Laporan Krismin [PDF]

  • Author / Uploaded
  • itha
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PRAKTIKUM KRISTAL DAN MINERAL



1.1 PENDAHULUAN 1.1.1



Latar Belakang Kristalografi adalah studi ilmiah kristal dan pembentukannya yang mempelajari sifat-sifat geometri dari kristal terutama tentang perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar (morfological), struktur dalam (internal), dan sifat-sifat fisisnya. Atau pelajaran mengenai penjabaran kristal-kristal.Sedangkan Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari asal usul genesa mineral, sifat fisik dan kimianya serta klasifikasi dan pemanfaatannya Kristalografi dan mineralogi adalah adalah beda padat homogen sebagai pembentuk struktur batuan untuk mempelajari strukruktur batuan sebaiknya harus mengenal lebih dahulu kristal dan mineral pembentuk batuan tersebut, oleh kerena bebrapa hal penting di atas maka praktikum kristalografi dan mineralogi di lakukan unutuk mengenal lebih jauh atau memperdalam ilmu pengetahuan mengenai kristal sistem kristal penentuan kelas simetri bidang simetri dan mengenal sistem keristal dan perawakan kristal pada mineral. Praktikum kristalografi dan mineralogi juga di lakukan sebagai salah sutau prasarat dalam mata kuliah kristalografi dan mineralogi.



1.1.2



Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari praktikum Kristalografi dan Mineral ini adalah : a. Mengenal bentuk-bentuk Kristal yang banyak corak ragamnya dan dapat menggolongkan dalam kelompok-kelompok klasifikasi kristal b. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar panjang, posisi dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk kristal. c. Menentukan klas simetri atas dasar jumlah unsur simetri setiap kristal. d. Menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan parameter rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang dimiliki semua bentuk kristal baik dalam bentuk proyeksi orthogonal maupun proyeksi stereografis. e. Menyelidiki secara fisik dari mineral f. Mengetahui sifat-sifat fisik dari mineral



1.1.3



Manfaat 1



Laporan praktikum kristalografi dan mineralogi ini selain sangat bermanfaat bagi setiap mahasiswa pertambangan dalam pengenalan kristal dan mineral sebagai dasar ilmu pembelajaran bagi mahasiswa, juga bermanfaat bagi segenap komponen dalam jurusan teknik pertambangan dalam rangka peningkatan kepustakaan pada Jurusan Pertambangan Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang.



1.2 RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari kegiatan pelaksanaan praktikum kristalografi dan mineralogi adalah: a. Pembahasan tentang definisi b. Istilah terkait c. Metode analisis d. Mineralogi fisik dan kimia e. Kristalisasi f. Sifat bentuk dan klasifikasi kristal g. Genesa h. Determinasi i. Sistematika pengelompokan dan terapan mineral dalam batuan



1.3 ALAT YANG DIGUNAKAN 1.3.1



Praktikum Kristalografi Dalam praktikum kristalografi, peralatan yang digunakan adalah: a. Alat tulis b. Busur derajat c. Penggaris segitiga (1 set) d. Pensil warna dan spidol warna e. Kertas HVS ukuran folio



2



BAB II KRISTALOGRAFI



2.1



DASAR TEORI 2.1.1



Kristal Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan



yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para ahli maka, kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal juga dapat diartikan sebagai suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya ”terpasang” pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi secara umum kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristal. Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi. Kristal juga dapat didefinisikan sebagai bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah dan kedudukan dari bidangnya tertentu dan teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.



3



Bila ditinjau dan telah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung pengertian sebagai berikut : 1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya a. Tidak termasuk didalamnya cair dan gas b. Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika c. Terbentuknya oleh proses alam 2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidangbidangnya mengikuti hukum geometri : a. Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap b. Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap c. Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap. Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal atau non kristalin. 2.1.2



Pembentukan Kristal Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal.



Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut terbentuk. Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada pembentukan kristal : a. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. b. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadangkadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang 4



terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan temperature. c. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsurunsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur. 2.1.3



Kristalografi Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang kristal



seperti sifat-sifat geometri terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya.



a. Sifat Geometri Memberikan pengetahuan tentang letak, panjang dan jumlah sumbu kristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta bentuk bidang luar yang membatasinya. b. Perkembangan dan Pertumbuhan Kenampakan Bentuk Luar Bahwa disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara suatu bentuk dengan bentuk kristal lainnya yang masih dalam satu sistem kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk kemudian. c. Struktur dalam Susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga menghitung parameter dan parameter rasio. d. Sifat Fisik Kristal Sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan dikenal dua zat yaitu kristalin dan non kristalin.



2.1.4



SISTEM KRISTALOGRAFI Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu



diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya. 5



Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin. Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal. Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.



Gambar 2.1 Tujuh sistem kristal



2.1.5 2.1.5.1



Sumbu dan Sudut kristalografi Sumbu Kristalografi Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat



kristal. Dimana kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu panjang, lebar, dan tebal atau tinggi. Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga digunakan proyeksi orthogonal.



Gambar 2.2 Sumbu kristalografi



2.1.5.2



Sudut Kristalografi 6



Sudut kristalografi adalah sudut yang di bentuk oleh perpotongan sumbusumbu kristalografi pada titik potong (pusat kristal).



Gambar 2.3 Sudut kristalografi Berikut adalah sudut kristalografi dari 7 sistem kristal yang disajikan dalam bentuk tabel : Tabel 2.1 Sudut kristalografi dari tujuh sistem kristal



2.1.6



No



Sistem Kristal



Sudut Kristalografi



1



Isometrik



α = β = γ = 90˚



2



Tetragonal



α = β = γ = 90˚



3



Hexagonal



α = β = 90˚ ; γ = 120˚



4



Trigonal



α = β = 90˚ ; γ = 120˚



5



Orthorhombik



α = β = γ = 90˚



6



Monoklin



α = β = 90˚ ≠ γ



7



Triklin



α ≠ β ≠ γ ≠ 90˚



Sumbu Simetri Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal,



dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh



7



(3600) akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi empat, yaitu : a. Sumbu simetri gyre, berlaku bila kenampakan (konfigurasi) satu sama lain pada kedua ujung sumbu sama. Dinotasikan dengan huruf L (linier) atau g (gyre). Penulisan ini pada kanan atas atau kanan bawah notasi. Contoh : L2 = L2 = g2 = g2. Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama dinamakan digyre (○), bila tiga trigyre (∆), bila empat tetragyre (□), bila enam heksagyre (



) dan seterusnya.



b. Gyre polair, merupakan sumbu simetri gyre polair apabila kenampakan (konfigurasi) satu sama lain pada kedua ujung sumbu tidak sama. Jika pada salah satu sisinya berupa sudut maka pada sisi lainnya berupa bidang atau “plane”. Dinotasikan dengan huruf L (linier) atau g (gyre). Contoh : L2 = g2 c. Giroide atau sumbu cermin putar dinotasikan dengan “S” (Spiegel axe = sumpu Spiegel). Sumbu cermin putar didapatkan dari kombinasi suatu perputaran dan sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dengan pencerminan ke arah suatu bidang cermin putar yang tegak lurus dengan sumbu tersebut. Bidang cermin ini disebut sebagai cermin putar atau bidang normal. Nilai simetri giroide disingkat seperti Dygiroide (S 2), trigiroide (S3), tetragiroide (S4), heksagiroide (S6). d. Sumbu inversi putar, merupakan hasil perputaran dengan sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dilanjutkan dengan menginversikan (membalik) melalui titik atau pusat simetri pada sumbu tersebut (sentrum inversi). Cara penulisannya :







6´ , sering pula ditulis dengan huruf L,



kemudian di sebelah kanan atas ditulis nilai sumbu dan sebelah kanan bawah ditulis (i). 2.1.7 BIDANG SIMETRI Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri dinotasikan dengan P (plane) dan m (miror). Bidang simetri diklasifikasikan menjadi dua yaitu : a. Bidang simetri utama, yaitu bidang simetri yang dibuat melalui 2 buah sumbu simetri utama kristal dan membagi 2 bagian yang sama besar. Bidang simetri utama dibagi menjadi 2 yaitu bidang simetri utama horizontaldengan notasi (h) dan bidang simetri utama vertikal dengan notasi (v). b. Bidang simetri menengah/tambahan/diagonal/intermediet.



Bidang



simetri diagonal merupakan bidang yang dibuat hanya melalui satu 8



sumbu simetri utama kristal. Bidang ini sering disebut bidang diagonal saja dengan notasi (d)



2.1.8 TITIK SIMETRI ATAU PUSAT SIMETRI Titik simetri atau pusat simetri adalah titik di dalam kristal, yang melaluinya dapat dibuat garis lurus sedemikian rupa sehingga sisi yang satu dengan sisi yang lain dengan jarak yang sama, memiliki kenampakan yang sama (tepi, sudut dan bidang). Pusat simetri selalu berhimpit dengan pusat kristal tetapi pusat kristal belum tentu merupakan pusat simetri.



2.1.9 Dasar Pembagian Sistem Kristalografi Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu kristal:



hol



hko



hkl



okl



(001) (010)



9



(100)



Gambar 2.4 Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu kristal 2.1.10



Proyeksi Orthogonal Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan



untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hamper pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal. Pada praktikum kristalografi yang dilakukan di laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa Cendana Kupang, penggambaran kristal menggunakan proyeksi penggambaran orthogonal ini.



Tabel 2.2 Penggambaran Tujuh Sistem Kristal No



Sistem Kristal



Perbandingan Sumbu



Sudut Antar Sumbu



1



Isometrik



a:b:c=1:3:3



a+/bˉ = 30˚



2



Tetragonal



a:b:c=1:3:6



a+/bˉ = 30˚



3



Hexagonal



a:b:c=1:3:6



a+/bˉ = 17˚ ; dˉ/b+= 39˚



4



Trigonal



a:b:c=1:3:6



a+/bˉ = 17˚ ; dˉ/b+= 39˚



5



Orthorhombik



a:b:c=1:4:6



a+/bˉ = 30˚ 10



6



Monoklin



a:b:c=1:4:6



a+/bˉ = 45˚



7



Triklin



a:b:c=1:4:6



a+/bˉ = 45˚ ; bˉ/c+= 80˚



2.2



CARA KERJA



Pada wujudnya sebuah kristal itu seluruhnya telah dapat di tentukan secara ilmu



ukur,



dengan



mengetahui



sudut-sudut



bidangnya.



Untuk



dapat



membayangkan kristal hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan kedudukan bidang-bidang tersebut dengan pertolongan sistem-sistem koordinat. Dalam ilmu kristalografi, geometri dipakai dengan tujuh jenis sistem sumbu. Sistem kristalografi dibagi menjadi 7 sistem yang didasarkan pada: a. Perbandingan panjang sumbu kristalografi b. Letak dan posisi sumbu kristalografi c. Jumlah sumbu kristalografi d. Nilai sumbu c atau sumbu vertical 2.2.1



Sistem Isometrik (Reguler = Cubic = Tesseral = Tessuler) Sistem kristal kubik juga dikenal sebagai sistem "isometrik". Sistem



kristal isometrik dicirikan oleh simetri total. . Sistem isometrik memiliki 3 sumbu kristalografi secara tegak lurus satu sama lain dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚). Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+/b- = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan system kristal isometrik ini adalah Pyrite (Fe2S), Galena (PbS), Garnet (A3B2(SiO4) 3), Copper (Cu), Halite (NaCl), Platinum (Pt), Magnetite (Fe3O4).



11



Gambar 2.5 Sudut dan sistem kristal isometrik Sistem isometrik terdiri dari 5 kelas yaitu : a. Kelas Hexoctahedral b. Kelas Hextetrahedral c. Kelas Gyroidal d. Kelas Diploidal e. Kelas Tetartoidal 2.2.2



Sistem Tetragonal (Quadratic) Sistem tetragonal memiliki 3 sumbu kristal yang masing-masing saling



tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih panjang. Pada kondisi sebenarnya, sistem tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚). Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+/bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal tetragonal ini adalah Bornit (FeS4), Rutile (TiO2), Kalkopirit (CuFeS2), Pyrolucit (MnO2), Kasiterit (SnO2), Hausmannite (Mn3O4).



12



Gambar 2.6 Sudut dan sistem kristal tetragonal Sistem tetragonal terdiri dari 7 kelas yaitu : a. Tetragonal pyramidal b. Tetragonal trapezohedral c. Tetragonal bipyramidal d. Ditetragonal pyramidal e. Ditetragonal bipyramidal f. Tetragonal tetrahedral g. Tetragonal Scalenohedral 2.2.3



Sistem Heksagonal Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus



terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang). Pada kondisi sebenarnya, sistem hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+/bˉ = 20˚ ; dˉ/b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal hexagonal ini adalah Nepheline ((Na,K)AlSiO4), Kuarsa (CaCO3), Molibdenit (MOS2), Titanium (Ti), Graphite (C).



Gambar 2.7 Sudut dan sistem kristal heksagonal Sistem heksagonal terdiri dari 7 kelas yaitu : 13



a. Trigonal bipyramidal b. Ditrigonal bipyramidal c. Hexagonal pyramidal d. Hexagonal trapezohedral e. Hexagonal bipyramidal f. Dihexagonal pyramidal g. Dihexagonal bipyramidal



2.2.4



Sistem Trigonal (Rhombohedral) Beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem hexagonal. Demikian



pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya. Pada kondisi sebenarnya, sistem trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+/bˉ = 20˚ ; dˉ/b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal trigonal ini adalah Hematite (Fe2O3), Calcite (CaCO3), Siderite (FeCO3), Arsenit (As), Magnesit (Mg), Cinabar (HgS), Corundum (Al2O3).



Gambar 2.8 Sudut dan sistem kristal trigonal Sistem trigonal terdiri dari 5 kelas yaitu : a. Trigonal pyramidal 14



b. Trigonal trapezohedral c. Ditrigonal pyramidal d. Rhombohedral e. Ditrigonal scalenohedral 2.2.5



Sistem Orthorhombik (Prismatic, Rhombic, Trimetric) Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu



dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda. Pada kondisi sebenarnya, sistem orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚). Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a +/bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal orthorhombik ini adalah Geothite (FeO(OH)), Barite (BaSO4), Sulfur (S), Aragonit (CaCo3), Anadalusite (Al2SiO5).



Gambar 2.9 Sudut dan sistem kristal orthorhombik Sistem orthorombik terdiri dari 3 kelas yaitu : a. Rhombic tetraheral b. Rhombic pyramidal c. Rhombic bipyramidal 2.2.6



Sistem Monoklin (Obliq, Monosymetric, Clinorhombik,



Hemiprismatic, Monoclinohedral) Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek. Pada kondisi sebenarnya, sistem 15



monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring). Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+/bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal monoklin ini adalah Gipsum ((CaSO4).2(H2O)), Azurit (CO3)2, Manganit (MnO(OH)), Argentite (Ag2S), Diopside (CaMgSi2O6).



Gambar 2.10 Sudut dan sistem kristal monoklin Sistem monoklin terdiri dari 3 kelas yaitu : a. Sphenoidal b. Domatic c. Prismatic 2.2.7



Sistem Triklin (Anorthic, Assymetric, Clinorhombohedral) Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak



saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada kondisi sebenarnya, sistem triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+/bˉ = 45˚ ; bˉ/c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal triklin ini adalah 16



Microcline (KAlSi3O8), Anorthite (CaAl2Si2O8), Albite (NaAlSi3O8), Kyanite (Al2OSiO4).



Gambar 2.11 Sudut dan sistem kristal triklin Sistem triklin terdiri dari 2 kelas yaitu : a. Pedial b. Pinacoidal



Gambar 2.12 Karakteristik dari bentuk kristal dan beberapa contohnya



2.3



DESKRIPSI KRISTAL 17



2.3.1



Jumlah Unsur Simetri Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk



menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya, jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut. Dengan menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat mengetahui dimensidimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi patokan dalam penggambarannya. Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat simetri. Cara penentuannya adalah sebagai berikut: a. Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu utamanya. b. Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan jumlah serta nilainya, cara menentukan nilainya sama dengan pada sumbu utama. c. Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri yang ada pada kristal. d. Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya, kemudian tentukan ada tidaknya titik pusat kristal. e. Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama) yang ada.



2.3.2



Herman-Maugin Dalam pembagian sistem kristal, ada dua simbolisasi yang sering digunakan



yaitu Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut adalah simbolisasi yang dikenal secara umum (simbol Internasional). Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal tersebut. Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masingmasing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap sistem kristal. 2.3.2.1



Sistem Isometrik 18



a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu utama mungkin bernilai 2 atau 4 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus. Dinotasikan dengan



4 m



, 4, 4´ ,



2 m



,2



b. Bagian 2 : Menerangkan sumbu simetri, apakah bernilai 3 atau 6 atau bernilai 3 saja. Dinotasikan dengan 3, atau







c. Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet (diagonal) bernilai 2 dan ada tidaknya bidang simetri diagonal yang tegak lurus terhadap sumbu diagonal tersebut. Dinotasikan dengan 2.3.2.2



2 m



, 2, m atau tidak ada.



Sistem Tetragonal a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4 atau tidak bernilai dan ada tidaknyabidang simetri yang tegak lurus sumbu c. dinotasikan dengan



4 m



, 4´ , 4



b. Bagian 2 : Menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu lateral tersebut. Dinotasikan dengan



2 m



, 2, atau tidak ada.



c. Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri intermediet dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu intermediet tersebut. Dinotasikan dengan 2, 2, m. 2.3.2.3



Sistem Hexagonal dan Trigonal a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin bernilai 6 , 6´ , 3,



3´ ) dan ada tidaknya bidang simetri horizontal



yang tegak lurus sumbu c tersebut. Dinotasikan dengan



4 m



, 6 , 6´ , 3, 3´ b. Bagian 2 :Menerangkan nilai sumbu lateral (sumbu a, b, d) dan ada tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus. Dinotasikan dengan



2 m



, 2, m, atau tidak ada.



19



c. Bagian 3 :Menerangkan



ada



tidaknya



sumbu



simetri



intermediet dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu intermediet tersebut. Dinotasikan dengan 2 m 2.3.2.4



, 2, m, atau tidak ada.



Sistem Orthorhombik a. Bagian 1 :Menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya bidang yang tegak lurus sumbu a tersebut. Dinotasikan dengan



2 m



, 2, m



b. Bagian 2 :Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurusterhadap sumbu b tersebut. Dinotasikan dengan



2 m



, 2, m



c. Bagian 3 :Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut. Dinotasikan dengan 2.3.2.5



2 m



,2



Sistem Monoklin



Terdiri atas satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu b dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut. 2.3.2.6



Sistem Triklin



Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan keterdapatan pusat simetri kristal. a. Mempunyai titik simetri (kelas pinacoidal). Dinotasikan dengan 1´ . b. Tidakmempunyai unsur simetri (kelas assymetric). Dinotasikan dengan 1. Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka penulisan nilai sumbu diikuti dengan huruf “m” (bidang simetri) dibawahnya. Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu ditulis dengan “m” saja. Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin dalam pendeskripsian kristal : 20



1)



6 m



: Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang



simetri yang tegak lurus. 2) 3 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang tegak lurus terhadapnya. 3) m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.



2.3.3



Schoenflish Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol



pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidang-bidang simetri. Simbolisasi Schoenflish akan menerangkan unsur-unsur tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan angka yang masing-masing akan berbeda pada setiap kristal. Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbeda-beda pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang berbeda hanya pada sistem Isometrik. Sedangkan sistem-sistem yang lainnya sama cara penentuan simbolnya. 3.2.1.1



Sistem Isometrik



Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2 bagian, yaitu : 1) Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau 4. a. Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O (Octaheder) b. Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T (Tetraheder) 2) Bagian 2 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri. a. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal, maka diberi notasi huruf h. b. Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical, maka diberi notasi huruf h.



21



c. Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal, maka diberi notasi huruf v. d. Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal, maka diberi notasi huruf d.



3.2.1.2



Sistem



Tetragonal,



Hexagonal, Trigonal,



Orthorhombik,



Monoklin dan Triklin Pada sistem-sistem ini simbolisasi Schoenflish yang dilakukan terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1) Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu intermediet, terdapat 2 kemungkinan yaitu: a. Jika bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D (Diedrish) b. Jika tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf C (Cyklich) 2) Bagian 2 : Menerangkan nilai dari sumbu c. Penulisannya dilakukan dengan menuliskan nilai angka nilai sumbu c tersebut didepan huruf D atau C (dari bagian 1) dan ditulis agak kebawah. 3) Bagian 3



:



Menerangkan keterdapatan bidang



simetri. Penulisan dilakukan dengan menuliskan huruf yang sesuai sejajar dengan huruf dari bagian 1. a. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertikal dan diagonal, maka dinotasikan dengan huruf h. b. Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertikal, maka dinotasikan dengan huruf h. c. Jika mempunyai bidang simetri vertikal dan diagonal, maka dinotasikan dengan huruf v. d. Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja, maka dinotasikan dengan huruf d. Tabel 2.3 Contoh Simbolisasi Schoenflish 22



No



2.3.4



Kelas Simetri



Notasi (Simbolisasi)



1



Hexotahedral



Oh



2



Ditetragonal Bipyramidal



D4h



3



Hexagonal Pyramidal



D6h



4



Trigonal Pyramidal



C3v



5



Rhombik Pyramidal



C2v



6



Rhombik Dipyramidal



C2h



7



Rhombik Disphenoidal



C2



8



Domatic



Cv



9



Pinacoidal



Ci



10



Pedial



C



Indeks Miller-Weiss Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting,



karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut. Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri. Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang 23



dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut memotong sumbu-sumbu kristal. Pada dasarnya indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda, karena apa yang dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai perpotongan sumbu sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa Cendana disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini juga disebut sebagai ancer bentuk. Hal ini adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya.



Berikut Adalah Gambar dan Deskripsi Beberapa Kristal dari Praktikum Kristalografi Pada Laboratorium Krismin Universitas Nusa Cendana 24



LABORATORIUM KRISMIN



JURUSAN T. PERTAMBANGAN



UNIVERSITAS NUSA CENDANA CcCENDANA



Deskripsi Kristal Sistem Kristal



: Isometrik



Jumlah unsur kristal



: 3L4 4L 3 6L 2 9PC



Kelas simetri



: Hexoctahedral 4 m







(Hm)



:







(Sc)



: Oh







Proyeksi: Orthogonal



2 m



Nama dan Simbol



: Hexahedron { 100 }



Contoh Mineral



: Mangan (Mn), Copper (Cu), Chromium (Cr), Platinum (Pt), Magnetite (Fe3O4)



Nama : Norbert M .W. Manoh Skala a:b:c < a+/b- = 30° Nim : 1506100021



Jurusan



2:6:6



: Teknik Pertambangan



25



Deskripsi Kristal



:



Sistem Kristal



:



Jumlah unsur kristal



:



Kelas simetri



:







(Hm)



:







(Sc)



:



Nama dan Simbol



:



Contoh Mineral



:



LABORATORIUM KRISMIN



JURUSAN T. PERTAMBANGAN



UNIVERSITAS NUSA CENDANA



Deskripsi Kristal Sistem Kristal



: Tetragonal



Jumlah unsur kristal



: L4 4L2 5PC



Kelas simetri



: Ditetragonal Bipyramidal



(Hm)



:



(Sc)



: D4h



Nama dan Simbol



: Ditetragonal Prismatik { 110 }



Contoh Mineral



:Rutile (TiO2), Kalkopirit (CuFeS2), Indium (In), Kasiterit



4 m



2 m



Proyeksi: Orthogonal



2 m



(SnO2), Zircon (ZrSiO4) Nama



: Norbert M W Manoh



Skala a:b:c Nim + - : 1506100021 < a / b = 30° Jurusan 1:3:6 : Teknik Pertambangan



26



Deskripsi Kristal



:



Sistem Kristal



:



Kelas simetri



:







(Hm)



:







(Sc)



:



Nama dan Simbol



:



Contoh Mineral



:



LABORATORIUM KRISMIN



Ss JURUSAN T. PERTAMBANGAN



UNIVERSITAS NUSA CENDANA



Deskripsi Kristal Sistem Kristal



: Orthorombic



Jumlah unsur kristal



: 3L2 3PC



Kelas simetri



: Orthorombik Dipyramidal



(Hm)



:



(Sc)



: D2h



Nama dan Simbol



: Orthorhombic Bipyramidal { 011 }



Contoh Mineral



: Barite (BaSO4), Sulfur (S), Aragonit (CaCo 3), Anhidrit



2 m



2 m



Proyeksi: Orthogonal



2 m



(CaSO4), Arsenopirite (FeAsS) Nama : Norbert M W Manoh Skala a:b:c < a+/b- =: 1506100021 30° Nim



Jurusan



1:4:6



: Teknik Pertambangan



27



Deskripsi Kristal



:



Sistem Kristal



:



Jumlah unsur kristal



:



Kelas simetri



:







(Hm)



:







(Sc)



:



Nama dan Simbol



:



LABORATURIUM KRISMIN



LABORATORIUM KRISMIN



JURUSAN T. PERTAMBANGAN



UNIVERSITAS NUSA CENDANA



Deskripsi Kristal Sistem Kristal



: Heksagonal



Jumlah unsur kristal



: L6 6L2 7PC



Kelas simetri



: Dihexagonal Bipyramidal



(Hm)



:



(Sc)



: D6h



Nama dan Simbol



: Dihexagonal prismatik { 1010 }



Contoh Mineral



:Arsen(As),Graphite(C),Kuarsa(SiO2),Corundum



6 m



2 m



Proyeksi: Orthogonal



2 m



(Al2O3),Hematite ( Fe2O3) Nama



: Norbert M W Manoh



Skala d:b:c Nim : 1506100021 < a+/b- = 17° 1:3:6 Jurusan : Teknik Pertambangan + < d /b- = 39°



28



Deskripsi Kristal



:



Sistem Kristal



:



Jumlah unsur kristal



:



Kelas simetri



:







(Hm)



:







(Sc)



:



Nama dan Simbol



:



Contoh Mineral



:



LABORATORIUM KRISMIN



JURUSAN T. PERTAMBANGAN



UNIVERSITAS NUSA CENDANA



Deskripsi Kristal Sistem Kristal



: Trigonal



Jumlah unsur kristal



:



Kelas simetri



: Ditrigonal Bipyramidal



(Hm)



: 6 m 2



(Sc)



: D3h



Nama dan Simbol



: Ditrigonal Bipiramidal { 1011 }



Contoh Mineral



: Siderite (FeCO3),Corundum (Al2O3),Bismut (Bi),Dolomit



L63



Proyeksi: Orthogonal



3L2 4PC



(CaMg(CO3)2),Smithsonite(ZnCo3) 29



Nama



: Norbert M W Manoh



Skala d:b:c Nim : 1506100021 +