Laporan Kasus Rtensi Bayi Gemeli [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. SF



Umur



: 32 Tahun



Alamat



: Ds. Malitumbo, Kolono



Agama



: Islam



Suku



: Bugis



Pekerjaan



: PNS



No. RM



: 49 89 68



Tanggal perawatan



: 27-29 November 2018



ANAMNESIS Autoanamnesa pada 27 November 2018 Pukul 09.00 WITA Autoanamnesis pada 28 November 2018 post operasi Keluhan utama



: Janin tidak lahir



Anamnesis terpimpin : Pasien merupakan pasien rujukan, dengan keluhan janin II tidak lahir. Janin II tidak lahir, sejak janin I lahir ± 10 jam yang lalu. Pasien mengeluh, nyeri perut tembus belakang, terdapat pelepasan lendir dan darah, air-air (+) merembes. Keluhan lain nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), sakit kepala (-) riwayat trauma (-), BAB dan BAK lancar seperti biasa. Tali pusat terklem (+). Riwayat penyakit lain, DM (-), HT (-), Asma (-), Alergi (-). Riwayat ANC di posyandu tiap bulan dan di praktek dr, Sp.OG 2 kali dengan hasil USG pada Oktober 2018 janin ganda dalam keadaan hidup, cairan ketuban cukup, letak kepala. Riwayat imunisasi TT (+) 2 kali. Riwayat menggunakan KB (+) KB Suntik. Riwayat haid pasien teratur. HPHT: 18 Februari 2018. TP: 25 November 2018. Riwayat obstetrik: GIPIIAO :



1



I/2014/aterm/♀/ditolong bidan/BBL : 3500gr II/2018/aterm/♀/ditolong bidan/ Janin I : BBL : 2500gr, janin II : belum lahir PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum : Kesadaran : Tanda vital Tekanan darah : Nadi : Pernapasan : Suhu : Pemeriksaan Fisik Kepala : Mata : Leher : Thoraks :



Sakit sedang Compos mentis 140/80 mmHg 82 x/menit 18 x/menit 36,7oC Normosefal Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Pembesaran kelenjar (-/-), JVP dalam batas normal Inspeksi : simetris kanan=kiri, deformitas (-) Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-) Perkusi : sonor kanan=kiri Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),



Jantung



wheezing (-/-) : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-), batas



Abdomen Alat genitalia Ekstremitas Refleks



: : : :



jantung kesan normal status obstetri Pelepasan darah (+), lendir (+), air-air (-) Edema (-/-), varises (-/-) Fisiologis (+/+), patologis (-/-)



Status Obstetrik 1. Pemeriksaan Luar - Palpasi : Leopold 1 : TFU = di tengah, antara umbilikus dan processus xyphoideus Leopold 2 : Sulit dinilai-letak lintang Leopold 3 : Sulit dinilai Leopold 4 : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul. 5/5 - His : 3 x 10 menit (35”35”40”) - DJJ : (-) tidak ada DJJ - TBJ : 2600 gr 2. Pemeriksaan Dalam Vagina : - Vulva/Vagina : Dalam batas normal - Porsio : lunak, tipis 2



-



Pembukaan Ketuban Presentasi UUK Panggul Penurunan Pelepasan



: lengkap : Pecah, merembes : teraba tangan janin dan tali pusat janin I yang terklem : Sulit dinilai : Kesan cukup : Tidak ada penurunan : Air-air, Lendir, darah



PEMERIKSAAN PENUNJANG  Laboratorium



Laboratorium



Tanggal 27/11/2018



WBC RBC HB HCT PLT BT CT



Tanggal 28/11/2018



Darah Rutin 13,08 + x 10^3/uL 3.03 - x 10^6/uL 8.8 - g/dL 26.9 - % 129 - x 10^3/uL 2’04” 7’08” 



WBC RBC HB HCT PLT BT CT



Darah Rutin 10,37 + x 10^3/uL 2.81 - x 10^6/uL 8.2 - g/dL 25.2 - % 229 x 10^3/uL 2’04” 7’08”



USG Tanggal 27/11/2018 Gravid tunggal + IUFD + UK.35 minggu + AFI N + Letak lintang + penumbungan tangan + DJJ (-)



RESUME Pasien merupakan pasien rujukan, dengan keluhan janin II tidak lahir. Janin II tidak lahir, sejak janin I lahir ± 10 jam yang lalu. Pasien mengeluh, nyeri perut tembus belakang, terdapat pelepasan air-air, lendir dan darah. Keluhan lain mual (+), nyeri perut (+), BAB dan BAK lancar seperti biasa. Tali pusat terklem (+). Riwayat ANC di posyandu tiap bulan dan di praktek dr.Sp.OG 2 kali dengan hasil USG pada Agustus 2018 janin dalam keadaan hidup, tidak ada lilitan, cairan ketuban cukup, letak kepala, TP 25/11/2018. Riwayat imunisasi TT (+) 2 kali. HPHT: 18 Februari 2018. TP: 25 November 2018. Riwayat obstetrik: GIIPIIAO : I/2014/aterm/♀/ditolong bidan/BBL : 3500gr II/2018/aterm/♀/ditolong bidan/ Janin I : BBL : 2500gr, janin II : belum lahir.



3



Pemeriksaan fisik, konjungtiva anemis (+/+), bunyi nafas vesikuler (+/+). Pemeriksaan abdomen status obstetri : L1 : TFU = di antara processus xyphoideus dan umbilikus, L2 : sulit dinilai letak lintang, L3 : sulit dinilai, L4 : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul 5/5, HIS : 3 x 10 menit (35”35”40”), DJJ : (-). Pembukaan lengkap, ketuban pecah merembes, lendir darah (+) presentasi teraba tangan janin dan tali pusat janin I yang terklem, tidak ada penurunan. Hasil USG Tanggal 27/11/2018 Gravid tunggal + IUFD + UK.35 minggu + AFI N + Letak lintang + penumbungan tangan + DJJ (-). Pemeriksaan laboratorium tanggal 27/11/2018 : WBC: 13,08, Hb: 8.8, PLT : 129. DIAGNOSA KERJA GIIPIIA0 + gravid aterm + inpartu kala II + letak lintang + Retensio janin II (gemelli) + IUFD + Penumbungan Tangan



PERENCANAAN -



Observasi tanda-tanda vital Pasang Kateter IVFD RL 28 TPM Injeksi Cefotaxim 1 gr Rencana Operasi Cito



FOLLOW UP Hari/Tanggal Selasa,27/11/2018 12.00



Perjalanan Penyakit S: - Janin tidak lahir, keluar darah dan lendir dari jalan lahir. - Nyeri perut (+) mual (+) O: T : 140/80 mmHg N : 82 x/menit P : 18 x/menit S : 36,5oC DJJ : (-), His : 3 x 10m (35”35”40”) Konjungtiva anemis (-/-) Pemeriksaan Abdomen, status 4



Rencana Terapi - Observasi tanda-tanda vital - Pasang Kateter - Injeksi Ceftriaxon 1 gr - Rencana Operasi Cito



obstetri : Pemeriksaan Luar Leopold 1 : TFU = di tengah, antara umbilikus dan processus xyphoideus Leopold 2 : Sulit dinilai-letak lintang Leopold 3 : Sulit dinilai Leopold 4 : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul. 5/5 Pemeriksaan Dalam Vagina : Vulva/Vagina : Dalam batas normal Porsio : lunak, tipis Pembukaan : lengkap Ketuban : Pecah merembes Presentasi: teraba tangan janin dan tali pusat janin I yang terklem UUK : Sulit dinilai Panggul : Kesan cukup Penurunan : tidak ada penuruna Pelepasan : Lendir darah Lab :27/11/18 Darah Rutin : WBC: 13,08 Hb: 8.8 PLT : 129 A : GIIPIIA0 + gravid aterm + inpartu kala II + letak lintang + Retensio janin II (Gemelli) + IUFD + 17.00 WITA



Penumbungan Tangan S: Pasien telah di operasi



5



- Observasi tanda-tanda



A : POH0 + P3A0 + Gravid Aterm + letak lintang + Retensio janin II (Gemelli) + IUFD + Penumbungan Tangan



vital - IVFD RL 20 tpm - Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam/IV - Inj. Ketorolac 1 Amp/8 jam/IV - Cek Darah rutin post op



Rabu, 28/11/2018



S: CM, pusing (+), Kembung (+),



- Observasi tanda-tanda



Visite dr. Mono



nyeri ulu hati, nyeri bekas op



vital - IVFD RL 20 tpm - Inj. Cefotaxime 1 gr/12



O: T : 120/90 mmHg N : 84 x/menit



jam/IV - Inj. Ketorolac 1



P : 18 x/menit S : 36,8oC



Amp/12 jam/IV



Pemeriksaan Abdomen Mammae : Bengkak (-/-) Asi : (-/-) TFU : Setinggi 2 jari di bawah pusat Verban : Kering Lokia : rubra minimal BAB : (-) sejak kemarin BAK : kateter (+) 300 cc/6 jam Lab :28/11/18 Darah Rutin : WBC: 10,37 Hb: 8.2 PLT : 229 A : POH1 + P3AO + Sc ec. ( Letak lintang + Retensio janin II (gemelli) + IUFD ) + Penumbungan Tangan 6



+ Antasida sirup 3x1C



Kamis,29/11/2018 S: nyeri bekas op 09.00 WITA



- Observasi tanda-tanda



O: T : 120/80 mmHg



Visite dr.Indra



N : 80 x/menit P : 18 x/menit S : 36,6oC Pemeriksaan Abdomen



vital - Antasida sirup 3x1C - Asam mefenamat 500mg tab. 3x1 - SF tab 2x1 - Aff infus - Aff kateter



Mammae : Bengkak (-/-) Asi : (-/-) TFU : Setinggi 2 jari di bawah pusat Verban : Kering Lokia : rubra minimal BAB : (-) sejak kemarin BAK : kateter (+) 700 cc/12 jam A : POH2 + P3A0 + Sc ec. ( Letak lintang + Retensio janin II (gemelli) Jumat ,



+ IUFD ) + Penumbungan Tangan S: nyeri bekas operasi berkurang



30/11/2018



O:



08.30 WITA



T : 120/80 mmHg N : 88 x/menit P : 24 x/menit S : 36,5oC Pemeriksaan Abdomen Mammae : Bengkak (-/-) Asi : (-/-) TFU : Setinggi 2 jari di bawah pusat Verban : Kering Lokia : rubra minimal BAB : dbn BAK : dbn



7



- Antasida sirup 3x1C - Asam mefenamat 500mg tab. 3x1 - SF tab 2x1 - Pasien boleh pulang



A : POH3 + P3A0 + Sc ec. ( Letak lintang + Retensio janin II (gemelli) + IUFD ) + Penumbungan Tangan



8



DOKUMENTASI



OPERASI Plasenta



Tampak gambar janin yang telah



meninggal ♂, 2700 gr



9



10



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Retensi Janin Gemeli 1. Definisi Janin kembar kedua yang interval kelahirannya melebihi 30 menit setelah kelahiran pervaginam janin kembar pertama disebut sebagai retensi janin kembar kedua.1 2. Etiologi Penyebab retensi janin kembar kedua adalah inersia uterus (90%), malpresentasi (60%) dan persalinan yang tidak ditangani secara profesional, misalnya persalinan yang dilakukan di rumah (23%). Retensi janin kembar kedua sering mengalami morbiditas dan mortalitas perinatal yang tinggi. Angka kematian dalam kasus retensi janin kembar kedua sangat tinggi.1 Semakin lama interval kelahiran antara janin pertama dan janin kembar kedua, maka semakin besar risiko kematian untuk kembar ke-2, dan selanjutnya. Faktor utama yang terkait dengan kematian perinatal adalah skor Apgar rendah (100%), presentasi cephalic (64%) dan bayi berat lahir sangat rendah (29%). Hasil perinatal yang buruk merupakan konsekuensi langsung dari hipoksia intrapartum, cedera tali pusat atau abruptio plasenta, dan komplikasi maternal sebagai akibat dari intervensi untuk menyelamatkan janin kembar kedua.1,2 3. Epidemiologi Di negara Nigeria, retensi janin kembar kedua mencapai angka 7,9% dari semua persalinan kembar. Kriteria ibu yang mengalami retensi janin kembar, dengan status belum menikah sekitar 86,8% dan dengan status sosial ekonomi rendah sekitar 82,9%.2 Analisis lebih lanjut, kematian perinatal mencapai angka 93,4% dari kematian terjadi di antara kasus yang 11



dirujuk dari rumah, pusat perawatan kesehatan primer, dan rumah sakit bersalin. Pada sekitar 57,4% kasus, kematian perinatal terjadi pada pasien yang tiba di rumah sakit setelah empat jam kelahiran kembar pertama.2,3 Faktor-faktor yang bertanggung jawab atas penurunan insiden retensi janin kembar kedua ini dapat dikaitkan dengan peningkatan kesadaran tentang bahaya persalinan kehamilan kembar di pusat kesehatan yang tidak dilengkapi untuk menangani kasus kegawatdaruratan obstetri. Sebagian besar kasus masuk kelompok sosial ekonomi miskin yang tidak bisa membayar perawatan berkualitas atau memiliki batasan budaya untuk bersalin di rumah sakit.2,4 4. Tata laksana Pada kasus retensi janin kembar kedua, maka perlu di evaluasi situs janin kembar kedua tersebut. Pemeriksaan sonografi digunakan untuk membantu mengevaluasi posisi dan status janin yang tersisa setelah janin pertama lahir. Bila janin kedua dalam letak lintang, denyut jantung janin tidak teratur, terjadi prolaps funikuli, solusio plasenta, atau persalinan spontan tidak terjadi dalam 15 menit, maka janin perlu dilahirkan dengan tindakan obstetrik karena risiko akan meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam hal letak lintang dicoba untuk mengadakan versi luar dan bila tidak berhasil, maka segera dilakukan versi-ekstraksi tanpa narkosis.4,5 Studi oleh Ezechi O C, et al menyatakan bahwa retensi janin kembar kedua adalah indikasi untuk tindakan seksio sesarea. Studi ini menunjukkan bahwa tren tindakan seksio sesarea mencapai angka 61,2% untuk kasus ini. Oleh karena itu, pelaksanaan persalinan kembar harus dilakukan di institusi kesehatan yang lengkap dalam hal staf yang memadai termasuk ahli neonatologi. Tata laksana awal dengan menggunakan vakum ekstraksi dan seksio 12



sesarea untuk janin kembar kedua dapat menyelamatkan bayi.5 Pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi cunam pada letak kepala dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. Seksio sesaria pada kehamilan kembar dilakukan atas indikasi janin dalam letak lintang, prolaps funikuli, dan plasenta previa.5,6 5. Komplikasi Retensi janin kembar kedua 2 berkaitan erat dengan tingginya frekuensi kematian perinatal dan komplikasi maternal. Oleh karena itu, langkah-langkah tindakan harus diambil untuk memastikan persalinan kembar tersebut dilakukan di tempat yang dilengkapi fasilitas memadai.5,6 Selain itu, kelahiran janin kembar kedua lebih dari 30 menit dapat menimbulkan insufisiensi uteroplasental, karena berkurangnya volume uterus dan juga dapat terjadi solusio plasenta sebelum janin kembar kedua dapat dilahirkan.4,5 Studi oleh Onwudiegwu, et al mengkonfirmasi dalam penelitian mereka bahwa keterlambatan dalam merujuk rumah sakit adalah penyumbang yang utama untuk morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal yang tinggi. Maka semakin tinggi angka keterlambatan penanganan maternal dan perinatal, maka morbiditas dan mortalitas akan terus tinggi.5,6 Studi penelitian oleh Ezechi, OC, et al, menyatakan



bahwa peningkatan risiko kematian perinatal terjadi pada pasien yang tiba di rumah sakit setelah empat jam kelahiran kembar pertama. Perbandingan mortalitas janin dan



13



interval waktu kelahiran antara janin kembar pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini.1 Tabel 1. Perbandingan mortalitas janin dan interval waktu kelahiran antara janin kembar pertama dan kedua1 A. Kematian Janin Dalam Rahim 1. Definisi Secara umum, Intra Uterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam rahim (KJDR) mencakup semua kematian janin yang beratnya 500 gram atau lebih terjadi selama kehamilan (kematian antepartum) atau selama persalinan (intrapartum). Tapi kematian janin yang beratnya kurang dari 500 gram (sebelum 22 minggu) telah mendapat etiologi yang berbeda dan biasanya disebut aborsi.7,8 Menurut WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. IUFD menurut ICD 10 – International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional ≥ 22 minggu.7,8 2. Epidemiologi Pada tahun 2006, data dari National Vital Statistics Report menunjukkan tingkat kelahiran rata-rata nasional AS 6,05 per 1000 kelahiran, 3% lebih rendah dari tahun 2005. Di seluruh dunia, tingkat ini sangat bervariasi tergantung pada kualitas perawatan medis yang tersedia di negara ini. Pada tahun 2009, perkiraan jumlah kelahiran mati di dunia adalah 2,64 juta. Angka kelahiran mati di seluruh dunia menurun sebesar 14,5% dari 22,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1995 menjadi 18,9 per 1000 kelahiran pada tahun 2009.8,9 Tingkat kematian janin antara usia kehamilan 20-27 minggu tetap stabil 3,2 per 1.000 kelahiran, sementara tingkat kematian janin di luar



14



usia kehamilan 28 minggu sedikit menurun dari 4,3 menjadi 3,0 per 1.000 kelahiran sejak 1990-an. Pada tahun 2001 tingkat kelahiran mati 5.5 per 1000 kelahiran hidup pada ibu kulit putih dan 12.1 per 1000 pada ibu kulit hitam. Menurut analisis statistik vital A.S. antara tahun 1995 dan 1998, peningkatan risiko kelahiran mati pada kulit hitam dibandingkan dengan kelahiran mati pada kulit putih. Kematian janin tunggal pada kehamilan kembar tidak jarang terjadi; insiden yang dilaporkan berkisar antara 0,5% hingga 6,8%.10 3. Faktor Risiko Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko kematian janin, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Resiko terkait usia ini cenderung lebih berat pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple, diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.10 Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah resiko kematian janin. Merokok meningkatkan risiko retardasi pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama khususnya pada kehamilan prematur.11 Berat badan ibu pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi resiko IUFD. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan (IMT 25-29,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan IMT ≤ 19,9. Resiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT ≥ 30). Kenaikan berat badan



15



yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak mempengaruhi risiko IUFD.10 Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi resiko terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki risiko dua kali lipat menderita IUFD.11 4. Etiologi Kematin janin dapat disebabkan oleh faktor maternal (5-10%), fetal (25-40% ) dan kelainan plasenta (20-30%). Pada 25-35% penyebab kematian janin tidak diketahui.10 1. Faktor maternal Meskipun terlihat hanya memberikan sedikit kontribusi pada kematian janin, faktor maternal sering kurang diperhatikan. Gangguan hipertensi dan diabetes merupakan dua penyakit maternal yang sering dan menyebabkan 5-8% kelahiran mati. Wanita dengan berlebihan berat badan dan obesitas memiliki resiko kelahiran mati yang lebih tinggi. Usia reproduksi yang ekstrim bahkan bila disesuaikan dengan anomali lain dan penyakit medis maternal yang berkaitan oleh angka kematian janin yang lebih tinggi. Antibodi antifosfolipid yang memilki antikoagulan lupus dan antibodi antikardiolipin menyebabkan vaskulpati desidua, infark plasenta, perkembangan janin terhambat, abortus berulang dan kematian janin. Meskipun wanita dengan autoantibodi tersebut dan trombofilia lain jelas beresiko tinggi mengalami hasil akhir kehamilan yang tidak baik.9,10 2. Faktor fetal Beberapa tipe abnormalitas janin menyumbang sekitar 25-40% dari seluruh kelahiran mati. Sebagian besar kelahiran mati yang ditimbulkan oleh penyebab fetal kelainan kromosom yang teridentifikasi pada saat autopsi, sedangkan yang lainnya disebabkan oleh anomali struktural defek tabung saraf dan hidrops non imun merupakan penyebab tersering.10 Kelahiran mati yang disebabkan oleh infeksi janin juga sering ditemukan, terutama ketika diketahui sumber infeksi bakterial asendens pada cairan amnion dan plasenta. Infeksi bakteri, virus dan 16



protozoa lainya yang berpotensi letal meliputi gangguan yang disebabkan oleh cytomegalovirus, parvovirus B19, rubella, varicella, listerosis, borrelosis, toksoplasmosis. Selain itu, pada kehamilan multifetal dapat terjadi retardasi pertumbuhan intrauterin terkait dengan pre-eklampsia yang dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim.10,11 3. Faktor plasenta Banyak kematian janin akibat abnormalitas plasenta yang juga dikategorikan sebagai penyebab maternal dan fetal sebagai contoh solusio plasenta6. Solusio plasenta merupakan penyebab kematian janin tunggal yang paling sering teridentifikasi, sekitar 14% kelahiran mati disebabkan oleh solusio plasenta.10,11 Infeksi membrane dan plasenta yang bermakna biasanya berkaitan dengan infeksi janin. Kelahiran mati kurang bulan kemungkinan besar disebabkan infeksi tersebut yang meliputi spesies bakteri aerobik dan anaerobik serta mikoplasma dan ureaplasma. Perdarahan fetal maternal yang cukup untuk menimbulkan kematian janin dilaporkan pada 4,7% dari 319 kematian janin di Los Angeles. Meskipun biasanya spontan, perdarahan tersebut sering terjadi pascatrauma maternal yang berat.9,10 Selain itu, Insufisiensi plasental, insersi vilamentosa pada tali pusat, sindrom twin-twin transfusion merupakan penyebab umum kematian janin pada kehamilan multifetal multikorionik.10 Tabel 2. Kategori dan Penyebab Kematian Janin9 Kategori Penyebab kematian Maternal Penyakit hipertensi, diabetes, obesitas, usia > 35 tahun,penyakit tiroid, penyakit ginjal, antibodi antifosfolipid, trombofilia, merokok, obat terlarang dan alkohol, infeksi dan sepsis, persalinan kurang bulan, persalinan abnormal, ruptur uterin, kelahiran post term Fetal



Anomali kromoson, defek lahir non kromosonal, hidrops 17



non imun, dan infeksi bakteri, virus dan protoza. Plasenta



Ketuban pecah dini, solusio, perdarahan fetomaternal, gangguan tali pusat, insufisiensi plasenta, asfiksia intrapartum, plasenta previa, twin-twin transfusion, korioamnitis. Tidak terjelaskan (15-35%)



5. Patomekanisme 1. Maternal Penyakit hipertensi (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemik. Plasenta yang mengalami iskemik dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta iskemik adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya pada membran endotel pembuluh darah, serta merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membrane sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Hal ini memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan endotel pembuluh darah plasenta. Dampak pada janin bisa menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, solusio plsenta, prematuritas, sindrom distress pernapasan, dan kematian janin intrauterin.10 Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih



18



tinggi dibandingkan populasi non diabetik sedangkan diabetes tipe 2 dilaporkan 2,5 kali lipat lebih tinggi daripada wanita non diabetik. Diabetes mellitus selama kehamilan ditandai dengan adanya resistemsi insulin dan hiperinsulinemia. Resistensi ini berasal dari hormon diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas hormon pertumbuhan, corticotrophin releasing hormone, placental lactogen, dan hormon progesteron. Hormon ini akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus selama kehamilan akibat fungsi pankreas yang tidak cukup untuk mengatasi keadaan resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormon diabetogenik selama kehamilan. Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu yang diabetes biasanya lebih besar, dan bisa terjadi pembesaran organ-organ lainya. Ibu hamil dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati.9,10 Infeksi maternal dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin. Plasenta dan janin dapat terinfeksi melalui transmisi transplasental (hematogen). Proporsi kematian janin terkait infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus kematian janin. Infeksi virus kongenital cytomegalovirus (CMV) juga sering dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu kematian janin10. 2. Fetal Kelainan kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13. Sebagian besar



19



janin dengan malformasi mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika8,10. Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi plasenta. Pertumbuhan janin terhambat adalah penyebab penting IUFD. PJT diketahui berhubungan dengan kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia. Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu, resiko IUFD juga semakin meningkat9,10. 3. Plasenta Sejumlah kelainan plasenta berhubungan dengan IUFD misalnya inflamasi membran, kompresi tali pusat, lesi akibat insufisiensi vaskular uteroplasental yang tampak sebagai infark dan arteriopati desidua dan tanda adanya solusio plasenta6. Soluisio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir. Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat impantasinya pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Dari banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel yang disebabkan oleh iskemik dan hipoksia. Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses yang terdiri atas pembentukan hematoma yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan.



20



Kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya arteri spiralis dalam desidua yang mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari sirkulasi maternal dan plasenta ke sirkulasi janin. Fungsi plasenta akan terganggu apabila peredaran darah ke plasenta mengalami penurunan berarti. Sirkulasi darah ke plasenta menurun manakala ibu mengalami perdarahan banyak dan akut seperti syok. Pada keadaan sepert ini darah dari arteriola spiralis tidak lagi bisa mengalir ke dalam ruang intervillus. Hal ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin yang berada dalam kapiler vili berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin yang bisa berdampak pada kematian janin9,10. Kompresi tali pusat dapat menghambat aliran darah dan oksigen ke janin akibat tertekannya arteri umbilikalis sehingga dapat menyebabkan iskemik, hipoksia dan kematian janin. Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian pada janin10. 6. Diagnosis 1. Anamnesis Anamnesis dilakukan untuk memantau kesejahteraan janin, ditanyakan aktifitas gerakan janin pada ibu hamil, bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokografi. Selain itu pentingnya menanyakan riwayat obstetri, keguguran berulang, anak sebelumnya dengan anomali, kondisi turun temurun, atau pembatasan pertumbuhan, hipertensi gestasional sebelumnya atau preeklampsia, diabetes melitus gestasional sebelumnya (GDM), abrupsi plasenta sebelumnya, kematian janin sebelumnya. Riwayat kehamilan ibu saat ini seperti usia kehamilan pada kematian janin, komplikasi kehamilan multifetal, trauma abdomen, infeksi. Riwayat keluarga aborsi spontan berulang, anomali kongenital atau kariotipe abnormal, kondisi herediter atau sindrom, keterlambatan perkembangan. Riwayat medis ibu seperti diabetes mellitus, hipertensi kronis, trombofilia, penyakit autoimun,



21



epilepsi, anemia berat, penyakit jantung atau merokok, alkohol, obatobatan atau penggunaan obat-obatan10. 2. Pemeriksaan Klinis Pada inspeksi abdomen didapatkan tinggi fundus uteri berkurang atau lebih rendah dari usia kehamilan. Pada palpasi tonus uterus menurun dan terasa lunak serta kontraksi Braxton-Hicks tidak mudah dirasakan dan tidak teraba gerakan janin. Pada auskultasi tidak terdengar denyut jantung janin11. 3. Pemeriksaan penunjang a. Ultrasonografi Saat dugaan kematian janin, pemeriksaan ultrasonografi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk menentukan usia kehamilan dan memperkirakan ukuran janin. Pada saat konfirmasi ultrasonografi harus mencakup kemungkinan kelainan janin, biometri janin dan penilaian volume cairan ketuban. Hal ini memungkinkan visualisasi langsung jantung janin, dan pandangan dapat dilengkapi dengan warna Doppler pada jantung dan tali pusar10. Gambaran yang diperoleh dari pemeriksaan berupa kurangnya gerakan janin (termasuk jantung) selama periode pengamatan 10 menit dengan sonar real-time merupakan bukti kuat kematian janin, secara bertahap terdapat oligohidramnion dan hancurnya tulang kranial. Penggunaan ultrasound juga memfasilitasi visualisasi fitur sekunder lainnya seperti hidrops janin, polihidramnion, anhidramnion, tulang tengkorak yang tumpang tindih dan edema kulit9,11.



Gambar 4. Hasil USG menunjukkan tulang



22



tenggkorak janin yang tumpang tindih b. Foto Polos Abdomen Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan. Pada foto polos didapatkan gambaran berupa Spalding sign gambaran tulang tengkorak yang saling tumpang tindih dan tidak teratur karena pencairan otak dan perlunakan struktur ligament. Gambaranan janin ini biasanya muncul setelah 7 hari setelah kematian janin. Gambaran lain seperti hiperefleksi tulang belakang (Naujokes’s Sign), hiperekstensi tulang leher (Gerhard’s Sign), gelembung gas (Robert’s sign) pada bilik jantung dan pembuluh darah besar yang muncul setelah 12 jam dan femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan9.



Gambar 5. Foto Polos Abdomen menunjukan janin tunggal dengan gambaran tulang tengkorak yang saling tumpang tindih dan tidak teratur (Spalding sign) dan hiperefleksi tulang belakang (Naujokes’s Sign) c. Laboratorium10,11 Tes laboratorium harus direkomendasikan untuk mengetahui tentang penyakit ibu atau faktor resiko yang mungkin menyebabkan IUFD atau kelahiran mati.10,11 1) Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah lengkap dapat membantu dalam mendeteksi infeksi sebagai penyebab kematian janin, anemia pada ibu yang mungkin mengindikasikan kondisi seperti thalassemia, kadar trombosit rendah, Penanda preeklampsia, penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dan Idiopathic Thrombocytopenia



23



Purpura (ITP). Jumlah trombosit untuk mengetahui DIC (diulang dua kali seminggu) 2) Uji koagulasi maternal Pemeriksaan darah untuk memeriksa kadar fibrinogen dan waktu tromboplastin parsial secara berkala. Bila kematian janin lebih dari 34 minggu kadar fibrinogen menurun dengan kecenderungan terjadinya koagulopati6. 3) Serologi Serologi untuk Cytomegalovirus, Toxoplasma dan Parvovirus B19 harus dilakukan setelah IUFD. Rubella dan Sifilis juga harus disertakan jika belum dilakukan selama masa antenatal. Transmisi toksoplasmosis ibu-janin tergantung pada waktu infeksi ibu, semakin dini janin memperoleh infeksi, semakin parah konsekuensinya, namun transmisi ibu-janin lebih mungkin terjadi pada kehamilan lanjut. 4) Pemeriksaan golongan darah dan antibodi Pemeriksan golongan darah dan antibodi harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit hemolitik karena sensitisasi ibu terhadap antigen sel darah merah, misalnya Rh D dan Kell. 5) Fungsi Hati Kelainan pada fungsi hati juga merupakan penanda hepatitis virus, sitomegalovirus, dan toxoplasmosis. Fungsi hati yang abnormal juga telah dikaitkan dengan hati berlemak akut kehamilan dan sindrom HELLP (Haemolysis, Elevated Liver function, Low Platelet) 6) HbA1c Gestational diabetes mellitus (GDM) didefinisikan sebagai intoleransi karbohidrat dengan tingkat keparahan bervariasi dengan onset atau pengenalan pertama selama kehamilan. HbA1c memantau glikemia selama 3 bulan sebelumnya dengan merefleksikan konsentrasi glukosa rata-rata selama umur sel darah merah dan oleh karena itu dapat memberikan informasi untuk membantu pertimbangan kontribusi diabetes terhadap kematian janin. 7. Evaluasi Kelahiran Bayi Penentuan penyebab kematian janin membantu adaptasi fisiologis terhadap rasa kehilangan yang besar, membantu mengatasi rasa bersalah yang merupakan bagian dari rasa berkabung, membuat konseling dengan



24



memperhatikan rekurensi sehingga lebih akurat,dan dapat memastikan terapi atau intervensi untuk mencegah hasil akhir yang sama pada kehamilan berikutnya. Identifikasi sindrom yang diturunkan juga member informasi yang berguna untuk anggota keluarga yang lain.10 1. Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan janin, plasenta, dan membran secara cermat harus dilakukan saat kelahiran dan dicatat pada status. Rincian kejadin prenatal yang relevan juga disertakan. Fotograf harus diambil untuk didokumentasikan bila memungkinkan dan gambaran radiografi janin secara lengkap “fetogram” dapat dilakukan.10,11 Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadi perubahan-perubahan berikut : a. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan (setengah matang) b. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas. c. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat. d. Maserasi grade III (durasi >8 hari) : hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat edema dibawah kulit.12,13



25



Gambar 6. A) Kematian janin < 6 jam tampak kulit hiperemia dan terdapat peteki pada dada. B) Kematian janin sekitar 8 jam tampak kulit mengelupas diameter 1 cm. C) Kematian janin 36 jam tampak kulit mengelupas dan terdapat kompresi tulang tengkorak. D) Kematian janin 34 hari tampak pengelupasan kulit yang luas. E) Kematian janin 1 minggu tampak pengelupasan kulit, overllaping sutura dan mulut terbuka. F) Overllaping sutura janin Tabel 2. Protokol Pemeriksaan Kelahiran Mati6 Deskripsi bayi Malformasi Pewarnaan pada kulit Derajat maserasi Warna (pucat, plektorik) Korda umbilkius Prolapsus Lilitan (leher,lengan kaki) Hematoma atau striktur Jumlah pembuluh darah Panjang Wharton jelly (normal/tidak ada) Cairan amnionik Warna (mekonium, darah) Konsistensi Volume Plasenta Berat Pewarnaan (mekonium) Bekuan yang melekat Abnormalitas structural (lobus circumvallata Membrane



atau lobus accecorius, insersi velamentosa) Berwarna (mekonium, berkabut) Menebal



2. Evaluasi Laboratorium



26



Jika autopsi dan pemeriksaan kromoson dilakukan, hingga 35 % kelahiran mati diketahui mengalami anomali struktural mayor. Sekitar 20% menunjukan gambaran dismorfik atau abnormal skeletal dan 8% mengalami abnormalitas kromosonal. The American College of Obstetricians dan Gynecologists (2009) merekomendasikan karyotiping secara ideal pada semua kelahiran mati. Tanpa anomali morfologis, hingga 5% kelahiran mati memilki abnormalitas kromosonal.8,11 Persetujuan yang sesuai harus dilakukan untuk mengambil sampel jaringan fetus, termasuk cairan yang didapatkan pasca-mortem oleh aspirasi jarum. Darah janin sebanyak 3 ml yang diambil dari arteri umbilikalis (pilihan utama) atau punksi kardiak, diletakan dalam tabung steril yng telah diheparinisasi untuk pemeriksaan sitogenik. Jika darah tidak bisa didapatkan, The American College of Obstetricians dan Gynecologists (2009) merekomendasikan setidaknya satu dari beberapa sampel dibawah ini6 : a. Blok plasenta sekitar 1x1 cm yang diambil dibawah insersi tali pusat pada spesimen yang terpisah. b. Segmen korda umbilikalis sepanjang sekitar 1,5 cm c. Spesimen jaringan internal janin seperti taut kostokondral atau patella. Jaringan dicuci dengan salin steril sebelum diberikan larutan Ringer Laktat atau medium sitogenik yang steril. Peletakan sampel di dalam formalin atau alkohol dapat membunuh sisa sel yang masih hidup dan mempersulit analisis sitogenik.9,10 3. Autopsi Autopsi lengkap berkemungkinan lebih besar menyediakan informasi yang bermakna.9,10 8. Penatalaksanaan Bila diagnosis kematian janin telah ditegakan, dilakukan pemeriksaan tanda vital ibu, dilakukan pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan darah dan gula darah. Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang kemungkinan penyebab kematian janin, rencana



27



tindakan, dukungan mental emosional pada penderita dan keluarga, yakinkan bahwa kemungkinan lahir pervaginam. Persalinan pervaginam dapat ditunggu lahir spontan setelah 2 minggu, umunya tanpa komplikasi. Persalinan dapat terjadi secara aktif dengan induksi persalinan dengan oksitosin atau misoprostol. Induksi persalinan dapat dikombinasi oksitosin dan misoprostol. Hati hati pada induksi dengan uterus pasca seksio sesarea ataupun miomektomi, bahaya terjadinya rupture uteri.8,10 Metode terminasi : 1. Infus oksitosin Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan ringer laktat melalui tetesan infus intravena. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan ringer laktat dengan kecepatan 30 tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan9,10. 2. Prostaglandin Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian dapat diulang setelah 6-8 jam. Pada kematian janin 2428 minggu dapat digunakan misoprostol secara vaginal 50-100 mikrogram setiap 4-6 jam dan induksi oksitosin. Pada kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol 25 mikrogram pervaginam/6jam.10,11 3. Sectio caesarea



28



Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang dinilai dengan plasenta previa, bekas SC (dua atau lebih) dan letak lintang9,10. 4. Embriotomi Embriotomi adalah suatu tindakan bantuan persalinan dengan cara merusak atau memotong bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam, tanpa melukai ibu. Terdapat sejumlah tindakan pembedahan obstetri yang bertujuan untuk memperkecil ukuran kepala, memperkecil ukuran bahu atau volume rongga dada pada janin mati dengan tujuan agar dapat dilahirkan per vaginam. Pada era modern tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi dan digantikan dengan tindakan sectio caesar yang dianggap lebih aman untuk keselamatan ibu8,10. Indikasi: 1. Janin mati dan ibu dalam keadaan bahaya (maternal distress) atau 2. Janin mati dan tak mungkin lahir secara spontan Syarat: 1. Janin sudah mati, kecuali pada kasus hidrosepalus, hidrops fetalis atau pada kleidotomi 2. Conjugata vera lebih dari 6 vm 3. Pembukaan servik > 7 cm 4. Ketuban sudah pcah 5. Jalan lahir normal Jenis Tindakan dalam embriotomi adalah: a. Kraniotomi b. Kleidotomi c. Eviserasi dan Eksenterasi d. Spondilotomi e. Pungsi 9. Komplikasi Kecemasan psikologis sering menjadi masalah, kematian janin secara psikologis sangat traumatik untuk wanita dan keluarganya. Stress yang lebih lanjut terjadi pada interval lebih dari 24 jam antara diagnosis kematian janin dan induksi persalinan, tidak bisa melihat bayinya seprti 29



yang diinginkan dan tidak memiliki sesuatu untuk dikenang. Wanita yang mengalami kelahiran mati atau bahkan keguguran dini beresiko lebih tinggi mengalami depresi pasca partum dan sebaiknya dilakukan pemantauan secara cermat9,10 Infeksi terjadi terutama pada saat selaput ketuban pecah, infeksi ini memmbentuk gas biasa disebabkan oleh organisme seperti Cl. Welchii.3 Kelainan koagulasi darah jarang terjadi. Namun jika janin dipertahankan lebih dari 4 minggu (10-20%), ada kemungkinan defibrinasi dari 'silent' Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Hal ini karena terjadi secara bertahap penyerapan tromboplastin, terbebas dari plasenta mati dan desidua, ke dalam sirkulasi ibu6. Selama persalinan bisa terjadi inersia uteri sehingga plasenta tertahan dan menimbulkan perdarahan pascapersalinan.9,11 10. Pencegahan Upaya pencegahan kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Kehamilan setelah kelahiran mati sebelumnya yang disebabkan oleh solusio plasenta dan persalinan kurang bulan memilki kemungkinan besar untuk berulang sedangkan yang disebabkan oleh infeksi dan kehamilan multifetal lebih jarang terjadi8,10. Beberapa faktor resiko yang dapat dimodifikasi seperti kontrol hipertensi, dan diabetes telah dilakukan. Hampir seluruh kematian janin berhubungan dengan perkembangan janin terhambat, penilaian anatomis dengan ultrasonografi fetal dilakukan pada pertengahan kehamilan dan diikuti oleh pemeriksaan perkembangan serial yang dimulai pada 28 minggu8,10. Risiko kekambuhan kelahiran mati masih bervariasi antara 0-8%. Risiko kekambuhannya meliputi kelainan keturunan, diabetes, hipertensi, trombofilia, solusio plasenta dan malformasi kongenital janin. Sementara IUFD tidak dapat dicegah secara total, panduan berikut mungkin bisa membantu untuk mengurangi kekambuhannya :



30



1. Konseling dan perawatan pra-konseptional sangat penting untuk mencegah terjadinya kelompok risiko tinggi. 2. Diagnosis pralahir atau amniosentesis pada kasus tertentu. 3. Untuk menyaring "ibu yang berisiko" selama perawatan antenatal.



BAB III 31



PEMBAHASAN Pasien merupakan pasien rujukan, dengan keluhan janin II tidak lahir. Janin II tidak lahir, sejak janin I lahir ± 10 jam yang lalu. Pasien mengeluh, nyeri perut tembus belakang, terdapat pelepasan lendir dan darah, air-air (-). Keluhan lain nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), sakit kepala (-) riwayat trauma (-), BAB dan BAK lancar seperti biasa. Tali pusat terklem (+). Pemeriksaan abdomen status obstetri : L1 : TFU = di antara processus xyphoideus dan umbilikus, L2 : sulit dinilai-letak lintang, L3 : sulit dinilai, L4 : Bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul 5/5, atau tidak ada penurunan. Janin ke II yang interval kelahirannya melebihi 30 menit setelah kelahiran pervaginam janin kembar pertama disebut sebagai retensi janin kembar kedua. Sesuai dengan kasus, keluhan janin II tidak lahir. Janin II tidak lahir, sejak janin I lahir ± 10 jam yang lalu. Persalinan yang tidak ditangani secara profesional, misalnya persalinan yang dilakukan di rumah atau pada fasilitas kesehatan primer dengan fasilitas tidak memadai merupakan etiologi retensi janin. Retensi janin kembar kedua sering mengalami morbiditas dan mortalitas perinatal yang tinggi. Angka kematian dalam kasus retensi janin kembar kedua sangat tinggi. Semakin lama interval Hasil perinatal yang buruk merupakan konsekuensi langsung dari hipoksia intrapartum, cedera tali pusat atau abruptio plasenta,, dan selanjutnya. Hasil perinatal yang buruk merupakan konsekuensi langsung dari hipoksia intrapartum, cedera tali pusat atau abruptio plasenta. Sesuai dengan kasus, pasien merupakan rujukan dari PKM yang mana fasilitas tidak memadai, sehingga interval kelahiran memanjang dan hasil perinatal yang buruk, yakni risiko kematian janin merupakan konsekuensi



32



langsung dari hipoksia intrapartum, cedera tali pusat atau abruptio plasenta yang terjadi pada kasus. Pemeriksaan fisik selanjutnya, Pembukaan lengkap, ketuban (-), lendir darah (+) presentasi sulit dinilai, tidak ada penurunan. Hasil USG Tanggal 27/11/2018 Gravid tunggal + IUFD + UK.35 minggu + AFI N + Letak lintang + DJJ (-). Sesuai dengan WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist (1995) menyatakan IUFD ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, faktor fetal, dan faktor plasental. Diagnosis kematian janin ditegakkan dengan anamnesis gerakan janin menghilang, pertumbuhan janin terhenti, TFU menurun, berat badan ibu mmenurun. Dengan pemeriksaan penunjang, fetoskopi atau doppler tidak terdapat denyut jantung janin, dengan USG tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan janin. Pada pasien dilakukan terminsai kehamilan dengan seksio caesaria dan saat dilahirkan bayi tidak menangis, kulit kemerahan, tidak ada respon terhadap rangsangan, tampak lemas, tidak ditemukan denyut jantung janin, diagnosis kematian janin intrapartum dapat ditegakkan. Dari pemeriksaan klinis bayi dapat ditentukan derajat maserasinya yang berhubungan dengan waktu kematian bayi sebagai berikut : maserasi grade 0 (durasi < 8 jam), kulit kemerahan (setengah matang). Terminasi kehamilan berupa tindakan operasi seksio sesarea merupakan pilihan tindakan untuk kasus. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus IUFD yang dinilai dengan plasenta previa, bekas SC (dua atau lebih) dan letak lintang. Indikasi untuk operasi seksio sesarea pda kasus ini juga sesuai untuk keadaan janin kedua dalam letak lintang atau persalinan spontan tidak terjadi dalam 15 menit.



33



DAFTAR PUSTAKA 1.



Ezechi OC, Fasubaa OB. 2003. Retained Second Twin: Experience From Ile-



2.



Ife, Nigeria. East African Medical Journal 2003 ; 80 (2) : 110-115. Akaba, GO, Agida, TE, et al. 2013. Review of Twin Pregnancies in a Tertiary Hospital in Abuja, Nigeria. J Health Popul Nutr 2013 Jun;31(2):272-



3.



277. Babah O A, Olamijulo A, Ayanbode O S, Sanusi M M. 2014. Conservative Management Of Single Fetal Death In Twin Pregnancy At A Tertiary Health Institution In Southern Nigeria: A Case Report. IOSR Journal Of Dental And



4.



Medical Sciences Mar. 2014;13 (3)79-83. Sibuea DH. 2006. Laporan Kasus : Retensi Janin Kembar Kedua Aterm Hidup 46 Jam. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 Jun 2006 ; 39 (2)



5.



123-124. Woo HHN, Sin SY, Tang LCH. 2000. Single foetal death in twin pregnancies: review of the maternal and neonatal outcomes and



6.



management. HKMJ Vol 6 No 3. Sep 2000. 2000;6:293-300. Blickstein I, Perlman S. 2013. Single fetal death in twin gestations. J. Perinat.



7.



Med. 41 (2013) 65–69. Cunningham FG et al. 2014. Williams Obstetrics 23rd edition, United States



8.



of America: The McGraw-Hill Companies inc. Fletcher GE. 2015. Multiple Births. Available at URL



9.



http:/medicine.medscape.com. Kemenkes. 2013. Kehamilan Ganda dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan



Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 10. Mattingly PJ, et al. 2016. Evaluation of Fetal Death. Available at URL http:/medicine.medscape.com. 11. Saifudin, AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010: p. 732-735.



34