Laporan Evaluasi Tekstil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RANGKAIAN EVALUASI SECARA KIMIA TERHADAP KAIN TEKSTIL



I.



Maksud dan Tujuan 



Maksud: melaksanakan serangkaian pengujian secara kimia terhadap bahan kain. Pengujian yang dilakukan meliputi :







-



Ketahanan permukaan terhadap pembasahan



-



Ketahanan daya serap kain cara uji tetes



-



Ketahanan air cara hujan (Bundessman)



-



Ketahanan kain terhadap api



-



Ketahanan luntur warna terhadap pencucian



-



Ketahanan luntur warna terhadap keringat



-



Ketahanan luntur warna terhadap gosokan



-



Kestabilan dimensi kain



-



Daya serap kain berbulu (uji keranjang)



-



Daya serap bahan tekstil



Tujuan: mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat ketahanan tiap kain untuk seluruh pengujian yang dilakukan. Tingkat ketahanan ini dilihat dan diamati dari nilai yang didapat saat pengujian dilakukan. Kemudian, dilakukan evaluasi yang dilakukan sesuai dengan standar SNI.



II.



Teori Dasar Pendahuluan Evaluasi terhadap kain tekstil dapat dilakukan secara kimia maupun secara fisika. Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian secara kimia, dimana yang diujikan adalah seperti maksud diatas. Pengujian ini dilakukan untuk mengevaluasi dan mengetahui tingkat ketahanan dari suatu bahan sesuai dengan penerapan SNI. Penerapan SNI digunakan karena :  SNI wajib merupakan jaminan mutu  Produk yang kita uji kemungkinan memiliki daya saing internasional karena dapat



diterima di pasar global  SNI bekerja sesuai dengan code of good practice  Hambatan teknis dapat dihindari  Meningkatkan transparansi pasar dan kompetisi dalam perdagangan



Adapun manfaat dari SNI sebagai berikut :  Sudah harmonisasi dengan standar internasional  Memudahkan produsen dalam pemenuhan standar mutu, kesesuaian dan



sertifikasi serta menghindari pengujian berulang-ulang di berbagai Negara tujuan yang dapat menghambat akses ke pasar luar negeri



Dalam pemakaian sehari-hari baik ditinjau dari segi kepentingan konsumen maupun produsen, tahan luntur warna pada bahan tekstil mempunyai arti yang sangat penting. Ketahanan luntur warna ditinjau dari segi kepentingan konsumen meliputi bermacam-macam tahan luntur, misalnya tahan luntur terhadap sinar matahari, pencucian, gosokan dan penyetrikaan. Sedangkan dari segi kepentingan produsen misalnya untuk mengetahui pengaruh dari proses penyempurnaan terhadap kain berwarna. Dengan adanya bermacam-macam sifat ketahanan luntur zat warna, maka timbul beragam jenis pengujian yang disesuaikan dengan kondisi, dengan prinsip pengujian yang sama. Untuk mencegah timbulnya beragam penilaian yang berbeda, perlu dicantumkan standar pengujian yang dilakukan. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standar yang dikeluarkan ISO yaitu standar skala abu-abu untuk menilai perubahan warna contoh uji dan standar skala penodaan untuk menilai penodaan warna pada kain putih. Dalam hal ini setelah bahan di uji, maka dilakukan evaluasi. Hal ini merupakan aspek yang sangat penting dalam mengantisipasi produk oleh pembeli karena tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Standar uji yang digunakan memakai yang terbaru, berikut beberapa standar uji : SNI (Standar Nasional Internasional), ISO ( Internasional Standars Organization), ASTM (American Society for Testing and Materials), AATCC (American Association of Textile Chemist and Colorist), ANSI (American Standars Institute), BS (British Standar), dan JIS (Japanese Industial Standars). Untuk mendapatkan hasil pengujian yang sama maka :  lebih baik dilakukan oleh beberapa pengamat  ketelitian tidak akan diperoleh jika nilai standar tidak diketahui  paham beberapa hal, nilai standar dari beberapa sifat tekstil tidak diketahui  kondisi atmosfir pengujian adalah kondisi standar yang sudah diketahui yaitu



sesuai dengan (SNI 7649:2009:ISO139) : tekstil-ruangan : standar untuk pengkondisian dan pengujian. Kemudian untuk hasil pengujian tahan luntur warna biasanya dilaporkan secara pengamatan visual. Pengukuran perubahan warna secara fisika yang dilakukan dengan bantuan kolorimetri atau spektrofotometri hanya dilakukan untuk penelitian yang membutuhkan hasil penelitian yang tepat. Penilaina tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli sebagai tidak perubahan, ada sedikit perubahan, cukup berubah dan berubah sama sekali. Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan suatu stndar perubahan warna. Standar yang dikenal adalah standard yang dibuat oleh Society of Dyes and Colourist (SDC) di AMerika Serikat



yaitu berupa grey scale untuk perubahan warna karena kelunturan warna dan staining scale untuk perubahan warna karena penodaan warna karena penodaan pada kain putih. Standard gray scale dan staining scale digunakan untuk menilai perubahan warna yang terjadi pada pengujian tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat, gosokan, setrika,dll. o



Gray scale Gray scale terdiri dari Sembilan pasangan standard lempeng abu-abu, setiap



pasangan mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian tahan luntur dengan angka.pada gray scale, penilaian tahan luntur warna dan perubahan warna yang sesuai, dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada contoh yang telah diuji dengan contoh asli terhadap perbadaan standar perubahan warna yang digambarkan oleh gray scale dan dinyatakan dengan rumus CIE lab : Rumus nilai kekhromatikan: Nilai Tahan luntur



Perbedaan warna (CIE



Toleransi untuk



warna



lab)



standar kerja (CIE lab)



5



0



+0,2



4-5



0,8



+0,2



4



1,7



+0,3



3-4



2,5



+0,3



3



3,4



+0,4



2-3



4,8



+0,5



2



6,8



+0,6



1-2



9,6



+0,7



1



13,6



+1,0



Spesifikasi kolorimetri yang tepat dari warna abu-abu standard dan perubahan warna pada gray scale. Nilai 5 berarti tidak ada perubahan dan seterusnya sampai nilai 1 yang berarti perubahan warna sangat besar. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan berwarna abu-abu netral dengan reflektansi 12 + 1 persen. Perbedaan warna sama dengan nol. Bilai tahan luntur 4 – 5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng pembanding yang identik dan yang dipergunakan untuk tingkat 5, berpasangan dengan lempeng abuabu netral sama tetapi lebih muda. Perbedaan secara visual dari pasanganpasangan nilai 4, 3, 2, dan 1 adalah tingkat geotetrik dari perbedaan warna atau kekontrasan.



o



Staining scale Pada staining scale penialain penodaan warna pada kain putih di dalam



pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kkhromatikan adam seperti gray scale, hanya besar perbedaan warnanya berbeda. Staining scale terdiri dari satu pasangan standar lempeng putih dan 8 pasang standar lempeng abu-abu dan putih, dan setiap pasang mewakili perbedaan warna atau kekontrasan warna sesuai dengan penilaian penodaan dengan angka. Nilai tahan luntur 5 ditunjukkan pada skala oleh dua lempeng yang identik yang diletakkan berdampingan, mempunyai reflektansi tidak kurang dari 85%. Perbedaan warna sama dengan nol.nilai tahan luntur 4-5 sampai 1 ditunjukkan oleh lempeng putih pembanding yang identik dengan yang dipergunakan untuk nilai 5, berpasanagn dengan lempeng yang sama tetapi berwarna abu-abu netral. Nilai tahan luntur



Perbedaan warna (CIE



Toleransi untuk



warna



lab)



standar kerja (CIE lab)



5



0



+0,2



4-5



2,2



+0,3



4



4,3



+0,3



3-4



6,0



+0,4



3



8,5



+0,5



2-3



12,0



+0,7



2



16,9



+1,0



1-2



24,0



+1,5



1



34,1



+2,0



Hasil evaluasi tahan luntur warna terhadap angka-angka gray scale dan stining scale adalah sebagai berikut : Standar skala penodaan dan perubahan warna Nilai Tahan Luntur Warna



Evaluasi Tahan Luntur warna



5



Baik sekali



4-5



Baik



4



Baik



3-4



Cukup baik



3



Cukup



2-3



Kurang



2



Kurang



1-2



Jelek



1



Jelek



Dalam penggunaan gray scale sifat perubahan warna baik dalam corak, kecerahan, ketuaan atau kombinasinya tidak dinilai. Dasar evaluasinya adalah keseluruhan perbedaan atau kekontrasan antara contoh uji yang asli dengan yang telah dilakukan pengujian KETAHANAN PERMUKAAN TERHADAP PEMBASAHAN SNI ISO 4920-2010 Kain Tekstil – Cara Uji Ketahanan Permukaan Terhadap Pembasahan (Uji Siram) ISO 4920-1981 I.



Maksud dan Tujuan 



Maksud: mengetahui cara pengujian ketahanan permukaan kain terhadap pembasahan.







Tujuan: mengetahui ketahanan permukaan kain contoh uji terhadap air sesuai dengan ISO.



II. Teori Dasar Cara uji ini dapat digunakan pada semua jenis kain, baik yang tidak/belum ataupun yang sudah dilakukan penyempurnaan tahan air atau tolak air. dalam uji siram dipakai siraman air yang berasal dari corong dengan lubang penyiraman. Air disiramkan diatas contoh uji yang dipasang pada lingkaran penyulam dan dipasang pada kedudukan miring 45o denganbidang horisontal. Pengujian dilakukan dengan menyiramkan secara teratur 200 cm2 air dengansuhu 22o C kedalam corong penyiram. Setelah penyiraman selesai, pemegang contoh diambil dan sisa air dibuang dengan memukul-mukulkan tepi lingkaran penyulam sebanyak enam kali pada benda keras, dengan permukaan kain mengarah pada benda keras tersebut. Pemukkulan tersebut dilakukan dalm dua posisi yaitu 3 kali pada posisi di suatu tempat pda pemegang contoh dan tiga kali pada posisi setengah lingkaran 180o terhadp posisi pertama. Penilaian terhadap uji daya tolak air dilakukan dengan menggunakan standar penilaian uji siram. Setelah kelebihan air selesai dibuang, permukaan kain diamati secara visual dengan membandingkan peta air yang tinggal pada permukaan kain dengan peta pada standar penilaian uji siram. Penilaian uji siram bervariasi sebagai berikut :



ISO V



: Tidak ada air yang menempel atau membasahi permukaan kain.



ISO IV



: Terjadi sedikit tetesan pembasahan pada permukaan kain bagian atas.



ISO III



: Terjadi pembasahan berupa tetesan kecil terpisah.



ISO II



: Terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.



ISO I



: Terjadi pembasahan pada seluruh permukaan kain bagian atas.



III. Alat dan Bahan 











Alat: -



Corong kaca dengan diameter 150



-



Cincin penyangga



-



Pipa karet



-



Corong siram



-



Tiang penyangga



Bahan: -



Kain contoh uji



-



Air



Prinsip pengujian: - Jarak antara permukaan atas corong dengan bagian bawah corong siram dalam 190 mm. - Waktu aliran air dengan volume 250 ml yang dituangkan dari corong harus antara 25 detik dan 30 detik - Pemegang contoh uji, terdiri atas 2 buah lingkaran kayu atau logam yang terpasang tepat satu sama lain .



IV. Cara Kerja -



Air disiramkan pada permukaan contoh uji yang telah dipasangkan pada alat pemegang contoh uji yang ditempatkan membentuk sudut 450 pada alat uji siram.



-



Setelah air tersiram semua, pemegang contoh uji yang berisi contoh uji diketukan 2 kali.



V. Data Percobaan Contoh uji 1 dan 2 saat disiram terjadi pembasahan pada permukaan yang disiram berbentuk area kecil terpisah-pisah. VI. Diskusi Dalam pengujian uji siram ini terdapat beberapa hal yang dapat di diskusikan antara lain adalah pada saat melakukan pengujian kain harus dalam keadaan rapih tanpa terdapat lipatan. Apabila terdapat lipatan maka harus dirapikan terlebih dahulu dengan cara



disetrika. Kemudian kain dapat dilakukan pengujian. Setelah penyiraman selesai maka kain yang berada dalam pamidangan diketukkan sebanyak 2 kali dengan kekuatan ketukan yang sama sehingga pada saat evaluasi mendapatkan hasil yang sesuai. Kemudian permukaan kain dilihat secara visual dan disamakan dengan penilain menurut SNI atau pun ISO.pengujian dilakukan sebanyak 2 kali. Pada hasil penilaian, penilaian tidak dirata-ratakan. Namun hanya diambil dengan yang mendekatinya saja. Sehingga pada saat memberikan keputusan dalam penilaian contoh kain harus diamati secara teliti.



VII. Kesimpulan Pada contoh kain mendapatkan hasil uji siram ISO II, yang artinya terjadi pembasahan pada sebagian daerah permukaan kain bagian atas.



LAMPIRAN



HASIL



PEMBASAHAN



PENGUJIAN



KETAHANAN



PERMUKAAN



TERHADAP



PENGUJIAN DAYA SERAP KAIN CARA TETES (SNI ISO 08-0279-1989)



I.



Maksud dan Tujuan 



Maksud : Melakukan pengujian daya serap kain tidak berbulu (rajut)







Tujuan



: Untuk mengetahui kemampuan kain menyerap air melalui waktu serap kain.



II.



Teori Dasar Standar ini meliputi cara uji daya serap bahan tekstil. Daya serap adalah satu faktor yang menentukan kegunaan kain untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut atau handuk. Cara uji perlu dilakukan untuk kain-kain yang akan dicelup karena kerataan hasil pencelupannya bergantung pada daya serap kain. Demikian pula untuk kain yang akan dikerjakan dengan resin atau zat-zat penyempurnaan lain, daya serap merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan. Daya basah atau daya serap bahan tekstil yang berupa kain tenun maupun benang dapat ditentukan dengan cara ini. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kecepatan pembasahan (welting time) yang dikenal dengan dua macam cara yaitu : •



Uji tetes dilakukan pada permukaan kain yang rata dan halus.







Uji keranjang dilakukan pada permuaan kain yang rata dan halus. Pada prinsipnya kedua pengujian ini adalah sama yaitu untuk mengetahui



kecepatan pembasahan dari contoh uji. Perbedaannya terletak pada kasar atau tidaknya permukaan contoh uji. Prinsip uji tetes adalah menghitung waktu dari air yang diteteskan pada permukaan kain yang dipasang tegang sampai air tersebut hilang terserap. Yang dimaksud dengan waktu pembasahan adalah waktu dari saat air diteteskan hingga air hilang terserap. Daya serap adalah salah satu faktor yang menentukan kegunaan dan untuk tujuan tertentu misalnya kain pembalut, kain handuk dan lainlain. Beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah terbasahi.



Faktor-faktor yang mempengaruhi pembasahan kain : •



Bila setetes air dijatuhkan pada permukaan dari tiga jenis benda padat yang rata, maka tiga jenis benda tersebut mungkin berbentuk bulat, pipih atau antara bulat



dan pipih. Karena sifat air, kondisi tekanan air pada ketiga permukaan benda padat berbeda. •



Permukaan benda padat dimana tetesan air akan membentuk bola menunjukkan sudut kontak yang tinggi, dan akan cenderung menggelinding meninggalkan permukaan benda padat dalam keadaan kering. Semakin kecil sudut kontak semakin mudah tetesan air menyebar keseluruh permukaan benda padat dan membasahi benda padat tersebut.



Percobaan oleh Cassie menunjukan bahwa bahan yang tahan air akan memberikan diatas



sudut kontak tinggi. Sudut kontak yang tinggi akan terjadi pada air



suatu permukaan yang kering dan sudut kontak tersebut akan mengacil



apabila cairan makin berkurang , permukaan menjadi basah. Bahan tekstil merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik yaitu suatu bahan yang menyerap air. Dalam penggunaannya beberapa kain harus mempunyai kemampuan untuk menyerap air atau cairan secara cepat atau mudah dibasahi, misalnya kain handuk, kain pembalut, kapas pembalut dan sebagainya. Dalam hal membasahi kain biasanya menyangkut soal lamanya kain dapat terbasahi atau lamanya waktu pembasahan. Peristiwa pembasahan kain dan bagaimana kain dapat terbasahi merupakan masalah. Kemampuan kain dalam menyerap air sangat ditentukan struktur molekuk serat – serat penyusun benang dari kain yang besangkutan. Makin banyak bagian yang amorf dari suatu serat, maka gugus hidroksil akan makin banyak. Sehingga kemampuan untuk mengikat senyawa air akan makin dominan. Selain itu juga penyerapan air dipengaruhi oleh kontuksi benang penyusun kain yang bersangkutan. Bila benang penyusun kain tersebut diberi antihan yang tinggi, maka kemampuan benang tersebut untuk menyerap air akan rendah.



III.



Alat dan Bahan 3.1. Alat a.



Simpai bordir dengan diameter 150 mm atau lebih



b.



Buret, dengan 15-25 tetesan air tiap miliiter



c.



Stopwatch



3.2. Bahan a. Sepotong kain yang cukup untuk dipasang rata pada simpai bordir. b. Air suling



IV.



Cara Kerja 1.



Kain dipasang pada simpai bordir sehingga permukaan kain bebas dari kerutankerutan tetapi tanpa mengubah struktur kain;



2.



Simpai bordir tersebut diletakkan dibawah buret dengan jarak 10 ± 1 mm dari ujung buret. Air diteteskan setets demi setetes pada permukaan kain;



3.



Mengukur waktu yang diperlukan hingga pantulan cahaya tetesan hilang menggunakan stopwatch. Ketika tetesan air hilang seluruhnya dan meninggalkan bulatan basah yang suram. Saat itu stopwatch dihentikan dan waktu yang berlangsung dicatat. Jika waktu basah melebihi 60 detik, pengukuran waktu dihentikan dan waktu basah dilaporkan 60 + detik;



4.



V.



Pengujian dilakukan 5 kali.



Data Percobaan



Percobaan



Waktu serap



Percobaan 1