13 0 906 KB
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Menurut WHO 2002, yang dimaksud dengan populasi lansia adalah
populasi yang berusia ≥ 60 tahun. Depkes menetapkan pengelompokan lansia yaitu kelompok usia 45-54 tahun yang disebut masa virilitas, 55-64 tahun yang disebut masa prasenium, ≥ 65 tahun disebut masa senescens dan ≥70 tahun disebut usia lanjut dengan risiko tinggi.1 Di Indonesia tahun 2000 proporsi penduduk lanjut usia (lanjut usia) adalah 7,18% dan tahun 2010 meningkat sekitar 9,77%, sedangkan tahun 2020 diperkirakan proporsi lanjut usia dari total penduduk Indonesia dapat sampai 11,3%. Tahun 2010 proporsi penduduk lanjut usia sudah menyamai proporsi penduduk balita. Pada saat ini penduduk lanjut usia berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020 diperkirakan sekitar 30-40 juta jiwa.1 Adanya peningkatan jumlah lansia berdampak timbulnya berbagai masalah jika tidak ditangani dengan segera.Salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah terkait gizi. Beberapa kelompok dalam populasi lansia berisiko terkena malnutrisi.2 Malnutrisi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kekurangan, kelebihan atau ketidakseimbangan energi, protein dan nutrisi lain menyebabkan efek buruk pada bentuk tubuh, fungsi dan outcome. Lansia di Indonesia yang ada dalam keadaan kurang gizi sejumlah 3,4%, berat badan kurang sebesar 28,3%, berat badan ideal berjumlah 42,4%, berat badan lebih ada 6,7% dan obesitas sebanyak 3,4%.2 Pada tahun 2012 Puskesmas Kecamatan Tebet melaporkan sejumlah 2880 orang lansia yang dibina, 421 orang diantaranya menderita malnutrisi. Sebanyak 150 orang menderita gizi kurang dan 271 orang gizi lebih. Di kelurahan Bukit Duri dilaporkan jumlah keseluruhan lansia 1110 orang dan 234 orang mengalami malnutrisi. Sebanyak 98 orang menderita gizi kurang dan 136 orang bergizi lebih.Berdasarkan data diatas, penelitian ini dibuat guna mengetahui prevelensi malnutrisi pada lansia dan faktor-faktor yang menyebabkan malnutrisi pada lansia di Kecamatan Tebet, khususnya Kelurahan Bukit Duri.
1
300 250 200 Pria
150
Wanita
100 50 0 Normal
Lebih
Kurang
Data Status Gizi Lansia di Kecamatan Tebet tahun 2012
1.2.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan asupan nutrisi, faktor psikologis, dan penyakit kronis dengan malnutrisi pada lansia diatas 70 tahun di kelurahan Bukit Duri?
1.3.
TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan malnutrisi dilihat dari aspek asupan nutrisi, faktor psikologis dan penyakit kronis. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Menilai asupan nutrisi dengan malnutrisi pada lansia. 2. Menilai faktor psikologis dengan malnutrisi pada lansia. 3. Menilai penyakit kronis dengan malnutrisi pada lansia.
1.4.
HIPOTESIS PENELITIAN Hipotesis dalam penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan asupan energi dengan malnutrisi pada lansia 2. Terdapat hubungan asupan protein dengan malnutrisi pada lansia 3. Terdapat hubungan penyakit hipertensi dengan malnutrisi pada lansia
2
4. Terdapat hubungan penyakit diabetes melitus dengan malnutrisi pada lansia 5. Terdapat hubungan penyakit jantung dengan malnutrisi pada lansia 6. Terdapat hubungan depresi dengan malnurisi pada lansia
1.5.
MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Instalasi / profesi Kesehatan Institusi yang terkait dapat melakukan upaya yang berkenaan terhadap keadaan malnutrisi pada lansia. 2. Bagi Pengembangan Penelitian Untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berperan pada malnutrisi lansia. 3. Bagi Masyarakat a. Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya dokter puskesmas untuk melakukan usaha peningkatan keadaan status malnutrisi dan status kesehatan lansia. b. Sebagai sumber informasi bagi para keluarga yang mempunyai anggota keluarga lansia agar dapat meningkatkan kualitas hidup lansia melalui asupan nutrisi yang tepat guna.
1.6.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
1.6.1. Ruang Lingkup Tempat Ruang lingkup tempat pada penelitian ini adalah Ruang Lingkup Waktu Ruang lingkup waktu dalam penelitian adalah pada bulan November 2013 sampai Desember 2013.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pusataka 2.1.1. Lanjut Usia Usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada siklus hidup manusia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluh tahun ke atas.2 Pengertian usia lanjut dibedakan menjadi dua macam yaitu lansia kronologis dan lansia biologis. Lansia kronologis dapat dihitung berdasarkan kalender sehingga relatif mudah diketahui.Lansia biologis menunjukkan kondisi jaringan sebenarnya sehingga lebih sulit ditentukan tetapi dapat diupayakan agar tidak terlalu cepat bertambah.3 Darmojo dan Subagio pada tahun 1988 menyatakan bahwa usia kronologis mempunyai korelasi positif dengan usia biologis sehingga dapat digunakan sebagai pengukurnya.3
2.1.2. Proses Menua Constantinides dalam buku “In General Pathobiology” tahun 1994, menua (menjadi tua) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.4 Selama fase pertumbuhan proses anabolisme lebih besar daripada katabolisme. Hal ini terjadi sebaliknya saat
tubuh
telah
mencapai
tingkat
kematangan
fisiologis
sehingga
mengakibatkan hilangnya sel-sel yang berdampak pada berbagai bentuk penurunan dan gangguan fungsi organ.1,4 Proses dan pola menua yang terjadi hampir sama antara lansia yang satu dengan lansia lainnya tetapi laju perubahannya dapat bervariasi. Menurunnya fungsi tubuh akibat proses menua menyebabkan perubahan-perubahan pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut meliputi aspek anatomi dan fisiologis, sosial, lingkungan dan sebagainya. Secara umum perubahan anatomi dan fisiologis tubuh meliputi:
4
1. Penglihatan Terjadinya degenerasi struktur jaringan lensa mata, iris, pupil dan retina menyebabkan kemampuan penglihatan pada lansia menurun dan menimbulkan berbagai penyakit seperti katarak dan glaukoma. Bentuk bola mata lebih cekung sedangkan bentuk kelopak mata menjadi cembung disebabkan karena terjadinya penyusutan lemak periorbital.3 2. Pendengaran Perubahan fungsi pendengaran bukan hanya menjadi masalah fisiologis tetapi juga berdampak pada kehidupan sosial lansia. Menurut Bocklehurst-Allen yang dikutip oleh Fatmah, pada beberapa penelitian di Negara Barat isolasi sosial yang diakibatkan oleh gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan yang diakibatkan oleh gangguan penglihatan. Dilihat dari segi fisiologis, 65-70% lansia menunjukkan kemunduran pendengaran secara fungsional (tuli fungsional) setelah berusia 80 tahun dan 5% dari populasi usia di atas 65 tahun.3 3. Kulit Jaringan lemak, lapisan epitel, serat kolagen dan kelembapan kulit yang berkurang saat proses menua menyebabkan kulit menjadi lebih mengerut dan kaku. 4. Perubahan sistem muskuloskeletal Lansia yang melakukan olahraga secara teratur tidak mengalami kehilangan massa otot dan tulang sebanyak lansia yang inaktif. Kekuatan dan ukuran serat otot yang mengalami pengurangan sebanding dengan penurunan massaotot. Pertambahanusia menyebabkan proses pembentukan tulang menjadi lambat karena adanya penurunan aktivitas fisik dan hormon-hormon dalam tubuh. Salah satu penyakit yang sering menyerang system muskuloskeletal pada lansia adalah osteoporosis.Suatu kegiatan fisik yang banyak menggunakan tenaga dan otot dapat meningkatkan kekuatan tulang melalui pembentukan dan perbaikan tulang sehingga densitas tulang semakin padat dan terhindar dari risiko jatuh bahkan osteoporosis. Hal
ini
sangat
berperan dalam pembentukan dan
pemeliharaan tulang yang sehat.3
5
5. Perubahan sistem kardiovaskuler Proses menua menyebabkan jantung mengecil, katup jantung menjadi kaku dan menebal dan kekuatan kontraksi otot jantung menurun sehingga kemampuan memompa darah berkurang. Penurunan tersebut dapat terjadi secara signifikan jika lansia mengalami stres fisik seperti olahraga berlebihan.3 6. Perubahan sistem pencernaan Berkurangnya kekuatan otot rahang, penurunan fungsi dan sensitifitas saraf indera pengecap, gerakan peristaltik esofagus dan asam lambung menyebabkan lansia mengalami penurunan nafsu makan. Selain itu juga terjadi penurunan sekresi pankreatik yang biasanya terjadi setelah usia 40 tahun. Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena melemahnya kemampuan peristaltik usus.3 Apabila kondisi tersebut berlangsung dalam waktu lama maka akan terjadi kekurangan gizi pada lansia.
2.1.3. Status Gizi Lansia Status gizi lansia adalah keadaan lansia yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik terhadap energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur. Perbandingan perhitungan ratarata kebutuhan gizi dengan jumlah asupan zat gizi dapat memberikan indikasi ada tidaknya masalah gizi.4 Beberapa faktor yang menyebabkan penurunan status gizi lansia, antara lain: 1. Perubahan fisiologis Penurunan fungsi fisiologis pada lansia merupakan hal yang terjadi secara alami seiring dengan pertambahan usia. Penurunan ini meliputi perubahan kemampuan lansia dalam merespon rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.4 Perubahan fungsi anatomi dan fisiologis sistem panca indera dan sistem pencernaan memiliki hubungan erat dengan penurunan status gizi.Perubahan tersebut menyebabkan lansia tidak menikmati makanan dengan baik. Selain perubahan fisiologis, penggunaan gigi palsu yang tidak tepat akan memberikan rasa sakit dan kurang nyaman ketika
6
mengunyah. Hal-hal inilah yang dapat menyebabkan asupan berkurang sehingga berakibat pada penurunan status gizi lansia.
nutrisi
4,5,6,7
2. Kondisi sosial Salah satu kondisi sosial yang berpengaruh terhadap status gizi lansia dapat dilihat dari aspek tempat tinggal. Penelitian yang dilakukan pada 74 lansia di panti wredha dan 74 lansia di non panti tahun 2004 menyimpulkan bahwa lansia yang tinggal di panti wredha memiliki risiko malnutrisi lebih besar daripada yang tinggal di non panti karenalansia yang tinggal di panti wredha mengalami ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dan kebutuhan nutrisi.4,5,6,7 3. Status ekonomi Masa pensiun yang dialami lansia akan berdampak salah satunya pada keadaan keuangan keluarga. Kondisi keuangan keluarga yang menurun secara tidak langsung berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas asupan zat gizi. Apabila hal ini berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan lansia mengalami gizi kurang.4,6,7 4. Psikologis Depresi bukanlah bagian normal dari penuaan.Depresi merupakan sakit yang dapat menimbulkan dampak serius jika tidak dikenali dan diobati. Depresi merupakan masalah yang meluas diantara lansia, akan tetapi seringkali tidak dapat secara baik dikenali atau dideteksi pada lansia. Gejala seperti rasa sedih, gangguan
tidur
dan
nafsu
makan
atau
perubahan suasana hati mungkin dianggap sebagai bagian normal pada lansia. Orang-orang terakadang menganggap bahwa masalah dengan ingatan atau konsentrasi disebabkan oleh perubahan berpikir terkait penuaan dibandingkan karena depresi.Lansia mengalami kesulitan untuk berbicara mengenai perasaan sedih atau depresi.4,6,7
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia.
7
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu, survei konsumsi pangan, statistika vital, dan faktor ekologi.6 Penilaian status gizi lansia diukur dengan antopometri atau ukuran tubuh, yaitu berat badan dan tinggi badan. Namun, pada usia lanjut terjadi penurunan tinggi badan karena kompresi vertebra, kifosis, dan osteoporosis. Pengukuran tinggi badan pada usia lanjut harus dilakukan dengan teliti dalam posisi berdiri tegak. Bila hal ini tidak dapat dilakukan maka dapat digantikan dengan pengukuran tinggi lutut (menggunakan kaliper tinggi lutut) atau pengukuran rentang lengan (arm span). Tinggi lutut memiliki korelasi yang tinggi dengan tinggi badan dan mungkin digunakan untuk memprediksi tinggi badan seseorang dengan kifosis atau seseorang yang tidak mampu berdiri.8 Tinggi lutut direkomendasikan oleh WHO (1995) untuk digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih (lansia). Tinggi lutut diukur dengan sebuah kaliper berupa tongkat pengukur yang dilengkapi
dengan papan
kayu untuk membentuk
sudut
90
derajat.8Tinggi lutut terlentang diukur pada kaki kiri yang dibengkokan pada lutut dengan sudut 90 derajat. Salah satu ujung kaliper diposisikan di bawah, dibagian tumit, sedangkan yang satu lagi diposisikan di bagian atas bagian lutut. Batang kaliper disejajarkan dengan tibia dan kemudian sedikit ditekan pada bagian ujung atas (tempurung lutut).8 Model regresi untuk prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut dan usia pada setiap jenis kelamin adalah:8 1. Laki-laki Tinggi Badan(cm) = 64,19+2,03x{Tinggi lutut (cm)}–{0,04xUmur (th)} 2. Perempuan : Tinggi Badan(cm) =84,88+1,83x{Tinggi lutut (cm)}–{0,24 x Umur (th)}
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
8
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang.9Penggunaan IMT hanya berlaku bagi orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Selain itu, IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, aitesis dan hepatomegalia.Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Tabel berikut adalah perspektif WHO Asia Pasifik untuk Asia9 Klasifikasi
IMT (kg/m2)
Underweight
50 tahun di Yunani menderita osteoarthritis.7 Penyakit sendi umumnya ditandai dengan keluhan-keluhan terkait sendi.Penyakit atau keluhan sendi yang diderita oleh lansia dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Salah satunya adalah berat badan. Sebanyak 50% lansia wanita di Bahrain dengan status gizi obesitas dan 30% dengan status gizi overweight menderita osteoarthritis. Kejadian penyakit atau keluhan sendi dari segi gizi dikaitkan dengan kebiasaan
21
konsumsi kalsium yang berhubungan dengan diet seseorang. Menurut Duncan (2004), penderita osteoarthritis kurang mengonsumsi produk olahan susu, kalsium, dan vitamin D. Hipertensi merupakan faktor risiko lain yang memengaruhi kejadian penyakit atau keluhan sendi pada lansia.7
2.11. Imunitas dan Penyakit Infeksi pada Lansia Sistem imunitas tubuh orang tua ditingkatkan melalui upaya imunisasi dan nutrisi.Tujuan imunisasi untuk memelihara sistem imunitas melawan agen infeksi.Nutrisi berperan penting dalam peningkatan respons imun. Orang tua rentan terhadap gangguan gizi buruk (undernutrition), disebabkan oleh faktor fisiologi dan psikologi yang mempengaruhi keinginan makan dan kondisi fisik serta ekonomi.22 Gizi kurang pada orang tua disebabkan oleh berkurangnya kemampuan penyerapan zat gizi atau konsumsi makanan bergizi yang tidak memadai. Berkurangnya asupan kalori diketahui dapat memperlambat proses penuaan dan membantu pemeliharaan sejumlah besar sel T naive dan tingkat IL-2.22,23 Konsumsi protein dan asam amino yang tidak cukup mempengaruhi status imun karena berhubungan dengan kerusakan jumlah dan fungsi imun selluler, serta penurunan respons antibodi. Vitamin E dan Zn khususnya berperan penting dalam memelihara sistem imun.22,23Defisiensi Zn jangka panjang menurunkan produksi cytokine dan merusak pengaturan aktivitas sel T-helper.23 Vitamin E merupakan treatment yang baik dalam mencegah penyakit Alzheimer, meningkatkan kekebalan tubuh, dan sebagai antioksidan yang melindungi limfosit, otak, dan jaringan lain dari kerusakan radikal bebas.23
22
2.2. Kerangka Teori Anatomi dan Fisiologis 1. Penglihatan 2. Pendengaran 3. Kulit 4. Perubahan sistem muskuloskeletal 5. Perubahan sistem KV 6. Perubahan sistem pencernaan
Faktor Sosial 1. Tempat tinggal di panti dan 2. Bukan panti (rumah tinggal) 3. Dukungan sosial
Faktor Ekonomi 1. Pensiun 2. Kehilangan keuangan 3. Kehilangan tulang punggung keluarga
MALNUTRISI
Asupan Nutrisi 1. Makronutrien a. Energi b. Protein c. KH d. Lemak 2. Mikronutrien a. Vitamin b. Mineral
Faktor Psikologis 1. Stress 2. Depresi 3. Kesepian dan isolasi 4. Hilang tujuan hidup 5. Takut 6. Pengobatan 7. Penurunan fungsi kognitif
Penyakit Kronis 1. Hipertensi 2. Diabetes Melitus 3. Penyakit Jantung 4. Penyakit sendi dan tulang 5. Defisiensi Imun 6. Penyakit Infeksi
23
BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEP
MALNUTRISI
1. Energi 2. Protein
Asupan Nutrisi
1. Depresi
Faktor Psikologis
1. Hipertensi 2. Diabetes Melitus 3. Penyakit Jantung
Penyakit Kronis
3.2. VARIABEL
24
3.2.1. Variabel Independen 1. Asupan Nutrisi a. Energi b. Protein 2. Faktor Psikologis a. Depresi
3. Penyakit Kronis a. Hipertensi b. Diabetes Melitus c. Penyakit Jantung 3.2.2. Variabel Dependen 1. Malnutrisi
25
3.3. DEFINISI OPERASIONAL
26
27
28
29
30
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
JENIS PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan
rancangan cross sectional (potong silang). Dalam penelitian cross sectional peneliti mencari hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran pada saat tertentu. Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah malnutrisi dan variabel independennya adalah asupan nutrisi, faktor psikologis dan penyakit kronis.
4.2.
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 4.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan 4.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan November 2013 – Desember 2013
4.3.
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 4.3.1. Populasi Penelitian Populasi target adalah lansia yang produktif di Jakarta Selatan.Populasi terjangkau adalah seluruh lansia yang masuk tercatat di kelurahan Bukit Duri pada tahun 2013. 4.3.2. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 1. Kriteria Inklusi a. Usia diatas 70 tahun, laki- laki dan perempuan.
31
b. Lansia yang mampu berkomunikasi aktif. c. Lansia non – binaan yang bertempat tinggal di kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan. d. Lansia yang bersedia berpartisipasi dengan penelitian dengan menandatangani informed consent. e. Lansia yang underweight dan overweight.
2. Kriteria Ekslusi a.
Lansia yang menderita penyakit stadium terminal
b. Lansia yang imobilitas.
4.3.3. Sampel Penelitian Besar Sampel Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus.
Rumus populasi infinit: No = No = Besar sampel yang dibutuhkan studi Zα = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96 P = Prevalensi lansia yang malnutrisi sebesar 18,5%* Q = Prevalensi lansia yang tidak malnutrisi sebesar 81,5% d
= Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p >10% adalah 0,05
No =
(
)
= 232,68 dibulatkan menjadi 233
*Dikutip dari penelitian Zumrati Ahmad Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada tentang Pengaruh Latihan Pasrah Diri terhadap Status Nutrisi Usia Lanjut dengan Simtom Depresi di Wilayah Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah.27
Rumus populasi finit: n=(
⁄ )
32
n
= Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit
n0
= Besar sampel dari populasi yang infinit
N
= Besar sampel populasi finit
Karena jumlah lansia (>70 tahun) yang terdapat di kelurahan Bukit Duri berjumlah 612 orang maka : n=(
⁄ )
=
(
)
= 168,8 = 169 orang
antisipasi drop out = 10% x n antisipasi drop out = 10% x 169 = 17 Total sampel = n + antisipasi drop out Total sampel = 169 + 17 = 186 orang
4.4.
CARA PENGAMBILAN SAMPEL
Jakarta Selatan
Kecamatan Tebet
Purposive Sampling
Kel. Bukit Duri
Rw 3
Rw 6
Rw 9
33
Pengambilan sampel diambil dari populasi terjangkau yang telah ditentukan, kemudian dipilih sampel yang dikehendaki dengan cara Probability Sampling jenis Cluster sampling. Kelompok lansia di kelompokkan menjadi lansia yang masuk dalam binaan (196 orang) dan non binaan (416 orang). Sampel diambiladalah tidak masuk dalam binaan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, dan jumlah sampel diambil berjumlah 186 orang.
4.5.
INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen penelitian diambil dengan menggunakan kuesioner. NO INSTRUMEN 1. KuesionerMini Nutritional Assasement (MNA)
2.
3.
4.6.
FUNGSI Sebagai alat skrining dan penilaian terhadap gizi pasien geriatri usia 65 ke atas normal, berisiko malnutrisi, atau malnutrisi Kuesioner Semiquantitative Food Untuk menilai asupan Frequency (SFFQs) kebiasaan nutrisi kalangan orang tua sekomprehensif mungkin pada selang waktu tertentu KuesionerSkala Depresi Geriatrik (SDG) Sebagai alat tes skrining depresi pada lansia
MANAJEMEN DATA 4.6.1. Data Entry Setelah data diperoleh maka dilakukan pengolahan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing Memeriksa kelengkapan data yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara. 2. Koding Memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk dilakukan pengolahan data. 3. Data entry
34
Pemindahan data ke dalam komputer agar diperoleh data masukan yang siap diolah.Data yang telah terkumpul dari hasil kuesioner diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS statistics 17. 4.6.2. Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel.Hasil ini berupa distribusi dan persentase pada variabel-variabel yang diteliti.
2. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Dalam analisis ini, dilakukan chi square (Kai-kuadrat) untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung.
4.7. ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing: 1. Dr. dr. Rina K Kusumaratna, M.Kes 2. dr. Vera M Sitanggang
Pelaksana dan Penyusun Penelitian: 1. Arini Nurlela 2. Fani Safitri 3. Oktaria Lutfiani
Perkiraan Biaya Penelitian : 1. Kertas A4 + tinta
Rp 250.000,-
2. Transportasi
Rp 200.000,-
3. Fotocopy
Rp 200.000,-
4. Strip Glukosa
Rp. 210.000,-
35
5. Kapas Alkohol
Rp. 20.000,-
6. Biaya tak terduga
Rp 250.000,-
Jumlah
Rp 1.130.000,-
4.8.JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
TAHAP KEGIATAN
Waktu (dalam minggu) 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Perencanaan 1 Pemilihan topik dan judul 2 Penulusuran kepustakaan 3 Pembuatan proposal 4 Konsultasi dengan pembimbing 5 Presentasi proposal Pelaksanaan 1 Pemilihan pasien 2 Pengumpulan data dan survey 3 Pengolahan data 4 Konsultasi dengan pembimbing Pelaporan Hasil 1 Penulisan laporan sementara
36
2 Revisi 3 Presentasi hasil penelitian
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada lansia di kelurahan Bukit Duri pada bulan November-Desember 2013. Penelitian ini mengambil sampel secara cluster sampling pada lansia di kelurahan Bukit Duri. Sampel yang diteliti pada penelitian ini sebanyak 186 lansia.
5.1 Analisis Data Univariat 5.1.1 Distribusi Status Malnutrisi Tabel 5.1.1 Distribusi Status Malnutrisi pada Lansia Status Gizi
Frequency (N)
Percent (%)
Risk
131
89.7
Malnutrisi
15
10.3
Dari 186 yang diteliti, terdapat 131 (89,7%) berisiko mengalami malnutrisi, 15 (10,3%) mengalami malnutrisi, dan 40 lansia lainnya normal.
5.1.2 Analisis univariat jenis kelamin pasien Berdasarkan jenis kelamin, responden dibagi menjadi dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan.Terdapat 28,1% responden yang berjenis kelamin lakilaki dan terdapat 71,9% responden yang berjenis kelamin perempuan. Tabel 5.1.2 Distribusi responden terhadap jenis kelamin Jenis Kelamin
Frequency (N)
Percent (%)
37
Perempuan
105
71.9
Laki-laki
41
28.1
5.1.3 Analisis univariat umur pasien Berdasarkan usia, usia rata-rata responden adalah sebesar 73,80 dengan standar deviasi 2,007 dengan responden umur termuda 70 dan tertua 81 tahun. Tabel 5.1.3 Distribusi responden terhadap umur Mean ± SD Umur pasien
73,80 ± 2,007
5.1.4Analisis Univariat Asupan Nutrisi Tabel 5.1.4 Distribusi Asupan Nutrisi pada Lansia Asupan Nutrisi
Frequency (N)
Percent (%)
Cukup
122
82.4
Tidak cukup
24
16.2
Dari 146 sampel yang diteliti, terdapat 122 lansia (82,4%)asupan nutrisinya cukup, diantaranya asupan energi dan protein, terdapat 24 lansia (16,2%) yang berisiko mengalami masalah asupan nutrisi. Diantaranya kurangnya asupan energi dan protein.
5.1.5Analisis Univariat Penyakit Kronis Tabel 5.1.5 Distribusi Penyakit Kronis pada Lansia Penyakit Kronis
Frequency (N)
Percent (%)
Ya
73
49.3
Tidak
73
49.3
Dari 146 sampel yang diteliti, terdapat 73 lansia (49,3%) tidak memiliki penyakit kronis dan dengan jumlah yang sama, yaitu 73 lansia (49,3%) memiliki penyakit kronis.
5.1.6 Distribusi Psikologi
38
Tabel 5.1.6 Distribusi Psikologis pada Lansia Psikologis
Frequency (N)
Percent (%)
Risiko Depresi
135
91.2
Depresi
11
7.7
Dari 146 sampel yang diteliti, terdapat 135 (91.2%) memiliki risiko depresi dan 11 lansia (7.7%) menderita depresi.
5.2
Analisis Data Bivariat
5.2.1. Hubungan Asupan Nutrisi dengan Status Malnutrisi pada Lansia Tabel 5.2.1 Hubungan antara Asupan Nutrisi dengan Status Malnutrisi pada Lansia di kelurahan Bukit Duri Asupan
Status Malnutrisi
OR
95% CI
P
Nutrisi Risk
Malnutrisi
Cukup
109
10
Tidak Cukup
22
5
2.48
Lower
Upper
0.77
7.96
0.16
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan 119 lansia memiliki asupan nutrisi yang cukup dan 27 lansia asupan nutrisinya tidak cukup (kurang ataupun lebih).Sebanyak 109 dari 119 lansia berisiko mengalami malnutrisi dan 10 lansia mengalami malnutrisi.Sejumlah 22 lansia yang asupan nutrisinya tidak cukup mengalami risiko malnutrisi dan 5 lansia dari asupan nutrisi yang tidak cukup mengalamai malnutrisi.Lansia yang asupan nutrisinya tidak cukup 2.48 kali lebih besar berisiko mengalami malnutrisi dibandingkan lansia yang asupan nutrisinya cukup. Namun uji statistik ini tidak bermakna (P=0,16).
5.2.2. Hubungan Penyakit Kronis dengan Status Malnutrisi pada Lansia di Kelurahan Bukit Duri
39
Tabel 5.2.2 Hubungan antara Penyakit Kronis dengan Status Malnutrisipada Lansia di kelurahan Bukit Duri Penyakit
Status Malnutrisi
OR
95% CI
P
Kronis Risk
Malnutrisi
Ya
65
7
Tidak
66
8
Lower 0.89
0.31
Upper 2.59
1.00
Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 72 lansia memiliki penyakit kronis.Sejumlah 65 lansia dari jumlah tersebut mengalami risiko malnutrisi dan sebanyak 7 lansia mengalami malnutrisi. Sebanyak 74 lansia yang tidak memiliki penyakit kronis, 66 dari jumlah tersebut mengalami risiko malnutrisi dan 8 lansia mengalami malnutrisi. Berdasarkan hasil tersebut, 0.89 kali lebih besar lansia yang memiliki penyakit kronis berpeluang mengalami malnutrisi. Namun, hasil statistik ini tidak bermakna (P=1.00).
5.2.3. Hubungan Psikologis dengan Status Malnutrisi pada Lansia di Kelurahan Bukit Duri Tabel 5.2.3 Hubungan antara Psikologis dengan Status Malnutrisi pada Lansia di kelurahan Bukit Duri. Psikologis
Status Malnutrisi Risk
Malnutrisi
Risk
118
13
Depresi
13
2
OR
95% CI Lower
1.396
2.83
P
Upper 6.88
1.39
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan sebanyak 131 lansia memiliki risiko depresi dan yang berisiko malnutrisi sebanyak 118 dan mengalami malnutrisi 13. Sebanyak 15 lansia mengalami depresi, 13 diantaranya berisiko malnutrisi dan 2 lainnya mengalami malnutrisi. Lansia yang mengalami depresi, sebanyak 1.39 kali lebih besar mengalami malnutrisi dibandingkan yang tidak mengalami depresi. Hasil ini tidak bermakna dengan nilai p>0.05 (P=1.39).
40
BAB VI PEMBAHASAN
Pada penelitian ini kami menggunakan uji Chi-Square untuk menganalisis domain yang terdapat pada kuesionerMini Nutritional Asessment, Semi Quantitative Frequency Food Quantitative (SQ-FFQ), danSkala Depresi Geriatri (SDG). Mini Nutritional Assessment (MNA)dimana terdiri atas 18 pertanyaan yang terbagi dalam empat komponen: penilaian antropometri, penilaian asupan makanan, penilaian secara umum mengenai gaya hidup dan penilaian secara subjektif. Skor MNA bersifat reliabel dan dapat diandalkan untuk mendeteksi risiko terjadinya malnutrisi.Penilaian asupan nutrisi menggunakan Semi Quantitative Frequency Food Quantitative (SQ-FFQ) berisikan frekuensi dan jumlah porsi asupan makanan (karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral) dalam waktu harian, bulanan dan tahunan.Skala Depresi Geriatri (SDG) berisikan 15 pertanyaan mengenai psikologis. Pada penelitian ini responden dibagi menjadi dua kategori yaitu responden yang berisiko malnutrisi dan malnutrisi.Terdapat 131 responden yang tergolong berisiko malnutrisi dengan presentase sebesar 88.5%, sebanyak 15 orang tergolong malnutrisi dengan persentase sebesar 10.1%.
6.1. Hubungan Asupan Nutrisi dengan Status Malnutrisi pada Lansia
41
Lansia yang memiliki asupan nutrisi yang tidak cukup berisiko 3.121 kali lebih besar mengalami malnutrisi dibandingkan lansia yang asupan nutrisinya cukup.Namun uji statistik ini tidak bermakna (P=0,051). Penelitian ini diperkuat berdasarkan studi yang dilakukan Anis Larbi, dkk yang menyatakan tidak seimbangnya asupan nutrisi energi dan protein baik lebih ataupun kurang pada lansia menyebabkan status gizi malnutrisi.28
6.2. Hubungan Penyakit Kronis dengan Status Malnutrisi pada Lansia Lansia yang memiliki penyakit kronis berisiko mengalami malnutrisi dibandingkan yang tidak memiliki penyakit kronis.Berdasarkan analisis tersebut, didapatkan 1.665 kali lebih besar lansia yang memiliki penyakit kronis berpeluang mengalami malnutrisi. Namun, hasil statistik ini tidak bermakna (P=0.0809). Hasil ini diperkuat oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara penyakit kronis dengan keadaan malnutrisi dilihat dari pembatasan
asupan-asupan
nutrisi
yang
berhubungan
dengan
status
penyakitnya.29, 30
6.3. Hubungan Psikologis dengan Status Malnutrisi pada Lansia Lansia yang memiliki status psikologis depresi berisiko mengalami malnutrisi dibandingkan dengan berisiko depresi.Sebanyak 6.051 kali lebih besar lansia depresi mengalami malnutrisi dibandingkan yang tidak mengalami depresi. Hasil ini diperkuat dengan uji statistik yang bermakna (P=0.005). Selain itu, penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zumrati Ahmad pada tahun 2012 dengan jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Latihan Pasrah Diri terhadap Status Nutrisi Usia Lanjut dengan Simtom Depresi di Wilayah Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah” yang menyatakan bahwa malanutrisi pada lansia dipengaruhi oleh berbagai sebab, salah satunya terjadinya depresi yang menyebabkan terbatasnya kemampuan lansia dalam memenuhi asupan nutrisinya.27
42
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian kami didapatkan prevalensi lansia yang berisiko menderita malnutrisi sebesar 10,3% dan prevalensi lansia yang menderita malnutrisi sebesar 89,7% . Berdasarkan hasil penelitian kami didapatkan prevelensi28,1% responden yang berjenis kelamin laki-laki dan terdapat 71,9% yang berjenis kelamin perempuan di Kelurahan Bukit Duri. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara asupan nutrisi berupa energi dan protein denganstatus malnutrisi lansia di Kelurahan Bukit Duri. Terdapat hubungan yang bermakna antara masalah psikologis dengan status malnutrisi lansia di Kelurahan Bukit Duri. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara faktor penyakit kronis denganstatus malnutrisi lansia di Kelurahan Bukit Duri.
7.2 Saran Puskesmas Dari kesimpulan diatas di dapatkan satu variabel yang tidak berperan terhadap produktivitas lansia.Namun, variabel lainnya cukup berperan terhadap
43
status gizi lansia, diantaranya dari asupan nutrisi, masalah psikologis, dan penyakit kronis.Dari sebuah penelitian sebelumnya, meyatakan bahwa asupan nutrisi, masalah psikologis, dan penyakit kronis berhubungan dengan status malnutrisi lansia.27,28,29,30Dari keterangan di atas, diharapkan puskesmas dapat lebih memperhatikan kondisi lansia melalu kunjungan rumah, pembentukan posyandu lansia di kelurahan,maupun sosialisasi mengenai adanya keberadaan fasilitas tersebut dan manfaatnya.
Peneliti Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam melakukan penelitian ini, tidak semua faktor diteliti dan dianalisis dengan parameter yang tepat karena keterbatasan waktu, dana, dan tenaga. Oleh karena itu, sangat diharapkan ada peneliti lain yang berminat melanjutkan penelitian ini dengan membuat penelitian lanjutan dan membahas lebih mendalam lagi faktor-faktor lainnya selain yang telah kami lakukan demi kesempurnaan penelitian ini. Jumlah sampel dan waktu penelitian juga disarankan untuk diperbesar agar dapat melihat hasil yang lebih baik lagi.
Masyarakat Perlunya perhatian yang lebih terhadap status malnutrisi lansia.Karena salah satu faktor yang berperan dalam status malnutrisi lansia adalah adanya hubungan interaksi dan komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitar yang dapat memicu masalah psikologis lansia yang berdampak pada status malnutrisi lansia.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Dani.
PedomanActive
AgeingBagi
Masyarakat[internet].Jakarta: November
Komnas
30].
Pengelola
Lansia;
2011.
dan
[cited
Available
2013 from:
http://www.komnaslansia.go.id/d0wnloads/AktiveAgeing.pdf. 2. Hamid
Almisar.
Penduduk
Kesejahteraannya[internet]. Indonesia;
2007.
[cited
Lanjut
Jakarta: 2013
Usia
Kementrian
November
30].
dan
Masalah
Sosial
Republik
Available
from:
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=522. 3. Martono H. Hadi, Pranarka Kris. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia): Gizi Lanjut Usia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. Edisi 4 p634-p652. 4. Ahmed Tanvir, Nadim Haboubi. Assessment and management of nutrition in older people and its importance to health.Clinical Interventions in Aging
2010:5
207–216.Available
from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2920201/pdf/cia-5207.pdf. 5. Akmal Hilda Fauzia. Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik dan Status Gizi antara Lansia yang Mengikuti dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia[Thesis]. Semarang: FK Undip; 2012. [cited 2013
45
November
30].
Available
from:http://eprints.undip.ac.id/37552/1/Hilda_Fauzia_A-G2A008093LAP.KTI.pdf. 6. Sinclair Alan J. Morley John E, Vellas Bruno. Pathy’s Principles and Practicle of Geriatric Medicine: Eating Disorders and Nutritional Health. UK: Willey-Blackwell; 2012. 5ED Section 1 Chapter 15-20 p173p245. 7. Hickson M. Malnutrition and Ageing. Postgrad Med J. 2006 January; 82(963):
2–8.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2563720/pdf/2.pdf.
8. Salim Oktavianus Ch, Kusumaratna Rina K, Sudharma Novi I, Hidayat Adi. Tinggi Lutut sebagai Prediktor dari Tinggi Badan pada Usia Lanjut. Jakarta: Universa Medicina; 2006. Vol 25 No 1. Available from: http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2012/04/dr-oktav-dkk.pdf. 9. Chan Christie, Lisa Cheng, Anthony Ho, Linda Hui, Lam WK, LauKam Tong et al. Guideline on Management of Overweight & Obesity in Primary Care: BMI Classification. Hongkong: Professional Development & Quality Assurance Departement of Health; 2006. Available from: http://www.pdqa.gov.hk/english/primarycare/clinical/files/overwtguidelin e.pdf 10. Preparation and Use of Food Based Dietary Guidelines.Report of a Joint FAO/WHO
Consultation.
Available
from:
http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_880.pdf. 11. Ann Rose and Guenter Peggi A. How To Try The Mini Nutritional Assessment. AJN February 2008Vol 108, No2. Available from: http://www.tuftshealthplans.com/providers/pdf/assessing_nutrition.pdf. 12. Roberts Anne Dillon, Clayton Dame Barbara, Copeman June, Davies Louise,Downes Mandy, Lehmann Anthea, et al. Eating Well for Older People: Nutritional Assessments 2nd ED.London: The Caroline Walker Trust; 2004. Chapter 3 How a Good Diet can Contribute to The Health of
46
Older
People;
p21-28.
Available
from:
http://www.cwt.org.uk/pdfs/OlderPeople.pdf. 13. Bernstein Melissa and Munoz Nancy. Food and Nutritioning for Older Adults: Promoting Health and Wellness. Journal of The Academy of Nutrition and Dietetics; August 2012 Volume 112 No 8 Pages 12551277.
Available
from:
http://download.journals.elsevierhealth.com/pdfs/journals/22122672/PIIS2212267212007496.pdf. 14. Ahmadi Seyed Mehdi, Mohammadi Mohammad Reza, Mostavi Seyed Ali, Keshavarzi Sareh, Kooshesh Seyed Mohammad Ali, Joulaei Hassan, et al. Dependence of the Geriatric Depression on Nutritional Status and Anthropometric Indices in Elderly Population. Iran J Psychiatry. 2013 June;
8(2):
92–96.Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3796300/pdf/IJPS-892.pdf. 15. Brookes
Linda.
The
(WHO)/International
UpdatedWorld Society
of
Health
Organization
Hypertension
(ISH)
HypertensionGuidelines [internet]. London: Medscape; 2004. [cited2013 November
30].
Available
from:http://www.medscape.com/viewarticle/471863 . 16. The Seventh Report of the Joint National. Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure. US: Departement of Health and Human Service; 2003.[cited 2013 November 30]. Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. 17. Rachmah W.Diabetes Melitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo Aw, Setiyohadi B, Alwi I, Smadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007.P.1915-18. 18. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:
Guidelines
PBPAPDI;
2006.
Available
from:
http://www.pbpapdi.org/images/file_guidelines/12_Konsensus%20Pengel
47
olaaln%20dan%20Pencegahan%20Diabets%20Melitus%20Tipe%202%2 0di%20Indonesia%202006.PDF. 19. Kirkman M Sue, Briscoe Vanessa Jones, Clark Nathaniel, Florez Hermes, Haas Linda B, Halter Jeffrey B, et al. Diabetes in Older Adults: A Consensus Report. JAGS 2012 10.1111/jgs.12035. Available from: http://www.americangeriatrics.org/files/documents/ADA_Consensus_Re port.pdf. 20. Liu Longjian, Yin Xiaoyan, Ikeda Katsumi, Sullivan Dennis H, Eisen Howard J. Micronutrients, Inflamation and Congestive Heart Failure among The Ederly: Nutrional Perspectives on Primary Prevention and Clinical Treatment. Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology
2007
34,
S14–S16.
Available
from:
http://onlinelibrary.wiley.com/store/10.1111/j.1681.2007.04762.x.pdf. 21. Lorgeril Michel De, Salen Patricia, Defaye Pascal. Importance of Nutrition of Chronic Heart Failure Patients. European Heart Journal (2005)
26,
2215–2217.
Available
from:
http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/26/21/2215.full.pdf+html. 22. Pae Munkyong, Meydani Simin Nikbin, Wu Dayong. The Role of Nutrition in Enhancing Immunity in Aging. Aging and disease Volume 3, Number
1,
February
2012.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3320807/pdf/ad-3-191.pdf. 23. Dickinson A. Benefits of nutritional supplements:Immune Function in the Elderly. The Benefits of Nutritional Supplements 2002 Council for Responsible
Nutrition.
Available
from:
http://www.crnusa.org/benpdfs/CRN009benefits_elderly.pdf. 24. Riset Kesehatan Dasar: Kuesioner Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan Departemen Republik Indonesia; 2007. Available from:http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/KuesionerKes mas.pdf. 25. Nutrion Screening: Mini Nutrional Assessment. Switzerland: Nestle Nutrition
Institute;
2011.
Available
from:
http://www.mna-
48
elderly.com/forms/mna_guide_english.pdf 26. Geriatric Depression Scale (GDS) Scoring Instructions.American College
of
Physicians
Depression
Care
Guide.Available
from:
http://depression.acponline.org/content/all/tools/dcg_o05.pdf. 27. Ahmad Zumrati.Pengaruh Latihan Pasrah Diri terhadap Status Nutrisi Usia Lanjut dengan Simtom Depresi[PPDS Thesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM; 2013. 28. Kurpad AV. Undernutrition in elderly individual In: Clinical Nutrition I. Blackwell NS. UK; 2005. 29. Poehlman ET, Scheffers J, Gottlieb SS, Fisher ML, Vaitekevicius P. Increased resting metabolic rate in patients with congestive heart failure. Ann Intern Med 1994;121:860–2. 30. CrossRefMedlineToth MJ, Gottlieb SS, Goran MI, Fisher ML, Poehlman ET. Daily energy expenditure in free-living heart failure patients. Am J Physiol 1997;272:E469–75. 31. Kartono Djoko, Hardinsyah, Jahari Abas Basuni, Sulaeman Ahmad, Soekatri Moesijanti. Penyempurnaan Kecukupan Gizi Untuk Orang Indonesia. Jakarta: Widyakarya Nasional Pandan dan Gizi X; 2012.
49
LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN STATUS MALNUTRISI Asesmen Mini Nutrisional (MNA) I.
Asesmen Antropometri
1.
Indeks Masa Tubuh (IMT) (kg/m2)
2.
3.
4.
a. IMT < 19
= 0 poin
b. IMT 19 - < 21
= 1 poin
c. IMT 21 - < 23
= 2 poin
d. IMT ≥ 23
= 3 poin
Lingkar Tengah Lengan dalam cm (MAC) a. MAC < 21
= 0,0 poin
b. MAC 21 ≤ 22
= 0,5 poin
c. MAC > 22
= 1,0 poin
Lingkar Betis dalam cm (CC) a. CC < 31
= 0 poin
b. CC ≥ 31
= 1 poin
Penurunan berat badan dalam 3 bulan terakhir a. Penurunan berat badan melebihi 3kg
= 0 poin
b. Tidak tahu
= 1 poin
c. Penurunan berat badan anatara 1-3 kg
= 2 poin
50
d. Tidak terdapat penurunan berat badan
II. 5.
6.
7.
8.
= 3 poin
Asesmen Umum Hidup mandiri (tanpa perawat di rumah ataupun rumah sakit) a. Tidak
= 0 poin
b. Ya
= 1 poin
Memakai obat dengan resep dokter lebih dari 3 per hari a. Ya
= 0 poin
b. Tidak
= 1 poin
Memiliki stres psikologis atau penyakit akut 3 bulan lalu a. Ya
= 0 poin
b. Tidak
= 2 poin
Aktivitas a. Hanya berbaring atau duduk di kursi
= 0 poin
b. Dapat berbaring atau duduk di kursi yang lebih jauh, namun tidak
9.
10.
dapat berpergian
= 1 poin
c. Dapat berpergian
= 2 poin
Masalah neuropsikologis a. Depresi atau demensia berat
= 0 poin
b. Demensia ringan
= 1 poin
c. Tidak ada masalah psikologis
= 2 poin
Luka akibat tekanan atau ulkus di kulit a. Ya
= 0 poin
b. Tidak
= 1 poin
III. Asesmen Diet 11.
Berapa banyak makanan yang mengandung tepung yang dimakan setiap harinya?
12.
a. 1 makanan
= 0 poin
b. 2 makanan
= 1 poin
c. 3 makanan
= 2 poin
Tanda konsumsi dipilih sebagai tanda asupan protein
51
13.
14.
-
Setidaknya 1 penyajian produk harian setiap hari? Ya/Tidak
-
2 atau lebih penyajian kacang polong/telur setiap minggu? Ya/Tidak
-
Daging, ikan atau bebek/ ayam setiap hari? Ya/Tidak
a. Jika 0 atau 1 jawaban Ya
= 0,0 poin
b. Jika 2 jawaban Ya
= 0,5 poin
c. Jika 3 jawaban Ya
= 1,0 poin
Konsumsi 2 atau lebih buah-buahan atau sayuran per hari? a. Tidak
= 0 poin
b. Ya
= 1 poin
Memiliki penurunan asupan makan selama >3 bulan terakhir akibat penurunan nafsu makan, masalah pencernaan, pengunyahan atau masalah menelan yang berat?
15.
16.
a. Kehilangan nafsu makan berat
= 0 poin
b. Kehilangan nafsu makan sedang
= 1 poin
c. Tidak terdapat kehilangan nafsu makan
= 2 poin
Berapa banyak minum per hari? a. Kurang dari 3 cangkir
= 0,0 poin
b. 3-5 cangkir
= 0,5 poin
c. Lebih dari 5 cangkir
= 1,0 poin
Cara makan a. Tidak dapat makan tanpa asisten
= 0 poin
b. Sendiri namun sulit
= 1 poin
c. Sendiri tanpa kesulitan sedikitpun
= 2 poin
IV. Asesmen Pribadi 17.
18.
Melihat keadaan mereka memiliki masalah nutrisi? a. Malnutrisi berat
= 0 poin
b. Tidak tahu atau malnutrisi sedang
= 1 poin
c. Tidak ada masalah nutrisi
= 2 poin
Dalam perbandingan dengan responden lain dengan usia yang sama, bagaimana melihat status kesehatan mereka? a. Tidak baik
= 0,0 poin
52
b. Tidak tahu
= 0,5 poin
c. Baik
= 1,0 poin
d. Sangat baik
= 2,0 poin
Asesmen Total (max 30 poin) Indikator skor malnutrisi: ≥ 24
: nutrisi baik
17-23 : berisiko malnutrisi