaudit) sangat membantu ketimbang menyalin kembali dan menyesuaikannya dengan bentuk kertas kerja (standar audit working, paper), dengan catatan bahwa kertas kerja tersebut sudah di-review, diberi tanda oleh staf yang mengerjakan, serta tanggal (sama seperti kertas kerja yang umum) dibuat oleh staf audit, dan ini merupakan bagian dari kertas kerja auditor. Kertas kerja harus dibuat dan disesuaikan dengan standar formulir yang tersedia. Penyajian yang lebih jelas dan keterangan yang rinci harus dibuat sebagai dokumen pendukung yang disajikan secara terpisah, dan merupakan satu kesatuan dengan kertas kerja induk (harus ada “cross reference”). Sebagian kertas kerja hanya akan memuat daftar pertanyaan atau catatan-catatan atas diskusi yang telah dilakukan sebelumnya, hal yang sangat penting adalah menyediakan tempat yang cukup dalam kertas kerja untuk membuat catatan-catatan penting agar sesuatu yang dievaluasi/diperiksa diketahui dengan jelas. Semua schedule/ daftar-daftar dan kertas kerja harus dapat dikaitkan satu sama lain sehingga memudahkan untuk mengidentifikasi, dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi. D. Filling



Semua kertas kerja audit harus di-file berurutan sesuai dengan indeks yang diberikan. Setiap file kertas kerja harus dapat diidentifikasikan, dan pada halaman pertama tertera:  Index File-file reference  Nama Perusahaan  Subjek yang diaudit  Tempat  Tanggal kunjungan hingga selesai  Tanggal laporan  Nomor file (jika ada lebih dari satu file)



E. Pengawasan dan pengamanan 



Kertas kerja yang berisi informasi rahasia perlu dijaga, diamankan, dan disimpan pada tempat yang tidak mudah diambil atau dibaca oleh staf lain, atau orang yang tidak mempunyai kepentingan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Internal Audit. Setiap staf Internal Audit wajib menjaga dan mengamankan kertas kerja secara terus menerus.



11



 



Jika file kerja (audit working paper file) hilang, hal ini harus segera dilaporkan kepada Coprporate Controller. Setiap tugas yang telah selesai, semua audit file, harus dikembalikan pada tempat yang telah disiapkan. F. Review Procedure



Semua kertas kerja harus di-review:  Diparaf/diberi tanda pada setiap kertas kerja oleh staf yang diberi tanggung jawab penugasan (staf/Person in Charge).  



Secara berkala di-review oleh Corporate Controller. Kesimpulan yang diperoleh atas hasil audit harus diungkapkan, sedangkan file kertas kerja umumnya berisikan bukti-bukti yang menyatakan bahwa pekerjaan audit telah selesai dan telah di-review oleh staf yang bertanggung jawab, serta semua masalah telah diungkapkan. G. Standar kode audit (audit tick mark)











Kode/tanda telah diperiksa (audit ticks) merupakan standar yang lazim dipakai oleh auditor dalam melaksanakan tugas dengan maksud untuk menghemat waktu. Semua kode yang digunakan harus diberi penjelasan di dalam kertas kerja dan harus ada hubungan dengan “Audit Program”, serta sebagai pembuktian atas pekerjaan yang telah dilakukan (audit procedure). Standar kode audit sebagai berikut:



12



KESIMPULAN Audit syariah adalah sebuah proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan Seluruh aktivitas LKS terhadap prinsip syariah yang meliputi laporan keuangan, produk, penggunaan IT, proses operasi, pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis LKS, dokumentasi dan kontrak, kebijakan dan prosedur serta aktivitas lainnya yang memerlukan ketaatan terhadap prinsip syariah Kerangka kerja dalam pelaksanaan audit merupakan hal yang sangat penting. Kerangka kerja berfungsi sebagai acuan bagi auditor melaksanakan pemeriksaan pada perusahaan. Sehingga tidak semua aspek harus diperiksa oleh auditor hanya yang memiliki resiko dan yang terkait yang harus diuji. Namun kerangka kerja audit yang ada saat ini adalah kerangka kerja audit yang berdasarkan pada standar maupun aturan untuk perusahaan konvensional. Landasan utama audit konvensional hanya berorientasi pada hukum-hukum yang berasal dari konsensus masyarakat baik nasional maupun internasional. Sedangkan audit Syariah memiliki landasan hukum tambahan yaitu aspek Syariah berupa hukum dan prinsip Islam yang berasal dari Allah SWT. Aspek religiusitas ini tidak diakomodir oleh standar audit konvensional sehingga audit Syariah memerlukan standar acuan yang berbeda dan Kerangka kerja audit Syariah haruslah memiliki acuan tersendiri. Menurut undang-undang



No.10 tahun 1998 bank adalah badan usaha



yangbmenghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut pasal 1 Undang-undang No.4 tahun 2003tentang perbankan, bank adalah bank umum dan bank kreditan rakyat yang berprinsip syariah yang dalam kegiatannya usanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannnya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. SARAN PERTANYAAN



13