Laporan Analisa Kromatografi Lapis Tipis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Analisis Instrumen II



Analis is Instrumen II



LAPORAN PRAKTIKUM



Analisa Kualitatif Pigmen Daun Katuk dengan Metode Kromatografi lapis Tipis



DI SUSUN OLEH : Mirnawati (140101047) KELAS : XII – ANALIS KIMIA / B (R 1)



SMK NEGERI 1 BONTANG 2016 1 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II LEMBAR PENGESAHAN Laporan ini dibuat dengan tujuan sebagai pelaporan dari hasil praktikum yang dilaksanakan oleh Praktikan. Adapun penetapan yang dilaksanakan adalah “Analisa Kualitatif Pigmen Daun Katuk dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)”. Praktikum tersebut dilaksanakan oleh Mirnawati, Kelas XII Analis Kimia B, Rombel 1 dan dilaksanakan di Laboratorium Instrumen.



Disahkan Oleh: Guru Pembimbing



Wahyu Juli Hastuti, M.Pd (NIP.197607102000122005)



2 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II LAPORAN RESMI



A.



JUDUL Analisa Kualitatif Pigmen Daun Katuk dengan Kromatografi Lapis Tipis.



B.



TUJUAN Siswa dapat melakukan analisa kualitatif pigmen daun pada daun katuk dengan



menggunakan metode kromatografi lapis tipis.



C.



PRINSIP Pemisahan pigmen daun dilakukan dengan ekstraksi dan berdasarkan prinsip



adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. Parameter nilai dari nilai Rf dari noda yang terbentuk.



D.



DASAR TEORI 1.



Daun dan Pigmen Tanaman



Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang tumbuh dari batang, umumnya berwarna hijau daun dan terutama berfungsi sebagai penangkap energi cahaya matahari melalui fotosintesis. Bentuk daun sangat beragam namun biasanya berupa helaian, bisa tipis atau tebal. Daun juga bisa bermodifikasi menjadi duri (misalnya kaktus) dan berakibat daun kehilangan fungsinya sebagai organ fotosintetik. Warna hijau pada daun berasal dari kandungan klorofil pada daun. Daun seringkali mengandung beberapa senyawa yang berwarna (pigmen) antara lain klorofil (hijau), karoten (kuning) dan xantofil (kuning). Meskipun klorofil mengandung bagian yang polar, akan tetapi secara keseluruhan strukturnya adalah non polar, seperti hidrokarbon, sehingga klorofil mudah larut dalam pelarut non polar seperti eter atau petroleum eter. Ada dua jenis klorofil yaitu klorofil a dan klorofil b, yang membedakan kedua jenis klorofil ini adalah adanya gugus aldehid pada struktur klorofil b yang menyebabkan klorofil b ini bersifat sedikit lebih polar dibandingkan klorofil a. Adapun struktur dari kedua jenis klorofil ini adalah sebagai berikut.



3 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II



Gambar 1. Struktur klorofil a



Gambar 2. Struktur klorofil b



Karoten C40H56 adalah senyawa alkena dengan rantai panjang dari sistem ikatan rangkap terkonjugasi. Daun hijau mengandung sekitar 90% betakaroten dan 10 % alpha karoten. Meskipun secara keseluruhan molekul karoten adalah non polar, akan tetapi mempunyai sifat dapat mengubah bidang polarisasi. Karoten juga ada dua jenis yaitu akaroten dan β-karoten, yang membedakan kedua struktur ini adalah posisi ikatan rangkap pada cincin ujung. Adapun strukturnya adalah sebagai berikut.



Gambar 3. Struktur α-karoten



4 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II



Gambar 4. Struktur β-karoten Xantofil C40H50O2 adalah bentuk karoten yang terhidroksilasi, kandungan xantofil dalam daun hijau selalu dua kali lebih besar dari karoten. Xantofil lebih larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam petroleum eter dibandingkan karoten. Xantofil memiliki struktur yang mirip dengan karoten, hanya bedanya xantofil memiliki gugus OH pada struktur sikliknya. Adapun struktur dari xantofil adalah sebagai berikut.



Gambar 5. Struktur xantofil Selain itu, di dalam daun juga mengandung antosianin yang berwarna merah, biru atau ungu tergantung derajat keasamannya. Untuk mengekstraksi pigmen dari daun, terlebih dahulu dilakukan penggerusan dengan mortar terhadap daun kering sampai halus. Pelarut yang dapat mengekstraksi pigmen secara bertahap dengan urutan kepolaran yaitu petroleum eter, kloroform, etanol, dan metanol. Adapun struktur umum dari antosianin adalah sebagai berikut.



Gambar 6. Struktur umum antosianin



5 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II 2.



Daun Katuk



Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tumbuhan sayuran yang banyak terdapat di Asia Tenggara. Ciri-ciri tanaman katuk adalah cabang-cabang agak lunak, daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan panjang 2,5 cm, dan lebar 1,25-3 cm (Anonimb, 2008). Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tanaman obat-obatan tradisional yang mempunyai zat gizi tinggi, sebagai antibakteri, dan mengandung beta karoten sebagai zat aktif warna karkas. Senyawa fitokimia yang terkandung di dalamnya adalah : saponin, flavonoid, dan tanin, isoflavonoid yang menyerupai estrogen ternyata mampu memperlambat berkurangnya massa tulang (osteomalasia),



sedangkan



saponin



terbukti



berkhasiat



sebagai



antikanker,



antimikroba,dan meningkatkan sistem imun dalam tubuh (Santoso, 2009). Gambar daun katuk dapat dilihat pada gambar 1.



Gambar 7. Daun Katuk (Sauropus androgynus) Tanaman katuk tumbuh menahun, berbentuk semak perdu dengan ketinggian antara 21/2m – 5 m. Tanaman katuk terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah dan biji. Sistem perakarannya menyebar ke segala arah dan dapat mencapai kedalaman antara 30-50 cm. Batang tanaman tumbuh tegak dan berkayu. Tanaman katuk mempunyai daun majemuk genap, berukuran kecil, berbentuk bulat seperti daun kelor. Permukaan atas daun berwarna hijau gelap, sedangkan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Produk utama tanaman katuk berupa daun yang masih muda. Daun katuk sangat potensial sebagai sumber gizi karena memiliki kandungan gizi yang setara dengan daun singkong, daun papaya, dan sayuran lainnya. Daun katuk merupakan salah satu jenis sayuran yang mudah diperoleh di setiap pasar, baik pasar tradisional maupun swalayan. Ditinjau dari kandungan gizinya, daun katuk merupakan jenis sayuran hijau yang banyak manfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan badan. Di dalam daun katuk terdapat cukup banyak kandungan kalori, protein, kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Daun katuk dapat memperlancar pengeluaran ASI, kemudian dalam perkembangan selanjutnya, 6 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II dibuat infus akar daun katuk digunakan sebagai diuretik dan sari daun katuk digunakan sebagai pewarna makanan (Rukmana, 2003).



3.



Ekstraksi



Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun bahan cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah : (Suyitno, 1989) 1. Tipe persiapan sampel 2. Waktu ekstraksi 3. Kuantitas pelarut 4. Suhu pelarut 5. Tipe pelarut Hal-hal yang berpengaruh dalam ekstraksi yaitu sebagai berikut : 1. Jenis Pelarut Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik. Pelarut organik sangat cepat menguap sehingga cepat terjadi sirkulasi uap dan perolehan minyak akan semakin rendah, disamping itu titik didih lebih rendah akan mempermudah proses pemisahan 2. Volume pelarut Volume pelarut yang kecil/sedikit akan menghasilkan minyak yang sedikit karena kontak antar uap pelerut dengan sampel sedikit sekali dan sebaliknya. 3. Temperatur Temperatur yang tinggi akan meningkatkan harga difusi massa sehingga perpindahan solute ke pelarut juga meningkatkan harga difusi massa. 4. Ukuran partikel Semakin halus ukuran partikel maka akan semakin mudah dalam mendapatkan minyak tetapi akan mempengaruhi terhadap warna minyak yang dihasilkan. Partikel yang terlalu halus akan mempersulit keluarnya minyak, karena kontak dengan pelarut kecil. 5. Pengadukan Fungsi pengadukan adalah untuk mempercepat terjadinya reaksi antara pelarut dengan solut. 7 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II 6. Lama waktu Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan mjinyak yang lebih banyak, karena sirkulasi uap akan semakin sering kontak antara solut dengan pelarut lebih lama.



4.



Kromatografi Lapis Tipis



Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia, Michael Rswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perlokasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelasyang berisi kalsium karbonat (CaCO 3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan 2 fase yaitu gerak dan diam serta mengkuantifikasi macam-macam komponen dalam suatu campuran yang kompleks, baik komponen organik mauapun anorganik. Kromatografi dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pemisahannya misalnya kromatografi adsorpsi, afinitas, penukar ion, dsb. Kromatografi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan alat yang digunakan seperti Kromatografi Kertas (KK), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Kromatografi Gas (GC). Dalam kromatografi juga dikenal istilah kromatografi jenis planar dan kolom. Kromatografi planar menggunakan fase diam berupa lempeng tipis yang umumnya terbuat dari kaca, lempeng alumunium dan sebagainya. Yang termasuk kromatografi planar yaitu kromatografi kertas (KK) dan kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikiann juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan hampir semua laboratorium melaksanakan metode ini. Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah pada KLT yaitu adsorpsi dan partisi. Untuk tujuan tertentu, pejerap atau fase diam dapat dimodifikasi dengan cara pembaceman. Fase gerak dari pustaka dapat ditentukan dengan uji pustaka atau dengan dicobacoba karena pengerjaan KLT ini cukup cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur sedemikian 8 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT merupak teknik yang sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur sedemikian rupa agar harga Rf berkisar antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan yang baik; polaritas dari pelarut juga harus diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan sempurna. Ada 2 cara yang digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif dengan KLT. Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua yaitu dengan mengorek bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan menimbang hasil korekan. Identifikasi secara kualitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis tipis dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal. Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Harga Rf adalah =



𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡



Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf : 1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap 4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5). Derajat kejenuhan dari uap 6). Jumlah cuplikan yang digunakan 7). Suhu 8). Kesetimbangan 9). Teknik percobaan (Sastrohamidjojo, 2001)



9 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II E.



ALAT DAN BAHAN NO



NAMA ALAT



JUMLAH



KETERANGAN



1.



Batang Pengaduk



1



Gelas



2.



Bulp



1



Non Gelas



3.



Corong Kaca



1



Gelas



4.



Corong Pisah



1



Gelas



5.



Gelas Beaker



2



Gelas ( 250 ml )



6.



Gelas Plastik



1



Non Gelas



7.



Lumpang dan Alu



1



Gelas



8.



Pipet Volume



1



Gelas ( 25 ml )



9.



Plat Kaca



1



Gelas



10.



Spatula



1



Non Gelas



11.



Toples



1



Non Gelas



12.



Tissue



Secukupnya



Non Gelas



NO



NAMA BAHAN



JUMLAH



KETERANGAN



1.



Aseton



Seperlunya



Cairan



2.



Aquadest



Seperlunya



Cairan



3.



Benzene



Seperlunya



Cairan



4.



Cloroform



Seperlunya



Cairan



5.



Calsium Carbonat



10 sendok



Padatan



6.



Calsium Sulfate



5 sendok



Padatan



7.



Ethanol



Seperlunya



Cairan



10 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II F. I)



PROSEDUR



Pembuatan Bubur Calsium Carbonate 1. Ambil kalsium karbonat sebanyak 10 sendok, masukkan ke dalam gelas plastik; 2. Tambahkan 5 sendok kalsium sulfat ke dalam gelas; 3. Tambahakan sedikit aquadest lalu aduk hingga menjadi seperti bubur, jika terlalu padat tambahkna lagi aquadest; 4. Tuang bubur ke atas plat kaca, lalu ratakan bubur diatas plat kaca; 5. Panaskan plat kaca yang sudah diberi bubur dengan oven pada suhu 110ºC, hingga bubur menjadi keras.



II)



Pengambilan Ekstrak Daun Katuk 1. Potong kecil-kecil daun katuk yang sudah disiapkan secukupnya; 2. Tumbuk daun katuk yang sudah dipotong hingga halus; 3. Peras daun yang sudah halus menggunakan serbet; 4. Hasil perasan di masukkan kedalam beaker gelas lalu di tambah cloroform sebanyak 5 mL dan ethanol 1 mL; 5. Masukkan larutan campuran k dalam corong pisah dan ekstrak; 6. Tunggu hasil ekstrak selama 2 menit dan ambil bagian bawah hasil ekstrak; 7. Hasil ekstrak di penangas hingga pekat.



III)



Proses Analisa dengan Kromatografi Lapis Tipis 1. Membuat eluen dengan campuran benzene dan aseton sebanyak 7 : 3; 2. Beri tanda batas bawah pada plat kaca yang ada buburnya; 3. Totolkan sampel pada plat kaca; 4. Masukkan plat yang sudah ada sampelnya ke dalam bejana yang telah diberi eluen dengan posisi berdiri dan tutup bejana, tunggu hingga eluen mencapai batas atas plat kaca; 5. Ukur jarak sampel dan hitung harga Rf nya.



11 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II G. DATA PENGAMATAN No 1



2



Prosedur



Hasil Pengamatan



Hasil perasan sampel daun Sampel berwarna hijau pekat. katuk Hasil ekstraksi sampel



Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas hijau muda dan lapisan bawah hijau tua



Hasil noda pada proses KLT 3



Noda yang terbentuk berwarna ungu muda sekali.



4



Jarak noda Sampel Simplo



14 cm



5



Jarak noda Sampel Duplo



13,7 cm



6



Jarak noda Sampel Triplo



13,5 cm



H. PERHITUNGAN Diketahui : a) Jarak Eluen: 14 cm b) Jarak Sampel 1: 14 cm c) Jarak Sampel 2: 13,7 cm d) Jarak Sampel 3: 13,5 cm Ditanya : Harga Rf Sampel ? Jawab : 1) Rf 1 = =



𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 14 𝑐𝑚 14 𝑐𝑚



= 1 2) Rf 1 = =



𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑟𝑢𝑡 13,7 𝑐𝑚 14 𝑐𝑚



= 0,9786 3) Rf 1 = =



𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢 ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 13,5 𝑐𝑚 14 𝑐𝑚



= 0,9643



12 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II I.



PEMBAHASAN Analisa pigmen daun pada daun katuk dilakukan dengan menggunakan metode



kromatografi lapis tipis (KLT). Analisa kromatografi lapis tipis menggunakan 2 fase, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca. Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam, semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang digunakan adalah kalsium karbonat, dalam hal penggunaan kalsium karbonat ada kekurangan yang didapatkan yaitu, sulitnya kalsium karbonat untuk menempel pada plat kaca. Untuk mensiasati penggunaan kalsium karbonat yang sulit menempel pada kaca maka praktikan mencampur kalsium karbonat dengan kalsium sulfat sebagai perekat. Fasa gerak yang digunakan berasal dari campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak yang harus diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT merupakan teknik yang sensitif. Pelarut organik yang digunakan pada praktikum adalah aseton dan benzene. Hasil noda yang didapat dari proses pemisahan dengan kromatografi lapis tipis adalah warna ungu muda sekali. Namun pada saat proses awal warna dari noda sampel adalah ungu lalu putih dan kembali ke ungu lagi. Warna noda yang didapat tidak terlalu jelas bisa disebabkan karena pada proses penotolan sampel pada pelat tidak dilarutkan dengan setetes ethanol, selain itu juga pengaruh dari bubur pada plat yang terlalu tebal. Warna yang ditunjukkan oleh noda pada plat kromatografi sulit diketahui sebagai senyawa klorofil; karoten; atupun xantofil, karena warna yang ada tidak menunjukkan salah satu warna yang ada pada salah satu senyawa diatas. Namun menurut teori daun juga memiliki kandungan antosianin yang berwarna ungu. Jadi, hasil noda yang didapat pada proses praktikum adalah pigmen dari senyawa antosianin. Harga Rf yang didapat dari sampel simplo sebesar 1, sampel duplo sebesar 0,9786 dan sampel triplo sebesar 0,9643. Harga Rf ini menunjukkan hasil pemisahan dari praktikum belum bisa dikatakan baik, karena harga Rf yang bisa dikatakan baik berkisar antara 0,2 sampai dengan 0,8. Harga Rf yang didapat kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor di bawah ini: 1). Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2). Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 13 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II 3). Tebal keraataan dari lapisan penyerap 4). Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa gerak 5). Derajat kejenuhan dari uap 6). Jumlah cuplikan yang digunakan 7). Suhu 8). Kesetimbangan 9). Teknik percobaan (Sastrohamidjojo, 2001)



J.



KESIMPULAN



Berdasarkan praktikum “Analisa Kualitatif Pigmen Dun Katuk dengan Metode Kromatografi lapis Tipis” diperoleh kesimpulan sebagai berikut; 1.



Pemisahan pigmen daun pada daun katuk dapat dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis, menggunakan fasa diam plat kaca dengan bubur calsium carbonat dengan perekat calsium sulfate, dan fasa gerak menggunakan pelarut organik benzene dan aseton.



2.



Hasil pigmen yang didapat dari pemisahan pigmen daun katuk adalah antosianin yang berwarna ungu.



3.



Hasil Rf yang diperolah dari sampel simplo sebesar 1, sampel duplo sebesar 0,9786 dan sampel triplo sebesar 0,9643.



14 Mirnawati (XII Analis Kimia B)



Analisis Instrumen II Daftar Pustaka Gholib, Ibnu.. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007 http//:Percobaan_ke4_pigmendaun_FKIP_UNLAM_Banjarmasin Marzuki, Asnah.. Kimia Analisis Farmasi. Makassar: Dua Satu Press. 2013



15 Mirnawati (XII Analis Kimia B)