Laporan Lengkap [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MANAJEMEN MUTU PENGALENGAN IKAN TUNA DI PT. BALI MAYA PERMAI JEMBRANA, BALI



PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)



oleh Zahiqotul Mukharromah NIM D41140769



PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGROINDUSTRI JURUSAN MANAJEMEN AGRIBISNIS POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2018



MANAJEMEN MUTU PENGALENGAN IKAN TUNA DI PT. BALI MAYA PERMAI JEMBRANA, BALI



PRAKTEK KERJA LAPANG (PKL)



Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) di Program Studi Manajemen Agroindustri Jurusan Manajemen Agribisnis



oleh Zahiqotul Mukharromah NIM D41140769



PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGROINDUSTRI JURUSAN MANAJEMEN AGRIBISNIS POLITEKNIK NEGERI JEMBER 2018



ii



SURAT PERNYATAAN



Saya yang bertandatangan dibawah ini: Nama : Zahiqotul Mukharromah NIM



: D41140769



menyatakan dengan sebenar benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan Praktek Kerja Lapang saya yang berjudul “Manajemen Mutu Pengalengan Ikan Tuni di PT. Bali Maya Permai Jembrana, Bali” merupakan gagasan dan hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir laporan PKL ini.



Jember, 03 Mei 2018



Zahiqotul Mukharromah D41140769



iii



PRAKATA



Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis telah mampu menyelesaikan kegiatan dan laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berjudul “Manajemen Mutu Pengalengan Ikan Tuna di PT. Bali Maya Permai Jembrana, Bali” pada tanggal 1 Maret sampai 1 Mei 2018 di PT. Bali Maya Permai. Laporan Praktek Kerja Lapang ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) di Politeknik Negeri Jember. Penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ir. Nanang Dwi Wahyono, MM selaku Direktur Politeknik Negeri Jember. 2. R. Alamsyah S, SE, M.Si selakuKetua Jurusan Manajemen Agribisnis Politeknik Negeri Jember. 3. Dewi Kusumawati S, Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Agroindustri Politeknik Negeri Jember. 4. Dr. Ir. R. Abdoel Djamali, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama 5. I Wayan Pasek, STP selaku penguji 6. Antono Awang Efendi selaku manager produksi di PT. Bali Maya Permai 7. Muhammad Agung Adi Syahputra selaku pembimbing lapang di PT. Bali Maya Permai. 8. Rekan – rekanku dan semua pihak yang membantu dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL). Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapang ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan di masa mendatang. Semoga tulisan ini bermanfaat.



Jember, 03 Mei 2018



Penulis



iv



RINGKASAN Manajemen Mutu Pengalengan Ikan Tuna di PT. Bali Maya Permai Jembrana Bali, Zahiqotul Mukharromah, NIM D41140769, Tahun 2018, 64 halaman, Jurusan Manajemen Agribisnis, Program Studi Manajemen Agroindustri, Politeknik Negeri Jember, Dr. Ir. R. Abdoel Djamali, M.Si. Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di dunia dan merupakan perikanan terbesar ketiga di Indonesia.Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti cerutu dengan kondisi badan yang kuat dan kekar. Ikan tuna merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, sehingga perlu penanganan yang tepat, harus dilakukan dengan hati – hati dan dilakukan penanganan secara cepat. Selain penanganan yang tepat, untuk memperpanjang umur simpan ikan tuna juga dapat dilakukan dengan pengawetan. Salah satu pengawetan yang dilakukan yaitu melalui pengalengan ikan tuna. Pengalengan adalah salah satu metode pengawetan bahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi (lebih dari 1000C). PT. Bali Maya Permai merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang perikanan yaitu pengalengan ikan. Salah satu produk yang dihasilkan oleh PT. Bali Maya Permai adalah ikan tuna dalam kaleng. Hal utama yang harus diperhatikan dalam pengalengan ikan tuna yaitu mutu produk yang dihasilkan harus sesuai dengan keinginan konsumen. Oleh karena itu, perlu diperhatikan manajemen mutu pada pengalengan ikan tuna. Praktek Kerja Lapang ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung proses pengalengan ikan tuna dan untuk mengetahui manajemen mutu yang ada pada pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai. Hasil dari Praktek Kerja Lapang ini memberikan informasi tentang proses dan manajemen mutu pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai. Proses pengalengan ikan tuna dimulai dari penerimaan bahan baku ikan tuna, thawing, butchering, pre cooking, cooling, deheading, skinning, clening, cutting, metal detecting, sortasi dan grading,supply kaleng, can code, filling dan weighing, persiapan medium, medium filling, seaming, retorting, isolating, wipping,packaging, storaging, evaluasi produk akhir, dispatching. Proses pengalengan ikan tuna dilakukan bedasarkan v



SOP (Standart Operating Procedure) yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk menjaga mutu produk yang akan dihasilkan. Manajemen mutu yang dilakukan di PT. Bali Maya Permai yaitu dengan memperhatikan lingkungan, Sumber Daya Manusia, peralatan, bahan baku yang diterima, proses produksi, label dan pengemas. Manajemen mutu dilakukan dengan mengidentifikasi, memonitoring dan melakukan pengendalian jika terdapat penyimpangan – penyimpangan yang dapat mempengaruhi mutu produk.



(Jurusan Manajemen Agribisnis, Program Studi Manajemen Agroindustri, Politeknik Negeri Jember)



vi



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iii PRAKATA ....................................................................................................... iv RINGKASAN ................................................................................................... v DAFTAR ISI...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xii BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 LatarBelakang ......................................................................................... 1.2 Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapang (PKL) ................................ 1.2.1 Tujuan Umum PKL ....................................................................... 1.2.2 Tujuan Khusus PKL ...................................................................... 1.2.3 Manfaat PKL ................................................................................. 1.3 Lokasi dan Jadwal Kerja ........................................................................ 1.4 Metode Pelaksanaan ...............................................................................



1 1 2 2 3 3 3 4



BAB 2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ............................................... 2.1 Sejarah Perusahaan.................................................................................. 2.2 Visi dan Misi Perusahaan ........................................................................ 2.3 Struktur Organisasi Perusahaan ............................................................. 2.4 Kondisi Lingkungan ...............................................................................



5 5 6 6 8



BAB 3. PROSES PRODUKSI PENGALENGAN IKAN TUNA .................. 9 3.1 Receiving ................................................................................................. 9 3.2 Thawing................................................................................................... 14 3.3 Butchering ............................................................................................... 16 3.4 Staging Rak ............................................................................................. 18 3.5 Pre Cooking............................................................................................. 18 3.6 Cooling .................................................................................................... 19 3.7 Deheading ............................................................................................... 20 3.8 Skinning ................................................................................................... 21 3.9 Cleaning .................................................................................................. 22 3.10 Cutting................................................................................................... 23 3.11 Metal Detecting..................................................................................... 24 3.12 Sortasi dan Grading .............................................................................. 24 3.13 Supply Kaleng ....................................................................................... 25 3.14 Can Code .............................................................................................. 25 3.15 Filling dan Weighing............................................................................. 25 3.16 Persiapan Medium ................................................................................ 27 3.17 Medium Filling ..................................................................................... 29



vii



3.18 3.19 3.20 3.21 3.22 3.23 3.24 3.25 3.26 3.27



Seaming................................................................................................. 29 Penyusunan Kaleng di Keranjang ......................................................... 32 Retorting ............................................................................................... 33 Cooling.................................................................................................. 35 Isolating ................................................................................................ 36 Wipping ................................................................................................. 37 Packaging ............................................................................................. 37 Storaging............................................................................................... 39 Evaluasi Produk Akhir.......................................................................... 39 Dispatching ........................................................................................... 40



BAB 4. TITIK KENDALI KRITIS ................................................................. 42 4.1 Receiving ................................................................................................. 42 4.2 Metal Detecting ....................................................................................... 43 4.3 Seaming ................................................................................................... 43 4.4 Retorting.................................................................................................. 43 4.5 Labelling.................................................................................................. 44 BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 45 5.1 Receiving ................................................................................................. 45 5.2 Thawing................................................................................................... 46 5.3 Butchering ............................................................................................... 47 5.4 Staging Rak ............................................................................................. 48 5.5 Pre Cooking............................................................................................. 48 5.6 Cooling .................................................................................................... 49 5.7 Deheading ............................................................................................... 49 5.8 Skinning ................................................................................................... 50 5.9 Cleaning .................................................................................................. 50 5.10 Cutting .................................................................................................... 51 5.11 Metal Detecting ...................................................................................... 51 5.12 Sortasi dan Grading ............................................................................... 52 5.13 Supply Kaleng ........................................................................................ 52 5.14 Can Code................................................................................................ 53 5.15 Filling dan Weighing .............................................................................. 53 5.16 Persiapan Medium.................................................................................. 53 5.17 Medium Filling ...................................................................................... 54 5.18 Seaming .................................................................................................. 54 5.19 Penyusunan Kaleng di Keranjang .......................................................... 55 5.20 Retorting................................................................................................. 56 5.21 Cooling ................................................................................................... 57 5.22 Isolating.................................................................................................. 57 5.23 Wipping .................................................................................................. 57 5.24 Packaging............................................................................................... 58 5.25 Storaging ................................................................................................ 58 5.26 Evaluasi Produk Akhir ........................................................................... 58 5.27 Dispatching ............................................................................................ 59



viii



BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 60 6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 60 6.2 Saran ....................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 64 LAMPIRAN ...................................................................................................... 65



ix



DAFTAR TABEL Halaman 3.1 Waktu Thawing Ikan Tuna........................................................................... 16 3.2 Venting Schedule.......................................................................................... 35 3.3 Ketentuan Pengambilan Sampel Produk Akhir ........................................... 40



x



DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Struktur Organisasi PT. Bali Maya Permai ................................................. 7



xi



DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Dokumentasi .................................................................................................. 65



xii



BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di dunia dan merupakan perikanan terbesar ketiga di Indonesia. Selain memiliki harga yang relatif mahal bila dibandingkan dengan harga komoditas perikanan lainnya, permintaan pasar untuk komoditi ini terus meningkat. Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti cerutu dengan kondisi badan yang kuat dan kekar (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2018). Ikan tuna merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan, sehingga perlu penanganan yang tepat, harus dilakukan dengan hati – hati dan dilakukan penanganan secara cepat. Melakukan penanganan yang baik terhadap ikan tuna dapat meningkatkan umur simpan dan mempertahankan kesegaran tuna. Menurut Stansby dan Olcott (1963) dalam Wijaya (2013), ikan tuna adalah jenis ikan yang mengandung lemak rendah (kurang dari 5%) dan protein yang sangat tinggi (lebih dari 20%). Apabila penanganan ikan tuna dilakukan secara tidak tepat, maka akan mempengaruhi mutu ikan dan akan meningkatkan kandungan histamin pada ikan, hal ini dikarenakan kandungan protein yang dimiliki ikan tuna tergolong tinggi. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengawetkan ikan tuna yaitu dengan metode pengalengan. Pengalengan adalah salah satu metode pengawetan bahan pangan dengan menggunakan



suhu



tinggi



(lebih



dari



1000C)



yang



bertujuan



untuk



memperpanjang umur simpan bahan pangan. Pengalengan dilakukan dengan cara memasukkan ikan ke dalam wadah yang ditutup rapat (hermetis), kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu tinggi dan waktu tertentu yang bertujuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan spora (Moeljanto, 1992 dalam Hapsari 2015). Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa kemasan memiliki penutup yang sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, ataupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2007 dalam Hapsari 2015). Untuk menghasilkan sebuah produk ikan tuna dalam kaleng



1



2



dengan memiliki mutu yang tinggi, maka perlu memperhatikan manajemen mutu pengalengan ikan tuna. Mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan konsumen atau pelanggan terhadap sebuah produk. Manajemen mutu merupakan serangkaian kegiatan manajemen mulai dari perencanaan hingga evaluasi yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu produk sehingga dapat menjaga kepercayaan dan kepuasan pelanggan. Manajemen mutu perlu diperhatikan salah satunya mengenai pengalengan ikan tuna guna untuk menjaga ketahanan dan keamanan produk, agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu produk yang telah ditetapkan. PT Bali Maya Permai merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengalengan ikan dan produknya dipasarkan ke pasar lokal maupun ekspor. Oleh karena itu manajemen mutu produk di PT. Bali Maya Permai harus benar – benar diperhatikan dan harus diterapkan secara optimal guna untuk menjaga eksistensi perusahaan agar dapat meningkatkan strategi bersaing. Oleh karena itu pada laporan Praktek Kerja Lapang ini membahas topik mengenai Manajemen Mutu Pengalengan Ikan Tuna di PT. Bali Maya Permai yang bertujuan untuk mengetahui manajemen mutu yang dilakukan oleh perusahaan dan dapat memenuhi standar mutu produk.



1.2 Tujuan dan Manfaat Praktek Kerja Lapang (PKL) 1.2.1 Tujuan Umum PKL Tujuan umum dari pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Bali Maya Permai adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mahasiswa mengenai kegiatan perusahaan secara umum. 2. Melatih mahasiswa untuk berfikir kritis dalam menghadapi perbedaan yang terjadi di lingkungan kerja dengan teori yang diterima di perkuliahan. 3. Meningkatkan pemahaman tentang kegiatan perusahaan agar setelah lulus siap menghadapi dunia kerja



3



4. Memperoleh keterampilan kerja yang praktis yaitu secara langsung dapat menjumpai, merumuskan serta memecahkan permasalahan yang ada di bidang perikanan secara umum. 1.2.2 Tujuan Khusus PKL Tujuan khusus dari pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Bali Maya Permai adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui proses produksi pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai. 2. Mengetahui mengenai manajemen mutu pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai.



1.2.3 Manfaat PKL Manfaat dari kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Bali Maya Permai adalah sebagai berikut: 1. Membina hubungan kerja sama yang baik antara pihak kampus dengan perusahaan atau lembaga instansi. 2. Memperoleh pengetahuan dan informasi terkait proses produksi pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai. 3. Memahami manajemen mutu pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai.



1.3 Lokasi dan Jadwal Kerja Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan di PT. Bali Maya Permai yang berlokasi di Jalan Pengambengan, Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan pada tanggal 01 Maret sampai 01 Mei 2018. Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan setiap hari Senin sampai hari Jum’at pada pukul 08.00 sampai 16.00 WITA, waktu istirahat dan makan siang pukul 12.00 sampai 13.00 WITA. Khusus hari Sabtu pukul 08.00 sampai 13.00 WITA tanpa ada istirahat.



4



1.4 Metode Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Bali Maya Permai menggunakan beberapa metode diantaranya adalah: 1. Praktek lapang Pada metode ini mahasiswa terlibat langsung dalam kegiatan – kegiatan yang ada di lapangan mulai penerimaan bahan baku hingga proses penyimpanan produk di gudang. 2. Wawancara Pada metode ini mahasiswa melakukan wawancara langsung maupun berdiskusi dengan para pekerja atau chief operator, supervisor, pembimbing lapang di PT Bali Maya Permai. 3. Observasi Metode observasi ini mahasiswa melakukan pengamatan secara langsung di lapangan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. 4. Studi Pustaka Pada metode ini, mahasiswa mengumpulkan data sekunder atau informasi penunjang dari arsip – arsip dan catatan – catatan yang ada di perusahaan.



BAB 2. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN



2.1



Sejarah Perusahaan PT. Bali Maya Permai merupakan salah satu industri makanan yang



bergerak di bidang pengalengan ikan. Perusahaan ini berdiri pada tanggal 12 Juli 1977 dengan akta notaris Ny. Darwini Sidi Bakaroedin, SH. No. 29 berdasarkan izin kerja nomor 2011/3.3 R/P:7 Juni 1978. PT. Bali Maya Permai didirikan oleh Sukarja Wibowo, Sukardi Wibowo, Iwan Purnomo dan Rachmat Krestiono Tirta berlokasi di Jakarta. Pada awal berdiri perusahaan ini bergerak di bidang ekspor- impor dan penyalur makanan keluarga dengan merek Botan yang diproduksi oleh Mitsui dan Co. Japan, hal ini dikarenakan suatu perusahaan modal asing di Indonesia harus memiliki mitra perusahaan yang berdiri di Indonesia, maka terjadilah kesepakatan kerjasama antara Mitsui dan Co. Japan dengan pemegang saham PT. Bali Maya Permai untuk mengadakan survey di pulau Jawa dan Bali. Hasil survey yang dilakukan dengan berbagai pertimbangan menunjukkan bahwa Bali menjadi alternatif tempat untuk usaha tersebut. PT. Bali Maya Permai berdiri di



Jalan



Pengambengan, Desa Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Pada bulan September 1997 dilakukan percobaan untuk memproduksi sarden. Tanggal 9 November 1978 PT. Bali Maya Permai diresmikan oleh Gubernur Daerah Tingkat I Bali, Prof. Dr. Ida Bagus Mantra. Saat ini PT. Bali Maya Permai memproduksi tiga jenis produk, yaitu sarden/makarel, tuna, dan tepung ikan. Produk pengalengan sarden/makarel dipasarkan di dalam negeri dan diekspor ke berbagai negara,



antara lain



Malaysia dan



Sri



Lanka.



Sedangkan untuk produk



pengalengan ikan tuna juga dipasarkan di dalam negeri dan diekspor ke berbagai negara di benua Asia dan Amerika.



5



6



2.2



Visi dan Misi Perusahaan PT. Bali Maya Permai memiliki visi dan misi dalam menjalankan usahanya.



Berikut adalah visi dan misi dari PT. Bali Maya Permai: Visi: Menjadi yang terdepan dalam industri pengalengan ikan dengan inovasi produk yang berkualitas tinggi. Misi: 1. Menyediakan produk yang menyehatkan dan berkualitas tinggi. 2. Menciptakan dan mengembangkan sumber daya manusia untuk menunjang operasional organisasi. 3. Senantiasa mengutamakan kepuasan konsumen dengan membina hubungan mutual yang baik dan memberi layanan yang profesional berkualitas.



2.3



Struktur Organisasi Perusahaan PT. Bali Maya Permai merupakan perusahaan swasta yang berbentuk



Perseroan Terbatas dan dipimpin oleh seorang direksi yang bertanggung jawab kepada komisaris. Kantor direksi PT. Bali Maya Permai terletak di Jalan Pluit Raya No. 19 Blok D No. 1-2, Jakarta. Pabrik PT. Bali Maya Permai terletak di Provinsi Bali dan dipimpin oleh seorang pimpinan pabrik (plant manager). Berikut adalah struktur organisasi di PT. Bali Maya Permai:



7



STRUKTUR ORGANISASI PT. BALI MAYA PERMAI



Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Bali Maya Permai



8



2.4



Kondisi Lingkungan PT. Bali Maya Permai terletak di daerah pantai Jalan Pengambengan, Desa



Tegal Badeng Barat, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Letak perusahaan ini kurang lebih sekitar 7 km arah barat daya kota Negara. Adapun batas-batas lokasi PT. Bali Maya Permai adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Barat



: PT. Indo Bali



2. Sebelah Utara



: Jalan TPI Pengambengan



3. Sebelah Timur



: PT. Sarana Tani Pratama



4. Sebelah Selatan



: Pantai Selat Bali



Lokasi PT. Bali Maya Permai sangat strategis, sehingga memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut: 1. Perusahaan dekat dengan jalan raya, sehingga mempermudah proses untuk keluar masuk pabrik dan transportasi produk. 2. Perusahaan



dekat



dengan



Pelabuhan



Perikanan



Nusantara



(PPN)



Pengambengan, sehingga dapat mempermudah untuk mendapatkan bahan baku ikan segar dari nelayan. 3. Perusahaan dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga memudahkan untuk memperoleh tenaga kerja, terutama tenaga kerja harian dan kontrak dari penduduk sekitar. 4. Tersedianya sumber air yang cukup. Sedangkan kelemahan dari lokasi pabrik adalah letak pabrik yang berdekatan dengan pemukiman penduduk, sehingga dapat menyebabkan adanya gangguan yang ditimbulkan dari limbah pabrik kepada penduduk sekitar.



BAB 3. PROSES PENGALENGAN IKAN TUNA



3.1



Receiving Proses receiving merupakan salah satu tahapan kritis pada proses pengalengan



ikan tuna. Hal ini dikarenakan pada proses receiving bahaya signifikan yang dapat terjadi yaitu bahan baku ikan tuna mengalami kenaikan kadar histamin yang disebabkan oleh penanganan ikan tuna yang kurang tepat. Bahan bakuyang digunakan untuk pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permaimeliputi ikan tuna jenis Albacore, Yellowfin dan Skipjack. Perusahaan menerima bahan baku ikan tuna dari supplier dan dibedakan menjadi 2, yaitu bahan baku ikan beku (frozen) dan bahan baku ikan segar (fresh). Proses penerimaan bahan baku ikan tuna di PT. Bali Maya Permai dimulai dengan melakukan pemeriksaan surat jalan dari alat pengangkut ikan. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan suhu refrigerator alat pengangkut. Kemudian mengambil sampel ikan tuna secara proporsional dan random untuk dilakukan beberapa pengujian sebelum bahan bakupengalengan ikan tuna dinyatakan release untuk diproduksi. Berikut adalah pengujian yang dilakukan terhadap sampel bahan baku pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai: 1. Uji histamin dan kadar garam Proses pengujian histamin pada sampel bahan baku ikan tuna memiliki tujuan untuk memastikan bahan baku yang diterima dari supplier sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan.PT. Bali Maya Permai menetapkan Standar kandungan histamin yaitu maksimal 30 ppm. Sedangkan menurut SNI (2017), persyaratan histamin yang diperbolehkan adalah maksimal 50 ppm. Penentuan standar histamin lebih rendah dari SNI bertujuan untuk mengantisipasi adanya kenaikan histamin pada saat proses produksi. Histaminmerupakan turunan dari histidin, yaitu senyawa yang terdapat pada family scromboid seperti ikan tuna. Pengujian histamin pada ikan tuna dilakukan dengan mengambil sampel daging pada dinding perut ikan. Histamin dapat membahayakan kesehatan, karena konsumsi ikan yang mengandung



9



10



histamin ≥100 ppm dapat menyebabkan terjadinya keracunan (Djarismawati dkk, 2002). Prosedur pengujian histamin yang dilakukan di PT. Bali Maya Permai adalah sebagai berikut: a. Menyiapkan alat dan bahan yang meliputi bor, alat pencukil, termos es, es dan sampel ikan tuna. Sebelum digunakan, semua peralatan harus dipastikan dalam keadaan bersih. b. Sampel ikan yang akan diuji diambil secara acak sebanyak 18 ekor per lot dengan spesies dan ukuran yang sama. c. Sampel ikan dibersihkan dengan menyemprotkan air menggunakan selang. d. Dinding perut pada setiap sampel ikan dilubangi menggunkan alat bor untuk diambil dagingnya. e. Daging yang dibor diambil sebanyak minimal 250 gram per individu ikan dan dicincang agar menjadi homogen. Sampel yang telah dihomogenisasi diuji histamin dengan menggunakan fluorometer. Jika kadar histamin lebih dari standar yaitu >30 ppm, maka populasi ikan direject. Pengujian selanjutnya yang dilakukan terhadap sampel bahan baku pengalengan ikan tuna adalah uji kadar garam. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan takaran garam yang digunakan dalam medium.PT. Bali Maya Permai menetapkan standar kadar garam yaitu maksimal 1.35%.Jumlah sampel ikan yang diambil sebanyak 18 ekor per lot. Prosedur pengujian kadar garam dilakukan dengan mengambil sampel daging padatiga titik, yaitu bagian punggung dekat kepala, tengah dan dekat ekorikan tuna. 2. Uji organoleptik Uji organoleptik bahan baku pengalengan ikan tuna bertujuan untuk memastikan bahwa bahan baku pengalengan ikan tuna yang akan diproduksi telah memenuhi spesifikasi organoleptik. Uji organoleptik dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap daging ikan tuna yang meliputi warna, bau, rasa dan tekstur. Berikut adalah prosedur pengambilan sampel untuk uji organoleptik bahan baku pengalengan ikan tuna: a. Sampel ikan yang diambil sebanyak 118 ekor per lot dalam satu spesies.



11



b. Sampel ikan dilelehkan dengan air berdasarkan waktu yang telah ditetapkan pada bak thawing. Setelah thawing selesai, isi perut dibuang, kemudian ikan dipotong, dicuci dan dimasak. c. Pemeriksaan sampel meliputi warna, bau, rasa dan tekstur. Apabila terjadi penyimpangan, maka sampel dipisahkan dan dicatat serta dianalisa data yang diperoleh. Maksimal decompose yang diperbolehkan untuk ikan dengan size lebih dari 5 kgadalah 3.5% per lot, sedangkan untuk ikan dengan size kurang dari 5 kg adalah 5%per lot dan apabila hasil evaluasi menunjukkan penyimpangan spesifikasi, maka ikan harus direject. d. Penilaian terhadap warna dilakukan dengan melihat warna daging ikan tuna setelah proses cleaning. Jika daging ikan tuna memiliki warna putih bersih, maka daging tersebut diklasifikasikan sebagai daging grade 1, sedangkan jika daging ikan tuna menunjukkan warna kecoklatan, maka daging tersebut diklasifikasikan sebagai daging grade 2. Penilaian terhadap warna daging menentukan produk yang akan dihasilkan, apakah untuk produk ekspor atau untuk produk lokal. Warna daging pada ikan tuna dapat dipengaruhi oleh reaksi oksidasi. Menurut Wodi dkk. (2014), daging merah atau gelap pada ikan tuna merupakan faktor penting dalam penentuan kualitas daging. Hal ini dikarenakan selama proses penyimpanan, daging merah pada ikan tuna dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat akibat reaksi oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menimbulkan bau dan rasa yang tengik pada ikan.Selain adanya reaksi oksidasi yang dapat mempengaruhi warna daging ikan, juga terdapat kerusakan yang disebut dengan bruises.Kerusakan ini ditunjukkan dengan adanya bintik – bintik berwarna kecoklatan pada lipatan bagian dalam daging ikan tuna. Untuk melihat apakah daging ikan tuna mengalami bruisesatau tidak, dapat dilakukan dengan membelah lipatan daging ikan tuna. e. Penilaian terhadap bau dilakukan dengan mencium daging ikan tuna untuk memastikan apakah daging tersebut tercemar bau minyak tanah, solar, bau busukatau bau tengik akibat oksidasi. Menurut Kurniasi dkk. (2016) bau



12



tengik pada ikan disebabkan karena daging ikan mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami reaksi oksidasi. f. Penilaian terhadap rasa dilakukan dengan memastikan bahwa daging ikan tuna tidak menyebabkan rasa gatal ketika dimakan. Menurut Subaryono dkk. (2004), rasa gatal yang timbul pada saat daging ikan tuna dimakan disebabkan karena adanya kandungan histamin yang tinggi. g. Penilaian terhadap tekstur daging ikan tuna dilakukan dengan melihat apakah daging ikan tuna masih memiliki tekstur yang kompak dan tidak hancur ketika ditekan. Kerusakan tekstur daging ikan tuna meliputi honeycomb, softdan curd. Honeycomb merupakan kerusakan tekstur daging yang ditunjukkan dengan adanya lubang seperti sarang lebah pada permukaan daging ikan tuna. Soft merupakan kerusakan tekstur daging ikan tuna yang ditunjukkan dengan tekstur daging hancur seperti tepung ketika ditekan. Sedangkan curd merupakan kerusakan tekstur daging ikan tuna yang ditunjukkan dengan adanya gumpalan daging yang lembek seperti tahu dan hancur ketika ditekan. Kerusakan tekstur daging ikan tuna dapat disebabkan karena adanya kesalahan penanganan pada proses pembekuan. Laju pembekuan merupakan faktor kritis yang dapat menentukan mutu produk yang dihasilkan. Proses pembekuan lambat merupakan faktor yang dapat merusak jaringan tubuh ikan. Proses pembekuan lambat akan menghasilkan kristal – kristal es dengan jumlah yang lebih sedikit tetapi dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran kristal es yang besar berpeluang untuk menusuk dan merusak sel – sel jaringan pangan, sehingga menyebabkan sel kehilangan air dan keteguhan tekstur (Food Review Indonesia, 2007) Setelah sampel bahan baku pengalengan ikan tuna dinyatakan release oleh bagian Quality Control (QC), yaitu telah memenuhi standar uji histamin, uji kadar garam dan uji organoleptik, makatahap selanjutnya adalah pembongkaran ikan dari container. Apabila sampel bahan baku pengalengan ikan tuna tidak sesuai dengan standar, maka ikan direject. Berikut adalah tahapan proses pembongkaran bahan baku pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai:



13



1. Prosedur pembongkaran bahan baku ikan tuna beku (frozen) Persiapan yang dilakukan sebelum kegiatan pembongkaran adalah menyiapkan lokasi penempatan ikan dan peralatan kerja meliputi forklift, timbangan digital, meja penerimaan dan keranjang ikan (rak ikan). Selanjutnya menyiapkan pakaian kerja meliputi jaket, sarung tangan, sepatu, masker dan topi. Prosedur pembongkaran bahan baku ikan tuna beku (frozen) adalah sebagai berikut: a. Memastikan ikan yang dibongkar telah dinyatakan release oleh bagian QC. b. Melakukan pembongkaran dan penyortiran bahan baku ikan tuna dengan tetap berkoordinasi dengan petugas QC. c. Melakukan sortasi ikan menurut jenis ikan, mutu ikan, size ikan dan ditempatkan pada keranjang sesuai hasil sortasi. d. Mengangkat keranjang yang berisi ikan ke atas timbangan digital dan mencatat angka yang tertera pada layar monitor. e. Memberikan identitas sesuai nomor lot ikan, jenis ikan, size ikan, mutu ikan dan jumlah tonase ikan. f. Mengangkat keranjang ikan yang telah ditimbang dan ditempatkan di ruang cold storage serta disusun secara rapi untuk memudahkan pembongkaran ikan ke tempat produksi. Suhu penyimpanan di cold storage adalah maksimal -180C. g. Standar pembongkaran bahan baku ikan tuna adalah ikan tuna yang diterima sesuai dengan jumlah penerimaan ikan yang ditimbang. Apabila jumlah ikan tidak sesuai, maka segera diinformasikan ke bagian purchasing untuk dilakukan koordinasi dengan pihak supplier. 2. Prosedur pembongkaran bahan baku ikan tuna segar (fresh) Pembongkaran bahan baku ikan tuna segar (fresh) dapat dibedakan menjadi dua perlakuan, yaitu bahan baku ikan tuna langsung memasuki tahapan proses produksi atau dilakukan pembekuan terlebih dahulu jika bahan baku ikan tuna tidak langsung memasuki tahapan proses produksi. Pembongkaran ikan tuna segar(fresh) yang langsung memasuki tahapan proses produksi dilakukan setelah mendapatkan informasi dari QC bahwa ikan telah



14



release. Selanjutnya dilakukan pembongkaran ikan segar dengan tahapan – tahapan sebagai berikut: a. Menyiapkan peralatan yang diperlukan meliputi lori, timbangan, wadah ikan dan penutupnya. b. Menyiapkan pakaian kerja meliputi jaket, sarung tangan, sepatu, masker dan juga topi dan pastikan kondisinya bersih dan dapat berfungsi dengan baik. c. Melakukan pembongkaran ikan sesuai dengan size ikan. Untuk ikan dengan size kurang dari 5 kg dilakukan dengan cara memasukkan ikan ke dalam wadah sampai penuh. Kemudian meletakkan wadah yang berisi ikan diatas timbangan dan catat beratnya. Selanjutnya tutup wadah dan lori dengan menggunakan penutup. Sedangkan untuk ikan dengan size lebih dari 5 kg, pembongkaran dilakukan dengan cara menyusun ikan di atas lori sesuai kapasitas (±5 ekor). Kemudian meletakkan ikan di atas timbangan dan catat beratnya. Setelah ditimbang, atur kembali ikan di atas lori dan tutup lori dengan penutupnya. d. Mendorong lori ke ruang transfer e. Memasukkan ikan ke dalam loket satu per satu sampai ikan diatas lori habis. Sedangkan jika bahan baku ikan tuna segar (fresh) tidak langsung diproduksi, maka dilakukan proses pembekuan bahan baku ikan tuna. Suhu ruang pembekuan yaitu maksimal -400C. PT. Bali Maya Permai memiliki 3 ruang pembekuan dengan kapasitas 4 ton per ruang. Jika suhu back bone ikan sudah mencapai -180C, ikan dipindahkan ke cold storage. Jika suhu back bone ikan kurang dari -180C, maka proses pembekuan tetap dilanjutkan.



3.2



Thawing Proses thawing merupakan suatu kegiatan untuk melelehkan bahan baku



ikan tuna yang diterima dalam bentuk beku(frozen).Proses thawing dimulai dengan mengeluarkan bahan baku ikan tuna di cold storage. Berikut adalah prosedur pengeluaranbahan baku ikan tuna di cold storage:



15



1. Pengeluaran bahan baku ikan tuna dengan size ikan kurang dari 5 kg Proses pengeluaran ikan tuna di cold storage dilakukan dengan memasukkan ikan tuna kedalam wadah sampai penuh, kemudian meletakkan wadah yang berisi ikan tuna di atas timbangan dan mencatat beratnya. Setelah ditimbang ikan tuna dibawa ke ruang transfer dan dimasukkan melalui loket satu per satu sampai ikan di dalam wadah habis. 2. Pengeluaran bahan baku ikan tuna dengan size ikan lebih dari 5 kg Proses pengeluaran ikan tuna di cold storage dilakukan dengan menyusun ikan di atas lori sesuai kapasitas lori (±5 ekor). Kemudian meletakkan ikan di atas timbangan dan mencatat beratnya. Setelah ditimbang, ikan diatur kembali di atas lori dan dibawa ke ruang transfer. Selanjutnya ikan dimasukkan melalui loketsatu per satu. Ikan tuna yang telah dimasukkan melalui loketakan melewati conveyor moving dan selanjutnya dimasukkan ke dalamboxthawing.Jumlah box thawinguntuk ikan tunapada PT. Bali Maya Permai adalah sebanyak 35 box, dengan kapasitas 500 – 550 kg per box thawing. Berikut adalah prosedur thawing bahan baku ikan tuna pada PT. Bali Maya Permai: 1. Sebelum ikan dimasukkan ke dalam boxthawing, petugas thawing harus memastikan kebersihan box thawing, memastikan pipa water flow, pipa sirkulasi dan tutup drainase terpasang dengan benar sertamemastikan kecukupan supply air. 2. Setelah semua persiapan thawing selesai dilakukan, selanjutnya box thawing diisi air sebanyak 1/3 bagian dari box. Tujuannya adalah untuk menghindari benturan secara langsung antara ikan tuna dengan box thawing. 3. Ikan dimasukkan ke dalam box thawingdan dipisahkan sesuai dengan jenis, lot, dan size ikan. 4. Ikan tuna yang dimasukkan ke dalam box thawing dicek suhu dan kesegarannya. Pengecekan suhu dilakukan dengan mengambil sampel ikan sebanyak 3 ekor per box thawing.Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu awal ikan sebelum proses thawing.



16



5. Setelah



ikan



dimasukkan



ke



dalam



box



thawing,



selanjutnya



kranthawingdibuka. Kecepatan air pada kran thawing adalah 8 liter/ menit. Suhu air yang digunakan untuk proses thawing adalah 280C. Semua informasi yang diperoleh dicatat pada lembar laporan dan papan schedule.Holding time atau waktu tunggu ikan dari pengeluaran ikan di cold storage sampai kran thawing dibuka adalah maksimal 5 jam untuk ikan tuna dengan size lebih dari 5 kg dan maksimal 3 jam untuk ikan tuna dengan size kurang dari 5 kg.Waktu yang digunakan untuk thawingbahan baku ikan tuna dikalkulasi sesuai dengan jenis dan size ikan. Berikut adalah waktu thawing ikan tuna berdasarkan jenis dan size ikan: Tabel 3.1 Waktu Thawing Ikan Tuna Jenis Ikan



Albacore



Skipjack dan Yellowfin



Size Ikan (kg)



Waktu Thawing (jam)



23 – 25



8



20 – 22



7.5



18 – 20



7



1 – 2.5



2



2.6 – 4



3



Sumber: PT. Bali Maya Permai



6. Setelah waktu thawing tercapai, selanjutnya adalah mengecek suhu ikan dengan mengambil sampel ikan sebanyak 3 ekor per box thawing. Pengecekan suhu dilakukan pada bagian pusat (back bone) ikan sampai menyentuh ke tulang dengan menggunakan thermometer. 7. Jika suhu ikan tuna telah mencapai –20C – 00C kran air ditutup dan pipa drainase dibuka. Kemudian ikan diangkat dari box thawing dan dipindahkan ke conveyor butchering untuk selanjutnya dilakukan pemotongan ikan.



3.3



Butchering Butcheringmerupakan tahapan pemotongan ikan tuna yang bertujuan untuk



membuang isi perut.Proses butchering ikan tuna dilakukan berasarkan padasize ikan. Berikut adalah prosedur butchering ikan tuna berdasarkan pada size ikan:



17



1. Butchering ikan tuna dengan sizeikan kurang dari 5 kg Proses butchering ikan tuna dilakukan dengan meletakkan ikan pada meja potong, kemudian menyayat bagian perut sedikit menyerong dan memanjang ke arah perbatasan antara insang dan sirip perut (sedikit menyerong ke arah kepala).Selanjutnya memasukkan tangan ke dalam perut ikan dan menarik isi perut hingga bersih. Setelah isi perut dikeluarkan, ikan diletakkan di atas conveyor butchering dan dinding perut dicuci menggunakan air yang mengalir sampai bersih. Ikan yang telah bersih diperiksa secara organoleptik antara lain penilaian terhadap bau (bau solar, bau minyak tanah atau bau asing lainnya), tekstur ikan (kekenyalan) dan kerusakan fisik ikan (terkoyak). Ikan yang mengalami penyimpangan organoleptik dipisahkan untuk ditangani secara khusus atau direject. Holding time atau waktu tunggu ikan dari start butchering sampai cooker on untuk ikan tuna dengan sizeikan kurang dari 5 kg adalah maksimal 90 menit. 2. Butchering ikan tuna dengan sizeikan lebih dari 5 kg Porses butchering ikan tuna dengan sizeikan lebih dari 5 kg dilakukan menggunakan mesin gergaji. Hasil potongan dibedakan menjadi 3 bagian yaitu kepala, badan sepanjang 22 cm dan ekor. Proses butchering menggunakan mesin dilakukan dengan mengatur posisi ikan sesuai arah gergaji, kemudian menyalakan mesin gergaji dan mendekatkan ikan ke arah gergaji untuk memotong ikan sesuai dengan ukuran. Hasil potongan diarahkan ke conveyor butchering. Selanjutnya isi perut ikan dikeluarkan dengan cara memasukkan tangan ke dalam rongga perut ikan dan menarik isi perut sampai bersih. Setelah isi perut dikeluarkan, dinding perut dicuci menggunakan air yang mengalir sampai bersih.Ikan yang telah bersih diperiksa secara organoleptik antara lain penilaian terhadap bau (bau solar, bau minyak tanah atau bau asing lainnya), tekstur ikan (kekenyalan) dan kerusakan fisik ikan (terkoyak). Ikan yang mengalami penyimpangan organoleptik dipisahkan untuk ditangani secara khusus atau direject.Holding time atau waktu tunggu ikan dari start butchering sampai cooker on untuk ikan tuna dengan sizeikan lebih dari 5 kg adalah maksimal 150 menit.



18



3.4



Staging Rak Proses staging rak adalah proses penataan ikan tuna di rak setelah proses



butcheringselesai dilakukanyang bertujuan untuk memudahkan proses pre cooking, agar ikan yang telah disusun di rak dapat dimasukkan ke dalam mesin cookerdengan mudah.Penyusunan ikan pada rak dilakukan dengan meletakkan ikan pada posisi bagian perut ikan yang telah disayat dihadapkan ke bawah agar sisa kotoran dan darah dapat jatuh ke bawah dan ikan disusun dari atas ke bawah untuk menghindari tetesan darah. Standar penyusunan ikan tuna di rak adalah untuk ikan tuna dengan size kurang dari 5 kg penyusunan dilakukan dengan menggunakan layer sebanyak 9 sap, sedangkan untuk ikan tuna dengan size lebih dari 5 kg penyusunan dilakukan dengan menggunakan layer sebanyak 5 sap.



3.5



Pre Cooking Proses precooking merupakan suatu proses pemasakan awal ikan tuna pada suhu



dan waktu yang ditentukan bedasarkan size ikan tuna. Proses ini bertujuan untuk mempermudah tahapan pembersihan daging ikan (Irianto dan Akbarsyah, 2007). Sebelum dilakukan pre cooking, ikan tuna yang telah disusun di rak diambil sebanyak 5 sampel per rak untuk dicek suhunya. Pengecekan suhu dilakukan untuk memastikan bahwa suhu ikan tidak melebihi suhu standar sebelum proses pre cooking. Jika suhu ikan melebihi suhu standar sebelumpre cooking, maka hal ini dapat mempengaruhi kadar histamin yang terkandung di dalam daging ikan tuna.Waktu yang digunakan pada proses precooking ditetapkan berdasarkan pada size ikan tuna. Mesin yang digunakan untuk melakukan proses pre cooking disebut dengan cooker. Jumlah mesin cooker yang ada di PT. Bali Maya Permai sebanyak 4 mesin dengan kapasitas mesin cooker A, B dan C sebesar 4.000 kg – 4.500 kg dan untuk mesin D memiliki kapasitas 2.200 kg. Mesin cooker A, B dan C dapat diisi 6 rak sedangkan untuk mesin cooker D dapat diisi 3 rak. Berikut adalah tahapan pada proses pre cooking ikan tuna: 1. Persiapan a. Melakukan pembuangan kondensat pada pipa spreader dengan cara membuka kran steam selama 30 – 60 detik sebelum cooker digunakan.



19



b. Menyiapkan peralatan yang diperlukan (rel rak). c. Memastikan mesin cooker dan pompa air cooling berfungsi dengan baik. d. Memastikan ketersediaan air cooling cukup. 2. Prosedur a. Melakukan pemeriksaan kesesuaian tag dan mengecek suhu awal ikan. b. Memasukkan rak – rak yang sudah terisi ikan ke dalam cooker. c. Menutup cooker dengan sempurna. d. Membuka kran venting dan kran pembuangan. e. Membuka kran air selama 5 menit untuk membersihkan sisa – sisa darah dan kotoran pada ikan. f. Membuka kran steam. g. Menutup kran pembuangan dan kran venting apabila suhu mencapai 900C. h. Menghitung waktu pemasakan ketika suhu proses pemasakan telah dicapai. i. Menjaga suhu pemasakan antara 900C – 1000C dengan cara mengatur kran steam. j. Menutup kran steam setelah waktu pemasakan telah dicapai. k. Suhu back bone ikan pada akhir pre cookingadalah minimal ≥60 0C. Jika suhu tidak mencapai standar, maka waktu pre cooking harus ditambah. Pengecekan suhu dilakukan minimal 24 sampel per rak.



3.6



Cooling Proses cooling atau proses pendinginan dilakukan setelah ikan mencapai



waktu precooking. Proses cooling di PT. Bali Maya Permai dalam melakukan proses cooling menggunakan perpaduan antara air dan udara. Proses cooling air dilakukan di dalam mesin cooker. Sedangkan proses cooling udara dilakukan di luar mesin cooker. Teknik cooling dilakukan sesuai dengan jenis ikan. Untuk ikan tuna jenis albacore, prosescoolingair dilakukan dengan menggunakan spray water yaitu water on selama 45 menit, water off selama 15 menit, water on selama 45 menit, water off selama 15 menit dan water on selama 45 menit. Sedangkan untuk cooling udara dilakukan selama 75 menit. Proses cooling air ikan tuna jenis skipjack dilakukan dengan water on selama 20 menit. Sedangkan



20



untuk cooling udara dilakukan selama 70 menit. Proses cooling air ikan tuna jenis yellowfin dilakukan dengan water on selama 25 menit. Sedangkan untuk cooling udara dilakukan selama 75 menit. Tekanan air yang digunakan untuk proses cooling air adalah 4 kg/cm 2 dan target suhu back bone ikan tuna pada saat cooling adalah maksimal 43 0C.



3.7



Deheading Proses deheading adalah proses pembuangan kepala, ekor, sirip dan tulang



belakang ikan tuna. Proses ini dilakukan berdasarkan size ikan tuna. Prosedur deheading ikan tuna adalah mengambil ikan satu per satu dari arah paling bawah ke atas rak. Ikan ditempatkan pada talam bersih dan ditimbang, kemudian dicatat hasil timbangannya. Ikan yang telah ditimbang dipindahkan ke meja deheading dan mulai melakukan kegiatan deheading sesuai dengan size ikan tuna. Deheading ikan tuna dengan size ikan kurang dari 5 kg dilakukan dengan cara memegang kepala ikan tuna, kemudian kepala dipatahkan ke arah leher hingga terlepas. Sedangkan deheading ikan tuna dengan size ikan lebih dari 5 kg dilakukan dengan cara mengambil daging di bagian tengkuk kepala ikan tuna. Selanjutnya membelah badan atau ekor ikan tuna menjadi 2 bagian. Kemudian mengambil tulang belakang ikan. Setelah deheading dilakukan, talam yang berisi daging ikan tuna diberi tanda atau color tag sesuai dengan urutan selama proses pre cooking.Color tag berfungsi untuk menunjukkan holding time sehingga dapat diketahui daging mana yang harus ditangani terlebih dahulu. Selanjutnya talam yang berisi ikan digeser ke loket supply ikan untuk dilakukan proses skinning. Waktu mulai sampai dengan selesai proses deheading dicatat untuk setiap cooker. Holding time atau waktu tunggu daging ikan tuna dari proses deheading sampai dengan steam on retort maksimal 3 jam.



3.8



Skinning Proses skinning bertujuan untuk membuang kulit ikan dan tulang ikan. Proses



ini dilakukan dengan menggunakan pisau. Sebelum melakukan proses skinning, hal



21



yang perlu dilakukan terlebih dahulu yaitu menyiapkan dan memastikan peralatan yang diperlukan, antara lain: talam, lori, pisau dan timbangan dalam kondisi bersih dan berfungsi dengan baik. Proses skinning diawali dengan mengatur talam kosong ukuran besar dan kecil di atas meja skinning. Selanjutnya mengatur posisi talam yang telah berisi ikan dari bagian loket deheading kerak lori mulai dari bagian atas ke bagian bawah. Kemudian melakukan pemeriksaan tanda atau color tag yang ada di setiap talam dan mendorong lori ke meja skinning. Setelah itu mengambil talam yang berisi ikan dari lori secara hati – hati mulai dari talam yang berada di bagian bawah rak lori dan meletakkannya di meja skinning. Langkah selanjutnya dalam proses skinning adalah mengambil dan mengangkat ikan secara hati – hati, kemudian membersihkan ikan mulai dari pangkal ekor ke arah tengkuk untuk membuang sirip punggung pada ikan dengan size kurang dari 5 kg. Pembersihan kulit ikan dimulai dari bagian tengkuk kearah ekor. Setelah itu melakukan pemisahan ikan menjadi 2 bagian, yaitu bagian punggung dan bagian perut. Proses skinning pada ikan tuna dengan size kurang dari 5 kg juga dilakukan untuk menghilangkan tulang keras pada ikan. Langkah berikutnya adalah menempatkan ikan hasil skinning pada talam stainless steel yang bersih secara terpisah antara ikan bersih yang telah dilakukan skinning dengan kulit dan tulang. Kemudian mengatur posisi ikan yang telah dilakukan proses skinning di dalam talam dan disesuaikan jumlahnya dengan kapasitas talam agar daging ikan tidak hancur. Selanjutnya memindahkan color tag dari bagian deheading ke talam yang berisi daging ikan yang telah dilakukan proses skinning. Kemudian meletakkan talam yang berisi daging bersih ke atas rak lori mulai dari bagian atas ke bagian bawah dan dibawa ke bagian penimbangan. Melakukan penimbangan ikan pada setiap talam dan diletakkan di meja quality check. Setelah itu melakukan pencatatan hasil timbangan pada buku serta mencatat mengenai waktu mulai dan selesai proses skinning untuk setiap cooker.Pada proses ini juga dilakukan organoleptic recheck untuk memastikan bahwa daging ikan tuna tidak terkontaminasi bau busuk, solar atau minyak tanah. Apabila masih terdapat banyak kulit pada daging ikan, maka dilakukan proses skinning ulang.



22



3.9



Cleaning Proses cleaning adalah suatu proses untuk membersihkan daging ikan tuna



dari daging merah, sisa kulit, duri dan tulang lunak. Sisa kulit dan duri hasil cleaning akan menjadi sampah, sedangkan daging merah dapat diolah kembali menjadi produk dalam kaleng. Pada proses skinning diperoleh daging dengan 3 kriteria, yaitu loin, chunk dan flake. Daging loin adalah hasil utama dari proses cleaning berupa potongan daging utuh yang telah dibersihkan dari sisa – sisa daging merah. Chunk adalah daging ikan tuna yang diperoleh dari daging utama yang mengelupas. Flake adalah serpihan daging tuna berukuran kecil yang diperoleh dari pembersihan daging loin. Hal pertama yang harus dilakukan sebelum proses cleaning dimulai adalah mempersiapkan peralatan yang diperlukan antara lain: talam ukuran besar dan kecil, pisau serta lori. Memastikan semua peralatan dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik sebelum digunakan. Langkah selanjutnya adalah mengatur posisi talam pada meja cleaning, memindahkan ikan dari rak quality check dan diletakkan di lori mulai dari posisi atas lori ke bagian bawah kemudian mendorong lori ke area cleaning. Selanjutnya memindahkan talam yang berisi ikan dari lori ke meja cleaning mulai dari bagian bawah ke bagian atas dan memindahkan color tag ke talam kosong. Setelah itu mengambil ikan dari lori sesuai color tag pada talam yang sedang dikerjakan. Proses cleaning dilakukan melalui 2 tahap. Pada proses cleaning tahap pertama, langkah – langkah yang dilakukan yaitu membersihkan bagian daging dari sisa – sisa kulit dan tulang hingga bersih. Kemudian membelah loin dengan hati – hati yang bertujuan membersihkan sisi bagian dalam daging ikan tuna untuk ikan dengan size kurang dari 5 kg.Setelah itu, menyayat sisi kanan dan sisi kiri pada bagian daging merah, kemudian mengambil dan menempatkan daging merah pada talam khusus.Selanjutnya meletakkan loin pada talam yang sudah disediakan. Saat melakukan proses ini perlu adanya ketelitian agar tidak ada pecahan – pecahan daging yang terbuang. Pada proses cleaning tahap kedua, langkah – langkah yang dilakukan yaitu mengambil loin dari hasil cleaning tahap pertama. Kemudian membersihkan



23



loindi semua sisi dari daging merah, kulit dan tulang lunak. Selanjutnya memisahkan hasil cleaning berupa daging halus (flake) pada talam stainless steel kecil. Loin hasil cleaning diletakkan pada talam yang bersih dan telah diberi tag sesuai urutan cooker. Kemudian meletakkan talam yang berisi loin, chunk dan flake pada lori untuk dilakukan penimbangan guna untuk mengetahui rendemen ikan tuna.Namun apabila masih terdapat kulit, sisik dan daging merah pada loin hasil cleaning, maka dilakukan pembersihan ulang sampai daging bersih.



3.10 Cutting Proses cutting bertujuan untuk memotong daging loin agar memiliki bentuk dan ukuran daging yang sesuai dengan ketentuan pengisian daging (solid atau chunk). Proses ini diawali dengan mengambil daging ikan tuna dari talam ke talenan dan mengatur posisi ikan agar mempermudah proses cutting. Kemudian memotong daging ikan (loin dengan panjang 21 cm) menjadi 2 bagian dengan ukuran 11 cm untuk jenis produk solid 1 layer. Sedangkan untuk jenis produk solid 2 layer, maka dilakukan pemotongan daging ikan (loin dengan panjang 11 cm) menjadi 2 bagian dengan ukuran 5.5 cm. Apabila daging ikan tuna digunakan untuk produk chunk, potongan loin dengan panjang 11 cm dibelah menjadi beberapa bagian layer. Jika diperlukan untuk melengkapi komposisi jenis produk chunk, maka belahan layer dipotong menjadi beberapa potongan. Untuk ikan tuna dengan size kurang dari 10 kg, maka loin dipotong menjadi ukuran 10 – 11 cm. Kemudian meletakkan sisa potongan yang tidak beraturan atau tidak seragam ke dalam talam yang bertujuan untuk memenuhi komposisi jenis produk chunk.



3.11 Metal Detecting Menurut Atmiasri dan Sagita (2011), metal detector merupakan sebuah sensor yang biasanya digunakan dalam industri dan keamanan, misalnya digunakan dalam mendeteksi adanya logam dalam kemasan makanan atau bahan makanan yang belum dikemas, hal ini dimaksudkan agar produk tersebut aman untuk dikonsumsi.Proses metal detecting merupakan salah satu tahapan kritis pada



24



proses pengalengan ikan tuna. Pada proses ini akan dilakukan pendeteksian terhadap kandungan metal yang terdapat pada daging ikan tuna. Kandungan metal yang dapat terdeteksi oleh mesin metal detectora dalah Fe, non Fe, stainless steel dan aluminium. Standar yang dapat terdeteksi untuk kandungan metal pada daging ikan tuna yaitu Fe sebanyak 1.5 mm, non Fe sebanyak 2.5 mm, stainless steel sebanyak 3 mm dan Al sebanyak 3 mm. Prosedur pada proses metal detecting adalah meletakkan loin di talam plastik dengan jumlah sesuai kapasitas dan melewatkan daging (loin) ke mesin metal detector dan mengamati lampu indikator. Apabila loin mengandung metal maka conveyor berhenti dan lampu indikator menyala berwarna merah. Sehingga hal yang perlu dilakukan yaitu membagi daging (loin) ke dalam 2 talam plastik yang berbeda, kemudian melewatkan loin ke mesin metal detector. Apabila loin masih terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut dibagi lagi ke dalam 2 talam yang berbeda dan memasukkan loin ke mesin metal detector. Jika loin dari salah satu talam tersebut masih terdeteksi metal, maka dilakukan sortir manual dan hasil dari sortiran tersebut dilewatkan ke mesin metal detector. Namun jika masih terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut direject. 3.12 Sortasi dan Grading Daging ikan tuna yang telah melalui proses metal detecting selanjutnya akan disortasi. Proses sortasi dilakukan dengan cara mengambil talam yang berisi loin sesuai dengan urutan (cycle di pre cooking dengan melihat color tag). Kemudian loin diambil satu per satu dari talam dan dilakukan sortasi ke seluruh daging secara merata meliputi bau (bau busuk atau bau asing), honeycomb, soft, bruises atau kerusakan lainnya. Hasil sortasi diletakkan di talam yang baru (talam loin yang sudah diberi tag) dan dipisahkan antara talam ikan yang baik dan ikan reject.Ikan yang telah memenuhi standar dibawa ke meja pengisian. Sedangkan ikan yang reject dibawa ke bagian produksi tepung ikan. Proses grading dilakukan dengan melihat warna daging ikan tuna yang telah disortasi.Grade daging ikan tuna dibedakan menjadi 2, yaitu grade 1 dan grade 2. Grade 1 menunjukkan bahwa daging ikan tuna berwarna putih dan tidak terdapat



25



penyimpangan seperti honeycomb dan bruises. Sedangkan grade 2 menunjukkan bahwa daging ikan tuna berwarna kecoklatan dan terdapat bruises pada lipatan daging bagian dalam. 3.13 Supply Kaleng Langkah awal yang dilakukan sebelum kaleng digunakan sebagai bahan pengemas produk ikan tuna yaitu dengan melakukan pengecekan kualitas kaleng oleh petugas quality control dengan mengambil sampel sebanyak 1 kaleng yang mewakili 2 pallet. Apabila kaleng dinyatakan release oleh petugas quality control, maka kaleng ditransfer ke tempat supply kaleng. Setelah itu dilewatkan pada jalur khusus kaleng dan dilakukan pencucian kaleng yang bertujuan untuk membersihkan kaleng sebelum diisi daging ikan tuna. Hal ini bertujuan agar daging tidak terkontaminasi oleh kaleng. 3.14 Can Code Tutup kaleng sebelum digunakan maka dilakukan penyortiran terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan pengkodean pada tutup kaleng. Proses pengkodean kaleng memiliki tujuan untuk menunjukkan identitas jenis produk, ikan yang digunakan dan tanggal produksi untuk produk yang akan diekspor ke Amerika dan tanggal kadaluarsa untuk produk lokal. 3.15 Filling dan Weighing Proses filling merupakan suatu proses pengisian daging ikan tuna ke dalam kaleng. Proses filling dapat dibedakan menjadi 2, yaitu filling secara manual dan filling dengan menggunakan mesin packshaper. Pengisian daging ke dalam kaleng disesuaikan dengan berat dan jenis produk yang akan diproduksi. Prosedur pengisian daging ikan tuna ke dalam kaleng berdasarkan metode pengisian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Pengisian daging ikan tuna secara manual dilakukan dengan cara mengambil daging loin sesuai dengan urutan tag dan menyiapkan kaleng yang telah dicuci. Kemudian memasukkan dan mengatur loin yang telah dipotong ke dalam kaleng sesuai dengan ketentuan pengisian, yaitu sebagai berikut:



26



a. Pengisian solid dilakukan dengan memasukkan loin ke dalam kaleng maksimal 5 potongan untuk solid 2 layer dan 3 potongan untuk solid 1 layer kemudian ditambah flake sebanyak 5%. Daging ikan tuna di dalam kaleng diatur secara vertikal kemudian ditimbang sesuai dengan permintaan. Untuk mencukupi berat daging, dapat dilakukan dengan mengurangi atau menambah potongan daging ke dalam kaleng. Flake Layer



Gambar 3.1 Pengisian Solid 1 Layer



Layer Flake Layer



Gambar 3.2 Pengisian Solid 2 Layer



b. Pengisian chunk dilakukan dengan memasukkan potongan layer sebanyak 2 potongan, kemudian potongan chunk dan flake maksimal 20% atau sesuai dengan permintaan, dilanjutkan dengan potongan chunk dan terakhir adalah potongan layer sebanyak 2 potongan. Selanjutnya daging ikan tuna di dalam kaleng ditimbang sesuai dengan berat permintaan produk. Layer Chunk Flake Chunk Layer



Gambar 3.3 Pengisian Produk Chunk



c. Pengisian flake dilakukan dengan memasukkan flake ke dalam kaleng dan menimbang produk sesuai permintaan.



27



2. Pengisian daging ikan tuna menggunakan mesin packshaper dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Memasukkan dan mengatur daging ikan ke dalam conveyor feeder sesuai ketentuan, yaitu mengatur loin sejajar dengan conveyor secara selang – seling antara ekor dan badan ikan pada lapisan bawah. Kemudian pada lapisan tengah diberi flake atau potongan pendek dan lapisan paling atas sama dengan lapisan paling bawah. b. Menghidupkan mesin packshaper menghasilkan potongan sesuai dengan ukuran kaleng dan berat filling. c. Pada saat daging ikan sampai di ujung pisau, mesin dimatikan, kemudian shoot kaleng dibuka dan mesin dihidupkan kembali. d. Mengecek dan menimbang hasil pengisian untuk disesuaikan dengan berat permintaan produk. 3.16 Persiapan Medium Sebelum melakukan proses pengisian medium, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu melakukan persiapan medium. Berikut ini kegiatan persiapan medium yang digunakan untuk produk tuna dalam kaleng: a. Pembuatan air garam 1. Mengisi cook pan dengan air yang telah disaring. 2. Menghidupkan motor mixer. 3. Membuka kran steam inlet, kemudian menjaga tekanan agar tidak lebih dari 1.5 kg/cm. 4. Menuangkan garam ke dalam panci stainless steel dan larutkan dengan air dari cook pan. 5. Menuang larutan garam (poin 4) ke dalam cook pan dengan disaring. 6. Memanaskan larutan garam dalam cook pan sampai mencapai suhu 700C sampai 800C. 7. Mencatat bahan – bahan, waktu mixing dan waktu pemakaian dalam lembar laporan. 8. Memastikan larutan garam sudah homogen.



28



9. Membuka kran outlet setelah ada kode lampu warna hijau menyala. 10. Menutup kran outlet setelah ada kode lampu warna merah menyala. b. Pembuatan larutan VB 1. Menyiapkan VB yang telah ditimbang oleh pihak gudang bahan. 2. Mengisi kuali dengan air dari water filter. 3. Hidupkan motor moxer. 4. Masukkan VB sedikit demi sedikit dalam kuali. 5. Memastikan larutan VB sudah benar – benat terlarut atau homogeny. 6. Larutan VB harus dimixer terus menerus agar tidak mengendap sampai larutan VB habis di kuali. 7. Membuka kran outlet setelah ada kode lampu warna hijau menyala. 8. Menutup kran outlet setelah ada kode lampu warna merah menyala. c. Pembuatan saus (bumbu THS) 1. Masukkan minyak soya ke dalam kuali pemasakan dan panaskan hingga mencapai suhu 1100C – 1150C. 2. Masukkan cabai giling kemudian aduk hingga matang (timbul aroma spesifik cabai goreng). 3. Masukkan bahan – bahan secara bergantian dan perlahan. 4. Menambahkan air ke dalam kuali dan aduk hingga tercampur merata. 5. Pemasakan bumbu selesai setelah suhu pemasakan mencapai 800C sampai 850C.



3.17 Medium Filling Setelah daging ikan tuna dimasukkan ke dalam kaleng dan ditimbang sesuai dengan berat yang ditentukan, selanjutnya adalah pengisian medium ke dalam kaleng. Jenis medium yang digunakan disesuaikan dengan jenis produk yang akan diproduksi. Terdapat empat jenis medium yang digunakan dalam pengalengan ikan tuna pada PT. Bali Maya Permai, yaitu medium air garam (brine), minyak (soya oil atau sunflower oil), VB (vegetable broth) dan tuna hot spicy. Penambahan medium bertujuan untuk memberikan cita rasa pada produk ikan tuna dan mampu meningkatkan proses perambatan panas saat sterilisasi.



29



Prosedur pengisian medium pengalengan ikan tuna adalah melakukan pemeriksaan produk yang akan diseaming, kemudian membuka kran pipa medium yang disesuaikan dengan pack style produk yang akan diseaming. Selanjutnya, memasukkan produk atau kaleng berisi daging yang telah ditimbang dan dipres ke dalam conveyor filling medium. Pengisian medium ke dalam kaleng disesuaikan dengan mengatur posisi kran filter. Apabila terdapat kelebihan pengisian medium ke dalam kaleng, maka medium dikurangi dengan menggunakan sendok sayur stainless steel. 3.18 Seaming Seaming merupakan tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan kemungkinan bahaya yang dapat terjadi pada proses seaming yaitu masuknya bakteri pathogen pada kaleng, hal ini dikarenakan proses seaming yang kurang tepat dan dapat mempengaruhi mutu produk. Prinsip seaming pada PT. Bali Maya Permai dikenal dengan istilah double seaming, yaitu proses penutupan kaleng yang dilakukan melalui 2 tahapan. Tahap pertama menghasilkan kaitan antara bibir kaleng dan tutup kaleng, sedangkan tahap kedua adalah tahap penyempurnaan hasil kaitan antara bibir kaleng dan tutup kaleng sehingga menghasilkan lipatan yang rapat. Berikut adalah bagian – bagian dari mesin seamer beserta fungsinya: 1. Screw(ulir) : untuk mengatur jarak kaleng yang berjalan pada conveyor. 2. Separator : untuk mendorong tutup kaleng yang ada pada magazine. 3. Magazine : sebagai tempat tutup kaleng. 4. Turret



: untuk membawa kaleng dan tutup ke dalam mesin seamer.



5. Lifter



: untuk mengangkat kaleng.



6. Chuck



: untuk menahan tutup saat kaleng diangkat oleh lifter.



7. Fisrt roll



: untuk mengaitkan tutup kaleng dengan bibir kaleng.



8. Second roll : untuk menyempurnakan hasil seaming dari first roll. 9. Knock out : untuk mendorong kaleng setelah proses seaming selesai. Cara kerja mesin seamer adalah kaleng yang melewati conveyor mesin akan melewati screw, kemudian separator akan mendorong tutup kaleng pada magazine sehingga kaleng dan tutup berjalan bersama masuk ke turret. Kaleng



30



yang telah masuk ke turret akan dibawa ke ruang vakum dalam mesin seamer. Pada ruang tersebut kaleng diangkat oleh lifter dan tutup kaleng ditahan oleh chuck, kemudian terjadilah proses seaming oleh first roll dan second roll. Setelah proses seaming selesai, lifter turun bersama dengan terdorongnya kaleng oleh sknock out. Selanjutnya turret berputar dan kaleng keluar dari mesin seamer. Prosedur kerja yang dilakukan pada tahapan proses penutupan kaleng (seaming) adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan tutup kaleng sesuai dengan pack style yang akan ditutup. 2. Memasukkan tutup ke dalam magazine dan menghidupkan mesin seamer, vacuum seamer dan conveyor. 3. Memperhatikan tingkat kevacuuman, yaitu minimal 30 cm/Hg. Apabila vacuum kurang dari standar, maka mesin dihentikan terlebih dahulu. 4. Memasukkan produk atau kaleng ke seamer apabila head space sesuai dengan standar (maksimal 10% dari tinggi kaleng). 5. Memeriksa hasil seaming secara visual dan dimensional (tear down). 6. Melewatkan produk yang telah melalui proses pemeriksaan ke shoot produk untuk menuju proses retorting. Berikut ini adalah penjelasan mengenai proses evaluasi penutupan kaleng secara visual dan secara dimensional: 1. Proses evaluasi secara visual Proses evaluasi ini dilakukan dengan melihat kaleng hasil seaming secara visual yaitu mengamati secara teliti kondisi visual luar kaleng dan mengamati dengan seksama kondisi double seam serta memastikan tidak terdapat kerusakan kaleng. Proses evaluasi secara visual dilakukan maksimal 30 menit. 2. Proses evaluasi secara dimensional Proses evaluasi ini dilakukan maksimal 2 jam setiap seaming head, yaitu mengambil sampel kaleng untuk dilakukan pengukuran dengan cara merobek (tear down) dengan alat tang, gunting dan pembuka kaleng, kemudian melakukan pengukuran yang meliputi: a. Width (W)atau seam length (SL) diukur sejajar pada lipatan seam.



31



b. Counter sink (CS) diukur mulai dari ujung atas double seam sampai permukaan tutup. c. Seam thickness (T) diukur tegak lurus pada lipatan seam. d. Body hook(BH) diukur sejajar lipatan body dari ujung kaleng sampai ujung lipatan. e. Cover hook (CH) diukur sejajar lipatan tutup yang membentuk kaitan tutup (cover hook). f. Over lap (OL) dihitung dengan perhitungan: OL = BH + CH (1,1 x TC) – W Perhitungan untuk kaleng 603: OL = BH + CH (1,1 x 0,28) – W Perhitungan untuk kaleng 307: OL = BH + CH (1,1 x 0,21) – W g. Thightness dilihat dengan menganalisa nilai besarnya kerutan pada cover hook. Kerusakan yang terjadi pada kaleng ikan tuna akibat kegiatan seaming dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.



False seam



:tidak ada ikatan dan penguncian hook antara body dan end (no interlock).



2. Vee



:terjadi karena wrinkle dari endmelipat sehingga hasilseaming berbentuk huruf V (kecil tapi tajam).



3.



Droop



4. Skidding



:mirip vee tapi lebih besar. :kaleng selip ketika proses seaming sedang berjalan.



5. Cut over



:disebut juga sharp seam, hasil seaming tajam pada bagian dalam atau sisi seaming chuck.



6.



Squeeze



:hasil seaming kotor, tidak mulus hal ini Disebabkan dari over latex.



7.



Cracked



:retak body, biasanya terjadi pada side seam.



8.



Wrinkle



:terjadi jika hasil seaming kendor atau loose.



9.



Roll jump atau jumped seam :tampak cembung, hanya terjadi pada jenis kaleng



32



sambungan solder. 10. Cut seam



:terlalu banyak lateks pada satu tempat.



11. Cooked body



:sambungan side seam atau welding tidak siku.



12. Dented flange



:bibir kaleng penyok.



13. Knock down flange



:lebih parah dari dentedflange, karena disebabkanoleh benturan.



14. Mushromedflange



:bibir flange secara merata over, sehingga berbentuk seperti jamur, body hookterlalu besar.



15. Cracked flange



:bibir flange retak atau pecah.



16. Creased or peaked flange



:bibir flange melipat.



17. Miss assembly



:end tidak bertemu dengan body atau false seam.



18. Excessive C.S depth



: C.S terlalu lebih besar dari SL.



3.19 Penyusunan Kaleng di Keranjang Setelah produk diseaming, tahapan selanjutnya adalah penyusunan produk pada keranjang retort. Proses penyusunan produk pada keranjang retort disesuaikan dengan ukuran kaleng. Proses penyusunan produk kaleng 603 dilakukan dengan cara menata kaleng satu per satu di dalam keranjang retort, kemudian setiap baris diberi batasan berupa layer stainless steel. Kapasitas keranjang retort apabila diisi dengan kaleng berukuran 603 adalah 160 kaleng. Sedangkan proses penyusunan produk kaleng 307 dilakukan dengan cara memasukkan produk yang telah diseaming ke dalam keranjang retort pada bak penampungan yang sebelumnya telah diisi air.Tujuannya adalah agar kaleng yang dimasukkan ke dalam keranjang retort tidak berbenturan secara langsung dengan kaleng yang lainnya, sehingga dapat menghindari kerusakan pada kaleng. Kapasitas keranjang retort apabila diisi dengan kaleng berukuran 307 adalah ±1500 kaleng. Setelah produk dimasukkan ke dalam keranjang retort, maka pada setiap keranjang diberi tag dan cook check yang memuat data meliputi nomor retort, nomor batch, nomor keranjang, jumlah kaleng, size kaleng, kode kaleng, pack style, dan tanggal produksi atau tanggal kadaluwarsa. Selanjutnya mengukur



33



Initial Temperature (IT) produk dari contoh kaleng yang diambil pada kaleng pertama (yang diisikan ke dalam keranjang) atau yang terdingin, dengan melubangi pada bagian tengah kaleng. Kemudian mengukur suhu dengan memasukkan sensor thermometer tepat pada pusat kaleng. Pengecekan IT dilakukan di setiap cycle retort dan pengukuran dilakukan pada saat steam on.



3.20 Retorting Proses sterilisasi adalah suatu proses melumpuhkan bakteri yang ada pada kaleng sehingga tidak berkembang biak dan tidak akan merusak produk. Proses sterilisasi dilakukan dengan menggunakan mesin retort. Berikut adalah bagian – bagian dari mesin retort beserta fungsinya: 1.



Bejana retort



: berfungsi sebagai tempat sterilisasi produk.



2.



Bleeder



: berfungsi untuk mengeluarkan udara/uap air



3.



Thermometer MIG



: berfungsi untuk membaca/ melihat suhu.



4.



Kran venting



: berfungsi untuk mengeluarkan udara dalam retort.



5.



Supply udara



: berfungsi untuk memberikan tekanan saat pendinginan.



6.



Supply air



: berfungsi untuk pendinginan dalam retort.



7.



Safety valve



: berfungsi sebagai pengaman.



8.



Drainase



: berfungsi sebagai saluran pembuangan.



9.



Thermometer recording : berfungsi untuk mencatat suhu dan waktu.



10. Supply uap



: berfungsi untuk menyalurkan uap ke dalam retort.



Proses retorting produk ikan dalam kaleng dapat dikelompokkan menjadi 6 tahapan, yaitu: 1. Persiapan instrumen retort Mengecek dan memastikan semua instrumen yang ada pada bejana retort (seperti kran supply air, kran overflow air, kran supply udara, kran supply uap, kran drainase, kran venting, seluruhbleeder,spreader uap, spreader air, MIG (mercury in glass), pressure gauge, chart recording, dan jam dinding berfungsi dengan baik dan siap untuk dioperasikan.



34



2. Blow down Merupakan kegiatan untuk mengeluarkan sisa air dan kerak (kondensat) yang ada di pipa spreader uap dan pipa steam inlet (supply uap). Blow down dilakukan dengan membuka pipa steam inlet (supply uap) secara penuh selama maksimal 1 menit. Memastikan pancaran steam spreader dan water spreader keluar merata. Kemudian melakukan penyetelan jam recording oleh petugas khusus dengan posisi benar dan menyesuaikan dengan waktu pada jam dinding. Mengunci box thermo recorder dan thermo control oleh petugas khusus, kemudian memasang loriretort di depan pintu retort. 3. Retort tag Mengangkat produk yang ada pada keranjang menggunakan katrol dari lokasi penampung atau tempat penataan ke depan pintu retort atau loriretort. Sebelum memasukkan produk ke dalam retort, maka dilakukan pencocokan kode yang ada di retort tag dengan kode yang ada di tutup kaleng dan mencatat pada formulir retort log. Selain itu dalam retort tag terdapat cook check yang digunakan untuk mengecek kematangan. Jika produk telah disterilisasi, maka cook checkakan berubah warna menjadi hitam. Kemudian keranjang produk dimasukkan ke dalam bejana retort dengan hati – hati dan jangan sampai terjadi benturan. Label atau cook check ditempelkan pada posisi yang mudah dilihat dan dibaca. Selanjutnya dilakukan pencatatan mengenai semua informasi ke dalam formulir retort operation log dan menentukan jadwal proses sesuai dengan standar yang direkomendasikan, kemudian menutup dan mengunci bejana retort. 4. Venting Merupakan bagian dari retorting yang dilakukan untuk menghenyakkan udara di dalam retort dan menggantinya dengan uap murni agar titik – titik panas di dalam retort memiliki suhu yang sama. Proses venting dilakukan dengan cara membuka kran drainase, membuka semua kran venting, membuka kran bleeder agar uap air dapat keluar. Jika kran bleeder tidak dibuka, maka uap air tidak dapat keluar dan suhu di dalam retort tidak stabil karena uap air akan mengumpul di satu titik, sehingga sterilisasi menjadi tidak sempurna. Menutup



35



supply air dan udara.Membuka supply uap secara penuh, menutup kran drainase sampai penuh setelah suhu mencapai 1000C dan bleeder bawah tetap terbuka.Setelah waktu dan suhu venting tercapai, maka semua kran venting ditutup dan selanjutnya menaikkan suhu venting ke suhu proses (come up time). Waktu sterilisasi mulai dihitung ketika suhu proses sterilisasi telah tercapai. Venting dapat dilakukan jika tekanan suhu minimal 3 kg/ cm2. Berikut ini adalah venting schedule pada proses sterilisasi ikantuna dalam kaleng di PT. Bali Maya Permai: Tabel 3.2 Venting Schedule No. Retort



Min. Temp.



Min. Time



Min. Steam Pressure



1–8



1050C



13 Menit



3 kg/ cm2



9 – 10



1050C



12 Menit



3 kg/ cm2



Sumber: PT. Bali Maya Permai



5. Process time Selama proses berjalan, suhu proses tidak boleh kurang dari suhu yang telah ditentukan dan mengamati selalu pada MIG, thermo recorder, pressure gauge serta mencatat setiap 15 menit pada operationlog yang telah disediakan. Kemudian melakukan pemeriksaan mengenai kecukupan waktu sebelum mengakhiri waktu proses. Setelah target waktu proses terpenuhi, maka dapat dilanjutkan ke tahapan cooling 3.21 Cooling Merupakan tahap terakhir dari proses retorting. Prinsip kerja cooling adalah memasukkan air ke dalam retort dengan teknik bertekanan. Teknik bertekanan digunakan pada proses cooling karena selama proses sterilisasi kaleng akan mengembang, sehingga saat diberi air harus diberi tekanan agar kaleng tidak rusak. Tekanan diberikan melalui supply udara. Jika air langsung dimasukkan dalam mesin retort, maka suhu akan turun secara langsung dan menyebabkan kembalinya kaleng kebentuk awal menjadi tidak normal. Tahapan cooling diawali dengan menutup kran steam inlet dan semua kran bleeder sehingga tidak ada lagi uap panas masuk kecuali kran bleeder MIG dan kran bleeder thermo recorder.



36



Untuk menjaga kestabilan tekanan, maka kran udara kompressor dan kran overflow dibuka sesuai dengan kebutuhan selama 2 – 3 menit untuk membuang uap, kemudian kran air dari bawah dibuka dan tetap menjaga kestabilan tekanan sampai air keluar melalui kran overflow. Selanjutnya menutup kran udara dan kran overflow dibuka lebih besar dengan tetap menjaga tekanan di dalam retort agar tidak melebihi tekanan selama proses sterilisasi. Pada saat ketinggian air mencapai kran overflow, balik aliran air dari kran bawah ke kran atas, kemudian air masuk dan air keluar diperbesar sampai suhu air di kran drainase mencapai 40oC dan menurunkan tekanan secara perlahan – lahan hingga tekanan 0 kg/cm2. Setelah suhu pendinginan tercapai ± 350C, kran inlet air atas ditutup dan air yang ada dibuang dengan membuka kran drainase sampai air habis. Langkah terakhir yaitu membuka pintu retort



dan



mengeluarkan keranjang yang berisi produk dengan hati – hati dan mengirim produk tersebut ke post retort area dengan menggunakan katrol. 3.22 Isolating Proses isolating bertujuan untuk menghindarkan kaleng yang telah disterilisasi dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme yang dapat masuk di dalam kaleng. Prosedur isolasi produk ikan tuna dalam kaleng yang telah disterilisasi adalah sebagai berikut: 1. Memeriksa tag yang ada pada setiap keranjang yang memuat tentang pack style, kode kaleng dan ukuran kaleng. 2. Memeriksa cook check apakah telah berubah warna atau belum, jika belum (garis kuning), maka dibawa kembali ke retort untuk sterilisasi ulang. Jika sudah berubah warna (garis hitam), maka keranjang dibawa ke post retort. 3. Mengangkat keranjang produk dengan katrol dan meletakkannya di lokasi isolasi, kemudian menyusun keranjang maksimal 3 tumpukan. 4. Keranjang produk didiamkan selama waktu yang ditentukan. Waktu yang dibutuhkan untuk proses isolasi produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 603 x 408 adalah minimal 8 jam, sedangkan pada produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 307 x 108/112/105.5 adalah minimal 6 jam.



37



3.23 Wipping Proses wipping atau pengelapan bertujuan untuk membersihkan kaleng dari sisa kotoran dan air klorinasi. Pengelapan dilakukan di atas conveyor dengan menggunakan kain lap yang mampu menyerap air. Pengelapan dilakukan pada bagian atas dan bagian bawah kaleng serta pada badan kaleng. Untuk kotoran yang menempel pada kaleng dan susah dibersihkan, maka proses pengelapan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan air. Pada proses ini juga dilakukan sortasi untuk kaleng yang mengalami kerusakan. Kaleng yang telah dibersihkan dimasukkan ke dalam karton sementara sebanyak 45 kaleng per karton untuk ukuran kaleng 307 x 108, sedangkan untuk kaleng yang berukuran 603 x 408dimasukkan ke dalam karton sementara sebanyak 6 kaleng per karton dan ditumpuk pada pallet sesuai tag produk.



3.24 Packaging Proses labelling merupakan tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan informasi yang ada pada label dipastikan jelas dan sesuai, tertama mengenai informasi ingredient yang terkandung dalam produk terutama keterangan mengenai bahan – bahan yang mengandung allergen. Proses packaging dilakukan untuk memberi label pada produk dan memasukkan produk yang telah dilabel ke dalam karton. Sebelum dilakukan pelabelan, kaleng diperiksa untuk melihat apakah terdapat kode kaleng yang kabur. Kode kaleng yang kabur akandibersihkan dengan thinner dan kemudian akan dilakukan pengkodean ulang. Setelah kaleng diperiksa, selanjutnya dilakukan pelabelan pada kalengyang disesuaikan dengan jenis produk dan pesanan dari konsumen. Prosedur pelabelanpada produk ikan tuna dalam kalengadalah sebagai berikut: 1. Memastikan label yangakan digunakan telah direlease oleh Quality Control. 2. Memeriksa kesesuaian kode kaleng dengan label dan karton yang akan dipakai. 3. Menempelkan label pada body kaleng menggunakan lem fox dengan cara memberi sedikit lem pada bagian ujung dan tengah label, kemudian label ditempelkan pada body kaleng.



38



4. Memasukkan produk yang telah dilabel ke dalam karton yang telah disiapkan dengan cara menyusun posisi logo atau kode kaleng menghadap ke atas. Sebelum karton digunakan, karton diberi stempel pada sisi yang telah ditentukan. Kemudian diberi lem pada bagian bawah karton, dilekatkan dan diberi lakban. Jumlah produk per karton untuk kaleng yang berukuran 603 x 408 adalah sebanyak 6 kaleng, sedangkan untuk kaleng yang berukuran 307 x 108/112/105.5 adalah sebanyak 24 kaleng. Setelah itu produk tuna dimasukkan ke dalam karton, bagian atas karton diberi lem, ditutup dan diberi lakban. 5. Karton ditumpuk pada pallet dengan tinggi maksimal 12 layer atau maksimal 72 karton. Standar pada tahap packaging adalah label menempel secara kuat pada body kaleng, kesesuaian antara label, karton dan kode kaleng, kesesuaian antara label dan isi produk serta kesesuaian antara identitas karton dengan identitas pada produk. Apabila ditemukan penyimpangan seperti label longgar atau tidak menempel secara kuat pada body kaleng dan ketidaksesuaian antara label dengan produk, maka dilakukan pelabelan ulang. Selain itu juga diperiksa kesesuaian antara identitas pada karton dan identitas pada produk. Apabila ditemukan ketidaksesuaian antara keduanya, maka dilakukan pengkartonan ulang. 3.25 Storaging Setelah produk disortasi, dilabel dan dikemas di dalam karton, produk disimpan di dalam gudang penyimpanan. Produk yang telah dikemas di dalam karton ditumpuk pada pallet dan dibawa ke dalam gudang penyimpanan menggunakanforklift. Berikut adalah prosedur penyimpanan produk jadi di dalam gudang penyimpanan: 1. Mengecek produk (jumlah, ukuran kaleng, tanggal produksi dan pack style) pada pallet tag. 2. Mengangkat pallet dengan menggunakan forklift dan memindahkan ke dalam gudang produk jadi.



39



3. Menghitung produk dan menyusun pallet pada gudang produk jadi dengan cara mengatur penyusunan agar tidak miring dan terlalu rapat. 4. Mengatur penyusunan produk secara berurutan sesuai kode produk dari yang lebih awal ke yang lebih akhir agar memudahkan pelaksanaan sistem FIFO (First In First Out). 5. Standar pada tahap storaging adalah adanya kesesuaian antara bukti transfer dengan barang yang diserahkan (jumlah, jenis produk dan pack style). Apabila ditemukan ketidaksesuaian, maka harus dilakukan pengecekan ulang.



3.26 Evaluasi Produk Akhir Produk akhir yang telah dihasilkan perlu dilakukan evaluasi. Kegiatan evaluasi produk akhir bertujuan untuk memastikan produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditentukan. Untuk melakukan evaluasi produk akhir perlu dilakukan beberapa langkah diantaranya sebagai berikut: 1. Menyiapkan peralatan yang diperlukan yang meliputi timbangan, talam, vacuum, pengukur waktu dan lainnya. 2. Mengambil sampel produk secara random 3. Melakukan pemeriksaan spesifikasi dengan cara menimbang sampel sebelum dibuka untuk mengetahui nett weight. Kemudian mengukur kevacuuman dengan menggunakan alat vacuum tester. Setelah itu membuka tutup kaleng dengan alat pembuka kaleng dan ukur tinggi head space dengan menggunakan penggaris dari permukaan produk sampai batas tutup kaleng. Selanjutnya meniriskan produk selama 2 menit dan ukur menggunakan alat pengukur waktu. Menimbang sampel yang telah ditiriskan untuk mengetahui drain weight. Melakukan evaluasi medium produk secara organoleptik yang meliputi warna, rasa dan bau untuk produk yang menggunakan medium minyak guna untuk mencari perbandingan atau persentase medium minyak dan air. 4. Melakukan evaluasi isi produk ikan secara organoleptik yang meliputi kesegaran daging ikan, penampakan produk, rasa daging ikan dan kekenyalan.



40



5. Melakukan evaluasi kebersihan daging (cleaning defect) dengan cara memisahkan tulang, sisik, kulit, dinding perut dan benda asing lainnya kemudian dicatat pada form cleaning defect. Pada kegiatan evaluasi produk akhir ini terdapat beberapa standar ketentuan. Berikut ini standar ketentuan pada kegiatan evaluasi produk akhir: 1. Ketentuan pengambilan sampel Tabel 3.3 Ketentuan pengambilan sampel produk akhir Jumlah Produksi 1 – 10 ton 11 – 15 ton Penambahan kapasitas produksi dalam 5 ton Sampel B yang diambil adalah +2 dari sampel A Sumber: PT. Bali Maya Permai



Jumlah Kaleng 603 x 408 307 x 112 3 5 4 7 +1 +2



2. Setiap sampel produk diambil dari awal, pertengahan dan akhir proses. 3. Hasil evaluasi produk akhir sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.



3.27 Dispatching Tahapan ini merupakan kegiatan pengiriman produk jadi kepada konsumen. Persiapan yang dilakukan pada tahapan ini adalah mengatur produk sesuai dengan order yang telah diterima dan mencatat pada buku yang sudah ditentukan meliputi jenis, kode kaleng, brand, jumlah dan ukuran kaleng sesuai dengan sistem FIFO. Selanjutnya menyiapkan forklift untuk memindahkan produk ke dalam truck pengiriman. Berikut adalah prosedur pengiriman produk jadi: 1. Melakukan pemeriksaan kondisi truck untuk memastikan kelayakan kendaraan (lantai dan dinding bak truck bersih serta terpal tidak bocor). 2. Melapisi dinding bak truck dengan kertas pembungkus. 3. Menyiapkan lori di atas truck. 4. Mengambil produk dari area setting dengan menggunakan forklift dan meletakkan pada lori di truck. Kemudian dilakukan pembongkaran dan pengaturan peletakan produk sesuai kode, merk dan ukuran kaleng serta



41



memberi sekat untuk memisahkan produk, jika terdapat produk yang berbeda dalam satu truck. 5. Mengecek produk yang akan dikirim dan memastikan produk terlidungi dari kemungkinan gangguan keamanan. 6. Mencatat kode kaleng, nama supir, nomor telepon supir dan ekspedisi pada surat jalan.



BAB 4. TITIK KENDALI KRITIS



Menurut Stevenson (1990) dalam Daulay (2001), HACCP merupakan suatu sistem manajemen pengawasan dan pengendalian keamanan pangan yang bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya (hazard) mulai dari bahan baku, selama proses produksi, manufakturing, penanganan dan penggunaan bahan pangan untuk menjamin bahwa bahan pangan tersebut aman bila dikonsumsi. Untuk menjamin keamanan pangan, maka perlu menentukan CCP (Critical Control Point) dalam tahapan proses. CCP merupakan tahapan atau prosedur pada suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan, namun jika dapat dikendalikan dengan baik dan benar dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi adanya bahaya. Berikut ini CCP pada proses pengalengan ikan tuna di PT Bali Maya Permai: 4.1 Penerimaan bahan baku (Receiving) Penerimaan bahan baku ikan tuna merupakan tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Bahan baku yang diterima oleh perusahaan akan menentukan mutu produk yang akan dihasilkan. Penerimaan bahan baku merupakan tahapan kritis karena dalam penerimaan bahan baku bahaya signifikan yang dapat terjadi yaitu kandungan kadar histamin pada ikan yang tinggi. Hal ini dikarenakan ikan tuna termasuk dalam family Scromboid dan senyawa yang ada pada family ini yaitu histidin. Jika penanganan pada ikan tuna tidak dilakukan secara tepat, maka histamin akan terbentuk dan apabila histamin pada ikan tuna telah terbentuk maka tidak dapat dihilangkan. Oleh karena itu proses penerimaan bahan baku harus dilakukan dengan tepat. Menurut SNI (2017), persyaratan histamin yang diperbolehkan adalah maksimal 50 ppm. Batas kritis kandungan histamin pada ikan tuna di PT Bali Maya yaitu sebesar kurang dari 30 ppm dan kadar garam sebesar 1.35%.



42



43



4.2 Pendeteksian logam (Metal Detecting) Metal detecting termasuk tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Bahaya signifikan yang dapat terjadi pada proses ini yaitu masuknya metal pada daging ikan tuna atau terkandungnya metal pada daging ikan tuna yang akan dilakukan proses pengalengan. Sebelum digunakan saat proses produksi, mesin metal detector harus dicek dan dilakukan percobaan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa mesin berfungsi dengan baik dan dapat digunakan serta dilakukan monitoring terhadap mesin metal detector setiap 2 jam sekali, sehingga pada saat proses produksi daging ikan yang telah melewati proses metal detecting benar – benar terbebas dari kandungan metal dan produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Batas kritis untuk kandungan metal di PT Bali Maya yaitu Fe minimal 1.5 mm, non Feminimal 2.5 mm, stainless steel minimal 3mm dan aluminium minimal 3mm. 4.3 Penutupan kaleng (Seaming) Proses seaming merupakan tahapan kritis karena pada proses ini bahaya signifikan yang dapat terjadi yaitu masuknya bakteri pathogen pada produk ikan tuna dalam kaleng. Masuknya bakteri pathogen dapat terjadi karena proses seaming yang tidak sempurna sehingga terdapat kerusakan atau kecacatan pada hasil seaming. Batas kritis pada proses ini yaitu tidak ada kerusakan kritis seperti cut cover, sharp seam, false seam dan droop. Agar bakteri patogen tidak masuk pada peroduk ikan tuna dalam kaleng, maka double seam yang dihasilkan harus berada dibawah kendali spesifikasi. 4.4 Sterilisasi (Retorting) Retorting termasuk dalam tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan pada proses ini bertujuan untuk mensterilisasi produk tuna dalam kaleng agar dapat melumpuhkan bakteri Clostridium botulinum. Bahaya signifikan yang dapat terjadi pada proses ini yaitu adanya bakteri Clostridium botulinum yang dapat merusak mutu produk. Sebelum melakukan proses sterilisasi instrumen yang ada pada retort harus dicek dan memastikan bahwa setiap elemen dapat digunakan dan berfungsi dengan baik. Pada proses retorting



44



yang menjadi batas kritis untuk tindakan pencegahan yaitu waktu dan suhu. Kedua hal tersebut sangatlah mempengaruhi mutu produk yang akan dihasilkan. 4.5 Pelabelan (Labelling) Labelling merupakan proses pemberian label pada produk agar mudah untuk mengetahui jenis produk. Proses labelling merupakan tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan informasi yang ada pada label dipastikan jelas dan sesuai, terutama mengenai informasi ingredient yang terkandung dalam produk terutama keterangan mengenai bahan – bahan yang mengandung allergen.



BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Receiving Penerimaan bahan baku merupakan salah satu titik kendali kritis (CCP) pada proses pengalengan ikan tuna. Bahan baku yang diterima oleh perusahaan akan menentukan mutu produk yang akan dihasilkan. Proses ini menjadi titik kendali kritis karena terdapat hazard yang harus diidentifikasi, dimonitoring dan dikendalikan. Hazard yang ada pada proses penerimaan bahan baku ikan tuna yaitu kandungan histamin pada ikan tuna. PT Bali Maya menetapkan standar mutu kadar histamin maksimal 30 ppm. Menurut SNI (2017), persyaratan kadar histamin yang diperbolehkan maksimal 50 ppm. Penentuan standar histamin lebih rendah dari SNI bertujuan untuk mengantisipasi adanya kenaikan histamin pada saat proses produksi. Histamin merupakan turunan dari histidin, yaitu senyawa yang terdapat pada family scombroidae seperti ikan tuna. Konsumsi ikan yang mengandung histamin ≥100 ppm dapat menyebabkan terjadinya keracunan (Djarismawati dkk, 2002). Ada beberapa gejala akibat keracunan histamin seperti rasa mual dengan atau tanpa muntah, rasa terbakar pada tenggorokan, bibir bengkak, sakit kepala, muka dan leher kemerah – merahan, kulit gatal dan badan lemas (Aminah, 2015). Kegiatan monitoring yang dilakukan terhadap kadar histamin pada bahan baku ikan tuna yaitu dengan melakukan pengujian histamin. Pengujian histamin ini dilakukan setiap penerimaan bahan baku ikan tuna yaitu dengan mengambil sampel sebanyak 18 ekor per lot. Selain dilakukan pengujian kadar histamin pada bahan baku ikan tuna, PT Bali Maya juga melakukan pengujian kadar garam dengan standar yang telah ditetapkan untuk kadar garam yaitu maksimal 1.35%. Apabila hasil pengujian histamin dan garam memenuhi standar spesifikasi dari perusahaan dan dinyatakan release oleh petugas Quality Control, maka dilakukan pembongkaran bahan baku ikan tuna dari container menuju cold storage (untuk ikan tuna beku) dan ruang pembekuan (untuk ikan tuna segar yang tidak langsung diproduksi). Namun apabila bahan baku ikan tuna tidak sesuai dengan spesifikasi mutu (kadar histamin > 30 ppm dan kadar garam >1.35%), maka ikan tuna



45



46



direject. Untuk bahan baku ikan tuna yang dinyatakan release, maka dilakukan penyimpanan ikan tuna beku di cold storage dengan suhu maksimal -180C, dan dilakukan kegiatan monitoring dengan mengecek suhu cold storage setiap 2 jam. Sedangkan untuk ikan tuna segar yang akan dilakukan pembekuan, suhu ruang pembekuan maksimal -400C, dan dilakukan kegiatan monitoring dengan cara mengecek suhu ruang pembekuan setiap 1 jam. Pengecekan suhu cold storage dan suhu ruang pembekuan secara berkala bertujuan untuk mengontrol suhu agar tidak terjadi peningkatan suhu melebihi batas maksimal yang telah ditentukan. 5.2 Thawing Proses thawing merupakan suatu kegiatan untuk melelehkan bahan baku ikan tuna yang diterima dalam bentuk beku (frozen). Tujuan thawing yaitu untuk mempermudah proses selanjutnya (butchering). Sebelum proses thawing dimulai, hal yang perlu dilakukan yaitu memastikan kebersihan box thawing, memastikan pipa water flow, pipa sirkulasi dan tutup drainase terpasang dengan benar serta memastikan kecukupan supply air. Setelah itu box thawing diisi air sebanyak 1/3 bagian dari box dan kemudian ikan dimasukkan.Tujuannya adalah untuk menghindari benturan secara langsung antara ikan tuna dengan box thawing. Ikan tuna yang dimasukkan ke dalam box thawing dicek suhu dan kesegarannya. Pengecekan suhu dilakukan dengan mengambil sampel ikan sebanyak 3 ekor per box thawing. Hal ini dilakukan untuk mengetahui suhu awal ikan tuna sebelum proses thawing. Apabila terdapat ikan yang terjatuh dari box thawing, maka harus segera diambil dan dibersihkan dari kontaminan, kemudian dikembalikan ke dalam box thawing. Waktu yang digunakan untuk thawing bahan baku ikan tuna dikalkulasi sesuai dengan jenis, lot dan size ikan tuna. Berikut adalah waktu thawing ikan tuna berdasarkan jenis dan size ikan: Tabel 5.1 Waktu Thawing Ikan Tuna Jenis Ikan Albacore Skipjack dan Yellowfin Sumber: PT. Bali Maya Permai



Size Ikan (kg) 23 – 25 20 – 22 18 – 20 1 – 2.5 2.6 – 4



Waktu Thawing (jam) 8 7.5 7 2 3



47



Holding time dari pembongkaran ikan di cold storage sampai mulai thawing untuk ikan tuna dengan size kurang dari 5 kg yaitu maksimal 3 jam dan untuk ikan tuna dengan ukuran lebih dari 5 kg yaitu maksimal 5 jam. Holding time bertujuan untuk menjaga suhu ikan dan menghindari peningkatan histamin. Untuk menjaga mutu ikan tuna maka dilakukan pengontrolan terhadap waktu dan suhu. Cara pengontrolan untuk menjaga mutu ikan tuna yaitu mengacu pada schedule yang telah dibuat oleh pihak manajemen dan melakukan pemeriksaan suhu back bone dengan mengambil sampel sebanyak 3 ekor per box thawing. Suhu back bone setelah thawing yaitu -20C – 00C. Saat waktu thawing telah tercapai namun apabila suhu back bone masih belum mencapai suhu standar yang telah ditentukan, maka proses thawing dilanjutkan. Namun apabila suhu back bone melebihi suhu standar, maka segera dilakukan proses pre cooking. Menurut Novianti (2010), pada saat proses thawing suhu bahan pangan akan meningkat dan memiliki resiko untuk perkembangan mikroorganisme. Sehingga suhu back bone ikan setelah thawing tidak boleh melebihi standar agar dapat menurunkan resiko perkembangan mikroorganisme. Perkembangan mikroorganisme ini akan menyebabkan peningkatan kadar histamin pada ikan. Menurut Mitchell (2013), histamin tidak akan terbentuk jika suhu back bone ikan tidak lebih dari 40C. 5.3 Butchering Butchering merupakan tahapan pemotongan ikan tuna yang bertujuan untuk membuang isi perut. Menurut Mitchell (2013), insang dan isi perut merupakan sumber bakteri sehingga pada saat dilakukan proses pengolahan ikan tuna, isi perut harus dibuang agar bakteri tidak menyebar ke seluruh bagian tubuh ikan selama proses penanganan. Setelah isi perut dikeluarkan, dinding perut dicuci menggunakan air yang mengalir sampai bersih. Ikan yang telah bersih diperiksa secara organoleptik antara lain penilaian terhadap bau (bau solar, bau minyak tanah atau bau asing lainnya), tekstur ikan (kekenyalan) dan kerusakan fisik ikan (terkoyak). Ikan yang mengalami penyimpangan organoleptik dipisahkan untuk ditangani secara khusus atau direject. Apabila terdapat ikan yang jatuh dari conveyor, maka ikan tuna segera diambil dan dibersihkan untuk menghindari



48



kontaminan. Holding time dari start butchering sampai steam on cooker untuk ikan tuna dengan size ikan kurang dari 5 kg adalah maksimal 90 menit dan untuk ikan tuna dengan size ikan lebih dari 5 kg adalah maksimal 150 menit. Hal yang perlu dilakukan pengontrolan pada proses butchering adalah pengontrolan waktu dengan mengacu pada schedule yang telah dibuat oleh pihak manajemen dan pengontrolan suhu back bone yaitu maksimal 40C. 5.4 Staging Rak Proses staging rak adalah proses penataan ikan tuna di rak setelah proses butchering yang bertujuan untuk memudahkan proses pre cooking, agar ikan yang telah disusun di rak dapat dimasukkan ke dalam mesin cooker dengan mudah. Sebelum ikan tuna disusun di rak, layer yang ada pada rak dipastikan bersih, dalam kondisi baik dan dapat digunakan. Penyusunan ikan pada rak dilakukan dengan meletakkan ikan pada posisi bagian perut ikan yang telah disayat dihadapkan ke bawah agar sisa darah dapat jatuh ke bawah dan ikan disusun dari atas ke bawah untuk menghindari tetesan darah dan menghindari kontaminan. Pengontrolan yang harus dilakukan yaitu dengan mengecek suhu back bone ikan sebelum dilakukan pre cooking dengan mengambil sampel sebanyak 5 ekor per rak. Suhu back bone ikan maksimal yaitu 40C. Jika suhu back bone melebihi standar yang telah ditentukan, maka akan mempengaruhi kadar histamin yang ada pada ikan. Acuan waktu yang dapat digunakan yaitu holding time dari mulai bongkar ikan di cold storage sampai steam on cooker maksimal 12 jam. Penentuan batas holding time yaitu bertujuan untuk menjaga suhu back bone agar tidak meningkat. 5.5 Pre Cooking Proses pre cooking merupakan suatu proses pemasakan awal ikan tuna pada suhu dan waktu yang ditentukan bedasarkan size ikan tuna. Proses ini bertujuan untuk mempermudah proses selanjutnya. Sebelum ikan dimasukkan ke dalam cooker pastikan instrumen yang ada pada cooker dalam kondisi baik dan dapat digunakan serta memastikan ketersediaan air cukup. Sebelum proses pre cooking dimulai, ikan dibersihkan di dalam cooker dengan menghidupkan spray water selama 5 menit yang



49



bertujuan untuk membersihkan sisa – sisa darah yang menempel pada ikan. Waktu yang digunakan pada proses pre cooking ditetapkan berdasarkan pada size ikan tuna. Pengontrolan yang dilakukan pada proses pre cooking yaitu menjaga suhu pemasakan antara 900C – 1000C dilakukan dengan cara mengatur kran steam dan pengontrolan waktu pemasakan. Hal ini dilakukan agar daging ikan tuna masak dan menghindari over cooking. Pengecekan suhu back bone dilakukan saat water off dengan sampel minimal 24 ekor. Suhu back bone akhir setelah pemasakan yaitu ≥600C. Suhu yang ditetapkan tersebut bertujuan untuk mengkoagulasi protein dari bentuk cairan menjadi padatan protein untuk mempermudah proses selanjutnya. Jika suhu tidak mencapai standar, maka waktu pre cooking ditambah. 5.6 Cooling Proses cooling bertujuan untuk membuat daging ikan tuna lebih kompak dan mempercepat proses pendinginan sehingga memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya. Proses cooling di PT Bali Maya menggunakan perpaduan antara air dan udara. Pengontrolan yang dilakukan pada proses cooling adalah waktu dan suhu. Target suhu back bone ikan tuna pada saat cooling adalah maksimal 430C. Apabila suhu back bone belum mencapai standar, maka proses cooling dilanjutkan sampai suhu back bone mencapai suhu standar yang telah ditetapkan. 5.7 Deheading Proses deheading adalah proses pembuangan kepala, ekor, sirip dan tulang belakang ikan tuna. Untuk menjaga mutu daging ikan tuna, maka pada saat proses deheading perlu mengontrol waktu, peralatan yang digunakan dan juga kebersihan dari karyawan. Pengontrolan waktu pada proses deheading berdasarkan pada batasan holding time setelah cooling sampai steam on retort yaitu maksimal 3 jam. Pengontrolan terhadap peralatan yang digunakan yaitu dengan menggunakan peralatan yang bersih sehingga tidak mengkontaminasi daging ikan tuna. Selain itu, karyawan yang terlibat dalam proses deheading juga harus menjaga kebersihan agar tidak mengkontaminasi ikan tuna. Pada proses deheading terdapat



50



kontaminan yang dapat mempengaruhi mutu daging ikan tuna yaitu bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dikarenakan adanya kontak langsung antara manusia dan ikan tuna. Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob yang merupakan salah satu bakteri yang terdapat pada kulit manusia, bakteri ini merupakan patogen utama pada manusia yang dapat menyebabkan keracunan pada makanan dan infeksi kulit (Triana, 2014). Oleh karena itu perlu menjaga kebersihan peralatan, lingkungan sekitar dan juga karyawan. Setelah deheading dilakukan, talam yang berisi daging ikan tuna diberi tanda atau color tag sesuai dengan urutan selama proses pre cooking. Pemberian color tag berfungsi untuk menunjukkan cycle cooker. 5.8 Skinning Proses skinning bertujuan untuk membuang kulit ikan dan tulang ikan. Proses ini dilakukan dengan menggunakan pisau. Pengontrolan yang dilakukan pada proses skinning adalah mengontrol waktu, peralatan dan karyawan. Pengontrolan waktu dilakukan dengan pemberian color tag. Pengontrolan terhadap peralatan yang digunakan dan karyawan yang terlibat pada proses ini yaitu dengan menjaga kebersihan peralatan yang digunakan dan menjaga kebersihan karyawan agar tidak mengkontaminasi daging ikan tuna, karena pada proses ini terjadi kontak langsung antara tangan manusia dengan daging, yang mana tangan manusia merupakan salah satu sumber bakteri. Pada proses skinning juga dilakukan organoleptic recheck untuk memastikan bahwa pada daging ikan tuna tidak terdapat penyimpangan dan tidak terkontaminasi oleh bau busuk, solar atau minyak tanah. Jika terdapat penyimpangan maka daging ikan tuna dipisahkan dan direject. 5.9 Cleaning Proses cleaning adalah suatu proses untuk membersihkan daging ikan tuna dari daging merah, sisa kulit, duri dan tulang lunak. Sisa kulit dan duri hasil cleaning akan menjadi sampah, sedangkan daging merah dapat diolah kembali menjadi produk dalam kaleng (by product). Pengontrolan yang dilakukan pada proses cleaning untuk menjaga mutu daging ikan tuna yaitu dengan mengontrol waktu berdasarkan pada pemberian color tag. Selain itu juga melakukan



51



pengontrolan terhadap kebersihan peralatan, kebersihan lingkungan sekitar dan juga kebersihan karyawan. melakukan pengontrolan terhadap loin hasil cleaning. Jika masih terdapat kulit, sisik dan daging merah pada loin hasil cleaning, maka dilakukan pembersihan ulang sampai daging ikan tuna bersih. 5.10 Cutting Proses cutting bertujuan untuk memotong daging loin agar memiliki bentuk dan ukuran daging yang sesuai dengan ketentuan pengisian daging (solid atau chunk). Pada proses cutting dilakukan pengontrolan terhadap peralatan yang digunakan dan karyawan yang terlibat pada proses cutting. Pada proses ini daging ikan tuna dapat terkontaminasi oleh karyawan dan peralatan yang digunakan salah satunya pisau yang dapat mengkontaminasi daging dengan adanya pecahan metal dari pisau. Pengendalian yang dilakukan pada proses cutting yaitu sebelum pisau digunakan, maka dilakukan pengecekan terhadap pisau terlebih dahulu untuk memastikan pisau dapat digunakan dengan baik dan tidak mengkontaminasi daging ikan tuna dengan pecahan metal dari pisau. 5.11 Metal Detecting Metal detecting termasuk tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Bahaya signifikan yang dapat terjadi pada proses ini yaitu masuknya metal pada daging ikan tuna atau terkandungnya metal pada daging ikan tuna yang akan dilakukan proses pengalengan. Hal ini dikarenakan bahan pangan yang mengandung metal apabila dikonsumsi oleh manusia maka akan membahayakan kesehatan manusia. Logam merupakan limbah yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan efek racun pada manusia (Setiawan, 2013). Oleh karena itu sebelum digunakan saat proses produksi, mesin metal detector harus dicek dan dilakukan percobaan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa mesin berfungsi dengan baik dan dapat digunakan serta dilakukan monitoring terhadap mesin metal detector setiap 2 jam sekali, sehingga pada saat proses produksi daging ikan yang telah melewati proses metal detecting benar – benar terbebas dari kandungan metal dan produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.



52



Apabila pada saat dilakukan pendeteksian logam dan loin mengandung metal, maka conveyor berhenti dan lampu indikator menyala berwarna merah. Sehingga hal yang perlu dilakukan yaitu membagi daging (loin) ke dalam 2 talam plastik yang berbeda, kemudian melewatkan loin ke mesin metal detector. Apabila loin masih terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut dibagi lagi ke dalam 2 talam yang berbeda dan memasukkan loin ke mesin metal detector. Jika loin dari salah satu talam tersebut masih terdeteksi metal, maka dilakukan sortir manual dan hasil dari sortiran tersebut dilewatkan ke mesin metal detector. Namun jika masih terdeteksi adanya metal, maka loin tersebut direject. 5.12 Sortasi dan Grading Sortasi adalah proses pemisahan daging dengan melakukan pengecekan terhadap bau (bau busuk atau bau asing), honeycomb, soft, bruises atau kerusakan lainnya. Hasil sortasi diletakkan di talam yang baru (talam loin yang sudah diberi tag) dan dipisahkan antara talam daging yang baik dan daging reject. Daging yang tidak sesuai dengan standar maka direject dan dibawa ke bagian produksi tepung ikan. Proses grading dilakukan dengan melihat warna daging ikan tuna yang telah disortasi. Grade daging ikan tuna dibedakan menjadi 2, yaitu grade 1 dan grade 2. Grade 1 untuk daging yang berwarna putih dan grade 2 untuk daging yang berwarna kecoklatan. Pengontrolan yang dilakukan pada proses sortasi dan grading yaitu pengontrolan terhadap waktu, peralatan dan karyawan. Pengontrolan terhadap waktu dilakukan dengan pemberian color tag. Selain itu, juga harus menjaga kebersihan peralatan dan juga karyawan (cuci tangan setiap 2 jam sekali) agar tidak mengkontaminasi daging ikan tuna. 5.13 Supply Kaleng Langkah awal yang dilakukan sebelum kaleng digunakan sebagai bahan pengemas produk ikan tuna yaitu dengan melakukan pengecekan kualitas kaleng oleh petugas quality control dengan mengambil sampel sebanyak 1 kaleng yang mewakili 2 pallet. Apabila kaleng dinyatakan release oleh petugas quality control, maka kaleng ditransfer ke tempat supply kaleng. Setelah itu dilewatkan pada jalur khusus kaleng dan dilakukan pencucian kaleng yang bertujuan untuk



53



membersihkan kaleng sebelum diisi daging ikan tuna. Hal ini bertujuan agar daging tidak terkontaminasi oleh kaleng. 5.14 Can Code Tutup kaleng sebelum digunakan maka dilakukan penyortiran terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan pengkodean pada tutup kaleng. Proses pengkodean kaleng memiliki tujuan untuk menunjukkan identitas jenis produk, ikan yang digunakan dan tanggal produksi untuk produk yang akan diekspor ke Amerika dan tanggal kadaluarsa untuk produk lokal. 5.15 Filling dan Weighing Proses filling merupakan suatu proses pengisian daging ikan tuna ke dalam kaleng. Weighing adalah proses menimbang hasil pengisian untuk disesuaikan dengan berat filling yang ditetapkan. Pengontrolan yang dilakukan pada proses filling dan weighing adalah pengontrolan terhadap waktu, kebersihan peralatan dan juga kebersihan karyawan. Pengontrolan terhadap filling weight dilakukan oleh petugas Quality Control dengan mengambil sampel sebanyak 3 kaleng per pack style per 20 menit. Pengontrolan waktu dilakukan dengan menggunakan color tag. Selain itu, kebersihan sekitar area filling dan weighing juga harus dijaga untuk menghindari kontaminan yang dapat mempengaruhi mutu daging ikan tuna. 5.16 Persiapan Medium Persiapan medium merupakan proses menyiapkan bahan – bahan untuk pembuatan medium sesuai dengan formula dan pack style yang ditetapkan. Melakukan pemisahan antara bahan allergen dengan bahan non allergen. Medium yang digunakan pada PT. Bali Maya yaitu medium air garam (brine), minyak (soya oil atau sunflower oil), VB (vegetable broth) dan tuna hot spicy. Kegiatan monitoring yang dilakukan pada tahapan ini yaitu dengan memastikan bahan – bahan yang disiapkan sesuai dengan formula dan pack style yang telah ditetapkan. Melakukan pemeriksaan kesesuaian wadah dan label antara bahan allergen dengan non allergen yang akan disiapkan untuk pembuatan medium. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kesalahan formula medium. Jika terjadi kesalahan



54



formula medium, maka dilakukan pengecekan terhadap medium sampai medium sesuai, jika medium yang sudah terlanjur ada di pipa maka medium dibuang. 5.17Medium Filling Medium filling merupakan proses pengisian medium ke dalam kaleng. Jenis medium yang digunakan disesuaikan dengan jenis produk yang akan diproduksi. Penambahan medium bertujuan untuk memberikan cita rasa pada produk ikan tuna dan menjaga supaya daging ikan tidak hangus pada saat proses sterilisasi. Pada proses medium filling terdapat standar head space sebesar 10% dari tinggi kaleng. Tujuan adanya head space adalah memberikan ruang hampa udara pada kaleng. Pada proses medium filling kendala yang dapat terjadi yaitu menunggu tersedianya medium pada tangki penampungan medium yang berada diatas conveyor. Sehingga dapat menyebabkan peningkatan waktu pada proses medium filling. Oleh karena itu pengendalian yang perlu dilakukan pada proses ini yaitu dengan mengontrol waktu proses berdasarkan pada batasan holding time setelah cooling sampai steam on retort maksimal 3 jam. 5.18 Seaming Seaming merupakan tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan kemungkinan bahaya yang dapat terjadi pada proses seaming yaitu masuknya bakteri patogen pada kaleng, hal ini dikarenakan proses seaming yang kurang tepat dan dapat mempengaruhi mutu produk. Menurut Ndahawali (2016), double seam adalah proses penyambungan tutup dan body kaleng dengan dua operasi roll (first roll dan second roll) serta double seam yang dihasilkan dalam proses penutupan kaleng harus dapat melindungi atau menjaga isi yang ada di dalamnya terhadap tekanan – tekanan baik dari luar maupun dalam kaleng. Proses ini bertujuan untuk menutup kaleng yang telah berisi daging ikan tuna dan medium dengan menggunakan mesin vacuum seamer. Vakum memiliki tujuan untuk mengeluarkan udara pada kaleng. Pada proses seaming faktor yang mampu mempengaruhi mutu produk ikan tuna dalam kaleng yaitu adanya kerusakan pada mesin seamer dan kerusakan hasil double seam. Pengendalian yang harus dilakukan yaitu dengan mengecek mesin



55



seamer sebelum proses produksi dimulai agar dapat memastikan bahwa mesin seamer berfungsi dengan baik dan melakukan pengecekan dimensional sebelum kaleng digunakan. Selain itu, juga dilakukan pengecekan terhadap double seam dan melakukan cek visual seam serta melakukan cek dimensional seam untuk memastikan hasil seaming sesuai dengan standar yang telah ditentukan atau tidak. Untuk pemeriksaan dimensional (tear down) dilakukan setiap 2 jam sekali. Tindakan pengendalian yang dilakukan apabila dalam kegiatan evaluasi penutupan kaleng terdapat penyimpangan secara visual maupun dimensional yaitu dengan cara menghentikan mesin seamer dan produk diganti pada kaleng lain. dan melakukan perbaikan pada mesin seamer.Serta hal yang perlu dilakukan yaitu dengan melakukan controlling terhadap holding time setelah seaming sampai steam on retort maksimal 90 menit agar tidak terjadi penambahan waktu proses yang dapat mempengaruhi mutu produk ikan tuna dalam kaleng. 5.19 Penyusunan Kaleng di Keranjang Proses penyusunan produk pada keranjang retort disesuaikan dengan ukuran kaleng. Proses penyusunan produk kaleng 603 dilakukan dengan cara menata kaleng satu per satu di dalam keranjang retort, kemudian setiap baris diberi batasan berupa layer stainless steel. Kapasitas keranjang retort apabila diisi dengan kaleng berukuran 603 adalah 160 kaleng. Sedangkan proses penyusunan produk kaleng 307 dilakukan dengan cara memasukkan produk yang telah diseaming ke dalam keranjang retort pada bak penampungan yang sebelumnya telah diisi air. Hal ini dilakukan agar antar kaleng tidak berbenturan langsung dan mencegah terjadinya kerusakan kaleng. Standar yang ditetapkan pada proses penyusunan kaleng di keranjang yaitu pada setiap keranjang berisi produk dengan jenis yang sama. Pengendalian yang perlu dilakukan yaitu melakukan pengontrolan terhadap waktu dengan mengacu pada jadwal setelah seaming sampai steam on retort yaitu maksimal 90 menit. Selain itu juga melakukan koordinasi antara karyawan bagian seamer dengan karyawan bagian penyusunan kaleng di keranjang agar produk dalam 1 keranjang berisi produk dengan jenis produk yang sama.



56



5.20 Retorting Sebelum dilakukan proses retorting, maka terlebih dahulu dilakukan pengecekan Initial Temperatur (IT). Pengecekan IT bertujuan untuk mengecek dan memastikan suhu produk pada saat dimulai steam on retort telah memenuhi standar suhu yaitu minimal 250C. Jika suhu produk berada di bawah 250C dan melampaui batas holding time (start seaming sampai steam on retort) yaitu maksimal 90 menit, maka dilaporkan ke Quality Assurance. Retorting merupakan tahapan kritis dalam proses pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan pada proses ini bertujuan untuk mensterilisasi produk tuna dalam kaleng agar dapat melumpuhkan bakteri Clostridium botulinum. Menurut Nurhikmat, dkk. (2010), proses sterilisasi dirancang untuk mematikan Clostridium botulinum dan sporanya, sebab mikroorganisme ini paling berbahaya dan sporanya paling tahan terhadap pemanasan yang biasanya mengkontaminasi makanan kaleng. Bahaya signifikan yang dapat terjadi pada proses ini adalah adanya bakteri Clostridium botulinum yang dapat merusak mutu produk. Menurut Yuswita (2014), sterilisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk mengawetkan produk pangan dengan membunuh mikroba pembusuk dan patogen menggunakan panas atau suhu tinggi selama waktu tertentu, dan indikator proses sterilisasi yang optimal umumnya dilakukan dengan memastikan bahwa dapat membunuh bakteri Clostridium botulinum, dengan demikian mikroba lain yang kurang tahan terhadap panas akan otomatis mati. Pada proses retorting apabila terjadi kendala seperti uap turun atau drop, maka hal yang perlu dilakukan yaitu dengan mematikan seluruh uap yang ada di pabrik kecuali yang ada di retort, agar proses sterilisasi dapat terus dilakukan. Apabila suhu proses turun sampai 1110C, maka waktu proses sterilisasi diulang lagi (waktu proses mulai dihitung saat suhu mencapai 1130C). Apabila suhu turun hingga 1050C, maka tindakan yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan cooling kemudian dilakukan proses ulang dari awal proses sterilisasi.



57



5.21 Cooling Merupakan tahap terakhir dari proses retorting. Prinsip kerja cooling adalah memasukkan air ke dalam retort dengan teknik bertekanan. Teknik bertekanan digunakan pada proses cooling karena selama proses sterilisasi kaleng akan mengembang, sehingga saat diberi air harus diberi tekanan agar kaleng tidak rusak. Tekanan diberikan melalui supply udara. 5.22 Isolating Proses isolating bertujuan untuk menghindarkan kaleng yang telah disterilisasi dari kemungkinan rekontaminasi. Hal ini dikarenakan setelah proses sterilisasi double seam merenggang dan harus dilakukan isolating agar kaleng dapat menyusut dan kembali pada bentuk semula. Waktu yang dibutuhkan untuk proses isolasi produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 603 x 408 adalah minimal 8 jam, sedangkan pada produk ikan tuna dengan ukuran kaleng 307 x 108/112/105.5 adalah minimal 6 jam. Hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian mutu produk yaitu dengan cara mengontrol waktu isolasi. Pengontrolan waktu isolasi dapat dilakukan dengan cara mencatat waktu isolasi di papan informasi yang telah tersedia. Selain itu, proses isolasi produk dilakukan oleh petugas khusus dengan melakukan klorinasi terhadap tangan (chlorine 50 – 75 ppm) terlebih dahulu sebelum memasuki ruang isolasi agar dapat mengurangi tingkat terjadinya kontaminasi ulang saat menyentuh produk tuna dalam kaleng. 5.23 Wipping Proses wipping atau pengelapan bertujuan untuk membersihkan kaleng dari sisa – sisa kotoran dan sisa air klorinasi. Pengelapan dilakukan di atas conveyor dengan menggunakan kain lap yang mampu menyerap air. Untuk kotoran yang menempel pada kaleng dan susah dibersihkan, maka proses pengelapan dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan air. Pada proses ini juga dilakukan sortasi untuk kaleng yang mengalami kerusakan. Hal yang perlu dilakukan dalam proses pengelapan yaitu dengan melakukan kontrol terhadap kegiatan pengelapan, jika kaleng hasil pengelapan tidak bersih, maka harus dilakukan pengelapan ulang sampai kaleng benar – benar bersih.



58



5.24 Packaging Proses labelling merupakan tahapan kritis dalam pengalengan ikan tuna. Hal ini dikarenakan informasi yang ada pada label dipastikan jelas dan sesuai, tertama mengenai informasi ingredient yang terkandung dalam produk terutama keterangan mengenai bahan – bahan yang mengandung allergen. Pengontrolan pada proses ini yaitu sebelum proses labelling, maka dilakukan pengecekan terhadap label untuk memastikan informasi yang ada pada label jelas dan sesuai dengan produk. Apabila ditemukan penyimpangan seperti label longgar atau tidak menempel secara kuat pada body kaleng dan ketidaksesuaian antara label dengan produk, maka dilakukan pelabelan ulang. Setelah dilakukan pelabelan, langkah selanjutnya yaitu melakukan proses packaging yang merupakan proses memasukkan produk yang telah diberi label ke dalam karton. Pengendalian yang dilakukan pada proses packaging yaitu melakukan pengecekan terhadap karton sebelum digunakan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan pengemas. Selain itu juga diperiksa kesesuaian antara identitas yang ada pada karton dan identitas pada produk. Apabila ditemukan ketidaksesuaian antara keduanya, maka dilakukan pengkartonan ulang. 5.25 Storaging Proses storaging merupakan proses penyimpanan produk jadi di gudang penyimpanan. Pengendalian yang harus dilakukan pada proses storaging yaitu dengan melakukan pemeriksaan identitas produk dan susunan produk. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan identitas. Apabila terjadi penyimpangan seperti terjadinya kesalahan identitas, maka dilakukan perbaikan identitas dan produk ditahan dahulu hingga identitas yang tercamtum sesuai dengan produk. 5.26 Evaluasi Produk Akhir Kegiatan evaluasi produk akhir bertujuan untuk memastikan produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditentukan. Pengendalian yang dilakukan pada proses evaluasi produk akhir yaitu apabila terdapat penyimpangan terhadap produk, maka dilakukan resampel. Setelah itu,



59



petugas bagian evaluasi produk akhir memberikan informasi kepada kepala bagian produksi dan pengawas produksi bahwa terdapat penyimpangan pada produk akhir. Sehingga pada proses produksi selanjutnya pengawasan harus lebih ditingkatkan untuk meminimalisir terjadinya penyimpangan pada produk akhir. 5.27 Dispatching Dispatching merupakan kegiatan pengiriman produk jadi kepada konsumen. Pengendalian yang perlu dilakukan pada proses ini yaitu dengan melakukan pemeriksaan setiap pengiriman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi salah pengiriman produk kepada konsumen. Pengiriman produk jadi sesuai order produk yang dikeluarkan dengan system FIFO (First In First Out). Apabila terjadi ketidaksesuaian order, maka dilakukan pengecekan ulang atau perhitungan ulang.



BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN



6.1 Kesimpulan Berdasarkan kegiatan praktek kerja lapang (PKL) yang telah dilaksanakan di PT. Bali Maya Permai, maka diperoleh kesimpulan mengenai proses dan manajemen mutu pengalengan ikan tuna, yaitu sebagai berikut: a. Receiving, merupakan proses penerimaan bahan baku ikan tuna. Perusahaan menerima bahan baku berupa ikan beku dan ikan segar. Bahan baku yang digunakan untuk pengalengan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai meliputi ikan tuna jenis Albacore, Yellowfin dan Skipjack. Pengontrolan mutu yang dilakukan pada proses ini yaitu mengenai kadar histamin dengan cara melakukan pengujian kadar histamine terhadap bahan baku ikan tuna. b. Thawing, merupakan suatu kegiatan untuk melelehkan bahan baku ikan tuna yang diterima dalam bentuk beku (frozen). Pengontrolan yang dilakukan pada proses thawing yaitu terhadap suhu dan waktu berdasarkan holding time. c. Butchering, merupakan tahapan pemotongan ikan tuna yang bertujuan untuk membuang isi perut. Pengontrolan yang dilakukan yaitu terhadap suhu back bone ikan tuna, waktu dan dilakukan uji organoleptik. d. Staging rak, merupakan proses penataan ikan tuna di rak setelah proses butchering yang bertujuan untuk memudahkan proses pre cooking, e. Pre cooking, merupakan suatu proses pemasakan awal ikan tuna pada suhu dan waktu yang ditentukan bedasarkan size ikan tuna. Pengontrolan yang dilakukan untuk menjaga mutu ikan yaitu mengontrol waktu dan suhu. f. Cooling, bertujuan untuk membuat daging ikan tuna lebih kompak dan mempercepat proses pendinginan sehingga memudahkan dalam proses pengolahan selanjutnya. Pengontrolan yang dilakukan yaitu terhadap suhu back bone setelah cooling minimal 430C.



60



61



g. Deheading, proses pembuangan kepala, ekor, sirip dan tulang belakang ikan tuna. Pengontrolan yang dilakukan terhadap waktu, kebersihan peralatan dan karyawan. h. Skinning, merupakan proses yang memiliki tujuan untuk membuang kulit ikan dan tulang ikan. Pengontrolan yang dilakukan terhadap waktu, kebersihan peralatan dan karyawan. i. Cleaning, merupakan proses untuk membersihkan daging ikan tuna dari daging merah, sisa kulit, duri dan tulang lunak. Pengontrolan yang dilakukan terhadap waktu, kebersihan peralatan dan karyawan j. Cutting, merupakan bertujuan untuk memotong daging loin agar memiliki bentuk dan ukuran daging yang sesuai dengan ketentuan pengisian daging (solid atau chunk). Pengontrolan yang dilakukan terhadap kebersihan peralatan dan karyawan k. Metal detecting, merupakan proses pendeteksian logam pada daging ikan tuna. Pengontrolan yang dilakukan yaitu memastikan loin terbebas dari kandungan metal. l. Sortasi dan grading, sortasi merupakan proses pemisahan daging dengan melakukan pengecekan terhadap bau (bau busuk atau bau asing), honeycomb, soft, bruises atau kerusakan lainnya. Proses grading dilakukan dengan melihat warna daging ikan tuna yang telah disortasi. m. Supply kaleng, merupakan kegiatan untuk menyediakan kaleng sebelum produksi dilakukan. n. Can code, merupakan proses pengkodean pada tutup kaleng untuk menunjukkan identitas jenis produk, ikan yang digunakan dan tanggal produksi untuk produk yang akan diekspor ke Amerika dan tanggal kadaluarsa untuk produk lokal. o. Filling dan weighing, filling merupakan suatu proses pengisian daging ikan tuna ke dalam kaleng. Weighing adalah proses menimbang hasil pengisian untuk disesuaikan dengan berat filling yang ditetapkan. Pengontrolan dilakukan terhadap filling weight dengan mengambil sampel sebanyak 3 per pack style per 20 menit.



62



p. Persiapan medium, proses menyiapkan bahan – bahan untuk pembuatan mediwm sesuai dengan formula dan pack style yang ditetapkan. Pengontrolan yang dilakukan dengan memastikan formula medium sesuai dengan jenis produk yang akan diproduksi. q. Medium filling, proses pengisian medium ke dalam kaleng. Jenis medium yang digunakan disesuaikan dengan jenis produk yang akan diproduksi. Pengontrolan yang dilakukan dnegan memberi head space 10%. r. Seaming, bertujuan untuk menutup kaleng yang telah berisi daging ikan tuna dan medium dengan menggunakan



mesin vacuum seamer.



Pengontrolan yang dilakukan dengan memastikan mesin seamer berfungsi dengan baik, melakukan pengecekan hasil seaming secara visual dan dimensional (tear down). s. Penyusunan kaleng di keranjang, merupakan proses penyusunan produk pada keranjang retort yang disesuaikan dengan ukuran kaleng produk. Pengontrolan yang dilakukan yaitu memastikan dalm 1 keranjang berisi produk dengan jenis yang sama. t. Retorting dan cooling, retorting bertujuan untuk mensterilisasi produk tuna dalam kaleng agar dapat melumpuhkan bakteri Clostridium botulinum. Pengontrolan yang dilakukan yaitu terhadap suhu dan waktu. Cooling memasukkan air ke dalam retort dengan teknik bertekanan. u. Isolating, bertujuan untuk menghindarkan kaleng yang telah disterilisasi dari kemungkinan rekontaminasi. Pengontrolan yang dilakukan yaitu dengan memastikan waktu isolating memenuhi standar minimal. v. Wipping, bertujuan untuk membersihkan kaleng dari sisa – sisa kotoran dan sisa air klorinasi. Pengontrolan yang dilakukan dengan memastikan kaleng hasil pengelapan bersih dari kotoran dan air. w. Packaging, merupakan proses memasukkan produk yang telah diberi label ke dalam karton. Pengontrolan yang dilakukan dengan memastikan produk, label dan karton sesuai.



63



x. Storaging, merupakan proses penyimpanan produk jadi di gudang penyimpanan. Pengontrolan yang dilakukan yaitu dengan memberi identitas produk per pallet. y. Evaluasi produk akhir, bertujuan untuk memastikan produk akhir yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditentukan. Pengendalian yang dilakukan pada proses evaluasi produk akhir yaitu apabila terdapat penyimpangan terhadap produk, maka dilakukan resampel produk ikan tuna. z. Dispatching, merupakan kegiatan pengiriman produk jadi kepada konsumen. Pengontrolan yang dilakukan dengan mengecek identitas produk sebelum dilakukan pengiriman.



6.2 Saran Mutu produk ikan tuna dalam kaleng harus dijaga dengan melaksanakan manajemen mutu yang tepat dan baik. Melakukan pengawasan dan pengendalian pada setiap proses produksi pengalengan ikan tuna, sehingga mutu produk ikan tuna dalam kaleng dapat terjaga. Manajemen mutu pada proses produksi pengalegan ikan tuna di PT. Bali Maya Permai sudah dilakukan dengan baik, namun masih perlu dilakukan peningkatan dalam pengawasan terhadap karyawan yang terlibat dalam setiap proses produksi.



DAFTAR PUSTAKA Aminah, Siti. 2015. Penetapan Kadar Histamin dalam Produk Pangan Ikan Kalengan Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Tesis. InstitutTeknologi Bandung. Atmiasri dan S. Rochman. 2011. Pendeteksi Logam untuk Industri Makanan Berbasis PLC. Jurnal Teknik Waktu Vol. 09 No. 01. Irianto, H. E. dan T. M. I. Akbarsyah. 2007. Pengalengan Tuna Komersial. Dalam Jurnal Squalen Vol. 2 No. 2. Kurniasi, F., Rusdi dan Almahdi. 2016. Efek Teratogenik Ikan Tuna yang Mengandung Formalin pada Fetus Mencit. Jurnal Kedokteran Yarsi 24 (1): 042-050. Mitchell, L. S. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan Terhadap Peningkatan Kadar Histamin Pada IkanTongkol. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo. Nurhikmat, Asepdkk. 2010. Pengaruh Posisi Kaleng pada Retort Terhadap Nilai Fo Tuna dan Udang. Makalah Pendamping Kimia. UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Setiawan, Heru.2013. Akumulasi dan Distribusi Logam Berat pada Vegetasi Mangrove di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 7 No.1. Subaryono, F.,Ariyani dan Dwiyitno. 2004. Penggunaan Arang untuk Mengurangi Kadar Histamin Ikan Pindang Tongkol Batik (Euthynnusaffinis). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 10 No. 3. Triana, Dessy.2014. Frekuensi Hasil Staphylococcus aureus Secara Iodometri di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal Gradien. Vol. 10 No.2. Wodi. S. I. M. dkk. 2014. Perubahan Mioglobin Tuna Mata Besar Selama Penyimpanan Suhu Chilling. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol. 17 No. 3. Yuswita, Elia. 2014. Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium botulinum. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 3 No. 3.



64



65



Lampiran 1 Surat Keterangan Praktek Kerja Lapang



66



Lampiran 2 Bukti Presensi Praktek Kerja Lapang



67



Lampiran 3 Dokumentasi Produk Tuna dalam Kaleng



Foto bersama manajer produksi dan pembimbing lapang di PT. Bali Maya Permai



Produk tuna dalam kaleng (Tuna Hot Spicy)



68



Produk tuna dalam kaleng (Tuna Chunk In Brine)



Produk tuna dalam kaleng (Tuna Chunk In Oil)