13 0 1 MB
106 LAMPIRAN III : PERATURAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN TENTANG NOMOR TANGGAL
: BAKU MUTU DAN KRITERIA KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP : 69 TAHUN 2010 : 15 NOVEMBER 2010
A. BAKU MUTU UDARA AMBIEN Waktu Pemaparan 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 3 Jam
900 g/Nm3 360 g/Nm3 60 g/Nm3 30.000 g/Nm3 10.000 g/Nm3 1.000 g/Nm3 400 g/Nm3 150 g/Nm3 100 g/Nm3 230 g/Nm3 100 g/Nm3 50 g/Nm3 160 g/Nm3
24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn
150 g/Nm3 15 g/Nm3 50 g/Nm3 15 g/Nm3 230 g/Nm3 1 g/Nm3 2 g/Nm3 1 g/Nm3
Dustfall (Debu Jatuh)
30 Hari
10.
Total Fluorides (as F)
24 Jam 90 Hari
10 ton/km2/bulan (Permukiman) 20 ton/km2/bulan (Industri) 3 g/Nm3 0,5 mg/Nm3
11.
Fluor Indeks
30 Hari
No. 1.
2.
3.
Parameter SO2 (Sulfur Dioksida) CO (Karbon Monoksida) NO2
4.
O3 (Oksidan)
5.
HC (Hidro Karbon) PM 10 (Partikel < 10 m) PM 2,5 (Partikel < 2,5m) TSP (Debu) Pb (Timah Hitam)
6.
7. 8.
9.
12.
13.
Khlorine & Khlorine Dioksida Sulphat
24 Jam
30 Hari
Baku Mutu
40 g/100 cm2 dari kertas limed filter 150 g/Nm3 1 mg SO2/100 cm2 dari Lead Peroksida
Metode Analisis*
Peralatan*
Pararosanilin
Spektrofotometer
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofotometer
Chemiluminescent
Spektrofotometer
Flame Ionization
Gas Chromatografi Hi – Vol Hi – Vol Hi – Vol Hi – Vol
Gravimetric Gravimetric Gravimetric
Hi – Vol
Gravimetric Ekstraktif Pengabuan
Hi – Vol
Gravimetric
Conister
Spesific ion Ekectrode
Impinger atau Continous Analyzer
Colourimetric
Limed Filter Paper
Spesific ion Electrode
Impinger atau Continous Analyzer
Colourimetric
Lead Peroxide Candle
AAS
Catatan : - Nomor 10 s/d 13 hanya diberikan untuk daerah/Kawasan Industri Kimia Dasar Contoh : Industri Petro Kimia, Industri Pembuatan Asam Sulfat - Dapat digunakan metode dan alat lain yang telah sesuai dan memiliki ISSN atau standar Internasional
107 B. BAKU MUTU UDARA DALAM RUANG PROSES PRODUKSI NO. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
PARAMETER Air Raksa (Hg) Amonia Amonium Klorida Arsen Asam Asetat Asam Klorida Asam Nitrat Asam Sianida Asam Sulfida Asam Sulfat Aseton Butil Alkohol Butil Merkaptan DDT Diazinon Dieldrin Dimetil Amin Etil Alkohol Fenol Ferum Oksida Flour Formaldehid Fosfor Kuning Kadmium Kalsium Oksida Kamfer Kapas Karbon Dioksida Karbon Klor Mono Oksida LPG Magnesium Oksida Mangan Nitrogen Oksida Nikel Perak Platina Seng Klorida Seng Oksida Sianida Silikon Sulfur Dioksida Timah Hitam Timah Putih
KONSENTRASI MAKSIMAL 0,1 3) (mg/m 35 10 0,5 25 7 25 11 28 1 2400 300 1,5 1 0,1 0,26 75 1900 19 10 2 6 0,1 0,2 5 12 1 9000 115 3 1800 10 5 30 1 0,01 0,002 1 5 5 10 13 0,1 2
108 C. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK 1. BAKU MUTU EMISI UNTUK INDUSTRI BESI DAN BAJA
No.
Standar
Parameter
1.
Penanganan Bahan Baku (Raw Material Handling)
Total Partikel
2.
Tanur Oksigen Basa (Basic Oxygen Furnace)
Total Partikel
3.
Tanur Busur Listrik (Electric Arc Furnace)
Total Partikel
4.
Dapur Pemanas (Reheating Furnace)
Total Partikel
5.
Dapur Proses Pelunakan Baja (Annealing Furnace)
Total Partikel
6.
Proses Celup Lapis Metal (Acid Pickling &Regeneration)
Total Partikel Asam Klorida (HCl)
7.
Tenaga Ketel Uap (Power Boiler)
Total Partikel Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen dioksida (NO2)
8.
Semua Sumber
Opasitas
Batas Maksimum mg/m3 150 150 150 150 150 150 5 200 750 900 20 %
Catatan : -
Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 Volume Gas dalam keadaan standar (25°C dan Tekanan 1 atm) Untuk sumber pembakaran, particulat di koreksi sebesar 10% Oksigen Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan ikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. - Pemberlakukan BME untuk 95 % waktu operasi normal selama tiga bulan.
109
2. BAKU MUTU EMISI UNTUK INDUSTRI PULP DAN KERTAS
No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Standar Tungku Recovery
Parameter
Total Partikel Total Sulfur Tereduksi (Total Reduced Sulphur – TRS) Tanur Putar Pembakaran Total Partikel Kapur (Lime Kilni) Total Sulfur Tereduksi (Total Reduced Sulphur – TRS) Tangki Pelarutan Lelehan Total Partikel (Smelt Dissolving Tank) Total Sulfur Tereduksi (Total Reduced Sulphur – TRS) Digester Total Partikel Total Sulfur Tereduksi (Total Reduced Sulphur – TRS) Unit Pemutihan Klorin (Cl2) (Bleach Plant) Klorin Dioksida (ClO2) Tenaga Ketel Uap Total Partikel (Power Boiler) Sulfur Dioxide (SO2) Nitrogen Oxide (NO2) Semua Sumber Opasitas
Batas Maksimum mg/m3 200 10
300 28
250 28
10
10 125 200 750 900 30 %
Catatan : - TRS ditentukan sebagai H2S, TRS meliputi senyawa Hidrogen Sulfida, Metil Merkaptan, Dimetil Sulfida, Dimetil Disulfida. - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Koreksi 8 % Oksigen untuk Tungku Recovery. - Koreksi 7 % Oksigen untuk Boiler. - Koreksi 10 % untuk Sumber Lain (selain Tungku Recorvery dan Boiler) - Volume Gas dalam keadaan standar (25°C dan Tekanan 1 atm) - Untuk sumber pembakaran, partikulat di koreksi sebesar 10% Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. - Pemberlakukan BME untuk 95 % waktu operasi normal selama tiga bulan.
110 3. BAKU MUTU EMISI UNTUK INDUSTRI SEMEN
N0.
Sumber
1.
Tanur Putar (Kiln)
2.
Pendingin Terak (Clinker Cooker) Milling grinding, Alat Pengangkut (Conveying) Tenaga Ketel Uap (Power Boiler)
3.
4.
Total Partikel Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2) Opasitas Total Partikel
Batas Maksimum mg/m3 80 750 900 20 % 80
Total Partikel
80
Total Partikel Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2)
200 750 900
Parameter
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25°C dan Tekanan 1 atm) - Konsentrasi partikel untuk sumber pembakaran (misal Kiln) harus dikoreksi sampai 10% Oksigen. - Batas maksimum total partikel untuk : (1) Proses basah = 250 mg/m3 (2) Shalt Kiln = 500 mg/m3 - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. - Pemberlakukan BME untuk 95 % waktu operasi normal selama tiga bulan. 4. BAKU MUTU EMISI UNTUK PABRIK PUPUK ZA (AMONIUM SULFAT)
Catatan: -
Nitrogen oksida ditentukan sebagai NO2 Volume gas dalam keadaan standar (25 0C dan tekanan 1 atm). Untuk pengukuran gas dikoreksi sebesar 7 % oksigen. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan Total partikel. - Bagi pabrik yang mengoperasikan alat CEM, wajib memenuhi BME minimal 95% waktu operasi normal selama tiga bulan
111 5. BAKU MUTU EMISI UNTUK PABRIK PUPUK UREA
Catatan: -
Nitrogen oksida ditentukan sebagai NO2
Volume gas dalam keadaan standar (25 0C dan tekanan 1 atm). Untuk pengukuran gas dikoreksi sebesar 7 % oksigen. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan Total partikel. - Bagi pabrik yang mengoperasikan alat CEM, wajib memenuhi BME
minimal 95% waktu operasi normal selama tiga bulan 6. BAKU MUTU EMISI UNTUK PABRIK PUPUK FOSFAT (SP-36,TSP)
Catatan: -
Nitrogen oksida ditentukan sebagai NO2
Volume gas dalam keadaan standar (25 0C dan tekanan 1 atm). Untuk pengukuran gas dikoreksi sebesar 7 % oksigen. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan Total partikel. - Bagi pabrik yang mengoperasikan alat CEM, wajib memenuhi BME
minimal 95% waktu operasi normal selama tiga bulan
112
7. BAKU MUTU EMISI UNTUK PABRIK PUPUK ASAM FOSFAT DAN HASIL SAMPING
Catatan: -
Nitrogen oksida ditentukan sebagai NO2 Volume gas dalam keadaan standar (25 0C dan tekanan 1 atm). Untuk pengukuran gas dikoreksi sebesar 7 % oksigen. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan Total partikel. - Bagi pabrik yang mengoperasikan alat CEM, wajib memenuhi BME minimal 95% waktu operasi normal selama tiga bulan
8. BAKU MUTU EMISI UNTUK PABRIK PUPUK MAJEMUK – NPK
Catatan: -
Nitrogen oksida ditentukan sebagai NO2 Volume gas dalam keadaan standar (25 0C dan tekanan 1 atm). Untuk pengukuran gas dikoreksi sebesar 7 % oksigen. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan Total partikel. - Bagi pabrik yang mengoperasikan alat CEM, wajib memenuhi BME
minimal 95% waktu operasi normal selama tiga bulan
113
9. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN INDUSTRI KERAMIK
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer) 2. Nitrogen oksida (NOx) merupakan penjumlahan gas (NO2 + NO) dan dinyatakan sebagai NO2. 3. Untuk gas Nitrogen Oksida dan Sulfur Dioksida pada proses pembakaran di Kiln dikoreksi sebesar 10 % oksigen. 4. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.
114 10. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI - SUMBER EMISI PROSES PEMBAKARAN DARI MESIN PEMBAKARAN DALAM
Keterangan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer) dan semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 13%.
115
11. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI - SUMBER EMISI PROSES PEMBAKARAN DARI TURBIN GAS
Keterangan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer) dan semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 15% dalam keadaan kering.
116
12. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI - SUMBER EMISI PROSES PEMBAKARAN DARI KETEL UAP (BOILER), PEMBANGKIT UAP (STEAM GENERATOR), PEMANAS PROSES (PROCESS HEATHER), PENGOLAHAN PANAS(HEATHER TREATER)
Keterangan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalam keadaan kering kecuali opasitas. 3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 3% untuk bahan bakar gas dalam keadaan kering kecuali opasitas.
13. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI - SUMBER EMISI PROSES PEMBAKARAN DARI UNIT SUAR BAKAR
117 14. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI-SUMBER EMISI PROSES PRODUKSI–UNIT PENANGKAPAN SULFUR
15. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI - SUMBER EMISI PROSES PRODUKSI – UNIT OKSIDASI THERMAL SULFUR
Keterangan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer), dan kondisi kering serta koreksi O2 sebesar 0%.
16. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI-SUMBER EMISI PROSES PRODUKSI–UNIT PELEPASAN DEHIDRASI GLICOL
Keterangan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer), dan kondisi kering serta koreksi O2 sebesar 0%.
118 17. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI-SUMBER EMISI PROSES PRODUKSI-REGENERATOR KATALIS UNIT PERENGKAHAN KATALITIK ALIR
Keterangan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer), dan kondisi kering serta koreksi O2 sebesar 0 %.
18. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI-SUMBER EMISI PROSES PRODUKSI-UNIT PENGOLAHAN ULANG SULFUR SISTEM CLAUS UNTUK SISTEM YANG TIDAK DILENGKAPI DENGAN INSINERATOR GAS
Keterangan: 1. Hasil pengukuran dinyatakan dalam kondisi kering dan koreksi O2 sebesar 0%. 2. Kandungan Sulfur Tereduksi adalah hydrogen sulfide (H2S), karbonil sulfide (COS) dan Karbon disulfide (CS2). 19. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI-SUMBER EMISI PROSES PRODUKSI-UNIT PENGOLAHAN ULANG SULFUR SISTEM CLAUS UNTUK SISTEM YANG DILENGKAPI DENGAN INSINERATOR GAS
Keterangan : Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer) dan semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 0%
119 20. BAKU MUTU EMISI KEGIATAN INDUSTRI MINYAK DAN GAS BUMI – KEGIATAN FUEL BLENDING (PENCAMPURAN BAHAN BAKAR /MIX FUEL)
Catatan : BME (x,m) bakar BME (x,f1) Q (f1) BME (x,f2) Q (f2) Qt
= BME untuk parameter x, jika dilakukan pencampuran bahan = = = = =
Baku mutu emisi parameter x, untuk bahan bakar f1 Panas aktual dari bahan bakar f1 yang disuplai ke sistem Baku mutu emisi parameter x, untuk bahan bakar f2 Panas aktual dari bahan bakar f2 yang disuplai ke sistem Kebutuhan energi total
Contoh perhitungan : Kegiatan pengilangan minyak untuk unit ketel uap dengan kapasitas kurang dari 25 MW, menggunakan bahan bakar campuran antara gas (fuel 1=f1) dan oil (fuel 2=f2) dengan komposisi sebagai berikut : - Kebutuhan Energi Total Qt : 5*106 KKal - Suplai energi actual dari bahan bakar gas Q(f1) : 2*106 KKal - S uplai energi aktual dari bahan bakar oil Q(f2) : 3*106 KKal Baku Mutu emisi untuk boiler di kegiatan Unit Pengolahan Minyakparameter partikulat bahan bakar gas (lihat table Baku mutu emisi di kegiatan Minyak) BME(f1) : 0 mg/Nm3 Baku Mutu emisi untuk boiler di kegiatan Unit Pengolahan Minyakparameter partikulat bahan bakar oil/minyak (lihat tabel Baku mutu emisi di kegiatan Minyak) BME(f2) : 300 mg/Nm3 BME (x,m) = [(BME(x,f1) * Q(f1)) + (BME(x,f2) * Q(f2))] / Qt BME(partikulat,m) = [0 * 2*106 ] + [ 300 * 3*106] / 5*106 = 180 mg/Nm3 Cara Perhitungan yang sama dilakukan juga untuk parameter lain. 21. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK INDUSTRI CARBON BLACK YANG BEROPERASI SEBELUM TANGGAL 20 NOVEMBER 2008
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Pengukuran kadar setiap parameter dikoreksi terhadap oksigen (O2) sebesar 7%. 3. Baku mutu ini tidak akan dipakai lagi setelah 1 Januari 2012 dan digantikan dengan Baku mutu sama untuk yang beroperasi setelah 20 November 2008
120 22. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK INDUSTRI CARBON BLACK MULAI BEROPERASI PADA DAN SETELAH TANGGAL 20 NOVEMBER 2008
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Pengukuran kadar setiap parameter dikoreksi terhadap oksigen (O2) sebesar 7%.
23. PERHITUNGAN BEBAN EMISI MAKSIMUM INDUSTRI CARBON BLACK Beban emisi dihitung untuk seluruh unit (total) dalam satu lokasi pabrik dengan persamaan sebagai berikut yang memiliki n unit : (Kp1xGd1x100/TR1)+(Kp2xGd2x +100/TR2)+ ... +(KpnxGdnx100/TRn) BETp = --------------------------------------------------------------------------(LBB1)+(LBB2)+ ... +(LBBn) Dimana : BETp Kp1 Kp2 Kpn Gd1 Gd2 Gdn TR1
= = = = = = =
Beban emisi total untuk parameter p; Kadar parameter p pada cerobong Dryer unit 1, mg/Nm3; Kadar parameter p pada cerobong Dryer unit 2, mg/Nm3; Kadar parameter p pada cerobong Dryer unit n, mg/Nm3; Laju alir emisi gas pada cerobong Dryer unit 1, m3/jam; Laju alir emisi gas pada cerobong Dryer unit 2, m3/jam; Laju alir emisi gas pada cerobong Dryer unit n, m3/jam;
= Perbandingan emisi gas yang masuk ke unit Dryer 1 terhadap emisi gas yang keluar dari Unit Filter Utama unit 1; TR2 = Perbandingan emisi gas yang masuk ke unit Dryer 2 terhadap emisi gas yang keluar dari Unit Filter Utama unit 2; TRn = Perbandingan emisi gas yang masuk ke unit Dryer n terhadap emisi gas yang keluar dari Unit Filter Utama unit n; LBB1 = Laju alir bahan baku pada unit 1, ton/jam; LBB2 = Laju alir bahan baku pada unit 2, ton/jam; LBBn = Laju alir bahan baku pada unit n, ton/jam; n = Jumlah unit produksi Carbon Black.
121 24. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK UNTUK KETEL UAP a. Ketel Uap yang menggunakan Bahan Bakar Bio Massa berupa serabut dan/atau cangkang. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter Partikulat Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2) Hydrogen Klorida (HCl) Gas Klorin (Cl2) Ammonia (NH3) Hydrogen Florida (HF) Opasitas
Baku Mutu 300 mg/m3 600 mg/m3 800 mg/m3 5 mg/m3 5 mg/m3 1 mg/m3 8 mg/m3 30 %
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25oC dan tekana 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6% Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indicator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. b. Ketel Uap yang menggunakan Bahan Bakar Bio Massa berupa ampas dan/atau daun tebu kering. No 1 2 3 4
Parameter Partikulat Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2) Opasitas
Baku Mutu 250 mg/m3 600 mg/m3 800 mg/m3 30 %
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25oC dan tekana 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6% Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indicator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. c. Ketel Uap yang menggunakan Bahan Bakar Bio Massa selain point a dan b No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Bukan Logam Partikulat Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2) Hydrogen Klorida (HCl) Gas Klorin (Cl2) Ammonia (NH3) Hydrogen Florida (HF) Opasitas Total Sulfur Tereduksi (H2S)
Baku Mutu 350 mg/m3 800 mg/m3 1000 mg/m3 5 mg/m3 10 mg/m3 0,5 mg/m3 10 mg/m3 30 % 35 mg/m3
122
1 2 3 4 5 6
Logam Air Raksa (Hg) Arsen (As) Antimon (Sb) Cadmium (Cd) Seng (Zn) Timah Hitam (Pb)
5 mg/m3 8 mg/m3 8 mg/m3 8 mg/m3 50 mg/m3 12 mg/m3
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25oC dan tekana 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6% Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indicator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. d. Ketel Uap yang menggunakan Bahan Bakar Batu Bara No 1 2 3 4
PARAMETER Partikulat Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2) Opasitas
BAKU MUTU 230 mg/m3 750 mg/m3 825 mg/m3 20 %
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25oC dan tekana 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6% Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indicator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. e. Ketel Uap yang menggunakan Bahan Bakar Minyak No 1 2 3 4
PARAMETER Partikulat Sulfur Dioksida (SO2) Nitrogen Oksida (NO2) Opasitas
BAKU MUTU 200 mg/m3 700 mg/m3 700 mg/m3 15 %
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25oC dan tekana 1 atm). - Konsentrasi partikulat dikoreksi sebesar 6% Oksigen. - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. f. Ketel Uap yang menggunakan Bahan Bakar Gas No PARAMETER BAKU MUTU 1 Sulfur Dioksida (SO2) 150 2 Nitrogen Oksida (NO2) 650 Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25oC dan tekana 1 atm).
123 g. Ketel Uap yang Menggunakan bahan Bakar Gabungan Baku Mutu Emisi sumber tidak bergerak bagi ketel uap yang menggunakan bahan bakar gabungan ditentukan berdasarkan pada perhitungan sebagai berikut :
Catatan : BME (x,m) = Baku mutu emisi untuk parameter x, jika dilakukan pencampuran bahan bakar. BME(x,f1) = Baku mutu emisi parameter x, untuk bahan bakar f1. Q(f1) = Panas aktual dari bahan bakar f1 yang disuplai ke sistem. BME (x,f2) = Bahan baku emisi parameter x, untuk bahan bakar f2. Q(f2) = Panas aktual dari bahan bakar f2 yang disuplai ke sistem. Qt = Kebutuhan energi total. Contoh perhitungan: Kegiatan industri minyak sawit dengan ketel uap menggunakan bahan bakar antara serabut/cangkang kelapa sawit (f1) dan batu bara (f2) dengan komposisi sbb: 1. Kebutuhan Energi Total Qt : 4 X 6 10 KKal 2. Suplai energi aktual dari bahan bakar serabut/cangkang kelapa sawit Q(f1) : 2 X 106KKal 3. Suplai energi aktual dari bahan bakar batu bara Q(f2) : 2 X 6 10 KKal 4. Baku mutu untuk ketel uap parameter partikulat dengan bahan bakar serabut/cangkang kelapa sawit BME(f1) : 300 mg/m3 5. Baku mutu untuk ketel uap parameter partikulat dengan bahan bakar batu bara BME(f2) : 230 3 mg/m BME(partikulat) = [300 X 2 X 106 ] + [ 230 X 2 X 106] / 4 X 106 = 265 mg/m3 Cara perhitungan yang sama dilakukan juga untuk parameter lain.
25. BAKU MUTU EMISI UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) BERBAHAN BAKAR BATU BARA No.
Parameter
Batas Maksimum mg/m3 150
1.
Total Partikel
2.
Sulfur Dioksida (SO2)
700
3.
Nitrogen Oksida (NO2)
850
4.
Opasitas
20 %
Catatan : - Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2 - Konsentrasi Partikulat dikoreksi sebesar 3 % O2 - Volume Gas dalam keadaan standar (25°C dan Tekanan 1 atm) - Untuk sumber pembakaran, partikulat di koreksi sebesar 10% Oksigen.
124 - Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel. - Pemberlakukan BME untuk 95 % waktu operasi normal selama tiga bulan. 26. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTU
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalam keadaan kering kecuali opasitas. 5. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 3% untuk bahan bakar gas dalam keadaan kering kecuali opasitas. 6. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. 27. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTU
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalam keadaan kering kecuali opasitas. 5. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 3% untuk bahan bakar gas dalam keadaan kering kecuali opasitas. 6. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan bagi yang menggunakan CEMS.
125 28. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTG
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan. 29. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI PLTG
Catatan : 1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer). 2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan. 3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali opasitas. 4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga) bulan.
126 D. BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK JENIS LAINNYA No. I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 II 1 2 3 4 5 6
Parameter Bukan Logam Ammonia (NH3) Gas Klorin (Cl2) Hidrogen Klorida (HCl) Hidrogen Fluorida (HF) Sulfur Dioksida (SO2) Total Sulfur Tereduksi (H2S) (Total Reduced Sulphur) Nitrogen Oksida (NO2) Total Partikel Opasitas Logam Air Raksa (Hg) Arsen (As) Antimon (Sb) Kadmium (Cd) Seng (Zn) Timah Hitam (Pb)
Batas Maksimum mg/m3 0,5 10 5 10 750 35 900 300 30 5 8 8 8 50 12
Catatan : - Volume Gas dalam keadaan standar (25°C dan Tekanan 1 atm)
E. BAKU MUTU EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR 1. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI L DENGAN MODE TEST
Catatan : L1
L2
: Kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya : Kendaraan bermotor beroda 3 dengan susunan roda sembarang dengan kapasitas silinder mesin tidak lebih dari 50 cm3 dan dengan
127
L3
L4
L5
desain kecepatan maksimum tidak lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya : Kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas silinder lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya : Kendaraan bermotor beroda 3 dengan susunan roda asimetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya (sepeda motor dengan kereta) : Kendaraan bermotor beroda 3 dengan susunan roda simetris dengan kapasitas silinder mesin lebih dari 50 cm3 atau dengan desain kecepatan maksimum lebih dari 50 km/jam apapun jenis tenaga penggeraknya.
2. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M DAN N BERPENGGERAK MOTOR BAKAR CETUS API BERBAHAN BAKAR BENSIN DENGAN MODE TEST
Keterangan: (1)
: Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel di atas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW GVW(2) : Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) RM (3) : Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 kg M1 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi N1 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton. Untuk kendaraan kategori O1 dan O2 Metode Uji dan Nilai
128 Ambang Batas mengikuti kategori N1 O O1 O2
: Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5 ton
3. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M DAN N BERPENGGERAK MOTOR BAKAR CETUS API BERBAHAN BAKAR GAS (LPG/CNG) DENGAN MODE TEST
Keterangan: (1)
: Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel di atas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW GVW(2) : Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) RM (3) : Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 kg M1 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai tidak lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi N1 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 3,5 ton Untuk kendaraan kategori O1 dan O2 Metode Uji dan Nilai
129 Ambang Batas mengikuti kategori N1 O O1 O2
: Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang`diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5 ton
4. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI L, M, N DAN O BERPENGGERAK MOTOR BAKAR CETUS API BERBAHAN BAKAR BENSIN DENGAN IDLE TEST (TIPE II)
5. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M DAN N BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL) DENGAN MODE TEST
Keterangan: (1)
: Dalam hal jumlah penumpang dan GVW tidak sesuai dengan pengkategorian tabel diatas maka nilai ambang batas mengacu kepada pengkategorian GVW GVW (2) : Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) RM (3) : Reference Mass adalah berat kosong kendaraan ditambah massa 100 kg (4) : Nilai Ambang Batas dalam kurung untuk Diesel Injeksi Langsung, dan setelah 3 (tiga) tahun, Nilai Ambang Batasnya DISAMAKAN DENGAN Nilai Ambang Batas Diesel Injeksi Tidak Langsung
130 Untuk kendaraan kategori O1 dan O2 Metode Uji dan Nilai Ambang Batas mengikuti kategori N1 O : Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel O1 : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) tidak lebih dari 0,75 ton O2 : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 0,75 ton tetapi tidak lebih dari 3,5 ton
6. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, N, DAN O BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL) DENGAN MODE TEST
Keterangan: GVW (1) : Gross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) M2 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton M3 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton N2 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton N3 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton O : Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel O3 : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 10 ton O4 : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton
131 7. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, N, DAN O BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI (DIESEL) DENGAN DENGAN PENGUJIAN KADAR ASAP MOTOR DIESEL
Keterangan: Walaupun nilai –nilai diatas mendekati sekitar 0.01 atau 0.05, tetapi tidak berarti bahwa pengukuran perlu dilakukan sesuai derajat ketelitian. (Although the above values are rounded to nearest 0.01 or 0.05, this does not mean that the measurements need to be to this degree of accuracy)
132 8. KENDARAAN BERMOTOR TIPE BARU KATEGORI M, N, DAN O BERPENGGERAK MOTOR BAKAR PENYALAAN KOMPRESI BERBAHAN BAKAR GAS (LPG/CNG) DENGAN MODE TEST
Keterangan: GVW (1) : ross Vehicle Weight adalah jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) M2 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) sampai dengan 5 ton M3 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan mempunyai lebih dari delapan tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 5 ton N2 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 12 ton N3 : Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan barang dan mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 12 ton O : Kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel O3 : Kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 3,5 ton tetapi tidak lebih dari 10 ton O4 : kendaraan bermotor penarik dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan (GVW) lebih dari 10 ton]
9. UNTUK KENDARAAN BERMOTOR LAMA a. Kendaraan Bermotor Katagori L Kategori Sepeda motor 2 langkah Sepeda motor 4 langkah Sepeda motor (2 langkah dan 4 langkah)
Tahun Pembuatan < 2010 < 2010
Parameter CO HC (%) (ppm) 4.5
12000
5.5
2400
4.5
2000
≤ 2010
Metode Uji Idle Idle Idle
133 b. Kendaraan Bermotor Katagori M, N dan O
Kategori Berpenggerak motor bakar cetus api (bensin) Berpenggerak motor bakar penyalaan kompresi (diesel) - GVW ≤3.5 ton - GVW >3.5 ton
Parameter HC Opasitas (ppm) (% HSU)*
Tahun Pembuata n
CO (%)
< 2007
4.5
1200
Idle
≥ 2007
1.5
200
Percepatan bebas
< 2010 ≥ 2010 < 2010 ≥ 2010
Metode Uji
70 40 70 50
Catatan : * atau ekivalen % bosch Untuk kendaraan bermotor berpenggerak motor bakar cetus api kategori M, N dan O : - < 2007 : berlaku sampai dengan 31 Desember 2006 - ≥ 2007 : berlaku mulai tanggal 1 Januari 2007 Untuk kendaraan bermotor berpenggerak motor kategori L dan kendaraan bermotor berpenggerak motor bakar penyalaan kompresi : - < 2010 : berlaku sampai dengan 31 Desember 2009 - ≥ 2007 : berlaku mulai tanggal 1 Januari 2010
F. INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA (ISPU) 1. PARAMETER DASAR UNTUK ISPU DAN PERIODE WAKTU PENGUKURAN
Catatan: 1. Hasil pengukuran untuk pengukuran kontinyu diambil harga rata-rata tertinggi waktu pengukuran. 2. ISPU disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam dari data rata-rata sebelumnya (24 jam sebelumnya). 3. Waktu terakhir pengambilan data dilakukan pada pukul 15.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA). 4. ISPU yang dilaporkan kepada masyarakat berlaku 24 jam ke depan ( pkl 15.00 tgl (n) sampai pkl 15.00 tgl (n+1 )
134 2. ANGKA DAN KATEGORI ISPU KATEGORI
RENTANG
PENJELASAN
Baik
0 – 50
Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika.
Sedang
51 – 100
Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai stetika.
Tidak sehat
101 – 199
Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.
Sangat tidak sehat
200 – 299
Tidak kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.
Berbahaya
300 – lebih
Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
3. PENGARUH INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA UNTUK SETIAP PARAMETER PENCEMAR
135 4. BATAS ISPU DALAM SATUAN SI
Catatan: 1. Pada 25 0C dan 760 mm Hg 2. Tidak ada indeks yang dapat dilaporkan pada konsentrasi rendah dengan jangka pemaparan yang pendek
1. PERHITUNGAN INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA A. SECARA PERHITUNGAN
CONTOH PERUBAHAN ANGKA SECARA PERHITUNGAN: Diketahui konsentrasi udara ambien untuk jenis parameter SO2 = 332 µg/m3. Konsentrasi tersebut jika dirubah ke dalam angka Indeks Standar Pencemar Udara adalah sebagai berikut : Dari Tabel ―Batas Indeks Standart Pencemar Udara (Dalam Satuan SI)‖
136 Sehingga angka-angka tersebut dimasukkan dalam rumus (*) menjadi : 100 – 50 I = ————— (322 – 80) + 50 365 – 80 = 92.45 = 92 (pembulatan) Jadi konsentrasi udara ambien SO2 322 mg/m3 dirubah menjadi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) : 92 B. SECARA GRAFIK Contoh : Jika diketahui konsentrasi untuk paremeter PM10 adalah 250 µg/m3 konsentrasi ini jika dirubah dalam Indeks Standar Pencemar Udara dengan menggunakan grafik adalah sebagai berikut : Dari kurva batas angka indeks standar pencemar udara dalam satuan matriks, sumbu X di angka 250 ditarik ke atas sampai menyentuh garis dan ditarik ke kiri sampai menyentuh sumbu Y didapat angka 150. Sehingga konsentrasi PM10 250 µg/m3 dirubah menjadi angka Indeks Standar Pencemar Udara menjadi 150 (untuk lebih jelas dapat dilihat gambar di bawah ini).
2. CONTOH PENGAMBILAN ISPU DARI BEBERAPA STASIUN PEMANTAU Misal : Kota Makassar Jumlah Stasiun Monitoring : 3 buah Angka-angka Indeks Standar Pencemar Udara dari setiap stasiun : Stasiun I (Pertama) Angka ISPU untuk 5 polutan PM10 = 96, SO2 = 80, O3 = 40, NO2 = 55, CO = 90 Stasiun II (Kedua) Angka ISPU untuk 5 polutan PM10 = 88, SO2 = 44, O3 = 40, NO2 = 42, CO = 83 Stasiun III (Ketiga) Angka ISPU untuk 5 polutan PM10 = 91, SO2 = 71, O3 = 35, NO2 = 55, CO = 92
137
ISPU yang dilaporkan ke media massa (koran harian setempat /televisi stasiun setempat) adalah Indeks Standar Pencemar Udara yang paling tinggi. Untuk kasus di atas Indeks Standar Pencemar Udara tertinggi adalah dari Stasiun I (pertama) yaitu polutan PM10 dengan Indeks Standar Pencemar Udara 96. Sehingga inti laporan kemasyarakatan adalah : Standar Pencemar Udara Makassar adalah : * Indeks Standar Pencemar Udara : 96 Indeks * Kualitas Udara : sedang * Parameter dominan : PM10 Berlaku 24 jam dari hari ini pukul 15.00 tanggal (n) sampai pkl 15.00 tgl (n+1).
GUBERNUR SULAWESI SELATAN,
Dr. H. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH, MSi, MH