Laporan 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN 2 PENDIDIKAN PROFESI GURU DALAM JABATAN DESAIN PEMBELAJARAN INOVATIF



NAMA



: REMIGIUS UA, S.Pd



NIM



223125707539



BIDANG STUDI



: MATEMTIKA



PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA/PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG MALANG AGUSTUS 2022 1



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena ataas berkat dan peyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan desain pembelajaran inovatif ini dengan baik. Laporan ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban penulis setelah mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) yang diselenggarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Tekonologi Republik Indonesia. Selain itu, laporan ini juga merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi oleh penulis dalam mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan tahun 2022 di Universitas Negeri Malang. Tidak dapat disangkal bahwa laporan ini membutuhkan kerja keras dari penulis dan juga dukungan dari banyak pihak maka pada kesempatan ini juga penulis menyampikan terima kasih yang berlimpah kepada semua pihak, baik dari Kemdikbudrisetk, para pengajar praktik, Kepala Sekolah Menengah Pertama St. Yosef Maubesi, pihak Universitas Negeri Malang dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis juga menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka penulis dengan rendah hati mengharapkan kritk dan saran dari semua pihak demi ksempurnaan laporan ini.



Kefamenau, September 2022 Penulis



2



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................................1 KATA PENGANTAR..........................................................................................................2 DAFTAR ISI.........................................................................................................................3 RINGKASAN........................................................................................................................4 BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................5 A. Latar Belakang.........................................................................................................5 B. Tujuan.......................................................................................................................5 C. Manfaat.....................................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN A. Pembelajaran Berdeferensiasi.................................................................................6 B. Pembelajaran Sosial dan Emosional.......................................................................9 C. Coaching....................................................................................................................9 D. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran...............................11 E. Kepemimpinan dalam Pengembangan Sumber Daya........................................15 BAB III PENUTUP.............................................................................................................18 A. Refleksi....................................................................................................................18 B. Tindak Lanjut.........................................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................19 LAMPIRAN........................................................................................................................20



3



RINGKASAN Pendidikan Guru Penggerak (PGP) merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik,



aktif



dan



proaktif



dalam



mengembangkan



guru



di



sekitarnya



untuk



mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Program ini meliputi pelatihan, baik yang dilkukan secara dari maupun luring yang berlangsung selama 9 bulan. Saya merupakan salah satu alumni Pendidikan Guru Penggerak angkatan 1 dari Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur telah mengikuti program ini sampai selesai dan telah dinyatakan lulus dengan hasil amat baik. Setelah saya mengikuti program ini maka saya mulai menyadari pentingnya mendesain pembelajaran yang inovatif yang dapat membuat peserta didik merasa nyaman untuk belajar di sekolah. Untuk mendesain model pembelajaran yang inovatif ini dperlukan keratifitas yang tinggi dari seorang guru. Guru sebagai fasilitator mempunyai kewajiban untuk menciptkan situasi sekolah yang kondusif sehingga dan memungkinkan untuk terjadi interaksi yang baik di sekolah.



4



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pendidikan Guru Penggerak (PGP) merupakan episode kelima dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar yang diluncurkan



Kementerian



Pendidikan



dan



Kebudayaan (Kemendikbud) dan dijalankan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK). Program Guru Penggerak ini bertujuan untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid, serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila Program ini meliputi pelatihan, baik yang dilkukan secara dari maupun luring yang berlangsung selama 9 bulan. Program ini kemudian membuat saya merasa tertarik untuk mengikuti seleksi dan akhirnya saya dinyatakan lulus untuk mengikuti program ini sampai selesai dan dinyatakan taman dengan hasil amat baik. Adapun yang menjadi latar belakang saya mengikuti kegiatan ini adalah bahwa saya memiki rasa ingin tahu yang tinggi. Saya merasa pengetahuan – pengetahuan yang yang saya miliki saat itu sangat minim sehingga saya berinisiatif untuk meningkatkan dan mengembangakn kemampuan saya sebagai guru. B. Tujuan Adapaun tujuan dari saya mengikuti program pendidikan guru penggerak adalah untuk meningkatkan dan mengembangakn kemapuan saya sebagai guru C. Manfaat Manfaat yang saya dapat dari program pendidikan guru penggerak adalah saya memiliki ketrampilan untuk merancang model pembelajaran yang inovatif. Yang awalnya saya menganggap pendidikan sebagai proses tarnsfer ilmu dari guru ke siswa, berubah menjadi guru harus menghamba pada murid.



5



PEMBAHASAN



A. Pembelajaran Berdefrensiasi Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodir kebutuhan belajar murid. Guru memfasilitasi murid sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan



memberikan



perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap murid, maupun pembelajaran yang membedakan antara murid yang pintar dengan yang kurang pintar. Ciri-ciri atau kerekteristik pembelajaran berdiferensiasi



antara



lain;



lingkungan belajar mengundang murid untuk belajar, kurikulum memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas, terdapat penilaian berkelanjutan, guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid, dan manajemen kelas efektif. Contoh kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah ketika proses pembelajaran guru menggunakan beragam cara agar murid dapat mengeksploitasi isi kurikulum, guru juga memberikan beragam kegiatan yang masuk akal sehingga murid dapat mengerti dan memiliki informasi atau ide, serta guru memberikan beragam pilihan di mana murid dapat mendemonstrasikan apa yang mereka pelajari. Contoh kelas yang belum menerapkan pembelajaran berdiferensiasi adalah guru lebih memaksakan kehendaknya sendiri. Guru tidak memahami minat, dan keinginan murid. Kebutuhan belajar murid tidak semuanya terenuhi karena ketika proses pembelajaran menggunakan satu cara yang menurut guru sudah baik, guru tidak memberikan beragam kegiatan dan beragam pilihan. Untuk dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas, hal yang harus dilakukan oleh guru antara lain: 1. Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau survey menggunakan angket, dll) 2. Merencanakan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan (memberikan berbagai pilihan baik dari strategi, materi, maupun cara belajar) 3. Mengevaluasi dan erefleksi pembelajaran yang sudah berlangsung. 6



Pemetaan kebutuhan belajar merupakan kunci pokok kita untuk dapat menentukan langkah selanjutnya. Jika hasil pemetaan kita tidak akurat maka rencana pembelajaran dan tindakan yang kita buat dan lakukan akan menjadi kurang tepat. Untuk memetakan kebutuhan belajar murid kita juga memerlukan data yang akurat baik dari murid, orang tua/wali, maupub dari lingkungannya. Apalagi dimasa pandemi seperti ini, dimana murid melaksanakan PJJ sehingga interaksi secara langsung antara guru dengan murid sangat jarang. Akibatnya data yang kita kumpulkan untuk memetakan kebutuhan belajar murid sulit kita tentukan valid atau tidaknya. Dukungan dari orang tua dan murid untuk memberikan data yang lengkap dan benar sesuai kenyataan yang ada. Tidak ditambahi dan juga tidak dikurangi. Orang tua dan murid harus jujur ketika guru melakukan pemetaan kebutuhan belajar, baik



elalui



wawancara, angket, survey, dll. Terdapat tiga strategi diferensiasi diantaranya; 1. Direfensiasi konten Konten adalah apa yang kita ajarkan kepada murid. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan terhadapa kesiapan, minat, dan profil belajar murid maupun kombinasi dari ketiganya. Guru perlu menyediakan bahan dan alat sesuai dengan kebutuhan belajar murid 2. Diferensiasi proses Proses mengacu pada bagaimana murid akan memahami atau memaknai apa yang dipelajari. Diferensiasi proses dapat dilakukan dengan cara: a) menggunakan kegiatan berjenjang b) meyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan yang perlu diselesaikan di sudut-sudut minat c) membuat agenda individual untuk murid (daftar tugas, memvariasikan lama waktu yang murid dapat ambil untuk menyelesaikan tugas d) mengembangkan kegiatan bervariasi 3. Diferensiasi produk Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan murid kepada kita (karangan, pidato, rekaman, doagram) atau sesuatu yang ada wujudnya.



7



Produk yang diberikan meliputi 2 hal: a) memberikan tantangan dan keragaman atau variasi, b) memberikan murid pilihan bagaimana mereka dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan memberikan dampak bagi sekolah, kelas, dan terutama kepada murid. Setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tidak semua murid bisa kita beri perlakuan yang sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan murid maka hal tersebut dapat menghambat murid untuk bisa maju dan berkembang belajarnya. Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran berdiferensiasi antara lain; setiap orang merasa disambut dengan baik, murid dengan berbagai karakteristik merasa dihargai, merasa aman, ada harapan bagi pertumbuhan, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, ada keadilan dalam bentuk nyata, guru dan murid berkolaborasi, kebutuhan belajar murid terfasilitasi dan terlayani dengan baik. Dari beberapa dampak tersebut diharapkan akan tercapai hasil belajar yang optimal. B. Pembelajaran Sosial Emosional Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah sebuah pendekatan dalam pengelolaan proses pembelajaran di sekolah yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses pembelajaran PSE memungkinkan murid (di semua jenjang, tingkat dan kelas) dan orang dewasa (kepala sekolah, guru dan tendik) yang ada di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dalam berbagai



sikap



sosial



dan



emosional



secara



positif.



PSE



adalah



proses



mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional sebagai modal anak dalam berinteraksi dengan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar (CASEL: 2012). Kita mengetahui otak manusia terdiri dua bagian, yakni otak kanan (right hemisphere) dan otak kiri (left hemisphere). Belahan otak kiri yang menghendaki keteraturan, yakni menentukan logika, literal, linguistic dan linier (menempatkan segala sesuatu dalam keteraturan, urutan, tekstual dan detil). Otak kiri terkait dengan huruf L (logical, Literal, Linguistis, Linier). Sedangkan otak kanan menghendaki gambaran besar, emosi-non logical, non verbal, pengalaman dan kenangan pribadi. Untuk memaksimalkan peran otak kiri dan otak kanan secara seimbang, bagi peserta didik, maka PSE merupakan salah satu solusi yang harus dilakukan. PSE 8



memungkinkan siswa untuk lebih mudah mengeskspresikan perasaanya terhadap apa yang dilamai. Seperti kejadian yang saya alami di sekolah dimana terdapat salah satu siswa yang terlihat murung di pagi hari. Saya kemudian mendekati siswa tersebut dan bertanya padanya tentang apa yang sedang dialami, ternyata saya menemukan dia terlihat murung karena keinginanya untuk dibelikan sepeda tidak dihiarukan oleh ibunya. Tentu untuk menghadapi situasi ini saya memerlukan teori yang cukup. Beruntung sekali saya mengikuti program guru penggerak sehingga keahlian untuk menerapkan PSE baik dan akhirnya masalah siswa itu bisa teratasi dan dia lebih bersemangat untuk belajar. C. Coaching Coaching dalam dunia pendidikan merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, di mana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu metode yang efektif untuk menciptakan pembelajaran yang Merdeka di mana dalam proses Coaching landasan awal yang harus di bangun oleh coach yakni mampu menciptakan Hubungan kemitraan yang setara, nyaman dan aman dengan komunikasi yang memberdayakan sehingga coach bisa menginspirasi coachee untuk memberikan jawaban - jawaban sendiri atas permasalahannya. Dalam proses coaching , coach di tuntut untuk mampu menggali informasi terkait dengan masalah yang di hadapi coachee dengan pertanyaan terbuka untuk mengstimulus jawaban dari coachee secara optilamilasasi agar jawaban coachee dapat di terapkan dalam aksi nyata sehingga Potensi coachee bisa berkembang. Coaching yang dilakukan coach kepada coachee sedikitnya membutuhkan empat keterampilan di antaranya: 1. Keterampilan membangun dasar proses coaching 2. Keterampilan membangun hubungan baik 3. Keterampilan berkomunikasi 4. Keterampilan memfasilitasi pembelajaran Teknik Coaching yang power full yang berkembang saat ini merupakan tehnik yang di kembangkan dari coaching Model GROW. Model GROW



adalah



kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini; Reality 9



(Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee; Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi; dan Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya. Model GROW menjadi pijakan dalam melakukan coaching dalam dunia pendidkan yang selanjutnya dikembangkan menjadi model TIRTA yang meliputi langkah-langkah : Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi coachee; Tanggung jawab/komitmen. Dalam praktek Coaching, guru sebagai coach harus mampu merefleksikan kebebasan murid dengan pertanyaan yang tepat untuk menggali dan menemukan berbagai kekuataan yang mereka dimiliki dengan penuh kasih sayang dan persaudaraan. Guru sebagai coach menghindari keinginan untuk memaksakan kehendak dan mengharapkan pamrih, mensucikan diri tanpa ikatan menjadikan murid insan paripurna. Guru sebagai coach menciptakan suasana nyaman dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan agar murid mampu mencurahkan dan memetakan kekuatan yang di miliki dalam mencari solusi dan mendapatkan hasil untuk menyelesaikan masalah yang di hadapi. Di sekolah SMP St. Yosef Maubesi, saya telah melakukan praktek coaching terhadap salah satu rekan guru yang setiap pagi selalu terlambat ke sekolah, dan pada akhirnya masalahnya dapat terselesaikan dengan baik. Juga saya melakukan praktek coaching terhadap beberapa siswa yang merupakan anak wali saya, ada yang ogah untuk mengerjakan PR karena dianggap beban, ada juga yang rajin mengikuti pelajaran tetapi nilai ulanganya selalu rendah. Melihat persoalan seperti ini akhirnya saya terdorong untuk melakukan coaching. Dengan berbekal ilmu yang saya dapatakan pada saat mengikuti program pendidikan guru penggerak akhirnya saya bisa membantu siswa – siswa saya untuk menyelesaikan masalahnya melalui teknik coaching. Jika di kaitkan dengan Pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional



apabila



Tehnik



coaching



di



integrasikan



dalam



pembelajaran



berdiferensiasi dan Pembelajaran sosial emosional maka akan melejitkan bakat maupun Potensi yang di miliki murid. Dalam pembelajaran berdiferensiasi koneksi antar materi hubungan antara coaching dan pembelajaran berdiferensiasi ada 3 yaitu minat, kesiapan belajar peserta didik dan profil belajar peserta didik. oleh seorang coach digunakan sebagai data dalam proses coaching yang akan di lakukan sehingga 10



peserta didik mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya dan menemukan solusi terbaik. Coaching dalam Kompetensi Sosial Emosional ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu KSE kesadaran diri dan pengelolaan diri dapat di integrasikan secara langsung dalam proses coaching agar coachee dapat mengendalikan Emosi dan mengendalikan diri dalam mencari solusi untuk permasalahan yang di hadapi dengan cara menerapkan tehnik mindfullness agar coachee dengan sadar dan tenang menentukan tujuan, mengidentifikasi masalah dalam coaching, KSE kesadaran sosial. Keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kompetensi sosial emosional yang digunakan oleh seorang pendidik sebagai proses coaching terhadap coachee agar menimbulkan rasa empati dan rasa sosialisasi serta mampu menyusun rancangan aksi dan mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab agar coachee mengalami peningkatan kualitas diri menjadi semakin baik. D. Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru dalam mengambil sebuah keputusan hendaknya sebijak mungkin dengan memperhatikan segala aspek serta merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, sehingga bisa dijadikan rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Hal ini sejalan dengan semboyan patrap triloka Ing Ngarso sung tulodho. Sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru dalam mengambil keputusan juga membutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dan implikasi dari keputusan yang kita ambil, karena tidak ada keputusan yang bisa sepenuhnya mengakomodir seluruh kepentingan para pemangku kepentingan. Hal ini akan memberi semangat serta motivasi guru untuk selalu berkarya dan berinovasi (Ing Madyo Mangun Karso) memberikan yang terbaik bagi pendidikan yang secara tidak langsung memberi semangat juga bagi semua warga sekolah terutama peserta didiknya. Proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, dengan segala kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan



berhubungan



sosial



(relationship skills) akan mewujudkan Tut wuri handayani dengan memberikan dorongan secara moril maupun materiil bagi semua warga sekolah tak terkecuali murid-muridnya. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita berpengaruh kepada 11



prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita secara kodrati sebagai makhluk tuhan bahwa segala perilaku dan perbuatan kita sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan kelak diakhirat. Kaitannya sebagai seorang pendidik nilai kejujuran, integritas, bisa diajarkan melalui pengamalan dan keteladan pada murid-murid kita. Selain itu, pengamalan ajaranajaran dari Tuhan akan membawa kebaikan bagi kita dan orang lain yang sejalan dengan nilai-nilai kebajikan universal. Dalam melaksanakan tugas sebagai seorang pendidik, guru juga harus memiliki keterampilan coaching. Keterampilan ini sangat membantu dalam menguji pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah keputusan-keputusan yang kita ambil berbasis etika, sesuai visi misi sekolah yang berpihak pada murid, budaya positif, serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi, sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas. Keterampilan coaching juga dibutuhkan guru untuk mengoptimalkan potensi serta bakat dari setiap anak didiknya. Dengan coaching, guru bisa membantu peserta didik menyingkirkan sumbatan-sumbatan atau hambatan yang menghalangi proses belajar murid. Harapannya guru sebagaai coach mampu memotivasi dan mendorong serta membantu anak didiknya menemukan serta menggali potensinya secara optimal. Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika akan semakin mengasah empati seorang pendidik. Empati yang terlatih akan mampu memetakan paradigma dilema etika agar pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran lebih bijak. Tentu saja rasa empati dan pengelolaan diri dengan kesadaran penuh (Mindfulness) akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut. Dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang tepat yaitu pengambilan keputusan berbasis etika, sesuai visi misi berpihak pada murid, budaya positif serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan jelas yang mewujudkan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sehingga tercipta profil pelajar pancasila. Dengan memetakan 4 paradigma dilema etika yaitu individu vs masyarakat, rasa keadilan vs rasa kasihan, kebenaran vs kesetiaan dan jangka pendek vs jangka panjang. Pengambilan keputusan juga berpegang pada 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu prinsip berbasis hasil akhir, prinsip berbasis peraturan, dan prinsip



12



berbasis rasa peduli. Serta dipadukan dengan 9 langkah pengambilan keputusan. Sembilan keputusan tersebut yaitu: 1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan 2. Menentukan siapa saja yang terlibat 3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan 4. Pengujian benar atau salah yang didalamnya terdapat uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, uji keputusan panutan/idola 5. Pengujian paradigma benar lawan benar 6.



Prinsip Pengambilan Keputusan



7. Investigasi Opsi Trilemma 8. Buat Keputusan 9. Tinjau lagi keputusan Anda dan refleksikan Tidak dipungkiri, bahwasanya dalam pengambilan keputusan yang melibatkan dilema etika dan bujukan moral mengalami kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan dalam pengambilan keputusan terkait dilema etika diantaranya disebabkan oleh nilainilai dan budaya masyarakat yang terkadang terasa kabur ketika dihadapkan pada nilai dan budaya yang lain. Paradigma berpikir dari semua warga sekolah serta masyarakat lingkungan sekolah yang terkadang terpengaruh kodrat zaman. Terlebih lagi ditengah arus globalisasi di segala bidang terutama teknologi yang sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat sekarang ini. Sebagai seorang pendidik, guru harus memiliki keterampilan pengambilan keputusan yang baik. Kaitannya dalam lingkup sekolah terutama sebagai pemimpin pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas, guru dalam mengambil keputusan hendaknya



memerdekakan



murid-muridnya.



Pengambilan



keputusan



sebagai



pemimpin pembelajaran yang tepat yaitu pengambilan keputusan berbasis etika, sesuai visi misi berpihak pada murid, budaya positif serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan akan jelas yang mewujudkan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman sehingga bakat dan potensi dalam diri siswa bisa tercapai secara optimal hingga tercipta profil pelajar pancasila. Pengambilan keputusan yang tepat dan bijak sebagai pemimpin pembelajaran akan sangat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Seorang guru ketika mengambil sebuah keputusan akan menjadi pembelajaran bagi setiap muridnya. Keputusan-keputusan itu akan menjadi teladan serta memotivasi dan 13



mendukung potensi murid. Dan pada akhirnya membawa pengalaman yang sedikit banyak mempengaruhi cara berfikir mereka kelak. Setiap keputusan yang dibuat seorang guru dalam pembelajaran akan memaksimalkan potensi setiap anak atau sebaliknya. Sehingga keberhasilan seorang guru bukan hanya



mengajarkan



kecerdasan kognitif melainkan kecerdasan social- emosional serta spiritual secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan filososi Ki Hajar Dewantara bahwasanya maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat. Salah satu penerapannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dengan terintegrasi pembelajaran sosio-emosional agar murid dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alamnya. Sehingga hakikat pendidikan sesuai pandangan Ki Hajar Dewantara menginternalisasikan nilai-nilai budaya pada anak melalui pembelajaran social-emosional dan berdiferensiasi akan menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman sehinga mewujudkan visi misi sekolah yang berpihak pada murid. Pada akhirnya akan membentuk generasi dengan profil pelajar pancasila. Dalam menyajikan pembelajaran berdiferensiasi terintegrasi social-emosional, guru juga harus memiliki keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini membekali guru dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Sehingga proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. kompetensi self awarness, self management, sosial awarness dan relationship skills akan membantu guru mengambil sebuah keputusan terkait permasalahan dilema etika maupun bujukan moral dengan sebuah keputusan yang bijak melalui pemetaan 4 paradigma dilema etika dan pengambilan keputusan dengan 3 prinsip serta menerapkan 9 langkah pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran sehingga keputusan-keputusan yang diambil berbasis etika, sesuai visi misi sekolah yang berpihak pada murid, budaya positif, serta nilai-nilai yang dianggap penting dalam sebuah institusi, sehingga prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan juga akan lebih jelas. Pada akhirnya akan membentuk generasi dengan profil pelajar pancasila.



14



E. Kepemimpinan dalam Pengembangan Sumber Daya Pemimpin sekolah, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam menentukan keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila. Sekolah sebagai sebuah ekosistem merupakan bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan



saling



memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya seperti pengawas, kepala sekolah, guru, staf tenaga kependidikan, murid, orang tua dan masyarakat sekitar.Selain itu, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang



keberhasilan



proses



pembelajaran



diantaranya



keuangan



dan



sarana/prasarana. Seorang guru harus mampu melakukan pemetaan (mapping) sumber daya yang dimiliki oleh suatu sekolah untuk meningkatan kualitas pembelajaran yang berpihak kepada murid. Melalui pemetaan itu, guru dapat mengidentifikasi dan memanfaatkan segala sumber daya/kekuatan/potensi yang ada secara efektif dan efisien. Secara umum ada dua pendekatan dalam pengembangan sebuah komunitas, yaitu



pendekatan



berbasis masalah/kekurangan



(deficit-based



thinking)



dan



pendekatan berbasis aset/kekuatan (asset-based thinking) yang dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebaiknya sekolah sebagai sebuah komunitas lebih menekankan pada Pendekatan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaittu modal manusia, modal social, modal fisik, modal lingkungan alam, modal finansial, modal politik serta modal agama dan budaya. Dalam implementasi modul pemimpin dalam pengelolaan sumber daya sekolah, seorang pemimpin pembelajaran harus mampu bersinergi dengan semua pihak yang ada di sekolah baik dewan guru, staff, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitar sekolah untuk dapat secara 15



bersama-sama menginventarisasi segala sumber daya (aset) yang dimiliki sekolah dan menjadikannya sebagai kekuatan yang dimiliki oleh sekolah untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Berkaitan dengan dengan nilai guru penggerak, seorang pemimpin pembelajaran harus mampu menerapkan nilai-nilai guru penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid dalam mengelola sumberdaya untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga tercipta murid yang memiliki profil pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebhinekaan global, bergotong royong, serta kreatif. Seorang pemimpin harus mampu menyusun visi dan misi yang jelas, terarah dan tentunya berpijak pada sumber daya sekolah serta berpihak kepada murid. Melalui penerapan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi bersama, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi), seorang pemimpin akan dapat melakukan perubahan sekolah berbasis sumber daya yang akan menggerakkan warga sekolah untuk melakukan perubahan positif. Perubahan positif yang dilakukan secara konsisten akan melahirkan budaya positif (positive cultures) yang pada hakekatnya adalah pembiasaan karakter baik di sekolah. Dalam melaksanakan pembelajaran seorang pemimpin harus mampu melaksanakan pembelajaran yang sesuai dengan minat, bakat, dan profil siswa atau yang dikenal dengan pembelajaran berdiferensiasi. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi ini maka seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memetakan aset/sumber daya yang dimiliki utamanya aset manusia yaitu siswa. sehingga pembelajaran yang dilaksanakannya akan bermakna bagi siswa. Potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh siswa dapat kita kembangkan lebih jauh lagi dengan memperhatikan aspek sosial emosional siswa. Sebagai seorang pemimpin kita harus memahami sisi sosial emosional siswa, sehingga ketika ada siswa kita yang mengalami permasalahan maka kita akan dapat memberikan layanan berupa coaching untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menggali potensi-potensi yang dimiliki siswa untuk dapat dikembangkan. Dengan demikian siswa akan dapat berkembang secara maksimal. Dalam pengelolaan sumber daya dibutuhkan kemampuan seorang pemimpin yang memegang aturan, dan tetap mempertimbangkan keperdulian dan hasil. Untuk itu perlu diperhatikan apa yang menjadi prinsip pemikiran, paradigma pengambilan 16



dan keputusan itu diuji melalui 9 langkah sebagaimana dibahas modul sebelumnya. Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada lingkungan yang nyaman, aman, positif, dan kondusif.



17



BAB III PENUTUP A. Refleksi Sebelum mempelajari modul – modul yang ada pada program pendidikan guru penggerak, di sekolah SMP St. Yosef maubesi sebagai sekolah dimana tempat saya mengajar, metode dan strategi pembelajaran yang kami gunakan lebih banyak bersifat ceramah atau konvensional. Setelah mengikuti program pendidikan guru prnggerak akhirnya saya memahami tentang makna pendidikan yang sesungguhnya. Hal ini memungkinkan saya untuk lebih kreatif dalam merancang model pembelajaran yang inovatif. Saya dapat merancang rencana pelaksanaan pembelajaran berdeferensiasi, melakuakn teknik coaching, dan dapat memanfaatkan segala aset yang ada di sekolah untuk tujuan pengembangan sekolah dan peserta didik. . B. Tindak Lanjut Tindak lanjut dari mempelajari modul – modul PGP khususnya tentang pembelajaran



berdeferensiasi,



Pembelajaran



Sosial



Emosional,



Coaching,



pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, dan pemanfaatan aset sekoal adalah melakukan aksi nyata yang dituangkan dalam bentuk video dan artikel – artikel. Membuat puisi, konten dan juga aksi nyata di sekolah berupa pembentukan komunitas praktisi dan penanaman nilai – nilai pemikiran Ki Hajar Dewantara.



18



DAFTAR PUSTAKA



https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/pembelajaran-berdiferensiasi-danpenerapannya-di-kelas/ https://www.kompasiana.com/marlina51404/61bb181462a70440777b2dd2/tehnik-coachingdalam-pembelajaran-melejitkan-potensi-dan-bakat-siswa https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/pengambilan-keputusan-sebagai-pemimpinpembelajaran-2/ https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/cerita/kajian-komprehensif-kepemimpinan-dalampengelolaan-sumber-daya/ Oscarina Dewi Kusuma, S.Pd., M.Pd., Siti Luthfah, M. Pd(2020), Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi,



Jakarta



19



LAMPIRAN



https://www.youtube.com/watch?v=ANNBF-K9HfU https://www.youtube.com/watch?v=IxQPF3JSles https://www.youtube.com/watch?v=TTFOXpadQ1I



20