Laju Respirasi Jurnal Fishe [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAJU RESPIRASI HEWAN Khairani Rahma Tamara 1*), Muhammad Azwar2), Rifna Hanum3), Ahsanul Husna4) Regita Cahyani5) Fanny Syukria Fatma6) 1) NIM. 1610421005, Kelompok 1, Praktikan Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND 2) NIM. 1610422039, Kelompok 1, Praktikan Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND 3) NIM. 1610422032, Kelompok 1, Praktikan Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND 4) NIM. 1610423004, Kelompok 1, Praktikan Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND 5) NIM. 1610423002, Kelompok 1, Praktikan Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND *Koresponden :[email protected] ABSTRAK The experiment of animal respiration rate held on Wednesday, September 19th 2018 in the Laboratory of Teaching II, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University. The purposes of the experiment were to know measured respiration rate’s method by counting oxygen consumed and to look comparison respiration rate between different species of animals with different temperatures (cold and room) temperature. This experiment using Hemidactylus sp and Periplaneta sp. The result show that the highest respiration rate obtained by Periplaneta sp were 6,49 ml/g/min and the lowest obtained by Hemidactylus sp were 0,02 ml/g/min. The respiration rate we got more higher in cold temperature than hot temperature. Periplaneta sp was the faster respiration rate rather than Hemidactylus sp because invertebrate has a simple respiratory system while vertebrate has a complex respiratory system. The factor that can influence respiratory rate are temperature, mass of body, and species. More higher temperature so then more faster respiration rate will get. Keywords : Hemidactylus sp, Periplaneta sp, Respiration, Respiration rate PENDAHULUAN Respirasi dapat diartikan sebagai proses pertukaran gas oleh makhluk hidup terhadap lingkungan yang terjadi dengan dua cara yaitu ekspirasi (mengeluarkan CO2) dan inspirasi (O2 masuk kedalam tubuh). Respirasi terbagi atas repirasi aerob dan respirasi anaerob. Respirasi aerob adalah respirasi yang membutuhkan oksigen sedangkan respirasi anaerob adalah respirasi yang tidak membutuhkan oksigen. Oksigen di dalam tubuh disimpan dalam darah dalam bentuk oxyhemoglobin (HbO2) dan disimpan dalam otot dalam bentuk oxymioglobin. (Soesilo, 1986). Proses respirasi erat kaitannya dengan laju metabolisme (metabolit rate)



yang didefinisikan sebagai unit energi yang dilepaskan per unit waktu. Laju respirasi pada hewan tergantung pada aktivitas metabolisme total dari organisme tersebut. Fungsi utama respirasi adalah dalam rangka memproduksi energi melalui metabolisme aerobik dan hal tersebut terkait dengan konsumsi oksigen (Santoso, 2009). Reaksi kimia yang terjadi di dalam sel hewan sangat tergantung pada adanya oksigen O2 sehingga di perlukan adanya suplai O2 secara terus menerus. Hal ini berart bahwa Oksigen merupakan substansi yang penting dan sangat di butuhkan bagi semua hewan. Salah satu yang di hasilkan dari reaksi kimia yang



terjadi di dalam sel hewan adalah gas carbon dioksida. Adanya CO2 yang terlalu banyak di dalam tubuh harus di hindari, oleh karena itu CO2 harus segera di keluarkan dari tubuh secara terus menerus (Wulangi, 1993).     Laju respirasi biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen (Seeley,2002). Faktor - faktor yang mempengaruhi laju respirasi suatu organisme diantaranya usia, berat badan, jenis kelamin, suhu, aktivitas, dan emosi. Semakin tua usia suatu organisme maka semakin sedikit respirasi yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan regenerasi sel. Semakin berat suatu organisme maka semakin banyak respirasi yang dibutuhkan, karena jumlah sel yang dimiliki organisme tersebut menjadi lebih banyak (Isnaeni, 2006). Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang disebut trakea. Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler. Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa



udara seperti alat penghembus (Campbell, 2004). Mekanisme respirasi pada serangga, contohnya kecoa dan belalang, meliputi tiga fase, yaitu fase inspirasi, pertukaran gas, dan fase ekspirasi. Fase inspirasi memerlukan waktu seperempat detik, spirakel pada bagian dada terbuka, udara masuk. Fase pertukaran gas memerlukan waktu sekitar satu detik, spirakel daerah dada ataupun perut menutup. Fase ekspirasi memerlukan waktu sekitar satu detik, spirakel daerah perut terbuka selama kurang lebih sepertiga detik. Setelah masuk ke dalam trakea, oksigen menuju trakeol, kemudian masuk ke dalam sel-sel tubuh secara difusi. Karbondioksida yang merupakan sisa pernapasan dikeluarkan juga melalui sistem trakea yang bermuara pada spirakel (Sunarto, 2004). Respirasi pada reptil, contohnya cicak, mekanisme respirasinya berlangsung melalui azas pompa hisap (suction pump). Pergerakan tulang-tulang dada ke arah luar menimbulkan tekanan subatmosfir di dalam rongga dada dimana terdapat paruparu. Tekanan udara di luar tubuh lebih tinggi daripada di dalam paruparu sehingga udara masuk ke dalam paru-paru menuruni gradien tekanan (Santoso, 2009). Praktikum ini dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan praktikan tentang bagaimana cara pengukuran laju respirasi dengan menggunakan respirometer. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk memahami metode pengukuran laju respirasi hewan melalui penghitungan konsumsi oksigen dan melihat perbedaan laju respirasi pada berbagai spesies hewan dan hubungannya dengan perbedaan temperatur lingkungan.



METODE PRAKTIKUM Waktu dan tempat Praktikum ini dilaksanakan pada Rabu tanggal 19 September 2018 pukul 13.30 WIB di Laboratorium Teaching 2, Universitas Andalas, Padang. Alat dan bahan Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah respirometer lengkap dengan perangkatnya, timbangan, kantung plastik, beaker glass, termometer, jarum suntik, kapas, vaselin, eosin, KOH 4%, dan hewan percobaan Hemidactylus sp dan Periplaneta sp. Cara kerja Dilakukan penimbangan hewan uji Hemidactylus sp dan Periplaneta sp satu per satu. Selanjutnya, respirometer disusun dan eosin diinjeksikan kedalam pipa respirometer hingga skala 12 dan diusahakan tidak ada gelembung udara. Selanjutnya, kapas dan KOH 4% dimasukkan kedalam tabung sampel yang



kosong dan beri kapas kapas kering didepannya dan masukkan hewan uji yang telah ditimbang. Selanjutnya isolasi sistem dengan vaselin yang dioleskan untuk menghindari kebocoran gas oksigen atau karbondioksida. Perangkat percobaan diletakkan pada posisi yang ideal dan dibiarkan selama 5 menit serta dihitung perubahan skala eosin didalam pipa respirometer. Percobaan pertama dilakukan pada suhu ruang, percobaan kedua pada suhu rendah (tabung berisi hewan diletakkan kedalam gelas berisi es). Analisis data dan dibuat grafik hubungan laju respirasi masing-masing spesies terhadap variasi suhu yang berbeda. Laju respirasi dapat dihitung dengan rumus berikut : Vr = (Sf – Ss) /Wb/T Dimana Vr : laju respirasi (ml/g/s) Ss : skala awal manometer Sf : Skala akhir manometer Wb : massa hewan (g) T : Waktu (sekon)



HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Laju Respirasi Hewan dengan Perbedaan Suhu Suhu Ruang Dingin



Hewan Uji Periplaneta sp Hemidactylus sp Periplaneta sp Hemidactylus sp



Dari hasil yang telah didapatkan pada saat praktikum, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju respirasi hewan. Salah satu faktor tersebut adalah ukuran atau berat badan dan jenis



Laju respirasi 0.38 ml/g/menit 0.02 ml/g/menit 6.49 ml/g/menit 0.10 ml/g/menit dari hewan tersebut. Berdasarkan hasil pada tabel dapat diketahui bahwa laju respirasi tertinggi diperoleh pada  Periplaneta sp dengan nilai 6,49 ml-/g/menit,  sementara dengan nilai



terendah pada Hemidactylus sp sebesar 0,02 ml/g/menit. Hasil ini membuktikan bahwa hewan invertebrata lebih cepat laju respirasinya dibandingkan hewan vertebrata karena hewan invertebrata memiliki sistem respirasi yang masih sederhana dibandingkan hewan vertebrata yang memiliki sistem respirasi yang lebih kompleks.             Pada spesies dengan berat badan lebih ringan memiliki laju respirasi lebih tinggi. Pada Periplaneta sp memiliki berat badan yang teringan dibandingkan Hemidactylus sp dan juga memiiliki laju respirasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan teori menurut Tobin (2005) yang mengatakan bahwa ukuran tubuh juga menentukan besarnya laju konsumsi



oksigen. Untuk hewan endoterm, hewan yang berukuran tubuh kecil akan memiliki laju konsumsi oksigen per unit massa yang lebih besar dibanding hewan yang berukuran lebih besar.             Kebutuhan oksigen dan produksi karbondioksida dari suatu hewan akan meningkat sebanding dengan massanya. Sedangkan kecepatan gerak gas melintas membran tergantung pada luas permukaan tubuh. Pada hewan yang berukuran sangat kecil jarak difusi kecil sehingga ratio luas permukaan dengan volume adalah besar bila ukuran hewan lebih besar lagi maka jarak difusi akan besar dan ratio kecil (Yatim, 1987).



Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi 6



laju respirasi 4



2



0



Grafik 1. Hubungan perbedaan suhu terhadap laju respirasi pada Periplaneta sp dan Hemidactylus sp Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa grafik memperlihatkan pengaruh suhu terhadap laju respirasi suatu hewan. Pada kedua hewan uji Hemidactylus sp dan Periplaneta sp laju respirasi pada suhu dingin lebih tinggi dibandingkan pada suhu ruang. Hasil tersebut tidak sesuai dengan literatur karena disebabkan oleh beberapa faktor diantara nya faktor internal dan faktor eksternal. Kesalahan



dalam membaca dan mengamati skala laju respirasi pada respirometer juga merupakan salah satu faktornya. Hasil yang didapat ini tidak sesuai dengan pernyataan Yatim (1987) yang mengatakan bahwa suhu sangat mempengaruhi laju respirasi pada hewan, semakin tinggi suhu, maka semakin semakin besar laju respirasi yang terjadi. Isnaeni (2006) menyatakan bahwa,



semakin tinggi suhu maka semakin banyak respirasi yang dibutuhkan karena H2O yang dihasilkan oleh respirasi berguna untuk menurunkan suhu internal tubuh. Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam mengatur aktivitas biologis organisme,



baik hewan maupun tumbuhan. Ini terutama disebabkan karena suhu mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan kegiatan metaboli, misalnya dalam hal respirasi. Sebagaimana halnya dengan faktor lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolerir oleh setiap jenis organisme (Tim Pengajar, 2010).



KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Laju respirasi tertinggi yang diperoleh yaitu pada Periplaneta sp sebesar 6,49 ml/g/menit sedangkan yang terendah diperoleh pada Hemidactylus sp sebesar 0,02 ml/g/menit 2. Periplaneta sp lebih cepat laju respirasinya dibandingkan Hemidactylus sp karena hewan invertebrata memiliki sistem



DAFTAR PUSTAKA Campbell, N.A. 2004. Biologi edisi 5 jilid 3. Jakarta: Erlangga Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta Santoso, Putra. 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Universtas Andalas Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2002. Essentials of Anatomy and Physiology 4th. McGraw-Hill Companies. USA. LAMPIRAN



respirasi yang masih sederhana dibandingkan hewan vertebrata yang memiliki sistem respirasi yang lebih kompleks 3. Suhu, berat badan, spesies merupakan faktor yang mempengaruhi laju respirasi hewan. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju respirasinya.



Soesilo. 1986. Biologi jilid 2. Jakarta: Erlangga. Sunarto. 2004. Konsep dan Penerapan Sains Biologi. Solo: Tiga Serangkai Tim Pengajar. 2010. Biologi Umum. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM. Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Thomson Brooks/Cole. Canada. Wulangi, S.K. 1993. Prinsip-prinsip Fisologi Hewan. Bandung: ITB Press Yatim, W. 1987. Biologi. Tarsito. Bandung.



Lampiran 1. Pengukuran Laju Respirasi pada Hemidactylus sp



Lampiran 2. Pengukuran Laju Respirasi pada Periplaneta sp