Laporan Gas Kromatografi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KROMOTOGRAFI GAS (GC) I.



TUJUAN  Dapat menjelaskan prinsip kromatografi gas.  Dapat menganalisa sample yang sederhana dengan menggunakan kromatografi gas beserta integratornya (memilih kolom yang sesuai dan kondisi analisa yang terbaik).



II.



ALAT dan BAHAN - Alat  Kromatografi Gas  Tabung Nitrogen, Oksigen dan H2  Gelas kimia  Suntik volume 10 ml - Bahan  Heptana  



III.



Butanol Campuran Butnol dan Heptana TEORI DASAR Kromatografi Gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada jaman instrument dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari 30 tahun. Sekarang GC dipakai secara rutin di sebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. GC dapat dipakai untuk setiap campuran yang komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya. Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap.



Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat diukur dari jejak pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas) komponen campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan utama KG adalah bahwa ia tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar. Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat tidak mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain. Proses kromatografi dalam alat GC dimulai dengan menyuntikkan sample ke dalam kolom. Mula-mula komponen-komponen di dalam kolom diuapkan, kemudian dielusi oleh gas pembawa untuk melalui kolom. Perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam kolom disebabkan oleh perbedaan titik didih dan interaksi masing-masing komponen dengan fasa stasioner. Pendeteksian saat keluar dari kolom dilakukan berdasarkan perubahan sifat fisika aliran gas yang disebabkan adanya komponen yang dikandungnya. Sifat fisika tersebut, misalnya daya hantar panas, absorpsi radiasi elektromagnetik, indeks refraksi, derajat terinduksi ion, dsb. Untuk analisa kualitatif, komponen-komponen yang terelusi dikenali dari nilai waktu retensi, TR. TR analit dibandingkan dengan TR standar pada kondisi operasi alat yang sama. Sedangkan untuk analisa kuantitatif, penentuan kadar atau jumlah analit dilakukan dengan membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi kolom ditentukan berdasarkan jumlah pelat teori (N) dalam kolom, melalui persamaan : N = 16 x (TR / WB)2 , dengan TR = waktu retensi dan WB = lebar dasar puncak. Komponen-Komponen Kromatografi Gas 1. Gas Pembawa Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengancuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya.Karena aliran gas yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya dalam beberapa menit saja.Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium,hidrogen dan nitrogen. Gas



nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat(10 cm/detik) untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (HighEficiency Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapatdialirkan lebih cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan 25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerjahidrogen berkurang sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurangsecara drastis. Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasagerak maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepatmembantu mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehinggaefisiensinya meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen.Hal inilah yang menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yanglebih baik daripada nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabildengan adanya perubahan kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya.Kotoran yang terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasadiam. Oleh karena itu, gas yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan merusak kolom. Biasanya terdapat saringan( molecular saeive ) untuk menghilangkan kotoran yang berupa air danhidrokarbon dalam gas pembawa . Pemilihan gas pembawa biasanyadisesuaikan dengan jenis detektor. 2. Sistem Injeksi Sampel Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harusmudah menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300°C). Injektor berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhuinjektor biasanya 50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yangdiinjeksikan sekitar 5 µL. Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampelmenggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebaldisebut septum yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatisketika semprit ditarik keluar. Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakanalat suntik gas ( gastight syringe ) atau kran gas ( gas-sampling valve).Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan kedalam dua kategori yaitu injeksi split ( split injection) dan injeksi splitless( splitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume 3. Oven, digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.



4. Column, berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu: a. Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm. b. Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample. c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species. 5. Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada beberapa jenis detector, yaitu: a. Atomic-Emission Detector (AED); cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array. b. Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy (OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-currentplasma (DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai wavelength selector. c. Chemiluminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM).



d. Electron Capture Detector (ECD); menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk mengionisasi sebagian gas (carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron; ketika molekul organik yang mengandung electronegative functional groups seperti halogen, phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara electrode. e. Flame Ionization Detector (FID); terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan menghasilkan sinyal elektrik. f. Flame Photometric Detector (FPD); digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau phosphorous pada sample. Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT. g. Mass Spectrometry (MS); mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut. h. Nitrogen Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan pada FID, ionion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik. i. Photoionization Detector (PID); digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik. j.



Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-



heated wire atau thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam sample yang dibawah carrier gas,



menyebabkan kenaikan temperature pada sensing element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang yang luas bisa dilakukan secara simultan.







Tipe Kolom dan Pengoperasian Kolom Kolom dimana pemisahan terjadi, memiliki dua tipe dasar yaitu Kolom kemasan konvensional dan Kolom kapiler atau Kolom tabung terbuka. Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan pada temperatur konstan). Operasi Isotermal Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur







maksimum dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase diam. Bleed adalah fase diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan 30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan konvensional). Operasi temperatur terprogram (TPGC) Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25oC sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan yang lain untuk melawan “bleed”. APLIKASI KROMATOGRAFI GAS 1. Analisis kualitatif Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Dengan demikian, jumlah puncak yang terdapat



dalam kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Selain digunakan untuk keperluan pemisahan, kromatografi juga sering kali digunakan dalam analisis kualitatif senyawa-senyawa yang mudah menguap. Misalnya, analisi komponen pestisida yang dipisahkan dengan kolom (panjang 1,5m dan diameter 6mm) yang berisi fasa diam 1,5% OV-17 dan dideteksi dengan detetktor ECD. Dari hasil pengukuran diperoleh kromatogram sebagai berikut: Berdasarkan kromatogram pada gambar 2 diatas, maka kita dapat mengidentifikasi setiap komponen yang menghasilkan puncak. Dari hasil analisis kualitatif, komponen-komponen yang menghasilkan puncuk A, B, C, D dan E berturut-turut adalah Aldrin, heptaklor, aldrin, dieldrin, dan DDT. Untuk mengidentifikasi tiap peak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain: a.



Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar. Waktu retensi standar diperoleh melalui pengukuran senyawa yang diketahui pada kondisi pengukuran yang sama dengan sampel. Misalnya, menentukan untuk menentukan waktu retensi eldrin saja, atau DDT saja, kemudian dibandingkan dengan waktu retensi yang dihasilkan oleh sampel. Bila kedua waktu retensi tersebut sesuai, maka kita dapat mengidentifikasi puncak pada kromatogram.



b.



Melakukan ko-kromatografi, yaitu dengan cara menambahkan larutan standar kepada cuplikan untuk kemudian diukur dengan menggunakan kromatografi gas. Bila luas area salah satu peak bertambah, maka dapat dipastikan bahwa analit tersebut identik dengan standar.



c.



Menghubungkan GC dengan detektor spektrometer massa atau IR. Dengan menghubungkan GC dengan spektra dari setiap peak dapat direkam secara menyeluruh.



d.



Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR. Cara ini dapat dilakukan apabila detektor yang digunakan pada GC tidak bersifat dekstruktif, misalnya TCD.



2.



Analisis kuantitatif



Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif, yang didasarkan pada dua pendekatan, yaitu luas area dan tinggi puncak pada kromatogram. Pendekatan tinggi peak kromatogram dilakukan dengan cara membuat base line pada suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang menghubungkan base line dengan peak. Pendekatan ini berlaku jika lebar peak larutan standar dan analit tidak berbeda. Pendekatan luas area peak memperhitungkan lebar peak sehingga perbedaan lebar peak antara standar dengan analit tidak lagi menjadi masalah. Biasanya, kromatografi gas modern telah dilengkapi dengan piranti untuk menghitung luas area peak secara otomatis. Secara manual, luas area peak dihitung dengan menggambarkan segitiga pada peak tersebut, kemudian luas segitiga dihitung. Analisis kuantitatif dengan kedua pendekatan tersebut masih sangat kasar, sehingga diperlukan koreksi terhadap hubungan anatar luas/ tinggi area puncak dengan jumlah analit yang menghasilkan puncak tersebut, yang biasanya dinyatakan sebagai faktor respon detektor. Faktor respon detektor berhubungan dengan kemampuan detektor untuk mendeteksi setiap komponen yang terelusi dari kolom. IV.



Data Pengamatan Komponen Heptana Heptana 2 Butanol



V.



Temperatur (°C) Injeksi Kolom Detektor 120 100 150 140 110 150 120 100 150



Hepbut



120



100



150



Hepbut 2



120



80



150



Hepbut 3



150



100



150



Hepbut 4



140



120



150



Hepbut 5



140



110



150



Waktu Retensi 2,094 2,006 2,098 2,018 2,060 2,287 1,890 2,016 1,927 1,972 1,953 2,007



Area



Height



2880940390 1414703025 1074720758 789131521 538852421 1301991484 1398120 1513693761 515898570 838212752 835188710 459919705



616957841 413918461 133928991 253448415 192938617 158204147 821411 348110224 224691805 216448647 336977151 152826669



Kesimpulan Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Kromatografi gas merupakan metode permisahan komponen dari suatu cuplikan berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen suatu cuplikan didalam kolom yang di pengaruhi oleh interaksi dengan fase diam dan fase gerak. 2. - Fase gerak yang digunakan adalah gas yaitu nitrogen - Fase diam yang digunakan adalah polisiklosan yang terdapat didalam kolom kapiler



3. Pada alat GC, jika suhu injektor sama dengan suhu detektor akan baik, tetapi lebih baik jika suhu detektor lebih besar daripada injektor agar sisa cuplikan dapat terbakar sempurna.



Daftar Pustaka  



_________, manual Instruction Book Gas Chromatography Guichon, Georges 1988, Quantitative Gas Chromatography, Journal of Chromatography Library,Volume 42, Elsevier