Laporan Flow Control (Pak Ramli) Yang Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani konversi material dan atau energi sehingga material dan atau energi itu berada dalam keadaan yang diinginkan. Keadaan itu dapat berupa besaran fisika atau kimia, seperti suhu, tekanan, laju alir, tinggi permukaan cairan, komposisi, pH dan sebagainya. Disini pengertian sistem proses sudah mencakup bahan dan alur proses beserta peralatannya. Sengaja tidak membedakan sistem proses dan pemroses, sebab kata “sistem” mengandung pengertian seluruh komponen yang terlibat dalam suatu proses. Pengendalian proses pada dasarnya adalah usaha untuk mencapai tujuan proses agar berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Namun apakah memang betul – betul diperlukan pengendalian proses. Jawaban terhadap pertanyaan ini bisa “tidak” atau “ya”. Proses tidak perlu dikendalikan



jika



memang



tujuan



proses



tercapai



tanpa



unsur



pengendalian. Contoh sederhana adalah mempertahankan suhu air pada 1000C. Tanpa dikendalikan maka tujuan proses bisa tercapai. Proses perlu dikendalikan jika untuk mencapai tujuan perlu pengawasan terus menerus. Contoh sederhana adalah mempertahankan suhu air pada 400C dalam udara yang bersuhu kamar dan tekanan normal. Pada zaman sekarang, industri kimia sudah berkembang pesat baik di Indonesia maupun di dunia. Oleh sebab itu maka diperlukan pengendalian atau pengontrolan. Pengendalian atau pengontrolan sangat penting dalam suatu industri, tetapi ada saatnya pengendalian itu tidak diperlukan dalam suatu pabrik. Pabrik kimia atau pabrik lain yang sejenis harus beroperasi pada kondisi operasi tertentu. Oleh sebab itu ada 3 proses yang perlu dikendalikan yaitu : 1) Keamanan operasi Beberapa sistem proses dipabrik memiliki kondisi operasi yang berbahaya. Untuk mencegah kecelakaan karena kondisi



maksimum terlampaui diperlukan pengendalian terhadap beberapa variabel yang menjadi potensi bahaya



2) Kondisi operasi Pada operasi atau reaksi tertentu diperlukan kondisi tertentu pula. Pengendalian diperlukan agar beroperasi secara optimal.



3) Faktor ekonomi Pabrik didirikan adalah untuk menghasilkan uang. Sehingga produk akhir harus sesuai dengan permintaan pasar. Prinsipnya bukan kualitas produk terbaik yang diharapkan, tetapi kualitas yang dapat diterima pasar dengan biaya operasional rendah sehingga menghasilkan untung sebesar – besarnya. Kualitas sangat bagus tetapi memerlukan biaya operasional yang tinggi, sehingga harga jual menjadi mahal dan tidak laku di pasar, sehingga hal itu tidak diharapkan. Atas dasar itu peranan pengendalian proses adalah membuat kondisi operasi agar menghasilkan produk yang sesuai permintaan pasar.



1.2



Tujuan Percobaan Dalam percobaan kontrol tekanan ini, memilki tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui prinsip kerja dari alat Flow Control (laju alir). 2. Pengendalian



laju



air



dengan



menggunakan



mode



kontrol



Pengendalian Proposional (P), Proposional Integral (PI), dan Proposional Integral Derivatif (PID).



BAB II DASAR TEORI



2.1



Definisi Pengendalian proses adalah bagian dari pengendalian secara automatik yang diterapkan di bidang teknologi proses untuk menjaga kondisi proses agar sesuai dengan yang diinginkan. Seluruh komponen yang terlibat dalam pengendalian proses disebut sistem pengendalian atau sistem kontrol.



2.2



Jenis Variabel Jenis variabel yang mendapatkan perhatian penting dalam bidang pengendalian proses adalah variabel proses (process variable, PV) atau disebut juga variabel terkendali (controlled variable). Variabel proses adalah besaran fisik atau kimia yang menunjukkan keadaan proses. Variabel ini bersifat dinamik artinya nilai variabel dapat berubah spontan atau oleh sebab lain baik yang diketahui maupun tidak. Diantara banyak macam variabel proses , terdapat empat macam variabel dasar, yaitu : suhu (T), tekanan (P), laju alir (F) dan tinggi permukaan cairan (L). Dalam teknik pengendalian proses , titik berat permasalahan adalah menjaga agar nilai variabel proses tetap atau berubah mengikuti alur (trayektori) tertentu. Variabel yang digunakan untuk melakukan koreksi atau mengendalikan variabel proses disebut variabel termanipulasi (manipulated variable, MV) atau variabel pengendali. Sedang nilai yang diinginkan dan dijadikan acuan atau referensi variabel proses disebut nilai acuan (setpoint value, SV). Selain ketiga jenis variabel tersebut masih terdapat variabel lain yaitu gangguan (disturbance) baik yang terukur (measured disturbance) maupun tidak terukur (unmeasured disturbance) dan variabel keluaran tak terkendali (uncontrolled output variable). Variabel gangguan adalah variabel masukan yang mampu mempengaruhi nilai variabel proses, tetapi tidak digunakan untuk mengendalikan. Variabel keluaran tak terkendali adalah variabel keluaran yang tidak dikendalikan secara langsung.



Variabel terkendali



Ganguan terukur



Sistem Proses



Variabel tak terukur Variabel Termanipulasi



Variabel tak terkendali



Gambar 2.2.1 Jenis variabel dalam sistem proses



Sebagai contoh proses destilasi fraksionasi dalam kolom piring memiliki jenis variabel sebagai berikut : -



Gangguan terukur



:



laju alir umpan



-



Gangguan tak terukur



:



komposisi umpan



-



Variabel termanipulasi



:



- laju refluks - laju kalor ke pendidih ulang - laju destilat - laju produk bawah - laju alir pendingin



-



Variabel terkendali



:



- komposisi destilat - komposisi produk bawah - tinggi permukaan akumulator refluks - tinggi permukaan kolom bawah - tekanan kolom



-



2.3



Variabel tak terkendali



:



suhu tiap piring sepanjang kolom



Jenis sistem pengendalian 2.3.1 Sistem Pengendalian Simpal terbuka dan Tertutup Berdasarkan atas ada atau tidak adanya umpan balik, sistem pengendalian dibedakan atas sistem pengendalian simpal terbuka (open – loop control system) dan sistem pengendalian simpal tertutup (closed loop control system). Sistem pengendalian simpal terbuka bekerja tanpa membandingkan variabel proses yang dihasilkan dengan nilai acuan yang diinginkan. Sistem ini bekerja semata – mata bekerja atas dasar masukan yang telah dikalibrasi. Sebagai contoh sederhana adalah keran air yang terkalibrasi.



Dengan memandang keran sebagai suatu sistem, maka bukaan keran (sudut putaran keran) adalah sebagai masukan dan laju alir air sebagai keluaran sistem. Berdasarkan hukum dinamika fluida, laju air tergantung pada beda tekanan yang melintas keran. Misal pada posisi keran X1 dengan beda tekanan P2 mengalir air pada laju Q2 (gambar 2.2). Jika oleh sebab tertentu tiba – tiba beda tekanan berubah menjadi P1, maka posisi keran tetap X1 dan menghasilkan laju alir Q1. Dengan demikian sistem pengendalian simpal terbuka tidak dapat mengatasi perubahan beban atau gangguan yang terjadi. Meskipun dari uraian di atas, sistem simpal terbuka merupakan sistem yang buruk, karena tidak mampu mengatasi gangguan, tetapi memiliki keuntungan sebagai berikut : 



Lebih murah dan sederhana dibandingkan sistem simpal tertutup







Jika sistem mampu mencapai kestabilan sendiri, maka akan tetap stabil Untuk mengatasi kekurangan sistem simpal terbuka , operator



pabrik akan mengatur kembali besarnya gangguan agar diperoleh sasaran yang diinginkan. Tetapi dengan tinadakan operator ini berarti telah membuat sistem simpal tertutup.Berbeda dengan sistem simpal terbuka , pada



sistem



pengendalian



simpal



tertutup



terdapat



tindakan



membandingkan nilai variabel proses dengan nilai acuan yang diinginkan. Perbedaan ini digunakan untuk melakukan koreksi sedemikian rupa sehingga nilai variabel proses sama atau dekat dengan nilai acuan. Dengan demikian terdapat mekanisme umpan balik. Sehingga sistem pengendalian simpal tertutup lebih dikenal dengan sistem pengendalian umpan balik.



P1



Q1



P2 Q2



P3



Q3



keran X1 X



Keran air terkalibrasi



Q



Gambar 2.3.1.1 Sistem Pengendalian Simpal Terbuka



Meskipun sistem simpal tertutup mampu mengatasi gangguan atau perubahan beban tetapi memiliki kelemahan sebagai berikut :  Lebih mahal dan kompleks dibanding sistem simpal terbuka  Dapat membuat sistem tidak stabil, meskipun sebenarnya tanpa umpan balik sistem dapat mencapai kestabilan sendiri.



2.3.2 Sistem Pengaturan dan Pengendalian Berdasarkan nilai acuan, sistem pengendalian umpan balik dibedakan atas dua jenis yaitu sistem pengendalian dengan nilai acuan tetap (dibidang elektro sering disebut sistem pengaturan) dan sistem pengendalian dengan nilai acuan berubah (dibidang mekanik sering disebut sistem pengendalian, sistem servo atau tracking). Tujuan utama sistem pengaturan adalah mempertahankan agar nilai variabel proses tetap pada nilai yang diinginkan. Sedangkan pada sistem pengendalian, tujuan utamanya adalah mempertahankan agar nilai variabel proses mengikuti perubahan nilai acuan. Di bidang teknologi proses termasuk teknik kimia, meskipun hampir semuanya bekerja dengan titik acuan tetap tetapi lebih populer dengan istilah sistem pengendalian dan bukan sistem pengaturan. Hal ini disebabkan karena istilah pengendalian lebih mencerminkan kondisi dinamik.



2.3.3. Sistem Pengendalian Umpan balik Prinsip mekanisme kerja sistem pengendalian umpan balik adalah mengukur variabel proses dan kemudian melakukan koreksi bila nilainya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Ciri utama pengendalian umpan balik negatif. Artinya jika nilai variabel proses berubah terdapat umpan balik yang melakukan tindakan untuk memperkecil perubahan itu.



2.4



Langkah pengendalian Langkah – langkah pengendalian adalah sebagai berikut : a. Mengukur



Tahap pertama dari langkah pengendalian adalah mengukur atau mengamati nilai variabel proses b. Membandingkan Hasil pengukuran atau pengamatan variabel proses (nilai terukur) dibandingkan dengan nilai acuan (setpoint) c. Mengevaluasi Perbedaan antara nilai terukur dan nilai acuan dievaluasi untuk menentukan langkah atau cara melakukan koreksi atas perbedaan itu d. Mengoreksi Tahap ini bertugas melakukan koreksi variabel proses agar perbedaan nilai terukur dan nilai acuan tidak ada atau sekecil mungkin.



2.5



Instrumentasi Proses Pelaksanaan keempat langkah pengendalian seperti yang telah dijelaskan pada point 2.4 memerlukan instrumentasi berikut : a.



Unit Pengukuran Bagian ini bertugas mengubah nilai variabel proses yang berupa



besaran fisik atau kimia seperti laju alir, tekanan, suhu, pH, konsentrasi dan sebagainya menjadi sinyal standar. Bentuk sinyal standar yang populer di bidang pengendalian proses adalah berupa sinyal pneumatik (tekanan udara) dan sinyal listrik. Unit pengukuran terdiri atas dua bagian besar yaitu : 1. Sensor yaitu elemen perasa yang langsung bersentuhan dengan variabel proses 2. Transmiter yaitu bagian yang berfungsi mengubah sinyal dari sensor (gerakan mekanik, perubahan hambatan, perunahan tegangan atau arus) menjadi sinyal standar. Dalam bidang pengendalian proses, istilah transmiter lebih populer dibandingkan dengan tranduser. Meskipun keduanya berfungsi serupa, tetapi transmiter mempunyai makna pengirim sinyal pengukuran ke unit pengendali yang biasanya terletak jauh dari tempat pengukuran, ini lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di pabrik.



b.



Unit Pengendali Bagian



ini



bertugas



membandingkan,



mengevaluasi,



dan



mengirimkan sinyal ke unit kendali akhir. Evaluasi yang dilakukan berupa operasi



matematika



seperti



penjumlahan,



pengurangan,



perkalian,



pembagian , integrasi dan diferensiasi. Hasil evaluasi berupa sinyalkendali yang dikirim ke unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal pengukuran.



c.



Unit Kendali Akhir Bagian ini bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi



atau tindakan koreksi melalui pengaturan variabel termanipulasi. Unit ini terdiri atas dua bagian besar, yaitu aktuator dan elemen kendali akhir. Aktuator adalah penggerak elemen kendali akhir. Bagian ini dapat berupa motor listrik, solenoida dan membran pneumatik. Sedangkan elemen kendali akhir biasanya berupa katup kendali (control valve) atau elemen pemanas.



2.6



Diagram Blok Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem dapat berbentuk blok (kotak) yang dilengkapi dengan garis sinyal masuk dan keluar. Sinyal dapat berupa arus listrik, tegangan (voltase), tekanan, aliran cairan, tekanan cairan, suhu, pH, kecepatan, posisi dan sebagainya. Sinyal yang perlu digambarkan hanyalah sinyal masuk dan sinyal keluar yang secara langsung berperan dalam sistem. Sedangkan sumber energi atau massa yang masuk biasanya tidak digambarkan. Diagram blok lengkap sistem pengendalian flow digambarkan sebagai berikut : Wr+



e



GC



U



GV



M+



GP



yH Gambar 2.6.1 diagram blog lengkap pengendalian flow



C



Keterangan gambar : r+



=



nilai acuan atau setpoint value (SV)



e



=



sinyal galat (error) dengan e = r –y



y



=



sinyal pengukuran



u



=



sinyal kendali



+



=



variabel termanipulasi



W



-



=



variabel gangguan



C



=



variabel proses



M



GC =



komputer



GV =



pompa A



GP =



orifice



H



transmiter



=



FC



FT Keterangan : PC : unit pengendalian laju alir flow controller PT : unit pengukuran laju alir flow transmiter GV : unit control akhir (pompa A)



AIR



G V Gambar 2.6.2 Diagram Instrumentasi Pengendalian Proses Kontrol Laju Alir



Laju Alir dideteksi oleh sensor dan dikirim oleh bagian transmiternya (PT) ke unit pengendali laju alir (PC). Di dalam unit pengendali laju alir akan dibandingkan dengan nilai acuan yang diharapkan. Jika tidak sesuai dengan acuan, maka unit pengendali akan member sinyal ke unit kendali akhir untuk melakukan aksi.



2.6.1 Tanggapan transien sistem tertutup Sistem pengendalian dapat lebih disederhanakan, yaitu dengan memandang sistem sebagai suatu blok dengan dua masukan (r dan w) dan satu keluaran (y). r SISTEM PENGENDALIAN W



y



Gambar 2.6.1.1 Penyederhanaan sistem pengendalian sebagai satu blok



Jika ke dalam sistem pengendalian terjadi perubahan nilai acuan, idealnya nilai variabel proses dapat mengikuti nilai acuan baru. Tetapi kondisi demikian biasanya tidak terjadi. Nilai variabel proses akan mengalami beberapa kemungkinan perubahan yaitu : 



Tanpa osilasi (overdamped)







Osilasi teredam (underdamped)







Osilasi kontinyu (sustained oscillation)







Tidak stabil (amplitudo membesar)



Keempat tanggapan di atas dibuat dengan memberi masukan berupa step function yaitu dengan perubahan mendadak dari satu nilai masukan konstan ke nilai masukan konstan yang lain. Besarnya perubahan tersebut biasanya paling besar 10 %.Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun stabil. Sedangkan tanggapan osilasi teredam memiliki sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya amplitudo mengecil dan akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit terjadi kestabilan. Pada tanggapan dengan osilasi kontinyu variabel proses secara terus menerus bergelombang dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir tanggapan tidak stabil, memiliki amplitudo membesar. Kondisi demikian sangat berbahaya karena dapat merusak sistem keseluruhan.



y



y



Tanggapan teredam ( ζ > 1)



Tanggapan osilasi teredam ( 0 < ζ < 1)



y



Osilasi kontinyu( ζ = 1)



Tak stabil ( ζ < 0)



Gambar 2.6.1.2 Tanggapan sistem pengendalian simpal tertutup pada perubahan nilai acuan



Dari keempat kemungkinan tadi yang paling dihindari bahkan sama sekali tidak boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil dengan amplitudo membesar. Sedangkan tanggapan osilasi kontinyu dalam beberapa hal masih bisa diterima , meskipun cukup berbahaya. perhatian untuk praktisi industri , meskipun variabel proses secara terus menerus terlihat berayun seperti mengalami osilasi kontinyu, tetapi belum tentu benar-benar terjadi osilasi dalam sistem pengendalian . Boleh jadi kondisi demikian memang sifat variabel itu sendiri, misalnya aliran gas atau turbulensi fluida.



2.7



Tujuan Pengendalian 2.7.1



Hakikat Utama Hakikat utama tujuan pengendalian proses adalah mempertahankan



nilai variabel proses agar sesuai dengan kebutuhan operasi. Makna dari pernyataan ini adalah satu atau beberapa nilai variabel proses mungkin



perlu dikorbankan semata – mata untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu kebutuhan operasi keseluruhan agar berjalan sesuai yang dinginkan. 2.7.2



Tujuan Ideal dan Praktis Tujuan ideal adalah mempertahankan nilai variabel proses agar



“sama”



dengan



nilai



acuan.



Sedangkan



tujuan



praktis



adalah



mempertahankan nilai variabel proses “disekitar” nilai acuan dalam batas – batas yang ditetapkan. Tujuan pengendalian erat berkaitan dengan kualitas pengendalian yang didasarkan atas bentuk tanggapan variabel proses. Setelah terjadi perubahan nilai acuan (setpoint) atau beban diharapkan. o Penyimpangan maksimum dari nilai acuan sekecil mungkin o Waktu yang diperluakan oleh variabel proses mencapai kondisi mantap sekecil mungkin o Perbedaan nilai acuan dan variabel proses setelah tunak sekecil mungkin Atau dapat dinyatakan dengan istilah umum sebagai berikut : o Minimum overshoot o Minimum settling time o Minimum offset Dengan kata lain kualitas pengendalian yang diharapkan adalah : o Tanggapan cepat o Hasilnya stabil dan tidak ada penyimpangan dengan nilai acuan beban



Settling time variabel proses



offset Maximum error (overshoot)



Gambar 2.7.2.1 Tanggapan sistem pengendalian



2.8



Kriteria Kualitas Pengendalian Evaluasi kinerja sistem pengendalian memerlukan dua hal yaitu jenis tes dan kriteria yang tepat. Jenis tes yang paling sering dipakai adalah dengan cara mengubah nilai acuan atau beban secara mendadak (step response test). Dari hasil tes selanjutnya dihitung apakah memenuhi kriteria atau tidak. Kriteria yang paling umum dipakai industri adalah : o Redaman seperempat amplitudo (quarter amplitudo decay ratio) Kriteria ini merupakan kriteria popular di kalangan praktisi dan teoritis,



sebab



mampu



mengakomodasikan



ketiga



kualitas



pengendalian sebagaimana sudah disebutkan. Maksud kriteria redaman seperempat amplitude adalah, amplitudo puncak berikutnya memiliki nilai seperempat dari puncak amplitudo sebelumnya. Atau decay ratio sebesar 0,25. o Nilai acuan dari integral galat absolut (integral absolut error,IAE) Kriteria ini dipakai jika overshoot diatas nilai acuan tidak diperkenankan. Kondisi redaman kritik merupakan batas osilasi tersendam. Tanggapan pasa redaman kritik adalah paling cepat dan tanpa overshoot. o Redaman kritik (critical damping) Kriteria integral galat absolute menunjukkan luas total galat.



1. Kriteria Redaman Seperempat Amplitudo Kriteria ini merupakan kriteria populer di kalangan praktisi dan teoritisi, sebab



mampu



mengakomodasi



ketiga



kualitas



pengendalian



sebagaimana tersebut pada butir (2.4.5). Maksud kriteria redaman seperempat amplitudo adalah amplitudo puncak berikutnya memiliki nilai seperempat dari puncak amplitudo selanjutnya atau decay ratio sebesar 0,25.



2. Kriteria Redaman Kritik Kriteria



ini



dipakai



jika



overshoot



diatas



nilai



acuan



tidak



diperkenankan. Kondisi redaman kritik merupakan batas osilasi teredam. Tanggapan pada redaman kritik adalah paling cepat dan tanpa overshoot.



3. Kriteria Nilai Minimum dari Integral Galat Absolut Kriteria integral galat absolut menunjukkan luas total galat.



Y



Gambar 2.8.1 kriteria integral galat absolut (IAE)/ luas daerah yang diarsir



2.9



Model-model Pegendalian 2.9.1 Pengendalian Proportional Pengendalian proportional menghasilkan sinyal kendali yang besarnya sebanding dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat hubungan tetap dan lancar antara variabel proses (PV) dan posisi elemen kendali akhir. Gain pengendali proportional adalah perubahan posisi katub dibagi dengan perubahan tekanan. Di kalangan praktisi industri besaran gain kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran Proportional Band (PB) yaitu perubahan galat / variabel proses yang dapat menghasilkan perubahan sinyal kendali sebesar 100%. Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian dibandingkan gain proportional. Lebar



proportional



band



menentukan



kestabilan



sistem



pengendalian. Semakin kecil nilai PB pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat). Offset yang terjadi semakin kecil tetapi sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka dan offset besar. Pada PB sama dengan nol maka perilaku pengendali proportional menjadi sama dengan pengendali on – off. Satu – satunya problem pengendalian proportional adalah selalu menghasilkan galat sisa (residual error atau offset) yang disebabkan perubahan beban, sebab dengan perubahan beban memerlukan nilai sinyal kendali (u) yang berbeda. Dengan demikian offset memang diperlukan untuk menjaga nilai sinyal kendali baru (u) yang berbeda dengan Uo, untuk menjaga keseimbangan massa dan atau energi yang baru. Sifat – sifat pengendalian proportional adalah keluaran sinyal kendali terjadi seketika tanpa ada pergeseran fase (c=0).



2.9.2 Pengendali Proportional Integral (PI) Penambahan integral pada pengendali proportional dimaksudkan untuk menghilangkan offset. Mekanismenya mirip dengan kerja operator yaitu dengan membuat nilai bias baru. Sehingga variabel proses sama dengan nilai acuan untuk mengulang aksi proportional. Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem. Pengaturan waktu integral (T) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral tidak boleh kecil dibandingkan waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses. Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan. Sifat – sifat pengendali proportional integral (PI) adalah : -



Fase sinyal kendali tertinggal terhadap fase sinyal galat



-



Tidak terjadi offset



-



Tanggapan sistem lebih lambat dan cenderung kurang stabil.



2.9.3 Pengendali Proportional Integral Derivative (PID) Kelambatan akibat aksi integral dihilangkan dengan menambahkan aksi derivatif pada pengendalian PI sehingga menghasilkan jenis pengendalian PID. Aksi derivatif bertujuan untuk mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Namun penambahan derivatif menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise. Selain itu penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu). Sifat – sifat pengendali proportional integral derivatif :



2.10



-



Tidak terjadi offset dan peka terhadap adanya noise



-



Tanggapan cepat dan amplitudo osilasi kecil (lebih stabil)



Transfer Function WR+



e



GC



u



GV



yH



M+



a



GP



C



(



)



(



)



((



)



)



(



(



)



)



BAB III METODOLOGI



3.1 Alat dan Bahan  Alat yang digunakan adalah PCT-40  Bahan yang digunakan adalah air 3.1 Prosedur Kerja 1.



Memastikan bahwa peralatan telah terhubung dengan benar, seperti kabel USB dan selang pembuangan di bawah tangki.



2.



Menyalakan Komputer dan alat.



3.



Mengklik dua kali ikon PCT-40.



4.



Pilih Section 10 : Flow Control lalu klik load.



5.



Mengklik ikon View Graph lalu klik Format dan pilih Graph Data.



6.



Mengklik ikon View Diagram



7.



Mengklik ikon PID lalu setting:  Proportional Band (P) : 2  Integral Time (I)



:0



 Derivative Time (D)



:0



 Set Point



: 250



 Pilih “Mode of Operation” Automatic  Klik OK 8.



Klik apply kemudian klik OK



9.



Klik ikon GO.



10. Mengamati respon yang terjadi dengan membuka grafik dan table data dengan cara klik ikon graphics. 11. Menimpan semua data dalam bentuk Microsoft Excel (.xls) 12. Mengulangi langkah di atas dengan memvariasi nilai PB (Proportional Band) dengan nilai 2, 5, 10, 20, 30, dan 50% 13. Untuk Pengendalian TD dengan mengulangi langkah



7 hingga 11



dengan Proportional Band : 10% (konstan) ; dan Integral Time 10s dengan nilai Derivatife Time variasi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30%



14. Untuk Pengendalian TI dengan mengulangi langkah 7 hingga 11 dengan Proportional Band : 10% (konstan) ; dan nilai Derivatife Time: 0 (konstan); dan nilai Integral Time dengan variasi 5, 10, 15, 20,25 dan 30s.



BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan Percobaan yang dilakukan ini adalah control flow merek PCT-40. Tujuan dari percobaan ini adalah mengenal peralatan yang digunakan dalam control flow; mengetahui prinsip kerja dari sensor; mengamati prinsip kerja system control pressure; mengamati respon dari mode pengendalian PB, TD, dan TI terhadap flow. Pada percobaan ini diinginkan setpoint sebesar 250. Yang pertama digunakan adalah mode pengendalian P (Proportional) atau PB (Proportional Band) dengan nilai yang divariasikan yaitu 2, 5, 10, 20, 30, dan 50%. Pada PB 10% tanggapannya merupakan osilasi stabil dan lebih dekat dengan setpoint karena offsetnya kecil, sama halnya dengan PB 20% dan 30% hanya saja lebih jauh dari setpoint. Sedangkan pada PB 2, 5, dan 50%, tanggapannya adalah osilasi kontinyul namun jauh dari setpoint dan overshootnya besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mode pengendalian PB cepat stabil tetapi semakin jauh dari setpoint dan offsetnya juga semakin besar. Pada mode pengendalian TD (Derivatife Time) digunakan Proportional Band dengan nilai : 10% (konstan) ; dan Integral Time 10% dengan nilai Derivatife Time variasi 5, 10, 15, 20, 25 dan 30%. Dari grafik dapat dilihat tanggapannya osilasi stabil sehingga dari setiap nilai tersebut cenderung stabil, mendekati setpoint dan overshootnya kecil. Dari perbedaan disetiap perubahan nilai TD yang divariasikan, nilai PB dan TI yang tetap dapat disimpulkan bahwa cepat stabil, offset dan overshootnya kecil. Pada mode pengendalian TI (Integral Time) digunakan PB : 10% (konstan) ; nilai Derivatife Time: 0 (konstan); dan nilai Integral Time dengan variasi 5, 10, 15, 20,25 dan 30%. Dari grafik dapat dilihat tanggapan dari nilai PB, TD tetap dan nilai TI yang divariasikan sehingga tanggapannya adalah osilasi tak stabil tetapi hasil akhirnya cenderung mendekati setpoint. Dapat disimpulkan bahwa mode pengendalian dengan variasi ini overshootnya kecil, dan mendekati setpoint.



lebih lambat merespon,



Dari percobaan yang dilakukan, pengendalian yang optimal adalah pada mode pengendalian TD yang nilainya divariasikan (5, 10, 15, 20, 25 dan 30%) dengan menggunakan nilai PB dengan nilai : 10% (konstan) ; dan TI 10% karena cepat stabil, mendekati setpoint, dan overshoot sangat kecil.



BAB V PENUTUP



5.1



Kesimpulan Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 



Pada mode pengendalian PB (Proportional Band) dapat disimpulkan bahwa cepat stabil tetapi semakin jauh dari setpoint dan offsetnya juga semakin besar.







Pada mode pengendalian TD (Derivatife Time) yang divariasikan dengan nilai PB dan TI tetap dapat disimpulkan bahwa cepat stabil, offset dan overshootnya kecil.







Pada mode pengendalian TI (Integral Time) yang divariasikan dengan nilai PB dan TD yang tetap dapat disimpulkan bahwa lebih lambat merespon, overshootnya kecil, dan mendekati setpoint.



DAFTAR PUSTAKA



Ramli, 2002.“TeknikKontrol Proses”, Teknik Kimia.Samarinda :Polnes



Setiawan, 2008.KONTROL PID UNTUK PROSES INDUSTRI.



http//www.kontrolpid.pdf, time: 21.00