25 0 685 KB
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEDAGANG DENGAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS PADA JAJANAN MAKANAN CILOK DI KOTA TANJUNGPINANG
Karya Tulis Ilmiah
Oleh:
Hafiz Widianto NIM. PO 7233315 410
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN 2018
i
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEDAGANG DENGAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS PADA JAJANAN MAKANAN CILOK DI KOTA TANJUNGPINANG
Karya Tulis Ilmiah Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan Lingkungan
Oleh: Hafiz Widianto NIM. PO7233315 410
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN 2018
i
LEMBAR PERSETUJUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEDAGANG DENGAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS PADA JAJANAN MAKANAN CILOK DI KOTA TANJUNGPINANG
Oleh: Hafiz Widianto PO 7233315 410
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Dosen Pembimbing Tanjungpinang, 28 Mei 2018
Pembimbing I
Pembimbing II
Zulya Erda,M.Si NIP.19850725 201212 2 002
Iwan Iskandar,SKM,MKM NIP. 19680714 199203 1 003
i
LEMBAR PERSETUJUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEDAGANG DENGAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS PADA JAJANAN MAKANAN CILOK DI KOTA TANJUNGPINANG Oleh: Hafiz Widianto NIM. P07233315 410
KARYA TULIS ILMIAH Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Ahli Madya Kesehatan Lingkungan
Karya Tulis Ilmiah ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Proposal KTI Prodi DIII Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang
Tanjungpinang, 25 Juni 2018 1. Weni Enjelina M.Si NIP. 198704042012122002
Ketua Penguji
1…………………
2. Iwan Iskandar,SKM,MKM NIP. 196807141992031003
Anggota 1
2…………………
3. Zulya Erda, M.Si NIP. 198507252012122002
Anggota 2
3…………………
ii
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL
:HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEDAGANG DENGAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS PADA JAJANAN MAKANAN CILOK DIKOTA TANJUNGPINANG
NAMA NIM POLTEKKES PRODI
: HAFIZ WIDIANTO : PO7233315 410 : POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG : DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
Tanjungpinang, 25 Juni 2018
KETUA PENGUJI
WENI ENJELINA M.SI NIP. 198704042012122002
ANGGOTA 1
ANGGOTA 2
IWAN ISKANDAR,SKM,MKM NIP.196807141992031003
ZULYA ERDA,M.Si NIP. 198507252012122002
KETUA PRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN
DIREKTUR POLTEKKES TANJUNGPINANG
HEVI HORIZA, S.SI, M.SI NIP. 19870922 201212 2 002
NOVIAN ALDO, SST.,MM NIP. 19611128 198803 1 002
iii
PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NIM Judul KTI
: Hafiz Widianto : PO7233315 410 : Hubungan Tingkat Pengetahuan Pedagang Dengan Kandungan Rhodamin B Dalam Saus Pada Jajanan Makanan Cilok Di Kota Tanjungpinang
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah benar hasil karya saya dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain. Demikian pernyataan ini dan apabila dikemudian hari terbukti dalam Karya Tulis Ilmiah ada unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tanjungpinang, ......... Yang membuat pernyataan, Materai Rp 6.000,00
Hafiz Widianto NIM. PO7233315 410
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH (KTI) UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang, Prodi DIII Kesehatan Lingkungan, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Hafiz Widianto
NIM
: PO7233315 410
Poltekkes
: Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang
Prodi
: Kesehatan Lingkungan
Jenis Karya
: Karya Tulis Ilmiah
menyetujui untuk memberikan kepada Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang, Prodi DIII Kesehatan Lingkungan Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) untuk tujuan pengembangan ilmu atas Karya Tulis Ilmiah (KTI) saya yang berjudul: Hubungan Tingkat Pengetahuan Pedagang Dengan Kandungan Rhodamin B Dalam Saus Pada Jajanan Makanan Cilok Di Kota Tanjungpinang dan perangkat yang ada (jika diperlukan). Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang berhak menyimpan, memformat, merawat dan mempublikasikan Karya Tulis Ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Tanjungpinang, ...... Yang menyatakan, Materai Rp 6.000,00
Hafiz Widianto NIM. PO7233315 410
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama NIM Agama Tempat, tanggal lahir Jenis kelamin No. Hp
: Hafiz Widianto : PO7233315 410 : Islam : Tanjungpinang, 09 April 1998 : Laki-Laki :-
Nama Ayah Pekerjaan No. Hp Nama Ibu Pekerjaan No. Hp Nama Saudara Kandung Alamat lengkap
: Nunung Wijono : PNS :: Endang Sugiarti : Ibu Rumah Tangga :: Pangestu Chaesar Saifurochman (Kakak) : Jalan Sri Mulyo
Riwayat pendidikan 1. Tahun 2003 - 2009 2. Tahun 2009 - 2012 3. Tahun 2012 - 2015 4. Tahun 2015 - 2018
: : SD Negeri 011 Tanjungpinang Barat : SMP Negeri 03 Tanjungpinang Barat : SMA Negeri 03 Tanjungpinang Barat : DIII Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’la yang telah melimpahkan
rahmat
dan
menyelesaikan Proposal
hidayahNya
sehingga
penyusunan
dapat
ini, yang diajukan guna melengkapi dan memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan tahap akhir DIII Kesehatan Lingkungan Kesehatan
pada
Institusi
Lingkungan
Politeknik
dengan
judul
Kesehatan “Hubungan
Tanjungpinang Tingkat
jurusan
Pengetahuan
Pedagang Dengan Kandungan Rhodamin B Dalam Saus Pada Jajanan Makanan Cilok di Kota Tanjungpinang”. Dalam Karya Tulis Ilmiah ini, penilisan telah banyak bimbingan serta saran dari berbagai pihak sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis tidak lupa /mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada 1. Novian
Aldo,
SST., MM.,
selaku Direktur
Polliteknik
Kesehatan
Kementtrian Kesehatan Tanjungpinang. 2. Hevi Horiza,S.Si, M.Si selaku Kepala Jurusan Kesehatan Lingkungan Tanjungpinang 3. Zulya Erda,M.Si sebagai dosen pembimbing pertama yang selalu bersedia memberikan dorongan dan semangat serta masukan, kritik dan saran dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Iwan Iskandar,SKM,MKM sebagai dosen pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengkoreksi setiap karya tulis ilmiah ini serta memberikan kritik dan sara kepada penulis.
vii
5. Weni Enjelina, M.Si sebagai dosen penguji yang menyempatkan waktu dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Seluruh dosen dan staf Poltekkes Tanjungpinang yang telah bersedia memberikan masukan dan meluangkan waktu yang diiliki kepada penulis selama menduduki perkuliahan di Poltekkes Tanjungpinang. 7. Kedua Orang Tua, yang penulis cintai dan sayangi Ayahanda (Nunung Wijono), Ibunda (Endang Sugiarti) dan Abang (Pangestu Chaesar Saifurochman) yang telah tulus, cinta mendidik dan membesarkan penulis hingga saat ini dan telah memberikan doa, nasihat, kasih sayang dan materi pembelajaran kehidupan yang tak terhingga yang tidak dapat penulis balas sampai kapanpun 8. Seluruh teman-teman mahasiswa Kesehatan Lingkungan Tanjungpinang Angkatan 7 yang telah memberikan dorongan terhadap penulisa baik suka maupun duka dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini terutama sahabat-sahabatku (Yenita Tri Irmawati, Intan Novita Sari dan jansvar Valentino) yang telah memberikan dorongan moril dan berjuang bersama dengan semangat terhadap penulis baik suka maupun duka. Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan kekurangan yang ada penulisan berharap semoga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak
Tanjungpinang, 25 JUNI 2018
Hafiz Widianto
viii
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungpinang Prodi Kesehatan Lingkungan Karya Tulis Ilmiah, Mei 2018 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KANDUNGAN RHODAMIN B DALAM SAUS PADA JAJANAN CILOK DI KOTA TANJUNGPINANG Hafiz Widianto1, Zulya Erda, M.Si2, Iwan Iskandar,SKM,MKM3 XV + 44 Halaman + 8 Tabel + 2 Bagan + 4 Lampiran + 14 Referensi ABSTRAK Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaan dalam peroduk-produk pangan dan salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industry tekstil dan kertas Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang, mengetahui kandungan Rhodamin B dalam saus dan mengetahui hubungan pengetahuan dengan kandungan Rhodamin B Penelitian dilaksanakan pada tanggal 10-13 Februari 2018 di Kota Tanjungpinang dengan pengambilan sampel saus cilok sebanyak 7 sampel dan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pedagang dilakukan pengukuran dengan menggunakan lembar kuisoner Hasil penelitian tingkat pengetahuan pedagang tentang kandungan Rhodamin B sebanyak 1 orang (14%) berpengetahuan baik, 2 orang (29%) berpengetahuan cukup dan sebanyak 4 orang (57%) berpengetahuan kurang. Hasil uji Rhodamin B pada 7 sampel saus didapatkan hasil 7 sampel negatif mengandung Rhodamin B Kata Kunci
:Jajanan, Rhodamin B
Referensi
: 13 (1985-2018)
1 : Mahasiswa Prodi Kesehatan Lingkungan 2 : Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah 3 : Pembimbing II Karya Tulis Ilmiah
ix
Ministry of Health Republic of Indonesia Health Polytechnic Tanjungpinang Environmental Health Study Program Scientific Writing, May 2018 THE RELATIONS OF THE LEVEL OF KNOWLEDGE WITH THE CONTENT OF RHODAMINE B ON CILOK SAUCE SNACKS IN TANJUNG PINANG CITY Hafiz Widianto1, Zulya Erda, M.Si2, Iwan Iskandar,SKM,MKM3 XV + 44 Pages + 8 Tabels + 2 Chart + 4 Attachmants + 14 References ABSTRAK Rhodamine B is an additional dye which is prohibited in food products and also a synthetic dye that usually used in the textile and paper industry. The aim of this research was to know the level of traders knowledge, knowing the content of rhodamin b in sauce
and knowing the relationship of knowledge with the content of rhodamin b. This research was conducted on 10-13 February 2018 in Tanjungpinang City with with sampling of cilok sauce as many as 7 samples and to knowing the level of knowledge of traders are measured by using a questionnaire sheet. The results showed the level of trader knowledge about the content of
Rhodamin B as much as 1 person (14%) have good knowledge, 2 person (29%) have sufficient knowledge, and as many as 4 person (57%) have less knowledge. The result of Rhodamin B test on 7 samples of sauce showed that 7 samples was negative contained Rhodamine B.
Keywords
: Snack, Rhodamine B
Reference
: 13 (1985-2018)
1. Environmental Health Student 2. Supervisor 1 3. Supervisor 2
x
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................... iii LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi KATA PENGANTAR ............................................................................................. vii ABSTRAK ............................................................................................................. ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 1.5 Ruang Lingkup ..................................................................................
1 3 3 4 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan .................................................................................... 2.1.1 Definisi Pengetahuan ............................................................... 2.1.2 Tingkat Pengetahuan ............................................................... 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan .................... 2.2 Bahan Tambahan Pangan................................................................. 2.2.1 Definisi Bahan Tambah Pangan ............................................... 2.2.2 Persyaratan Bahan Tambah Makanan ..................................... 2.2.3 Berdasarkan Cara Penambahan .............................................. 2.2.4 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan ................................ 2.3 Zat Pewarna ...................................................................................... 2.3.1 Definisi Zat Warna.................................................................... 2.3.2 Klasifikasi Zat Warna................................................................ 2.3.3 Dampak Zat Pewarna Terhadap Kesehatan............................. 2.4 Rhodamin B ...................................................................................... 2.4.1 Definisi Rhodamin B ................................................................. 2.4.2 Karakteristik Rhodamin B ......................................................... 2.4.3 Efek Rhodamin B ..................................................................... 2.5 Cilok .................................................................................................. 2.5.1 Pengertian Cilok ....................................................................... 2.5.2 Definisi Saus ............................................................................ 2.5.3 Ciri-Ciri Saus Yang Mengandung Rhodamin B ......................... 2.6 Kerangka Teori..................................................................................
5 5 5 7 8 8 9 10 11 13 13 15 20 21 21 22 22 23 23 24 24 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep .............................................................................. 26 3.2 Hipotesis ........................................................................................... 26 3.3 Variabel Penelitian ............................................................................ 26
xi
3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10
Definisi Operasional .......................................................................... Jenis dan Desain Penelitian .............................................................. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. Populasi dan Sampel atau Subyek .................................................... Pengumpulan Data............................................................................ Pengolahan Data .............................................................................. Analisis Data .....................................................................................
27 27 27 28 28 30 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umur ............................................................................... 32 4.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 32 4.2.1 Data Umum .............................................................................. 33 4.2.2 Data Khusus ............................................................................ 33 4.2.3 Hasil Uji Laboratorium .............................................................. 34 4.2.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kandungan Rhodamin B ............................................................................. 36 4.3 Pembahasan ..................................................................................... 36 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 44 5.2 Saran ................................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami ......................................................... 17 Tabel 2.2 Daftar Pewarna Sintetis yang diizinkan di Indonesia ............................ 20 Tabel 3.1 Definisi Oprasional ............................................................................... 27 Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Umur Pedagang Cilok DiKota Tanjungpinang .. 33 Tabel 4.2 Distribusi Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pedagang Cilok Dikota Tanjungpinang ..................................................................................... 33 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Kuisoner Jumlah Pertanyaan ...................... 34 Tabel 4.4 Distribusi Pedagang Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Total Keseluruhan Tentang Kandungan Rhodamin B ................................... 35 Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Rhodamin B Pada Saus Di BPOM Batam Tahun 2018 .................................................................................................... 36
xiii
DAFTAR BAGAN
Hal Bagan 2.1 Kerangka Teori ..................................................................................... 25 Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 26
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Banyak Negara berkembang seperti Indonesia masih berkutat dalam
masalha gizi, masalah keamanan pangan menjadi penting untuk diperhatikan karena dampak yang ditimbulkan dapat mempengaruhi masalah gizi dan kesehatan (Cahyadi, 2009). Menurut UU No.7 tahun 1996, menyatakan bahwa faktor kualitas makanan yang dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya adalah aman bagi masyarakat. Aman yang dimaksud mencakup bebas dari pencemaran biologis, mikrobiologi, logam berat dan pencemaran lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas aman. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa yang enak, warna dan konsistensinya baik dan awet. Untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan, maka pada proses pembuatannya sering dilakukan penambahan Bahan Tambahan Pangan. Menurut Permenkes RI No 033 Tahun 2012 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. asupan harian yang dapat diterima atau Acceptable Daily Intake yang selanjutnya disingkat ADI adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam milligram per kilogram barat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Bahan
1
Tambahan Pangan (BTP) biasanya terbuat dari zat yang alami, namun seiring dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
khususnya
perkembangan dibidang industri makanan dan minuman maka diciptakan zat pewarna dari hasil rekayasa teknologi karena warna merupakan salah satu faktor untuk menarik perhatian para konsumen. Salah satu zat pewarnya adalah Rhodamin B (Cahyadi, 2009). Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004, Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati. Rhodamin B sendiri beredar di lingkungan masyarakat seperti di jajanan makanan, jajanan sekolahan, bahan tambah seperti saos minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, kripik, kerupuk, terasi dan jajanan yang berwarna merah terang dan lainlain. Berdasarkan hasil penelitian Ilham Rizka Putra, dkk(2014) dari 25 sampel saus cabe yang dijual pada beberapa SD Negeri dan sekitarnya di Kecamatan Padang Utara, diperolah sebanyak 10 sampel saus cabe (40%) yang mengandung zat pewarna yang berbahaya yaitu Rhodamin B. Dilihat dari 25 pedagang saus cabai, ternyata 17 pedagang membuat saus sendiri dimana 7 sampelnya mengandung zat pewarna yang berbahaya Rhodamin B (41%) dan dari 8 sampel yang dibeli didapat 3 sampel yang berbahaya Rhodamin B (37,5%). Berdasarkan hasil obeservasi dai 7 sampel saus cilok Bandung di Kota Tanjungpinang dilakukan uji organoletik dan uji kain dengan hasil uji organoleptik didapatkan 4 sampel saus ciliok meiliki warna yang mencolok, banyak
2
memberikan titik-titik warna yang tidak homogen, bau yang tidak alami sesuai warnanya, sedikit rasa pahit. Sedangkan uji kain didapatkan bahwa ada 4 sampel yang susah untuk dihilangkan atau masih melekat pada kain tersebut. Pengetahuan
juga
mempengaruhi
apakah
dapat
menjawab
permasalahan kehidupan manusia yang sehari-hari dan dagunakan untuk mendapatkan kemudahan tertentu. Pengetahuan sendiri adalah hasil dari tau dan ini terjadi setelah seseorang melakukan suatu pengindraan suatu objek tertentu. Pengukuran Pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari penelitian (Notoadmodjo). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merasa tertarik untuk mengambil judul penelitian “Hubungan tingkat pengetahuan dengan kandungan Rhodamin B dalam saus pada jajanan makanan cilok Bandung di Kota Tanjungpinang.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengangkat masalah
penelitian
yaitu,
“Bagaimana
Tingkat
Pengetahuan
Pedagang
Dengan
Kandungan Rhodamin B Dalam Saus Pada Jajanan Makanan Cilok Bandung di Kota Tanjungpinang?”.
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Khusus a.
Diketahuinya tingkat pengetahuan penjual tentang Rhodamin B.
b.
Diketahuinya kandungan Rhodamin B dalam saus pada jajanan makanan cilok Bandung di Kota Tanjungpinang.
3
c.
Mengetahui hubungan pengetahuan dengan kandungan Rhodamin B dalam saus sambal dalam saus pada jajanan makanan cilok Bandung di Kota Tanjungpinang.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi ilmu pengetahuan Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang Rhodamin B dalam saus sambal pada jajanan makanan cilok Bandung untuk penelitian lanjutan.
1.4.2 Bagi peneliti Diharapkan dengan dilakukannya penelitian kandungan Rhodamin B dalam
saus
pada jajanan makanan cilok Bandung
ini peneliti dapat
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari perkuliahan dan menjadi pengalaman yang nyata dalam melaksanakan penelitian.
1.4.3 Bagi institusi Diharapkan dapat menambah referensi baik untuk institusi maupun para dosen dalam memberikan materi kepada mahasiswa tentang Rodamin B pada saus.
1.5
Ruang Lingkup Agar penelitian ini lebih terarah maka penulisan membatasai ruang
lingkup penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan pedagang dengan kandungan Rhodamin B dalam saus cilok.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan suatu pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa, raba dan pengecapan. Sebagian besar pengerahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmodjo). Pengetahuan yang ada pada manusia tersebut bertujuan untuk dapat menjawab permasalahan kehidupan manusia yang dihadapi sehari-hari dan digunakan untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan tertentu. Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari penelitian mengenai pengetahuan yang ingin kita ketahui disesuaikan dengan tingkat pengetahuan.
2.1.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoadmodjo tahap pengetahuan terdiri dari 6 tahap: a.
Tahu (Know) Pengetahuan diartikan sebagai mengungat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (Recall) terhadap yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima oleh karna itu tahu merupakan tingkat pengetahuan paling rendah.
5
b.
Memahami (Comprehension) Tingkat
Memahami
diartikan
sebagai
suau
kemauan
untuk
menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan
materi
tersebut
harus
dapat
menjelaskan,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya. c.
Aplikasi Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya. d.
Analisis Analisisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan meteri atau
suatu obyek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisi
ini
dapat
dilihat
dari
penggunaan
kata
kerja
seperti
:
Pengelompokan, membeda dan sebagainya. e.
Sintesis Sintesis adalah suatu kemampuan melakukan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah
kemampuan
menyusun
formulasi-formulasi
seperti:
dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya. f.
Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.
6
2.1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan a.
Usia Dengan bartambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan
berkembang sesuai dengan pengetahuan yang didapat. b.
Pendidikan Pendidikan seseorang memepengaruhi cara pandang terhadap
diri sendiri lingkungan. Sehingga akan berbeda sikap orang yang berpendidikan lebih tinggi dengan yang berpendidikan rendah. c.
Pengalaman Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi dimasa lalu. d.
Media Massa Dengan masuknya teknologi akan tersedia pula bermacam-
macam media masa. Media masa tersebut merupakan alat saluran untuk menyampaikan sejumlah informasi sehingga mempermudah masyarakat menerima pesan dengan demikian akan mempengaruhi masyarakat tentang informasi baru. e.
Sosial Budaya Kebudayaan berpindah dari setiap generasi manusia. Setiap
generasi selalu melanjutkan apa yang telah mereka pelajari dan juga apa yang mereka sendiri tembahkan dalam budaya tersebut.
7
2.2
Bahan Tambah Pangan
2.1.1 Definisi Bahan Tambah Pangan Menurut Permenkes RI No 033 Tahun 2012 menyatakan bahwa bahan tambahan pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Asupan harian yang dapat diterima atau Acceptable Daily Intake (ADI) adalah jumlah maksimum bahan tambahan pangan dalam milligram per kilogram barat badan yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan cita rasa, tekstur dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi deperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan adiktif makanan telah digunakan sejak zaman dahulu. Bahan aditif makanan ada dua yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan (id.wikipedia.org). Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 tentang Kemananan, Mutu dan Gizi pangan pada pasal 1 menyebutkan yang dimaksud dengan Bahan Tambah Pangan adalah
8
bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.
2.2.2 Persyaratan Bahan Tamban Pangan Menurut peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 003 Tahun 2012 BTP yang digunakan dalam pangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan.
b.
BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.
c.
BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.
Dilarang menggunakan BTP sebagaimana tujuan: a.
menyembunyikan
penggunaan
bahan
yang
tidak
memenuhi
persyaratan. b.
menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pangan yang baik untuk pangan.
c.
menyembunyikan kerusakan pangan.
Penggunaan bahan tambahan makanan hanya dibenarkan ditujukkan untuk keperluan sebagai berikut: a.
Mempertahankan nilai gizi makanan.
9
b.
Mempertahankan mutu atau kesetabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptik higga tidak menyimpang dari sifat alamiahnya.
c.
Keperluan pembuatan atau pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan,
pembungkusan,
pemindahan
atau
pengangkutan
makanan. Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: a.
Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen.
b.
Memperpanjang umur simpan pangan.
c.
Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
d.
Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. e.
Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
2.2.3 Berdasarkan Cara Penambahan Umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut. a.
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahakan kesegaran, rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pemanis.
10
b.
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama produksi, pengolahan, pengemasan. Contoh residu pestisida, antibiotic dan hidrokarbon aromatik polisiklis
2.2.4 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan a. Golongan BTP yang diizinkan Menurut Permenkes RI No 033 Tahun 2012 BTP yang digunakan dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut: 1)
Antibuih (Antifoaming agent);
2)
Antikempal (Anticaking agent);
3)
Antioksidan (Antioxidant);
4)
Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent);
5)
Garam pengemulsi (Emulsifying salt);
6)
Gas untuk kemasan (Packaging gas)
7)
Humektan (Humectant);
8)
Pelapis (Glazing agent);
9)
Pemanis (Sweetener);
10)
Pembawa (Carrier);
11)
Pembentuk gel (Gelling agent);
12)
Pembuih (Foaming agent);
13)
Pengatur keasaman (Acidity regulator);
14)
Pengawet (Preservative);
15)
Pengembang (Raising agent);
16)
Pengemulsi (Emulsifier);
11
17)
Pengental (Thickener);
18)
Pengeras (Firming agent);
19)
Penguat rasa (Flavour enhancer);
20)
Peningkat volume (Bulking agent);
21)
Penstabil (Stabilizer);
22)
Peretensi warna (Colour retention agent);
23)
Perisa (Flavouring);
24)
Perlakuan tepung (Flour treatment agent);
25)
Pewarna (Colour);
26)
Propelan (Propellant);
27)
Sekuestran (Sequestrant).
Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri masih ada beberapa BTP yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya : 1)
Enzim, yaitu enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih larut dan lain-lain.
2)
Penambah gizi, yaitu berupa asam amino, mineral atau vitamin baik tunggal ataupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.
3)
Humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan kadar air pangan.
b. Golongan BTP yang dilarang Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No 033 Tahun 2012 sebagai berikut : 1) Asam borat dan senyawanya (Boric acid)
12
2) Asam salisilat dan garamnya (Salicylic acid and its salt) 3) Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 4) Dulsin (Dulcin) 5) Formalin (Formaldehyde) 6) Kalium bromat (Potassium bromate) 7) Kalium klorat (Potassium chlorate) 8) Kloramfenikol (Chloramphenicol) 9) Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 10) Nitrofurazon (Nitrofurazone) 11) Dulkamara (Dulcamara) 12) Kokain (Cocaine) 13) Nitrobenzen (Nitrobenzene) 14) Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate) 15) Dihidrosafrol (Dihydrosafrole) 16) Biji tonka (Tonka bean) 17) Minyak kalamus (Calamus oil) 18) Minyak tansi (Tansy oil) 19) Minyak sasafras (Sasafras oil)
2.3
Zat Pewarna
2.3.1 Definisi zat warna Warna merupakan salah satu aspek yang penting terhadap kualitas suatu produk makanan. Kualitas warna dianggap menunjukkan kualitas rasa dan tekstur dari suatu makanan agar makanan tersebut dapat diterima masyarakat. Warna juga mengidentifikasi bahwa telah terjadi reaksi kimia pada makanan (Cahyadi, 2012). Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang
13
dapat memperbaiki penampilan makanana agar menarik, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Penampilan makanan, termasuk warnanya, sangat berpengaruh untuk selera. Penambahan zat pewarna pada makanan bertujuan agar makanan lebih menarik. Zat pewarna sendiri secara luas digunakan di seluruh dunia di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yakni ketersediaannya terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman. Penggunaan bahan alami untuk produk massal akan meningkatkan biaya produksi menjadi lebih mahal dan lebih sulit karena sifat pewarna alami tidak homogen sehingga sulit menghasilkan warna yang stabil. Kemajuan teknologi pangan pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen. Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Warna pada makanan merupakan indikator kesegaran atau kematangan. Zat pewarna makanan dapat diperoleh dari bahan alam atau dari bahan buatan. Beberapa sebab suatu bahan makan dapat berwarna yaitu :
14
a. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging. b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna colat, misalnya warna coklat pada kembang gula aramel atau roti yang dibakar. c. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi, misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan bewarna gelap. d. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong. e. Penambahan zat warna, baik zat warna alami maupun zat warna sintetik, yang termasuk dalam golongan bahan aditif makanan.
2.3.2 Klasifikasi zat warna Pewarna makanan dapat dikelasifikasikan yaitu pewarna alami dan pewarna sintetik. a.
Pewarna Alami Pewarna alami makanan adalah zat pewarna alami (pigmen) yang
diperoleh dari tumbuhan, hewan atau dari sumber-sumber mineral. Biasanya zat pewarna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat pewarna sintesis, seperti kunyit sebagai pewarna kuning alami bagi berbagai jenis makanan. Konsumen dewasa ini banyak menginginkan bahan alami yang masuk dalam daftar diet mereka. Banyak pewarna olahan yang
15
tadinya menggunakan pewarna sintetik berpindah ke pewarna alami.sebagai contoh serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetik. Namun, penggantian dengan pewarna alami secara keseliruhan masih menunggu para ahli untuk dapat menghilangkan kendala seperti bagaimana menghilangakn rasa beet-nya, mencegah penggumpalan dan penyimpanan dan menjaga kesetabilan dalama penyimpanan (Cahyadi, 2012). Zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan seperti: a. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin dapat diperoleh dari wortel dan pepaya. b. Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon bixa orelana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing. c. Karamel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan) karbohidrat, gula pasir, dan laktosa serta sirup malt. Karamel terdiri atas tiga jenis, yaitu karamel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, karamel cair untuk roti dan biskuit, serta karamel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa atau pun es cendol. d. Klorofil, menghasilkan warna hijau diperoleh dari daun banyak digunakan untuk makanan. Saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, panda dan katuk).
16
e. Antosianin, penyebab warna orange, ungu, merah, dan biru. Banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan, seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, aster cina, buah apel, chery, anggur, strawberry juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar, biasanya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman, sari buah, dan jus. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan diantaranya adalah klorofil, myoglobin dan hemoglobin, anthosianin, flavonoid, tannin, betalain, quinon dan zanthon serta kerotenoid. Pewarna alami sendiri mempunyai beberapa sifat sebagai berikut: Tabel 2.1. Sifat-Sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok
Warna
Karamel
Coklat
Anthosianin
Jingga, merah, biru
Flavonoid
Tanpa kuning
Leucoantho
Tidak
sianin Tannin
Batalanin
berwarna Tidak berwarna Kuning, merah
Sumber Gula yang dipanasakan
Kelarutan
Stabilitas
AIR
Stabil
Tanaman
AIR
Tanaman
AIR
Tanaman
AIR
Tanaman
AIR
Tanaman
AIR
Quinon
Kuning, hitam
Tanaman
AIR
Xanthon
Kuning
Tanaman
AIR
Tanpa kuning
Tanaman/
Karotenoid
Klorofil
merah
Hijau, coklat
hewan
Tanaman
17
LIPIDA LIPIDA dan AIR
peka terhadap panas dan Ph stabil pada panas stabil pada panas stabil pada panas sensitif pada panas stabil pada panas stabil pada panas stabil pada panas sensitif pada panas
Heme
Merah, coklat
Hewan
AIR
sensitif pada panas
(Sumber: Tranggono dkk,1986 Dalam Cahyadi, 2009)
Kelebihan dan kekurangan pewarna alami: 1) Kelebihan Aman dikonsumsi, warna lebih menarik, terdapat zat gizi, mudah didapat dari alam. 2) Kekurangan Seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, tidak stabil pada saat proses pemasakan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik, spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis, susah dalam penggunaannya, pilihan warna sedikit atau terbatas, Kurang tahan lama. B. Pewarna Sintetis/Buatan Pewarna buatan adalah pewarna yang dihasilkan dari proses sintesis melalui rekayasa kimiawi. Pewarna buatan terbuat dari bahan kimia seperti tartazin untuk warna kuning, bliliant blue untuk warna biru, alurared untuk warna merah. Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam
18
hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2009). Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalu Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 dan pembaruan Permenkes RI No 033 Tahun 2012 mengenai bahan tambahan pangan. Namun sering sekali terjadi penyalah gunaan pemakain pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalah gunaan tersebut antara lain disebabkan oleh tidak tahu masyarakat mengenai zat warna untuk pangan, dan disamping itu harga zat pewarna untuk industry jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Menurut Joint FAC/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) zat pewarna buatan dapat digolongkan delam beberapa kelas berdasarkan rumus kimianya, Yatuazo, triarilmetana, quinolin, xanten, dan indigoid, Sedangkan berdasarkan kelarutannya dikenal dua macam pewarna buatan yaitu dyes dan lakes (Cahyadi, 2009). Sering terjadinya penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat warna untuk pangan dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan zat pewarna makanan. Beberapa pewarna sintetis yang diizinkan diindonesia diantaranya adalah:
19
Tabel 2.2 Daftar Pewarna Sintesis yang di Izinkan di Indonesia Pewarna Amaran Biru Berlian Eritrosin Hijau FCF Hijau S Indigotin Ponceau 4R Kuning
Amaranth: Cl Food Red 9 Briliant Blue FCF: Cl Food Red 2 Erithrosin: Cl Food Red 14 Fast Green FCF: Cl. Food Green 3 Green S: Cl. Food Green 4 Indigotin: Cl Food Blue I Pounceau 4R: Cl Food Red 7 Quineline Yellow Cl. Food Yellow 13
Nomor Indeks Warna (C.I.No.) 16185
Batas Maksimum Penggunaan Secukupnya
42090
Secukupnya
45430
Secukupnya
42053
Secukupnya
44090
Secukupnya
73015
Secukupnya
16255
Secukupnya
74005
Secukupnya
(Sumber: Cahyadi, 2009)
2.3.3 Dampak Zat Pewarna Terhadap Kesehatan Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pangolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi apabila: a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun berulang. b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda, yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu pangan sehari-hari, dan keadaan fisik. d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan warna sintetis secara berlebihan.
20
e. Penyimpanan bahan warna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan (Cahyadi, 2009).
2.4
Rhodamin B
2.4.1 Definisi Rhodamin B Bahan pewarna berbahaya yang sering ditambahkan adalah Rodamin B, yaitu merupakan bahan pewarna berbahaya yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rodamin B merupakan bahan pewarna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada industri tekstil dan kertas. Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes No.239/Menkes/Per/V/85). Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004, Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaan dalam produk-produk pangan. Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan, iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan gangguan hati. Rhodamin B dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia dan bersifat kersinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Penelitian ilmiah untuk membuktikan hal tersebut belum banyak dilakukan. Kenyataannya Rhodamin B masih digunakan dalam berbagai produk olahan pangan (Cahyadi, 2008 dalam Tjiptaningdya, dkk, 2016). Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat
21
asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun dan bulu (Merck Index, 2006 dalam Tjiptaningdya, dkk, 2016). 2.4.2
Karakteristik Rhodamin B Berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak
berbau
dan
dalam
berpendar/berfluorosensi.
larutan Rhodamin
akan B
berwarna
merupakan
zat
merah warna
terang golongan
xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut dan sabun. Rhodamin B mempunyai karakteristik kristal hijau atau bubuk jingga kemerah-merahan dan mempunyai sifat yang tidak larut dalam air dan menjadi merah kebiruan-biruan bila dilarutkan dalam air. Rhodamin B juga mempunyai sifat sangat larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam Hcl dan NaOH. Rhodamin B banyak ditemukan pada pewarna tekstil, kosmetik, dan obat obatan (Mahindru, 2000 dalam Akbar, 2012). Ciri-siri fisik makanan yang mengandung bahan tambahan pangan Rhodamin B yaitu mempunyai warna merah terang dan mencolik, banyak memeberikan titik warna karena tidak homogen dan memiliki rasa agak berat pahit, muncul rasa gatal pada krongkongan setelah mengkonsumsi (Vina, 2012). 2.4.3
Efek Rhodamin B Rhodamin B dapat membehayakan kesehatan manusia yaitu tidak dapat
mencerna oleh tubuh dan akan mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat menyebabkan keracunan hati. Pengaruh toksisitas yang teramati biasanya bersifat kronis biasanya tidak dapat diketauhi dengan cepat karna manusia yang normal meiliki toleransi yang tinggi terhadap racun dalam tubuh dengan adanya mekanisme detoksifikasi. Efek toksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung pewarna sintetik yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia
22
karena golongan pewarna sintetik tersebut memang bukan untuk dimakan manusia. Efek ini tergantung pada banyaknya intake pewarna sintetik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorang karena dalam tubuh manusia terdapat proses detoksifikasi didalam tubuh (Sumarlin, 2010 dalam Akbar, 2012). Rhodamin B akan terus menerus menumpuk sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banya pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati terjadi akibat makanan yang mengandung Rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi di hati dan kanker hati, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat terjadi gejala keracuan, bila masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan (Akbar, 2012).
2.5
Cilok
2.5.1 Pengertian Cilok Cilok adalah makanan ringan menyerupai pentol yang terbuat dari tepung kanji, berasa gurih dan kenyal. Awalnya makanan ini merupakan khas dari Jawa Barat, namun sekarang sudah memulai merambah ke daerah-daerah lain. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan cilok, yaitu: tepung kanji, tepung terigu, air, merica, garam, wortel dan bawang putih (Sabathani, 2013 dalam Lira). Salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam cilok adalah saus sebagai penambah cita rasa pedas. 2.5.2
Definisi Saus Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976, tahun 2006,
saus cabai atau
sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama
cabe (Capsicum Sp), baik yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu
23
dengan atau tanpa penambahan makanan lain dengan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Adapun pengertian lain dari saus adalah suatu produk cair atau kental yang ditambahkan pada makanan ketika dihidangkan untuk meningkatkan penampilan, aroma, dan rasa dari makanan tersebut. Di Indonesia kata saus merupakan suatu bentuk terjemahan dari sauce dan ketchup. Lazim dikenal dengan red
ketchup yang
menggunakan
tomat
sebagai
bahan
utama.
Sedangkan saus adalah jenis pelengkap masakan yang lebih encer dari kecap, misalnya saus cabai (sambal) dan saus tomat (Ditjen POM, 1999). 2.5.3
2.6
Ciri-Ciri Saus Yang mengandung Rhodamin B a.
Bewarna mencolok
b.
Banyak memberikan titik warna karna tidak homogen
c.
Baunya tidak alami sesuai warna
d.
Ada sedikit rasa pahit
Kerangka Teori Penelitian akan menjelaskan permasalahan yang akan diteliti dilapangan
yaitu hubungan tingkat pengetahuan dan kandungan Rhodamin B dalam saus pada jajanan makanan cilok bandung di Kota Tanjungpinang. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh hereditas, lingkungan, pelayanan kesehatan dan prilaku, dimana prilaku dibagi menjadai pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan yang diambil tentang bahan tambahan pangan zat pewarna Rhodamin B.
24
Hereditas
Lingkungan
Derajat Kesehatan
Pelayanan Kesehatan
Perilaku
Pengetahuan
Sikap
BTP
Zat pewarna
Identifikasi Rhodamin B Gambar 2.1 Kerangka Teori (Sumber : HL.Blum dalam Notoatmodjo)
Ket :
= Diteliti = Tidak Diteliti
25
Tindakan
BAB III Metode Penelitian
3.1.
Kerangka Konsep Independen
Dependen
Pengetahuan Pedagang
kandungan Rhodamin B
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2.
Hipotesis Ho
:Tidak ada hubungan antara pengetahuan pedagang dengan kendungan Rhodamin B dalam saus pada jajanan makanan cilok Bandung di Kota Tanjungpinang.
Ha
:Ada
hubungan
antara
pengetahuan
pedagang
dengan
kandungan Rhodamin B dalam saus pada jajanan makanan cilok Bandung di Kota Tanjungpinang.
3.3.
Variabel Penelitian Variabel merupakan ukuran atau ciri yang dimiliki oleh suatu kelompok
yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoadmojo,2012). Variabel pada penelitian ini yaitu variabel bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel).
3.3.1 Variabel Independent Variabel independent atau bebas merupakan variabel sebab atau risiko yang yang memberikan pengaruh pada variabel terikat atau variabel dependent. Variabel Bebas pada penelitian ini adalah “Pengetahuan pedagang”.
26
3.3.2 Variabel Dependent Variabel dependent atau terikat merupakan variabel yang menjadi akibat yang timbul dari pengaruh variabel bebas/independent. Variabel dependent pada penelitian ini yaitu “Kandungan Rhodamin B dalam saus”.
3.4.
Definisi Operasional Definisi Oprasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel. Tabel 3.1 Definisi Oprasional No
Sub Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
1
Pengetahuan
Hal-hal yang diketahui responden berkaitan dengan zat warna rhodamin b.
Wawancara
Kuesioner
Hasil Ukur 1.Baik76-
Skala Ukur Ordinal
100% 2.Cukup
60-
75% 3.Kurang