Laporan Agroklimatologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum 1 Agroklimatologi Pengenalan Alat Stasiun Klimatologi



NAMA



: ANDINI RIASWATY



NIM



: G111 16 532



KELOMPOK



: 16



ASISTEN



: DIRLAND JUNARDI MUTHMAINNAH



02



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Bumi adalah salah satu planet yang dihuni oleh manusia dengan berbagai



fenomena alam yang disebabkan oleh adanya benda –benda langit yang bekerja. Hujan, angin, awan, suhu adalah sebab dari adanya fenomena alam yang ada. Sebab-sebab itulah yang mendatangkan keuntungan tetapi tidak lepas dari adanya malapetaka bagi kehidupan manusia. Menjadi keuntungan ketika sebab dari fenomena ini mampu diterapkan dalam dunia transportasi darat maupun laut dan menjadi malapetaka ketika mengetahui akan adanya bahaya namun sebab dari fenomena ini tidak mampu dicegah atau dikendalikan karena adanya kesalahan dalam memrediksikannya. Dengan adanya hal itu yang disertai dengan perkembangan teknologi maka beberapa ahli dan penemu-penemu menemukan alat yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana ukuran dan potensi dari sebab fenomena alam tersebut. Hal ini dibutuhkan karena manusia tidak serta-merta dapat menduga akibat dari adanya sebab fenomena alam tersebut, dan manusia juga tidak lepas dari kesalahan saat melakukan penelitian terhadap sebab fenomena ini. Maka ditemukanlah berbagai alat yang dapat digunakan untuk mengetahui serta mengukur potensi dari hujan, angin, awan, suhu, dll. Karena dianggap sangat berguna hingga akhirnya teknologi seperti ini dikembangkan terus-menerus oleh para ahli dan menyebar ke seluruh pelosok dunia termasuk Indonesia. Indonesia sebagai negara beriklim tropis, tidak lepas dari sebab-sebab oleh fenomena alam misalnya matahari yang berlimpah, wilayah yang sering hujan, dan tanah yang subur sehingga dapat ditumbuhi berbagai jenis tanaman seperti yang diterapkan di negara tropis lain dalam pembangunan fisik kota terutama di bidang pertanian.



Pertanian merupakan salah satu bidang pembangunan yang sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Kebudayaan-kebudayaan besar dari sejak zaman prasejarah selalu tercatat kemampuannya dalam berinteraksi dan mengenal perilaku serta nampak dalam alam sekitar mereka (Kurnia, 2010). Pertanian merupakan budaya yang pertama kali dikembangkan manusia sebagai respon terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur menjadi sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas akibat laju pertambahan manusia. Pengelolahan hamparan tanaman (pertanaman) memadukkan faktor-faktor produksi bahan organik secara sinergi dengan tujuan meningkatkan produksi bahan organik secara optimal baik kuantitatif maupun kualitatif, atau bertujuan untuk meningkatkan penampilan tanaman menurut selera konsumen (tanaman ornament dan tanaman bunga). Pengelolahan pertanaman meliputi kegiatan yang berkaitan dengan efisiensi pemanfaatan radiasi matahari, komponen iklim makro dan mikro lainnya, hara tanaman dan air tanah oleh tanaman (Nurmala, dkk. 2012). Dari adanya permasalahan seperti di atas, maka dibutuhkanlah ilmu yang mencakup tentang hal tersebut yaitu Klimatologi. Klimatologi yakni ilmu yang membahas dan menerangkan tentang iklim, bagaimana iklim dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat lainnya dan bagaimana kaitan antara iklim dan manusia. Dari ilmu ini jugalah dapat ditemukan bagaimana penggunaan alat-alat klimatologi yang akan membantu pelaksanaan kegiatan terutama dalam bidang transportasi, industri, dan yang terpenting adalah pertanian. Namun tidak semua dapat diketahui hanya dari ilmunya dan memperoleh datanya begitu saja. Demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut, dibutuhkankan informasi klimatologi dimasa yang akan datang untuk membantu memproyeksikan kondisi klimatologi, sehingga diharapkan dapat merencanakan kebutuhan-kebutuhan manusia dengan efisen dan efektif di masa mendatang. Dalam peramalan klimatologi memerlukan sebuah stasiun klimatologi, dimana stasiun ini berguna sebagai pusat informasi yang digunakan sebagai data untuk keperluan manusia.



Maka dari itu, perlu dilaksanakan praktikum tentang Pengenalan Alat Klimatologi ini agar Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat klimatologi, penggunaan, dan standar penempatannya pada stasiun klimatologi. 1.2.



Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk: 1. Praktikan dapat mengenal alat klimatologi serta prinsip kerjanya 2. Praktikan dapat mengetahui penggunaan alat tersebut dalam bidang pertanian 3. Praktikan dapat mengetahui tata letak dan pemasangan peralatan klimatologi di Stasiun Klimatologi.



1.3.



Manfaat Manfaat praktikum ini adalah: 1. Praktikan mampu memahami Agroklimatologi dengan baik terutama dalam penggunaan alat-alat klimatologi di Stasiun Klimatologi



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klimatologi Sejarah pengamatan meteorologi, geofisika dan klimatologi di Indonesia dimulai pada tahun 1841 diawali dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya data hasil pengamatan cuaca dan geofisika (Anonim, 2014). Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan tersebut oleh Pemerintah Hindia Belanda diresmikan menjadi instansi pemerintah dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma (Anonim, 2016). Pada tahun 1879 dibangun jaringan penakar hujan sebanyak 74 stasiun pengamatan di Jawa. Pada tahun 1902 pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari Jakarta ke Bogor. Pengamatan gempa bumi dimulai pada tahun 1908 dengan pemasangan komponen horisontal seismograf Wiechert di Jakarta, sedangkan pemasangan komponen vertikal dilaksanakan pada tahun 1928, dan Pada tahun 1912 dilakukan reorganisasi pengamatan meteorologi dengan menambah jaringan sekunder. Sedangkan jasa meteorologi mulai digunakan untuk penerangan pada tahun 1930 ( Anonim, 2016). Pada masa pendudukan Jepang antara tahun 1942 sampai dengan 1945, nama instansi meteorologi dan geofisika diganti menjadi Kisho Kauso Kusho. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, instansi tersebut dipecah menjadi dua: Di Yogyakarta dibentuk Biro Meteorologi yang berada di lingkungan Markas Tertinggi Tentara Rakyat Indonesia khusus untuk melayani kepentingan Angkatan Udara. Di Jakarta dibentuk Jawatan Meteorologi dan Geofisika, dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga (Anonim, 2014).



Pada tanggal 21 Juli 1947 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diambil alih oleh Pemerintah Belanda dan namanya diganti menjadi Meteorologisch en Geofisiche Dienst. Sementara itu, ada juga Jawatan Meteorologi dan Geofisika yang dipertahankan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kedudukan instansi tersebut di Jl. Gondangdia, Jakarta (Anonim, 2014). Pada tahun 1949, setelah penyerahan kedaulatan negara Republik Indonesia dari Belanda, Meteorologisch en Geofisiche Dienst diubah menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika dibawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum. Selanjutnya, pada tahun 1950 Indonesia secara resmi masuk sebagai anggota Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization atau WMO) dan Kepala Jawatan Meteorologi dan Geofisika menjadi Permanent Representative of Indonesia with WMO (Anonim, 2016). Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara (Anonim, 2014). Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan.Pada tahun 2002, dengan keputusan Presiden RI Nomor 46 dan 48 tahun 2002, struktur organisasinya diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dengan nama tetap Badan Meteorologi dan Geofisika (Anonim, 2016). Terakhir, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2008, Badan Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi,



Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan status tetap sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.Pada tanggal 1 Oktober 2009 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (Anonim, 2014). 2.1.1. Pengertian Klimatologi Klimatologi berasal dari bahasa Yunani Klima berarti kemiringan (slope) yg di arahkan ke Lintang tempat, sedangkan Logos sendiri berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data-data yang banyak sehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tanjung, 2011). Klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari jenis iklim di muka bumi dan faktor penyebabnya (Setiawan, A. C. 2003). Klimatologi terbagi menjadi dua jenis yaitu klimatologi fisik dan klimatologi terapan. Klimatologi fisik adalah klimatologi yang menjelaskan iklim berdasarkan sifat fisik (dalil dan rumus) kemudian dipresentasikan (klimatografi).. Sedangkan klimatologi terapan adalah analisis data iklim untuk digunakan secara operasional,



Yang



meliputi



agroklimatologi,



klimatologi



penerbangan,



bioklimatologi, klimatologi industri dan lain-lain (Handoko, 1995). Klimatologi



merupakan



ilmu



tentang



atmosfer.



Mirip



dengan



meteorologi, tapi berbeda dalam kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi pada hasil akhir dari proses-proses atmosfer (Tjasyono, 2004). 2.1.2. Hubungan Pertanian dengan Klimatologi Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman. a tidak mendapatkan hujan dalam tiga bulan berturut-turut



akan menyebabkan terhambatnya proses pembungaan sehingga produksi kelapa sawit untuk jangka enam sampai delapan belas bulan kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga menurun akibat dari kekeringan yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat terjadi fenomea La Nina produksi padi malah sangat meningkat untuk masa tanam musim ke dua dibandingkan musim pertama (Tjasyono, 2004). Selain hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yg hidup di daerah-daerah tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim panas dan musim kemarau di daerah-daerah subtropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan suhu menurut ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi) berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai contoh, tanaman strowbery akan berproduksi baik pada ketinggian di atas 1000 meter, karena pada ketinggian 1000 meter pebedaan suhu antara siang dan malam sangat kontras dan keadaan seperti inilah yg dibutuhkan oleh tanaman strowbery. Jadi keeratan hubungan antara klimatologi dengan ilmu pertanian tercermin dengan berkembangnya cabang klimatologi (Tjasyono, 2004). Pengamatan unsur cuaca dan prediksi dampak perubahannnya terhadap produktivitas padi di suatu daerah yang luas dengan data satelit inderaha adalah sangat efektif dan efisien. Analisis perubahan cuaca melalui pengamatan liputan awan dan intensitas radiasi surya di areal persawahan Pulau Jawa dari data satelit inderaja dan memprediksi dampaknya terhadap produktivitas padi. Kebutuhan pangan akan meningkat dengan bertambahnya penduduk, untuk itu Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan tersebut, selain mengadakan ekstensifikasi yang ditempuh dengan jalan mencetak lahan pertanian baru di luar Pulau Jawa, juga meningkatkan panca usaha tani untuk peningkaran produksi pertanian. Guna mengambil kebijaksanaan pemerintah untuk menangani kebutuhan pangan perlu dilakukan pemantauan terhadap kondisi daerah pertanian, khususnya padi. Produksi tanaman pertanian lebih banyak dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim.



Pertumbuhan dari produksi padi lebih banyak ditentukn oleh aktifitas fotosintesa tanaman padi yang banyak dipengaruhi oleh liputan awan yang menaungi tanaman (Kushardono, 2006).



2.2. Agroklimatologi Agroklimatologi adalah ilmu iklim yang mempelajari tentang hubungan antara unsur-unsur iklim dengan proses kehidupan tanaman. Di dalam agroklimatologi yang dipelajari adalah bagaimana unsur-unsur itu berperan dalam tanaman seperti bagaimana fotosintesis bisa tinggi, respirasi optimal, transpirasi normal, sehingga hasil bisa tinggi. Kisaran agroklimatologi meliputi radiasi matahari, suhu, kelembapan udara, angin, awan hujan dan gas (Handoko, 1995). Agroklimatologi adalah perencanaan atau pengembangan pertanian di suatu wilayah iklim. Sebagai dasar strategi penyusunan rencana dan kebijakan pengelolaan usaha tani. Metereologi yaitu ilmu yang mempelajari proses fisik bagaimana cuaca terbentuk. Iklim mikro yang merupakan kondisi cuaca dalam lingkungan atmosfer terbatas. Ilmu iklim adalah ilmu yang memberikan dan menjelaskan fenomena iklim dengan perbedaan karakter dari satu tempat dengan tempat yang lain (Handoko, 1995). Agroklimatologi terdiri tari 3 kata yaitu : agro (lahan/pertanian), klimat (iklim) dan logi/logos (ilmu). Jadi dapat disimpulkan bahwa agroklimatologi adalah suatu disiplin ilmu yang menpelajari tentang klimatologi dan kaitannya dengan bidang pertanian (Anonim, 2010). 2.3. Stasiun Dalam persetujuan Internasional, suatu stasiun meteorologi paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut-turut hingga akan mendapatkan gambaran umum tentang keadaan iklimnya, batas-batas ekstrim, dan juga pola siklusnya (Mabes, 2014). Taman alat-alat meteorologi umumnya terdapat pada setiap stasiun meteorologi. Luas taman alat tergantung pada jenis alat-alat yang dipasang didalamnya. Tempat untuk membangun taman alat-alat disesuaikan dengan jenis



stasiun, agar hasil peramatan cukup representatif, misalnya taman alat-alat untuk keperluan penerbangan dibangun dekat landasan. Taman alat-alat meteorologi pertanian dibangun ditempat yang representatif untuk keperluan pertanian (Gunawan, 2007).



Pengaruh iklim terhadap tanaman dapat diamati baik bila letak stasiun dapat mewakili hubungan alamiah antara iklim dengan tanah, air dan tanaman di suatu daerah pertanian yang. Tempat yang mempunyai iklim berbeda-beda dalam jarak pendek karena faktor lingkungan yang bersifat khusus seperti: rawa, bukit, danau, dan kota, sedapat mungkin tidak dipilih untuk lokasi stasiun (Taufik, 2010). 2.3.1. Pengertian Stasiun Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat yang mengadakan pengamatan secara terus–menerus mengenai keadaan fisik dan lingkungan (atmosfer) serta pengamatan tentang keadaan biologi dari tanaman dan objek pertanian lainnya (Anonim, 2010). 2.3.2. Pembagian Stasiun Menurut (Anonim, 2014) pembagian stasiun meteorologi dibagi menjadi tiga klas, yaitu : 1. Stasiun Meteorologi Pertanian Utama (Klas I) -



Melakukan pengamatan unsur cuaca dan iklim secara teratur dan lengkap



-



Melakukan penyusunan program penelitian tentang hubungan cuaca dan pertanian



-



Menentukan dan melakukan percobaan pengamatan



-



Membantu instansi lain dalam menentukan kebijakan pengembangan pertanian wilayah



-



Menyiarkan hasil pengamatan dan penelitian kepada masyarakat



-



Melayani



kebutuhan



masyarakat



akan



meteorologi pertanian 2. Stasiun Meteorologi Pertanian Biasa (Klas II)



bimbingan



di



bidang



-



Melakuakan pengamatan unsur cuaca dan iklim secara rutin dan lengkap



-



Melaksanakan percobaan yang ditentukan oleh Stasiun Meteorologi Pertanian Kelas I



-



Menyediakan data bagi masyarakat



-



Mengatur pengamatan yang dilakukan oleh Stasiun



Meteorologi



Pertanian Kelas III 3. Stasiun Meteorologi Tambahan (Klas III) -



Melakukan pengamatan unsur cuaca tertentu yang dibutuhkan oleh Stasiun Klas I dan Klas II



-



Melakukan pengamatan yang sangat terbatas di bidang pertanian



2.3.3. Syarat Penempatan Stasiun Syarat-syarat penempatan stasiun klimatologi atau meteorologi antara lain, sekeliling luasan terpelihara dengan tanaman penutup (rerumputan atau tanaman yang rendah) sebatas pada pengaruh gerakan angin di sekitar atau tidak berdekatan dengan jalan raya (jalan besar), tempatnya pada tanah yang datar, bebas atau jauh dari bangunan dan pohon-pohon besar, letak stasiun jangan terlalu jauh dengan pengamat dan keperluan pengamatan (BMKG, 2008). Syarat tanam peralatan klimatologi yaitu mewakili keadaan iklim seluas mungkin kawasan wilayah yang diinginkan. Stasiun dibuat pada sebidang lahan datar dengan ditanami rumput seragam setinggi sekitar 5 cm. Stasiun juga harus bebas dari penghalang. Serta stasiun klimatologi harus diberi pagar kokoh. Ukuran luas stasiun beragam, mulai dari 2 m x 2 m hingga 50 m x 50 m. Mengetahui koordinat dan tinggi dari muka laut stasiun tersebut (BMKG, 2008). Klimatologi yang pengukurannnya dilakukan secara kontinyu dan meliputi periode waktu yang lama paling sedikit 10 tahun, bagi stasiun klimatologi pengamatan utama yang dilakukan meliputi unsur curah hujan, suhu udara, arah dan laju angin, kelembapan, macam dan tinggi dasar awan, banglash horizontal, durasi penyinaran matahari dan suhu tanah oleh karena itu persyaratan stasiun klimatologi ialah lokasi, keadaan stasiun dan lingkungan sekitar yang tidak



mengalami perubahan agar pemasangan dan perletakan alat tetap memenuhi persyaratan untuk menghasilkan pengukuran yang dapat mewakili (Kadir,2006). Stasiun meteorologi pertanian adalah suatu tempat untuk mengadakan pengamatan secara terus menerus keadaan lingkungan (atmosfer). Suatu stasiun meteorologi paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturutturut, sehingga akan didapat gambaran umum tentang rerata keadaan iklim suatu tempat. Agar diperoleh hasil pemgamatan yang akurat, maka dibutuhkan persyaratan sebagai berikut : 1. 2.



Penempatan lokasi stasiun harus mewakili keadaan lahan yang luas. Masing-masing alat harus dapat memberikan hasil pengukuran parameter cuaca yang absah (tepat dan akurat), sederhana, kuat atau tidak mudah rusak, mudah penggunaan dan perawatannya.



3.



Pengamatan harus dapat dipercaya, terlatih, dan terampil.



Stasiun meteorologi harus ditempatkan pada daerah terbuka dan representatif (mewakili). Secara umum. Luas daerah terbuka bagi suatu stasiun meteorologi pertanian dengan peralatannya lengkap kira-kira 2-2,5 Ha (Kadir, 2006). 2.3.4. Kesalahan Penempatan Alat Stasiun Kesalahan penempatan alat stasiun dimana alat-alat agroklimatologi dipasang sacara sembarangan seperti didaerah pemukiman penduduk atau diantara gedung-gedung-gedung tinggi, maka alat-alat stasiun tidak akan berfungsi dan berkerja secara baik karena jika salah menempatkan alat-alat tersebut maka hitungan dan perkiraan cuaca dan iklim akan mengalami kesalahan, serta harus memperhatikan jenis alat-alatnya jika alatnya untuk mengukur kecepatan angin maka jangan di simpan ditempat yang banyak air dan tiangnya tidak boleh pendek, serta kesalahan penempatan juga bisa terjadi jika alat-alat tidak memiliki jarak pasang antar alat satu dan alat lain (Naveezha,2013). 2.3.5. Fungsi Alat Stasiun bagi Pertanian Fungsi Alat-alat kliamatologi yang ada di Stasiun Meteorologi dan Klimatologi



Pertanian Menurut (Anonim, 2016), alat-alat klimatologi yang



terdapat di permukaan bumi adalah antara lain sebagai berikut:



A. Pengukur Radiasi Surya 1.



Campbell Stockes Alat ini terdiri dari dua bagian utama yaitu bola kaca kristal dan kerangka



besi penyangga. Bola kristal ini berfungsi sebagai lensa pengumpul cahaya sedangkan kerangka besi selain untuk menyagga bola kristal juga berfungsi sebagai penempatan kertas pias. Alat ini biasanya diletakkan dia atas dudukan bertiang setinggi 120 cm dari permukaan tanah. 2.



Kertas Pias Kertas pias merupakan alat pencatat lamanya waktu intesitas cahaya matahari



yag terpancar. Lamanya Penyinaran matahari dicatat dengan jalan memusatkan sinar matahari melalui bola kristal hingga fokus matahari tersebut tepat mengenai kertas pias yang khusus sehingga meninggalkan jejak pias pada kertas. Biasanya digunakan bersama alat-alat klimatologi yang membiliki jarum pena. Kertas pias ini dibagi menjadi tiga, antara lain : Kertas Pias Lurus adalah alat pencatat intensitas cahaya matahari pada awal bulan Maret sampai pertengahan April. Kertas Pias Pendek adalah ala pencatat instensitas cahaya matahari pada pertengahaan Oktober sampai akhir Februari. Kertas Pias Panjang adalah alat pencatat intensitas cahaya matahari pada pertengahan April – akhir Agustus. B. Pengukur Suhu 1. Termometer Suhu Biasa Digunakan untuk mengukur suhu udara sesuai dengan naik turunnya cairan atau perubahan sensor logam yang ada pada tabung termometer yang dapat dibaca suhunya. 2. Termometer Maksimum dan Minimum Termometer maksimum mempunyai ciri khas yang terdapat pada pipa kapiler di dekat reservoir. Air raksa dapat melalui bagian yang sempit ini pada suhu naik dan pada suhu turun air raksa tetap berada pada posisi sama dengan posisi suhu tertinggi. Air raksa dapat dikembalikan ke resevoir dengan perlakukan



khusus(Diayun-ayunkan) Termometer maksimum ini diletakkan pada posisi hampir mendatar agar mudah terjadi pemuaian, pengamatan sekali dalam 24 jam. Termometer minimum adalah berguna untuk mengukur suhu udara ekstrim rendah. Prinsip kerja termometer minimum adalah dengan cara menggunakan sebuah penghalang pada pipa alkohol, sehingga apabila suhu menurun akan menyebabkan indeks ikut tertarik kebawah namun bilasuhu meningkat maka indeks tetap pada posisi dibawah selain itu peletakan thermometer. 3. Termometer Tanah Termometer tanah adalah sebuah termometer yang khusus di rancang untuk megukur suhu tanah. Alat ini berguna pada perencanaan penanaman dan juga di gunakan oleh para ilmuan iklim, suhu tanah dapat memberika informasi yang bermnfaat terutama pemetaan dari waktu ke waktu. 4. Termometer Bola Basah dan Bola Kering Termometer Bola Kering adalah tabung air raksa dibiarkan kering sehingga akan mengukur suhu udara sebenarnya. Sedangkan termometer Bola Basah adalah tabung air raksa dibasahi agar suhu yang terukur adalah suhu saturasi/ titik jenuh, yaitu suhu yang diperlukan agar uap air dapat berkondensasi. 5. Termograph Alat ini mencatat otomatis temperatur sebagai fungsi waktu. Thermograph ini adalah logam panjang yang terdiri dari 2 bagian, kuningan dan invar. Bentuk bimetal merupakan spiral. Terpasang pada sumbu horizontal dan diluar kotak Thermograph. Satu ujung bimetal dipasang pada kotak dengan sekrup penyetel halus, sehingga letak pena dapat diatur. Ujung lain dihubungkan ketangkai pena melalui sumbu horizontal sehingga dapat menimbulkan track/ rekaman pada kertas pias yang berputar 24 jam per rotasi. Jika temperatur naik, ujung bimetal menggerakkan tangkai pena keatas, dan sebaliknya. Sebelum dipakai, thermograph harus dikalibrasi terlebih dahulu. Alat ini harus ditempatkan dalam sangkar apabila dipakai untuk mengukur atmospher. C. Pengukur Kelembaban



1.



Hygrometer Hygrometer adalah sejenis alat untuk mengukur tingkat kelembaban pada



suatu tempat. Biasanya alat ini ditempatkan di dalam bekas (container) penyimpanan barang yang memerlukan tahap kelembapan yang terjaga seperti dry box penyimpanan kamera. Kelembaban yang rendah akan mencegah pertumbuhan jamur yang menjadi musuh pada peralatan tersebut.



2.



Evaporimeter



Evaporimeter panci terbuka digunakan untuk mengukur evaporasi. Makin luas permukaan panci, makin representatif atau makin mendekati penguapan yang sebenarnya terjadi pada permukaan danau, waduk, sungai dan lain-lainnya. D. Pengukur Kecepatan Angin 1. Anemometer Pergerakan udara atau angin umumnya diukur dengan alat cup counter anemometer, yang didalamnya terdapat dua sensor, yaitu: cup – propeller sensor untuk kecepatan angin dan vane/ weather cock sensor untuk arah angin. Untuk pengamatan angin permukaan, Anemometer dipasang dengan ketinggian 10 meter dan berada di tempat terbuka yang memiliki jarak dari penghalang sejauh 10 kali dari tinggi penghalang (pohon, gedung atau sesuatu yang menjulang tinggi). Tiang anemometer dipasang menggunakan 3 buah labrang/ kawat penahan tiang, dimana salah satu kawat/labrang berada pada arah utara dari tiang anemometer dan antar labrang membentuk sudut 1200. Pemasangan penangkal petir pada tiang anemometer merupakan faktor terpenting terutama untuk daerah rawan petir. Hal ini mengingat tiang anemometer memiliki ketinggian 10 meter dengan ujung-ujung runcing yang membuatnya rawan terhadap sambaran petir. E. Pengukur Curah Hujan (Ombrometer) Ombrometer Alat ini berfungsi sebagai pengukur serta penampung curah hujan dalam satu hari. Alat di tempatkan dilapangan terbuka dengan jarak terhadap pohon atau bangunan terdekat sekurang-kurangnya sama dengan tinggi



pohon atau bangunan tersebut. Permukaan mulut corong harus benar-benar horizontal dan di pasang pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah , dan luas permukaan 100 cm2. F. Pengukur Tinggi/Panjang (Meteran Kayu) Meteran kayu merupakan alat pengukur tinggi atau panjang suatu jarak apabila kita ingin mengukur menggunakan alat dengan ketinggian tertentu.



G. Alat Pengukur Cuaca 1. AWS (Automatic Weather Station) Sesuai dengan namanya AWS akan mengukur cuacasecara otomatis. AWS dapat mengukur curah hujan, laju angin, dan lain sebagainya.



BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 3.1. Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin pada hari Jumat, 10 Februari 2017, 17 Februari 2017, 24 Februari 2017 dan 3 Maret 2017. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu alat tulis menulis dan berbagai macam gambar-gambar alat-alat pengukur unsur iklim beserta fungsinya. Bahan ajar yang digunakan dalam bentuk slide powerpoint oleh asisten sebagai materi praktikum. 3.2. Metode Praktikum Metode yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Memasuki Laboratorium tempat pelaksanaan praktikum diadakan 2. Mendengarkan kemudian mencatat penjelasan mengenai materi praktikum 3. Menanyakan jika terdapat penjelasan yang kurang jelas 4. Menjawab ketika Asisten bertanya 5. Meninggalkan Laboratorium dengan keadaan bersih dan rapi



DAFTAR PUSTAKA Anonim.2010,2014,2016.Klimatologi.http://klimatologibanjarbaru.com/artikel/20 08/12/taman-alat/.Diakses pada BMKG. 2008. Standar Stasiun Meteorologi. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. BMKG. 2008. Standar Stasiun Meteorologi. Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Donny Kushardono, dkk. 2006. Analisis Perubahan Cuaca pada areal persawahan di pulau jawa dan pengaruhnya terhadap produktivitas padi. Volume 14 (No 1-2). Gunawan Nawawi, Ir., MS 2007. Pengantar Klimatologi Pertanian. Jakarta: Dinas Pendidikan. Handoko, 1995. Klimatologi Pengaruh Cuaca Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta. Kadir Zailani. 2006. Klimatologi Dasar. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Kurnia, Rendy. 2010. Identifikasi Kenyamanan Termal Bangunan (Studi Kasus: Ruang Kuliah Kampus IPB Baranangsiang dan Darmaga Bogor).Volume 24 (1) : 14- 22. Naveezha. (2013).Agroklimatologi.https://worldofnaveezha.wordpress.com/2013/04/0 7/laporan-praktikum-klimatologi-pengenalan-alat-alat-pengukurcuaca/html. Diakses pada Pukul 21.45, 5 Maret 2017. Setiawan, A.C.2003. Otomatisasi Stasiun Cuaca Iklim terhadap Tanah dan tanaman. Bumi Aksara, Jakarta. Tanjung, N. 2011. Menjelaskan tentang Badan Meteorologi, Klimatologi pertanian dan Geofisika. http://repository.ac.id. Diakses padaWMO,



1988. Guide to Wave Forecasting and Analysis. WMO-No.702. GenevaSwitzerland: secretariat of WMO. Taufik, Muhammad. 2010. Analisis Tren Iklim dan Ketersediaan Air Tanah di Palembang, Sumatra Selatan: Volume 24 (1) : 42-49. Tjasyono, 2004. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya : Yogyakarta.