Laporan Kasus Kolelitiasis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS BEDAH I. IDENTITAS PENDERITA Nama



: Ny. H



Jenis kelamin



: Perempuan



Umur



: 54 tahun



Alamat



: Kraton, Kabupaten Tegal



Pendidikan



: Tamat SMA



No. CM



: 513358



Masuk RS



: 20 Oktober 2019



Pemeriksaan



: 21 Oktober 2019



II. DATA DASAR A. DATA SUBYEKTIF ANAMNESIS Autoanamnesis (tanggal 21 Oktober 2019 Pukul 13.00 WIB, di Bangsal Flamboyan RSUI Harapan Anda) Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas Riwayat Penyakit Sekarang : ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh nyeri di ulu hati yang menjalar hingga perut kanan atas. Nyeri terasa tajam dan dirasakan hilang timbul. Demam (-), mual (+), muntah (+) 1 kali dalam sehari dengan volume + 1 gelas belimbing, warna seperti yang dimakan, darah (-). BAB dan BAK dalam batas normal. Keluhan mata dan tubuh menjadi kuning disangkal. ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan semakin berat dan menjalar hingga ke bahu dan punggung kanan. Demam (-), mual (+), muntah (+). Karena nyeri tidak berkurang dengan obat pereda nyeri, pasien kemudian memeriksakan diri ke IGD.



Riwayat Penyakit Dahulu : - Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya - Riwayat hipertensi disangkal - Riwayat diabetes mellitus disangkal - Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui - Riwayat penyakit hati disangkal - Riwayat alergi dan asma disangkal - Riwayat penggunaan KB suntik 3 bulan (+) sejak 2017 - Pasien belum menopause



Riwayat Penyakit Keluarga : - Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan sakit seperti ini - Riwayat hipertensi disangkal - Riwayat diabetes mellitus disangkal - Riwayat kolesterol tinggi tidak diketahui - Riwayat penyakit hati disangkal - Riwayat alergi dan asma disangkal



Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, tinggal bersama suami yang bekerja sebagai pegawai swasta dan dua anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh JKN non PBI Kesan : Sosial ekonomi cukup



B. DATA OBYEKTIF PEMERIKSAAN FISIK Pada tanggal 21 Oktober 2019 Pukul 13.00 WIB, di Bangsal Flamboyan RSUI Harapan Anda Keadaan Umum : tampak sakit sedang Kesadaran



: GCS 15 E4M6V5



Tanda Vital



: Tekanan darah : 133 / 80 mmHg



RR



: 36 x/mnt



Nadi



: 92 x/mnt, isi dan tegangan cukup



Suhu



: 37,8˚C (aksiler)



VAS



: 4-5



Berat Badan



: 70 kg



Tinggi Badan



: 158 cm



BMI



: 28,04 kg/m2 (overweight)



Kepala



: mesosefal



Mata



: konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), RC +/+, pupil isokor Ø 3mm/3mm



Telinga



: discharge (-/-)



Hidung



: napas cuping (-), discharge (-/-)



Mulut



: mukosa bibir kering (-), sianosis (-)



Tenggorok



: T1-1, faring hiperemis (-)



Leher



: simetris, trakea di tengah, pembesaran nnl (-/-)



Dada



: retraksi (-)



Thorak



: Jantung : I : Ictus cordis tak tampak Pa: Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm med LMCS Pe: konfigurasi jantung dalam batas normal Au: HR reguler, bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-) Paru : I : simetris statis dinamis Pa: Stem fremitus kanan = kiri Pe: Sonor seluruh lapangan paru Au: Suara dasar vesikuler, wheezing (-), hantaran (-)



Abdomen



:



Status lokalis



:



Abdomen



: I



: distensi (-), venektasi (-), scar (-)



Au



: bising usus (+) normal



Pe



: timpani, pekak hepar (+) normal, pekak sisi (+), pekak alih (-)



Pa



: nyeri tekan (+) di regio hipokondriaka dekstra, Murphy Sign (-), defans muskuler (-), nyeri tekan lepas (-), hepar dan lien tidak teraba, tidak teraba massa



Ektremitas :



Superior



Inferior



Sianosis



-/-



-/-



Akral dingin



-/-



-/-



Motorik



tidak ada lateralisasi



Sensorik



dbn



dbn



Deformitas



-/-



-/-



PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium (20 Oktober 2019) Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Normal



Hemoglobin



15,1



g/dL



11,7 - 15,5



Hematokrit



41,8



%



35,0 - 47,0



Eritrosit



5,41



juta/UI



4,40 - 5,0



MCH



27,9



Pg



26 - 34



MCV



77,3



fL



80 - 100



MCHC



36,1



g/dL



32 - 36



Leukosit



11,8



ribu/mmk



3,6 – 11,0



Trombosit



349



ribu/mmk



150 - 4400



Neutrofil



70,4



%



50 - 70



Limfosit



24,7



%



20 - 40



Monosit



4,9



%



0 - 10



110



mg/dL



74 -110



Keterangan



Hematologi



H



Diff Count



Kimia Klinik GDS



H



SGOT



32



U/L



< 35



SGPT



46



U/L



< 35



Kolesterol Total



139



mg/dl



50% kolesterol) atau batu campuran (mengandung 20-50% kolesterol), sedangkan 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila saturasi empedu meningkat (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan terjadi kristalisasi dan terbentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk akan terjebak dalam kandung empedu, bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, stasis bilier dan kandungan cairan empedu merupakan faktor predisposisi pembentukan batu empedu.



Gambar 2.2 Patofisiologi Kolelitiasis F. Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu: a. Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. b. Batu kalsium bilirubinat (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.



c. Batu pigmen hitam Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.



G. Manifestasi Klinis Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30– 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.



Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledokolitiasis, panleneatitis dan kolangitis. Batu kandung empedu dapat bermigrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diprediksi karena penderita dapat asimtomatis, namun dapat pula dalam keadaan ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum secara spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.



Gambar 2.3 Manifestasi Klinis Kolelitiasis H. Diagnosis



Gambar 2.4 Alur Diagnosis Kolelitiasis Anamnesis Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul seringkali menyerupai dispesia dan terkadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak. Pada penderita yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.Timbulnya nyeri kebanyakan berlangsung perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Nyeri yang dirasakan dapat menjalar ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Kurang lebih seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri akan menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.



Pemeriksaan Fisik







Batu Kandung Empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau generalisata, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Murphy sign dikatakan positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhentimenarik nafas.







Batu Saluran Empedu Batu saluran empedu umumnya tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Pada kadar bilirubin total yang kurang dari 3mg/dl, gejala ikterik umumnya tidak akan tampak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, maka akan timbul ikterus klinis.



Pemeriksaan Penunjang a.



Pemeriksaan Laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi Sindroma Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar alkali fosfatase serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang pada serangan akut.



b. Pemeriksaan Radiologis  Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Terkadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu dengan kadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.



Gambar 2.5 Gambaran Kolelitiasis pada Foto Polos Abdomen  Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang mengalami gangren dapat diketahui lebih jelas dibandingkan palpasi biasa.



Gambar 2.6 Gambaran “acoustic shadow” pada Ultrasonografi  Kolesistografi



dengan



Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hepar. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.



Gambar 2.7 Kolesistografi Oral  Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) Prosedur ERCP menggunakan sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.



Gambar 2.8 Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography I.



Diagnosis Banding Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks gastroesofagus,



dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal. Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang. Nyeri karena refluks gastroesofagus dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula. Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan tersebut. Untuk membedakan kolesistitis dan hepatitis, biasanya pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar yang jauh lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut.



Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen.



J.



Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:



Gambar 2.9 Komplikasi Kolelitiasis Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekitarrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankreatitis.



Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. K. Tatalaksana Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilangtimbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik. Penatalaksanaan Non-Bedah Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid. Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.



Penatalaksanaan Bedah a. Kolesistektomi Terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. b. Kolesistektomi Laparotomi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis



keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. c. Disolusi Kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu. d. Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu. Pasien dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilakukan metode ini. Namun pada anak-anak penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang tinggi.



Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan



seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.



L. Prognosis Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.



DAFTAR PUSTAKA



1.



Mansjoer, et. al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. p313 -7



2.



Astri SW. Patogenesis Batu Empedu Volume I Edisi I. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. 2010. p40-9



3.



De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC. 1998



4.



Sharada B, Srinivas D. Clinical Study of Cholelithiasis. International Journal of Scientific Study. 2017; 5(3): p210-5



5.



Jill GM. Cholelithiasis. Journal of the American Academy of Physician Assisstants. 2013;26(12):p54-5