Laporan Kerja Praktik PT Asahimas Chemical [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS INDONESIA



Laporan Kerja Praktik Departemen VCM-3 PT ASAHIMAS CHEMICAL 9 Juli s.d.7 Agustus 2018



Disusun Oleh: Adilla Pratiwi



(1606831956)



Jessica



(1606883064)



Pael Desen Thesa Lonika



(1606950592)



Pembimbing: Dr. Eva Fathul Karamah, S.T., M.T Daniel Toni Meriaman, S.T.



DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2019



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Industri PT ASAHIMAS CHEMICAL



Disusun oleh: Adilla Pratiwi



(1606831956)



Jessica



(1606883064)



Pael Desen Thesa Lonika



(1606950592)



Telah diperiksa dan disetujui oleh: Pembimbing,



Daniel Toni Meriaman



Manajer Departemen VCM-3,



Manajer Divisi TEO,



Muhammad Zein



Erik Dewi Purnama



ii



Universitas Indonesia



LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK PT ASAHIMAS CHEMICAL



Disusun Oleh: Adilla Pratiwi



(1606831956)



Jessica



(1606883064)



Pael Desen Thesa Lonika



(1606950592)



Disusun untuk melengkapi prasyarat menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Kimia Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan telah disetujui dan diajukan dalam Presentasi Kerja Praktik.



Telah disahkan dan disetujui pada: Depok, 30 Oktober 2019



Mengetahui,



Menyetujui,



Koordinator Kerja Praktik



Pembimbing Departemen



Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng.



Dr. Eva Fathul Karamah, S.T., M.T



NIP.196607201995011001



NIP.197103101997022001



iii



Universitas Indonesia



RINGKASAN



PT Asahimas Chemical merupakan pabrik penghasil Vinil Klorida dan Klor Alkali terbesar di Asia Tenggara. Kompleks pabrik ASC yang terintegrasi dari proses Klor Alkali hingga proses Polivinil Klorida terletak di Cilegon, Provinsi Banten, Indonesia. Kompleks ini memproduksi bahan-bahan kimia dasar yang sangat diperlukan oleh banyak industri hilir seperti Kaustik Soda (NaOH), Klorin (Cl2), Natrium Hipoklorit (NaClO), Asam Klorida (HCl), Etilen Diklorida (EDC), Monomer Vinil Klorida (VCM) dan Polivinil Klorida (PVC). Proses produksi pada PT Asahimas Chemical mencakup proses klor – alkali (C/A), monomer vinil klorida (VCM), dan polivinil klorida (PVC) yang terintegrasi satu dengan yang lain. Pabrik VCM beroperasi untuk mengolah gas klorin dari pabrik C/A. Proses terintegrasi itu dijalankan di atas tanah dengan luas mencapai 91 hektar di Cilegon, Banten, Indonesia. Saat ini, produksi Vinil Klorida di PT Asahimas Chemical telah mencapai 800 ribu MT/tahun. Proses yang dilakukan Departemen VCM-3 adalah produksi EDC dan VCM menggunakan teknologi Oxyvinyl. Proses produksi di Departemen VCM-3 melibatkan 9 area operasi, dengan proses utama pada area 200, 300, dan 400, yang secara berturut-turut merupakan reaksi oksiklorinasi etilen, oksigen, dan asam klorida menghasilkan EDC pada reaktor OHCl, reaksi klorinasi langsung etilen dan klorin menghasilkan EDC pada reaktor HTDC, serta reaksi perengkahan EDC membentuk asam klorida dan VCM pada cracking furnace. Hasil produksi akan dijadikan bahan baku pembuatan polivinil klorida (PVC). ASC memiliki komitmen yang berkelanjutan untuk meminimalisir biaya operasi, emisi karbon serta terus melakukan perbaikan-perbaikan dengan memanfaatkan pengetahuan dan teknologi terkini. Dalam rangka menjamin kualitas produk yang dihasilkan, PT Asahimas Chemical beroperasi menggunakan peralatan, instrumentasi, dan fasilitas laboratorium yang terstandarisasi, dengan beberapa sertifikasi seperti ISO 9001 untuk mutu produk, ISO 14001 untuk lingkungan, dan OHSAS 18001 untuk bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Proses yang dilakukan Departemen VCM-3 adalah produksi EDC dan VCM menggunakan teknologi Oxyvinyl. Proses produksi di Departemen VCM-3 iv



Universitas Indonesia



melibatkan 9 area operasi, dengan proses utama pada area 200, 300, dan 400, yang secara berturut-turut merupakan reaksi oksiklorinasi etilen, oksigen, dan asam klorida menghasilkan EDC pada reaktor OHCl, reaksi klorinasi langsung etilen dan klorin menghasilkan EDC pada reaktor HTDC, serta reaksi perengkahan EDC membentuk asam klorida dan VCM pada cracking furnace. Hasil produksi akan dijadikan bahan baku pembuatan polivinil klorida (PVC).



v



Universitas Indonesia



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya, rangkaian proses Kerja Praktik di PT Asahimas Chemical dapat penulis jalankan dan selesaikan dengan baik. Kerja praktik ini dilaksanakan sebagai mata kuliah wajib Program Studi Teknik Kimia Universitas Indonesia, yang menjadi media persiapan penulis untuk menempuh kehidupan pasca kampus. Sebagai pemenuhan kewajiban dalam pelaksanaan kerja praktik, laporan ini disusun sebagai rangkuman fisik atas materi yang diperoleh selama pelaksanaan kerja praktik. Secara garis besar, laporan ini menguraikan profil perusahaan, deskripsi proses produksi yang mencakup bahan baku dan produk, aliran proses utama, utilitas, quality assurance, dan pengolahan limbah, serta tugas khusus mengenai penyelesaian masalah aktual di lapangan. Dalam penyusunan laporan ini, penulis berterima kasih atas peran orangorang berikut yang membantu penulis secara langsung dan tidak langsung menunaikan mata kuliah wajib ini, meliputi. 1. Bapak Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, M.Eng. selaku Ketua Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia dan Ketua Program Studi Teknik Kimia Universitas Indonesia. 2. Ibu Dr. Eva Fathul Karamah, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing kerja praktik. 3. Bapak Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng. selaku koordinator mata kuliah spesial Kerja Praktik. 4. Bapak Daniel Toni Meriaman selaku pembimbing tugas khusus dan pemberi materi seputar proses pada pabrik VCM-3 PT Asahimas Chemical, yang senantiasa meluangkan waktu dan usaha sebagai pembimbing utama penulis dalam pelaksanaan kerja praktik. 5. Bapak Wahyu, Bapak Jujun, Bapak Faisal dan Bapak Fraidi selaku pemberi materi teknis dan membimbing observasi peralatan di lapangan. 6. Para operator VCM-3 di distributed control system, yang memberikan wawasan teknis kepada penulis terkait aliran proses, prinsip kerja alat, dan mekanisme operasi real proses. vi



Universitas Indonesia



7. Ibu Inti, Bapak Rusman, dan seluruh staf divisi TEO yang memfasilitasi kebutuhan penulis selama pelaksanaan kerja praktik di PT Asahimas Chemical. 8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam membantu penyelesaian laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Demi perkembangan di masa mendatang, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak terkait dengan penulisan laporan kerja praktik ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



Cilegon, 7 Agustus 2019



Penyusun



vii



Universitas Indonesia



DAFTAR ISI



LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii RINGKASAN .................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii BAB I .................................................................................................................. 1 1.1.



Latar Belakang ...................................................................................... 1



1.2.



Tujuan Kerja Praktik.............................................................................. 2



1.3.



Manfaat Kerja Praktik............................................................................ 3



1.4.



Ruang Lingkup Kerja Praktik ................................................................ 4



1.5.



Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktik ....................................... 4



BAB II ................................................................................................................ 5 2.1.



Sejarah Perusahaan ................................................................................ 5



2.2.



Struktur Organisasi ................................................................................ 6



2.3.



Pengaturan dan Iklim Kerja ................................................................... 7



2.4.



Kebijakan Perusahaan di Bidang Mutu, Lingkungan, dan Kesehatan &



Keselamatan Kerja ........................................................................................... 8 2.5.



Keselamatan dan Kesehatan Kerja ......................................................... 8



2.6.



Pengelolaan Lingkungan ...................................................................... 10



2.7.



Lokasi dan Tata Letak Pabrik............................................................... 10



2.7.1.



Lokasi........................................................................................... 10



2.7.2.



Tata Letak Pabrik ......................................................................... 10



BAB III ............................................................................................................. 13 3.1.



Bahan Baku dan Produk....................................................................... 13



3.1.1.



Bahan Baku .................................................................................. 13 viii



Universitas Indonesia



3.1.2. 3.2.



Produk .......................................................................................... 14



Deskripsi Umum Proses Produksi ........................................................ 16



3.2.1.



Deskripsi Umum Pabrik C/A (Klor – Alkali) ................................ 16



3.2.2.



Deskripsi Umum Pabrik VCM (Monomer Vinil Klorida).............. 20



3.2.3.



Deskripsi Umum Pabrik PVC (Polivinil Klorida) .......................... 21



3.3.



Departemen VCM-3 ............................................................................ 22



3.3.1.



Area 100 ....................................................................................... 23



3.3.2.



Area 200 ....................................................................................... 24



3.3.3.



Area 300 ....................................................................................... 28



3.3.4.



Area 400 ....................................................................................... 31



3.3.5.



Area 500 ....................................................................................... 33



3.3.6.



Area 600 ....................................................................................... 37



3.3.7.



Area 700 ....................................................................................... 40



3.3.8.



Area 800 ....................................................................................... 40



3.3.9. Area 900 ........................................................................................... 44 3.4.



Kode Standar Peralatan dan Instrumentasi ........................................... 46



3.5.



Sistem Utilitas ..................................................................................... 48



3.5.1.



Pembentukan Steam ...................................................................... 48



3.5.2.



Pengolahan Air ............................................................................. 49



3.5.3.



Pemisahan Udara .......................................................................... 52



3.5.4.



Unit Instrumen Udara ................................................................... 53



3.5.5.



Pendingin ..................................................................................... 53



3.5.6.



Penyediaan Bahan Bakar .............................................................. 54



3.6.



Quality Assurance................................................................................ 55



3.7.



Pengolahan Limbah ............................................................................. 56



3.7.1.



Pengolahan Limbah Gas ............................................................... 58 ix



Universitas Indonesia



3.7.2.



Pengolahan Limbah Padat ............................................................. 59



3.7.3.



Pengolahan Limbah Cair............................................................... 59



BAB IV ............................................................................................................. 63 4.1.



Ringkasan Case Study ........................................................................ 63



4.2.



Latar Belakang .................................................................................... 64



4.3.



Rumusan Masalah................................................................................ 65



4.4.



Tujuan ................................................................................................. 65



BAB V............................................................................................................... 66 5.1.



Pengumpulan Data ............................................................................... 66



5.1.1. 5.2.



Pengumpulan Data Primer ............................................................ 66



Pengolahan Data .................................................................................. 68



5.2.1.



Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401 .......................... 68



5.2.2.



Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401 ...................... 69



BAB VI ............................................................................................................. 71 6.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401 ..................................... 71 6.2.



Evaluasi Parameter Desain................................................................... 74



6.3.



Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401 ............................. 76



6.4.



Strategi Optimasi Proses ...................................................................... 79



6.4.1.



Peningkatan Laju Alir EDC .......................................................... 80



6.4.2.



Peningkatan Liquid Purge............................................................. 80



6.4.3.



Mengecek Integritas Packing pada Reaktor HTDC ....................... 80



6.4.4.



Memasang strainer ....................................................................... 81



6.5.



Seleksi Strategi Redesain ..................................................................... 81



6.5.1.



Mengurangi Ketebalan Tube ......................................................... 81



6.5.2.



Mengubah Layout Pattern ............................................................ 82



6.5.3.



Menambah Diameter Shell ............................................................ 83



BAB VII............................................................................................................ 86 x



Universitas Indonesia



7.1.



Kesimpulan ......................................................................................... 86



7.2.



Saran ................................................................................................... 87



DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 89 LAMPIRAN ..................................................................................................... 91



xi



Universitas Indonesia



DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Block Flow Diagram Sederhana Proses Produksi PT Asahimas Chemical ........................................................................................................... 16 Gambar 3.2. Blok Diagram Sederhana Proses Produksi Pabrik C/A .................. 20 Gambar 3.3. Hubungan Antar Area pada Departemen VCM-3.......................... 23 Gambar 3.4. Process Flow Diagram Sederhana Area 200 Pabrik VCM-3......... 27 Gambar 3.5. Process Flow Diagram Sederhana Area 300 Pabrik VCM-3......... 30 Gambar 3.6. Process Flow Diagram Sederhana Area 400 dan 500 Pabrik VCM-3 .......................................................................................................................... 36 Gambar 3.7. Process Flow Diagram Sederhana Area 600 Pabrik VCM-3......... 39 Gambar 3.8. Process Flow Diagram Sederhana Area 800 Pabrik VCM-3......... 43 Gambar 6.1. Rangkuman Input Data Desain HE-X401 .................................... 71 Gambar 6.2. Hasil Perhitungan Data Desain HE-X401 ..................................... 72 Gambar 6.3. Rangkuman Input Data Aktual HE-X401 ..................................... 77 Gambar 6.4. Hasil Simulasi Data Aktual HE-X401 .......................................... 78 Gambar 6.5. 60° layout pattern dengan tie rods ................................................ 82 Gambar 6.6. 30° layout pattern dengan tie rods ................................................ 83 Gambar 6.7. Redesain Baru Terpilih ................................................................. 85



xii



Universitas Indonesia



DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Hari dan Jam Kerja PT Asahimas Chemical ........................................ 7 Tabel 3.1. Spesifikasi Garam Industri ................................................................ 13 Tabel 3.2. Kode Alat Instrumentasi Lapangan ................................................... 47 Tabel 3.3. Kode Alat Alat Instrumentasi DCS ................................................... 47 Tabel 3.4. Persyaratan Kualitas Air sebagai Bahan Baku ................................... 50 Tabel 3.5. Persyaratan Air Industri PT Asahimas Chemical ............................... 50 Tabel 3.6. Persyaratan Air Demineral PT Asahimas Chemical........................... 52 Tabel 3.7. Standar Effluent ................................................................................ 57 Tabel 5.1. Data Desain HE-X401 ...................................................................... 66 Tabel 6.1. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Desain HEX401 .................................................................................................................. 73 Tabel 6.2. Rekomendasi Perlakuan dengan Kondisi Desain ............................... 74 Tabel 6.3. Rekomendasi perbandingan diameter shell/bundle dengan heat flux .. 75 Tabel 6.4. Parameter Aktual HE-X401 dan Instrumen Terkait ........................... 76 Tabel 6.5. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Aktual HEX401 .................................................................................................................. 79 Tabel 6.6. Simulasi resizing HE-X401............................................................... 84 Tabel 6.7. Parameter Redesain Baru Terpilih..................................................... 85



xiii



Universitas Indonesia



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Zaman yang terus berkembang menyebabkan tuntutan akan keterampilan



berpikir kritis, menyederhanakan konsep rumit, dan menyelesaikan masalah semakin meningkat. Sebagai seorang sarjana teknik kimia, keterampilan tersebut harus dilengkapi dengan pengalaman dan wawasan terkait proses industri. Untuk itu, ilmu-ilmu fundamental yang diperoleh melalui pendidikan formal perlu dikombinasikan dengan pengalaman praktik langsung di lapangan. Ditinjau dari hal tersebut, mata kuliah Kerja Praktik diwajibkan oleh Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia sebagai lembaga pendidikan formal. Tujuannya agar ilmu keteknikan yang diperoleh dapat diaplikasikan melalui proses pembelajaran nyata sehingga timbul pemahaman yang menyeluruh dan tercipta iklim kondusif bagi inovasi-inovasi baru untuk mengoptimalkan proses industri. Tingginya pertumbuhan penduduk yang harus disusul dengan pembangunan infrastruktur menyebabkan kebutuhan akan polivinil klorida meningkat. Selain itu, polivinil klorida merupakan bahan plastik dengan volume produksi terbesar ketiga di dunia, dimanfaatkan di bidang konstruksi pipa, jendela, pintu, plastik kabel, aplikasi tahan air, hingga bidang medis. Hal tersebut menyebabkan industri yang berkaitan dengan polivinil klorida yaitu vinil klorida monomer memiliki peluang pasar yang besar. Proses manufaktur vinil klorida merupakan salah satu ruang lingkup industri yang sangat menarik dan bermanfaat untuk dipelajari. PT Asahimas Chemical merupakan perusahaan multinasional yang bergerak di bidang produk kimia dasar yang dibutuhkan oleh banyak industri hilir, seperti soda kaustik, klorin, asam klorida, etilen diklorida, natrium hipoklorit, monomer vinil klorida, dan polivinil klorida. Industri vinil klorida yang diproduksi PT Asahimas merupakan ekspansi terintegrasi dari produk utama soda kaustik yang dimanfaatkan dalam industri kertas, industri tekstil, industri sabun dan deterjen, industri minyak dan gas bumi, produksi aluminium, industri kimia lain, serta aplikasi jumlah kecil untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan kapasitas produksi yang besar, PT 1



Universitas Indonesia



2



Asahimas Chemical diklaim sebagai produsen klor alkali-vinil klorida terbesar di Asia Tenggara. PT Asahimas Chemical beroperasi dengan efisien dan menghasilkan produk berkualitas tinggi. Ada 3 proses yang dijalankan di PT Asahimas Chemical meliputi proses C/A (klor alkali), proses VCM (monomer vinil klorida), dan proses PVC (polivinil klorida), yang terintegrasi satu dengan yang lain. Operasi pabrik dijalankan menggunakan distributed control system dan mengikuti standar. Pada pelaksanaan kerja praktik ini, penulis ditempatkan pada Departemen VCM 3 yang mengoperasikan produksi vinil klorida monomer dengan teknologi terbaru dari Oxyvinyl. Proses yang tercakup pada produksi VCM 3 meliputi fenomena perpindahan, rekayasa reaksi kimia, hingga proses separasi. Kompleksitas proses yang tinggi memperbesar ladang pembelajaran pengetahuan teknis bagi penulis. Selain itu, penulis berkesempatan mempelajari aliran proses, prinsip pengendalian reaksi, prinsip kerja peralatan, desain peralatan, prinsip instrumentasi dan pengendalian, kode standar yang berlaku, dan juga sistem utilitas penanganan limbah. Pengalaman kerja praktik di PT Asahimas Chemical memberi penulis kesempatan mempelajari operasi pabrik di lapangan. Selain itu, penulis juga berkesempatan memecahkan masalah nyata, melakukan observasi langsung, dan memperoleh bimbingan khusus dari praktisi industri. Pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh diharapkan menjadi bekal bagi penulis sebagai calon sarjana teknik kimia yang akan memberi kontribusi nyata kepada ilmu pengetahuan dan masyarakat. 1.2.



Tujuan Kerja Praktik Tujuan pelaksanaan kerja praktik di PT Asahimas Chemical diuraikan



sebagai berikut. 



Menunaikan mata kuliah wajib Program Teknik Kimia Universitas Indonesia.







Memperoleh pengalaman langsung bekerja di perusahaan yang bergerak di industri berlandaskan prinsip teknik kimia.







Memahami proses operasi, pengendalian reaksi, dan prinsip kerja peralatan pada Departemen VCM-3 PT Asahimas Chemical. Universitas Indonesia



3







Mempelajari berbagai pengetahuan teknis dalam lingkup keilmuan teknik kimia.







Mengembangkan kecakapan dalam menyelesaikan masalah keteknikan nyata di lapangan.



1.3.



Manfaat Kerja Praktik Kerja praktik yang dilaksanakan memberikan manfaat kepada pihak-pihak



yang terlibat, yang dijabarkan sebagai berikut. 



Bagi mahasiswa 



Meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keahlian untuk bekerja sebagai suatu syarat yang dibutuhkan lulusan teknik kimia.







Memberikan pengalaman bekerja di dunia industri dari segi kedisiplinan, kerja sama, lingkungan pekerjaan, dan pola berpikir yang terstruktur, kritis, dan logis.







Mengaplikasikan teori yang dipelajari dalam praktik di lapangan.







Mendalami aplikasi ilmu teknik kimia dalam suatu industri.







Mendapatkan kesempatan untuk menganalisis permasalahan yang terjadi di lapangan dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan solusi penanganan yang tepat







Bagi perusahaan 



Memperoleh data mengenai mahasiswa-mahasiswa berpotensi yang dapat dijadikan referensi saat hendak merekrut pekerja di kemudian hari.







Memperoleh hasil analisis mengenai suatu masalah yang dilakukan oleh mahasiswa kerja praktik.







Memperoleh evaluasi perancangan dan operasi pabrik dari sisi akademis.







Bagi universitas 



Mengevaluasi kurikulum yang berlaku berdasarkan laporan mahasiswa sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkompeten dan memenuhi kebutuhan industri.







Meningkatkan hubungan antara universitas dengan perusahaan dalam rangka peningkatan pemanfaatan lulusan dalam dunia industri. Universitas Indonesia



4



1.4.



Ruang Lingkup Kerja Praktik



Pelaksanaan kerja praktik dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut. 



Pengenalan kepada rekan kerja, pembimbing, karyawan, dan pihak-pihak terkait di perusahaan.







Pengenalan mengenai keselamatan dan prosedur operasi yang tepat dalam industri kimia.







Mengetahui profil perusahaan, mencakup sejarah, perkembangan, posisi di dunia industri, serta peraturan-peraturan umum yang berlaku.







Struktur organisasi dan manajemen industri di VCM-3.







Penanganan dan sumber bahan baku produksi di VCM-3.







Aliran proses produksi utama di VCM-3, dengan penekanan pada area 200, 300, 400, 500, 600, dan 800.







Prinsip kerja alat utama produksi di VCM-3.







Observasi peralatan industri secara aktual di lapangan.







Operasi proses melalui distributed control system.







Kasus – kasus trouble aktual dan solusi penanganannya.







Tugas khusus berkaitan dengan troubleshooting dan redesain alat proses produksi.



1.5.



Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktik Tempat dan waktu pelaksanaan kerja praktik adalah sebagai berikut.



Tempat



: PT Asahimas Chemical Desa Gunung Sugih, Jalan Raya Anyer Km 122, Cilegon, Banten



Departemen



: VCM-3



Waktu



: 9 Juli s.d. 7 Agustus 2019



Universitas Indonesia



BAB II PROFIL PERUSAHAAN



2.1.



Sejarah Perusahaan PT. Asahimas Chemical (PT. ASC) adalah perusahaan Penanaman Modal



Asing (PMA) yang memproduksi beberapa jenis bahan kimia dasar untuk memenuhi kebutuhan perkembangan industri nasional (dalam negeri) agar dapat mengurangi ketergan tungan pada produk impor. Didirikan pada tanggal 8 September 1986 dengan nilai investasi awal sebesar US $ 200 juta dengan lahan seluas 24 hektar, PT. ASC diresmikan oleh presiden ke-II RI, Soeharto, pada tanggal 26 Agustus 1989. Sejak itu PT. ASC secara bertahap telah melakukan pengembangan (ekspansi) beberapa kali yang menjadikan kapasitas produksinya berlipat ganda dan meningkatkan nilai investasinya sampai lebih dari 1 milyar USD dengan luas lahan menjadi lebih dari 90 hektar. Saat ini PT. ASC adalah pabrik Chlor Alkali-Vinyl Chloride terpadu terbesar di Asia Tenggara. Beberapa bahan kimia dasar yang diproduksi seperti Caustic Soda (NaOH), Ethylene Dichloride (EDC), Vinyl Chloride Monomer (VCM), Polyvinyl Chloride (PVC), Hydrochloride Acid (HCI) dan Sodium Hypochlorite (NaClO) banyak dimanfaatkan oleh kalangan industri hilir. Produk-produk ini merupakan bahan baku penting bagi sejumlah sektor industri di Indonesia. Penyertaan modal PT. ASC dibentuk dengan komposisi kepemilikan modal awal sebagai berikut. 1. Asahi Glass Co.Ltd (Jepang) sebesar 52,5% 2. Mitsubishi Corporation (Jepang) sebesar 11,5% 3. PT. Rodamas Co.Ltd (Indonesia) sebesar 18% 4. Ableman Finance Ltd di British (Virgin Island) sebesar 18% PT. ASC berkantor pusat di World Trade Centre WTC 2, 10th Floor Jl. Jend. Sudirman Kav. 29-31, Jakarta, sementara pabriknya terletak di kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), Jl. Raya Anyer Km.122 Cilegon 42447, Banten. 5



Universitas Indonesia



6



Beroperasi selama 24 jam sehari, PT. ASC memperkerjakan lebih dari 1.100 orang karyawan yang mayoritas berasal dari lingkungan sekitar perusahaan, termasuk dari daerah Cilegon dan Serang, Banten. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mewujudkan kepedulian sosial terhadap lingkungan masyarakat secara terus menerus, di samping menjalankan program padat karya, pembangunan puskesmas, pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi, dan menyediakan kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil, dll. Di bidang mutu PT. ASC telah meraih sertifikat ISO 9001, sedangkan di bidang lingkungan PT. ASC telah meraih sertifikat ISO 14001, dan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja PT. ASC juga telah meraih sertifikat OHSAS 18001 serta menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Semua pencapaian ini membuktikan komitmen PT. ASC terhadap kualitas produknya demi meningkatkan kepuasan pelanggan, pelestarian lingkungan hidup demi terjaganya kualitas lingkungan di masa depan serta terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja karyawan dan orang lain yang bekerja untuk dan atas nama PT. ASC. 2.2.



Struktur Organisasi Untuk memastikan tercapainya tujuan perusahaan, PT. ASC menetapkan



pola kendali operasi perusahaan yang tercermin dalam struktur organisasi sebagai berikut : 1. Dewan Komisaris, yang terdiri dari : a. Presiden Komisaris b. Wakil Presiden Komisaris c. Komisaris 2. Dewan Direktur, yang terdiri dari : a. Presiden Direktur b. Wakil Presiden Direktur c. Direktur, termasuk Manajer Pabrik (Plant Director) d. Deputi Direktur 3. Manajer Divisi (Division Manager) 4. Asisten Manajer Divisi 5. Manajer Departemen (Department Manager) 6. Kepala Seksi (Section Chief) Universitas Indonesia



7



7. Staff, termasuk shift leader 8. Operator / Teknisi Pemegang jabatan di dewan komisaris & dewan direktur merupakan para wakil pemegang saham di PT. ASC. 2.3.



Pengaturan dan Iklim Kerja Dalam pengaturan kondisi kerja, Manajemen PT. Asahimas Chemical



bersama dengan Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan Minyak, Gas Bumi dan Umum (SP-KEP Unit Kerja PT. ASC) membuat kesepakatan bersama yang menghasilkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Beberapa Ketentuan Pokok yang diatur antara lain sebagai berikut. 1. Hubungan Kerja 2. Hari Kerja, Jam Kerja dan Jam Istirahat Tabel 2.1. Hari dan Jam Kerja PT Asahimas Chemical



Kelompok Kerja



Hari Kerja



Jam Kerja



Karyawan Daily



Senin - Jumat



Daily : 07:30 - 16:30



Karyawan Shift



Mengikuti pola Shift



Shift 1 : 22:45 – 07:00 Shift 2 : 06:45 – 15:00 Shift 3 : 14:45 – 23:00



(Sumber: TEO, PT Asahimas Chemical, 2018)



3. Perjalanan Dinas 4. Sistem Pengupahan 5. Pemeliharaan Kesehatan 6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja 7. Jaminan Sosial dan Kesejahteraan 8. Pendidikan dan Latihan 9. Tata Tertib Kerja 10. Dll yang Berhubungan dengan Hak dan Kewajiban Bekerja



Universitas Indonesia



8



2.4.



Kebijakan Perusahaan di Bidang Mutu, Lingkungan, dan Kesehatan



& Keselamatan Kerja Sebagai perusahaan multinasional yang sangat peduli terhadap masalah kualitas produk, pelestarian lingkungan dan kesehatan serta keselamatan kerja seluruh karyawan, PT. Asahimas Chemical mempunyai visi dan misi yang tertuang di dalam Kebijakan Kesehatan & Keselamatan Kerja, Lingkungan dan Mutu sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi resiko kesehatan dan keselamatan kerja, dampak lingkungan dan mengambil tindakan untuk mencegah kecelakaan kerja dan pencemaran lingkungan. 2. Mengelola energi dan sumber daya alam sebagai bentuk kontribusi terhadap pelestarian lingkungan. 3. Memproduksi dan menjamin produk bermutu tinggi dan layanan prima untuk memenuhi kepuasan pelanggan. 4. Memenuhi semua peraturan perundang-undangan terkait dan persyaratan lain yang berlaku. 2.5.



Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Asahimas Chemical merupakan pabrik petrokimia yang terpadu yang



mempunyai risiko cukup besar terhadap terjadinya kebakaran karena adanya bahanbahan kimia yang mudah terbakar di lingkungan pabrik, seperti Ethylene, VCM, EDC, Hydrogen dan LPG. Selain itu terdapat juga bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan dan membahayakan keselamatan manusia seperti gas Chlorine, VCM, EDC, Soda Kaustik, Asam Sulfat, Asam Klorida dan Sodium Hipoklorit (NaClO). Oleh sebab itu, upaya pencegahan terhadap kebakaran dan kecelakaan perlu dilakukan sebagai perlindungan bagi tenaga kerja maupun asset perusahaan serta lingkungan sekitarnya, seperti tertuang dalam Undang-Undang No 1 tahun 1970, tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja [bahwa pengusaha/perusahaan wajib melindungi tenaga kerja dan orang yang berada di lingkungannya dari kecelakaan dan gangguan kesehatan serta menggunakan sumber-sumber produksi secara aman dan efisien].



Universitas Indonesia



9



Untuk memenuhi Undang-undang tersebut, PT. ASC menerapkan Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang mengacu kepada PER 05/MEN/1996 dan membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang didasarkan pada PER 04/Men/1987 di mana Departemen Safety & Health bertindak sebagai sekretariatnya. Untuk itu dibuat beberapa program kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja, yang masing-masing kegiatan mempunyai tujuan dan sasaran tertentu dan melibatkan seluruh pihak, antara lain: 



Safety Management Committee Meeting (SMCM) yang merupakan rapat bulanan manajemen untuk membahas laporan kecelakaan kerja serta safety performance selama sebulan dan member arahan pelaksanaan program K3;







Safety Coordinator Meeting yang merupakan forum komunikasi para Safety Coordinator lintas departemen untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan K3;







Joint Safety Patrol (JSP) sebulan sekali dan Regular Joint Patrol (RJP) setiap hari 2 kali (jam 10:00 & 15:00) untuk mencari tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman di area kerja serta potensi pencemaran yang ada agar dapat diambil tindakan perbaikan;







Emergency Response Drill untuk melatih ketrampilan karyawan dalam menghadapi kejadian darurat, dilakukan sebulan sekali (level 1 – tingkat departemen) dan setahun sekali (level 2 – tingkat pabrik);







Safety Orientation yang merupakan pemberian materi tentang safety & environment kepada Business Partner (Kontraktor), dengan agar mereka tahu bagaimana cara bekerja secara aman, mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi keadaan darurat, dan dapat menilai potensi bahaya di area kerjanya serta tidak mencemari lingkungan. Dalam hal Kesehatan Kerja, juga dilakukan beberapa kegiatan yang



bertujuan memantau kondisi lingkungan kerja dan kesehatan karyawan, antara lain Walk Through Survey (WTS) dengan maksud mengidentifikasi potensi bahaya fisika, kimia, dan biologi yang dapat mengganggu kesehatan pekerja di tempat kerja, Pengukuran Parameter Lingkungan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Karyawan tahunan (Medical Check Up), dan Pelatihan tentang Hygiene Industri Universitas Indonesia



10



untuk membangun kesadaran kepada semua karyawan untuk bekerja dengan baik dan benar,terutama dalam penanganan bahan kimia. 2.6.



Pengelolaan Lingkungan Mengingat proses produksi yang dilakukan melibatkan bahan kimia yang



berkategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sehingga dapat menghasilkan timbulan produk samping dan limbah berbahaya dan beracun pula sebagai hasil proses, maka perusahaan telah mengantisipasinya dengan mempersiapkan instalasi pengolah limbah sesuai jenis limbah yang timbul, seperti : 1. Instalasi Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment/WWT) 2. Instalasi Pengolahan Limbah Padat (Solid Waste Incinerator/SWI) 3. Instalasi Pengolahan Limbah Gas Pengolahan limbah pabrik baik untuk limbah cair maupun limbah gas dioperasikan dan dikontrol secara seksama sesuai dengan standar yang ditentukan, sementara untuk limbah-limbah yang tidak dapat diolah sendiri, dikirimkan ke Perusahaan Pengolah Limbah yang ditunjuk pemerintah. Dengan demikian pencemaran yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dapat dihindarkan, sesuai prasyarat Undang-undang terkait dan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001. 2.7.



Lokasi dan Tata Letak Pabrik Lokasi dan tata letak pabrik merupakan salah satu faktor yang perlu



dipertimbangkan dalam pembangunan pabrik. Lokasi pabrik yang strategis ditentukan berdasarkan ketersediaan sumber energi dan utilitas lainnya, ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, peluang pasar, dan sarana transportasi atau pengangkutan. 2.7.1. Lokasi PT Asahimas Chemical memiliki kantor pusat di World Trade Centre 2 (WTC 2) 10th Floor, Jalan Jend. Sudirman Kavling 29-31 Jakarta. Lokasi pabrik PT Asahimas Chemical terletak di kawasan industri Cilegon, Jalan Raya Anyer Km 122, Desa Gunung Sugih, Kecamatan Ciwandan, Cilegon, Banten. 2.7.2. Tata Letak Pabrik PT Asahimas Chemical terletak di tepi jalan raya Cilegon – Anyer, dengan batasan daerah sebagai berikut. Universitas Indonesia



11



Sebelah utara



: Selat Sunda



Sebelah timur



: PT Sankyu dan PT Indorama



Sebelah selatan



: Jalan Raya Cilegon – Anyer



Sebelah barat



: PT LOC, PT Chandra Asri, dan PT Dongjin



Adapun tata letak internal pabrik dijabarkan sebagai berikut. 2.7.2.1.Gedung Administrasi Gedung ini terletak di dekat pintu utama dan kantin agar dapat memudahkan tamu atau business partner untuk melakukan kegiatan administrasi. 2.7.2.2.Electricity Station Electricity station terletak di sebelah kanan gerbang pintu utama PT Asahimas Chemical. Electricity station dijauhkan dari area VCM dan PVC plant untuk menghindari gas yang dapat menyebabkan kebakaran jika ada percikan api. 2.7.2.3.Pabrik PVC Pabrik PVC memiliki area terluas pada PT Asahimas Chemical, memiliki empat pabrik. Lokasi pabrik PVC-1 dan PVC-2 terletak di sebelah Barat pabrik VCM-1, PVC-3 terletak di sebelah selatan pabrik PVC-1, PVC-2 dan lokasi PVC4 terletak pada Barat Daya pabrik VCM-2. Pabrik PVC diletakkan dekat dengan pabrik VCM untuk memudahkan transportasi bahan baku dari pabrik VCM. 2.7.2.4.Pabrik VCM Terdapat 3 pabrik VCM. Pabrik VCM-1 terletak di dekat Technical Building 1, pabrik VCM-2 terletak di dekat Technical Building 2, sementara pabrik VCM-3 terletak di sebelah timur dari pabrik VCM-2. 2.7.2.5.Pabrik Chlor – Alkali Terdapat 5 pabrik Pabrik C/A (Chlor-Alkali). Pabrik C/A-1 terletak di sebelah timur Pabrik VCM-1, sedangkan pabrik C/A-2 sampai dengan C/A-5 terletak di sebelah utara pabrik VCM-2 dan VCM-3 dan sebelah selatan penyimpanan garam (bahan baku C/A plant). Pabrik C/A-2 sampai dengan C/A-5 berdekatan dengan penyimpanan garam (bahan baku C/A plant) untuk memudahkan transportasi bahan baku. 2.7.2.6.Daerah Pengolahan Limbah Daerah pengolahan limbah (Waste Treatment Area) terletak di sebelah Barat Laut pabrik VCM-1 dan berbatasan langsung dengan Selat Sunda. Universitas Indonesia



12



2.7.2.7.Tempat Parkir Kendaraan Tempat parkir kendaraan (Vehicle Parking) baik angkutan karyawan maupun kendaraan staff terletak di depan kantor keamanan di dekat pintu gerbang satu (Gate-1) dan pintu gerbang tiga (Gate-3). 2.7.2.8.Pelabuhan Tepi Laut Jetty yang digunakan untuk bongkar muat produk dan bahan baku di PT Asahimas Chemical terletak di sebelah Barat PT Asahimas Chemical. 2.7.2.9.Gudang Letak gudang (Warehouse) berdekatan dengan power station yang terletak di pinggir jalan raya Cilegon-Anyer, dekat north gate agar mudah untuk jalur dari jalan raya.



Universitas Indonesia



BAB III DESKRIPSI PROSES PRODUKSI PT Asahimas Chemical merupakan sebuah pabrik yang memiliki lini produksi klor – alkali, pabrik VCM, pabrik PVC, dan pabrik utilitas yang terpadu. Keempat bagian ini terintegrasi sehingga memerlukan koordinasi yang baik untuk memastikan pabrik beroperasi lancar. Berikut diuraikan bahan baku dan hasil produksi beserta uraian proses produksi pada setiap pabrik. 3.1.



Bahan Baku dan Produk Sebagai pabrik terpadu, PT Asahimas Chemical beroperasi menggunakan



beberapa bahan baku serta menghasilkan beragam produk yang umumnya dikonsumsi industri lain. Bahan baku dan hasil produksi utama diuraikan sebagai berikut. 3.1.1. Bahan Baku PT. Asahimas Chemical sebagai pabrik kimia terpadu menggunakan beberapa bahan baku serta menghasilkan beragam produk yang umumnya dikonsumsi oleh industri lain. Berikut ini beberapa bahan baku yang digunakan oleh PT. Asahimas Chemical. A. Garam Industri Garam Industri merupakan bahan baku utama yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical yang diperoleh melalui impor dari Australia dan India melalui jalur laut. Pengimporan bahan baku garam dari luar negeri ini ditinjau dari kemampuan produsen untuk memproduksi dalam jumlah besar secara konstan guna memenuhi kebutuhan proses pada PT. Asahimas Chemical. Total kebutuhan garam mencapai 650.000 ton/tahun. Berikut adalah spesifikasi garam industri yang digunakan. Tabel 3.1. Spesifikasi Garam Industri



No



Komponen



Kadar (Basis Basah)



1



NaCl



97,7%-wt



2



Ca



0,03%-wt



3



Mg



0,03%-wt



(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)



13



Universitas Indonesia



14



Tabel 3.1. Spesifikasi Garam Industri (Cont’1)



No



Komponen



Kadar (Basis Basah)



4



SO42-



0,03%-wt



5



Sr



700 ppb wt



6



Ba



700 ppb wt



7



I



1,5 ppb wt



(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)



B. Listrik Energi listrik pada PT. Asahimas Chemical diperoleh dari PLTU Suryalaya. Namun, tahun 2016 PT. Asahimas Chemical membangun power plant dengan kapasitas 300 MVA. Pembangunan power plant ini dilakukan karena mengingat PT. Asahimas Chemical merupakan perusahaan dengan penggunaan listrik terbesar di Indonesia yaitu mencapai 150 MVA. C. Etilen Etilen yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical merupakan etilen yang diperoleh dari Qatar melalui jalur laut dengan pengiriman tangki. Selain itu, kebutuhan etilen ini juga diperoleh dari PT. Chandra Asri Petrochemical Cilegon dengan menggunakan pipa distribusi antarpabrik. D. Oksigen Oksigen dibutuhkan sebagai umpan pada reaksi oksiklorinasi etilen untuk menghasilkan EDC. Oksigen diperoleh dari PT Air Liquide Indonesia (ALINDO). E. Air Industri Air industri yang digunakan oleh PT. Asahimas Chemical diperoleh oleh PT. Krakatau Tirta Industri (KTI). Selain itu, pabrik ini juga menggunakan air sumur dan air laut sebagai air industry yang akan digunakan pada proses. 3.1.2. Produk Produk yang dihasilkan PT Asahimas Chemical berupa bahan kimia yang umumnya digunakan sebagai bahan baku bagi industri lain. Selain itu juga digunakan sebagai bahan baku untuk proses di PT Asahimas Chemical. Produkproduk tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: A. Soda Kaustik (NaOH) Universitas Indonesia



15



Soda Kaustik yang dihasilkan pada pabrik ini merupakan hasil yang didapat dari pabrik C/A. Wujud yang dihasilkan pada pabrik ini berupa dalam wujud cair dengan tingkat kemurnian 48% dan juga serpihan/flakes dengan tingkat kemurnian 98%. Pada umumya, Soda Kaustik merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai ampuran bahan baku sabun, detergen, dan lain-lain. Kapasitas produksi soda kaustik adalah sebesar 700.000 ton/ tahun untuk wujud cair dan 30.000 ton/tahun untuk wujud flake. B. Monomer Vinil Klorida (VCM) Monomer Vinil Klorida merupakan produk hasil pabrik VCM. Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan PVC dan juga diijual ke pabrik lain. Kapasitas produksi VCM adalah sebesar 800.000 ton/tahun. C. Polivinil Klorida (PVC) Polivinil Klorida merupakan produk yang dihasilkan pada pabrik PVC. Sebagian besar PVC yang diproduksi digunakan sebagai aplikasi pada bidang konstruksi, dengan meninjau harga yang ekonomis, kekuatan yang baik, serta kemudahan dalam instalasi. PVC merupakan bahan plastik dengan volume produksi nomor tiga terbesar di dunia. Kapasitas produksi PVC adalah sebesar 550.000 ton/tahun. D. Etilen Diklorida (EDC) EDC yang dihasilkan dari reaksi oksiklorinasi dan klorinasi langsung Dijual ke industry lain dan juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan VCM. E. Natrium Hipoklorit (NaClO) Natrium hipoklorit dihasilkan dari hasil campuran soda kaustik dan klorin. Produk ini dijual dengan kadar kepekatan 10% yang dapat digunakan sebagai campuran bahan desinfektan dan pembersih. Kapasitas produksi NaClO adalah sebesar 70.000 ton/tahun. F. Klorin (Cl2) Klorin yang dihasilkan dari pabrik CA digunakan sebagai umpan reaksi pembentukan EDC. Selain itu, klorin juga digunakan sebagai desinfektan dan dimanfaatkan oleh industri obat-obatan. G. Asam Klorida (HCl) Universitas Indonesia



16



HCl dihasilkan dari proses cracking EDC menjadi VCM. Dimana, HCl yang dihasilkan merupakan produk samping dari proses cracking. HCl yang dihasilkan digunakan sebagai umpan reaksi oksiklorinasi menghasilkan EDC. Selain digunakan dalam proses, HCl juga dijual dengan konsentrasi 33%. Sebagai campuran obat-obatan dan makanan. Kapasitas produksi asam klorida adalah sebesar 355.000 ton/tahun. 3.2.



Deskripsi Umum Proses Produksi PT Asahimas Chemical dalam proses produksi terdiri dari 3 proses utama,



yaitu klor – alkali (C/A), monomer vinil klorida (VCM), dan polivinil klorida (PVC). Ketiga proses ini berkaitan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara ketiga proses tersebut dapat diilustrasikan melalui block flow diagram berikut.



Gambar 3.1. Block Flow Diagram Sederhana Proses Produksi PT Asahimas Chemical (Sumber: PT Asahimas Chemical, 2018)



Uraian berikutnya memaparkan deskripsi umum proses pada setiap pabrik, dengan penekanan lebih rinci pada pabrik VCM. 3.2.1. Deskripsi Umum Pabrik C/A (Klor – Alkali) Pabrik C/A menghasilkan soda kaustik sebagai produk utamanya. Bahan bakunya adalah garam industri yang diproses dengan cara elektrolisis. Produk Universitas Indonesia



17



samping dari reaksi ini mengahasilkan klorin dan hidrogen. Gas klorin yang dihasilkan dari pabrik ini, selanjutnya diolah pada pabrik VCM. Proses diawali dengan pelarutan garam industri tangki pelarutan dengan menggunakan air industri, sehingga terbentuk larutan natrium klorida (NaCl). Selanjutnya, larutan ini diumpankan ke dalam reaktor untuk beberapa tahap pemurnian. Pertama, dilakukan brine purification dengan menambahkan bahan kimia, ion-ion pengotor dalam larutan garam itu dinonaktifkan. Proses dilanjutkan dengan memasukkan larutan dalam clarifier, yang bertujuan untuk mengendapkan kotoran dan dapat dipisahkan. Pada tahap pemurnian kedua, larutan garam (brine) diumpankan ke dalam brine resin tower (anion/cation bed). Resin tower ini digunakan untuk mengikat ion-ion pengotor yang masih terikat dalam larutan garam. Larutan garam yang sudah bersih disebut sebagai BRP (purified brine). Setelah dimurnikan, bahan baku siap melewati berbagai rangkaian proses ini 



Unit elektrolisis Reaksi elektrolisis dilakukan dengan menggunakan Ion Exchange Membrane Technology yang dikenal dengan Azec system. Sistem ini merupakan teknologi yang dikembangkan oleh Asahi Glass Co. Ltd. dari Jepang yang memiliki keunggulan bebas polusi, karena tidak menggunakan unsur merkuri dan dapat menghemat energi karena konsumsi listrik yang rendah. BRP diumpankan ke sel elektrolisis pada bagian anoda, sementara pada katoda diumpankan demineralized water (WD). Pada bagian dalam sel elektrolisis terdapat membran berjenis monopolar yang hanya dapat ditembus atau dilewati oleh ion natrium. Proses elektrolisis terjadi dengan adanya bantuan energi listrik dari PLN yang dirubah dari arus bolak-balik (AC) menjadi arus searah (DC) dengan menggunakan rectifier sesuai dengan kebutuhan energi di elektrolisis. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses elektrolisis diuraikan sebagai berikut. 



Reaksi pada anoda NaCl → Na + Cl



1 Cl + e 2 Reaksi pada katoda



Cl → 



Universitas Indonesia



18



+ + 







1 2



+







Reaksi keseluruhan +







1 2



+



1 2



+



Hasil proses elektrolisis adalah gas hidrogen, gas klorin dan soda kaustik (NaOH) dengan konsentrasi 32%-wt. Gas hidrogen yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar furnace pada reaksi perengkahan EDC membentuk VCM pada pabrik VCM. 



Unit evaporasi kaustik Unit evaporasi kaustik ini menggunakan sistem evaporator Tripple Effect. Kalor yang dibutuhkan untuk evaporasi berasal dari pembakaran LPG dan hidrogen dengan udara. Sistem ini mengubah larutan NaOH sebagai hasil proses elektrolisis yang kemudian dipekatkan dari konsentrasi 32%-wt menjadi 48%-wt. Produk yang telah terbentuk kemudian disimpan di dalam tangki penampung dan siap untuk dipasarkan. Larutan NaOH dalam wujud cair dengan kadar 48%-wt hasil keluaran evaporator siap dipasarkan. Selain itu, juga dijual dalam bentuk flake dengan konsentrasi 98%-wt setelah dibentuk menggunakan flaker.







Unit pemrosesan klorin Gas klorin dari hasil elektrolisis kemudian digunakan sebagai bahan baku dalam reaksi pembentukan EDC. Pembentukan EDC ini diproses pada pabrik VCM. Pada unit pemrosesan klorin, terdapat seksi chlorine gas drying and compression dimana terjadi proses pendinginan dan pencucian gas klorin. Setelah dilakukan proses pendinginan dan pencucian, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya korosi. Tahap terakhir pada unit ini adalah menaikkan tekanan gas untuk mendistribusikan ke unit selanjutnya. Pada seksi chlorine liquefaction, klorin didinginkan dan dikondensasikan menggunakan freon karena akan disimpan dalam fasa cair.







Purifikasi HCl



Universitas Indonesia



19



Gas klorin sebagai hasil samping reaksi elektrolisis dapat dimanfaatkan dalam produksi HCl dengan mereaksikan gas klorin, gas hydrogen dan demineralized water untuk mengabsorpsi HCl gas menjadi produk HCl liquid dengan kadar 33 % . Sisa HCl yang masih terdapat dalam gas buang dari absorber unit agar standar gas buang memenuhi spesifikasi baku mutu lingkungan tidak lebih besar 10 mg/l. 



Produksi NaClO Gas buangan dari beberapa area dikumpulkan di unit scrubber, dan komponen gas Cl2 di absorb dengan sirkulasi cairan kaustik untuk memproduksi larutan Sodium Hypochlorite dengan konsentrasi 11 – 13 %.







Produksi gas hidrogen Gas hidrogen yang dihasilkan digunakan dalam proses pembuatan NaOH flake dan juga dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam proses perengkahan EDC membentuk VCM pada furnace pabrik VCM. Dalam proses produksinya, terdapat proses cooling, washing, dan kompresi gas hidrogen. Blok diagram sederhana untuk proses pada pabrik C/A diilustrasikan



sebagai berikut.



Universitas Indonesia



20



Gambar 3.2. Blok Diagram Sederhana Proses Produksi Pabrik C/A (Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016)



3.2.2. Deskripsi Umum Pabrik VCM (Monomer Vinil Klorida) Pada pabrik VCM, gas klorin yang merupakan hasil dari pabrik C/A diolah untuk dijadikan umpan dalam pembentukan VCM. Untuk menghasilkan produk VCM, terdapat umpan tambahan yaitu etilen dan oksigen sehingga dihasilkan monomer vinil klorida. VCM yang telah terbentuk kemudian akan dijadikan sebagai umpan dalam pembentukan PVC. Terdapat 3 pabrik VCM yang beroperasi, dengan nama VCM-1, VCM-2, VCM-3. Ketiga pabrik ini memiliki prinsip utama yang sama, namun dengan perbedaan pada teknologi yang digunakan dalam proses. EDC yang merupakan bahan baku dalam pembentukan VCM, dihasilkan dari dua jenis proses yaitu reaksi klorinasi langsung dan oksiklorinasi. EDC yang berasal dari area 300 umumnya digunakan sebagai komoditi ekspor dengan tingkat kemurnian yang tinggi, sedangkan EDC yang berasal dari area 200 akan dilakukan purifikasi terlebih dahulu di area 300 yang kemudian digunakan sebagai umpan reaksi perengkahan membentuk VCM pada furnace. EDC yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan VCM adalah 1,2-etilen diklorida. Selain melalui proses sintesis, terdapat sebagian EDC yang diimpor, sebagai umpan furnace saat Universitas Indonesia



21



pada keadaan tertentu dibutuhkan. Penjabaran lebih mendetail mengenai pabrik VCM diuraikan pada bagian berikutnya. 3.2.3. Deskripsi Umum Pabrik PVC (Polivinil Klorida) Pada pabrik PVC, VCM yang dihasilkan dari pabrik C/A kemudian diolah untuk menghasilkan polivinil klorida dengan menggunakan prinsip polimerisasi. Terdapat 3 teknologi yang umum digunakan, yaitu polimerisasi suspensi, emulsi, dan bulk, Produk PVC yang dihasilkan berbentuk pori dengan ukuran 100 s.d. 150 μm. Pembuatan PVC secara umum terdiri atas lima seksi sebagai berikut. 



Polimerisasi (Polymerization) Pada seksi polimerisasi, terjadi reaksi polimerisasi dengan mengubah monomer vinil klorida (VCM) menjadi polimer polivinil klorida (PVC) dalam reaktor sistem batch yang bebas udara. Bahan baku dalam proses ini berupa VCM, demineralized water (WD), katalis/ inhibitor, suspending agent, dan bahan-bahan aditif tertentu. Reaksi polimerisasi terjadi pada temperatur yang konstan, kemudian slurry (bubur PVC) dikeluarkan dari reaktor.







VCM Stripping (Demonomerisasi) Demonomerisasi bertujuan untuk memisahkan VCM yang tidak bereaksi dari bubur PVC. Kandungan VCM dihilangkan dari bubur PVC sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Penghilangan kandungan VCM ini karena sifatnya yang karsinogenik. Bubur dari stripping column didinginkan di slurry heat exchanger dan dialirkan ke tangki slurry, sementara uap tangki steam yang berasal dari stripping column didinginkan sehingga air dan VCM yang terbentuk terpisah. Gas VCM yang terpisah dikirimkan ke gas holder untuk diproses kembali di unit Recovery VCM.







Pengeringan (Drying) Seksi pengeringan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam PVC dengan menggunakan fluidized bed dan heat banks untuk meningkatkan transfer kalor. Slurry yang berasal dari seksi demonomerisasi ditampung terlebih dahulu di dalam slurry tank sebelum masuk ke dalam seksi drying. Untuk menjaga kehomogenan campuran dan mencegah pengendapan PVC di dalam tangki, digunakan agitator untuk mengaduknya secara kontinu. Universitas Indonesia



22







Recovery VCM Recovery VCM digunakan untuk memproses VCM yang tidak bereaksi baik dari seksi polimerisasi maupun seksi demonomerisasi membentuk cairan VCM. Recovery VCM dilakukan dalam VCM gas holder yang dikompresi sehigga menghasilkan kondensasi yang dapat digunakan kembali sebagai bahan baku polimerisasi.







Penyimpanan dan Pengemasan Produk PVC yang telah disimpan sementara dalam product silo dikemas dalam kantong kemasan berukuran 25 kg dan 600 kg. Seksi penyimpanan dan pengemasan menggunakan 4 buah silo, 3 buah untuk storage dan 1 buah untuk produk PVC off-grade. Ketika dilakukan flushing, kantong-kantong yang telah terisi ditransfer ke bagging melalui conveyor yang secara otomatis bertumpuk pada sebuah palet dan kemudian disimpan dalam gudang.



3.3.



Departemen VCM-3 Pabrik VCM didirikan untuk meningkatkan aspek ekonomis operasi pabrik



C/A. Gas klorin yang dihasilkan dijadikan umpan pembentukan VCM. Selain itu, ada pula umpan tambahan berupa etilen dan oksigen, dihasilkanlah monomer vinil klorida, yang menjadi bahan baku pembentukan PVC pada pabrik PVC. Terdapat 3 pabrik VCM yang beroperasi, dengan nama VCM-1, VCM-2, VCM-3. Ketiga pabrik ini memiliki prinsip utama yang sama, dengan perbedaan pada teknologi yang digunakan dalam proses. Tinjauan pembahasan selanjutnya akan berfokus pada pabrik VCM-3. Pabrik VCM-3 tersusun atas 9 area yang terintegrasi satu dengan yang lain untuk menghasilkan VCM. Kesembilan area itu dijabarkan sebagai berikut. 



Area 100



: Ethylene Handling







Area 200



: Reaksi Oksiklorinasi (OHCl)







Area 300



: Reaksi Klorinasi Langsung (HTDC) dan Purifikasi EDC







Area 400



: Reaksi Perengkahan EDC







Area 500



: Purifikasi VCM







Area 600



: Waste Water Treatment







Area 700



: Refrigeran Universitas Indonesia



23







Area 800



: Insinerator







Area 900



: EDC/ VCM Tank, Tower Scrubber, Deaerator



Hubungan antar kesembilan area diilustrasikan sebagai berikut.



Gambar 3.3. Hubungan Antar Area pada Departemen VCM-3 (Sumber: VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)



Penanganan terhadap etilen sebagai umpan reaksi dilakukan di area 100. Etilen bersama dengan klorin dari pabrik C/A diumpankan ke area 300 untuk menjalani reaksi klorinasi langsung membentuk EDC. HCl sebagai produk area 300 digunakan sebagai umpan reaksi oksiklorinasi di area 200 bersama-sama dengan klorin, oksigen, dan etilen. Produk EDC yang dihasilkan kedua area akan menjadi umpan furnace pada area 400 untuk menjalani reaksi perengkahan membentuk VCM. Selanjutnya, akan dilakukan pemisahan VCM dari EDC dan HCl pada area 500 menghasilkan VCM murni. Air buangan akan diolah pada area 600 sementara limbah berupa tar dan gas buang akan diolah pada area 800 untuk memperoleh kembali HCl. Area 900 mencakup deaerator serta VCM/ EDC tank termasuk produk VCM yang akan dialirkan ke pabrik PVC. Penjelasan lebih rinci ditekankan pada proses utama pada area 100, 200, 300, 400, dan 500, serta pengolahan limbah pada area 600 dan 800. 3.3.1. Area 100 Area 100 merupakan area penyimpanan etilen sebagai bahan baku dalam reaksi pembuatan EDC melalui oksiklorinasi dan klorinasi langsung. Etilen Universitas Indonesia



24



diperoleh melalui impor dari Qatar dan dari PT Chandra Asri Petrochemical. Etilen disimpan dalam tangki penyimpanan berbentuk bola dalam fasa liquid. Tangki penyimpanan diberi nama ST-X921 dan diinsulasi. Etilen disimpan dengan kisaran temperatur -106oC dalam tangki penyimpanan. Kemudian, etilen ini dipanaskan dengan heater, dengan sumber panas berupa gas HCl dan uap metanol. Aliran etilen selanjutnya diteruskan ke reaktor OHCl pada unit 200 untuk reaksi oksiklorinasi dan ke reaktor HTDC pada unit 300 untuk reaksi klorinasi langsung. 3.3.2. Area 200 Reaksi



oksiklorinasi merupakan



reaksi



pembuatan



EDC



dengan



memanfaatkan HCl yang terbentuk dari hasil perengkahan. HCl ini kemudian direaksikan dengan suplai oksigen untuk menghasilkan klorin yang akan bereaksi dengan etilen menjadi EDC melewati dua tahap berikut. 2



+ +



1 2







+







Intermediet klorin yang terbentuk akan secara langsung bereaksi dengan umpan etilen sehingga diperoleh reaksi total sebagai berikut. 1 + → + 2 Peralatan utama yang ada di area 200 meliputi reaktor hidrogenasi, reaktor 2



+



oksiklorinasi, kolom quencher, serta recovery train dengan proses OVR (Oxygen Vent Recycle). Sebelum memasuki reaktor oksiklorinasi, HCl, etilen, dan oksigen perlu melalui tahapan preheat untuk memastikan fasa berada di fasa gas untuk mencegah terjadinya dew point corrosion. Setelah tahapan preheat, HCl perlu melewati reaktor hidrogenasi RE-X205, dengan tujuan mengkonversi kandungan asetilen menjadi etilen menurut reaksi berikut. Kontaminasi etilen berasal dari hasil perengakahan EDC. Etilen merupakan salah satu produk samping dari perengkahan EDC. C H +H →C H Adapun hidrogen yang diperlukan dalam reaksi diperoleh dari pabrik C/A5 dengan temperatur berkisar pada 80oC. Gas hidrogen ini disimpan di VE-X220 Universitas Indonesia



25



dalam suhu 40 oC. Sebelum direaksikan dengan asetilen di RE-X205, kandungan air akan diperangkap pada SP-X205 untuk mencegah korosi peralatan. Keluaran reaktor RE-X205 akan bercampur dengan umpan oksigen pada line mixer LMX213 sebelum memasuki reaktor oksiklorinasi. Reaksi antara etilen, oksigen, dan HCl berlangsung di dalam reaktor terfluidisasi berkatalis padat alumina – tembaga klorida dan bersifat eksotermis. Reaksi berlangsung pada rentang suhu 200 s.d. 230oC. Untuk melengkapi reaktor OHCl, terdapat VE-X202 yang digunakan untuk menghasilkan steam bertekanan rendah (SLP) dengan mengalirkan boiler feed water yang digunakan sebagai pendingin pada reaktor. Gas diumpankan melalui bagian dasar reaktor. Katalis disimpan dalam cyclone di VE-X203 untuk dialirkan ke reaktor. Gas keluaran dari reaktor selanjutnya memasuki kolom quencher TWX201, yang berfungsi untuk mendinginkan secara mendadak hingga mengalami penurunan suhu signifikan dari 227oC mencapai 108oC. Quencher terbuat dari batu tahan asam dengan maksud mencegah terjadinya korosi. Tujuan dilakukannya Quencher adalah untuk mencegah terjadinya reaksi samping. Selain itu, fungsi lain quencher adalah menangkap sisa HCl dan menekan kadar pengotor. HCl ini selanjutnya dikirim menuju pengolahan air limbah bersama dengan air dan katalis, dengan jalur yang diinjeksikan soda kaustik sebagai agen netralisasi. Pada area pengolahan air limbah, produk bottom quencher akan ditampung dalam surge drum untuk perlakukan lebih lanjut. Gas dari top product TW-X201 akan dikondensasi oleh crude EDC condenser HE-X206 dengan air pendingin sebagai medium pendingin untuk kemudian dialirkan menuju VE-X210. Pada tahap ini, sebagian besar air dan EDC terkondensasi, sementara uap yang tidak terkondensasi mengandung komponen nitrogen, CO2, CO, oksigen, etilen, EDC tak terkondensasi, dan inert. Aliran tiga fasa air, EDC, dan uap tak terkondensasi memasuki crude EDC KO pot VE-X210, di mana cairan akan terpisah dari uap. Aliran fasa gas keluaran crude EDC KO Pot akan dikembalikan sebagai recycle gas melalui tahap kompresi menggunakan kompresor CO-X212 dan pemanasan menggunakan recycle gas preheater HE-X203. Recycle gas ini menjadi umpan reaktor yang akan bergabung bersama etilen dan HTDC vent gas di line mixer LM-X212 untuk direaksikan di Universitas Indonesia



26



reaktor oksiklorinasi RE-X201. Recycle gas ini berperan sebagai medium fluidisasi bagi katalis dalam reaktor. Sebagian kecil recyle gas di-purge dari sistem untuk menghilangkan akumulasi CO2, CO, etilen, dan inert. Aliran purge dari crude EDC KO Pot bergabung dengan aliran vent dari CO2 stripper menuju vent gas chiller HE-X211 dan vent gas separator VE-X212 untuk recovery EDC sebelum dibuang ke insinerator. Fasa cair dari crude EDC KO pot akan dipompakan ke kolom CO2 stripper TW-X205, di mana CO2 terlarut akan di-strip oleh nitrogen. Campuran EDC dan air selanjutnya dialirkan ke crude EDC decanter, di mana air dan EDC dipisahkan dengan prinsip dekantasi oleh perbedaan berat jenis. Dari decanter, air akan dikembalikan ke kolom quencher TW-X201 sementara EDC akan dipompakan ke caustic wash tank VE-X204. Kaustik diinjeksikan pada caustic wash tank dengan tujuan menghilangkan kloral dan 2-kloroetanol yang terbentuk sebagai produk samping dari reaksi oksiklorinasi. EDC yang telah bersih dari pengotor selanjutnya dikirim ke tangki penampung ST-X901.



Universitas Indonesia



Gambar 3.4. Process Flow Diagram Sederhana Area 200 Pabrik VCM-3 (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)



27



Universitas Indonesia



28



3.3.3. Area 300 Area 300 merupakan area pembuatan EDC dengan klorinasi langsung serta recovery EDC. Reaksi klorinasi langsung terjadi seperti reaksi berikut. C H + Cl ⟶ C H Cl Reaksi klorinasi langsung berlangsung pada reaktor HTDC RE-X301 dengan umpan klorin dan etilen dengan rasio 1,04 untuk etilen. Tujuan melebihkan etilen dalam reaksi langsung ini adalah menghindari korosi yang dapat timbul apabila terdapat jumlah klorin sisa yang signifikan. Reaksi terjadi dalam fasa gas di sebuah reaktor termosiphon. Reaksi berlangsung pada temperatur sekitar 106oC. Tinggi dari level di reaktor ini dikontrol dengan menyirkulasikan mother liquor EDC yang bersuhu lebih rendah. Aliran ini dibagi dua, yaitu satu diposisikan di atas packing untuk membasahi isinya dan satu di bawah sebagai level control. Untuk setiap 1 mol produk yang terbentuk, terdapat 5 mol EDC yang teruapkan. Hal inilah yang menyebabkan perlu adanya aliran refluks dari hiboil column dengan tujuan backup level pada reaktor. Temperatur ini dijaga dengan menggunakan reboiler yang disuplai sumber panas berupa steam bertekanan rendah (SLP). Keluaran reaktor akan dialirkan ke hiboil column TW-X302, dengan sebagian aliran dikembalikan ke reaktor. EDC wet crude yang berasal dari tangki penyimpanan ST-X901 diumpankan ke head column TW-X301 untuk pemisahan EDC dengan air menggunakan prinsip distilasi azeotrop. Produk atas berupa air dan EDC akan melalui HE-X302 dengan medium pendingin berupa air pendingin dan memasuki dekanter VE-X301 untuk memisahkan air dan EDC berdasarkan perbedaan berat jenis. Sisi air akan ditransfer ke LM-X601 pada area waste water treatment dan sebagian dikembalikan. Sisi EDC akan ditransfer ke ST-930 pada area insinerator dan sebagian dikembalikan ke kolom. Adapun produk bawah kolom yang mayoritas berisi EDC dengan kandungan air maksimum 10 ppm ditransfer ke hiboil column TW-X302 untuk recovery EDC. Umpan hiboil column TW-X302 mencakup produk bawah TW-X301, produk reaktor RE-X301, serta umpan dari EDC dry crude tank. Dalam hiboil column, dilakukan pemisahan antara EDC dengan high boiling component (HBC) dan low boiling component (LBC), di mana LBC akan naik sebagai produk atas dan Universitas Indonesia



29



HBC akan turun sebagai produk bawah. Produk atas hiboil column selanjutnya dialirkan melalui HE-X305 untuk didinginkan dan menuju VE-X302. Dari vessel ini, sebagian aliran akan ditransfer ke line mixer LM-X205 untuk recovery EDC, sementara pengotor akan dibuang menggunakan sistem HTDC vent ke area 800. Produk bawah hiboil column dialirkan kembali ke reaktor RE-X301 untuk backup level dan sebagian dialirkan ke vacuum column TW-X303 untuk mem-blow komponen heavies. Adapun produk tengah dari hiboil column berupa EDC ditransfer ke tangki penyimpanan ST-X903 untuk menjadi umpan furnace, dan sebagian dikirimkan ke TW-X305 untuk pemurnian EDC lebih lanjut apabila terdapat kebutuhan ekspor EDC. Dalam vacuum column TW-X303, terjadi pemisahan antara EDC dan high boiling component menggunakan tekanan vakum, di mana EDC keluar sebagai produk atas dan HBC keluar sebagai produk bawah. Tekanan vakum dipilih untuk digunakan atas dasar keunggulan yaitu mengurangi kebutuhan steam dan temperatur untuk melangsungkan proses separasi. Kolom ini didukung oleh reboiler HE-X307 dengan medium pemanas berupa steam bertekanan rendah (SLP) dan kondenser HE-X308 dengan medium pendingin berupa air pendingin. Produk atas akan dialirkan ke VE-X304, di mana sebagian aliran akan direfluks kembali dan sebagian lainnya memasuki sistem vent dan recovery EDC ke line mixer LM-X205. Sementara itu, produk bawah vacuum column berupa tar akan memasuki tangki penyimpanan EDC Tar ST-X931 pada area insinerator.



Universitas Indonesia



Gambar 3.5. Process Flow Diagram Sederhana Area 300 Pabrik VCM-3 (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)



30



Universitas Indonesia



31



3.3.4. Area 400 Proses utama yang terjadi pada area 400 adalah perengkahan EDC yang dihasilkan pada area 200 dan 300 membentuk produk VCM dan HCl. VCM akan digunakan sebagai umpan pembuatan PVC. Produk samping berupa HCl digunakan untuk membentuk EDC kembali pada reaktor oksiklorinasi di area 200 dan dijual sebagai produk HCl 33%. C H Cl → C H Cl + HCl Reaksi perengkahan EDC berlangsung di EDC pyrolysis furnace FU-X401 A dan B dengan konversi 55%. Pada praktiknya nilai konversi dijaga pada jangauan 40% sampai 65%. Nilai ini merupakan konversi optimum, yang apabila ditingkatkan akan memperbanyak jumlah coke dan produk samping seperti Karbon tetraklorida (CCl4). Coke yang terbentuk akan merugikan karena dapat meningkatkan fouling factor yang menurunkan koefisien perpindahan kalor keseluruhan pada operasi pertukaran panas. Sebagai reaksi endotermis, perengkahan EDC membutuhkan bahan bakar yang dipenuhi oleh hidrogen sebagai produk pabrik C/A dan tambahan dari natural gas. Umpan EDC ditampung di dalam sebuah tangki umpan. EDC harus disuplai dalam keadaan bersih, kering, dan bebas dari padatan. Kandungan air dalam EDC dijaga maksimal 20 ppm melalui analisis dengan moisture analyzer. Tangki memiliki kapasitas sebesar 340 m3 atau 408 ton. Tangki ini beratap kerucut dan dilengkapi dengan sistem selimut nitrogen untuk menstabilkan tekanan. Level tangki dijaga sekitar 50% dengan temperatur di bawah 60oC. Tangki EDC ini dihubungkan dengan sistem kondenser menggunakan metanol sebagai media pendinginnya EDC dialirkan ke dalam furnace FU-X401 melalui cracker pump PU-X401 A/B. Pompa yang bekerja adalah satu pompa saja dan yang satunya standby. Sebelum



memasuki



furnace,



dilakukan



preheating



pada



HE-X406A/B



menggunakan overhead Quench Scrubber dan Quench bottom stripper hingga mencapai suhu 80 oC. Kemudian, EDC akan memasuki seksi konveksi furnace dan dipanaskan kembali pada vaporizer external hingga ~95% EDC menguap menggunakan media SHHP.



Universitas Indonesia



32



EDC panas kemudian masuk ke bagian radiasi dan mulai terengkah pada temperatur sekitar 350 oC sampai temperatur akhir sekitar 500oC. Reaksi ini merupakan reaksi endoterm dengan panas reaksi sebesar 71 kJ/mol. Proses penguapan EDC secara superheated harus dijalankan dengan sempurna untuk mengurangi potensi terbentuknya coke, yang dapat menyebabkan pengendapan dan penurunan efisiensi furnace serta meningkatkan kebutuhan panas dalam proses perengkahan. Proses cracking ini dirancang untuk membentuk VCM dengan konversi EDC mencapai 55%. Untuk mencapai konversi yang dikehendaki, waktu tinggal EDC pada radiant coil sekitar 14 detik. Jika temperatur ditingkatkan, selektivitas akan berkurang meski menaikkan konversi. Tekanan juga diatur pada 11 kg/cm2(g) pada coil exit sebab tingginya tekanan akan menyebabkan bertambahnya pembentukan coke. Hasil keluaran furnace berupa VCM, HCl, dan pengotor lain selanjutnya dikirim ke Transfer Line Exchanger HE-X411. Unit ini menggunakan bantuan air sebagai penangkap energi panas dari keluaran furnace dan menghasilkan steam bertekanan sangat tinggi (SHHP). Setelah melewati TLE, aliran diteruskan ke kolom quench scrubber TWX401. Adapun tujuan pendingingan gas secara mendadak dijabarkan sebagai berikut. 



Mendinginkan gas keluaran furnace hingga mencapai dew point gas. Pendinginan yang cepat terhadap gas dilakukan untuk mengurangi potensi terjadinya reaksi samping, pembentukan coke, dan reaksi balik antara VCM dan HCl yang bisa membentuk 1,1-EDC yang tidak dapat digunakan untuk proses perengkahan bila di-recycle.







Memisahkan fasa cairan dan fasa gas untuk mendapatkan efektivitas pemisahan dalam area 500 secara sempurna.







Menghilangkan karbon dan tarr yang dihasilkan dari proses cracking.







Memaksimalkan kondensasi overhead product dari quenching tower. Aliran uap akan dipertukarkan panas dengan feed EDC untuk preheating sebelum dimasukkan ke furnace.



Universitas Indonesia



33



Kolom quench scrubber digunakan untuk melakukan pendinginan mendadak. Sebagian dari overhead kolom akan digunakan pertukaran panas dengan EDC dan kemudian dikondensasikan kembali menggunakan WKS. Fasa liquid dan gas ditampung di VE-X401 sebelum liquid dikembalikan sebagai refluks di TWX401 untuk mengatur level dan pendinginan kolom. Sementara fasa gas dari vessel akumulator di VE-X401 akan dijadikan umpan HCl column di area 500. Sebagian lain dari bottom quench scrubber akan dialirkan ke quench bottom stripper untuk memisahakan VCM dan EDC. Kolom ini tersusun dari 15 tingkat yang berfungsi sebagai recovery VCM. Aliran overhead dari kolom ini akan melewati berbagai jaringan pertukaran kalor sebelum bercampur dengan overhead quench scrubber di VE-X401. Aliran bottom akan dipisahkan dari heavies pada vacuum column TW-X303. 3.3.5. Area 500 Pada area 500, berlangsung proses purifikasi VCM dengan peralatan utama berupa kolom HCl, kolom VCM, dan VCM stripper. Aliran gas dan cairan dari area 400 dimurnikan sehingga memperoleh produk VCM dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Pada area ini menghasilkan HCl dan EDC. HCl dipisahkan dari campuran dan diperoleh kembali untuk menjadi umpan pada reaksi oksiklorinasi. Sedangkan EDC yang tidak bereaksi akan kembalikan sebagai umpan furnace. Kolom HCl TW-X501 terdiri dari 70 tray untuk memisahkan HCl dari campuran EDC, VCM, dan air. Umpan kolom ini berasal dari produk top quench scrubber accumulator VE-X401 yang kaya HCl dan berfasa uap, serta produk bottom quench scrubber accumulator VE-X401 yang kaya EDC dan berfasa cair. Selain itu, sebagian keluaran VCM stripper accumulator VE-X506 dikembalikan ke kolom HCl untuk recovery. Prinsip dasar kolom HCl adalah untuk memurnikan gas HCl pada bagian atas kolom dan mencegah terdapatnya HCl pada bagian bawah kolom. Prinsip kerja yang digunakan yaitu berdasarkan volatilitas dari HCl dengan VCM dan EDC. Dimana HCl dengan volatilitas relatif lebih tinggi akan meninggalkan campuran EDC dan VCM ke atas kolom. Sumber panas dari reboiler di bagian bawah kolom berasal dari steam bertekanan rendah (SLP). Sebagian keluaran atas kolom



Universitas Indonesia



34



ditransfer melalui sistem pendingin menggunakan etilen dan refrigeran menuju HCl column reflux accumulator VE-X501 dan direfluks kembali ke kolom. Produk atas kolom HCl yang merupakan HCl free organic akan menuju HEX403 sebelum akhirnya menuju area 200 sebagai umpan reaktor oksiklorinasi. HCl yang menuju reaktor oksiklorinasi dipastikan bebas senyawa organik untuk mencegah terjadinya reaksi samping membentuk produk trikloroetilen. Cairan yang ditangani oleh kolom HCl merupakan cairan yang berkarbon yang bsa menyebabkan terjadinya fouling pada peralatan, terutama reboiler. Untuk mengantisipasi jika terdapat masalah pada reboiler saat beroperasi. Maka terdapat reboiler cadangan yang standby. Aliran bawah kolom HCl TW-X501 yang mengandung EDC dan VCM selanjutnya diumpankan menuju kolom VCM TWX502 setelah melewati strainer pada sistem perpipaan tersebut. Perlu dilakukan perawatan secara berkala pada aliran ini karena pada aliran ini sering terdapat coke yang menyumbat aliran. Pada kolom VCM TW-X502 terjadi pemisahan antara EDC dan VCM yang dilengkapi dengan kondenser HE-X504 dan reboiler HE-X503. Adapun medium pendingin kondenser adalah air pendingin sementara media pemanas di reboiler merupakan steam bertekanan menengah (SMP). Produk atas kolom TW-X502 yang mengandung VCM dan trace HCl selanjutnya memasuki VCM stripper TW-X504 sementara produk bawah berupa EDC recycle dialirkan ke reaktor klorinator REX510. Produk bawah kolom VCM TW-X502 yang merupakan EDC recycle akan dialirkan menuju RE-X510 untuk mengubah light menjadi heavies. Keluaran reaktor ini akan masuk ke tangki penyimpanan ST-X902 dan melalui economizer HE-X513 untuk selanjutnya memasuki hiboil column TW-X302 sebagai recovery EDC. Pada VCM stripper TW-X504, terjadi pemisahan antara VCM dan HCl sisa. HCl yang keluar sebagai produk atas akan didinginkan oleh kondenser HE-X508 dengan medium pendingin berupa air pendingin. Sebagian aliran ini direfluks kembali ke kolom, sementara sebagian lainnya dialirkan menuju VCM dryer TWX506 dengan adanya penambahan soda kaustik untuk menghilangkan jejak HCl yang masih ada. Produk bawah kolom VCM TW-X504 yaitu produk VCM akan Universitas Indonesia



35



melewati cooler HE-X511 menuju tangki penyimpanan produk VCM ST-X906, sebelum nantinya dialirkan ke pabrik PVC sebagai bahan baku pembuatan PVC.



Universitas Indonesia



Gambar 3.6. Process Flow Diagram Sederhana Area 400 dan 500 Pabrik VCM-3 (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)



36



Universitas Indonesia



37



3.3.6. Area 600 Sumber dari air limbah berasal dari unit OHCl (Hot Quench bottom dan Caustic Wash), unit purifikasi EDC (Head Column Water), unit VCM purifikasi, dan unit incinerator. Pada unit OHCl, produk bawah Hot Quench Column terdapat air dan HCl yang tidak bereaksi yang meninggalkan reaktor. Air limbah ini masih mengandung kandungan asam yang tinggi (0.5 s.d. 1.5% HCl) dan juga mengandung katalis padat. Selain itu juga mengandung EDC, 2-kloroetanol dan kloral dalam jumlah yang sedikit. Di lain sisi, aliran dari Caustic Waste Tank bercampur dengan aliran Hot Quench pada unit air limbah untuk mengambil kandungan NaOH didalamnya. Pada unit purifikasi EDC, EDC dan komponen light yang dihasilkan dilakukan stripping pada Waste Water Stripper. Aliran ini juga bisa dialihkan ke Contaminated Water Storage Tank (ST-X602) jika Waste Water Stripper sedang dilakukan perbaikan. Pada unit VCM, air buangan dari VCM Caustic Dryer Blowdown masih mengandung VCM. Oleh karena itu, perlu dipompakan ke ST-X602 untuk menghilangkan kandungan VCM tersebut. Langkah-langkah dalam proses pengolahan air pada unit 600 terdiri dari pencampuran, netralisasi, steam stripping, dan pendinginan untuk menuju proses selanjutnya. a. Netralisasi Proses netralisai pada unit pengolahan air terjadi dengan menggunakan kaustik (20%) atau asam (10% HCl). Dimana pH yang diharapkan berkisar antara 8 sampai 9. b. Steam Stripping Steam stripping digunakan untuk menghilangkan dan mengembalikan EDC. Umpan dari ST-X602 dipompakan ke Stripper Feed Bottom Exchanger (HE-X602) dan bercampur dengan Air panas yang meninggalkan unit Neutralization Surge Drum dan air limbah dari PVC. Campuran dari aliran ini kemudian dipanaskan dengan menginjeksikan steam pada Stripper Feed Heater (EJ-X625). Pemanasan ini dilakukan untuk mengurangi jumlah kondensat pada Waste Water Stripper (WWS) dan memastikan laju uap yang melalui WWS sama pada setiap traynya. Universitas Indonesia



38



Aliran air limbah yang dipanaskan ini kemudian diumpankan menuju tray atas dari WWS (TW-X61). Stripping steam ditambahkan dari bawah TWX601 untuk menjaga level cairan pada WWS. TW-X601 berfungsi untuk menghilangkan EDC



dari air limbah dibawah 1 ppm. Selain itu juga



menghilangkan komponen ringan lainnya seperti kloroform dan VCM. Produk top stripper TW-601 akan dialirkan ke stripper overhead condenser HE-X601 dan didinginkan dengan menggunakan air pendingin. Organik dan uap dikondensai dan dipompakan menuju Caustis Wash pada unit OHCl. Sedangkan gas dialirkan menuju Wet Vent Header dan Incinerator. c. Pendinginan Cairan dari WWS bagian bawah akan mengalir melalui Stripper Feed Bottom Exchanger (HE-X602) dan didinginkan menjadi 40°C pada Stripper Bottom Cooler (HE-X603). Aliran bawah yang didinginkan juga dilakukan pengecekan pH supaya tidak kurang dari 6. Air limbah yang telah memenuhi spesifikasi akan dikirim ke proses selanjutnya, sedangkan yang tidak memenuhi spesifikasi akan dikembalikan ke ST-X602.



Universitas Indonesia



Gambar 3.7. Process Flow Diagram Sederhana Area 600 Pabrik VCM-3 (Sumber: Departemen VCM-3. PT Asahimas Chemical, 2019)



39



Universitas Indonesia



40



3.3.7. Area 700 Area 700 merupakan area refrigerasi. Sistem refrigeran yang digunakan berupa kompressor jenis screw compressor dengan pendingin berupa propilen. Kompressor jenis ini terdapat dua masukan, yaitu main suction dan middle suction. Untuk main suction berasal dari low temperature steam sedangkan middle suction berasal dari high temperature steam. Terdapat empat area yang menggunakan refrigeran, yaitu area 200, 300, 500, dan 900. Pada area 200 dan 900, menggunakan masukan berupa high temperature steam. Alat yang menggunakan refrigeran pada area 200 berupa HE-X211 dengan tujuan untuk mengkondensasikan air dan organik atau meminimalkan organik yang terbawa menuju vent system dengan masukan berupa high temperature steam, sedangkan pada area 900 alat yang menggunakan refrigeran yaitu HE-X910 dengan tujuan untuk mendinginkan gas di storage. Kemudian pada area 300 dan 500, masukan yang digunakan berupa low temperature steam. Pada area 300 alat yang menggunakan refrigerant yaitu HE-X312 dan HE-X315, sedangkan area 500 alat yang menggunakan refrigeran yaitu HE-X502. Udara bertekanan memasuki separator tank yang berfungsi untuk memisahkan oli dan udara, sehingga udara bertekanan tidak membawa oli. Pada keluaran kompresor terdapat kondensor yang berfungsi untuk mendinginkan cairan bersuhu 80°C yang kemudian didinginkan dengan menggunakan WKS menjadi suhu 30°C. Keluaran dari kondensor yang memiliki suhu 38-40°C kemudian masuk ke dalam vessel berbentuk propilen cair bertekanan 15-16 kg/cm2g.



Untuk



menghasilkan low temperature steam, propilen cair bersuhu 40 °C masuk menuju suatu HE yang berfungsi untuk mengubah propilene cair bersuhu 40°C menjadi 20°C dengan tekanan tetap. Selanjutnya, HE-X312, HE-X315, dan HE-X502 yang memiliki suhu 30°C didinginkan menggunakan propylene menjadi 5°C. 3.3.8. Area 800 Area 800 merupakan area incinerator dengan proses pembakaran untuk treatment limbah menjadi produk berupa HCl 21%-wt. Sumber untuk diolah pada area ini adalah sebagai berikut: 



EDC dari sisi EDC vessel VE-X301 keluaran top kolom TW-X301.







EDC Heavies (Tar) dari Vacuum Column TW-X303. Universitas Indonesia



41







Wet vent gas, dry vent gas, VHT (HTDC vent gas), dan HCl neutralization. Peralatan utama area 800 mencakup 2 waste liquid-gas incinerator, 2 steam



drum, 2 waste storage untuk light dan heavies, 2 quencher, 2 kolom absorber, 2 kolom scrubber, 4 HCl storage, 2 alkali storage, 1 HCl nt storage. Tar dan gas buang dibakar dalam insinerator FU-X851 dan FU-X861. FUX851 digunakan untuk membakar sebagian besar tar sementara FU-X861 digunakan untuk membakar vent gas. Untuk melengkapi segitiga api proses pembakaran, bahan bakar berupa natural gas (NG) dimasukkan ke dalam furnace, beserta udara yang juga dimasukkan menggunakan blower. Untuk memperoleh proses pembakaran yang optimum, udara bertekanan (air pressure) berasal dari utilitas diaplikasikan untuk mengabutkan tar cair sebelum proses pembakaran berlangsung. Proses ini bertujuan untuk menaikkan tekanan agar tidak terjadi penetesan tar cair ke bagian bawah furnace. Proses pembakaran menghasilkan gas HCl, karbon, dan Fe. Hasil pembakaran ini selanjutnya diteruskan ke unit gabungan waste heat recovery HEX851 dan steam drum VE-C854, dan menghasilkan SHHP untuk menjadi backup steam pada furnace di area 400. Keluaran unit ini selanjutnya diteruskan ke quencher VE-X858 sebagai unit pendingin sebelum memasuki kolom HCl absorber. Quencher tersusun atas material carbon steel yang dilapisi lining dan batu tahan panas di dalamnya. Keluaran bottom quencher direfluks kembali seiring dengan proses pembuangan (blow) Fe ke area 600. Kolom HCl absorber TW-X851 tersusun atas bubble tray dengan masukan air demineral yang berfungsi mengabsorb gas HCl. Kolom ini terhubung dengan kolom alkali scrubber TW-X852 yang berfungsi untuk meng-scrub sisa asam menggunakan soda kaustik dan natrium tiosulfit untuk mencegah polusi ke lingkungan. Produk kolom HCl absorber yang memenuhi spesifikasi akan dikirim ke tangki penyimpanan ST-X851. Adapun pesifikasi yang dimaksud meliputi kadar HCl sebesar 19 s.d. 21%, kadar Fe kurang dari 10 ppm, serta kadar klorin bebas sebesar maksimum 5 ppm. Produk HCl yang diperoleh selanjutnya akan dialirkan ke tangki ST-X812 dan dipompakan ke pabrik C/A-1 dan VCM-2 untuk diolah lebih lanjut. Selain itu, HCl yang dihasilkan juga dapat digunakan sebagai agen netralisasi pada area 600. Sementara itu, produk yang tidak memenuhi spesifikasi Universitas Indonesia



42



bersama dengan produk keluaran kolom alkali scrubber memasuki tangki penyimpanan ST-X852 yang akan diteruskan ke waste water treatment.



Universitas Indonesia



Gambar 3.8. Process Flow Diagram Sederhana Area 800 Pabrik VCM-3 (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical, 2019)



43



Universitas Indonesia



3.3.9. Area 900 Area 900 merupakan area penyimpanan baik berupa bahan baku maupun produk yang dihasilkan. Area ini terdiri dari: -



Tabung etilen



-



Deaerator



Deaerator merupakan tempat pendistribusian kondensat dari hasil kondensasi reboiler dengan suhu 134°C. Deaerator berfungsi untuk menghilangkan oksigen dalam air karena oksigen bersifat korosif. Ada beberapa bagian dari deaerator, yaitu untuk SHHP, SMP, dan SLP. Kondensat yang dihasilkan dari SHHP disebut SHHC, Kondensat yang dihasilkan SMP disebut SMC, dan kondensat yang dihasilkan dari SLP disebut SLC. SMP dan SHHP akan dimasukkan ke kondensat drum VEX953, sementara SLP akan masuk ke LP kondensat drum. Tujuan dari pemisahan kondensat dari tekanan yang berbeda adalah agar tidak terjadi hummering dalam pipa. Pada sistem deaerator digunakan blower untuk menjaga konsentrasi dari zat-zat kimia yang lain tetap rendah. Hasil kondensasi dari VE-X955 akan dimasukkan ke dalam steam drum. Sumber steam berasal dari panas dari furnace, reaktor OHCl (oksiklorinasi), incinerator, dan panas dari interkoneksi. -



Storage  ST-X903 digunakan untuk penyimpanan EDC yang bersumber dari TW-X302, TW-X303, dan TW-X305.  ST-X901 digunakan untuk penyimpanan Wet Crude EDC yang bersumber dari produk OHCl, VE-X204 yang merupakan proses dekantasi. Hasil dari tempat penyimpanan ini digunakan untuk TWX301 dalam proses pemisahan air.  ST-X902 digunakan untuk penyimpanan Dry Crude EDC yang bersumber dari proses cracking.  ST-X930, ST-X931, dan ST-X932 digunakan untuk penyimpanan limbah dengan ST-X930 bersumber dari hasil Top TW-X301, dekantasi, VE-X301 yang kemudian limbah yang terkumpul dibakar 44



Universitas Indonesia



45



di SP-X851. Untuk ST-X931 dan ST-X932 bersumber dari heavies TW-X303 yang kemudian limbahnya dibakar di SP-X851.  EDC Vent Booster Semua vent system tangki dikompresi menggunakan CO-X910. Sistem vent didinginkan agar mengkondensasi organic yang terbawa di vent. Untuk EDC ditampung dan dikembalikan di STX901. Sementara vent yang tidak bisa dikondensasi akan dibuang langsung ke emergency scrubber TW-X911.  VCM Tank VCM tank terdiri dari dua tangki, yaitu tangki onspec TW-X906 dan tangki offspec TW-X905 yang diperoleh dari TW-X504 bottom dan masuk ke ST-X906. TW-X905 digunakan apabila terjadi mallfunction sehingga langsung dinyatakan offspec. Kapasitas dari TW-X905 adalah 50 ton/h. Selain itu juga terdapat TW-X506 adalah tower dryer yang diopersikan jika terjadi offspec berupa moisture. Hasil dari onspec ST-X906 akan dikirimkan ke PVC 4 yang beroperasi secara batch setiap 4 jam. Dalam satu hari menghasilkan 500 ton VCM sedangkan kebutuhan untuk PVC saat ini sekitar 250 ton dan sisanya akan dimasukkan ke existing tank. Adanya kelebihan kapasitas dari VCM, maka saat ini sedang dibangun PVC 5.



Universitas Indonesia



46



3.4.



Kode Standar Peralatan dan Instrumentasi Penerapan kode standar untuk peralatan merupakan keharus pada operasi



industri skala besar. Banyak peralatan meningkatkan kompleksitas industri sehingga penggunaan kode akan memudahkan komunikasi dan jalannya pekerjaan. Kode ini diterapkan pada setiap peralatan dan instrumentasi yang berperan dalam proses produksi. Biasanya peralatan pada proses produksi diringkas pada 2 huruf awal peralatan. Beberapa kode tersebut dijabarkan sebagai berikut. 



ST untuk Storage







HE untuk Heat Exchanger







RE untuk Reaktor







FU untuk Furnace







LM untuk Line Mixer







PU untuk Pump







CO untuk Compressor







FL untuk Filter







TW untuk Tower







VE untuk Vessel







BL untuk Blower Instrumentasi dibutuhkan untuk melengkapi peralatan utama dalam proses



industri. Instrumentasi dipasang pada setiap peralatan industri dan memiliki tag number dengan konfigurasi AB-CDEFG di mana: 



AB menunjukkan jenis instrumentasi







C menunjukkan pabrik tempat operasi dilaksanakan







D menunjukkan area operasi







E menunjukkan kode pengendalian (laju alir, level, tekanan, temperatur, analisator)







FG menunjukkan nomor instrumentasi pada area yang dispesifikasi Sistem instrumentasi digunakan untuk mempermudah dalam pengontrolan



di industri dan mengetahui jika terjadi suatu masalah di pabrik. Pengendalian berlangsung dengan komponen dasar berupa sensor, pengendali (controller), dan elemen akhir berupa control valve. Untuk mencapai tujuan pengendalian, PT Universitas Indonesia



47



Asahimas Chemical dilengkapi dengan berbagai alat instrumentasi yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu alat instrumentasi lapangan dan DCS (distributed control system). Data aktual di lapangan yang diperoleh melalui instrumen dapat dibaca dan dikendalikan secara real time di DCS. Adapun beberapa kode dan nama alat instrumentasi di lapangan dan DCS dijabarkan sebagai berikut. Tabel 3.2. Kode Alat Instrumentasi Lapangan



No



Kode Alat



Nama Alat



1



AT



Analyzer Transmitter



2



FCT



Flow Control Transmitter



3



FT



Flow Transmitter



4



LCV



Level Control Valve



5



LG



Level Gauge



6



LT



Level Transmitter



7



PCV



Pressure Control Valve



8



PG



Pressure Gauge



9



PSV



Pressure Safety Valve



10



PT



Pressure Transmitter



11



TCV



Temperature Control Valve



12



TE



Temperature Element



13



TG



Temperature Gauge



(Sumber: PT Asahimas Chemical, 2016) Tabel 3.3. Kode Alat Alat Instrumentasi DCS



No



Kode Alat



Nama Alat



1



AI



Analyzer Indicator



2



AIC



Analyzer Indicator Control



3



FI



Flow Indicator



4



FIC



Flow Indicator Control



5



FX



Flow Deviaton



6



LI



Level Indicator



7



LIC



Level Indicator Control



(Sumber: VCM, PT Asahimas Chemical, 2016) Universitas Indonesia



48



Tabel 3.4. Kode Alat Alat Instrumentasi DCS(cont’l)



8



LX



Level Deviaton



9



PI



Pressure Indicator



10



PIC



Pressure Indicator Control



11



PX



Pressure Deviaton



12



SOV



Shut Off Valve



13



TI



Temperature Indicator



14



TIC



Temperature Indicator Control



(Sumber: VCM, PT Asahimas Chemical, 2016)



3.5.



Sistem Utilitas Sistem utilitas merupakan departemen terpisah di PT Asahimas Chemical



yang berperan sebagai komponen penunjang dalam industri. Keberadaan sistem utilitas menunjang kelancaran proses utama. Departemen Utilitas menjadi pusat distribusi energi, air, steam, sarana pengolahan limbah, dan penyediaan bahan penunjang lainnya di PT Asahimas Chemical. Secara umum, Departemen Utilitas mengelola unit-unit berikut. 



Air separation unit







Air plant and instrument air







Cooling facility







Water treatment unit







Steam generation unit







Fuel facility Meski demikian, beberapa departemen memiliki sistem serupa di proses



utama mereka yang terpisah dari departemen utilitas seperti pada VCM-3. Peralatan seperti cooling facility, water treatment unit, dan steam generation unit dimiliki pula oleh departemen VCM-3. Pemaparan lebih rinci terhadap setiap unit diuraikan sebagai berikut. 3.5.1. Pembentukan Steam Steam yang digunakan pabrik merupakan keluaran dari proses steam generation (boiler) unit dengan bahan baku berupa air demineral. PT Asahimas Chemical memiliki tiga unit boiler yang menghasilkan steam, diantaranya: 



Boiler I dengan kapasitas maksimum 45 ton/jam Universitas Indonesia



49







Boiler II dengan kapasitas maksimum 17,6 ton/jam







Boiler III dengan kapasitas maksimum 50 ton/jam Jenis boiler yang digunakan PT Asahimas Chemical adalah boiler pipa air.



Bahan bakar yang digunakan pada boiler adalah campuran IDO (Industrial Diesel Oil) dan HO (Heavy Oil). Steam yang dihasilkan selanjutnya diklasifikasi ke dalam beberapa jenis berdasarkan tekanannya. 



SHHP (Steam High High Pressure), dengan tekanan 20 s.d. 21 kg/cm2.G







SHP (Steam High Pressure), dengan tekanan 14 s.d. 16 kg/cm2.G







SMP (Steam Medium Pressure), dengan tekanan 11 s.d. 11,5 kg/cm2.G







SLP (Steam Low Pressure), dengan tekanan 4 s.d. 4,5 kg/cm2.G







SLLP (Steam Low Low Pressure), dengan tekanan 0,1 s.d. 2 kg/cm2.G



3.5.2. Pengolahan Air Tugas dari unit pengelolaan air yang ada di PT Asahimas Chemical adalah menyediakan kebutuhan air bagi keseluruhan operasional yang ada di lingkungan industri. Penyediaan air ini mencakup seluruh aspek, mulai dari air untuk kebutuhan proses sampai dengan untuk kebutuhan rumah tangga. Unit ini merupakan unit penting dalam pabrik karena industri besar mengonsumsi air dalam jumlah besar. Selain itu, pembuangan ke lingkungan memiliki standar tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga harus dipenuhi oleh industri terkait. Sumber air yang digunakan oleh PT Asahimas Chemical adalah air yang didapatkan dari PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI), air tanah (deep well), dan air laut. Selanjutnya air-air tersebut akan diolah untuk memenuhi klasifikasi air yang ada di PT Asahimas Chemical, yaitu: 



Potable Water (WN)







Boiler Feed Water (BFW)







Air Pendingin







Air Pemadam Kebakaran







Air Industri (WI)







Air Demineral (WD)



Air yang menjadi bahan baku di PT Asahimas Chemical harus memenuhi syarat kualitas sebagai berikut. Universitas Indonesia



50



Tabel 3.5. Persyaratan Kualitas Air sebagai Bahan Baku



Parameter



Persyaratan Maksimum



Kesadahan Total



178 mg/L



Kadar Ca2+



142 mg/L



Kadar Mg2+



36 mg/L



Na+ dan K+



182 mg/L



m-alkalinitas (HCO3-)



148 mg/L



Kadar SO42-



90 mg/L



Kadar Cl-



122 mg/L



pH



6,5 s.d. 8,5



Kadar Fe



0,5 mg/L



Kadar Mn3+



0,05 mg/L



Kadar SiO2



36 mg/L



CO2 bebas



15 mg/L



Residu Cl2



0,5 mg/L



COD (Mn)



10 mg/L



Turbiditas



5 s.d. 10 mg/L



Temperatur



35oC



(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2016)



3.5.2.1. Air Industri (WI) Air Industri (WI) merupakan jenis air yang ditujukan untuk kegunaan industri secara umum, misalnya sebagai bahan baku air demineral. Bahan baku pembuatan air industri adalah air yang didapat dari PT Krakatau Tirta Indonesia. Persyaratan air industri di PT Asahimas Chemical dijabarkan sebagai berikut. Tabel 3.6. Persyaratan Air Industri PT Asahimas Chemical



Parameter



Persyaratan



COD (Mn)



< 2 ppm



Residu Cl2



< 0,1 ppm



Turbiditas



< 1,0 ppm



(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2016)



Sebelum disuplai menjadi bahan baku industri, air ditampung dalam basin dan diberi koagulan. Selanjutnya bahan baku air dari basin dikirim ke coagulant Universitas Indonesia



51



filter untuk menyaring padatan yang terkoagulasi, lalu gas klorin diinjeksikan untuk menghilangkan mikroorganisme yang ada di dalam air. Setelah itu, air tangki dialirkan ke penampungan air industri melalui carbon filter untuk menyaring pengotor berukuran lebih kecil. Air hasil proses ditampung dalam kapasitas tangki 850 m3 dan kemudian digunakan sebagai bahan baku air demineralisasi. 3.5.2.2. Potable Water (WN) Potable water merupakan air yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga di PT Asahimas Chemical, meliputi keperluan gedung, kantin, toilet, dan lain – lain. Sumber air yang digunakan berasal dari deep well, yang melalui proses penyaringan menggunakan coagulant filter dan ditambahkan klorin sebesar 0,05 ppm, dan disaring dengan carbon filter untuk menyerap substansi organik yang terkandung. 3.5.2.3. Air Demineral (WD) Air demineral merupakan air yang tidak mengandung mineral-mineral terlarut seperti Ca2+, Mg2+, Na+ dan logam-logam lainnya. Kapasitas tangki penampung air demineral yang berada di PT Asahimas Chemical adalah 900 dan 1000 m3. Dalam pembuatan air demineral, digunakan air industri yang dimasukkan dalam cation exchanger dan menjalani reaksi berikut. R-H+ ⟶ R-M + H+ Hasil dari tahap cation exchanger kemudian dimasukkan ke dalam degasifier, dengan tujuan menghilangkan gas CO2 yang terlarut dalam air menggunakan ejektor sampai tekanan mencapai 760 mmH2O. HCO3- ⟶ CO2 + H2O Tahap akhir adalah memasukkan air ke dalam anion exchanger. Tahap ini mampu menghilangkan ion-ion OH- yang ada di dalam air, sehingga diperoleh air demineral. H+ + R-OH + Na+ ⟶ R-N + H2O Pada umumnya, air demineral dapat digunakan untuk air proses di dalam pabrik, untuk regenerasi, dan backwash kolo resi, serta sebagai umpan boiler. Air demineral yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.



Universitas Indonesia



52



Tabel 3.7. Persyaratan Air Demineral PT Asahimas Chemical



Parameter



Persyaratan



Konduktivitas elektrik



< 5 µS/cm



Kadar silika



< 0,1 ppm



Total Fe



< 0,005 ppm



Suspended solids



< 0,1 ppm



Residu oksigen



< 1,0 ppm



(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2016)



3.5.2.4. Boiler Feed Water (BFW) Air umpan boiler merupakan air dengan kualitas tertinggi yang ada di industri. Hal itu disebabkan kualitas air yang buruk dapat memicu terjadinya korosi yang akan mengakibatkan kerusakan pada boiler. Bahan baku dari BFW adalah air demineral yang telah ditambahkan hidrazin untuk mengikat oksigen dan natrium fosfat untuk meningkatkan keasaman sehingga menjadi basa. 3.5.2.6. Air Pemadam Kebakaran Air pemadan kebakaran digunakan untuk memadamkan api saat terjadi kebakaran di pabrik. Air ini diperoleh langsung dari sumur, lalu ditampung dalam bak penampung, dan selanjutnya didistribusikan ke bagian-bagian pabrik dengan sistem hidran. Selain air sumur, air laut dapat digunakan sebagai alternatif air pemadam kebakaran. 3.5.3. Pemisahan Udara Air Separation adalah unit pada utilitas yang menghasilkan kebutuhan oksigen dan nitrogen, baik dalam bentuk cair maupun gas. Bahan baku pada unit air separation adalah udara yang ada di lingkungan. Produk yang dihasilkan pada air separation unit adalah sebagai berikut: 



Gas Nitrogen Gas nitrogen yang dihasilkan dibedakan menjadi dua yakni Nitrogen Low Pressure (4,3 s.d. 5 kg/cm2.G) yang dihasilkan sebanyak 1500 m3/h dan Nitrogen High Pressure (12 kg/cm2.G) yang dihasilkan sebanyak 2000 m3/h. Nitrogen Low Pressure digunakan untuk membilas air murni yang diumpankan ke dalam reaktor, membilas air murni yang berisi VCM, dan Universitas Indonesia



53



pembuatan seal water. Nitrogen High Pressure digunakan untuk reactor sealing mekanis, poison tank bertekanan, dan zat anti kerak dalam water sprayer yang dimasukkan ke dalam reaktor. 



Gas Oksigen Kebutuhan gas oksigen sebagai umpan reaksi oksiklorinasi disuplai oleh ALINDO (Air Liquide Indonesia) dengan kapasitas 10.000 m3/h untuk nitrogen dan O2 sebanyak 5000 m3/h.



3.5.4. Unit Instrumen Udara Unit ini menghasilkan udara dengan tekanan 5 s.d. 6 kg/cm2.G, melalui proses kompresi udara luar. Udara tekan ini, digunakan terutama untuk menghasilkan Air Instrument (AI), melalui proses adsorbsi uap air dengan menggunakan alumina gel sebagai media adsorbent. AI ini digunakan untuk menggerakan alat-alat instrumentasi (Control Valve) yang terpasang di semua plant. Di samping untuk menghasilkan AI, udara tekan juga digunakan untuk beberapa kebutuhan lain seperti pembersihan peralatan, bubbling (aerasi) pit (bak penampung), juga untuk kebutuhan proses seperti proses Air Burning di VCM Cracker, atomizer, pembakaran bahan bakar di boiler atau di insinerator, dan lainlain. 3.5.5. Pendingin Air pendingin yang ada di PT Asahimas Chemical disediakan oleh tiga unit, yang dijabarkan sebagai berikut. 



Closed Cooling Water System Proses pendinginan air di unit ini terjadi dalam siklus tertutup. Air pendingin yang digunakan di unit ini merupakan air demineral yang sebelumnya telah didinginkan oleh air laut. Suplai air pendingin ke bagian pabrik yang membutuhkan dikenal dengan WKS (closed cooling water supply), yang setelah melaksanakan fungsinya sebagai air pendingin dikenal dengan WKR (closed cooling water return), yang kemudian akan didinginkan kembali oleh air laut. K







Sea Water Supply Air laut (WSS) digunakan sebagai pendingin pada heat exchanger, biasanya pada pendinginan dengan model one through pass. Sebelum digunakan Universitas Indonesia



54



sebagai air pendingin, air laut harus disaring dulu menggunakan bar screen dan fine screen. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan kotoran dari ukuran besar sampai dengan ukuran yang relatif kecil seperti kayu, plastik, pasir, dan lain-lain. Selanjutnya, dilakukan penyaringan lanjutan dengan striner untuk menyaring kotoran dengan ukuran yang sangat kecil, agar tidak menyumbat pada heat exchanger. 



Cooling Water System Jenis cooling water system merupakan air pendingin yang digunakan pada cooling tower. Air yang digunakan adalah air industri. Air yang diproses pada cooling tower sebelumnya diinjeksikan NaClO dan nitrit terlebih dahulu, yang berturut-turut menghilangkan mikroorganisme dan mencegah pembentukan scale.



3.5.6. Penyediaan Bahan Bakar Unit ini menyediakan bahan bakar yang akan digunakan pada proses industri. Jenis bahan bakar yang digunakan di PT Asahimas Chemical diuraikan sebagai berikut. 



Liqufied Petroleum Gas (LPG) dan Liquified Natural Gas (LNG) LPG sebagai bahan bakar yang digunakan PT Asahimas Chemical bersumber dari PERTAMINA. Tekanan LPG yang digunakan berkisar pada 2,5 s.d. 3 kg/cm2.G. Selain penggunaan LPG, terdapat juga penggunaan LNG yang dikirim dari Perusahaan Gas Negara (PGN) melalui pipa bawah tanah.







Fuel Oil Fuel Oil merupakan hasil pencampuran dari heavy oil (HVO) dan Industrial Diesel Oil (IDO). Pencampuran ini dilakukan untuk efisiensi biaya dan peningkatan kualitas dari bahan bakar tersebut. Pencampuran yang dilakukan memiliki rasio 60:40, hasil dari pencampuran tersebut diharapkan memilki kandungan sulfur yang memenuhi baku mutu lingkungan. HVO dan IDO merupakan dua bahan yang disupply oleh satu perusahaan yang sama, yaitu Pertamina.







Batubara



Universitas Indonesia



55



Batubara (coal) yang ada di PT Asahimas Chemical digunakan untuk keperluan coal boiler. Batubara yang digunakan diperoleh dari Sadikun, Garda Tama, dan MPA. Tempat penyimpanan batubara yang ada di PT Asahimas Chemical memiliki kapasitas sebesar 2000 ton. 3.6.



Quality Assurance Dalam rangka mempertahankan mutu produk yang dihasilkan, PT



Asahimas Chemical menerapkan mekanisme pengendalian mutu produk yang terstandarisasi dengan baik. Selain penggunaan teknologi yang canggih, PT Asahimas Chemical juga memiliki fasilitas laboratorium yang modern dan lengkap untuk mencapai sasaran mutu yang prima. Kualitas dan mutu diatur sebaik mungkin mengikuti kaidah standar mutu ISO 9001. Quality Assurance mempunyai tugas utama untuk mendukung Divisi Produksi, dalam hal ini memastikan bahan baku yang digunakan dan produk akhir yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu yang telah ditentukan sebelum dikirim kepada pelanggan. Selain itu dengan laboratorium yang telah dilengkapi dengan fasilitas handal, QA juga membantu menganalisis parameter produk in-process dan memantau parameter limbah yang dihasilkan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya, QA menggunakan beragam metode analisis, mulai dari analisis kimiawi sederhana (titrimetri, gravimetri, dan kalorimetri) sampai



analisis



yang



menggunakan



instrumen



sebagai



alat



bantunya



(spektrofotometer UV-VIS, AAS, ICPS), kromatografi ion, kromatografi gas, dan laser. Kemampuan deteksi alat yang dipakai beragam, bahkan ada yang mencapai level ppb (part per billion). Alat-alat ini dijaga tingkat reliabilitasnya dengan melakukan kalibrasi secara periodik. Adapun metode analisis yang digunakan mengacu pada metode standar nasional dan internasional yang telah diakui seperti SNI, JIS, dan ASTM. Dalam hal pelaporan hasil analisis, QA telah menggunakan sistem jaringan komputer perusahaan (APIC) sehingga hasil analisis dapat segera diketahui (real on time). Demikian juga pengendalian produk akhir yang telah menggunakan sistem computer database AS-400, dimana QA memastikan bahwa hanya produk akhir yang telah memenuhi baku mutu produk yang dapat dikirim kepada pelanggan. Universitas Indonesia



56



Untuk meningkatkan sumber daya manusia karyawan yang ada, QA selalu berusaha mengirimkan karyawan tersebut untuk ikut dalam pelatihan baik internal ataupun eksternal dan juga ikut dalam seminar-seminar yang berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari. Untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional, sejak pertengahan tahun 1997 PT Asahimas Chemical telah menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001. Dengan demikian semua prosedur analisis kimia di QA sudah dipastikan terstandarisasi dengan baik. Untuk menjaga agar prosedur analisis kimia yang dilakukan selalu up to date, prosedur tersebut di-review secara berkala apakah masih tetap valid atau tidak, lalu dilakukan revisi bila dianggap perlu. Demikian juga dalam hal pemeliharaan peralatan laboratorium, keteraturan telah terjamin sesuai dengan sistem yang digariskan dalam ISO 9001. Semua peralatan laboratorium sudah dibuat kategorisasi, apakah peralatan tersebut butuh kalibrasi atau tidak. Peralatan yang butuh kalibrasi dibuatkan jadwal kalibrasi dengan frekuensi sesuai kebutuhan. Bagi peralatan yang tidak perlu dikalibrasi, dibuatkan jadwal pemeriksaan rutin dengan frekuensi sesuai dengan kebutuhan. Dari segi jumlah peralatan, kesediaan sudah sangat memadai, sehingga tidak pernah ada aktivitas analisis kimia yang tertunda akibat dari adanya peralatan laboratorium yang mengalami masalah. Penyediaan barang secara berkelanjutan juga berlaku sama bagi ketersediaan comsumable material sehari-hari untuk laboratorium, seperti chemical reagent, laboratory gas dan spare parts. Dengan hubungan yang baik antara PT Asahimas Chemical dan para vendor atau supplier, keterjaminan persediaan comsumable material tersebut selalu terpenuhi. Dengan demikian, kegiatan di laboratorium tersebut dapat berjalan selama 24 jam setiap hari untuk mendukung kebutuhan divisi produksi secara umum dan divisi lainnya, dan mutu produk pun pada akhirnya akan senantiasa dijaga baik. 3.7.



Pengolahan Limbah Sebagai usaha pemenuhan standar mutu lingkungan ISO 14001, PT



Asahimas Chemical dilengkapi dengan sarana pengolahan limbah yang memadai. Limbah yang dihasilkan merupakan limbah kimia beracun yang dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan apabila tidak diolah terlebih dahulu. Limbah Universitas Indonesia



57



hasil proses PT Asahimas Chemical ini dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan wujudnya, yaitu limbah gas, padat, dan cair. Secara khusus untuk pabrik VCM-3, limbah cair sisa proses produksi yang dihasilkan merupakan cairan yang mengandung senyawa organik. Limbah ini kemudian diolah lebih lanjut pada unit waste water treatment (WWT). Sementara itu, tar sebagai limbah padat dan gas buang (vent gas) sebagai limbah gas akan diolah lebih lanjut pada unit insinerator. Gas buang umumnya masih mengandung senyawa klorin (Cl2) dan HCl yang berbahaya bila terhirup. Selain tar, coke juga merupakan limbah padat yang dihasilkan dari proses cracking EDC. Coke umumnya ditemukan dalam bentuk lumpur (sludge) dan masih mengandung senyawa tembaga. Adapun standar effluent atau buangan limbah yang ditetapkan dijabarkan sebagai berikut. Tabel 3.8. Standar Effluent



Parameter pH



Nilai



Satuan



6,0 – 9,0



Suspended solid (SS)



50



mg/L



Cu



3



mg/L



Fe



10



mg/L



Biochemical Oxygen Demand (BOD)



150



mg/L



Chemical Oxygen Demand (COD)



300



mg/L



Karbon Tetraklorida



0,02



mg/L



(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2017)



Tabel 3.7. Standar Effluent (Cont’1)



Parameter Etilen diklorida (EDC) Trikloroetilen (TCE)



Nilai



Satuan



10



mg/L



0,06



mg/L Universitas Indonesia



58



TRI



0,3



mg/L



PER



0,1



mg/L



(Sumber: Utilitas, PT Asahimas Chemical, 2017)



3.7.1. Pengolahan Limbah Gas Limbah gas yang dihasilkan dari berbagai unit operasi dikumpulkan sebagai vent gas dan memasuki unit pengolahan limbah pada setiap pabrik. Limbah gas dihasilkan dari buangan unit operasi seperti boiler, furnace, incinerator, absorber, stripper, dan lain – lain. Limbah jenis ini diolah menggunakan kolom absorber/stripper dari masing-masing unit produksi. Pada pabrik VCM-3, limbah gas merupakan gas buang yang mengandung HCl. Pengolahan limbah pada plant VCM-3 dilakukan pada area 600 yaitu waste water treatment dan area 800 yaitu HCl recovery. Keterangan lebih rinci dapat merujuk pada penjelasan kedua area ini pada bagian 3.2.2. Secara umum, diterapkan sistem koleksi gas buang yang bertujuan untuk mengumpulkan semua gas buang yang mengandung VCM, HCl, klorin maupun chlorinated organics ke unit pengolahan limbah gas. Gas klorin sebagai limbah gas utama yang dihasilkan dari proses produksi diabsorb pada kolom HCl absorber TW-X851 dan dilanjutkan dengan kolom alkali scrubber TW-X852. Tujuannya adalah untuk menghilangkan HCl dari aliran gas sebelum dibuang ke atmosfer. Kolom bekerja dengan memanfaatkan fenomena perpindahan massa pada setiap bubble tray antara gas buang yang masuk dari bagian bawah dengan air yang mengalir dari atas secara counter-current. Produk HCl yang memenuhi spesifikasi akan dikirimkan ke tangki ST-X851 dan dipindahkan ke ST-X812 untuk selanjutnya dialirkan ke C/A-1 dan VCM-2 untuk diolah lebih lanjut. Gas buang selanjutnya memasuki kolom scrubber TW-X852 yang bekerja untuk meng-scrub sisa asam dengan NaOH dan Na2S2O3. NaOH digunakan untuk menjaga keasaman pada range pH 6-8, sedangkan Na2S2O3 digunakan untuk mengabsorb kandungan klorin. Gas buang yang telah aman menurut standar yang ditetapkan selanjutnya dibuang ke atmosfer melalui keluaran top dari kolom TWX852.



Universitas Indonesia



59



3.7.2. Pengolahan Limbah Padat Pengolahan limbah padat di pabrik VCM-3 bertujuan untuk membakar tar kental (chlorinated hydrocarbon) yang merupakan produk samping dari hasil cracking EDC pada area 400. Dengan pertimbangan bahwa tar tidak dapat direcovery lagi menjadi HCl, dilakukan pengolahan berupa proses pembakaran pada area 800. Pengolahan limbah padat dilakukan dengan cara mencampur tar dengan bubuk gergaji, agar tidak ada tar yang menempel di conveyor. Campuran tar dengan bubuk gergaji ini kemudian dibakar. Hasil pembakaran berupa gas CO2, H2O, HCl dan abu. Karena masih mengandung HCl, maka gas hasil pembakaran ini di quenching sehingga gas HCl akan berubah menjadi HCl liquid yang kemudian diabsorb untuk memisahkan limbah gas dan limbah cairnya. 3.7.3. Pengolahan Limbah Cair Limbah cair yang dihasilkan operasi produksi diolah pada unit pengolahan limbah cair dengan tujuan untuk mengatur agar limbah dapat dibuang ke lingkungan sesuai dengan standar lingkungan yang telah ditetapkan. Dalam keadaan tertentu, pengolahan limbah cair dapat digunakan untuk me-recover buangan substansi yang masih memiliki nilai guna untuk proses. Secara umum, proses pengolahan air limbah yang ada di PT Asahimas Chemical dibagi menjadi empat jenis pengolahan. Keempat jenis pengolahan tersebut diuraikan sebagai berikut. 



Organic Treatment Pengolahan limbah organik yang ada di PT Asahimas Chemical dilakukan dengan cara aerasi dan distilasi. Proses ini dilakukan untuk memisahkan zat organik terlarut yang ada di limbah cair untuk selanjutnya dibuang atau digunakan kembali. Proses pengolahan pada unit aerasi dilakukan dengan cara melakukan bubbling waste water dengan menggunakan udara luar dengan bantuan blower secara terus-menerus. Proses pengolahan secara distilasi memanfaatkan perbedaan volatilitas antara komponen organik dan komponen lain dengan memberikan steam bertekanan rendah (SLP) dengan kisaran temperatur 90 s.d. 103oC.







COD Treatment Universitas Indonesia



60



Proses COD treatment bertujuan untuk melepaskan oksigen yang terkandung pada zat-zat yang berada pada waste water. Pengolahan COD yang berada di PT Asahimas Chemical dilakukan dengan cara menambahkan natrium hipoklorit 10-12%. 



Cu Treatment Pengolahan ini bertujuan untuk menghilangkan limbah berupa logam tembaga dari katalis CuCl2 yang berasal dari Departemen VCM, dengan prinsip penambahan koagulan atau flokulan sejenis sehingga logam tembaga akan mengendap.







pH Adjustment pH Adjustment merupakan jenis pengolahan limbah dengan cara penetralan pada waste water. Penetralan ini dilakukan pada waste water yang berada pada suasana terlalu asam atau terlalu basa. Penetralan dilakukan dengan menginjeksikan HCl 19% dan 33% ke dalam air limbah yang terlalu basa dan menginjeksikan NaOH 20% pada air limbah yang terlalu asam. Berdasarkan asal dan komposisi limbahnya, limbah cair di PT Asahimas



Chemical dikelompokkan menjadi tujuh line, yang dijabarkan sebagai berikut. 



Line 1. Air Tanah (Ground Water) Limbah pada line 1 (air tanah/ ground water) berasal dari air hujan dan air tanah yang ada di sekitar PT Asahimas Chemical. Kandungan yang berada pada line 1 ini dilakukan dengan cara aerasi untuk menghilangkan kandungan organiknya.







Line 2. Limbah Basa Organik mengandung Cu Kondisi pada limbah yang berasal dari VCM-1 memiliki tingkat keasaman berkisar pada 12, konsentrasi COD 1800 ppm, Cu 23 ppm, senyawa organik 49 ppm, serta suspended solid 1073 ppm. Akibat dari keberagaman kandungan tersebut, pengolahan pada line 2 harus dilakukan dengan beberapa pengolahan, yakni organic treatment, Cu treatment dan COD treatment.







Line 3. WD Regenerasi Kandungan senyawa pengotor yang ada pada line 3 (WD regenerant) tidak terlalu parah, sehingga tidak memerlukan penanganan khusus. Kandungan Universitas Indonesia



61



organik yang ada pada line 3 kurang lebih hanya 3 ppm, dengan kandungan COD kurang lebih 20 ppm, dan pH sekitar 11,5. Berdasarkan kondisi tersebut, maka hanya perlu dilakukan proses pH adjustment. 



Line 4. Limbah Cair Asam Organik Selain pada line 2, proses pengolahan limbah dari VCM-1 juga dilakukan pada line 4. Kondisi limbah pada line 4 ini memiliki kandungan limbah organik kurang lebih 300 ppm, suspended solid 265 ppm, dan COD 50,4 ppm. Tingkat keasamannya sendiri berada pada kondisi asam. Berdasarkan kandungan tersebut, maka pengolahan yang harus dilakukan adalah pH adjustment, proses clarifying, dan organic treatment.







Line 5. Organic Acid Waste dan Old Incine Scrubbing Proses pengolahan pada line 5 (limbah HCl 19% SWI (Solid Waste Incinerator), air, HCl scrubbing pembakaran) adalah proses netralisasi sebab waste water yang ada di line 5 memiliki kandungan Fe, S, dan Cu kurang lebih 605 ppm. Pengolahannya sendiri dilakukan dengan cara Cu treatment dan proses clarifying.







Line 6. C/A Slurry Line 6 merupakan waste water yang berasal dari Departemen C/A I, II yang berupa slurry. Komposisi waste water yang berada pada line 6 didominasi oleh COD dengan konsentrasi lebih dari 700 ppm dan ada senyawa lain berupa garam, seperti NaCl, NaHCO3, dan Na2SO4 dalam suasana basa. Proses pengolahannya sendiri dilakukan dengan netralisasi dan dewatering.







Line 7. VCM-2 Plant Waste Water Waste water pada line 7 berasal dari VCM-2 sama sepeerti pada line 2, hanya saja kandungan COD pada line 7 lebih tinggi dibanding pada line 2. Proses pengolahannya pun sama seperti yang ada pada line 2. Pada pabrik VCM-3, limbah cair organik yang dihasilkan ditampung dalam



waste liquid receiver. Limbah cair yang dikenal dengan tar pada umumnya mengandung 80% Cl, 18,5% C, dan 1,5% H. Dengan pertimbangan atas kandungan klorin yang masih banyak, perlu dilakukan proses pengolahan limbah pada area 800 seiring dengan recovery HCl untuk diolah dan dipasarkan secara mandiri. Adapun air limbah proses diolah di area 600 dengan alat utama berupa kolom waste water Universitas Indonesia



62



stripper yang menghasilkan buangan limbah ke WWT Bio sementara EDC direcover kembali ke area produksi.



Universitas Indonesia



BAB IV PENDAHULUAN LAPORAN KHUSUS



4.1.Ringkasan Case Study Area 400 di pabrik PT Asahimas Chemical adalah tempat berlangsung reaksi perengkahan EDC untuk menghasilkan produk berupa VCM dan HCl. VCM adalah produk utama yang menjadi umpan pembuatan PVC. Sementara HCl akan dialirkan kembali ke area 300 untuk proses oksiklorinasi menghasilkan EDC kembali. EDC diumpankan ke dalam furnace FU-X401 pada seksi konveksi. Sebelum masuk ke seksi radian, EDC divaporisasi pada EDC Vaporizer HE-X401. Tujuan dari tahap ini adalah mengubah EDC dari fasa liquid di suhu 177oC menggunakan steam bertekanan tinggi (SHHP) menjadi mayoritas gas untuk direngkah di seksi radian furnace. Tahap investigasi dimulai dengan validasi data desain HE-X401A/B menggunakan piranti lunak HTRI Xchanger Suite. Selain itu, dilakukan juga pencocokkan dengan data aktual di lapangan untuk parameter laju alir masuk EDC dan bukaan valve berbagai instrumen yang mengontrol laju alir EDC masuk, liquid purge, dan SHHP. Dengan menggunakan HTRI, data desain heat exchanger HE-X401 tervalidasi benar. Ditinjau dari data proses desain, operasi vaporizer belum sesuai dengan rekomendasi desain. Salah satunya kondisi operasi yang belum sesuai adalah kecepatan fluida dalam shell yang terlalu lambat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya settling pengotor. Redesain yang disarankan untuk mengatasi masalah kebocoran di HE-X401 adalah dengan menambah ukuran shell menjadi 1985 mm dengan 4110 tube dan 364 tie rods terpasang di sisi radius. Selain itu, usaha untuk meminimalkan fouling harus selalu dilakukan. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kecepatan fluida dalam shell, meningkatkan liquid purge, dan meminimalkan terbawanya padatan besi terlarut dari reaktor klorinasi langsung. Melakukan pemeriksaan integritas packing katalis besi di reaktor klorinasi langsung dan 63 Universitas Indonesia



64



pemasangan strainer setelah furnace feed EDC storage tank direkomendasikan untuk menangkap padatan yang menyebabkan terbentuknya coke di HE-X401.



4.2.



Latar Belakang Zaman yang terus berkembang menyebabkan tuntutan akan keterampilan



berpikir kritis, menyederhanakan konsep rumit, dan menyelesaikan masalah semakin meningkat. Sebagai seorang sarjana teknik kimia, keterampilan tersebut harus dilengkapi dengan pengalaman dan wawasan terkait proses industri. Untuk itu, ilmu-ilmu fundamental yang diperoleh melalui pendidikan formal perlu dikombinasikan dengan pengalaman praktik langsung di lapangan. Melalui pelaksanaan kerja praktik di PT Asahimas Chemical, segala kecakapan tersebut dapat diasah dengan melakukan observasi dan penanganan langsung terhadap case study yang terjadi di lapangan. Pabrik monomer vinil klorida (VCM) beroperasi untuk mengolah gas klorin yang dihasilkan oleh pabrik klor alkali (C/A), serta menghasilkan monomer vinil klorida sebagai bahan baku pabrik polivinil klorida (PVC). Adapun pabrik VCM-3 terdiri atas 8 area, dengan tinjauan tugas khusus ini berada pada area 400. Area 400 di pabrik PT Asahimas Chemical adalah tempat berlangsung reaksi perengkahan EDC untuk menghasilkan produk berupa VCM dan HCl. VCM adalah produk utama yang menjadi umpan pembuatan PVC. Sementara HCl akan dialirkan kembali ke area 300 untuk proses oksiklorinasi menghasilkan EDC kembali. EDC diumpankan ke dalam furnace FU-X401 pada seksi konveksi. Sebelum masuk ke seksi radian, EDC divaporisasi pada EDC Vaporizer HE-X401. Tujuan dari tahap ini adalah mengubah EDC dari fasa liquid di suhu 177oC menggunakan steam bertekanan tinggi (SHHP) menjadi mayoritas gas untuk direngkah di seksi radian furnace. EDC akan dialirkan pada sisi shell, sementara SHHP berada di sisi tube. Namun, akibat terbawanya kotoran ke dalam alat penukar panas, terjadi bending akibat tingginya fouling pada tube sisi radian bundle. Hal ini menyebabkan kebocoran dan umpan EDC terkontaminasi air. PT Asahimas berniat untuk memasang tie rods di sisi radian bundle sehingga tidak terjadi kontaminasi EDC Universitas Indonesia



65



meski terjadi bending. Alat penukar panas ini ingin dirancang dengan overdesign sebesar 10% agar tetap terjaga pertukaran panasnya. Penulis diminta membantu desain alat penukar panas baru tersebut dan memberi rekomendasi operasi proses yang optimal.



4.3.



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dibahas



dapat dirumuskan sebagai berikut. 



Bagaimana validasi data desain HE-X401 dengan menggunakan piranti lunak HTRI Xchanger Suite?







Bagaimana desain baru untuk HE-X401 yang efektif untuk mengatasi masalah kebocoran dan memperoleh pertukaran panas yang optimal?







Apa saja yang perlu dilakukan untuk meminimalkan fouling pada HEX401?



4.4.



Tujuan Adapun tujuan dalam pelaksanaan tugas khusus ini dijabarkan sebagai



berikut. 



Melakukan validasi data desain HE-X401 dengan menggunakan piranti lunak HTRI.







Mengusulkan desain baru HE-X401 yang efektif untuk mengatasi masalah kebocoran dan memperoleh pertukaran panas yang optimal.



Mengusulkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan operasi dan meminimalkan fouling pada HE-X401.



Universitas Indonesia



BAB V METODOLOGI LAPORAN KHUSUS



5.1.



Pengumpulan Data Dalam upaya untuk melakukan redesain terhadap HE-X401, diperlukan



investigasi mengenai kondisi desain dari proses pertukaran panas. Data desain pun dibutuhkan untuk validasi desain awal heat exchanger. Kemudian, data ini akan dievaluasi untuk mengetahui kekurangan dari desain awal yang ada sekaligus menentukan parameter untuk evaluasi desain heat exchanger baru dengan sisi radius yang di-plug.



5.1.1. Pengumpulan Data Primer Data primer berupa process datasheet HE-X401 diperoleh dari Departemen VCM-3 PT Asahimas Chemical, dengan tujuan memvalidasi apakah desain heat exchanger yang diusulkan mampu mengakomodasi operasi perpindahan kalor yang dikehendaki. Data yang diperoleh dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 5.1. Data Desain HE-X401



Shell Parameter



In



Tube Out



In



Out



DATA PROSES DAN DESAIN Nama fluida



EDC



HHP STEAM



Laju alir (kg/h)



80657



11094



Fasa In/Out Temperatur (oC)



1



0



0



0.95



[Steam]



[Water]



[Liquid]



[Mix]



177



193,3-197,6



208,6



202,2



Kalor laten (kcal/kg)



461



Tekanan inlet (kg/cm2g)



12-13



15,59



Kecepatan (m/s)



0,22



0,51



66



Universitas Indonesia



67



Tabel 5.1. Data Desain HE-X401(cot’d)



Pressure



drop



diperbolehkan



(kg/cm2g) Pressure



Diabaikan



Diabaikan



0,021



0,028



0,00051



0,0001



terhitung



drop



(kg/cm2g) Fouling factor (hm2oC/kcal) Kalor



yang



dipertukarkan



5211260



(kcal/h) MTD (oC)



5



U service (kcal/hm2oC)



704,91



U clean (kcal/hm2oC)



1579,9



Luas efektif (m2)



1455,7



Overdesign (%) DATA GEOMETRI Jenis



BKU



Ukuran



1850 - 2600 x 6000 mm



Luas (Gross, Eff) (m2)



1531,9/ 1455,7



Tekanan desain (kg/cm2g)



29



35



Temperatur desain (oC)



250



260



1



2



Ukuran nozzle in (inch)



6 (ANSI)



6 (ANSI)



Ukuran nozzle out (inch)



2 (ANSI)



3 (ANSI)



Jumlah pass per shell



Jumlah tube



1942U OD 19,0 mm; thk 1,65 mm; panjang 6000



Dimensi tube



mm, pitch 25,0 mm, layout 90o, jenis seamless, material 70/30 Cu/Ni



Dimensi shell



ID 1850 mm, impingement type: circular plate



Baffle



Support



(Sumber: Process Datasheet HE-X401, Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



Universitas Indonesia



68



5.2.



Pengolahan Data Secara garis besar, investigasi masalah pada HE-X401 dilakukan melalui



mode rating pada piranti lunak HTRI Xchanger Suite untuk shell and tube heat exchanger. Investigasi masalah pada HE-X401 dilakukan melalui tahapan berikut.



5.2.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401 Tahap ini dilakukan dengan menginput data desain dari process datasheet HE-X401 pada HTRI Xchanger Suite, dengan langkah – langkah umum sebagai berikut. 



Pada bagian geometry – shell, menginput tipe heat exchanger, diameter dalam shell, orientasi shell, jumlah shell paralel dan seri, serta penempatan fluida panas di shell atau tube.







Pada bagian geometry – reboiler, menginput kettle diameter







Pada bagian geometry – tube, menginput tipe tube, diameter luar dan ketebalan dinding tube, jumlah tube pass, panjang dan jumlah tube, sudut penyusunan tube, serta material tube.







Pada bagian geometry – tube pass arrangement, menginput lebar perpendicular



passlane,



serta



menginput



layout



tube



pass



dan



perpendicular passlane width. 



Pada bagian geometry – tube layout ditambahkan skidbar sesuai gambar pada lampiran A1.







Pada bagian geometry – clerances, menginput height under nozzles, baik pada inlet maupun outlet.







Pada bagian geometry – nozzles, menginput standar, diameter dalam dan diameter luar nozzle.







Pada bagian geometry – impingement, menginput tipe impingement.







Pada bagian process, menginput nama fluida, fasa fluida selama operasi, laju alir fluida, temperatur masukan dan keluaran steam, tekanan inlet EDC dan steam, serta fouling factor.







Pada bagian hot fluid properties dan cold fluid properties, menginput metode perhitungan properti steam, dengan property generator maupun Universitas Indonesia



69



dengan perhitungan program melalui component by component. Kedua perhitungan ini selanjutnya dibandingkan dengan data properti pada datasheet, dan metode yang menghasilkan tingkat kesalahan paling kecil dipilih. 



Pada bagian design, memilih mode kasus ke dalam rating.







Melakukan run pada aplikasi, selanjutnya melakukan perbandingan hasil kalkulasi dengan HTRI Xchanger Suite dengan data yang disediakan oleh datasheet. Adapun variabel output utama dari HTRI Xchanger Suite yang menjadi



pembanding dengan datasheet meliputi: 



Besar overdesign yang dibandingkan dengan pertambahan shell ID.







Mean temperature difference, yang diperoleh berdasarkan temperatur outlet yang terhitung.







Jumlah kalor yang dipertukarkan (heat exchanged), yang menunjukkan jumlah kalor yang berpindah dari fluida panas ke fluida dingin.







Koefisien perpindahan kalor menyeluruh, baik untuk transfer, clean, maupun actual.







Kecepatan fluida dan pressure drop.







Kondisi boiling regime yang terjadi dari shellside monitor



5.2.2. Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401 Apabila datasheet yang ada telah terverifikasi valid, pengolahan diteruskan dengan peninjauan pada data – data proses aktual. 1. Peninjauan 1: Laju alir EDC aktual menuju furnace. Pada tahap ini, data laju alir EDC aktual diperoleh secara real time dan digunakan sebagai input rating pada HTRI Xchanger Suite. Data diambil melalui data online di control room. Kemudian, variabel ini akan dievaluasi untuk mengoptimalkan kondisi operasi ditinjau dari kecepatan alir dan pressure drop yang terjadi dibanding dengan data desain. 2. Peninjauan 2: Bukaan Valve Peninjauan bukaan valve dapat memberi gambaran apakah suatu parameter masih dapat ditingkatkan maupun diturunkan dengan instrumen yang tersedia. Universitas Indonesia



70



Beberapa parameter yang ditinjau adalah laju alir masuk EDC, laju alir liquid purge, dan laju alir SHHP. Masing-masing parameter dikontrol dengan control valve tertentu. Besar bukaan aktual tiap control valve akan dicatat pada tahap ini.



Universitas Indonesia



BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN



6.1. Validasi Data Desain Heat Exchanger HE-X401 Tahapan awal investigasi berupa validasi data desain heat exchanger dieksekusi menggunakan piranti lunak HTRI Xchanger Suite, dengan ringkasan input sebagai berikut.



Gambar 6.1. Rangkuman Input Data Desain HE-X401



Setelah dilakukan running, diperoleh hasil sebagai berikut dengan nilai overdesign sebesar 5,48%.



71



Universitas Indonesia



72



Gambar 6.2. Hasil Perhitungan Data Desain HE-X401



Hasil perhitungan data desain dengan HTRI Xchanger Suite selanjutnya menjadi pembanding process datasheet, dengan pemaparan pada tabel berikut.



Universitas Indonesia



73



Tabel 6.1. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Desain HE-X401



Parameter



Datasheet



HTRI



Satuan



% Deviasi



Temperatur outlet EDC



197,6



197,31



oC



-0,1



Kalor yang dpertukarkan



5211260



5220023



kcal/h



0,2



5



5



oC



0,0



U service



704,91



703,48



kcal/hm2oC



-0,2



U clean



1579,9



1396,21



kcal/hm2oC



-11,6



742,02



kcal/hm2oC



1455,7



1477,6



m2



1,5



Kecepatan alir steam



0,51



0,58



m/s



13,7



Kecepatan alir EDC



0,22



0,17



m/s



-22,7



Pressure drop steam



0.028



0.023



kg/cm2



-17,8



Pressure drop EDC



0,021



0,02



kg/cm2



-4,8



10



5,48



%



Mean temperature difference



U actual Luas efektif



Overdesign



Validasi data desain menggunakan HTRI Xchanger Suite menunjukkan beberapa deviasi. Penjelasan dari parameter yang dirasa penting akan dijabarkan. Pertama, deviasi dari nilai U clean berkaitan dengan dua faktor yaitu perbedaan data fisis dan algoritma penghitungan HTRI. Perbedaan data fisis terkait dengan pemilihan fluid packages, metode perhitungan, dan input fluida itu sendiri. Pada proses validasi, sifat fisik EDC sebagai fluida dingin dihitung menggunakan generasi properti oleh HTRI. Hal ini dilakukan untuk memperoleh deviasi nilai sifat fisik (densitas, viskositas, kalor spesifik, konduktivitas termal) seminimum mungkin dengan kondisi lapangan. Dalam perhitungan HTRI digunakan data dari mass balance. Dengan demikian, hasil validasi menggunakan HTRI dapat lebih merepresentasikan keabsahan data lapangan. Sementara, datasheet menghitung sifat fisik fluida dingin berdasarkan asumsi komponen yang ada hanya EDC. Ditinjau dari rumus menghitung U clean, faktor yang juga dapat menyebabkan deviasi adalah nilai konduktivitas termal dari material tube. 1



=



1 + ℎ



( 2#$



!



"



+



!



×



1 ℎ!



Universitas Indonesia



74



Hasil simulasi mendapatkan nilai U clean yang lebih kecil dari datasheet. Diduga penyebab deviasi ini disebabkan karena nilai Kw dari material cupronikel 70/30 pada HTRI berbeda dengan nilai yang dimasukkan pada datasheet. Kedua, deviasi dari nilai U clean berdasarkan perhitungan piranti lunak desain HE yang dilakukan secara bertahap (Bennett, et al., 2007). Nilai area efektif yang berbeda akan memengaruhi nilai koefisien keseluruhan total. &'()*



=



+



1



* ,- -)' ∑/01



&'()*,/ + ,/



Perbedaan area terhitung berada di bawah 5% sehingga diyakini bahwa perbedaan U clean yang signifikan disebabkan oleh faktor lain yang disebutkan di atas. Selain itu, terdapat pula perbedaan dari sisi pressure drop dan kecepatan fluida. Perbedaan ini masih berkaitan dengan perbedaan sifat fisik fluida dan geometri yang disimulasi di HTRI. Hal ini bisa diterima sebab beberapa parameter yang memiliki deviasi di atas 10% memang diberi catatan mengenai perlunya pengujian oleh kontraktor terkait (lihat lampiran A1). Oleh sebab itu, keluaran yang didapatkan dianggap cukup untuk membuktikan bahwa desain telah dirancang dengan benar.



6.2.



Evaluasi Parameter Desain Parameter desain yang telah diperoleh melalui datasheet dan simulasi HTRI



dibandingkan dengan rekomendasi perlakuan yang dirilis berbagai studi dan standar. Beberapa parameter yang akan dievaluasi meliputi kecepatan alir fluida, fluks panas, dan temperature driving force. Selain parameter proses, pertimbangan mengenai parameter geometri seperti pola susunan tube dan rasio shell ke bundle juga akan dilakukan. Tabel 6.2. Rekomendasi Perlakuan dengan Kondisi Desain



Parameter Kecepatan dalam shell



fluida



Datasheet



HTRI



rekomendasi



Satuan



0,22



0,17



0,6-1,5



m/s



Universitas Indonesia



75



Tabel 6.3. Rekomendasi Perlakuan dengan Kondisi Desain(cot’d)



Kecepatan



fluida



dalam tube Fluks



panas



maksimum Pola susunan tube Temperature driving force



0,51



0,58



0,9-2,4



-



2700-4200



85000-87000



90°



90°



90°



5



5



11,1-25



m/s Kcal/hr m2



C



Melalui tabel perbandingan, terlihat beberapa data tidak sesuai dengan rekomendasi.



Pentingnya



mengatur



kecepatan



fluida



dipaparkan



oleh



Thulukkanam(2013) yang memberi rekomendasi agar kecepatan fluida shell berada pada jangkauan 0,6-1,5 m/s dan pada tube sekitar 0,9-2,4 m/s. Jika kecepatan terlalu rendah, maka padatan yang terbawa akan mengalami settling. Namun, jika terlalu besar maka akan menyebabkan kerusakan akibat korosi erosi, vibrasi akibat aliran, dan masalah lainnya. Dari datasheet dan hasil simulasi, kecepatan fluida masih berada di bawah rekomendasi. Hal itu menyebabkan fouling dari besi yang terbawa aliran EDC mudah terjadi. Parameter proses yang perlu dioptimasi pula adalah temperature driving force. Diketahui bahwa MTD dari desain HE-X401 hanya sebesar 9°F. Akibat kurangnya temperature driving force, mekanisme mendidih melalui konveksi alami yang punya konduktivitas termal rendah masih signifikan. Sementara, parameter proses lain sudah mengikuti berbagai rekomendasi yang diberikan. Dari segi geometri tube, beberapa acuan yang perlu diperhatikan adalah sebagai



berikut.



Pertama,



pola



susunan



tube



yang



dianjurkan



oleh



Thulukkanam(2013) bagi reboiler adalah 90°. Bentuk kotak lebih disukai dari segi stabilitas mekanikal karena menyediakan jalur keluar bagi uap. Ukuran dari shell pada reboiler juga perlu menjadi pertimbangan. Towler dan Synnot (2008) memberi petunjuk pemilihan ukuran berdasar fluks panas sebagai berikut. Tabel 6.4. Rekomendasi perbandingan diameter shell/bundle dengan heat flux



Heat flux W/m2



Shell dia./Bundle dia



25000



1,2 s.d. 1,5



25000 s.d. 40000



1,4 s.d. 1,8 Universitas Indonesia



76



Tabel 6.3. Rekomendasi perbandingan diameter shell/bundle dengan heat flux(cot’d)



40000



1,7 s.d. 2 (Sumber: Towler dan Synnot, 2008)



6.3.



Peninjauan Data Aktual Heat Exchanger HE-X401 Dalam rangka melakukan redesain dan optimasi pada HE-X401, diperlukan



peninjauan data aktual yang meliputi temperatur inlet EDC dan laju alir EDC. Rangkuman parameter yang diamati berdasar pada tanggal 1 Agustus 2019 disajikan dalam tabel berikut. Tabel 6.5. Parameter Aktual HE-X401 dan Instrumen Terkait



Laju alir masuk EDC



16294 Nm3/h



Laju alir steam



11390 kg/hr



Temperatur masuk EDC Bukaan Valve mengontrol laju alir



160,2°C 67,8%



masuk EDC Bukaan Valve yang mengontrol laju



47%



alir SHHP Bukaan Valve yang mengontrol laju



14,8%



alir liquid purge



Data – data aktual yang diperoleh kemudian dijadikan input dalam HTRI Xchanger Suite. Rangkuman input perhitungan ditunjukkan pada gambar berikut.



Universitas Indonesia



77



Gambar 6.3. Rangkuman Input Data Aktual HE-X401



Pada proses kalkulasi, dilakukan perubahan pada laju alir cold shell. Hasil report akan dibandingkan dengan hasil keluaran desain. Setelah dilakukan running,



Universitas Indonesia



78



HTRI Xchanger Suite menghasilkan laporan seperti ditampilkan di gambar berikut.



.



Gambar 6.4. Hasil Simulasi Data Aktual HE-X401



Hasil running dengan suhu inlet dan laju alir masuk yang lebih rendah menyebabkan energi yang dipertukarkan menjadi lebih rendah. Selain itu, parameter laju alir pada shell mengalami penurunan dari 0,17 m/s menjadi 0,16 m/s. Jatuh tekanan juga turun hinga 0,016 kgf/cm2. Turunnya kecepatan dapat menyebabkan kemungkinan fouling bertambah. Selain itu, jatuh tekanan yang berada jauh di bawah allowable pressure drop menunjukkan bahwa perpindahan panas yang mampu dilakukan masih belum dimanfaatkan secara maksimal.



Universitas Indonesia



79



Perbandingan datasheet dengan hasil perhitungan data aktual dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 6.6. Perbandingan Datasheet dengan Hasil Perhitungan Data Aktual HE-X401



Parameter



data aktual



HTRI



Satuan



-9,49



oC



Temperatur inlet EDC



160,2



177



Kalor yang dipertukarkan



5248703



5220023 kcal/h



temperature 5,1



Mean



5



oC



% Deviasi



0,55 2



difference U service



701,59



703,48



kcal/hm2oC -0,27



U clean



1358,49



1396,21



kcal/hm2oC -2,70



U actual



731,23



742,02



kcal/hm2oC -1,45



Luas efektif



1477,6



1477,6



m2



0



Kecepatan alir steam



0,6



0,58



m/s



3,45



Kecepatan alir EDC



0,16



0,17



m/s



-5,88



Pressure drop steam



0,024



0,023



kg/cm2



4,35



Pressure drop EDC



0,016



0,02



kg/cm2



-20



Overdesign



4,22



5,48



%



Pada data aktual ditemukan bahwa meski kalor yang dipertukarkan semakin besar, parameter perpindahan panas menurun seperti nilai U clean dan U actual. Selain itu, overdesign juga menurun.



6.4.



Strategi Optimasi Proses Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa desain HE-X401 belum



optimal. Hal ini menyebabkan fouling semakin buruk. Sebelum dilakukannya redesain terhadap HE-X401, diperlukan strategi untuk mengakomodasi proses pertukaran panas yang lebih optimal. Pada tahap ini, berbagai strategi untuk meminimalkan fouling berdasar kebutuhan proses dijabarkan.



Universitas Indonesia



80



6.4.1. Peningkatan Laju Alir EDC Data aktual menunjukkan bahwa laju alir EDC rata-rata sekitar 16300 m3/hr. Nilai ini jika dikonversi dalam satuan laju alir massa maka didapat sebesar 72047 kg/hr. Angka yang di lapangan berada di bawah data desain HE. Saat disimulasi, laju alir lapangan menyebabkan pressure drop dan kecepatan fluida menurun. Turunnya kecepatan fluida tidak disukai karena meningkatkan potensi fouling. Apalagi, pressure drop yang masih sangat rendah menunjukkan bahwa pertukaran panas pada HE belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh sebab itu, laju alir EDC perlu ditingkatkan agar kecepatan fluida juga meningkat. Data ini diambil pada hari Kamis, 1 Agustus 2019 dari distributed control system. Pada kondisi laju alir ini, bukaan dari control valve aliran masuk EDC adalah sebesar 67,8%. Dengan mengasumsikan bahwa range bukaan valve berada pada range 50%-80%, artinya peningkatan laju alir masih dapat dilakukan dengan instrumen yang telah ada. Namun, perlu dicatat untuk melakukan pengecekan operasi control valve terlebih dahulu agar memastikan bahwa nilai bukaan yang terbaca pada distributed control system tidak berbeda dari nilai bukaan aktual. Jika demikian, kalibrasi perlu dilakukan.



6.4.2. Peningkatan Liquid Purge Liquid purge merupakan cara untuk mengatur level fluida dalam heat exchanger sekaligus mengeluarkan padatan yang terbawa EDC. Aliran dari liquid purge akan dikirim ke Hiboil column untuk memurnikan kembali EDC dari kontaminan yang ada. Dengan menaikkan laju alir EDC, maka liquid purge juga perlu ditingkatkan untuk menjaga level dalam HE.



6.4.3. Mengecek Integritas Packing pada Reaktor HTDC Fouling yang terjadi pada HE-X401 disebabkan oleh terbawanya padatan besi dari reaksi klorinasi langsung. Untuk meminimalkan fouling, perlu diadakan pengecekan terhadap integritas packing besi agar tidak mudah luruh dan terbawa EDC hasil reaksi ke proses berikutnya. Selain itu, perlu juga dipilih bentuk dan material matriks packing yang punya integritas baik sehingga besi tidak ikut terbawa sirkulasi mother liquor EDC. Universitas Indonesia



81



6.4.4. Memasang strainer Cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan terbawanya padatan ke HE-X401 adalah dengan pemasangan strainer setelah furnace feed EDC storage tank. Semua feed EDC yang masuk ke furnace sebelumnya disimpan di ST-X903. Dengan memasang strainer, padatan yang terbawa dari berbagai sumber dapat ditangkap terlebih dahulu.



6.5.



Seleksi Strategi Redesain Selain masalah mengenai fouling, diketahui bahwa desain HE-X401 saat ini



memiliki risiko besar dari segi mekanikal. Tingginya fouling ternyata dapat menyebabkan kerusakan mekanikal terhadap tube dan terjadi bending. Bending ini membuat titik pada tube di sisi radius menjadi rentan bocor sehingga steam dapat mengontaminasi EDC. Hal ini tidak diinginkan karena moisture akan mengganggu proses perengkahan EDC dan menyebabkan korosi di peralatan proses lain. Oleh sebab itu, sisi rentan tersebut perlu dilindungi secara mekanis. Ada dua pilihan yang dapat dilakukan. Bagi HE yang sudah lama di lapangan, dapat dilakukan plug terhadap tube yang berada di titik rentan. Kedua, melakukan redesain HE baru dengan sisi radian diberi tie rod atau dummy tube. Dalam pembahasan ini, pilihan kedua bersama akan diaplikasikan dalam rangka redesain dan optimasi unit HE-X401 baru. Beberapa alternatif pilihan diberikan dan pertimbangan kelebihan serta kekurangan didiskusikan. Dalam melakukan redesain, beberapa parameter yang diinginkan dapat dijadikan acuan untuk evaluasi. Beberapa parameter yang diinginkan dalam redesain HE ini meliputi safety margin ≥10% (sama dengan desain awal HE-X401), pressure drop maksimal 0,21 kgf/cm2, dan pertimbangan ekonomis. Beberapa alternatif desain yang ditawarkan adalah sebagai berikut.



6.5.1. Mengurangi Ketebalan Tube Salah strategi redesain yang dapat dilakukan tanpa mengubah ukuran shell adalah mengurangi ketebalan tube dan memasanga tie rods di sisi radius. Dengan mengurangi ketebalan tube, perpindahan panas melalui konduksi dapat meningkat dan menyebabkan overdesign juga naik. Universitas Indonesia



82



Namun, setelah dilakukan trial dengan mengubah ketebalan tube menjadi 0,559 mm, overdesign yang diharapkan tidak berhasil dicapai. Selain itu, pilihan mengurangi ketebalan tube dapat meningkatkan risiko kebocoran karena tekanan steam yang tinggi.



6.5.2. Mengubah Layout Pattern Strategi kedua yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah layout pattern. Perubahan layout pattern akan memungkinkan memasukkan lebih banyak tube dalam bundle yang memiliki ukuran sama. Berikut beberapa hasil yang diperoleh dengan mengubah layout pattern dari 90° menjadi bentuk lainnya.



Gambar 6.5. 60° layout pattern dengan tie rods



Saat digunakan layout pattern 60°, overdesign akan meningkat karena jumlah tube yang dimuatkan juga bertambah banyak. Akibatnya, lebih banyak luas permukaan untuk pertukaran panas. Dengan menambah tie rods di sisi radius, dapat Universitas Indonesia



83



diperoleh overdesign ~8%. Demikian ketika digunakan layout pattern 30° dengan menambah tie rods di sisi radius akan diperoleh pula overdesign ~8%. Oleh sebab itu, pengubahan layout pattern saja tidak cukup untuk memperoleh overdesign yang diinginkan dengan ukuran diameter shell yang sama. Selain itu, pengubahan pola tube kurang disukai dalam aplikasi EDC Vaporizer sebab EDC yang merupakan fluida dengan tingkat fouling tinggi ditempatkan pada sisi shell. Jika digunakan tube dengan pola selain 90° akan memberikan kesulitan dalam tahap pembersihan.



Gambar 6.6. 30° layout pattern dengan tie rods



6.5.3. Menambah Diameter Shell Strategi lain yang dapat digunakan adalah menambah diameter shell sekaligus menambah jumlah tube di dalamnya. Cara ini dinilai konservatif namun merupakan cara paling efektif jika ingin digunakan heat exchanger baru. Dengan menggunakan software HTRI, variasi diameter akan diuji untuk mendapat hasil desain Heat Exchanger dengan parameter yang diinginkan. Dalam Universitas Indonesia



84



tabel berikut tersaji hasil parameter dengan variasi diameter dalam shell yang berbeda. Tabel yang diarsir menandakan parameter yang terkait tidak lulus evaluasi sehingga tidak dipilih. Tabel 6.7. Simulasi resizing HE-X401



ID(mm)



1950



1960



1970



1980



1985



1990



OD%



8,38



7,88



10,49



9,66



10,06



11,71



Tubes



4030



4026



4116



4102



4110



4180



174



176



176



176



176



0,02



0,023



0,019



0,019



0,021



Tie rods/pass 175 ΔP(kgf/cm2)



0,026



Dari hasil simulasi, dapat disimpulkan bahwa shell dengan diameter 1985 mm dan jumlah tie rods/dummy tube di sisi radius 176 yang akan dipilih untuk desain baru dari heat exchanger. Pemilihan ini berdasarkan hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa desain tersebut memenuhi semua kriteria evaluasi. Redesain ukuran shell akan menyebabkan perubahan parameter lain, seperti ukuran kettle dan jumlah liquid dalam alat penukar panas. Desain baru dengan diameter dalam shell 1985 mm memerlukan lebih banyak liquid EDC untuk memastikan semua tube terendam. Berdasarkan studi Gulley(1996), memastikan tube terendam adalah keharusan dari desain kettle agar tube tidak terselimuti oleh uap yang punya konduktivitas termal rendah dan menurunkan efisiensi pertukaran panas. Namun, semakin banyak fasa liquid dalam vaporizer membutuhkan ruang pemisahan (disengagement space) lebih besar. Penambahan ruang akan mencegah terbawanya cairan dengan uap (entrainment). Berdasarkan segala pertimbangan mengenai sifat fisik dan prinsip pertukaran panas, berikut adalah hasil akhir dari redesain yang dilakukan. Vaporizer HE-X401 baru akan memiliki ukuran yang lebih besar dengan memasang tie rods di titik rentan stres mekanik.



Universitas Indonesia



85



Gambar 6.7. Redesain Baru Terpilih



Berdasarkan data desain yang diperoleh dari HTRI, beberapa nilai yang didapat disesuaikan dengan fabrikasi material standar yang tersedia oleh TEMA. Maka besar dari kettle dibulatkan ke atas. Desain lebih lanjut ditampilkan pada lampiran A3. Tabel 6.8. Parameter Redesain Baru Terpilih



ID(mm)



1985



Kettle diameter(mm)



2700



OD%



10,15



Tubes



4110



Tie rods/dummy tube



364



ΔP(kgf/cm2)



0,019



Universitas Indonesia



BAB VII PENUTUP



7.1.



Kesimpulan Melalui rangkaian pelaksanaan kerja praktik yang telah dijalani di PT



Asahimas Chemical, beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dijabarkan sebagai berikut. 



PT Asahimas Chemical merupakan pabrik klor alkali – vinil klorida terbesar di Asia Tenggara, yang menghasilkan beberapa jenis bahan kimia dasar untuk memenuhi kebutuhan industri hilir pada umumnya.







Proses produksi pada PT Asahimas Chemical mencakup proses klor alkali (C/A), monomer vinil klorida (VCM), dan polivinil klorida (PVC) yang saling berkaitan satu dengan yang lain.







PT Asahimas Chemical memanfaatkan bahan baku utama berupa garam industri, etilen, oksigen, dan listrik untuk menghasilkan produk utama berupa soda kaustik (NaOH) dan polivinil klorida (PVC).







Pabrik VCM bertujuan untuk mengolah gas kloridn sebagai produk C/A dan menghasilkan VCM yang menjadi bahan baku plastik PVC.







Departemen VCM-3 melibatkan 9 area operasi dengan proses utama: -



Reaksi oksiklorinasi yang mereaksikan etilen, oksigen, dan asam klorida untuk menghasilkan EDC pada reaktor OHCl.



-



Reaksi klorinasi langsung dengan mereaksikan etilen dan klorin untuk menghasilkan EDC pada reaktor HTDC.



-



Reaksi perengkahan EDC membentuk asam klorida dan VCM pada cracking furnace.







Sistem utilitas dikelola oleh Departemen Utilitas yang menjalankan operasi pengolahan air, pembentukan steam, pembentukan instrument air, penyediaan pendingin, dan penyediaan bahan bakar.







Pengolahan limbah pada Departemen VCM-3 menggunakan unit pengolahan air limbah untuk mengolah air dan memperoleh kembali EDC,



86



Universitas Indonesia



87



serta unit insinerator untuk mengolah gas buang dan tar dan memperoleh kembali HCl. Sementara, dari case study yang dilaksanakan dapat diambil kesimpulan berikut. 



Data desain heat exchanger HE-X401 tervalidasi benar oleh piranti lunak HTRI Xchanger Suite.







Ditinjau dari data proses desain, operasi vaporizer belum sesuai dengan rekomendasi desain. Salah satunya kondisi operasi yang belum sesuai adalah kecepatan fluida dalam shell yang terlalu lambat sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya settling pengotor.







Redesain yang disarankan untuk mengatasi masalah kebocoran di HE-X401 adalah dengan menambah ukuran shell menjadi 1985 mm dengan 4110 tube dan 364 tie rods terpasang di sisi radius.







Selain itu, usaha untuk meminimalkan fouling harus selalu dilakukan. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kecepatan fluida dalam shell, meningkatkan liquid purge, dan meminimalkan terbawanya padatan besi terlarut dari reaktor klorinasi langsung.



7.2.



Saran Ditinjau dari sudut pandang sebagai peserta kerja praktik, penulis



menyadari bahwa PT Asahimas Chemical telah beroperasi secara efisien, disiplin, serta menciptakan kenyamanan bagi para pekerjanya. Berikut merupakan beberapa saran umum yang penulis dapat berikan selama mengikuti kegiatan selama 1 bulan. 



Integrasi antara Divisi TEO dan departemen tempat peserta kerja praktik menjalankan kegiatan perlu ditingkatkan, agar materi awal yang diperlukan peserta seutuhnya dapat dipenuhi oleh TEO.







Memberikan kesempatan kepada peserta kerja praktek untuk dapat mempraktekkan secara langsung proses di lapangan, seperti di laboratorium dan di ruang DCS. Melalui proses pengolahan data dan tinjauan literatur, beberapa saran yang



dapat diusulkan dalam rangka penyelesaian masalah pada heat exchanger HE-X401 dijabarkan sebagai berikut. Universitas Indonesia



88







Melakukan redesain dengan memperbesar ukuran kettle dan shell dengan memasang tie rods di bagian radius.







Menyesuaikan



parameter



yang



ada



dengan



rekomendasi



untuk



meminimalkan fouling. Berdasar investigasi, beberapa hal yang dapat dilakukan: o Memperbesar bukaan valve kontrol aliran masuk EDC agar laju alir meningkat dan kecepatan dalam shell naik. o Memperbesar bukaan valve kontrol liquid purge untuk mengatur level fluida dalam vaporizer. 



Melakukan pemeriksaan integritas packing katalis besi di reaktor klorinasi langsung.







Memasang strainer setelah furnace feed EDC storage tank untuk menangkap padatan yang terbawa sebelum dipompa oleh PU-X903 menuju furnace.







Melakukan kalibrasi alat ukur data proses yang berkaitan dengan heat exchanger HE-X401.



Universitas Indonesia



DAFTAR PUSTAKA 3D-Labs. (2016) Heat Exchanger Thermal Design, Tersedia: 3d-labs.com/HEAT EXCHANGER E-BOOK(3D-LABS)/THERMAL DESIGN/Heat Exchanger Thermal Design E-Book-Baffle.[Diakses pada 20 Agustus 2018]. Baehr, H.D. dan Stephan, K. (2006) Heat and Mass Transfer, Springer: Berlin. Bennett, C. A., Kistler, R. S., Lestina, T. G. & King, D. C., 2007. Improving Heat Exchanger Design. Chemical Engineering Progress, pp. 40-45. Cengel, Yunus A. dan Afshin J. Ghajar. (2015) Heat and Mass Transfer: Fundamentals & Applications, New York: McGraw-Hill. D, G., 1996. Troubleshooting Shell-and-Tube Heat Exchanger., Oklahoma: QuickC. Holman, J.P. (2010) Heat Transfer, New York: McGraw-Hill. Iangibbard. (2014) Heat Exchanger Problems: Pass Partition Bypassing, Tersedia: https://www.calgavin.com/heat-exchanger-problems/6803/heat-exchangerproblems-part1 [Diakses pada 25 Agustus 2018]. Incropera, F.P. dan David P.D. (1981) Fundamentals of Heat Transfer, New York: John Wiley & Sons. Mihir. (2018) Excerpts from Vol 1 Ch 6 Heat Exchangers TEMA Types. Tersedia: www.chemicalprocessengineering.in/excerpts-vol-ch-6-heat-exchangers. [Diakses pada 25 Agustus 2018]. Patwardhan, V. (2014). Applications of the Principles of Heat Transfer to Design of Heat Exchangers. Institute of Chemical Technology, Mumbai. Spirax Sarco. (2012) Heat Exchangers and Stall. Tersedia: www.spiraxsarco.com/ Resources/Pages/Steam-Engineering-Tutorials/condensate-removal/heatexchangers-and-stall.aspx. [Diakses pada 22 Agustus 2018]. The News. (2018) Troubleshooting Steam Heat Exchangers. Tersedia: https://www.achrnews.com/articles/83489-troubleshooting-steam-heatexchangers. [Diakses pada 23 Agustus 2018]. Thulukkanam, K., 2013. Heat Exchanger Design Handbook. London: CRC Press. 89



Universitas Indonesia



90



Tomhigley. (2014) Common Issues for Poor Heat Exchanger Performance. Tersedia: www.calgavin.com/heat-exchanger-problems/7997/common-heatexchanger-issues. [Diakses pada 25 Agustus 2018]. Towler, Gavin dan Ray Sinnott. (2013) Chemical Engineering Design, Waltham: Elsevier. TLV. (2015) Steam Heating Mechanism. Tersedia: www.tlv.com/global/TI/steamtheory/steam-heating-mechanism.html. [Diakses pada 23 Agustus 2018].



Universitas Indonesia



LAMPIRAN Lampiran 1. Process Datasheet Heat Exchanger HE-X401



Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



91



Universitas Indonesia



92



Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Cont’1) (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



Universitas Indonesia



93



Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Cont’2) (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



Universitas Indonesia



94



Gambar A1. Process Datasheet HE-X401 (Cont’3) (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



Universitas Indonesia



95



Gambar A1. Process Datasheet HE-4201 (Cont’4) (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



Universitas Indonesia



Lampiran 2. Process Flow Diagram area 400



Gambar A2. Process flow diagram area 400 (Sumber: Departemen VCM-3, PT Asahimas Chemical)



96



Universitas Indonesia



Lampiran 3. Detail Redesain Baru



Gambar A3. Detail Redesain Baru



97



Universitas Indonesia



98



Gambar A3. Detail Redesain Baru(Cont’2)



Universitas Indonesia