Laporan Evaporasi - Kelompok 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA “PENENTUAN NERACA MASSA TOTAL DAN EFISIENSI PADA UNIT EVAPORASI”



Dosen Pengampu: Ir. Rozanna Sri Irianty, M.Si



DISUSUN OLEH: Chantika Maharani 2007036668 Muhammad Akbar 2007034769 Alya Az Zahra 2007036175



TEKNIK KIMIA D3 PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU 2021



ABSTRAK



Proses evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan proses penguapan dari padatan (zat pelarut) yang tidak mudah menguap. Tujuan dari percobaan ini adalah Menyiapkan larutan NaOH sebagai umpan dengan kadar 0,8, mengoperasikan alat Rotary Evaporator Buchi R200, menyusun neraca massa total pada unit evaporator, menghitung efisiensi kerja Rotary Evaporator Buchi R200, dan menentukan kada NaOH sebelum dan setelah di evaporasi Pada percobaan ini zat yang dipekatkan adalah larutan NaOH 0,8%. NaOH dievaporasi atau dipekatkan dengan laju alir air pendingin 30,45 dan 60 Setelah proses evaporasi selesai didapatkan NaOH dengan kadar masing-masing meningkat menjadi 1,6%, 3,4%, dan 5,7% dari tiap-tiap laju alir air pendingin tersebut. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kecepatan aliran air pendingin masuk mempengaruhi efisiensi kerja alat dan kadar NaOH yang di dapat, dimana semakin cepat aliran air pendingin maka semakin besar efisiensi kerja alat yang digunakan dan semakin besar kadar NaOH yang diperoleh. Kata Kunci: Efisiensi Kerja, Evaporasi, Input, Konsentrasi dan Output



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Landasan Teori Evaporasi adalah salah satu metoda yang digunakan untuk pengentalan larutan. Tujuan Evaporasi ialah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi dilaksanakan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair, kadang-kadang zat cair yang sangat viskos dan bukan zat padat. Evaporasi berbeda dari distilasi karena disini uapnya biasanya komponen tunggal dan walaupun uap itu merupakan campuran. Dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk memisah-misahkannya menjadi fraksi-fraksi. Evaporasi lain dari kristalisasi dalam hal penekanannya disini ialah pada pemekatan larutan dan bukan pembuatan zat padat atau kristal. Proses evaporasi adalah proses untuk memisahkan pelarut dengan proses penguapan dari padatan (zat terlarut) yang tidak volatil (tidak mudah menguap). Inti dari proses ini adalah terjadinya perubahan fasa dari fasa cair menjadi fasa uap, suatu proses yang membutuhkan energi yang relatif besar. Evaporasi dilaksanakan dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut pada titik didihnya, sehingga diperoleh larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Uap yang terbentuk pada evaporasi biasanya hanya terdiri dari satu komponen, dan jika uapnya berupa campuran umumnya tidak diadakan usaha untuk memisahkan komponen-komponennya. Dalam evaporasi zat cair pekat



merupakan



produk



yang



dipentingkan,



sedangkan



uapnya



biasanya



dikondensasikan dan dibuang. Penyelesaian praktis terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan oleh karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Beberapa sifat penting dari zat cair yang dievaporasikan antara lain: 1) Konsentrasi, 2) Pembentukan Busa, 3) Kepekaan terhadap Suhu, 4) Kerak, 5) Bahan Konstruksi. 1. Konsentrasi Walaupun cairan encer diumpankan ke dalam evaporator mungkin cukup encer sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika konsentrasinya meningkat, larutan itu akan makin bersifat individual. Densitas dan viskositasnya



meningkat bersamaan dengan kandungan zat padatnya, hingga larutan itu menjadi jenuh, atau jika tidak menjadi terlalu lamban sehingga tidak dapat melakukan perpindahan kalor yang memadai. Jika zat cair jenuh dididihkan terus, maka akan terjadi pembentukan kristal, dan kristal ini harus dipisahakan karena bisa menyebabkan tabung evaporator tersumbat. Titik didih larutanpun dapat meningkat dengan sangat bila kandungan zat padatnya bertambah, sehingga suhu didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari titik didih air pada tekanan yang sama. 2. Pembentukan Busa Beberapa bahan tertentu, lebih-lebih zat-zat organik, membusa (foam) pada waktu diuapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap dan menyebabkan banyaknya bahan yang terbawa-ikut. Dalam hal-hal yang ekstrim, keseluruhan massa zat cair itu mungkin meluap ke dalam saluran uap keluar dan terbuang. 3. Kepekaan Terhadap Suhu Beberapa bahan kimia berharga, bahan kimia farmasi dan bahan makanan dapat rusak bila dipanaskan pada suhu sedang selama waktu yang singkat saja. Dalam mengkonsentrasikan bahan-bahan seperti itu diperlukan teknik khusus untuk mengurangi suhu zat cair dan menurunkan waktu pemanasan. 4. Kerak Beberapa larutan tertentu menyebabkan kerak pada permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh makin lama makin berkurang sampai akhirnya operasi evaporator terpaksa dihentikan untuk membersihkannya. Bila kerak itu keras dan tak dapat larut, pembersihan itu tidak mudah dan memakan biaya. 5. Bahan Konstruksi Apabila evaporator dibuat dari baja, banyak larutan yang merusak bahan-bahan besi, atau menjadi terkontaminasi oleh bahan itu. Karena itu digunakan juga bahanbahan kondtruksi khusus, seperti tembaga, nikel, baja tahan karat, aluminium, grafit tak tembus dan timbal. Karena bahan-bahan ini relatif mahal, maka laju perpindahan kalor harus harus tinggi agar dapat menurunkan biaya pokok peralatan. Karena adanya variasi dalam sifat-sifat zat cair, maka dikembangkanlah berbagai jenis rancang evaporator. Evaporator mana yang dipilih untuk suatu masalah tertentu bergantung terutama pada karakteristik zat cair itu. Ada dua metode pada evaporator yaitu 1. Operasi efek Tunggal (single-effect evaporation) Hanya menggunakan satu evaporator dimana uap dari zat cair yang mendidih



dikondensasikan dan dibuang. Walaupun sederhana, nemun proses ini tidak efektif dalam penggunaan uap. 2. Operasi Efek Berganda (multiple-effect evaporation) Metode yang umum digunakan untuk meningkatkan evaporasi perpon uap dengan menggunakan sederetan evaporator antara penyediaan uap dan kondensor. Jika uap dari satu evaporator dimasukkan ke dalam rongga uap (steam chest) evaporator kedua, dan uap dari evaporator kedua dimasukkan ke dalam kondensor, maka operasi itu akan menjadi efek dua kali atau efek dua (doubble-effect). Kalor dari uap yang semula digunakan lagi dalm efek yang kedua dan evaporasi yang didapatkan oleh satu satuan massa uap yang diumpankan ke dalam efek pertama menjadi hampir lipat dua. Efek ini dapat ditambah lagi dengan cara yang sama. Untuk bisa memahami proses evaporasi ini, maka diperlukan pengetahuan dasar tentang neraca massa dan neraca energi untuk proses dengan perubahan fasa. Salah satu alat yang menggunakan prinsip ini adalah alat pembuat aquades (auto still). Pada pembuatan aquades ini, air (pelarut) dipisahkan dengan dari padatan pengotornya (padatan pengotor tidak volatil) dengan proses penguapan. Pada praktikum ini penekanannya pada pengguaan neraca massa dan neraca energi untuk mengetahui performance dari suatu unit operasi, dan mendapatkan kondisi optimal proses.



Neraca Massa ( keadaan steady ) adalah Kecepatan massa masuk – Kecepatan massa keluar = 0 .................................. (1.1)



Neraca Energi ( keadaan steady ) adalah Kecepatan panas masuk – Kecepatan panas keluar = 0 ....................................(1.2)



Entalpi ( H ) Isi panas dari satu satuan massa bahan dibandingkan dengan isi panas dari bahan tersebut pada suhu referensinya.



Entalpi Cair pada suhu T ( hl pada T ) Hl



= Panas Sensibel = Cp1 ( T – TR ) .........................................................................................(1.3)



Entalpi Uap pada suhu T ( HV pada T ) HV = Panas Sensibel Cair – Panas Penguapan + Panas Sensibel uap



= Cp1 ( Tb – TR ) – λ . CpV ( T – Tb ) ........................................................(1.4) Keterangan: hl



= entalpi spesifik keadaan cair  KJ   Kg   



HV = entalpi spesifik keadan uap  KJ   Kg   



Cp1 = kapasitas panas bahan dalam keadan cair KJ , untuk air = 4,182 KJ 0 0 Kg C



Kg C



CpV = kapasitas panas bahan dalam keadan uap KJ



Kg0 C



untuk uap air suhu menengah = 1,185 KJ



Kg0C



T



= suhu bahan dalam (°C)



TR = suhu referensi, pada “steam table” digunakan 0°C Tb



= titik didih bahan (°C)



λ = panas laten atau panas penguapan bahan, untuk air pada suhu 100°C = 2260,16 KJ Kg



Neraca Massa Total Keadaan Steady State Kecepatan Massa Masuk = Kecepatan Massa Keluar FT = O + D …………………………………………………………………… (1.5) Neraca Energi Total Keadaan Steady State Kecepatan Panas Masuk = Kecepatan Panas Keluar Panas dibawa pendingin + Panas dari Heater = Panas dibawa Over Flow + Panas dibawa Distilat – Panas hilang ke lingkungan. FT .Cp1 (TFT – TR) + Q = O.Cp1 (TO – TR) + D.Cp1 (TD – TR) + Qloss ..………(1.6) Neraca Energi di Pendingin Panas dibawa air pendingin masuk + Panas dibawa uap masuk = Panas dibawa Distilat keluar + Panas dibawa air pendingin keluar. FT.Cp1 (TFT – T) + V.HV = D.Cp1 (TD – TR) + (O + FB) Cp1(TO – TR) ..............(1.7) Karena FB = V = D O + FB = O + D = FT FT . Cp1 (TFT – TR) + V. HV = D . Cp1 (TD – TR) + FT. Cp1 . (TO – TR) ….........(1.8)



Neraca Energi di Boiler Panas dari Heater = Panas dibawa Uap + Panas hilang ke lingkungan Q = V . HV + Qloss, karena V = D, maka Q = D . HV + Qloss ………………………………………………....................(1.9) HV = Cp1 . ( Tb – TR ) + λ + CpV . ( T – Tb ), karena T = Tb = 100 °C Maka, HV = Cp1 . ( 100 – TR ) + λ ……………………...………………....…….…....(1.10)



1.2 Faktor-Faktor Yang Mempercepat Proses Evaporasi Faktor-faktor yang mempercepat proses evaporasi antara lain sebagai berikut: 1. Suhu Walaupun cairan bisa evaporasi di bawah suhu titik didihnya, namun prosesnya akan cepat terjadi ketika suhu di sekeliling lebih tinggi. Hal ini terjadi karena evaporasi menyerap kalor laten dari sekelilingnya. Dengan demikian, semakin hangat suhu sekeliling semakin banyak jumlah kalor yang terserap untuk mempercepat evaporasi. 2. Kelembapan udara Jika kelembapan udara kurang, berarti udara sekitar kering. Semakin kering udara (sedikitnya kandungan uap air di dalam udara) semakin cepat evaporasi terjadi. Contohnya, tetesan air yang berada di kepingan gelas di ruang terbuka lebih cepat terevaporasi lebih cepat daripada tetesan air di dalam botol gelas. Hal ini menjelaskan mengapa pakaian lebih cepat kering di daerah kelembapan udaranya rendah. 3. Tekanan Semakin besar tekanan yang dialami semakin lambat evaporasi terjadi. Pada tetesan air yang berada di gelas botol yang udaranya telah dikosongkan (tekanan udara berkurang), maka akan cepat terevaporasi. 4. Gerakan udara Pakaian akan lebih cepat kering ketika berada di ruang yang sirkulasi udara atau angin lancar karena membantu pergerakan molekul air. Hal ini sama saja dengan mengurangi kelembapan udara. 5. Sifat cairan Cairan dengan titik didih yang rendah terevaporasi lebih cepat daripada cairan yang titik didihnya besar. Contoh, raksa dengan titik didih 357°C lebih susah terevapporasi daripada eter yang titik didihnya 35°C.



1.3



Tujuan Percobaan 1.



Menyiapkan larutan NaOH sebagai umpan dengan kadar 0,8%



2.



Mengoperasikan alat Rotary Evaporator Buchi R200.



3.



Menyusun neraca massa total pada unit Rotary Evaporator Buchi R200.



4.



Menghitung efisiensi kinerja Rotary Evaporator Buchi R200 yang digunakan.



BAB II METODOLOGI PERCOBAAN 2.1



Alat Alat yang digunakan pada percobaan unit evaporasi ini adalah labu ukur



250 ml, gelas kimia 250 ml, gelas ukur 250 ml, corong kaca, stopwatch, cawan petri, pipet tetes, Neraca analitik, spatula, Rotary Evaporator Buchi R200. Rangkaian alat evaporator dapat dilihat pada gambar 2.1



Gambar 2.1 Rangkaian Alat Rotary Evaporator Buchi R200 Keterangan gambar: 1. Selang air masuk 2. Selang air keluar 3. Selang vakum 4. Vakum 5. Kondensor 6. Labu destilat 7. Labu sampel 8. Heater (pemanas) 2.2



Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan unit evaporasi ini adalah larutan



NaOH 0,8 %, aquadest.



2.3



Prosedur Percobaan 1. Dibuat larutan NaOH 0,8 % sebagai larutan umpan dengan menimbang 2gram NaOH, lalu dilarutkan dengan aquadest 2. Diencerkan larutan dengan menggunakan aquadest ke labu ukur 250 ml 3. Dipastikan peralatan Rotary Evaporator Buchi R200 sudah terpasang dengan baik, dan dihubungkan dengan kondensor dan pompa vacuum 4. Dimasukkan larutan NaOH 0,8 % sebanyak 250 ml ke labu sampel rotary evaporator dan dipasang pada bagian alat Rotary Evaporator Buchi R200



5. Dipasangkan labu destilat di unit evaporator dengan menggunakan klem 6. Dihidupkan air keran agar kondensor dialiri oleh air pendingin 7. Dihidupkan pompa vacuum dan pemanas (waterbath) dengan menekan tombol power 8. Ditutup valve dari tabung vacumm agar terjadi penurunan tekanan menjadi < 1 atm 9. Diatur suhu pada water bath menjadi 100OC secara bertahap 10. Dihidupkan motor rotary dan diatur dengan perlahan dan pastikan berputarnya labu sampel 11. Perhitungan terhadap waktu proses dimulai sesuai dengan penugasan 12. Dihentikan motor pengerak setelah proses evaporasi selesai. Lalu, diatur suhunya hingga menjadi 0°C secara bertahap. Selanjutnya, matikan water bath dengan menekan tombol power 13. Dibuka wadah sampel secara perlahan dan didapatkan produk yang diinginkan 14. Diukur volume destilat yang ada di dalam labu destilat dengan menggunakan gelas ukur. Kemudian, neraca massa total dan neraca massa komponen beserta nilai efisiensi kinerja pada Rotary Evaporator Buchi R200 dapat dihitung dengan data tersebut 15. Diulang prosedur percobaan dengan mengunakan waktu proses yang berbeda.



BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan Penentuan Neraca Massa Total dan Efisiensi pada Unit Evaporasi ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Data Hasil Percobaan Rotary Evaporator S Jumlah XF P C Run Umpan,F Konsentrasi umpan(%) (mL) 1(5) 100 250 0,8 2(4) 100 250 0,8 3(3) 100 250 0,8 4(2) 100 250 15 5(1) 100 250 25 6(6) 100 250 30



Waktu Operasi (menit) 30 45 60 60 60 60



Jumlah Destilat D(ml) 124 192 215 111 100 80



Tabel 3.2 Data Hasil Penentuan Neraca Massa Total, Neraca Massa Komponen, dan Efisiensi Rotary Evaporator Buchi R200 Destilat Jumlah Konsentrasi larutanPekat Efisiensi X (%) Run (ml) Larutan (%) L Pekat(L) 1(5) 124 0,126 1,6 50 2(4) 192 0,058 3,4 76 3(3) 215 0,035 5,7 86 4(2) 111 0,139 27 44 5(1) 100 0,15 42 40 6(6) 80 0,17 44 32 3.2 Pembahasan Percobaan evaporasi ini menggunakan 250 mL larutan NaOH 15%, 0,8%, 25%, dan 30% sebagai larutan umpan yang dipekatkan menggunakan alat Rotary Evaporator Buchi R200. Rotary Evaporator Buchi R200 terletak pada penurunan tekanan sehingga pelarut dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya dan terpisah dari sumbernya dengan pemanasan secara vakum. Percobaan ini dilakukan sebanyak 6 Run dengan suhu 100°C. Waktu setiap Run divariasikan 30 menit, 45 menit, dan 60 menit, dan. Variasi konsentrasi umpan dan waktu ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi umpan dan lamanya waktu evaporasi terhadap volume destilat, volume larutan pekat, konsentrasi



larutan pekat, dan efisiensi kinerja rotary evaporator. 3.2.1 Hubungan Waktu Operasi terhadap Volume Destilat Percobaan diawali dengan merangkai alat-alat evaporasi sedemikian rupa seperti yang telah dijelaskan pada tahap prosedur. Sampel yang digunakan adalah larutan NaOH 15%, 0,8% ,25% dan 30% sebanyak 250 ml. Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel dapat diketahui bahwa pada Run 1, dan 2 diperoleh volume destilat sebanyak 124 ml dengan waktu operasi 30 menit, 192 ml dengan waktu operasi 45 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, Pada run 3 diperoleh volume destilat 215 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, Pada run 4 diperoleh volume destilat 111 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 15%, Pada run 5 diperoleh volume destilat 100 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 25%, Pada run 6 diperoleh volume destilat 80 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 30%. Hubungan Waktu Operasi dan terhadap Volume Destilat tabel tersebut menunjukkan bahwa volume destilat yang didapatkan selama evaporasi berbanding lurus dengan waktu operasi dan suhu. Semakin lama waktu operasi, maka semakin banyak pula volume destilat yang didapatkan. Dengan demikian, larutan sampel NaOH akan semakin pekat dan tinggi konsentrasinya. Begitu pula dengan suhu, semakin tinggi suhu yang digunakan selama evaporasi, maka semakin banyak pula volume destilat yang didapatkan. Berikut grafik hubungan Waktu operasi terhadap Volume Destilat:



Volume Destilat(mL)



250 200 150 100 50 0 0



10



20



30 40 50 Waktu Evaporasi(menit)



60



70



Gambar 3.1 Hubungan Waktu Operasi terhadap Volume Destilat.



Grafik tersebut menunjukkan bahwa volume destilat yang didapatkan selama evaporasi berbanding lurus dengan waktu operasi dan suhu. Semakin lama waktu operasi, maka semakin banyak pula volume destilat yang didapatkan. Dengan demikian, larutan sampel NaOH akan semakin pekat dan tinggi konsentrasinya. Begitu pula dengan suhu, semakin tinggi suhu yang digunakan selama evaporasi, maka semakin banyak pula volume destilat yang didapatkan. 3.2.2 Hubungan Waktu Operasi dan Jumlah dan Konsentrasi Larutan Pekat Berdasarkan data pada tabel 2, diketahui bahwa jumlah larutan pekat yang diperoleh pada Run 1 dan 2 adalah sebesar 126 ml dengan waktu operasi 30 menit, 58 ml dengan waktu operasi 45 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, pada run 3 diperoleh volume larutan pekat sebanyak 35 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, pada run 4 diperoleh volume larutan pekat sebanyak 134 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 15%, pada run 5 diperoleh volume larutan pekat sebanyak 150 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 25%, pada run 6 diperoleh volume larutan pekat sebanyak 170 ml dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 30% Konsentrasi larutan pekat pada Run 1 dan 2 adalah 1,6% dengan waktu operasi 30 menit, 3,4% dengan waktu operasi 45 menit pada konsentrasi umpan 0,8%, konsentrasi larutan pekat pada run 3 adalah 5,7% dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, konsentrasi larutan pekat pada run 4 adalah 27% dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 15%, konsentrasi larutan pekat pada run 5 adalah 42% dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 25%, konsentrasi larutan pekat pada run 6 adalah 44% dalam waktu 60 menit dengan konsentrasi umpan 30%.



Berikut grafik hubungan Waktu Evaporasi terhadap jumlah dan konsentrasi larutan pekat. 140



Jumlah Larutan Pekat(mL)



120 100 80 60 40 20 0 0



10



20 30 40 50 Waktu Evaporasi(menit)



60



70



Gambar 3.2 Hubungan Waktu Operasi terhadap Jumlah Larutan Pekat. Grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah larutan pekat yang dihasilkan selama proses evaporasi berbanding terbalik dengan waktu operasi dan suhu. Semakin lama waktu proses dan tinggi suhu evaporasi, maka jumlah larutan pekat yang dihasilkan akan semakin sedikit. Hal ini karena pelarut yang ada pada larutan sampel NaOH akan menguap seiring dengan proses evaporasi yang terjadi, sehingga menyebabkan berkurangnya volume sampel dan hanya menyisakan larutan pekat.



Berikut grafik hubungan Waktu Operasi terhadap Konsentrasi Larutan Pekat



Konsentrassi Larutan Pekat(%)



6 5 4 3 2 1 0 0



20 40 60 Waktu Evaporasi(menit)



80



Gambar 3.3 Hubungan Waktu Operasi terhadap Konsentrasi Larutan Pekat



Pada gambar 3.3 menunjukkan bahwa konsentrasi larutan pekat akan meingkat seiring dengan peningkatan waktu proses evaporasi. Dengan demikian, konsentrasi larutan pekat berbanding lurus dengan waktu operasi evaporasi. Konsentrasi



larutan



pekat



yang



tinggi



menandakan



bahwa



tingkat



kemurniansuatu larutan tinggi. Hal ini menandakan bahwa kandungan air dalam larutan akansemakin sedikit (banyak pelarut yang teruapkan). Air yang teruap selama proses evaporasi akan melewati kondensor. Kondensor berfungsi untuk mengubah fase uap menjadi fase cair yang menggunakan air keran sebagai pendingin. Cairan yang diperoleh dari kondensor inilah yang disebut sebagai destilat. Percobaan evaporasi ini menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan teori. Menurut (Praptiningsih, 2010), evaporasi bertujuan untuk meningkatkan larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air. 3.2.3 Hubungan Waktu Operasi dan Suhu terhadap Efisiensi Evaporator



Percobaan ini juga dilakukan untuk menentukan efisiensi suatu evaporator. Efisiensi evaporator adalah perbandingan antara volume destilat dengan volume sampel umpan dalam satuan persen. Berdasarkan data pada tabel 3.2, diketahui bahwa efisiensi evaporator yang diperoleh pada Run 1 sebesar 50 % dengan waktu operasi 30 menit. Sedangkan pada Run 2 diperoleh efisiensi evaporator sebesar 76 %



dengan waktu operasi 45 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, pada run 3 diperoleh efisiensi evaporator sebesar 86% dalam waktu operasi 60 menit dengan konsentrasi umpan 0,8%, pada run 4 diperoleh efisiensi evaporator sebesar 44% dalam waktu operasi 60 menit dengan konsentrasi umpan 15%, %, pada run 5 diperoleh efisiensi evaporator sebesar 40% dalam waktu operasi 60 menit dengan konsentrasi umpan 25%, %, pada run 5 diperoleh efisiensi evaporator sebesar 32% dalam waktu operasi 60 menit dengan konsentrasi umpan 30%. Hubungan waktu operasi terhadap efisiensi evaporator



Efisiensi(%)



dapat dilihat pada gambar 3.4 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0



10



20



30 40 50 Waktu Evaporasi(menit)



60



70



Gambar 3.4 Hubungan Waktu Evaporasi terhadap Efisiensi Evaporator Grafik tersebut menunjukkan bahwa waktu operasi dan suhu berbanding lurusdengan efisiensi kinerja rotary evaporator. Semakin tinggi waktu operasi proses evaporasi dan suhu, maka semakin banyak volume dalam destilat, yang berarti semakin baik efisiensi kinerja rotary evaporator yang digunakan.



BAB IV KESIMPULAN & SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sampel larutan NaOH 0,8 % yang dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada Run 1,2 dan 3 dengan suhu 100OC dan variasi waktu 30,45 dan 60 menit menghasilkan konsentrasi larutan pekat sebesar 1,6 % dan 3,4 %, dan 5,7% 2. Efisiensi rotary evaporator pada Run 1,2 dan 3 dengan suhu 100OC dan variasi waktu 30, 45, dan 60 menit adalah sebesar 50 % , 76 %, dan 86%. 3. Volume destilat yang didapatkan selama evaporasi berbanding lurus dengan waktu operasi dan suhu. Semakin tinggi suhu dan lama waktu operasi, maka semakin banyak pula volume destilat yang didapatkan. Jika semakin banyak volume destilat yang didapatkan selama proses, maka semakin bagus pula efisiensi dari rotary evaporator. 4. Jumlah larutan pekat yang dihasilkan selama proses evaporasi berbanding terbalik dengan waktu operasi dan suhu. Semakin lama waktu proses dan tinggi suhu evaporasi, maka jumlah larutan pekat yang dihasilkan akan semakin sedikit. Namun konsentrasi larutan akan semakin tinggi.



4.2 Saran 1. Diharapkan kepada pratikan agar lebih teliti dalam menggunakan alat rotary evaporator 2. Diharapkan kepada pratikan agar lebih teliti dalam menimbang padatan NaOH



DAFTAR PUSTAKA



Brennan, J. G. 1969. Operasi Teknik Kimia Jilid I. Jakarta : Erlangga Fellow, P. 1990. Operasi Teknik Kimia. Jakarta : Erlangga McCabe L. 1985. Operasi Teknik Kimia Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Praptiningsih, Y. (1999). Buku ajar teknologi pengolahan. Jember: FTP UNEJ.



LAMPIRAN A LEMBAR PERHITUNGAN A. Penentuan Neraca Massa Komponen (pada suhu pemanas 100 ) 1. Penentuan neraca massa komponen pada waktu 30 menit Diketahui :



Maka,



2. Penentuan neraca massa komponen pada waktu 45 menit Diketahui :



Maka,



3. Penentuan neraca massa komponen pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



4. Penentuan neraca massa komponen pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



5. Penentuan neraca massa komponen pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



6. Penentuan neraca massa komponen pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



B. Penentuan Efesiensi Kinerja Rotary Buchi R200 (Suhu pemanas 100 ) 1. Penentuan efisiensi evaporator pada waktu 30 menit Diketahui :



Maka,



2. Penentuan efisiensi evaporator pada waktu 45 menit Diketahui :



Maka,



3. Penentuan efisiensi evaporator pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



4. Penentuan efisiensi evaporator pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



5. Penentuan efisiensi evaporator pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,



6. Penentuan efisiensi evaporator pada waktu 60 menit Diketahui :



Maka,