Laporan Kasus Apendisitis Kronis Eksaserbasi Akut  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN Apendisitis adalah peradangan pada organ apendiks veriformis atau yang dikenal juga sebagai usus buntu. Berdasarkan onsetnya, apendisitis dibagi menjadi apendisitis akut dan kronis. Apendisitis akut sendiri ialah merupakan salah satu penyebab keadaan bedah emergensi terbanyak yang ditandai dengan gejala berupa nyeri perut pada epigastrium yang kemudian menjalar ke kuadran kanan bawah.1 Peradangan pada apendiks dapat ditemukan pada masyarakat dari berbagai usia. Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutapa terjadi pada anak usia 6 – 10 tahun. Insidens terbanyak terjadi pada laki – laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:2. Apendisitis banyak terjadi pada ras Kaukasian.5 Manifestasi klinis apendisitis adalah pada awalnya nyeri perut yang samar – samar dirasakan di sekitar epigastrium atau umbilicus. Nyeri yang dirasakan disini adalah nyeri viserale akibat rangsangan peritoneum viserale akibat distensi usus. Kemudian nyeri menjalar ke perut kuadran kanan bawah. Disana, nyeri terasa lebih jelas dan lebih terlokalisasi. Nyeri ini disebut juga dengan nyeri somatic. Hal ini disebabkan oleh perangsangan dari peritoneum parietale.2 Tatalaksana untuk apendisitis adalah apendiktomi. Apendiktomi merupakan suatu tindakan bedah dengan kategori operasi bersih terkontaminasi sehingga diperlukan antibiotic profilaksis. Antibiotik profilaksis yang sering digunakan adalah golongan sefalosporin generasi II. Pada persiapan preoperasi, analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis sudah ditegakkan dan manajemen operatif sudah direncanakan. Status cairan dipantau dengan ketat melalui tanda klinis seperti nadi, tekanan darah, dan urine output.14



1



BAB II LAPORAN KASUS



STATUS PASIEN BEDAH RSAL Dr. MINTOHARDJO JAKARTA



Nama Coass



: May Velyn Dina



NIM



: 03012163



Dokter pembimbing : dr. Mozart, Sp.B IDENTITAS PASIEN 2.1 Identitas Pasien Nama



: Ny. S



Usia



: 41 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Pekerjaan



: Ibu rumah tangga



Alamat



: Jl. Raya Bening, Pondok Gede, Bekasi



Agama



: Islam



Pendidikan terakhir



: SLTA



No. rekam medic



: 17.xx.x



2.2 Anamnesis Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 27 Desember 2016 pada jam 10.00 WIB di bangsal pulau Sebatik RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.



2



  



Keluhan utama Nyeri perut kanan bawah Keluhan tambahan Mual +, muntah Riwayat penyakit sekarang Pasien dating ke IGD RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta pada tanggal 26 Desember 2016 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak kurang lebih 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti disayat – sayat. Nyeri awalanya dirasakan di sekitar epigastrium. Kemudian nyeri dirasakan lebih jelas dan terlokalisasi di perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri disertai dengan mual. Namun pasien tidak muntah. Buang air besar normal dan buang air kecil normal. Pasien juga tidak mengeluhkan demam. Nyeri di perut kiri bawah disangkal. Siklus haid pasien pun normal atau sesuai dengan jadwal.







Riwayat penyakit dahulu Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Riwayat penyakit kencing manis disangkal oleh pasien.







Riwayat pengobatan Pasien sudah berobat dan meminum obat Mylanta, namun tidak ada perubahan.







Riwayat penyakit keluarga -







Riwayat alergi Riwayat alergi disangkal oleh pasien







Riwayat kebiasaan Pasien sering mengkonsumsi sayur – sayuran dan buah – buahan. Pasien juga sering mengkonsumsi makan – makanan yang pedas.



2.3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 27 Desember 2016 pukul 10.00 WIB di bangsal pulau Sebatik RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. 



Keadaan umum dan tanda – tanda vital Kesadaran : Compos mentis 3



Tekanan darah : 120/80 Nadi : 80x/menit Suhu : 36.9°C Pernapasan : 20x/menit 



Status generalis Kepala : normocephal, rambut distribusi merata Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Hidung : normal, septum deviasi (-), secret (-), mukosa hiperemis (-) Telinga : normotia, secret (-) Mulut : oral hygine baik Leher : jejas (-), hematom (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-) Jantung Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak terlihat Palpasi : teraba pulsasi iktus kordis di ICS V, 1 cm medial midklavikularis kiri Perkusi



: batas atas (ICS III line parasternalis kiri dengan suara redup),



batas kiri (ICS V 1 jari medial linea midklavikua kiri dengan suara redup), batas kanan (ICS IV linea sternalis kanan dengan suara redup) Auskultasi : BJ I – II regular, murmur (-), gallop (-) Paru Inspeksi : bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Genitalia Ekstremitas 



: vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru : sonor pada kedua lapang paru : SNV+/+, rhonki -/-, wheezing -/: bising usus (+), supel (+), nyeri tekan (+) pada region kanan bawah : tidak dilakukan : akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-)



Status lokalis Pada abdomen kuadran bawah, tepatnya pada titik McBurney didapatkan nyeri tekan (+). Dilakukan pula pemeriksaan Rovsing’s sign dan Blumberg sign dan keduanya menunjukkan hasil (+). Selain itu dilakukan juga pemeriksaan Psoas sign dan didapatkan hasil (+).



2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium 26 Desember 2016 4



Jenis pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai rujukan



5



Leukosit Eritrosit Hemoglobin Hematocrit Trombosit Hitung Jenis Basophil Eosinophil Neutrophil batang Neutrophil segmen Limfosit Monosit Hemostasis Masa perdarahan/BT Masa pembekuan/CT Fungsi ginjal Ureum Kreatinin Glukotest Glukosa darah sewaktu Urinalisa Warna Eritrosit Glukosa Leukosit Bilirubin Keton Berat jenis pH Protein Urobilinogen Nitrit Mikroskopik urin Eritrosit Leukosit Epitel Bakteri



7,700 4.94 14.3 42 254,000



/µL juta/µL g/dL % ribu/µL



5,000 – 10,000 4.2 – 5.4 12 – 14 37 – 42 150,000 – 450,000



1 2 0 61 30 6



% % % % % %



0–1 1–3 2–6 50 – 70 20 – 40 2–8



2’30” 11’00”



Menit Menit



1–3 5 – 15



18 0.8



mg/dL mg/dL



17 – 43 0.6 – 1.1



83



mg/dL



Kuning muda Negative Negative Negative Negative Negative 1.025 5.0 Negative +-/norm Negative 0–1 0–1 +1 Negative



mg/dL



mg/dL mg/dL /LPB /LPB /LPK Motil/LPK



Kuning Negative Negative Negative Negative Negative 1.003 – 1.051 4.5 – 8.5 Negative 3.5 - 17 Negative 0–1 0–3 Positif Negative



6



Pemeriksaan USG abdomen



Tampak lesi kistik di adnexa kanan ukuran 2.8 x 2.6 cm. nyeri tekan transducer dengan udara yang meningkat di epigastrium. Daerah McBurney: nyeri tekan transducer (+), tak tampak target sign. Kesan: suspect gastritis; kista adneksa kanan; tak tampak apendiks yang edematous, kecurigaan apendiks akut belum sepenuhnya dapat tersingkirkan



7



Pemeriksaan Appendicogram 28 Desember 2016



Appendicogram: kontras tampak mengisi ileum terminalis, caecum, colon acendens, transversum, rectosigmoid. Lumen apendiks tak tampak terisi kontras. Kesan: non Filling apendiks/mungkin apendisitis kronis 2.5 Diagnosis Apendisitis kronis eksaserbasi akut 2.6 Tatalaksana    



Intravena Fluid Drip RL 20tpm Inj ceftriaxone 2 x 1 gram Inj metronidazole 3 x 500 mg Inj ranitidine 2 x 1 amp



2.7 Resume 8



Ny. S datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk. Sebelumnya sudah pernah merasakan nyeri sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri bersifat hilang timbul dan disertai dengan mual dan muntah. Buang air besar normal namun agak cair, buang air kecil normal. Dari hasil pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 120/80, nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36.9°C. Pada pemeriksaan status generalis didapatkan dalam batas normal kecuali di daerah abdomen, didapatkan nyeri tekan. Pada pemeriksaan status lokalis diperoleh nyeri tekan pada titik McBurney, Rovsing’s sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+). Dari hasil pemeriksaan penunjang diperoleh hasil dalam batas normal. 2.8 Prognosis Ad vitam



: bonam



Ad sanationam



: bonam



Ad functionam



: bonam



2.9 Follow up 27 Desember 2016 S



Nyeri perut seperti ditusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul, mual +, muntah +, BAB dan



O



BAK normal. TD: 110/70; N: 84x/menit; S: 36.4°C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: pembesaran KGB -, pembesaran tiroid – Thorax: cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: bising usus (+), nyeri tekan titik McBurney (+), Rovsing’s sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+)



A P



Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-) Apendisitis kronis eksaserbasi akut - IVFD RL 20 tpm - Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram - Inj Metronidazole 3 x 500 mg - Inj Ranitidine 2 x 1 ampul - Appendicogram 9



28 Desember 2016 S O



Nyeri perut seperti ditusuk, mual -, muntah -, BAB dan BAK normal. TD: 110/70; N: 84x/menit; S: 36.4°C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: pembesaran KGB -, pembesaran tiroid – Thorax: cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: bising usus (+), nyeri tekan titik McBurney (+), Rovsing’s sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+)



A P



Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-) Apendisitis kronis eksaserbasi akut - IVFD RL 20 tpm - Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram - Inj Metronidazole 3 x 500 mg - Inj Ranitidine 2 x 1 ampul - Inj Tramadol 2 x 1 ampul - Appendicogram : kesan non filling apendiks



29 Desember 2016 S O



Nyeri perut masih seperti ditusuk, mual -, muntah -, BAB dan BAK normal. TD: 110/70; N: 84x/menit; S: 36.4°C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: pembesaran KGB -, pembesaran tiroid – Thorax: cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: bising usus (+), nyeri tekan titik McBurney (+), Rovsing’s sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+)



A P



Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-) Apendisitis kronis eksaserbasi akut - IVFD RL 20 tpm - Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram 10



-



Inj Metronidazole 3 x 500 mg Inj Ranitidine 2 x 1 ampul Rencana operasi tanggal 30 Desember 2016 Appendicogram : kesan non filling apendiks



30 Desember 2016 S O



Nyeri perut masih seperti ditusuk, mual -, muntah -, BAB dan BAK normal. TD: 110/70; N: 84x/menit; S: 36.4°C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: pembesaran KGB -, pembesaran tiroid – Thorax: cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: bising usus (+), nyeri tekan titik McBurney (+), Rovsing’s sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+)



A P



Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-) Apendisitis kronis eksaserbasi akut - IVFD RL 20 tpm - Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram - Inj Metronidazole 3 x 500 mg - Inj Ranitidine 2 x 1 ampul - Appendicogram : kesan non filling apendiks - Pasien masuk ruang operasi



31 Desember 2016 S O



Nyeri luka post op TD: 110/70; N: 84x/menit; S: 36.4°C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: pembesaran KGB -, pembesaran tiroid – Thorax: cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: bising usus (+), tampak perban menutupi luka post op



A P



Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-) Apendisitis kronis eksaserbasi akut Terapi post op: - IVFD RL 20 tpm 11



-



Inj Ceftriaxone 2 x 1 gram Inj Metronidazole 3 x 500 mg Inj Ranitidine 2 x 1 ampul



01 Januari 2017 S O



Nyeri luka post op TD: 110/70; N: 84x/menit; S: 36.4°C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/Leher: pembesaran KGB -, pembesaran tiroid – Thorax: cor BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo SNV +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen: bising usus (+), tampak perban menutupi luka post op



A P



Ekstremitas: akral hangat keempat ekstremitas, oedem (-) Apendisitis kronis eksaserbasi akut Pasien diperbolehkan pulang Terapi pulang: -



Ciprofloxacin 2 x 1 tab Pamol 3 x 1 tab Ranitidine 2 x 1 tab



12



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks merupakan organ berbentuk tabung seperti umbai cacing, panjangnya kira – kira 10 cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Secara histologis struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar mukosa dan submukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Di antaranya berjalan pembuluh darah dan pembuluh limfe.1 Letak apendiks paling banyak adalah di ruang retrocaecal, di belakang dari ileum terminal atau sekum. Namun demikian, ada beberapa variasi letak apendiks. 65% dari posisi apendiks terletak intraperitoneal dan sisanya terletak retropreritoneal. Variasi posisi apendiks menentukan gejala yang akan muncul saat terjadi peradangan. Beberapa variasi posisi apendiks terhadap sekum adalah sebagai berikut: 1. Retrocaecal (65%) 2. Pelvinal 3. Antecaecal 4. Preileal 5. Postileal 13



Apendiks dibungkus oleh peritoneum viseralis yang terbentuk dari lapisan serosa. Mesenterium dari apendiks atau mesoapendiks berasal dari lapisan bagian posterior dari mesenterium yang mengelilingi ileum terminal.1 Apendiks dipersarafi oleh persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis berasal dari T10. Oleh karena itu nyeri visceral dari apendisitis bermula pada sekitar umbilicus. Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis.2 Perdarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Sehingga jika arteri ini tersumbat maka apendiks akan mengalami gangguan/gangrene. Apendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.2 Immunoglobulin sekretoar yang diasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanang saluran cerna, termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.3 Definisi Apendisitis adalah peradangan pada apendiks yang paling sering menyebabkan keadaan “acute abdomen” (Mansjoer 2000).1 Sementara menurut Smeltzer C. Suzanne, apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dari rongga abdomen dan merupakan keadaan untuk bedah abdomen darurat.4 Jadi, dapat



14



disimpulkan bahwa apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi apendiks terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Apendisitis akut Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak dari apendiks yang disertai atau tidak disertai dengan rangsangan peritoneum local/setempat. Gejala apendisitis akut adalah nyeri tumpul yang merupakan nyeri visceral di epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan muntah. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kuadran kanan bawah (titik McBurney). Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas sehingga merupakan nyeri somatic setempat.1 2. Apendisitis kronis Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu dan nyeri yang dirasakan hilang timbul. 1 Apendisitis kronis adalah keadaan dimana apendiks telah mengalami fibrosis dan pembentukan jaringan parut. 3.3 Epidemiologi Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6 – 10 tahun. Apendisitis lebih banyak terjadi pada laki – laki dibadingkan pada perempuan dengan perbandingan 3:2. Bangsa Kaukasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.5 Insidensi apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Apendisitis dapat ditemukan pada semua usia. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20 – 30 tahun.5 3.4 Etiologi Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai factor penetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang utama sebagai factor pencetus. Misalnya sumbatan oleh karena fekalit, hyperplasia jaringan limfa, dan bolus cacing askaris juga dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang didguga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasite seperti E. histolytica.6



15



Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal yang berkaibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon.1 3.5 Patofisiologi Obstruksi dari lumen apendiks merupakan factor atau hal utama yang dapat menyebabkan terjadinya apendisitis. Obstruksi ini bisa disebabkan oleh hyperplasia dari limfoid, fekalit, neoplasma, atau benda asing seperti bolus cacing askaris. Obstruksi ini menyebabkan bendungan pada mucus yang diproduksi oleh mukosa apendiks. Semakin lama obstruksi terus berlanjut menyebabkan dilatasi dari lumen apendiks. Namun, lumen apendiks mempunyai keterbatasan. Sehingga semakin terus obstruksi berlanjut akan mengakibatkan peningkatan tekanan intraluminal. Tekanan intraluminal yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedema, ulserasi mukosa, dan translokasi bakteri ke submukosa.7 Bila sekresi mucus terus berlanjut, distensi apendiks terjadi, dan tekanan intralumen semakin meningkat. Hal ini lama kelamaan akan menyebabkan osbtruksi dari vena, oedem, dan bakteri dapat menembus dinding. Peradangan yang timbul semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah.5 Bila kemudian aliran arteri apendiks terganggu akan mengganggu aliran oksigen bagi apendiks sehingga apendiks akan menjadi iskemik yang pada akhirnya akan diikuti dengan gangrene. Dinding apendiks semakin lama akan semakin tipis sehingga dapat mudah pecah dan bakteri dapat keluar dari lumen apendiks menuju peritoneum. Dan terjadilah apendisitis perforasi.8 Sebenarnya, tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks yang meradang dengan omentum sehingga terbentuk massa periappendikuler yang dikenal dengan istilah apendisitis infiltrate.9



16



3.6 Manifestasi klinis Apendisitis akut sering tampil dengan gejala nyeri samar – samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Hal ini disebabkan oleh obstruksi dan distensi dari lumen apendiks sehingga terjadi peningatan tekanan intraluemen yang menyebabkan nyeri visceral. Dalam beberapa jam nyeri akan terlokalisasi di kanan bawah, ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih terlokalisasi sehingga merupakan nyeri somatic setempat. Hal ini disebabkan oleh perangsangan perioteneum parietalis setempat.2



17



Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsang sigmoid atau rectum sehingga peristaltic meningkat. Jika apendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi berkemih karena rangsangan dindingnya. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kaan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.10 3.7 Diagnosis Diagnosis apendisitis dapat diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Pada anamnesis, akan didapatkan keluhan nyeri perut yang bermula di daerah epigastrium sekitar umbilicus yang disertai mual dan kadang – kadang muntah. Kemudian nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas di daerah kanan bawah, yaitu titik McBurney. Umumnya, penderita memiliki kebiasaan makan makanan yang tidak berserat dan mengalami konstipasi.8 Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, dimulai dari inspeksi penderita berjalan berbungkuk untuk menahan nyeri di perutnya. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Penonjolan pada perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendikuler. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37.5 – 38.5°C.9 Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan dirasakan pada regio perut kanan bawah. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah, ini merupakan tanda yang disebut dengan Rovsing’s sign.4 Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, maka keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil, karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau apendiks.



18



Peristaltic usus sering normal. Peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforate.11 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi telentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.12



-



Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilicus disertai



-



mual dan anoreksia Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan



-



rangsangan peritoneum local di titik McBurney Nyeri tekan Nyeri lepas Nyeri pada kanan bawah pada tekanan perut kiri bawah



-



(Rovsing’s sign) Nyeri kanan bawah bila tekanan di perut kiri bawah



-



dilepaskan (Blumberg sign) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti saat napas dalam, batuk, dan mengejan



Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan laboratorium darah biasanya didapati peningkatan leukosit. Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram), dapat membantu melihat terjadinya sumbatan pada lumen apendiks. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)



19



dan CT scan bisa membantu dalam menegakkan adanya peradangan akut apendiks atau penyakit lainnya di rongga panggul.12 Namun dari semua pemeriksaan penunjang ini, yang membantu diagnosis apendisitis adalah anamnesis dan pemeriksaan secara klinis. Pemeriskaan radiologi Terdiri dari pemeriksaan abdominal X-ray, ultrasonografi, dan CT scan. 



Abdominal X-ray Pada pemeriksaan abdominal X-ray untuk apendisitis tidak banyak membantu Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.1,5 Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. 13







Ultrasonografi Hasil USG pada apendisitis akut adalah: 1. Adanya struktur yang aperistaltik, blind ended 2. Dinding apendiks nampak jelas 3. Adanya gambaran “target” 4. Adanya gambaran fekalit/apendikolit 5. Adanya timbunan cairan periapendikuler Pada wanita, USG dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik.5 Dicurigai apendisitis akut bila ditemukan penebalan dari dinding usus yang berujung buntu, biasanya diameter lebih dari 6 mm, distensi lumen, kadang terlihat terisi cairan.



20







CT scan CT scan mempunyai sensitivitas dan spesitifitas yang tinggi yaitu 90 – 100% dan 96 – 97%, serta akurasi 94 – 100%. 13 CT scan lebih sensitive daripada USG.



Skor Alvorado Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu skor 6.13



Gejala



Tanda



Laboratorium



Manifestasi



Skor



Adanya migrasi nyeri



1



Anoreksia



1



Mual/muntah



1



Nyeri RLQ



2



Nyeri lepas



1



Febris



1



Leukositosis



2



Shift to the left



1



Total poin



10



Keterangan: 1



– 4 = bukan apendisitis



4 – 6 = kemungkinan kecil apendisitis



7 – 8 = kemungkinan besar apendisitis 9 – 10 = hampir pasti apendisitis



21



3.8 Diagnosis banding Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnose banding. Pada anak – anak, perlu dibedakan apendisitis dengan gastroenteritis dan limfadentis mesenterika. Pada limfadenitis mesenterika, nyeri yang dirasakan adalah nyeri kolik perut sebelah kanan, disertai mual. Biasanya limfadenitis mesenterika didahului oleh gastroenteritis atau enteritis.8 Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Nyeri perut yang dirasakan lebih ringan dengan batas yang tidak tegas. Sering terdapat hiperperistaltik. Selain itu, pada anak – anak juga perlu dibedakan apendisitis dengan intususepsi. Apendisitis jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun, sementara intususepsi sering terjadi pada usia dibawah 2 tahun (kurang lebih 18 bulan).8 Pada dewasa, dapat dibedakan dengan inflamasi panggul (Pelvic Inflammatory Disease), kehamilan ektopik, kista ovarium terpuntir, urolitiasis. Infeksi panggul mencakup salpingitis, endometritis, dan sepsis tubo – ovarian. Lokasi nyeri pada infeksi panggul dirasakan lebih rendah daripada lokasi nyeri apendisitis, dan nyeri yang dirasakan bilateral. Infeksi panggul wanita biasanya disertai dengan keputihan. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan massa adneksa.13 Pada kehamilan ektopik akan hampir selalu terdapat keluhan riwayat terlambat haid. Nyeri yang dirasakan hampir sama dengan apendisitis, di daerah kanan bawah dan menetap. Namun nyeri yang dirasakan pada kehamilan ektopik lebih berat dan terus menerus. Jika terdapat rupture tuba atau abortus kehamilan pada kehamilan ektopik akan timbul nyeri yang mendadak dan difus di daerah pelvis.13 Pada kista ovarium terpuntir nyeri timbul mendadak dan dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, vagina touché, atau rectal touché.13 Pada urolitiasis, terdapat riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan. Foto polos BNO dapat memastikan adanya urolitiasis.13 3.9 Tatalaksana Tatalaksana untuk apendisitis adalah apendiktomi. Apendiktomi



adalah



pembedahan untuk mengangkat apendiks yang meradang (Smeltzer & Barre, 2002). Apendiktomi diindikasikan untuk semua kasus apendisitis akut yang ditemukan dalam 72 jam pertama. Sesudah 72 jam, mungkin terdapat massa peradangan (massa apendikuler), sehingga apendiktomi dilakukan kira – kira 6 minggu kemudian.14 22



Apendiktomi merupakan kategori operasi bersih terkontaminasi sehingga diperlukan antibiotic profilaksis. Golongan sefalosporin direkomendasikan sebagai first line. Sefalosporin termasuk golongan antibiotic broad spectrum dan meliputi banyak kuman gram positif dan negative, termasuk E. coli, Klebsiella yang bersifat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman.13 Apendiktomi dikerjakan dengan anestesi umum dengan posisi pasien adalah supine atau terlentang.14 Persiapan pre operasi Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis sudah ditegakkan dan manajemen operatif sudah direncanakan. Status cairan dipantau dengan ketat melalui tanda klinis seperti nadi, tekanan darah, dan urine output. Pemberian antibiotic dapat dimulai. Umumnya menggunakan sefalosporin generasi ke II. Perlu diingat bahwa pemberian antibiotic bukanlah untuk memberantas apendisitis itu sendiri, melainkan untuk mengurangi insidens infeksi dari luka dan peritoneum bagian dalam setelah operasi.13 Beberapa insisi yang dapat digunakan pada apendiktomi: 1. Insisi Grid iron (insisi McBurney) Insisi Grid iron adalah pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan m. oblikus eksternal, melewati titik McBurney, yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan umbilicus. Insisi ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot – otot dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar, memiliki haustrae, dan taenia coli.13 Teknik ini paling sering dilakukan karena keuntungannya yang adalah tidak terjadi benjolan, trauma operasi minimum, dan masa penyembuhan lebih cepat. Sedangkan kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas dan sulit diperluas. 13,14



23



Insisi Grid Iron (insisi McBurney)



2. Lanz transverse incision Insisi dilakukan pada 2 cm dibawah pusat. Insisi transversal pada garis midclavicula – midinguinal.



Insisi Lanz transverse 3. Rutherford incision (insisi suprainguinal) Merupakan insisi perluasan dari insisi Grid iron. Dilakukan jika apendiks terletak di retrosekal.13



Insisi Rutherford (insisi suprainguinal) 24



4. Low midline incision Dilakukan jika sudah terjadi apendisitis perforasi dan terjadi peritonitis difus.



Insisi low midline Teknik apendiktomi McBurney:13,14 1. Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada perut kanan bawah 2. Dibuat sayatan menurut titik McBurney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot – otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut – turut m. rektus abdominis eksternus, m. rektus abdominis internus, dan m. transversus abdominis sehingga peritoneum kelihatan



3. Peritoneum disayat hingga cukup lebar untuk eksplorasi 4. Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut



25



5. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut



6. Sekum dikembalikan kedalam abdomen 7. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic catgut dan otot – otot dikembalikan



8. Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis 9. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kassa steril.



Bila terbentuk massa apendikuler, maka terapi yang diberikan adalah kombinasi antibiotic (ampicillin, gentamicin, metronidazole). Apendiktomi dilakukan 6 – 12 minggu kemudian.13



26



3.10



Komplikasi Komplikasi post operative yang terjadi pada apendiktomi adalah infeksi pada luka



operasi, abses intraabdominal. Infeksi pada luka operasi Infeksi pada luka operasi merupakan komplikasi post operatif apendiktomi yang paling sering terjadi, kira – kira terjadi pada 5 – 10% pasien. Tampak eritema dan nyeri pada luka operasi yang muncul biasanya pada hari keempat



atau hari kelima post



operatif. Ditatalaksana dengan drainase luka dan antibiotic. Organisme yang bertanggung jawab adalah kebanyakan bakteri Gram negative dan anaerob.10 Abses intraabdominal Abses intraabdominal merupakan komplikasi post operatif apendiktomi yang jarang terjadi. Ditandai dengan demam pada saat post operatif, lemas, dan anoreksia pada hari kelima sampai hari ketujuh post operatif. Dapat ditegakkan diagnosis nya dengan menggunakan USG atau dengan CT scan.10 3.11 Prognosis Ad vitam = ad bonam apendisitis akut jarang menyebabkan kematian terlebih bila didiagnosis dan ditangani lebih awal. Sebagian besar risiko kematian terjadi pada usia tua karena tanda dan gejalanya tidak terlalu dominan. Pada orang tua sering juga disebut dengan silent perforasi dan peritonitis.13 Ad sanationam = ad bonam Kejadian apendisitis akut jarang berulang terutama setelah dilakukan apendiktomi. Beberapa pasien (5 – 10%) mengalami apendisitis berulang atau kronik dengan gejala lebih dari 3 minggu.13 Ad functionam = ad bonam Apendiktomi biasanya tidak akan mengganggu fungsi saluran cerna.13



BAB IV KESIMPULAN



27



Apendisitis merupakan kasus peradangan pada apendiks veriformix atau yang sering disebut dengan usus buntu. Apendisitis dibagi menjadi apendisitis akut dan kronis menurut onsetnya. Apendisitis akut sendiri merupakan suatu kegawatan bedah. Etiologi apendisits adalah oleh karena obstruksi, baik oleh karena fekalit, tumor, atau benda asing. Obstruksi ini menyebabkan lumen apendiks mengalami distensi dan lama kelamaan akan mengganggu aliran arteri apendiks. Arteri apendikularis tidak memiliki kolateral, sehingga apabila aliran arteri apendikularis terganggu, maka apendiks akan menjadi iskemik yang diikuti dengan gangrene. Hal ini dapat menyebabkan apendiks menjadi perforasi dan menjadi apendisitis perforasi sehingga terjadi peritonitis. Tatalaksana untuk apendisitis adalah apendiktomi. Jenis insisi yang paling sering digunakan pada apendiktomi adalah insisi Grid iron (insisi McBurney). Keuntungan dari menggunakan insisi ini adalah perdarahan atau trauma operasi minimal dan masa penyembuhan lebih cepat. Prognosis apendisitis adalah bonam, baik dari segi ad vitam, ad sanationam, maupun ad functionam. Tindakan apendiktomi jarang sekali mengganggu fungsi saluran pencernaan secara keseluruhan.



DAFTAR PUSTAKA 1. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Wim de Jong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997; p. 865. 2. William, S, dkk. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery. Ed 25 th. London: Edward Arnold Publisher. 2008; p. 1204-5. 3. Repository USU. Apendisitis. Accessed on January, 24 th 2017. Available at www.repositoryusu.com



4. Acosta, Jose et all. 2007. Sabiston: Textbook of Surgery 18th. Saunders-Elsevier 5. Brunicardi FC et all: Schwartz’s Principles of Surgery, 9th edition. 2010. The McGraw-Hill Companies,Inc 6. Kasper DL et all. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition. McGraw-Hill. Pg 1805-1807 7. Eprints



UMS.



Apendisitis.



Accessed



on



January,



24th



2017.



Available



at



http://eprints.ums.ac.id/31151/2/BAB_1.pdf 28



8. Kumar V et all. 2005. Robbins and Cotran Patrologic Basis of Disease 7th ed.Elsevier-Saunders Moore, Keith L.; Dalley, Arthur F. 2006. Clinically Oriented Anatomy, 5th edition. Lippincott Williams & Wilkins 9. Wilson SE. 2006. Current Clinical Strategies Publising-Surgery 6th edition. USA 10. Medscape. Acute Appendicitis. Accessed on January, 25 th 2017. Available www.emedicine.medscape.com 11. Web MD. Appendicitis. Accessed on January, 24th 2017. Available at www.webmd.com



at



12. Greenberger, NJ. Blumberg RS, Burakoff R. 2009. Current Diagnosis & Treatment Gastroenterology Hepatology, & Endoscopy. Lange-Mc Graw Hill 13. Repository Unand. Apendisitis Akut. Accessed on January, 24 th 2017. Available at www.repository-unand.com 14.SKD. Referat Apendisitis. Accessed on January, 24 th 2017. Available at www.skd-referatapendisits.com



29