Laporan Kasus Epidural Hematoma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Presentasi Kasus Epidural Hematoma



Disusun oleh: Prapanca Nugraha, dr



Pembimbing: Selfy Oswari., dr., S.Si., Sp.BS(K)



BAGIAN BEDAH SARAF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS–1 ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/ RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2019



1 A. IDENTITAS Nama



: Ny. Y



Umur



: 33 tahun



Alamat



: Kabupaten Bandung



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Pendidikan



: SMP



B. ANAMNESIS Keluhan Utama



: Penurunan kesadaran



Anamnesa Khusus



:



15 jam sebelum masuk rumah sakit, saat pasien sedang berjalan di kab bandung di pinggir jalan terpeleset dan jatuh kepala membentur batu. Pasien mengalami penurunan kesadaran. muntah (+), kejang (-). riwayat perdarahan (-) hidung (-), telinga kanan (-), mulut (-). Karena keluhan pasien di bawa ke IGD RSUD majalaya, lalu dirujuk ke IGD RSHS dengan mobil pribadi dan tanpa dampingi tim medis.



C. PEMERIKSAAN FISIK Survei Primer: A : Clear, dengan control c-spine B : RR 20x/m, bising napas kanan=kiri, rhonki -/-, wheezing -/C : T 110/70 mmHg N 88x/m D : GCS 9, E2M5V2, Pupil bulat anisokor 3mm/5mm, RC +/-, motoric paresis: +/Survei Sekunder: Thorax



: Jejas (-), bentuk dan gerak simetris, bising napas kiri = kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-



Abdomen



: Jejas (-), datar, lembut, bising usus (+) normal



Status lokalis: a/r frontal sinistra



: luka lecet (+)



a/r Temporal sinistra



: hematoma(+)



2 D. FOTO KLINIS



E. PEMERIKSAAN LAB



F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan X-Ray Polos Servikal dan Dada



3 2. CT Scan Kepala



G. DIAGNOSIS KERJA Cedera kepala sedang + epidural hematoma di daerah temporoparietal sinistra + fraktur tertutup linier di daerah temporal sinistra



H. TERAPI Kraniotomi Evakuasi Cito



4 TINJAUAN PUSTAKA EPIDURAL HEMATOMA



A. Pendahuluan Epidural hematoma (EDH) merupakan salah satu jenis perdarahan intrakranial yang dapat yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang di antara dura dan tulang tengkorak, hal inilah yang disebut dengan epidural hematoma.1,2 Epidural hematom sebagai keadaan dengan gangguan neurologis yang bersifat gawat dan biasanya berhubungan dengan fraktur linear yang memutuskan pembuluh arteri, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematoma berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery (MMA) yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.1,2



B. Epidemiologi dan Etiologi Secara umum EDH ditemukan 1 – 4 % dari kasus trauma kepala. Insidensi EDH paling tinggi pada orang dewasa dan remaja di antara usia 20 – 30 tahun. Paling sering EDH disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, terjatuh, dan kekerasan. Pada pasien EDH, 75 – 95 % ditemukan adanya fraktur tulang tengkorak.3 Penyebab EDH non-trauma diantaranya adalah:4 1. Infeksi/Abses 2. Koagulopati 3. Perdarahan karena tumor 4. Malformasi vaskular



5 Data di Rumah Sakit Hasan Sadikin selama lima tahun dari tahun 2014 – 2019 menunjukkan terdapat 757 kasus EDH, dengan kasus sebanyak 584 (77,1 %) terjadi pada laki-laki, rentang usia pasien dari mulai usia 1 tahun hingga 84 tahun, dengan rata-rata usia pasien EDH adalah 23,8 tahun.5 Berdasarkan gambaran radiologis, EDH dapat diklasifikasikan menjadi:4 1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri, terjadi pada hari pertama dan memungkinkan terdapat gambaran “Swirl” dari darah yang belum membeku 2. Hematoma subakut ( 31 % ) perdarahan terjadi antara hari ke-2 hingga 4, menunjukkan gambaran solid 3. Hematoma kronis ( 11%) perdarahan dari vena, muncul di antara hari ke-7 hingga 20, dapat bercampur gambaran tegas maupun tidak



C. Anatomi Otak Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, adapun lapisan kulit kepala secara berurutan dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:2 1. Kulit 
 2. Jaringan ikat 
 3. Jaringan aponeurosis dan otot 
 4. Jaringan lon 
 5. Periosteum



6



Gambar 1. Lapisan kulit kepala, tengkorak, dan selaput otak6



Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, sehingga bila terjadi robekan galea sangat penting untuk melakukan pembersihan dan debridement kulit kepala.1,2 Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras



yang tidak



memungkinkan perluasan intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteri meningea anterior, media, dan posterior.



7 Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terputusnya salah satu dari arteri ini, perdarahan arterial yang diakibatkannya, akan berakumulasi dalam ruang epidural, dan dapat menimbulkan gangguan neurologis yang fatal.1,2 Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah duramater, arachnoid, dan pia mater.2,6 1. Duramater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan: -



Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria



-



Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura mater spinalis yang membungkus medulla spinalis



2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba 3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.



Gambar 2. Lapisan Meninges6



8 D. Patofisiologi Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.1 Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.2 Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.2,3 Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.2,3 Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tandatanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.2,3 Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid



9 interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.2,3 Sumber perdarahan:7 1. Arteri meningea (lucid interval : 2 – 3 jam) 2. Sinus duramatis 3. Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica



Gambar 3. Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media,terletak antara duramater dan lamina interna tulang pelipis.7 Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)



Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.7



E. Gambaran Klinis Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi dengan teliti.2,7



10 Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang sering tampak:1-3 1. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma 2. Bingung 3. Penglihatan kabur 4. Susah bicara 5. Nyeri kepala yang hebat 6. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga 7. Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala. 8. Mual 9. Pusing 10. Berkeringat 11. Pucat 12. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.



Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak.3



F. Gambaran Radiologi Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah dikenali.2 Foto Polos Kepala Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami



11 trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.8



Gambar 4. Fraktur depres dan linier pada tulang tengkorak8



Computed Tomography (CT-Scan) Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.8,9



12



Gambar 5. Perdarahan Epidural akut di lobus parietal kanan.8



Gambar 6. Hounsfield units and windows. Gambaran CT scan untuk brain windows (A) dan bone windows (B)9



13 Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.9,10



Gambar 3. Gambaran MRI Hematoma Epidural.10



G. Penatalaksanaan Penanganan darurat : 1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana / burr hole. 2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom Terapi medikamentosa Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena. Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik. Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana



14 (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 34mg%.2



Terapi Operatif Operasi di lakukan bila terdapat :1 1. Volume hamatoma > 30 cc 2. Keadaan pasien memburuk, penurunan GCS 3. Ketebalan > 15 mm 4. Defisit neurologis 5. Pendorongan garis tengah > 5 mm



Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.1,2 Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume : 1. > 25 cc  desak ruang supra tentorial 2. > 10 cc  desak ruang infratentorial 3. > 5 cc  desak ruang thalamus Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan : 1. Penurunan klinis 2. Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif. 3. Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.



15



X. Prognosis Prognosis tergantung pada :2 



Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )







Besarnya







Kesadaran saat masuk kamar operasi. Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena



kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.1,2



16 DAFTAR PUSTAKA



1. Greenberg M. Handbook of Neurosurgery. Eighth edi. New York: Thieme; 2016. 2. Arifin M, Tjahjadi I, Faried A, Sutiono A. Atlas operasi ilmu bedah saraf: perdarahan epidural dan fraktur kompresi tengkorak. Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dokter Hasan Sadikin Bandung: Sagung Seto. 2012. 3. McBride W, Brock D. Intracranial epidural hematoma in adults. UpToDate ver. 2014;19. 4. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma. StatPearls [Internet]: StatPearls Publishing; 2018. 5. RSHS. Data Rekam Medis. 2019. 6. Moore KL, Dalley AF, Agur AM. Clinically oriented anatomy: Lippincott Williams & Wilkins; 2013. 7. Hafid A. Epidural Hematoma. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong WD EGC, Jakarta. 2004:818-9. 8. Holmes EJ, Misra RR. AZ of Emergency Radiology: Cambridge University Press; 2004. 9. Broder J. Diagnostic Imaging for the Emergency Physician E-Book: Expert Consult-Online and Print: Elsevier Health Sciences; 2011. 10. Anonym. Intracranial Hemorrhage. http://www.stritch.luc.edu