Laporan Akhir Praktikum TPT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS PADI (Oryza sativa)



Disusun Oleh: Isma Indah Tri Cahyani (145040100111010) AriniRoroAnggun (145040101111016) Surya Delviola (145040101111186) Aden Fitra Jaya (145040107111008) Kelas: I Kelompok: Padi (I1) Asisten Kelas: Sarah Fayruz Asisten Lapang: RommyParcelino



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015



LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN KOMODITAS Padi(Oryza sativa)



Disetujui oleh:



Asisten Kelas,



Asisten Lapang,



Rommy Parcelino P. NIM 135040200111111



Sarah Fayruz NIM 135040201111442



RINGKASAN



1



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyusun Laporan Akhir Praktikum ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Produksi Tanaman. Terimakasih atas semua pihak yang terlibat dan berpartisipasi dalam penyususnan laporan ini hingga dapat selesai. Laporan ini jauh dari kata sempurna sehingga diharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tugas ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua.



Malang, 12 November 2015 Penyusun



2



DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................... i RINGKASAN .................................................................................................... ii KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vii 1. PENDAHULUAN.......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1 1.2 Tujuan...................................................................................................... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 3 2.1 Produksi Tanaman Padi di Indonesia...................................................... 3 2.1.1 Data Produksi Komoditas Padi.................................................... 3 2.1.2 Teknologi Budidaya Tanaman Padi Terbatu di Indonesia........... 4 2.2 Botani Tanaman Padi.............................................................................. 6 2.2.1 Klasifikasi Tanaman Padi............................................................ 6 2.2.2 Morfologi Tanaman Padi............................................................. 6 2.2.3 Stadia Pertumbuhan Tanaman Padi............................................. 7 2.3 Teknis Budidaya Tanaman Padi.............................................................. 8 2.4 Perlakuan Jajar Legowo 2:1 pada Tanaman Padi.................................... 15 3. BAHAN DAN METODE............................................................................... 18 3.1 Waktu dan Tempat................................................................................... 18 3.2 Cara Kerja............................................................................................... 19 3.2.1 Pembibitan................................................................................... 19 3.2.2 Persiapan Lahan........................................................................... 19 3.2.3 Penanaman................................................................................... 20 3.2.4 Perawatan Tanaman..................................................................... 20 3.3 Parameter Pengamatan............................................................................ 21 3.3.1 Aspek Budidaya Pertanian.......................................................... 21 3.3.2 Aspek Hama dan Penyakit Tanaman........................................... 21 3.4 Denah dan Petak Praktikum.................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 22



3



4



DAFTAR TABEL



Tabel 1. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (Sawah+Ladang) Di Indonesia, 2014-2015........................................ 4 Tabel 2. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah Di Indonesia, 2014-2015.................................................................... 4 Tabel 3. Produksi padi di Indonesia.................................................................... 4 Tabel 4. Materi Lapang....................................................................................... 18 Tabel 5. Rerata Tinggi Tanaman Padi (cm)......................................................... 25 Tabel 6. Rerata Jumlah Daun per Rumpun......................................................... 26 Tabel 7. Rearata Jumlah Anakan per Rumpun.................................................... 27



DAFTAR GAMBAR



Gambar 1. Akar Padi........................................................................................... Gambar 2. Batang Padi....................................................................................... Gambar 3. Anakan padi....................................................................................... Gambar 4. Daun Padi.......................................................................................... 6



Gambar 5. Malai Padi........................................................................................ Gambar 6. Buah padi........................................................................................... Gambar 10. Denah Lahan Praktikum komoditas padi........................................ 22 Gambar 2. Grafik Perbandingan Rerata Tinggi Tanamann (cm) Padi Perlakuan Jajar Legowo 2:1 dan SRI................................................................ 25 Gambar 3. Grafik Perbandingan Rerata Jumlah Daun per Rumpun Perlakuan Jajar Legowo 2:1 dan SRI................................................................26 Gambar 4. Grafik Perbandingan Rerata Jumlah Anakan per Rumpun Perlakuan Jajar Legowo 2:1 dan SRI................................................................27



DAFTAR LAMPIRAN



7



8



1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menanam merupakan suatu kegiatan menempatkan bahan tanam (benih atau bibit) ke media tanam. Menanam padi di sawah dilakukan dengan cara menempatkan bibit pada lahan sawah dengan jarak tertentu. Bercocok tanam padi/budidaya padi adalah kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil yang setinggi-tingginya dengan kualitas sebaik mungkin, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka, tanaman yang akan ditanam sehat dan subur. Lahan bercocok tanam diolah untuk meningkatkan kesuburan tanah sebagai media tumbuh tanaman padi. Komoditas padi(Oryza sativa) merupakan komponen utama dalam sistem ketahanan pangan nasional. Usahatani padi masih merupakan tulang punggung sistem perekonomian pedesaan. Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi merupakan tanaman yang membutuhkan air cukup banyak untuk hidupnya. Memang tanaman ini tergolong semi aquatis yang cocok ditanam di lokasi tergenang. Dalam kegiatan penanaman padi sangat banyak yang harus diperhatikan untuk menghasilkan hasil budidaya yang baik. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah cara tanam dan juga pola tanam. Dalam hal ini salah satu contoh pola tanam dalam mengatur jarak antar tanaman adalah pola jajar legowo. Melalui kegiatan praktikum yang dilakukan dengan perlakuan sistem tanaman jajar legowo pada sebidang lahan ingin diketahui jumlah produksi yang dihasilkan dibandingkan dengan sistem tanam SRI. Dalam praktikum ini dilakukan dua sistem tanam yaitu jajar legowo dan SRI sehingga dengan adanya dua sistem tanam ini dapat diketahui perbandingan jumlah produksi sistem tanam apa yang lebih tinggi.



1



1.2 Tujuan Tujuan dari praktikum Teknologi Produksi Tanaman pada komoditas padi adalah untuk mengenali teknologi yang dapat meningkatkan produksi tanaman padi dan mengetahui pengaruh metode jajar legowo terhadap peningkatan produksi tanaman padi, dan mengetahui perbandingan jumlah produksi yang lebih tinggi antara sistem tanam jajar logowo dengan sistem tanam SRI.



2



2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produksi tanaman padi di Indonesia 2.1.1 Data produksi komoditas padi Produksi padi berdasarkan Berita Resmi Statistik pada tahun 2014 (Angka Sementara) sebesar 70.831.753 ton Gabah Kering Giling (GKG), berkurang sebanyak 447.956 ton dibandingkan dengan produksi 2013. Penurunan produksi 2014 terjadi karena berkurangnya luas panen seluas 41.612 ha dan menurunnya produktivitas sebesar 0,17 kuintal/ha. Tabel 1. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi (Sawah+Ladang) Di Indonesia, 2014-2015 Uraian 2012 2013 2014 (ASEM) Luaspanen (ha) 13.445.524 13.835.252 13.793.640 Produktivitas (ku/ha) 51,36 51,52 51,35 Produksi (ton) 69.056.126 71.279.709 70.831.753 Sumber: Berita Resmi Statistik No. 25/03/21/Th.X, 2 Maret 2015 Berdasarkan Badan Pusat Statistik di Kepulauan Riau dari tahun 20122014 diperoleh data bahwa pada tahun 2012 dengan luas panen 13.445.524 hektar Indonesia mencapai produktivitas padi sebanyak 51,36 ku/ha dan produksinya sebesar 69.056.126 ton. Pada tahun 2013 dengan 71.279.709 ha mencapai produktivitas 51,52 ku/ha dan produksinya sebesar 70.831.753 ton. Sedangkan untuk angka sementara (ASEM) tahun 2014 dengan luas panen 3.793.640 ha mencapai produktivitas 51,35 ku/ha dan produktivitasnya sebesar 16.626.271 ton. Berdasarkan cara tanam, sebenarnya padi di Indonesia dibedakan menjadi Padi Sawah dan Padi Ladang. Namun, produksi sebagian besar produksi padi di Indonesia berasal dari padi sawah, walupun kenyataannya kontribusi Padi Ladang secara nasional cukup banyak sekitar 3,74 juta ton di tahun 2014.



Tabel 2. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Sawah Di Indonesia, 2014-2015



3



Uraian 2012 2013 2014 (ASEM) Luaspanen (ha) 12.281.206 12.672.003 12.664.399 Produktivitas (ku/ha) 53,08 53,18 52,98 Produksi (ton) 65.118.400 67.391.608 67.092.270 Sumber: Berita Resmi Statistik No. 25/03/21/Th.X, 2 Maret 2015 Data produksi komoditas padi yang didapat dari Badan Pusat Statistik dari tahun 2014-2015 sebagai berikut: Tabel 3. Produksi padi di Indonesia No



JenisKomoditi



Tahun



Pertumbuhan



2014



2015 ARAM I



2015 terhadap 2014 (%)



1



Padi 70.846



75.551



6,64



2



Produksi (ton) Padisawah Produksi (ton) Padiladang



67.102



71.801



7,00



3



3.744



3.750



0,15



Produksi (ton) Sumber: Badan Pusat Statistik



Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tahun 20142015 diketahui bahwa produksi padi pada tahun 2014 adalah 70.846 ton sedangkan pada tahun 2015 diramalkan akan mencapai produksi 75.551 ton, peningkatan produksinya sebesar 6,64% dari tahun 2014. 2.1.2 Teknologi budidaya terbaru tanaman padi di Indonesia Di Indonesia, padi umumnya dibudidayakan dengan dua sistem, yaitu sistem sawah (lahan basah) dan sistem gogo (lahan kering).Tantangan pengadaan pangan nasional ke depan akan semakin berat.Hal ini disebabkan oleh tingginya laju pertambahan penduduk serta tingginya lajukonversi (alih fungsi) lahan irigasi subur untuk kepentingan non pertanian. Upaya peningkatan produksi padi dapat dilakukan salah satunya melalui upaya intensifikasiuntuk menghasilkan produksi yang optimal. Saat ini, upaya intensifikasi telah mengalami perkembangan yang sangat berarti. Melalui teknik intensifikasi (The System of Rice Intensification/SRI) dapat meningkatkan produktivitas lahan serta produksi padi. Metode SRI merupakan tehnologi budidaya



alternatif



yang



berpeluang



besar



untuk



dapat



meningkatkan



4



produktivitas padi sawah di Indonesia, dimana metode ini terdapat perubahan dalam management tanaman, tanah, air dan hara. Keuntungan praktis dari metode ini yaitu terpeliharanya bermacam mikroorganisme tanah dan pertumbuhan akar tanaman lebih besar (Acollaborative effort of Association Tefy Saina and CIIFAD, 2004a). Sistem ini pertama kali dikembangkan di Madagaskar oleh Father Henri de Laudanie pada tahun 1980. Pada metode SRI dilakukan perubahan dalam manajemen tanaman yaitu penggunaan jarak tanam yang lebar dan umur bibit pindah lapang yang relatif muda yaitu 1 – 2 minggu. Teknologi budidaya SRIdi beberapa negara, seperti Bangladesh, Thailand, dan Cina, sudah diujicoba dan dikembangkan dalam rangka mendapatkan hasil terbaik dengan pemakaian input yang relatif lebih sedikit. Demikian pula di Indonesia sistem ini juga pernah diuji cobakan. Teknologi tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan produksi padi melalui perbaikan jarak tanam, jumlah bibit per titik tanam, umur pindah lapang, dan input air irigasi. Budidaya padi sawah metoda SRI sangat berbeda dengan cara tradisional yaitu dengan sistem: pemindahan bibit dari semaian pada umur 3-4 minggu atau lebih, jarak tanam rapat ( 30 x 30 cm), pengaturan pengairan (hemat air), dan penambahan bahan organik, sehingga dapat mengurangi ketergntungan pada pupuk kimia yang harganya semakin meroket. 2.2 Botani tanaman padi 2.2.1 Klasifikasi tanaman padi



5



Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut kingdom Plantae, division Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, class Monocotyledoneae, family Gramineae, genus Oryza, spesies Oryza sativa L (Perdana, 2007). 2.2.2 Morfologi tanaman padi Menurut Aak (1995), tanaman padi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Bagian Vegetatif a



Akar, merupakan bagian tanaman yang berfungsi untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman. Akar tanaman padi dapat dibedakan menjadi akar tunggang, akar serabut, akar rambut dan akar tajuk.



b



Gambar 1. Akar padi (Sumber: Aak, 1995). Batang, padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Padi mempunyai batang yang tingginya berkisar antara 107-115 cm dan warna batang hijau.



c



Gambar 2. Batang padi (Sumber: Departemen Pertanian, 1983). Anakan, tanaman padi akan membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara bersusun yaitu anakan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.



Gambar 3. Anakan padi



6



d



Daun, ciri khas daun padi adalah sisik dan telinga daun. Daun padi dibagi menjadi beberapa bagian yakni helaian daun, pelepah daun, dan lidah daun. Daun berwarna hijau, muka daun sebelah bawah kasar, posisi daun tegak dan daun benderanya tegak.



Gambar 4. Daun padi (Sumber: Aak, 1995). 2. Bagian Generatif a



Malai, merupakan sekumpulan bunga padi (Spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Bulir padi terletak pada cabang pertama dan kedua. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara menanamnya.



b



Gambar 5. Malai padi (Sumber: Aak, 1995). Buah padi (Gabah), merupakan ovary yang sudah masak, bersatu dengan palea. Buah ini adalah hasil penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian-bagian seperti embrio (lembaga), endosperm, dan bekatul. Bentuk gabah padi adalah panjang ramping dan warna gabah kuning bersih. Gabah yang sudah dibersihkan kulitnya disebut dengan beras. Berasmengandung berbagai zat makanan yang penting untuk tubuh, antara lain : karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu, dan vitamin.



Gambar 6. Buah padi (Sumber: Aak, 1995). 2.2.3 Stadia pertumbuhan tanaman padi



7



Ada tiga stadia umum proses pertumbuhan tanaman padi dari awal penyemaian hingga pemanenan: 1. Stadia vegetatif, dari perkecambahan sampai terbentuknya bulir. Pada varietas padi yang berumur pendek (120 hari) stadia ini lamanya sekitar 55 hari, sedangkan pada varietas padi berumur panjang (150 hari) lamanya sekitar 85 hari. 2. Stadia reproduktif, dari terbentuknya bulir sampai pembungaan. Pada varietas berumur pendek lamanya sekitar 35 hari, dan pada varietas berumur panjang sekitar 35 hari juga. 3. Stadia pembentukan gabah atau biji, dari pembungaan sampai pemasakan biji. Lamanya stadia sekitar 30 hari, baik untuk varietas padi berumur pendek maupun berumur panjang.



Gambar 7. Stadia pertumbuhan tanaman padi Apabila ketiga stadia dirinci lagi, maka akan diperoleh sembilan stadia. Menurut Sudarmono (1991) masing-masing stadia mempunyai ciri dan nama tersendiri. Stadia tersebut adalah: 1



Stadia 0, dari perkecambahan sampai timbulnya daun pertama, biasanya



2



memakan waktu sekitar 3 hari. Stadia 1, stadia bibit, stadia ini lepas dari terbentuknya duan pertama sampai terbentuk anakan pertama, lamanya sekitar 3 minggu, atau sampai



3



pada umur 24 hari. Stadia 2, stadia anakan, ketika jumlah anakan semakin bertambah sampai batas maksimum, lamanya sampai 2 minggu, atau saat padi berumur 40



4



hari. Stadia 3, stadia perpanjangan batang, lamanya sekitar 10 hari, yaitu



5



sampai terbentuknya bulir, saat padi berumur 52 hari. Stadia 4, stadia saat mulai terbentuknya bulir, lamanya sekitar 10 hari, atau



6



sampai padi berumur 62 hari. Stadia 5, perkembangan bulir, lamanya sekitar 2 minggu, saat padi sampai berumur 72 hari. Bulir tumbuh sempurna sampai terbentuknya biji.



8



7



Stadia 6, pembungaan, lamanya 10 hari, saat mulai muncul bunga,



8



polinasi, dan fertilisasi. Stadia 7, stadia biji berisi cairan menyerupai susu, bulir kelihatan



9



berwarna hijau, lamanya sekitar 2 minggu, yaitu padi berumur 94 hari. Stadia 8, ketika biji yang lembek mulai mengeras dan berwarna kuning, sehingga seluruh pertanaman kelihatan kekuning-kuningan. Lama stadia



ini sekitar 2 minggu, saat tanaman berumur 102 hari. 10 Stadia 9, stadia pemasakan biji, biji berukuran sempurna, keras dan berwarna kuning, bulir mulai merunduk, lama stadia ini sekitar 2 minggu, sampai padi berumur 116 hari.



2.3 Teknik Budidaya Tanaman Padi Teknik budidaya padi adalah sebagai berikut: 1. Persemaian Benih yang dibutuhkan untuk penanaman seluas 1 ha adalah sebanyak ± 20 kg. Cara pemilihan benih untuk persemaian dapat dilakukan dengan menggunakan air garam. Air bersih di masukkan ke dalam ember, kemudian diberikan garam dan aduk sampai larut. Banyaknya garam yang dimasukkan dapat diukur memasukkan telur bebek. Pemberian garam dianggap cukup apabila posisi telur bebek mengapung pada permukaan larutan garam. Kemudian benih padi dimasukkan ke dalam ember yang berisi larutan garam. Benih bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air bersih dan kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Selanjutnya diperam dalam karung selama 48 jam dan dijaga kelembabannya dengan cara membasahi karung dengan air. Untuk benih hibrida langsung direndam dalam air dan selanjutnya diperam. Luas persemaian sebaiknya 400 m2/ha (4% dari luas tanam). Lebar bedengan pembibitan 1,0-1,2 m dan diberi campuran pupuk kandang, serbuk kayu dan abu sebanyak 2 kg/m2. Penambahan ini memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa dikurangi. Antar bedengan dibuat parit sedalam 25-30 cm (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009). 2. Pengolahan Lahan 9



Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna (2 kali bajak dan 1 kali garu) atau minimal atau tanpa olah tanah sesuai keperluan dan kondisi. Faktor yang menentukan adalah kemarau panjang, pola tanam, jenis/tekstur tanah. Dua minggu sebelum pengolahan tanah taburkan bahan organik secara merata di atas hamparan sawah. Bahan organik yang digunakan dapat berupa pupuk kandang sebanyak 2 ton/ha atau kompos jerami sebanyak 5 ton/ha (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009). 3. Penanaman Tanam bibit muda < 21 HSS (hari setelah sebar), sebanyak 1-3 bibit/rumpun. Bibit lebih muda (14 HSS) dengan 1 bibit/rumpun akan menghasilkan anakan lebih banyak, hanya pada daerah endemis keong mas gunakan benih 18 HSS dengan 3 bibit/rumpun. Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 14 HST (hari setelah tanam). Pada saat bibit ditanam, tanah dalam kondisi jenuh air. Penanaman disarankan dengan sistem jejer legowo 2 : 1 atau 4 : 1 (40x(20x10) cm atau (50x(25x12,5) cm, karena populasi lebih banyak dan produksinya lebih tinggi dibanding dengan sistem jejer tegel. Cara tanam berselang seling 2 baris tanam dan 1 baris kosong (legowo 2 : 1) atau 4 baris tanam dan satu baris kosong (legowo 4 : 1). Pengaturan jarak tanam dilakukan dengan caplak, dengan lebar antar titik 20-25 cm. Setelah dilakukan caplak silang dan membentuk tegel (20 X 20 cm atau 25 X 25 cm), pada setiap baris ke tiga dikosongkan dan calon bibitnya ditanam pada barisan ganda yang akan membentuk jarak tanam dalam barisan hanya 10 cm. Kekurangan bibit untuk baris berikutnya diambilkan bibit dari persemaian (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009). 4. Pengairan Berselang Pemberian air berselang (intermittent) adalah pengaturan kondisi sawah dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian. Tujuan pengairan berselang adalah: a. Menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi, lebih luas. b. Memberi kesempatan akar tanaman memperoleh udara lebih banyak sehingga dapat berkembang lebih dalam. Akar yang dalam dapat menyerap unsur hara dan air yang lebih banyak.



10



c. Mencegah timbulnya keracunan besi. d. Mencegah penimbunan asam organik dan gas H2S yang menghambat perkembangan akar. e. Mengaktifkan jasad renik (mikroba tanah) yang bermanfaat. f. Mengurangi kerebahan. g. Mengurangi jumlah anakan yang tidak produktif (tidak menghasilkan malai dan gabah). h. Menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen. i. Memudahkan pembenaman pupuk ke dalam tanah (lapisan olah). j. Memudahkan pengendalian hama keong mas, mengurangi penyebaran hama wereng coklat dan penggerek batang serta mengurangi kerusakan tanaman padi karena hama tikus. Cara pemberian air yaitu saat tanaman berumur 3 hari, petakan sawah diairi dengan tinggi genangan 3 cm dan selama 2 hari berikutnya tidak ada penambahan air. Pada hari ke-4 lahan sawah diari kembali dengan tinggi genangan 3 cm. Cara ini dilakukan terus sampai fase anakan maksimal. Mulai fase pembentukan malai sampai pengisian biji, petakan sawah digenangi terus. Sejak 10 -15 hari sebelum panen sampai saat panen tanah dikeringkan. Pada tanah berpasir dan cepat menyerap air, waktu pergiliran pengairan harus diperpendek. Apabila ketersediaan air selama satu musim tanam kurang mencukupi, pengairan bergilir dapat dilakukan dengan selang 5 hari. Pada sawah-sawah yang sulit dikeringkan (drainase jelek), pengairan berselang tidak perlu dipraktekkan (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009). 5. Pemupukan Pemupukan berimbang, yaitu pemberian berbagai unsur hara dalam bentuk pupuk untuk memenuhi kekurangan hara yang dibutuhkan tanaman berdasarkan tingkat hasil yang ingin dicapai dan hara yang tersedia dalam tanah. Untuk setiap ton gabah yang dihasilkan, tanaman padi membutuhkan hara N sekitar 17,5 kg, P sebanyak 3 kg dan K sebanyak 17 kg. Dengan demikian jika kita ingin memperoleh hasil gabah tinggi, sudah barang tentu diperlukan pupuk yang lebih banyak. Namun demikian tingkat hasil yang ditetapkan juga memperhatikan daya dukung lingkungan setempat dengan melihat produktivitas padi pada tahun-tahun sebelumnya. Agar efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan 11



kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan Bagan Warna Daun (BWD). Nilai pembacaan BWD digunakan untuk mengoreksi dosis pupuk N yang telah ditetapkan sehingga menjadi lebih tepat sesuai dengan kondisi tanaman (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009). Pupuk awal N diberikan pada umur padi sebelum 14 hst ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah. Cara pemberian pupuk N dilakukan dengan cara disebar merata di permukaan tanah. Pupuk Urea merupakan pupuk yang mudah larut dalam air, sehingga pada saat pemupukan sebaiknya saluran pemasukan dan pengeluaran air ditutup. Kasim (2004) mengatakan bahwa sewaktu melakukan pemupukan sebaiknya saluran air ditutup terlebih dahulu. Petakan sawah dalam kondisi berair, pupuk disebar merata pada permukaan tanah. Hati-hati sewaktu menyebar pupuk agar tidak mengenai daun tanaman karena dapat mengakibatkan daun terbakar. Berdasarkan hasil penelitian, efisiensi pupuk N dapat ditingkatkan dengan memasukan hara N ke dalam lapisan reduksi. Namun teknologi ini tidak mudah diterapkan petani. Sedangkan untuk pemupukan P dan K disesuaikan dengan hasil analisis status hara tanah dan kebutuhan tanaman. 6. Pengendalian Gulma Secara Terpadu Penyiangan bisa dilakukan dengan tangan atau dengan menggunakan alat siang seperti landak/gasrok. Penggunaan kosrok (landak) sangat dianjurkan, karena cara ini sinergis dengan pengelolaan lainnya. Pengendalian gulma secara manual hanya efektif dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah macakmacak atau tanah jenuh air. Penyiangan akan lebih apabila menggunakan sistem jajar legowo. Penyiangan dilakukan dengan alat siang, cukup dilakukan ke satu arah sejajar legowo dan tidak perlu dipotong seperti penyiangan pada cara tanam bujur sangkar. Sisa gulma yang tidak tersiang dengan alat siang di tengah barisan legowo bisa disiang dengan tangan, bahkan sisa gulma pada barisan pinggir legowo sebenarnya tidak perlu diambil karena dengan sendirinya akan kalah persaingan dengan pertumbuhan tanaman padi (Seksi Pengembangan Materi dan Kemitraan Usaha Bakorluh PPK, 2012). 7. Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu



12



Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) merupakan sistem pengelolaan populasi hama dengan menggunakan seluruh teknik yang cocok dengan memperhitungkan faktor ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alami dan tidak menimbulkan kerugian besar dalam mengurangi populasi hama dan penyakit serta mempertahankannya pada tingkat di bawah jumlah yang dapat menimbulkan kerugian (Sadjad et al, 2004). Menurut Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh (2009) hama yang sering menyerang tanaman padi sawah adalah: a. Keong Mas Waktu kritis untuk pengendalian keong mas adalah pada saat 10 HST pindah, atau 21 HSS benih (semai basah). PHT pada keong mas dilakukan sepanjang pertanaman dengan rincian sebagai berikut: -



Pratanam: Ambil keong mas dan musnahkan sebagai cara mekanis.



-



Persemaian: Ambil keong mas dan musnahkan, sebar benih lebih banyak untuk sulaman dan bersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung.



-



Stadia vegetatif: Tanam bibit yang agak tua (>21 hari) dan jumlah bibit lebih banyak, keringkan sawah sampai 7 HST, tidak aplikasi herbisida sampai 7 HST, ambil keong mas dan musnahkan, pasang saringan pada pemasukan air, umpan dengan menggunakan daun talas dan pepaya, pasang ajir agar siput bertelur pada ajir, ambil dan musnahkan telur siput pada tanaman dan aplikasikan pestisida anorganik dan nabati seperti saponin dan rerak sebanyak 20-50 kg/ha sebelum tanam pada Caren.



-



Stadia generatif dan setelah panen: Ambil keong mas dan musnahkan, dan gembalakan itik setelah padi panen.



b. Wereng Coklat Wereng coklat menyukai pertanaman yang dipupuk nitrogen tinggi dengan jarak tanam rapat. Ambang ekonomi hama ini adalah 15 ekor per rumpun. Siklus hidupnya 21-33 hari. Cara pengendaliannya sbb: -



Gunakan varietas tahan wereng coklat, seperti: Ciherang, Kalimas, Bondoyudo, Sintanur, dan Batang gadis.



13



-



Berikan pupuk K untuk mengurangi kerusakan



-



Monitor pertanaman paling lambat 2 minggu sekali.



-



Bila populasi hama di bawah ambang ekonomi gunakan insektisida botani atau jamur ento-mopatogenik (Metarhizium annisopliae atau Beauveria bassiana).



-



Bila populasi hama di atas ambang ekonomi gunakan insektisida kimiawi yang direkomendasi.



c. Penggerek batang Stadia tanaman yang rentan terhadap serangan penggerek batang adalah dari



pembibitan



sampai



pembentukan



malai.



Gejala



kerusakan



yang



ditimbulkannya mengakibatkan anakan mati yang disebut sundep pada tanaman stadia vegetatif, dan beluk (malai hampa) pada tanaman stadia generatif. Siklus hidupnya 40-70 hari. Ambang ekonomi penggerek batang adalah 10% anakan terserang; 4 kelompok telur per rumpun (pada fase bunting). Bila populasi tinggi (di atas ambang ekonomi) aplikasikan insektisida. Bila genangan air dangkal aplikasikan insektisida butiran seperti karbofuran dan fipronil, dan bila genangan air tinggi aplikasikan insektisida cair seperti dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil. d. Tikus Pengendalian hama tikus terpadu (PHTT) didasarkan pada pemahaman ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus (berkelanjutan) dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Pengendalian tikus ditekankan pada awal musim tanam untuk menekan populasi awal tikus sejak awal pertanaman sebelum tikus memasuki masa reproduksi. Kegiatan tersebut meliputi gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System) dan LTBS (tinier Trap Barrier System). e. Walang Sangit Walang sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase pemasakan. Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta hampa. Cara pengendaliannya adalah:



14



-



Kendalikan gulma di sawah dan di sekitar pertanaman.



-



Pupuk lahan secara merata agar pertumbuhan tanaman seragam.



-



Tangkap walang sangit dengan menggunakan faring sebelum stadia pembungaan.



-



Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang sudah busuk, daging yang sudah rusak, atau dengan kotoran ayam.



-



Apabila



serangan



suclang



mencapai



ambang



ekonomi,



lakukan



penyemprotan insektisida. -



Lakukan penyemprotan pada pagi sekali atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi.



f. Penyakit Hawar Daun Bakteri (HDB) Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campesti-is pv oryzae dengan gejala penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai putih berawal dari terbentuknya garis lebam berair pada bagian tepi daun. Cara pengendaliannya sebagai berikut : -



Gunakan varietas tahan seperti Conde dan Angke



-



Gunakan pupuk nitrogen sesuai dengan kebutuhan tanaman



-



Bersihkan tunggul-tunggul dan jerami-jerami yang terinfeksi



-



Jarak tanam jangan terlalu rapat



-



Gunakan benih atau bibit yang sehat.



Gambar 8. Penyakit hawar daun bakteri (Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009). g. Penyakit Blast Blast dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan. Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat – lebar ditengah dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Bila infeksi 15



terjadi pada ruas batang dan leher malai (neck blast), akan merubah leher malai yang terinfeksi menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek batang. Cara pengendaliannya adalah: -



Gunakan varietas tahan blast secara bergantian.



-



Gunakan pupuk nitrogen sesuai anjuran.



-



Upayakan waktu tanam yang tepat, agar waktu awal pembungaan tidak banyak embun dan hujan terus menerus.



-



Gunakan fungisida yang berbahan aktif metil tiofanat atau fosdifen dan kasugamisin.



-



Perlakuan benih.



Gambar 9. Penyakit blas (Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009). 8. Panen Lakukan panen saat gabah telah menguning, tetapi malai masih segar. Potong padi dengan sabit gerigi, 30-40 cm di atas permukaan tanah. Gunakan plastik atau terpal sebagai alas tanaman padi yang baru dipotong dan ditumpuk sebelum dirontok. Sebaiknya panen padi dilakukan oleh kelompok pemanen dan gabah dirontokan dengan power tresher atau pedal tresher. Apabila panen dilakukan pada waktu pagi hari sebaiknya pada sore harinya langsung dirontokan. Perontokan lebih dari 2 hari menyebabkan kerusakan beras (Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh, 2009). 2.4 Perlakuan Jajar Legowo 2:1 pada Tanaman Padi Sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris



16



kosong. Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong (Abdulrachma et al, 2013). Cara tanam ini pertama kali diperkenalkan oleh Bapak Legowo, Kepala Dinas Pertanian kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Sistem tanam jajar legowo (tajarwo) merupakan sistem tanam yang memperhatikan larikan tanaman dan merupakan tanam berselang seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong. Tujuannya agar populasi tanaman per satuan luas dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan (Yunizar et al. 2012). Pada prinsipnya sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam ini juga memanipulasi tata letak tanaman, sehingga rumpun tanaman sebagian besar menjadi tanaman pinggir. Seperti diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak. Menurut Sohel et al. (2009), jarak tanam yang optimum akan memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan bagian akar yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya matahari serta memanfaatkan lebih banyak unsur hara. Sebaliknya, jarak tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman yang sangat hebat dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur hara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah. Ada beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang secara umum dapat dilakukan yaitu tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh sebagian masyarakat petani di Indonesia. Namun tipe tanam yang paling baik digunakan adalah tipe jajar legowo 4 : 1 dan tipe jajar legowo 2 : 1. Sistem jajar legowo 4 : 1 adalah cara tanam yang



17



memiliki 4 barisan kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam > 2 kali jarak tanam pada barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong). Sedangkan



jajar legowo 2 : 1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan



kemudian diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo 2 : 1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong) (Seksi Pengembangan Materi dan Kemitraan Usaha Bakorluh PPK, 2012). Sistem jajar legowo yang dianjurkan adalah tipe jajar legowo 2:1 diantaranya untuk memperoleh pengaruh tanaman pinggiran, agar pertumbuhan tanaman padi dapat berkembang dengan optimal. Sekaligus dapat meningkatkan jumlah populasi tanaman padi sebesar lebih kurang 30% dibandingkan dengan ukuran tegel biasa. Jarak tanam yang dianjurkan untuk jajar legowo 2:1 adalah dengan mengambil ukuran 50 cm x 25 cm x 12,5 cm. Dimana untuk setiap dua lajur tanaman padi diambil jarak tanam 25 cm dan diberikan satu lajur yang kosong tanpa tanaman. Hal ini untuk memberikan efek atau pengaruh pinggiran yang diharapkan. Sementara untuk setiap baris tanaman (jarak antar tanaman) diberikan jarak 12,5 cm (rapat). Agar pengaruh dari border effect ini dapat dirasakan oleh tanaman, maka pembuatan lajur tanaman sebaiknya melintang utara selatan. Hal ini untuk memberikan kesempatan pada tanaman untuk mendapatkan pencahayaan sinar mata matahari yang maksimal. Sementara barisan tanaman membujur barat-timur. Triny et al. (2004) menyatakan dengan perbaikan penerapan sistem Jajar Legowo 2 : 1, dapat meningkatkan produktivitas padi. Hasil penelitian sistem jajar legowo 2 : 1 memberikan hasil gabah tertinggi sebesar 6,25 ton per hektar, meningkatkan sebesar 18,1% bila dibandingkan sistem tanam tegel 20 x 20 cm. Variasi peningkatan produktivitas padi ini dengan sistem tanam yang berbeda tergantung juga dengan varietas padi yang digunakan. Menurut Sembiring (2001) keuntungan sistem jajar legowo sendiri yaitu terdapat ruang terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi



18



sehingga meningkatkan aktivitas fotosintesis yang berdampak pada peningkatan produktivitas tanaman. Sistem tanaman berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usahataninya seperti: pemupukan susulan,



penyiangan,



pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus. Meningkatkan jumlah tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo, sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan populasi. Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem produksi padiikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan bebek). Meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10-15%.



19



3. BAHAN DAN METODE 4. 5. 3.1 Waktu dan Tempat Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum lapang



6.



Teknologi Produksi Tanaman komoditas padi adalah setiap hari Kamis pukul 13.30-16.00 WIB yang bertempat di Lahan Praktikum Fakultas Pertanian



Universitas



Brawijaya



Desa



Kepuharjo,



Kecamatan



Karangploso, Kabupaten Malang. Berikut adalah uraian kegiatan praktikum yang ada di lapang. Pertemuan pertama pada tangga 1 Oktober 2015 dilakukan kegiatan penyemaian benih padi. Pertemuan ke 2 pada tanggal 8 Oktober dilakukan penyiangan gulma di lahan sebelum padi ditanam. Pada pertemuan ke 3 tanggal 11 Oktober 2015 dilakukan kegiatan



penanaman



secara



serentan



satu



angkatan



baik



yang



menggunakan sistem SRI maupun jajar legowo. Pada pertemuan ke 4 tanggal 22 Oktober 2015 dilakukan kegiatan penyiangan kembali pada lahan yang sudah ditanami dan dimulai pengamatan pertama dengan parameter panjang tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan per rumpun pada 5 sampel. Pada pertemuan ke 5 tanggal 27 Oktober dilakukan kegiatan pengamatan dan pemupukan. Pada pertemuan ke 6 tanggal 2 November 2015 dilakukan kegiatan pengamatan. Pada pertemuan ke 7 tanggal 12 November dilakukan kegiatan pengamatan pada tanaman padi. 7. 8.



Tabel 4. Materi Lapang



9. Tanggal 11. 1 Oktober



12. Persemaian



10. Materi Lapang



2015 13. 8 Oktober



14. Penyiangan lahan



2015 15. 11 Oktober



16. Penanaman bibit



2015 17. 22 Oktober



18. Penyiangan dan pengamatan



2015 19. 27 Oktober



20. Pemupukan dan pengamatan



2015 21. 2 November



22. Pengamatan



20



2015 23. 12 November



24. Pengamatan



2015 25. 26. 27. 29.



28. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk melakukan praktikum Teknologi



Produksi Tanaman khususnya komoditas padi antara lain bambu untuk meratakan tanah, caplak atau atajale untuk membuat garis dan jarak tanam, penggaris atau meteran untuk mengukur tinggi tanaman, timbangan analitik digital untuk mengukur berat pupuk yang akan digunakan untuk memupuk padi, patok kayu untuk menandai batas antar lahan dan padi yang digunakan untuk sampel, serta alat tulis untuk mencatat data seperti tinggi, anakan dan jumlah daun. 30. Sedangkan bahan yang digunakan melakukan praktikum Teknologi Produksi Tanaman khususnya komoditas padi, yaitu benih padi sebagai bahan tanam, pupuk SP36, KCl dan urea sebagai bahan penambah unsur hara dengan spesifikasi masing-masing mengandung unsur P, K dan N, dan air atau aquades untuk menguji kalitas benih apakah baik atau tidak. 31. 31.3



Cara Kerja



31.3.1 Pembibitan 32.



Mula-mula, benih padi direndam dalam air untuk menguji



benih apakah baik atau tidak selama 24jam. Benih yang kurang bermutu yaitu benih yang mengapung sehingga benih yang dipakai untuk pembibitan yaitu benih yang tenggelam. Setelah itu, benih ditiriskan sampai kering. Setelah terpilih benih yang baik kemudian ditanam pada lahan pembenihan yang telah disiapkan serta terpenuhi kebutuhan airnya. 33. 3.3.2Persiapan Lahan 34. Sebagai persiapan, pengolahan lahan untuk tanaman padi metode Jajar Legowomula-mula tanah diolah menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Sebelum penggaruan terlebih dahulu ditebarkan kompos. Setelah itu dilakukan penggaruan agar kompos dapat tercampur dengan tanah dan tanah menjadi rata. Pada saat meratakan tanah, diusahakan agar air tidak mengalir terus menerus di dalam sawah supaya unsur hara yang ada pada tanah tidak hanyut. Namun pada



21



persiapan lahan, praktikan baru memulai pada saat meratakan tanah dengan bambu hinga seluruhnya rata dengan tujuan mudah saat dilakukan penanaman. Setelah tanah rata, kegiatan selanjutnya yaitu pembuatan garis-garis pada tanah sebagai tanda untuk menanam bibit dengan 2:1 yaitu 2 tanaman legowo 1 dengan menggunakan alat caplak 35. 3.3.3 Penanaman 36. Bibit yang ditanam di persemaian sawah tidak boleh diambil dengan cara dicabut atau ditarik tetapi dengan cara diambil bagian bawah tanahnya, jadi tanah ikut terbawa sehingga akar tanaman tidak rusak. Kemudian kumpulan bibit yang telah dicabut dijadikan satu untuk memudahkan penanaman. Pemindahan yang harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu sekitar 30 menit atau lebih baik lagi dalam waktu 15 menit untuk menghindari bibit menjadi stress. 37. Penanaman bibit dilakukan 2 sampai 3 bibit dalam satu lubang. Bibit ditanamkan dengan memasukkannya ke tanah namun tidak terlalu dalam menggunakan jari jempol dan telunjuk. Yang harus diperhatikan adalah tidak boleh merusak bibit padi yang telah ditanam, sebab saat melakukan penanaman sering sekali kehilangan keseimbangan. 3.3.4 Perawatan Tanaman a. Pemupukan 38.



Dalam praktikum ini, dilaksanakan pemberian pupuk untuk



mencukupi kebutuhan hara tanaman. Sebelum dilakukan pemberian pupuk langkah awal yaitu meyiangi gulma disekitar komoditas padi yang dapat menjadi pesaing dalam pengambilan hara. Setelah dilakukan penyiangan, pemupukan dilakukan secara merata dengan menebarkan pupuk. Pemberian pupuk lebih mdah karena terdapat legowo yang mempermdah untuk jalan disela sela padi, sehingga dalam pemberiannya dapat merata. b. Pengairan 39. Proses pengairan metode jajar legowo dengan cara irigasi. Sehingga tinggal mengatur jumlah air yang ada di lahan budidaya. Menghindarkan dari kekeringan dengan cara memeriksa aliran air yang disalurkan kelahan. c. Penyiangan



22



40.



Pada praktikum di lapang, kami melakukan pengendalian



gulma dengan menggunakan teknik pengendalian gulma secara langsung yaitu dengan menggunakan tangan karena lahan yang kami gunakan untuk praktikum tidak luas dan tidak efektif dan efisien jika menggunakan pengendalian dengan cara kimiawi. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut hingga akar gulma yang tumbuh di sekitar tanaman padi kemudian membuangnya ke pematang sawah atau dengan cara ditenggelamkan hingga dalam. Penyiangan dilakukan setiap minggu, tepatnya hari Kamis. 41. 3.4.1



3.4 Parameter Pengamatan Aspek Budidaya Pertanian 42. Pengamatan aspek BP yaitu pengukuran jumlah anakan, daun dan



tinggi tanaman dengan memilih 10 sampel tanaman secara acak dan memandainya dengan patok kayu. Pengamatan jumlah anakan dilakukan dengan cara menghitung anakan tiap rumpun tanaman dan dikurangi satu. Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung semua helai daun pada tiap rumpun tanaman. Sedangkan pengkuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun menggunakan meteran atau penggaris. Pengukuran aspek BP dilakukan tiap minggu. 3.4.2 Aspek Hama dan Penyakit Tanaman b. Hama 43.



Pengamatan hama yaitu melihat tanaman yang terserang



oleh hama.Pengamatan dilakukan dengan cara melihat tanaman yang terseranghama dengan ciri daun berlubang dan warna kecoklatan di tepi daun yang berlubang kemudian mencatatnya. Selanjutnya mencatat keragamannya dan menghitung jumlah populasi hama. Pengamatan hama dilakukan setiap minggu. Namun pada lahan pengamatan kami hama yang ditemukan adalah berupa keong dan jumlahnya tidak terhitung. c. Penyakit 44.



Pengamatan penyakit yaitu dengan melihat tanaman yang terserang



penyakit. Pengamatan dilakukan dengan cara melihat tanaman yang terserang penyakit dengan ciri tepi daun berwarna kuning secara merata kemudian mencatatnya serta mengelompokkan berdasarkan kriteria skala serangan.



23



45. 46. 3.5 Denah Petak Praktikum 47. 48. 37 m



49. 50. 51. 52. 53.



24 m



54. 55. 56. 57. 58. 59.



v v 20c v



v



v



v



12,5 v v



v



v v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



v



Gambar 1. Denah lahan praktikum komoditas padi Keterangan: : Tanaman padi v : Tanaman sampel Luas lahan : 37 x 24 m v Jarak tanam : 20cm x 12,5 cm x 40cm



24



60. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 61. 62. 4.1 Hasil 63. 4.1.1 Panjang Tanaman 64. Tabel 5. Rerata Tinggi Tanaman Padi (cm) 65. N



67. Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam) 70. 71. 72. 73. 74. 75. 14 21 28 35 42 49 78. 79. 81. 82. 83. 80. 18 21 40 54 59 29



66. Perlakuan 77. Jajar Legowo 2:1



76. 1 84. 2



86. 13



85. SRI



87. 21



88. 28



89. 36



90. 41



91. 55



92. 93.



70 60 50 40 Tinggi Tanaman (cm) 30



Jajar Legowo 2:1 SRI



20 10 0 14



21



28



35



42



49



Umur Tanaman (hst)



94. 95.



Berdasarkan tabel dan gambar grafik diatas dapat diketahui bahwa



rata-rata tinggi tanaman padi baik perlakuan jajar legowo 2:1 maupun SRI mengalami pertambahan setiap minggunya. Rata-rata tinggi tanaman padi perlakuan jajar legowo 2:1 pada pengamatan 14 hst yaitu 18,4 cm. Hingga pengamatan ke 49 hst rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan jajar legowo 2:1



25



mencapai 59,8 cm, lebih tinggi dari pada perlakuan SRI. Penambahan rata-rata tinggi tanaman yang paling menonjol terlihat pada pengamatan 35 hst ke pengamatan 42 hst yaitu 14,2 cm. 96. Rata-rata tinggi perlakuan SRI pada pengamatan 14 hst yaitu 13,64 cm. Hingga pengamatan ke 49 hst rata-rata tinggi tanaman pada perlakuan SRI mencapai 55,34 cm. Namun, pada pengamatan ke 21 hst rata-rata tinggi pada perlakuan SRI lebih tinggi dari jajar legowo 2:1. Perubahan rata-rata tinggi perlakuan SRI paling pesat terjadi pada pengamatan 42 hst ke 49 hst yaitu 13,36 cm. 97. 4.1.2 Jumlah Daun per Rumpun 98. Tabel 6. Rerata Jumlah Daun per Rumpun 99. N



101. 100.



Per lakuan



111. Jaj ar Legowo 2:1 118. 119. SR 2 I 110. 1



104. 14 112. 17 120. 4



Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam) 105. 106. 107. 108. 109. 21 28 35 42 49 113. 115. 116. 117. 114. 27 10 11 13 56 121. 11



122. 30



123. 70



124. 90



125. 13



126.



26



127.



160 140 120 100 Jumlah Daun per Rumpun



80 Jajar Legowo 2:1 SRI



60 40 20 0 14 21 28 35 42 49 Umur Tanaman (hst)



128. 129.



Berdasarkan tabel dan gambar grafik diatas dapat diketahui bahwa



rata-rata jumlah daun per rumpun tanaman padi baik perlakuan jajar legowo 2:1 maupun SRI mengalami pertambahan setiap minggunya. Pada pengamatan 21 hst rata-rata jumlah daun padi per rumpun perlakuan jajar legowo 2:1 yaitu 17,6 daun dan terus bertambah hingga pengamatan ke 49 hst yaitu 131,8 daun. Pertambahan jumlah daun paling banyak terjadi pada 35 hst yaitu 45,4 daun. 130.



Pada pengamatan 14 hst rata-rata jumlah daun per rumpun



perlakuan SRI, didapat rata-rata jumlah daun 4. Pada pengamatan berikutnya bertambah menjadi 11,2 daun dan meningkat pesat pada 35 hst yaitu 70,8 daun. Pada pengamatan 49 hst rata-rata jumlah daunnya juga meningkat banyak bahkan melebihi jumlah rata-rata pada perlakuan jajar legowo 2:1 yaitu 133,6 daun. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139.



4.1.3 Jumlah Anakan per Rumpun Tabel 7. Rerata Jumlah Anakan per Rumpun Per



140.



Umur Tanaman (Hari Setelah



27



N



lakuan 150. Jaj ar Legowo 2:1



149. 1



157. 158. 2 I



SR



143. 14 151. 4,



144. 21 152. 8,



159. 1



160. 4



Tanam) 145. 146. 28 35 153. 154. 15 25



147. 42 155. 31



148. 49 156. 35



161. 8,



163. 38



164. 46, 6



162. 20



165.



Jajar Jumlah Anakan per Tanaman Legowo 2:1 SRI



Umu r Tanaman (hs t)



166. 167. 168.



Berdasarkan tabel dan gambar grafik diatas dapat diketahui bahwa



rata-rata jumlah daun per rumpun tanaman padi baik perlakuan jajar legowo 2:1 maupun SRI mengalami pertambahan setiap minggunya. Rata-rata jumlah anakan per rumpun perlakuan jajar legowo 2:1 yaitu 4,2 anakan dan terus meningkat sampai pengamatan 49 hst yaitu 35 anakan. Penambahan rata-rata jumlah anakan tertinggi terjadi pada 35 hst yaitu bertambah 10 anakan per rumpun. 169.



Pada pengamatan 14 hst rata-rata jumlah daun per rumpun



perlakuan SRI, didapat rata-rata jumlah anakan adalah 1 anakan. Pada pengamatan berikutnya bertambah menjadi 4 anakan dan meningkat pesat pada 42 hst yaitu 38,8 anakan. Pada pengamatan 42 hst ini jumlah rata-rata anakan perkuan SRI meningkat melebihi perlakuan jajar legowo 2:1 hingga pengamatan 49 hst rata-rata jumlah anakan perlakuan SRI sebanyak yaitu 46,6 anakan. 170. 171. 172. N



4.1.4 Intensitas Penyakit 173.



Gambar



174.



175.



Nama



Perhitu



176.



177.



nga n



28



178.



179.



180.



1



181.



182.



183.



187.



188.



189.



Tungr o



184.



185.



186.



2



Blast



190. 191.



Tabel . IP Metode Skoring pada Jajar Legowo 2:1 14 hst



192. Skoring



193.



194.



195. Sampel



196.



197.



199.



200. 1 207. 3 214. 221. 228. 235. 242. 3



201. 2 208. 4 215. 222. 229. 236. 243. 4



202. 3 209. 4 216. 223. 230. 237. 244. 4



203. 4 210. 2 217. 224. 1 231. 238. 245. 3



204. 5 211. 2 218. 225. 232. 239. 246. 2



249.



250.



251.



252.



253.



206. 0 213. 1 220. 2 227. 3 234. 4 241. Total Dau n 248. IP % 255. 256.



Perhitungan



257.



Sampel 1 :



198. Ratarata 205. 212. 3 219. 0 226. 0,2 233. 0 240. 0 247.



254.



29



∑ (n × v) ×100



258.



I =



259.



I=



260.



I=



261.



Sampel 4 :



262.



I =



263.



I=



264.



I=



265. 266. 267.



4.1.5 Keragaman Serangga



268.



Z×N



∑ ( 3× 0 ) +( 4 ×0 ) +( 4 ×0 )+ ( 2× 0 ) +(2 × 0) ❑



∑ (n × v) ×100 Z×N



∑ ( 0× 2 ) +( 0 ×2 ) +( 0 ×2 )+( 1 ×2 ) +(0 ×2)



269.



N







Gambar



270.



271.



Nama



Pop



272.



273.



Ordo



P eran



u l a s 274. 1



275.



276. Belala



i 277. 5



278.



279.



S



Ortho



ebagai



ng



pte



hama



Ka



ra



pada



yu



tanaman padi



280. 281. 282. 286. 287. 288. 4.1.5 Keragaman Serangga



283.



284.



285.



30



289. 290. 291. 292.



Gambar . Belalang Kayu Tabel . Klasifikasi hama Belalang Kayu



293. Kingdom 294. Animalia 295. Phylum 296. Arthropoda 297. Subphylum 298. Mandibulata 299. Class 300. Insecta 301. Ordo 302. Orthoptera 303. Family 304. Acrididae 305. Genus 306. Valanga 307. Spesies 308. Valanga nigricomis 309. Belalang kayu pada saat dewasa memiliki ukuran sebesar 85 mm dengan tubuh berwarna coklat. Saat muda (nimfa) berwarna hijau dan terkadang terdapat pola coklat dan oranye, kemudian berubah menjadi coklat sebelum kulitnya terkelupas (moulting). Selama musim dingin, belalang ini berhibernasi. Habitat belalang kayu pada daun dan semaksemak, sehingga memakan daun-daunan. Masuk dalam klasifikasi Acrididae karena memiliki ciri khas belalang kayu yaitu antena pendek, dan terdapat tympana (alat pendengaran pada serangga) pada segmen pertama abdomen. 310. Gejala serangan yang ditimbulkan adalah terdapat robekan pada daun, dan pada serangan yang hebat dapat terlihat tinggal tulang-tulang daun saja. Gejala serangan belalang tidak spesifik, bergantung pada tipe tanaman yang diserang dan tingkat populasi. Serangan pada daun biasanya bagian daun pertama. Hampir keseluruhan daun habis termasuk tulang daun, jika serangannya parah. Spesies ini dapat pula memakan batang padi



31



jika populasinya sangat tinggi dengan sumber makanan terbatas (Pracaya, 2007). 311. 312. 313. 314. 315. 316. 317. 318. 4.2 Pembahasan 319. 4.2.1 Tinggi tanaman 320. Berdasarkan data yang didapat diketahui bahwa rata-rata tinggi tanaman padi pada perlakuan jajar legowo 2:1 lebih tinggi dari rata-rata tinggi pada perlakuan SRI. Pada perlakuan jajar legowo 2:1 pengaturan jarak yang sedemikian rupa dapat memberikan ruang terbuka yang lebih lebar diantara dua kelompok barisan tanaman yang akan memperbanyak cahaya matahari masuk ke setiap rumpun tanaman padi. Banyaknya intensitas cahaya yang diterima juga akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman termasuk pertumbuhan tinggi tanaman. Menurut Sohel et al. (2009), jarak tanam yang optimum akan memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan bagian akar yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya matahari serta memanfaatkan lebih banyak unsur hara. Sebaliknya, jarak tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman yang sangat hebat dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur hara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah. 321. 322. 4.2.2 Jumlah daun tanaman 323. Pada setiap sampel padi yang diamati setiap minggunya mengalami peningkatan jumlah daun. Karena dengan sistem jajar legowo ini yaitu dengan pengaturan jarak tanam jumlah unsur hara yang diperoleh tiap-tiap tanaman dapst terpenuhi dengan baik sehingga jumlah daun yang diamati setiap minggu meningkat. Menurut Hakim dkk (1986) bahwa tersedianya unsur hara dalam jumlah yang cukup dan seimbang menyebabkan proses metabolisme tanaman berjalan lancar sehingga pembentukan karbohidrat dan pati tidak terhambat. Sistem tanam jajar legowo ini menjadikan semua tanaman atau lebih banyak tanaman menjadi tanaman pinggir. Menurut Mujisihono et al., 2001 tanaman



32



pinggir akan memperoleh sinar matahari yang lebih banyak dan sirkulasi udara yang lebih baik, unsur hara yang lebih merata, serta mempermudah pemeliharaan tanaman. 324. 325.



4.2.3 Jumlah anakan per rumpun Hasil pengamatan yang dilakukan



terhadap



lima



sampel



menunjukkan bahwa setiap minggunya jumlah anakan per rumpun pada tanaman padi dengan sistem jajar legowo mengalami peningkatan. Sama seperti hasil penelitian Abdullah (2000) pada varietas Batang Anai dan Ridwan (2000) pada varietas Cisokan dan IR 42 yang membuktikan bahwa respon tanaman terutama jumlah anak maksimum dan anakan produktif terhadap sistem tanam padi sawah dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman. Sistem tanam jajar legowo memberikan ruang yang berbeda dalam memperoleh cahaya matahari yang dipergunakan dalam proses fotosintesis. Semakin banyak cahaya matahari yang bisa diserap tanaman semakin cepat proses fotosintesis berlangsung dan pada akhirnya mempercepat pertumbuhan tanaman. Jarak tanam yang lebar pada sistem jajar legowo mengakibatkan tanaman dapat tumbuh lebih leluasa sehingga ketersediaan unsur hara dapat diserap lebih optimal oleh tanaman. 326. 4.2.5 Keragaman Serangga 327. Serangga yang ditemukan pada lahan praktikum Teknologi Produksi Tanaman antara lain: a. Walang Sangit 328. Walang sangit ditemukan saat praktium Teknologi Produksi Tanaman sore hari disela sela rumpun padi, saat dikoyak walang sangit ini mengeluarkan bau yang tidak sedap dan menghilang. Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia (2007), bahwa inatang ini berbau hidup bersembunyi di rerumputan, tuton, paspalum, alang alang, sehingga berinvasi pada padi muda ketika bunting, berbunga atau berbuah. Menurut Prasetio (2002), hama ini aktif menyerang pada pagi dan sore hari. Walang sangit merusak tanaman padi dengan cara menghisap buah padi saat masih masak susu sehingga buah menjadi kopong dan perkembanganya kurang baik. Menurut Thanjono dan Harahap (2003), walang sangit dikenal karena baunya yang busuk atau sangit, kalau digangu walang sangit akan terbang sambil mengeluarkan bau yang berasal dar abdomennya.Sekresi zat cair berbau



33



tidak enak ini merupakan pertahanan walang sangit terhadap



serangan



musuh (Devensive secretion). b. Belalang 329. Terdapat bekas gigitan pada daun padi di lahan Ngijo, khususnya di metode jajar legowo. Setelah ditelusuri terdapat belalang hijau yang hinggap diatas daun padi. Menurut Untung (2006), Hama belalang merusak padi dengan cara memakan bagian daun, kemunculan hama belalang biasanya terjadi secara terus menerus dari awal padi ditanam sampai musim panen. Namun dalam pengelolaan ekosistem normal kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu berarti karena kebanyakan belalang pada tanaman padi berukuran kecil, sehingga daun padi yang dimakan tidak terlalu banyak, selain itu bersamaan dengan sebagian daun yang dimakan muncul daun yang lain dalam waktu relatif singkat, sehingga tidak menyebabkan kematian padi. Organisme tersebut tidak pernah mendatangkan kerugian berarti dalam pengelolaan agroekosistem normal. 330. 331.



4.2.7 Pembahasan Secara Umum Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman padi pada metode



jajar legowo lebih tinggi dibandingankan dengan metode SRI. Menurut Purba (2009), tinggi tanaman pada metode SRI lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional pada ketiga varietas yang digunakan yakni varietas Ciherang, Cobogo, dan Sarnia. Dan metode SRI menunjukkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak dan sangat berbeda nyata dengan metode konvensional. Hal ini di sebabkan karena penanaman secara SRI mempergunakan bahan organik sehingga kondisi tanah semakin remah sehingga pertumbuhan tanaman akan semakin baik. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah pertumbuhan tanaman memiliki beberapa tahap. Terdapat pertumbuhan tanaman padi yang sangat cepat dan pertumbuhan yang lambat. 332. Berdasarkan data pengamatan jumlah daun per rumpun, metode SRI menunjukan peningkatan yang pesat disetiap minggunya. Hingga 49 hari setelah tanam sistem metode lebih banyak memiliki jumlah daun per rumpun dibanding sistem jajar legowo. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian jarak tanam di Indonesia dilaporkan Pratiwi et., al (2010), Jarak tanam lebar memberi peluang varietas tanaman mengekspresikan



potensi pertumbuhannya. Semakin rapat



34



populasi tanaman, semakin sedikit jumlah anakan dan jumlah panjang malai per rumpunnya. Pada populasi rendah (jarak tanam lebar), keragaman rumpun padi besar, namun perluasannya hasil dan komponen hasilnya lebih rendah dibandingkan jarak tanam yang lebih rapat. 333. Data jumlah anakan per rumpun, metode SRI menunjukan perkembangan yang pesat dibandingkan metode jajar legowo. Dimana pada 42 HST, sistem SRI mampu mengungguli sistem jajar legowo untuk jumlah anakan per rumpunnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Warjido et.,al (1990), Bahwa penggunaaan jarak tanam pada dasarnya adala memberikan kemungkinan tanaman untuk tumbuh dengan baik tanpa mengalami banyak persaingan dalam hal mengambil air, unsur-unsur hara, dan cahaya matahari.Jarak tanam yang tepat penting dalam pemanfaatan cahaya matahari secara optimal untuk proses fotosintesis. Dalam jarak tanam yang tepat, tanaman akan memperoleh ruang tumbuh yang seimbang. 334. Metode SRI diberikan perlakuan irigasi yang dengan metode jajar legowo, pada saat tertentu metode SRI dikeringkan hinga tanah kering namun tanaman masih dapat tumbuh, kemudian diberikan perlakuan irigasi yang macakmacak tidak sampai tergenang air. Hal ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan tanaman padi. Tanaman padi akan stres kemudian oertumbuhannya akan cepat karena berada pada tekanan yang lebih. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari et al. (2005), Suardi dan Moeljopawiro (1999), bahwa varietas padi yang relatif toleran kekeringan dapat diketahui secara cepat berdasarkan uji daya tembus akar ke lapisan lilin 335.



35



336. 337.



DAFTAR PUSTAKA 338.



339. Aak. 1995. Berbudidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta. 340. Abdullah, S., I. Syamsiah, dan A. Taher. 2000. Teknologi P-starter dengan sistem tanam bershaf (Teknologi SHAFTER). Makalah disampaikan pada kegiatan Sosialisasi Teknologi Pertanian di BPP Buayan Kecamatan Batang Anai Sumatera Barat tanggal 28 Oktober 1999. BPTP Sukarami: 10 341.



hlm. Abdulrachman et al. 2013. Sistem Tanam Legowo. Badan Penelitian dan



342.



Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh. 2009. Budidaya Tanaman Padi. Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh



343.



Bekerja Sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NAD. Aceh. Departemen Pertanian, 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi Palawija



344.



Sayur-sayuran. Departemen Pertanian Satuan Pengendali BIMAS. Jakarta. Departemen Pertanian, 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.



345.



Departemen Pertanian, Jakarta. Hakim, N, Yusuf Napka, Sutomo Gandi, A.M. Lubis, M. Rusdi, Amin Diha, Go Bang Hong dan H, Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah.



346.



Universitas Lampung. Lampung. Kasim, M. 2004. Manajemen



Penggunaan



Air:



Meminimalkan



Penggunaan Air untuk Meningkatkan Produksi Padi Sawah melalui Sistem 347.



Intensifikasi padi (The system of Rice Intensificattion-SRI). Padang 42 hal. Mujisihono, R. dan T. Santosa. 2001. Sistem Budidaya Teknologi Tanam Benih Langsung (TABELA) dan Tanam Jajar Legowo (TAJARWO). Makalah Seminar Perekayasaan Sistem Produksi Komoditas Padi dan



348.



Palawija. Diperta Provinsi D.I. Yogyakarta. Perdana, A. S. 2007. Budidaya Padi Gogo. Mahasiswa Swadaya



349.



Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian UGM. Yogyakarta. Ridwan. 2000. Pengaruh Populasi Tanaman Dan Pemupukan P Pada Padi Sawah Dengan Sistem Tanam Jajar Legowo. Prosiding Seminar Nasional Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Buku I. Sukarami, 21-22 Maret 2000. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Bogor; 65-69 hlm.



36



350.



Sadjad, S, FC. Suwarno, dan S. Hadi. 2001. Tiga Dekade Berindustri



351.



Benih di Indonesia. Jakarta: Grasindo. Seksi Pengembangan Materi dan Kemitraan Usaha Bakorluh PPK. 2012.Budidaya Padi Sistem Tanam Jajar Legowo. Badan Koordinasi



352.



Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Gorontalo. Sohel M. A. T., M. A. B. Siddique, M. Asaduzzaman, M. N. Alam, & M.M. Karim, 2009. Varietal Performance of Transplant Aman Rice Under



Different Hill Densities. Bangladesh J. Agric. Res. 34(1): 33-39. 353. Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 354. Triny S. Kadir, E. Suhartatik dan E. Sutisna. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya PTB cara PTT. Makalah Disampaikan pada Pelatihan Pengembangan varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) Fatmawati dan VUB 355.



lainnya, 31 Maret – 3 April 2004 di Balitpa, Sukamandi. Yunizar dan A. Jamil 2012. Pengaruh sistem tanam dan macam bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah di daerah Kuala Cinaku, Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi. Balai Besar Penelitian Padi. Badan Litbang Pertanian.Buku 3. 356.



357.



Dapus:



Amelia Zuliyanti Siregar. 2007. Hama-Hama Tanaman Padi. Sumatera Utara: USU Repository.



358.



Harahap, I. S & B. Tjahjono. 2003. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya, Jakarta. hal. 72-73.



359.



Kasumbogo Untung. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi ke-2). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.



360.



Lestari, E.G., E. Guharja, S. Harran, dan I. Mariska. 2005. Uji daya tembus akar untuk seleksi somaklon toleran kekeringan pada padi varietas Gajah Mungkur, Towuti dan IR64. J. Pen. Pert.Tan. Pangan 24(2):97-103.



361.



Pratiwi, G.R., E. Suhartatik, dan A.K. Makarim. 2010. Produktivitas dan komponen hasil tanaman padi sebagai fungsi dari populasi tanaman. In : S.Abdulrachman, H.M. Toha, dan A.Gani(Eds.). Inovasi Teknologi Padi



37



untuk Mempertahankan Swasembada dan Mendorong Ekspor Beras. Prosiding Seminar nasional Hasil Penelitian Padi2009, Buku 2. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.p.443-450. 362.



Purba, Rosmadelina. 2009. Produksi tanaman padi (Oryza sativa L.) dengan metode penanaman dan perlakuan berbagai varietas. Habonaron Do Bona edisi 2 juli 2009.



363.



Warjido, Z. Abidin dan S. Rachmat. 1990. Pengaruhpemberian pupuk kandang dan kerapatan populasiterhadap pertumbuhan dan hasil bawang putihkultivar lumbu hijau. Buletin Penelitian Hortikultura19(3) 29-37.



364.



Y. T. Prasetiyo. 2002. BudIdaya Padi Sawah TOT ( Tanpa Olah Tanah). Jakarta: Kanisius.



365.



38