Lahan Basah Dan Lahan Kering [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu wilayah tropika dibagian benua asia. Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman hayati, baik untuk pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan. Karena Indonesia terletak diantara apitan dua samudera dan dua benua yaitu samudera pasifik dan samudera hindia, benua asia dan benua australia. Letak astronomis Indonesia berada diantara 6oLU – 11o LS dan antara 95o BT- 141o BT. Karena posisi Indonesia yang bertepatan di garis lintang khatulistiwa yang menyebabkan Indonesia beriklim tropis yang hanya memiliki dua pergantian musim dalam setahunnya yaitu musim kemarau dan musim hujan. Pada kondisi seperti ini di Indonesia juga terdapat angin monson yang merupakan akibat dari apitan dua benua dan dua samudera dan terletak digaris equator, pengaruh dari arah angin tersebut Indonesia terdapat angin muson barat dan angin muson timur. Angin monsun merupakan angin yang memiliki periode yang utama terdapat di samudera hindia dan samudera pasifik. Angin munson barat yaitu bergeraknya angin munson Australia dari Tenggara yang melintasi wilayah Indonesia menuju bagian barat Indonesia, dengan kedudukan matahari berada dibagian selatan, yang mengakibatkan intensistas matahari di wilayah Australia lebih tinggi dibanding dengan wilayah Asia( Kurniawan,dkk 2011). Hal ini mempengaruhi terhadap kondisi lahan pertanian di Indonesia yang memiliki karakteristik antara wilayah satu dengan yang lain, seperti pertanian dilahan basah dan lahan kering yang didalam lahan tersebut masing-masing komoditas tanaman yang ditanam harus sesuai dengan kondisi tanah, iklim, topografi. Tanah tropika memiliki dua macam yaitu lahan kering dan lahan basah. Lahan kering ialah lahan yang berada disuatu posisi kedudukan yang lebih tinggi dalam pengolahan lahan diusahan tanpa penggunaan air atau penggunaan air yang terbatas, pada lahan kering dapat juga digunakan untuk tanaman pangan dan holtikultura, seperti : sayuran dan buah-buahan(Nurdin 2011). Sedang, lahan basah ialah ekosistem pembentuknya dibantu oleh air, pada suatu lahan basah memiliki waktu dalam jangka waktu yang cukup panjang untuk pengembangan vegetasi tertentu, lahan basah juga terdapat rawa, lahan gambut, yang terjadi baik secara alami dan secara buatan. Lahan basah dapat ditanami seperti tanaman pangan padi, palawijaya dll. Lahan atau tanah merupakan sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan penting dalam segala kehidupan manusia, kareana lahan atau tanah diperlukan manusia untuk tempat tinggal dan hidup,



melakukan kegiatan pertanian, peternakan, kehutanan, pertambanagan dan sebagainya, oleh sebab itu penting nya lahan sangat dibutuhkan dalam kegiatan pertanian. B. Tujuan Mengetahui karakteristik dan perbedaan antara lahan basah dan kering serta cara pengolahan yang tepat BAB II. PEMBAHASAN A. Lahan Basah Lahan Basah adalah kawasan yang terletak di zona peralihan antara daratan yang kering secara permanen dan perairan yang berair secara permanen (Maltby,1991 Dalam Khiatudin.2003). Menurut EPA lahan basah adalah suatu area dimana air selalu menutupi tanah, baik dimasa saat ini maupun di sebagian besar waktu dalam setahun, termasuk pada musim pertumbuhan (EPA,2006). Jenis-jenis lahan basah (wetland) tergantung dari perbedaan regional dan lokal pada tanah, topografi, iklim, hidrologi, kualitas air, vegetasi dan berbagai faktor lain termasuk juga aktifitas manusia. Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Selain itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya. Lahan Basah Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluransaluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktorfaktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenisjenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air baik waktu



pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran dan lain-lain maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu terjadilah proses pembentukan tanah baru, dimana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia. (Hardjowigno,_ dan Endang, 2007) Dua jenis umum lahan basah yang dikenal yaitu tidal wetland dan non-tidal wetland. Tidal wetland adalah lahan basah dimana air laut bercampur dengan air tawar dan membentuk lingkungan dengan bermacam-macam kadar salinitas. Fluktuasi pemasukan air laut yang tergantung pada pasang surut seringkali menciptakan lingkungan yang sulit bagi vegetasi, salah satu yang dapat beradaptasi disini adalah tumbuuhan mangrove dan beberapa tanaman yang tahan terhadap salinitas. Sedangkan non-tidal wetland merupakan lahan basah yang biasanya berada di sepanjang aliran sungai, di bagian yang dangkal dikelilingi oleh tanah kering. Keberadaannya tergantung musim, dimana mereka akan mengering pada satu atau beberapa musim di setiap tahunnya. Tipe ini bisa di ditemui di Amerika atau Alaska.(EPA,2006) B. Lahan Kering Agroekosistem lahan kering dimaknai sebagai wilayah atau kawasan pertanian yang usaha taninya berbasis komoditas lahan kering selain padi sawah. Kadekoh (2010) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan dimana pemenuhan kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang sepanjang tahun. Pada umumnya istilah yang digunakan untuk pertanian lahan kering adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah hujan dan huma. Potensi pemanfaatan lahan kering biasanya untuk komoditas pangan seperti jagung, padi gogo, kedelai, sorghum, dan palawija lainnya. Untuk pengembangan komoditas perkebunan, dapat dikatakan bahwa hamper semua komoditas perkebunan yang produksinya berorientasi ekspor dihasilkan dari usaha tani lahan kering. Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan. Pengembangan berbagai komoditas pertanian di lahan kering merupakan salah satu pilihan strategis untuk meningkatkan produksi dan mendukung ketahanan pangan nasional (Mulyani dkk, 2006). Namun demikian, tipe lahan ini umumnya memiliki produktivitas rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman tahunan atau perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan tanaman semusim, produktivitas relatif rendah



serta menghadapi masalah sosial ekonomi seperti tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik (Sukmana, dalam Syam, 2003) Pada umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah, terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah tanah menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada tanaman pangan semusim. Di samping itu, secara alami kadar bahan organik tanah di daerah tropis cepat menurun, mencapai 30−60% dalam waktu 10 tahun (Brown dan Lugo 1990 dalam Suriadikarta et al. 2002). Bahan organik memiliki peran penting dalam memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah.



Daftar pustaka Khiatuddin, Maulida. 2003. Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi Rawa Buatan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.



Kurniawan, Roni, M. Najib Habibie, Suranto. 2011. Variasi Gelombang Laut di Indonesia. Puslitbang BMKG. Jakarta Nurdin. 2011. Penggunaan Lahan Kering di DAS Limboto Provinsi Gorontalo untuk Pertanian Berkelanjutan. Universitas Gorontalo Kadekoh, I. 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Berkelanjutan Dengan Sistem Polikultur. Mulyani,A. 2006. Potensi Lahan Kering Masam untuk Pengembangan Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 28 (2): 16-17. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hardjowigwno, Sarwono dkk.__. Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah. Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu. Jurnal Litbang Pertanian, 22 (4) : 162-171. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.



Suriadikarta, W.



D.A.,



T.



Prihatini,



Hartatiek.



bahan



organik



2002.



Pengelolaan



Pertanian



Produktif



Pusat



Penelitian



dan Agroklimat, Bogor.



hlm. Lahan dan



dan



Setyorini,



Teknologi



tanah.



Teknologi



D.



dan



pengelolaan



183−238.



Dalam



Kering



Menuju



Ramah Pengembangan



Lingkungan. Tanah