Laporan Kasus - Efusi Pleura TB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS RADIOLOGI Efusi Pleura TB



Disusun oleh: Edwin



Halim 07120110101 Pembimbing: dr. Jeanne Leman, SpRad Dr. dr. Rusli Muljadi, SpRad(K) dr. Mira Yuniarti, SpRad



KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE PERIODE 15 JUNI – 4 JULI 2015



1



I.



STATUS PASIEN



A. IDENTITAS PASIEN 



Inisial Nama



: Tn. AA







Usia



: 57 tahun







Jenis Kelamin



: Laki-laki







Alamat



: Ds. Cikande, Jayanti







Agama



: Islam







Status Pernikahan



: Menikah







Kebangsaan



: Indonesia







No. Rekam Medis



: RSUS - 00655208



B. ANAMNESIS  Keluhan Utama : Sesak nafas yang semakin memburuk dalam 5 hari  Riwayat Penyakit Sekarang  6 bulan SMRS: Batuk berdahak dengan dahak kadangkala berwarna merah.  2 bulan SMRS: Sesak nafas mulai muncul  5 hari SMRS: Sesak nafas dirasa memberat dan muncul mual tanpa



muntah.



Dahak



dari



batuk



sekarang



berwarna



kecoklatan.  Pasien mengaku mengalami demam, keringat malam, dan   







penurunan berat badan. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat kencing manis Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang bermakna Riwayat Medikasi  Pasien rutin menggunakan suntik insulin 1x saat pagi  Pasien saat ini menjalani pengobatan OAT selama 1 bulan. Riwayat Alergi Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi obat



C. PEMERIKSAAN FISIK a. STATUS GENERALIS



2



  



Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran : Compos mentis Tanda-tanda Vital  Tekanan Darah : 130/80 mmHg  Laju Nadi : 141x/menit  Laju Nafas : 28x/menit  Suhu : 36.4°C  Berat Badan : 48 kg  Tinggi Badan : 160 cm  Indeks Massa Tubuh : 18.75 b. STATUS LOKALIS  Kepala : Deformitas (-)  Wajah : Simetris, deformitas (-)  Mata : Dalam batas normal  Hidung : Dalam batas normal  Mulut : Dalam batas normal  Leher : Simetris, ROM normal, pembengkakan KGB (-)  Dada : o Auskultasi: Bunyi vesikuler menurun pada basal paru







sinistra, rhonchi & wheezing (-) o Perkusi: Dull pada basal paru sinistra Abdomen: Supel, Bising usus (+)



D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 



Laboratorium Darah







Diff. Count (15 Juni 2015)



3







Biokimia (15 Juni 2015)







Hasil Pungsi Pleura (15 Juni 2015)



4







Biokimia (17 Juni 2015)







Kultur dahak o Kultur BTA o BTA Smear I o BTA Smear II o BTA Smear III



: Pending : +1 : Sputum 2 : Sputum 3



5



E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI



* X-ray toraks PA dan Lateral tgl 15 Juni 2015*  Hasil bacaan X-ray tgl 15 Juni 2015: o Tampak perselubungan pada basal paru kanan yang menutupi sinus kostofrenikus dan diafragma kanan serta perselubungan pada lateral lapangan bawah paru kiri yang menutupi sinus kostofrenikus dan o o o o o



diafragma kiri. Jantung tidak membesar Trakea di tengah Aorta baik Kedua hilus kasar Tampak lusensi dengan air-fluid level di dalamnya pada lapangan atas paru kanan yang terlihat berada di bagian posterior pada posisi lateral.



Tampak infiltrat pada kedua lapang paru. o Tulang-tulang dada baik  Kesan: o Abses paru pada posterior lapangan atas paru kanan o TB paru aktif o Loculated effusion pleura kiri



o Efusi pleura kanan



*X-ray toraks AP tanggal 17 Juni 2015*  Hasil bacaan X-ray tanggal 17 Juni 2015 : •



Dibandingkan dengan foto toraks tanggal 15 /06/2015 : efusi pleura kiri berkurang







Masih tampak perselubungan pada basal paru kanan yang menutupi sinus kostofrenikus dan diafragma kanan







Jantung kesan tidak melebar







Trakea ditengah







Aorta baik, kedua hilus kasar







Tampak lusensi dengan air-fluid level di dalamnya pada lapangan atas paru kanan yang terlihat berada di bagian posterior sisi lateral. Tampak infiltrate pada kedua lapang paru







Tulang-tulang dada baik



F. RESUME



Pria, 58 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas selama 2 bulan yang memburuk 5 hari SMRS. + 6 bulan yll. Pasien mulai batuk berdahak. Kadangkala dahaknya berwarna merah. Pasien juga mengaku mengalami demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Saat ini pasien telah menjalani pengobatan Tuberkulosis selama 1 bulan dan menyuntik insulin 3 ml setiap paginya sebelum makan untuk mengobati diabetes. Pada pemeriksaan fisik ditemukan: bunyi vesikuler menurun pada paru sinistra dan pekak pada perkusi daerah basal paru sinistra. Pemeriksaan penunjang menunjukkan penurunan Hb, Ht, dan MCV serta peningkatan ESR (62 mm/jam) dan asam urat darah (9.4 mg/dL). Terdapat pula hiponatremi (129 mmol/L) dan hipokalemi (3 mmol/L). Pada analisa pungsi pleura ditemukan bahwa cairan efusi tersebut adalah eksudat. Pada pemeriksaan radiologi (X-ray toraks) ditemukan abses paru pada posterior lapang atas paru kanan, Tuberkulosis paru aktif, loculated effusion pada pleura kiri, dan efusi pleura kanan. G. DIAGNOSIS  Efusi Pleura Bilateral susp. e.c. Pleuritis TB  Tuberkulosis paru aktif  Susp. Abses Paru Dekstra.  Diabetes Mellitus tipe 2  Gangguan elektrolit (Hiponatremi & Hipokalemi) H. TATALAKSANA  Pungsi pleura tgl 15 Juni 2015  Pengobatan selama dirawat (15-17 Juni 2015): a. Ventolin



3 x 1 resp., nebul



b. Bisolvon



3 x 20 gtt, nebul



c. Rifampisin



1 x 400 mg PO



d. Isoniazid



1 x 300 mg PO



e. Ethambutol



1 x 500 mg PO



f. Levofloxacin 1 x 500 mg IV



g. Novorapid



10-10-10 SC



h. Metformin



2 x 500 mg PO



i. NaCl cap.



3 x 1 gr PO



j. Aspar-K



3 x 300 mg PO



k. Ranitidin



2 x 50 mg PO



l. Curcuma



1 tab PO



m. Paracetamol



3 x 500 mg PO p.r.n



I. ANALISA KASUS Sesak nafas adalah gejala klinis yang disebabkan oleh kurangnya O 2 yang mencapai jaringan. Ini dapat disebabkan oleh beberapa hal; mulai dari terganggunya jalan nafas (sumbatan karena trauma, aspirasi, penyempitan karena asma atau bronkitis), terisinya tempat pertukaran gas oleh sesuatu (eksudat pada pneumonia, darah pada kontusio paru, transudate pada edema paru, sel pada keganasan,dlsb) ataupun terganggunya transportasi maupun utilisasi O2 yang sudah masuk kedalam darah (kekurangan Hb, hipotensi, hipovolemi, keracunan sianida/CO, dlsb). Pada pasien ini, sesak nafas yang ia alami telah berlangsung selama 2 bulan, disertai dengan batuk berdahak disertai darah yang telah ada sejak 4 bulan sebelumnya. Dari keterangan ini, 2 kemungkinan diagnosa dengan probabilitas tersering pada demografi Indonesia adalah TB ataupun keganasan. Melalui riwayat pengobatan pasien, didapatkan bahwa ia baru saja menjalani pengobatan TB paru aktif 1 bulan yang lalu. Ini berarti bila kita menganggap bahwa gejala pasien ini disebabkan oleh TB, maka perburukan sesak nafas yang diderita pasien sejak 5 hari terakhir kemungkinan besar bukanlah berasal dari TB primer yang ia derita, melainkan dari komplikasi TB yang mungkin sudah terjadi, kendati pengobatan sudah dimulai 1 bulan yang lalu. Kemungkinan dari komplikasi yang mungkin terjadi antara lain rupturnya focus infeksi yang menyebabkan pneumotoraks, atelectasis karena fibrosis yang ekstensif, ataupun efusi pleura TB. Ada kemungkinan lain berdasarkan etiologi TB bahwa bisa saja ekstensi infeksi ini mengenai arteri bronkial yang kemudian



ruptur, sehingga pasien merasa sesak yang memburuk dengan cepat karena saluran udara terisi dengan darah, namun hal ini umumnya terjadi dengan cepat (hitungan menit-jam), yang diikuti dengan terjadinya dekompensasi pasien (karena biasanya terjadi perdarahan masif), bukan dalam jangka waktu 5 hari seperti pada kasus ini. Tetap harus diperhatikan adanya kemungkinan keganasan paru, meskipun untuk saat ini diagnosa yang sedang berusaha ditegakkan adalah suatu komplikasi dari infeksi TB. Kamun, kemungkinan akan suatu proses keganasan paru ini baru akan ditelusuri bilamana pemeriksaan fisik dan penunjang tidak ada yang mendukung, dan bahkan justru menentang diagnosa menuju komplikasi TB. Pada pemeriksaan fisik, ditemui penurunan suara nafas pada lapangan bawah paru kiri, yang disertai bunyi pekak pada perkusi paru di lokasi yang sama. Melalui hasil ini, diperkirakan bahwa pada pasien ini terjadi efusi pleura. Tidak ditemukan adanya pemeriksaan fisik lain yang berarti pada pasien, selain dari nadi dan laju respirasi yang meningkat, yang sesuai dengan kondisi klinis pasien yang sedang mengalami dyspnea. Efusi pleura ini menjelaskan sesak nafas yang diderita pasien, namun efusi dapat terjadi baik pada TB maupun pada keganasan. Berdasarkan kondisi klinis pasien yang baru saja menjalani pengobatan TB selama 1 bulan pertama, komplikasi TB tetap dipilih sebagai prioritas diagnosa utama. Salah satu pemeriksaan penunjang yang paling mudah untuk menilai tampilan paru adalah Chest X-ray. Berdasarkan hasil X-ray, didapatkan efusi pleura bilateral, dengan sisi kiri yang lebih dominan (+ mencapai 1/3 hemitoraks), disertai gambaran fibroinfiltrat bilateral (yang cukup mengarah kepada infeksi TB pulmoner). Ini mendukung diagnosa ke arah efusi pleura e.c. TB, karena hampir pada seluruh kasus efusi pleura TB, efusi ini terjadi pada sisi ipsilateral dengan lesi parenkim yang ada1. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan adanya anemia, yang bila dilihat merupakan ciri dari anemia defisiensi besi, namun untuk menegakkan diagnosa diperlukan apusan darah tepi, yang tidak dilakukan pada pasien ini. Bila diperhitungkan dengan disertai adanya temuan peningkatan laju endap darah, ini menunjukkan adanya reaksi inflamasi kronis, dimana baik TB maupun keganasan



dapat merupakan agen etiologis. Bila ditambah dengan pemeriksaan biokimia yang menujukkan peningkatan asam urat (9,4 mg/dL), maka hasil pemeriksaan darah ini justru lebih mengarahkan diagnosa kearah keganasan ketimbang TB. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan selain sebagai pemeriksaan, sekaligus juga sebagai modalitas terapi, adalah pungsi cairan pleura, yang menunjukkan bahwa efusi pada pasien ini adalah eksudat. Ini menunjukkan bahwa kita masih belum dapat menyingkirkan diferensial keganasan, karena baik TB maupun keganasan dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif. Penulis menyarankan bahwa bila memungkinkan, seharusnya dilakukan pemeriksaan BTA pada sampel cairan pleura, kalau-kalau dapat menemukan sel BTA, yang akan menegakkan diagnosa efusi pleura e.c. TB, meskipun pemeriksaan ini memiliki sensitifitas yang sangat rendah. Pemeriksaan Sputum smear dan kultur dilakukan pada pasien ini untuk memastikan infeksi TB primer yang sedang diterapi. Hasil apusan sediaan pertama menunjukkan hasil +1, yang merupakan konfirmasi bahwa pasien ini memang mengalami TB, bila digabungkan dengan anamnesa dengan hasil pemeriksaan lab dan radiologis. Hasil apusan sisanya dan kultur belum dikeluarkan oleh pihak rumah sakit saat penulis membuat laporan ini. Pada akhirnya, pasien ini diterapi secara simtomatis untuk menghilangkan dyspnea, dengan melanjutkan terapi TB nya. Pasien masuk tanggal 15 Juni 2015 dan keluar tanggal 17 Juni 2015. Hingga pasien tersebut keluar, masih belum dapat dipastikan apakah ia menderita keganasan atau tidak, namun kita tetap mengobati TB nya, karena baik ia mengalami keganasan ataupun tidak (pada kasus ini, keganasan yang paling mungkin kita pikirkan adalah keganasan paru), pengobatan TB tetap akan kita jalankan, dan prioritas pengobatan untuk pasien ini baik ia memiliki keganasan paru ataupun tidak, tetaplah TB parunya, dengan mempertibangkan hasil terapi dalam wujud tahun harapan hidup dan tingkat mortalitas-morbiditas.