Laporan Mineral Dalam Batuan  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Maksud Maksud dari praktikum mineralogi acara mineral dalam bataun ini adalah : 



Menentukan mineral-mineral yang terdapat dalam batuan beku, sedimen, maupun metamorf.







Mengidentifikasi sifat fisik mineral-mineral penyusun batuan.







Mengetahui petrogenesa dari batuan yang diidentifikasi.







Memberi penamaan batuan sesuai dengan klasifikasi batuan yang diidentifikasi.



1.2



Tujuan Tujuan dari diadakannya praktikum mineralogi, acara mineral dalam batuan yaitu : 



Mampu menentukan mineral-mineral yang terdapat dalam batuan beku, sedimen, maupun metamorf beserta komposisi yang terkandung dalam batuan yang diindentifikasi.







Mampu mengidentifikasi sifat fisik mineral yang terkandung di dalam batuan.







Mampu mengetahui proses pembentukan dari batuan yang diidentifikasi.







Mampu mengetahui nama suatu batuan berdasarkan mineralmineral yang terkandung dengan melihat klasifikasi batuan tersebut.



1.3



Waktu dan Tempat Pelaksanaan Pertemuan praktikum yang pertama diadakan pada : hari



: Selasa



tanggal



: 22 Oktober 2013



1



pukul



: 16.30 - 17.00



tempat



: Ruang 201, Gedung Pertamina Sukowati



Pertemuan praktikum yang kedua dilaksanakan pada : hari



: Selasa



tanggal



: 29 Oktober 2013



pukul



: 16.30 – 17.00



tempat



: Ruang 201, Gedung Pertamina Sukowati



2



BAB II DASAR TEORI 2.1



Sifat Fisik Mineral Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusun atom-atom yang beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia tersendiri. Dengan mengenal sifatsifat tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Graha,1987). Sifat-sifat fisik mineral terdiri dari : 1. Kilap (Luster) Kilap ditimbulkan oleh cahaya yang dipantulkan dari permukaan sebuah mineral, yang erat hubungannya dengan sifat pemantulan (refleksi) dan pembiasan (refraksi). Intensitas kilap tergantung dari indeks bias dari mineral, yang apabila makin besar indeks bias mineral, makin besar pula jumlah cahaya yang dipantulkan. Nilai ekonomik mineral kadang-kadang ditentukan oleh kilapnya. Secara garis besar kilap dibedakan menjadi : a. Kilap Logam ( Metallic Luster ) Mineral-mineral opaq yang mempunyai indeks bias sama dengan 3 atau lebih, mempunyai kilap atau kilapan seperti logam. Contoh : Galena, Native metal, Sulphide , Pyrite, magnetite, kalkopitite, hematite. b. Kilap Sub-metalik ( Sub Metallic Luster ) Terdapat pada mineral yang mempunyai indeks bias antara 2,6 sampai 3. c. Kilap Bukan Logam ( Non Metallic Luster ) Mineral-mineral yang mempunyai warna terang dan dapat membiaskan dengan indeks bias kurang dari 2,5. Macammacam kilap bukan logam : 



Kilap kaca (vitreous Luster)



3



Kilap yang ditimbulkan oleh permukaan kaca atau gelas, contoh : quartz, spinel, garnet, carbonates, silicates, leucite, corondum, fluorite, dan sulphates. 



Kilap Intan (adamantite Luster) Kilap yang sangat cemerlang yang ditimbulkan oleh intan atau permata. Contohnya yaitu diamond, cassiterite, sulfur, zicron, rutile, dan sphalerite.







Kilap lemak (greasy luster) Kilap dengan permukaan yang licin seperti berminyak atau kena lemak, akibat proses oksidasi. Contohnya yaituHalite yang sudah terkena udara







Kilap lilin (waxy luster) Merupakan kilap separti lilin yang khas, contohnya yaitu serphentine dan ceragyrite.







Kilap sutera (silky luster) Kilap seperti yangt terdapat pada mineral-mineral yang parallel atau berserabut (parallel fibrous structure). Contohnya yaitu selenite (variasi gipsum), asbestos, hematite dan serpentine.







Kilap mutiara ( pearly luster ) Kilap yang ditimbulkan oleh mineral transparan yang berbentuk lembaran dan menyerupai mutiara. Contohnya yaitu talc, gypsum dan mika.







Kilap tanah ( earthy luster ) Kilap yang ditunjukkan oleh mineral yang porous dan sinar yang masuk tidak dipantulkan kembali. Contohnya yaitu kaolin, diatomea, pyrolusite dan montmorilonite.



2. Warna (Colour) Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak dapat diandalkan dalam pemerian 4



mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Warna mineral yang tetap dan tertentu karena elemenelemen utama pada mineral disebut dengan nama Idiochromatic. Warna akibat adanya campuran atau pengotor dengan unsur lain, sehingga memberikan warna yang berubah-ubah tergantung dari pengotornya, disebut dengan nama Allochromatic. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi warna yaitu komposisi kimia, struktur kristal dan ikatan ion serta pengotoran dari mineral.



3. Kekerasan Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala Mohs yang mempunyai 10 skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras. Tabel 2.1



Skala Kekerasan Mohs



Skala Kekerasan



Mineral



1



Talc



2



Gypsum



3



Calcite



4



Fluorite



5



Apatite



6



Otrhoclase



7



Quartz



8



Topaz



9



Corondum



10



Diamond



5



4. Cerat Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. 5. Belahan Belahan



merupakan



kecenderungan



mineral



untuk



membelah diri pada satu atau lebih arah tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi bidang belahan yang licin. Tenaga pengikat atom di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui suatu bidang. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan teratur (Danisworo, 1994). Berikut contoh mineralnya: a. Belahan satu arah, contoh : muscovite. b. Belahan dua arah, contoh : feldspar. c. Belahan tiga arah, contoh



: halit dan kalsit.



Berdasarkan dari bagus atau tidaknya permukaan bidang belahannya, belahan dapat dibagi menjadi sempurna (calcite), baik (feldspar), jelas (hornblende), tidak jelas (gold), tidak sempurna (apatite).



6. Pecahan Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisahpisah dalam arah yang tidak teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:



6



a. Concoidal:



bila



memperhatikan



gelombang



yang



melengkung di permukaan pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol. Contoh Kuarsa. b. Splintery/fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit, hipersten c. Even: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus, contoh pada kelompok mineral lempung. Contoh Limonit. d. Uneven: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar, contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet. e. Hackly: Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur dan runcing-runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.



7. Sifat Kemagnetan Kemagnetan adalah sifat mineral terhadap gaya magnet, terdiri dari : a.



Paramagnetit



(magnetit)



adalah



mineral



tersebut



mempunyai gaya tarik terhadap magnet. b.



Diamagnetit (non magnetit) adalah mineral tersebut mempunyai gaya tolak terhadap magnet.



8. Kelistrikan Adalah sifat listrik mineral, dapat dibedakan menjadi pengantar arus atau konduktor dan tidak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah semikonduktor yaitu mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.



7



9. Sifat Dalam Sifat dalam adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong, menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah : a.



Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bisa dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas, kalsit, pirit.



b.



Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas, tembaga.



c.



Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.



d. e.



Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.



f.



Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah dan dapat kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya, contoh: muskovit.



10. Berat Jenis Berat Jenis adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Banyak mineral-mineral yang mempunyai sifat fisik yang banyak persamaannya, dapat dibedakan dari berat jenisnya. 2.2



Batuan Beku Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari proses pembekuan magma baik secaa ekstrusif (membeku di luar permukaan bumi) maupun secara intrusif (membeku di dalam permukaan bumi), yaitu proses perubahan fase dari face cair menjadi HCl (Thorpe dan Browm, 1990).



8



2.2.1 Struktur Batuan Beku Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi kedudukan lapisan yang jelas atau umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya : a. Pillow Lava, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal. b. Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekarkekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh batuan (hand specimen sample), yaitu : a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam batuan. b. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang teratur. c. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tapi lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur. d. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral karbonat atau silikat. e. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen atau pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.



2.2.2 Tekstur Batuan Beku Tekstur merupakan keadaan atau hubungan yang erat antar mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antar mineral-mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu : 1. Kristalinitas



9



Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang tidak berbentuk kristal, serta mencerminkan kecepatan magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung lambat, maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembentukannya berlangsung cepat, maka kristalnya akan halus. Dalam pembentukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu : 



Holokristalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun oleh kristal.







Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.







Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa gelas.



2. Granularitas Granularitas yaitu sebagia besar butir (ukuran) pada batuan beku. Granularitas dibagi menjadi : a. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang membentuk batuan berukuran sama besar. Tekstur ini dibagi menjadi dua, yaitu : 



Fanerik, yaitu kristal-kristalnya terlihat jelas, sehingga dapat dibedakan satu dengan yang lain secara megaskopis.







Afanitik, yaitu kristal-kristalnya sangat halus sehingga antara satu mineral dengan mineral lain sulit dibedakan dengan mata telanjang.



b. Inequigranular, yaitu jika ukuran butir dari masing-masing kristal tidak sama besar atau tidak seragam. Tektur ini dibagi menjadi : 10







Faneroporfiritik,



yaitu



bila



kristal



yang



besar



dikelilingi oleh kristal-kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan mata telanjang. 



Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang tidak dapat dikenali dengan mata telanjang.







Vitrovirik, yaitu bila massa dasar berupa gelas.



3. Bentuk Butir Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan. Berdasarkan atas kejelasan bidang batas kristal, dilihat dari pandangan dua dimensi, meliputi : a. Euhedral, yaitu apabila bentuk kristal sempurna dan dibatasi oleh bidang batas yang jelas. b. Subhedral, yaitu apabila bentuk kristal kurang sempurna dan dibatasi oleh bidang batas yang tidak begitu jelas. c. Anhedral, yaitu apabila bentuk krisstal dibatasi oleh bidang kristal tidak sempurna atau tidak jelas.



2.2.3



Komposisi Mineral Secara garis besar mineral pembentuk batuan beku dibagi dalam tiga kelompok, yaitu : 1. Mineral utama, yaitu mineral-mmineral utama penyusun kerak bumi disebut mineral pembentuk batuan, terutama mineral golongan silikat. Berdasarkan warna dan densitas dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit, piroksen, amphibol, dan olivin. Mineral mafik termasuk mineral yang kaya akan unsur Mg dan Fe. b. Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama kuarsa, feldspar, feldspatoid dan muscovit.



11



Mineral felsik termasuk mineral yang miskin akan unsur Mg dan Fe. 2. Mineral sekunder, adalah mineral-mineral yang dibentuk kemudian dari mineral-mineral utama oleh proses pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan metamorfosa. Mineral ini terdapat pada batuanbatuan yang telah lapuk dan batuan sedimen juga batuan metamorf. Mineral sekunder terdiri dari kelompok kalsit, serpentine, klorit, dan lain sebagainya. 3. Mineral tambahan, yaitu mineral-mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma, terdapat dalam jumlah yang sedikit sekali umumnya



kurang



dari



5%,



sehingga



kehadiran



atau



ketidakhadirannya tidak mempengaruhi sifat dan penamaan batuan tersebut.



2.2.4 Macam Batuan Beku Berdasarkan macam tekstur mineralnya batuan beku ini bisa dibedakan menjadi dua, batuan beku plutonik dan batuan beku vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari tekstur besar mineral penyusun batuannya. Macam dari batuan beku diatas adalah : a. Batuan beku plutonik, umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relatif lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya relatif besar. Contohnya yaitu gabbro, diorite, dan granit. b. Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt, andesite, dan dacite.



2.2.5 Mineral pada Batuan Mineral pada batuan beku dapat dikelompokan menjadi mineral utama dan mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan nama berdasarkan komposisi mineralogi,



12



karena kehadirannya pada batuan melimpah. Contoh : orthoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen, dan olivine. Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak menlimpah, namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende.



Gambar 2.1



2.3



Klasifikasi Batuan Beku berdasarkan Thorpe and Brown, 1985



Batuan Metamorf Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses perubahan temperatur dan tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya.



2.3.1 Struktur Batuan Metamorf Struktur adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk, atau orientasi unti poligranular batuan tersebut. Struktur batuan metamorf dibedakan menjadi : 1. Struktur Foliasi Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa. Foliasi ini terjadi karena adanya penjajaran mineral-mineral menjadi



13



lapisan-lapisan, orientasi butiran, permukaan belahan planar atau kombinasi dari ketiga hal terserbut. Struktur foliasi antara lain : a. Slatycleavage : umumnya ditentukan pada batuan metamorf berbutir sangat halus yang dicirikan oleh adanya bidangbidang belah planar yang sangat rapat, teratur, dan sejajar. Batuannya disebut batusabak. b. Phyllitic : struktur hampir sama dengan slatycleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral granular. c. Schistosic : terbentuk adanya susunan partikel mineralmineral pipih, prismatic, atau lentikular yang berukuran butir sedang sampai kasar. d. Gneissic : terbentuk oleh adanya perselingan, lapisan penjaaran mineral yang mempunyai bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral tabular atau prismatic. Penjajaran ini umumnya tidak menerus melainkan terputusputus.



2. Struktur Non Foliasi Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran. Struktur non foliasi terdiri dari : a. Hornfelsic



:



trbentuk



oleh



mozaik



mineral-mineral



equidimensionak dan equigranular dan umumnya berbentuk polygonal. b. Kataklastik : berbentuk pecahan atau fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik terjadi akibat metamorfosa kataklastik. c. Milonitic : dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Ciri struktir ini adalah



14



mineralnya berbutir halus, menunjukksn kenampakan goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral primer. d. Phylonitic : mempunyai kenampakan yang sama dengan struktur



milonitik



tetapi



umumnya



telah



terjadi



rekristalisasi. Ciri struktur yang lainnya adalah adanya kenampakan kilap sutera pada batuan yang diidentifikasi.



2.3.2 Tekstur Batuan Metamorf a. Tekstur berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa. 



Relict/Palimset : merupakan tekstur batuan metamorf yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau tekstur batuan asalnya masih nampak pada batuan tersebut.







Kristaloblastik : merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri, sudah mengalami rekristalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak.



b. Tekstur berdasarkan ukuran butir 



Fanerit : bila ukuran butir kristal masih dapat dilihat dengan mata.







Afanitit : bila ukuran kristal tidak dapat dilihat dengan mata.



c. Tekstur berdasarkan bentuk individu kristal 



Euhedral : bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang kristal itu sendiri.







Subhedral : bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan kristal di sekitarnya.







Anhedral : bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang permukaan kristal lain di sekitarnya.



Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf dapat dibedakan menjadi : 15



 Idioblastik : apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk euhedral.  Xenoblastik : apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk anhedral. d. Tekstur bedasarkan bentuk mineral 



Lepidoblastik : apabila mineral penyusunnya berbentuk tabular.







Nematoblastik : apabila mineral penyusunnya berbentuk prismatic.







Granoblastik : apabila mineral penyusunnya berbentuk granular. Equidimensional, batas mineralnya bersifat tiidak teratur dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.



2.3.3 Komposisi Batuan Metamorf Komposisi batuan metamorf terbentuk dari batuan asli (batuan beku dan sedimen) yang dipengaruhi oleh suhu temperatur dan tekanan sehingga berubah komposisi mineral, tekstur, dan struktur.



Tabel 2.2



Komposisi dan tekstur batuan metamorf



Batuan



Rekristalisasi



Tekstur



Kwarsit



Kwarsa hasil rekristalisasi batu pasir



Hornfelsik atau



pada metamorfosa kontak.



Granoblastik



Rekristalisasi kalsit



Hornfelsik atau



Marmer



Granoblastik Granulit



Batuan beku terkena kontak



Equigranular



metamorfosa



2.3.4 Penamaan dan Klasifikasi Batuan Metamorf Kebanyakan



penamaan



batuan



metamorf



didasarkan



pada



kenampakkan struktur dan teksturnya dan beberapa nama batuan juga



16



didasarkan jenis penyusun utamanya atau dapat pula dinamakan berdasrkan fasies metamorfiknya. Selain batuan yang penamaannya berdasarkan struktur , batuan metamorf yang lainnya yang banyak dikenal antara lain : 



Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.







Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai kasar dan mineral pewnyusun utamanya adalah piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.







Granulit,



yaitu



tekstur



batuan



metamorf



dengan



tekstur granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan feldspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic. 



Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin.







Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat



(kalsit



atau



dolomit)



dan



umumnya



bertekstur granoblastik. 



Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral calesilikat seperti garnet, epidot.







Kuarsit, batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80% kuarsa.







Soapstone, batuan metamorf dengan komposisi mineral utama talk.







Rodingit, batuan metamorf dengan komposisi cale-silikat yang terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku ultrabasa yang mengalami serpentinisasi



17



BAB III HASIL DESKRIPSI 3.1 Deskripsi Batuan Peraga No. C 26 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Cokelat



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan anar kristal



: Inequigranular - Porfiroafanitik







Bentuk kristal



: Subuhedral







Tingkat Kristalisasi



: Holokristalin



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Putih susu



Warna



: Merah



Kekerasan



: 5.5 - 6



Kekerasan



: 5.5 - 6



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 50%



Presentase



: 20%



Nama Mineral : Plagioklas



Nama Mineral : Orthoclase



Mineral 3



Mineral 4



Warna



: Hitam



Warna



: Putih bening



Kekerasan



: 2,5



Kekerasan



:7



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Transparant



Presentase



: 10%



Presentase



: 30%



Nama Mineral : Biotit



Nama Mineral : Kuarsa



18



Petrogenesa



:



Batuan dengan nomor peraga C 26 tersusun atas mineral-mineral yang relatif berukuran kecil. Sehingga batuan tesebut mengalami proses rekristalisasi yang berlangsung secara cepat. Batuan tersebut terbentuk di daerah hipabisal, karena terdapat beberapa mineral yang tidak dapat mengkristal dengan sempurna serta ukuran fenokrisnya lebih besar dibandingkan dengan massa dasar. Pembentukan mineral-mineral tersebut terjadi pada waktu yang tidak bersamaan, karena setiap mineral memiliki ukuran yang berbeda satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Granit Porfir. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat asam pada suhu 600°C - 800°C serta memiliki kandungan silika lebih dari 66% dan berwarna terang.



Gambar Batuan :



Plagioclase Orthoclase



Kuarsa



Biotit



Gambar 3.1 Batuan Peraga Nomor C 26



Nama Batuan



: Granit Porfir ( Thorpe dan Brown, 1985)



19



3.2 Deskripsi Batuan Peraga No. EF 3 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Cokelat



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan antar kristal



: Equigranular - Fanerik







Bentuk kristal



: Subhedral







Tingkat Kristalisasi



: Holokristalin



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Hitam



Warna



: Hitam



Kekerasan



: 2.5 - 3



Kekerasan



: 5.5 - 6



Cerat



: Hitam



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 15%



Presentase



: 40%



Nama Mineral : Biotit



Nama Mineral : Hornblende



Mineral 3 Warna



: Putih bening



Kekerasan



:7



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Transparant



Presentase



: 45%



Nama Mineral : Kuarsa



20



Petrogenesa



:



Batuan dengan nomor peraga EF 3 memiliki struktur masif, karena membeku di dalam permukaan bumi dengan kondisi tekanan sekitar yang sama. Sehingga tidak akan membentuk lubang-lubang gas. Batuan tersebut terbentuk di dalam permukaan bumi, dengan membutuhkan waktu yang relatif cepat, tetapi masih dapat membentuk kristal-kristal yang berukuran kecil. Berdasarkan pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Diorite. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediet terbentuk pada suhu 800°C - 1000°C serta memiliki kandungan silika lebih dari 52% sampai 65%.



Gambar Batuan :



Biotit Hornblende



Kuarsa



Gambar 3.2 Batuan Peraga Nomor EF 3



Nama Batuan



: Diorite ( Thorpe dan Brown, 1985 )



21



3.3 Deskripsi Batuan Peraga No. BNF 9 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Hitam



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan antara kristal



: Inequigranular – porfiroafanitik







Ukuran kristal



: Anhedral







Tingkat Kristalisasi



: Holokristal



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Putih



Warna



: Hitam



Kekerasan



: 5.5 - 6



Kekerasan



:5



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 30 %



Presentase



: 40 %



Nama Mineral : Plagioklas



Nama Mineral : Hornblende



Mineral 3 Warna



: Abu-abu kehijauan



Kekerasan



: 6,5



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 30%



Nama Mineral : Piroksen



Petrogenesa



:



Batuan dengan nomor peraga BNF 9 memiliki struktur masif, karena terbentuk di dalam permukaan bumi dengan tekanan yang sama, sehingga tidak akan terbentuk lubang gas. Proses pembentukan batuan tersebut terjadi 22



pada daerah hipabisal, karena ukuran fenokrisnya terbentuk lebih besar dibandingkan dengan massa dasar, serta terdapat mineral-mineral yang tidak mengkristal secara sempurna. Proses pembentukan batuan tersebut terjadi pada waktu yang berlainan, karena ukuran kristal yang terbentuk berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Andesite Porfir. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediete pada suhu 800°C - 1000°C serta memiliki kandungan silika lebih antara 52% sampai 66% dan berwarna terang.



Gambar Batuan :



Plagioklas Hornblende



Piroksen Gambar 3.3. Batuan Peraga Nomor BNF 9



Nama Batuan



: Andesit Porfir ( Thorpe dan Brown, 1985 )



23



3.4 Deskripsi Batuan Peraga No. 32 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Krem



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan antar kristal



: Equigranular - Fanerik







Bentuk kristal



: Euhedral







Tingkat kristal



: Holokristalin



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Hitam



Warna



: Merah



Kekerasan



: 2.5 - 3



Kekerasan



: 5,5 - 6



Cerat



: Hitam



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 15 %



Presentasi



: 25 %



Nama Mineral : Biotit



Nama Mineral : Orthoclase



Mineral 3



Mineral 4



Warna



: Putih Bening



Warna



: Putih susu



Kekerasan



:7



Kekerasan



:3-4



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Transparant



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 10 %



Presentase



: 50 %



Nama Mineral : Kuarsa



Petrogenesa



Nama Mineral : Plagioklas



:



Batuan dengan nomor peraga 32 memiliki struktur masif, karena terbentuk di dalam permukaan bumi dengan tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut tidak terdapat lubang-lubang yang terbentuk akibat adanya pelepasan 24



gas. Pada batuan tersebut terbentuk mineral-mineral yang relatif berukuran kecil. Hal tersebut terjadi karena proses pembentukannya di dalam permukaan bumi dengan waktu yang relatif cepat. Batuan tersebut memiliki bentuk kristal yang seragam, karena waktu pembentukannya yang sama.



Berdasarkan



pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Diorit. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat asam pada suhu 600°C - 800°C serta memiliki kandungan silika lebih lebih besar dari 66% dan berwarna terang.



Gambar Batuan : Orthoklas Biotit



Kuarsa



Plagioklas Gambar 3.4 Batuan Peraga Nomor 32



Nama Batuan



: Diorit (Thorpe dan Brown, 1985)



25



3.5 Deskripsi Batuan Peraga No. 1 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Abu-abu



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan antar kristal



: Equigranular - Fanerik







Bentuk Kristal



: Subhedral







Tingkat kristalisasi



: Holokristalin



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Putih susu



Warna



: Putih bening



Kekerasan



: 5.5 – 6



Kekerasan



:7



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Transparant



Presentase



: 60 %



Presentase



: 40 %



Nama Mineral : Plagioklas



Petrogenesa



Nama Mineral : Kuarsa



:



Batuan dengan nomor peraga 1 memiliki struktur masif, karena membeku di dalam permukaan bumi dengan kondisi tekanan sekitar yang sama. Batuan tersebut terbentuk di dalam permukaan bumi, dengan membutuhkan waktu yang relatif cepat. Tetapi pada saat proses pembentukannya berlangsung, batuan tersebut masih dapat membentuk kristal-kristal yang berukuran kecil. Berdasarkan pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Diorit. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediet terbentuk pada suhu 800°C - 1000°C serta memiliki kandungan silika lebih dari 52% sampai 65%.



26



Gambar Batuan :



Kuarsa



Plagioklas



Gambar 3.5 Batuan Peraga Nomor 1



Nama Batuan



: Diorit ( Thorpe dan Brown, 1985 )



27



3.6 Deskripsi Batu Peraga No. 80 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Cokelat



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan antar kristal



: Inequigranular – Porfiroafanitik







Bentuk kristal



: Subhedral







Tingkat kristalisasi



: Holokristalin



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Putih susu



Warna



: Hitam



Kekerasan



: 5,5 - 6



Kekerasan



:3



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 20 %



Presentase



: 60 %



Nama Mineral : Plagioklas



Nama Mineral : Biotit



Mineral 3 Warna



: Hitam



Kekerasan



: 5 – 6,5



Cerat



: Hitam



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Presentase



: 20 %



Nama Mineral : Hornblende



28



Petrogenesa



:



Batuan dengan nomor peraga 80 memiliki struktur masif, karena terbentuk di dalam permukaan bumi dengan daerah di sekitarnya memiliki tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut tidak terdapat lubanglubang yang terbentuk akibat adanya pelepasan gas. Batuan tersebut mengalami rekristalisasi dengan waktu yang relatif cepat serta terbentu pada daerah hipabisal. Batuan tersebut memiliki bentuk kristal yang berbeda, karena pebentukannya terjadi pada waktu yang berlainan dimana fenokris terbrntuk lebih dahulu. Batuan tersebut terbentuk di dalam permukaan bumi dengan waktu pembentukan yang sama. Berdasarkan pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Andesite Porfir. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediet pada suhu 800°C - 1000°C serta memiliki kandungan silika lebih antara 52% sampai dengan 66%.



Gambar Batuan :



Plagioklas Hornblende



Biotit



Gambar 3.6 Batuan Nomor Peraga 80



Nama Batuan



: Andesit Porfir ( Thorpe dan Brown, 1985



29



3.7 Deskripsi Batu Peraga No. 41 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Hitam Kehijauan



-



Struktur



: Masif



-



Tekstur



:







Hubungan antar kristal



: Equigranular – Fanerik







Bentuk kristal



: Subhedral







Tingkat Kristalisasi



: Holokristalin



Deskripsi Komposisi



Mineral 1



Mineral 2



Warna



: Putih susu



Warna



: Hitam



Kekerasan



: 6,5 - 7



Kekerasan



: 6.5 - 7



Cerat



: Putih



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Opaque



Transparansi



: Translucent



Presentase



: 45 %



Presentase



: 55 %



Nama Mineral : Plagioklas



Petrogenesa



Nama Mineral : Piroksen



:



Batuan dengan nomor peraga 41 memiliki struktur masif atau pejal, karena terbentuk di dalam permukaan bumi dengan tekanan yang sama. Pada batuan tersebut terbentuk mineral-mineral yang relatif berukuran kecil. Hal tersebut terjadi karena proses pembentukannya di dalam permukaan bumi dengan waktu yang relatif cepat. Batuan tersebut memiliki bentuk kristal yang seragam, karena waktu pembentukannya yang sama.



Berdasarkan



pengklasifikasian menurut Thorpe dan Brown, 1985 yang berdasarkan warna, tekstur serta komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Gabbro. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat basa pada suhu 1000°C - 1200°C serta memiliki kandungan silika sekitar 45% sampai dengan 52% dan berwarna gelap. 30



Gambar Batuan



:



Plagioklas Piroksen



Gambar 3.7 Batuan Nomor Peraga 41



Nama Batuan



: Gabbro ( Thorpe dan Brown, 1985 )



31



3.8 Deskripsi Batu Peraga No. 15 Deskripsi Megaskopis -



Warna



: Hijau



-



Struktur



: Non Foliasi - Hornfelsik



-



Tekstur



:







Hubungan antar kristal



: Equigranular – Fanerik







Bentuk individu kristal



: Anhedral







Ketahanan metamorfisme



: Kristaloblastik







Bentuk mineral



: Granoblastik



Deskripsi Komposisi



Mineral 1 Warna



: Hijau



Kekerasan



: 2.3 - 3



Cerat



: Putih



Kilap



: Kaca



Transparansi



: Translucent



Presentase



: 100 %



Nama Mineral : Serpentine



Petrogenesa



:



Batuan dengan nomor peraga 15 memiliki struktur non foliasi, karena pada saat pembentukannya suhu lebih dominan dibandingkan tekanan. Batuan tersebut telah mengalami proses rekristalisasi, sehingga batuan asalnya sudah tidak dapat terlihat secara kasat mata. Batuan tersebut terbentuk pada zona intrusi magma dengan tipe metamorfosa lokal. Berdasarkan pengklasifikasian menurut komposisi mineral, menunjukkan bahwa batuan ini adalah Serpentinit.



32



Gambar Batuan :



Serpentin



Gambar 3.8 Batuan Peraga Nomor 15



Nama Batuan



: Serpentinit (Berdasarkan komposisi)



33



BAB IV PEMBAHASAN



4.1



Batuan Peraga No. C 26 Secara megaskopis, batuan dengan nomor peraga C 26 memiliki warna cokelat serta memiliki struktur masif. Batuan tersebut memiliki tekstur hubungan antar kristal satu dengan lainnya yang dapat dilihat secara megaskopis yaitu equigranular fanerik. Memiliki derajat kristalisasi holokristalin, serta tersusun atar bentuk kristal yang euhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga C 26 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga C 26 memiliki warna yang dominan terang, karena warna mineral yang terdapat pada batuan tersebut berwarna hitam, putih bening, putih susu, serta merah daging. Struktur batuan tersebut disebut masif karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubanglubang yang diakibatkan oleh pelepasan gas, serta berbentuk sangat pejal. Hubungan antar kristal yang satu dengan yang lainnya disebut equigranular fanerik, karena pada batuan tersebut ukuran butirnya seragam dan dapat dibedakan secara kasat mata. Tingkat kristalisasi pada batuan tersebut yaitu holokristalin, karena pada batuan tersebut semuanya tersusun atas kristal-kristal. Bentuk kristal pada batuan tersebut yaitu euhedral, karena terdapat bidang batas yang jelas serta bentuk kristal yang sempurna. Batuan dengan nomor peraga C 26 tersusun atas mineral-mineral. Mineral yang diidentifikasi memiliki warna hitam, kekerasan 3 sampai 4, karena tecerat dengan menggunakan alat penguji uang logam. Hasil dari goresan tersebut menghasilkan warna cerat yang berwarna putih. Batuan tersebut memiliki kilap kaca serta transparansi opaque. Presentase mineral tersebut yaitu sekitar 15%. Berdasarkan sifat fisik mineral tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu biotit. Selain biotit,



34



terdapat mineral yang berwarna putih bening, kekerasan 7 karena tercerat dengan menggunakan paku baja, dan hasil goresan tersebut berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta bersifat transparant atau dapat meneruskan cahaya. Memiliki presentase sekitar 25%. Berdasarkan deskripsi sifat fisik tersebut, maka disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral kuarsa. Selain itu, batuan tersebut tersusun atas mineral yang berwarna putih susu, kekerasan 5,5 sampai 6 karena tercerat dengan menggunakan kaca dan hasil dari goresan tersebut berwarna putih. Memiliki kilap kaca, serta transparansi opaque. Memiliki presentase sekitar 45%. Berdasarkan sifat fisik tersebut, disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu plagioklas. Dalam batuan nomor peraga C 26 juga tersusun atas mineral yang berwarna merah daging, kekerasan 5,5 sampai 6 karena tercerat oleh kaca, serta hasil cerat tersebut berwarna putih. Mempunyai kilap kaca serta bersifat opaque. Memiliki presentase sekitar 15%. Berdasarkan deskripsi sifat fisik tersebut, disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu



orthoclase.



Berdasarkan komposisi mineral beserta sifat fisik mineral yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga nomor C 26 adalah batuan Granit (Thorpe dan Brown, 1985). Batuan dengan nomor peraga C 26 terbentuk secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan daerah di sekitarnya yang memiliki tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut memiliki bentuk yang pejal dan tidak terdapat lubang-lubang gas. Batuan tersebut semuanya tersusun atas mineral-mineral yang relatif berukuran kecil, memiliki bentuk kristal yang sempurna dan bidang batas yang jelas. Sehingga batuan tesebut mengalami proses pembentukan mineral yang berlangsung secara lambat. Sehingga memungkinkan magma untuk dapat membentuk kristal sesuai dengan derajat suhu. Batuan tersebut terbentuk diawali dengan pembentukan fenokris terlebih dahulu di dalam permukaan bumi, sehingga ukuran fenokrisnya lebih besar dibandingkan dengan massa dasar. Karena adanya perbedaan tekanan dengan udara luar, maka mineral tersebut akan mendesak keluar dengan cepat. Disamping itu juga, terjadi



35



perbedaan waktu pada saat proses pembentukannya, karena setiap mineral memiliki ukuran yang berbeda satu dengan yang lainnya. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat asam serta memiliki kandungan silika lebih dari 66% dan berwarna terang. Batuan tersebut tersusun atas mineral biotit yang terbentuk pada suhu sekitar 600°C, mineral kuarsa yang apabila larutan magma hanya mengandung unsur silika dan oksigen yang terbentuk pada suhu dibawah 600°C, mineral plagioklas dan orthoklas yang terbentuk pada bowen reaction series seri kontinu. Mineral plagioklas kaya akan Na dan Ca, sedangkan orthoklas kaya akan K. Berdasarkan komposisi mineral, batuan tersebut terbentuk pada kerak benua, karena sifatnya yang asam. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga C 26 termasuk ke dalam batuan beku hipabisal dengan nama batuan Granit Porfir (Thorpe dan Brown, 1985).



4.2



Batuan Peraga No. EF 3 Secara megaskopis, batuan dengan nomor peraga EF 3 memiliki warna cokelat, dengan struktur masif. Hubungan antar kristalnya equigranular



fanerik.



Tingkat



kristalisasi



batuan



tersebut



yaitu



holokristalin, serta bentuk dari kristal yang terdapat pada batuan tersebut yaitu subhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga EF 3 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga EF 3 memiliki warna yang terang, karena warna mineral yang dominan adalah putih bening, hitam kehijauan, dan hitam. Strukur pada batuan tersebut yaitu masif karena tidak terdapat lubang-lubang, sifat aliran, serta berbentuk pejal. Memiliki hubungan antar kristal yang satu dengan yang lainnya yaitu equigranular fanerik, karena berukuran seragam dan dapat dilihat secara kasat mata. Memiliki bentuk



36



kristal yaitu subhedral, karena pada batuan tersebut bentuk kristalnya kurang sempurna serta bidang batasnya kurang jelas. Batuan dengan nomor peraga EF3 memiliki mineral berwarna hitam yang berbentuk lembaran. Mineral tersebut memiliki kekerasan 2,5 sampai 3 karena tercerat dengan menggunakan kuku, hasil dari goresan tersebut berwarna hitam. Memiliki kilap kaca serta transparansi yang bersifat opaque. Presentase mineral tersebut sekitar 15% berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral biotit. Selain biotit, terdapat mineral yang berwarna hitam yang memiliki kekerasan sekitar 5,5 samapi 6, karena mineral tersebut tercera oleh kaca. Hasil dari goresan tersebut berwarna putih. Mineral tersebut memiliki kilap kaca, serta transparansi yang opaque. Mineral tersebut terdapat pada batuan peraga EF 3 sebanyak 40%. Berdasarkan sifat fisik tersebut, dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu hornblende. Pada batuan peraga nomor EF 3 juga terdapat mineral yang berwarna putih bening. Memiliki kekerasan 7, karena tercerat dengan menggunakan paku baja. Hasil dari goresan atu cerat tersebut yaitu berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta dapat meneruskan cahaya atau transparansi. Memiliki presentase sekitar 45%. Berdasarkan deskripsi sifat fisik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu kuarsa. Berdasarkan komposisi mineral beserta sifat fisik mineral yang terdapat pada batuan tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa nama batuan tersebut yaitu Diorite (Thorpe dan Brown, 1985). Batuan dengan nomor peraga EF 3 terbentuk secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan daerah di sekitarnya yang memiliki tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut memiliki bentuk yang pejal dan tidak terdapat lubang-lubang gas yang diakibatkan adanya pengaruh tekanan dari luar. Batuan dengan nomor peraga EF 3 semuanya tersusun atas mineral-mineral yang relatif berukuran kecil, memiliki bentuk kristal yang kurang sempurna dan bidang batas yang kurang jelas. Sehingga batuan tesebut mengalami proses pembentukan mineral yang



37



relatif berlangsung secara lambat. Sehingga memungkinkan magma untuk dapat membentuk kristal sesuai dengan derajat suhu. Proses pembentukan mineral pada batuan tersebut terjadi di dalam permukaan bumi pada waktu yang bersamaan, sehingga akan membentuk ukuran kristal yang seragam yang dapat dilihat secara kasat mata. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediet terbentuk serta memiliki kandungan silika lebih dari 52% sampai 65%. Batuan tersebut terdiri atas mineral mineral biotit yang terbentuk pada suhu sekitar 600°C, mineral kuarsa yang apabila larutan magma hanya mengandung unsur silika dan oksigen yang terbentuk pada suhu dibawah 600°C, serta mineral hornblende yang terbentuk pada suhu 900°C. Ketiga mineral tersebut terbentuk pada bowen reaction series seri diskontinu. Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan tersebut terbentuk pada zona tumbukan antara lempeng kerak benua dengan lempeng kerak samudera, karena sifatnya yang asam. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga EF 3 termasuk ke dalam batuan beku plutonik dengan nama batuan Diorite (Thorpe dan Brown, 1985).



4.3



Batuan Peraga No. BNF 9 Secara megaskopis, batuan dengan peraga nomor BNF 9 memiliki warna hitam serta memiliki struktur masif. Memiliki hubungan antar kristal yang satu dengan yang lain yaitu inequigranular dengan fabric porfiroafanitik. Mimiliki tingkat kristalisasi yaitu holokristalin, serat bentuk kristal pada batuan tersebut yaitu anhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga BNF 9 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga BNF 9 memiliki warna yang gelap, karena warna mineral yang dominan adalah abu-abu kehijauan, putih, dan hitam. Pada batuan tersebut memiliki struktur hubungan antar kristal yang



38



satu dengan kristal yang lainnya yaitu inequigranular porfiroafanitik, karena ukuran kristal penyusunnya tidak berukuran seragam serta massa dasar pada batuan tersebut sudah tidak dapat terlihat lagi dengan kasat mata. Memiliki tingkat kristalisasi holokristalin, karena pada batuan tersebut semuanya tersusun atas kristal-kristal. Bentuk kristal pada batuan tersebut yaitu anhedral, karena bentuk kristalnya tidak sempurna serta bidang batasnya tidak jelas. Batuan dengan nomor peraga BNF 9 tersusun oleh beberapa mineral, salah satunya yaitu mineral yang berwarna hitam dengan tingkat kekerasan 6,5 samapi 7 skala mohs, karena tercerat dengan menggunakan paku baja. Hasil dari goresan tersebut berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta sifat transparansi yang tidak dapat meneruskan cahaya atau opaque. Memiliki presentase penyusun batuan tersebut sekitar 50 %. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik mineral tersebut, maka disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu hornblende. Selain hornblende, dalam batuan dengan nomor peraga BNF 9 terdapat mineral yang berwarna abu-abu kehijauan dengan kekerasan 6,5 samapi 7, karena tercerat dengan menggunakan paku baja. Hasil dri cerat tersebut yaitu berwarna putih. Kilap mineral ini adalah kilap kaca, dan memiliki transparansi yang opaque. Komposisi mineral ini pada batuan BNF 9 sekitar 20%. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu piroksen. Pada batuan dengan nomor peraga BNF 9 juga tersusun atas mineral yang berwarna putih susu. Mineral tersebut memiliki tingkat kekerasan 5,5 samapi 6 skala mohs, karena tercerat dengan menggunakan kaca. Hasil dari cerat tersebut yaitu berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta transparansi yang opaque. Komposisi mineral tersebut pada batuan nomor peraga BNF 9 terdapat sekitar 30%. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral plagioklas (Thorpe dan Brown, 1985).



39



Batuan dengan nomor peraga BNF 9 terbentuk secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan daerah di sekitarnya yang memiliki tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut memiliki bentuk yang pejal dan tidak terdapat lubang-lubang akibat adanya pelepasan gas. Batuan tersebut semuanya tersusun atas mineral-mineral yang relatif berukuran kecil, memiliki bentuk kristal dan bidang batas yang tidak jelas. Sehingga batuan tesebut mengalami proses pembentukan mineral yang relatif berlangsung secara cepat, tetapi masih dapat membentuk mineralmineral kecil. Batuan tersebut terbentuk diawali dengan pembentukan fenokris terlebih dahulu di dalam permukaan bumi, sehingga ukuran fenokrisnya lebih besar dibandingkan dengan massa dasar. Karena adanya perbedaan tekanan di dalam permukaan bumi dengan udara luar, maka mineral tersebut akan mendesak keluar secara cepat. Disamping itu juga, terjadi perbedaan waktu pada saat proses pembentukannya, karena setiap mineral memiliki ukuran yang berbeda satu dengan yang lainnya. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediet serta memiliki kandungan silika sekitar 52% samapi dengan 65% dan berwarna terang. Batuan tersebut tersusun atas mineral biotit terbentuk pada suhu sekitar 600°C, mineral piroksen yang terbentuk pada suhu 1100°C, serta mineral hornblende yang terbentuk pada suhu 900°Cpada deret reaksi bowen seri diskontinu. Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan tersebut terbentuk pada zona tumbukan antara lempeng kerak benua dengan lempeng kerak samudera, karena sifat magmanya yang intermediet. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga BNF 9 termasuk ke dalam batuan beku hipabisal dengan nama batuan Andesite Porfir (Thorpe dan Brown, 1985).



40



4.4



Batuan Peraga No. 32 Secara megaskopis, batuan dengan nomor peraga 32 memiliki warna krem serta memiliki struktur masif. Batuan tersebut memiliki tekstur hubungan antar kristal satu dengan lainnya yang dapat dilihat secara megaskopis yaitu equigranular fanerik. Memiliki derajat kristalisasi holokristalin, serta tersusun atar bentuk kristal yang euhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 32 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga 32 memiliki warna yang dominan terang, karena warna mineral yang terdapat pada batuan tersebut berwarna hitam, putih bening, merah daging serta putih susu. Struktur batuan tersebut disebut masif karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubanglubang yang diakibatkan oleh pelepasan gas, tidak menunjukkan adanya sifat aliran serta berbentuk sangat padat dan pejal. Hubungan antar kristal yang satu dengan yang lainnya disebut equigranular dengan fabric fanerik, karena pada batuan tersebut ukuran butirnya seragam dan dapat dibedakan secara kasat mata. Tingkat kristalisasi pada batuan tersebut yaitu holokristalin, karena mineral-mineral yang terdapat pada batuan tersebut semuanya berbentuk kristal. Bentuk kristal pada batuan tersebut yaitu euhedral, karena terdapat bidang batas yang jelas serta bentuk kristal yang sempurna. Batuan dengan nomor peraga 32 tersusun atas mineral-mineral. Mineral yang diidentifikasi yaitu memiliki warna hitam, kekerasan 2,5 sampai 3, karena tecerat dengan menggunakan alat penguji kuku. Hasil dari goresan tersebut menghasilkan warna cerat yang berwarna hitam. Batuan tersebut memiliki kilap kaca serta transparansi opaque. Presentase mineral tersebut yaitu sekitar 10%. Berdasarkan sifat fisik mineral tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu biotit. Dalam batuan nomor peraga 32 juga tersusun atas mineral yang berwarna merah daging, kekerasan 5,5 sampai 6 karena tercerat oleh kaca, serta hasil cerat tersebut berwarna putih. Mempunyai kilap kaca serta bersifat opaque.



41



Komposisi presentase mineral dalam batuan tersebut yaitu sekitar 25%. Berdasarkan deskripsi sifat fisik tersebut, disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu orthoclase. Selain biotit dan orthoclase, terdapat mineral yang berwarna putih bening, kekerasan 7 karena tercerat dengan menggunakan paku baja, dan hasil goresan tersebut berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta bersifat transparant atau dapat meneruskan cahaya. Memiliki presentase komposisi mineral dalam batau tersebut yaitu sekitar 25%. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu



mineral kuarsa. Selain itu,



batuan tersebut tersusun atas mineral yang berwarna putih susu, kekerasan 5,5 sampai 6 karena tercerat dengan menggunakan alat penguji kaca dan hasil dari dari goresan atau cerat tersebut berwarna putih. Mineral tersebut memiliki kilap kaca, serta transparansi opaque atau tidak dapat meneruskan cahaya. Memiliki presentase sekitar 45% pada batuan tersebut. Berdasarkan sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu plagioklas. Berdasarkan komposisi mineral beserta sifat fisik mineral yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa batuan peraga nomor 32 adalah batuan Diorite (Thorpe dan Brown, 1985). Batuan dengan nomor peraga 32 terbentuk secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan daerah di sekitarnya yang memiliki tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut memiliki struktur atau bentuk yang pejal dan tidak terdapat lubang-lubang akibat adanya pelepasan gas. Batuan tersebut semuanya tersusun atas mineral-mineral yang relatif berukuran kecil, memiliki bentuk kristal yang sempurna dan bidang batas yang jelas yang dapat diidentifikasi secara kasat mata. Sehingga batuan tesebut mengalami proses pembentukan mineral yang berlangsung secara lambat. Sehingga memungkinkan magma untuk dapat membentuk kristal sesuai dengan derajat suhu pada Bowen’s Reaction Series. Proses pembentukan mineral



tersebut



terjadi



pada waktu



serta tempat



pembentukan yang sama. Sehingga akan menghasilkan ukuran-ukuran yang seragam. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat



42



asam serta memiliki kandungan silika lebih dari 66% dan berwarna terang. Batuan tersebut terbentuk pada zona tumbukan antara lempeng kerak benua dengan lempeng kerak samudera, karena sifat magmanya yang intermediet. Batuan tersebut tersusun atas mineral biotit yang terbentuk pada suhu sekitar 600°C, mineral kuarsa yang apabila larutan magma hanya mengandung unsur silika dan oksigen yang terbentuk pada suhu dibawah 600°C, mineral plagioklas dan orthoklas yang terbentuk pada bowen reaction series seri kontinu. Mineral plagioklas kaya akan Na dan Ca, sedangkan orthoklas kaya akan K. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 32 termasuk ke dalam batuan beku plutonik dengan nama batuan Diorite (Thorpe dan Brown, 1985).



4.5



Batuan Peraga No. 1 Secara megaskopis, batuan dengan nomor peraga 1 memiliki warna abu-abu, serta memiliki struktur masif. Batuan tersebut mempunyai tekstur yaitu hubungan antar kristal yang satu dengan yang lain yaitu equigranular atau seragam. Memiliki tingkat kristalisasi yaitu holokristalin serta bentuk kristal subhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 1 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga 1 memiliki warna yang relatif sedang, karena mineral pada batuan tersebut dominan berwarna putih susu dan putih bening. Struktur pada batuan tersebut yaitu masif, karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubang-lubang akibat pelepasan gas, serta berbentuk pejal dan padat. Batuan tersebut memiliki hubungan kristal yang satu dengan yang lainnya yaitu equigranular, karena ukuran butir pada batuan tersebut seragam. Hal



tersebut dapat diidentifikasi secara



megaskopis. Batuan tersebut memiliki tingkat kristalisasi holokristalin, karena pada batuan tersebut semua mineralnya berbentuk kristal. Pada



43



batuan tersebut memiliki bentuk kristal subhedral, karena terdapat bidang batas yang kurang jelas serta bentuk kristal yang kurang sempurana. Batuan dengan nomor peraga 1 tersusun atas mineral-mineral. Mineral yang terdapat pada batuan tersebut yaitu mineral yang berwarna putih susu, memiliki tingkat kekerasan 5,5 samapi 6 skala mohs, karena tercerat dengan menggunakan kaca. Hasil dari cerat tersebut berwarna putih. Mineral tersebut memiliki kilap kaca serta transparansi yang opaque. Presentase komposisi mineral tersebut di dalam batuan peraga no 1 yaitu sebesar 60%. Berdasarkan hasil deskripsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral plagioklas. Selain plagioklas, terdapat mineral yang berwarna putih bening yang memiliki tingkat kekerasan 7 skala mohs, karena tercerat dengan menggunakan alat penguji yaitu paku baja. Hasil dari cerat tersebut akan menghasilkan warna putih. Mineral tersebut memiliki kilap kaca serta transparansi yang transparant. Komposisi mineral tersebut sebesar 40%. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral kuarsa. Berdasarkan hasil deskripsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu kuarsa. Berdasarkan komposisi dan sifat fisik mineral, maka dapat disimpulkan batuan dengan nomor peraga 1 memiliki nama Diorit (Thorpe dan Brown, 1985). Batuan dengan nomor peraga 1 memiliki warna dominan yang relatif sedang, karena batuan tersebut terbentuk dari magma intermediet yang tersusun atas mineral kuarsa dan plagioklas. Komposisi silika pada batuan tersebut sekitar 52% sampai dengan 66%. Batuan tersebut terbentuk pada zona tumbukan antara lempeng kerak benua dengan lempeng kerak samudera, karena sifatnya yang intermediet. Batuan tersebut membeku secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan tekanan disekitarnya yang sama tanpa ada pengaruh dari udara luar. Sehingga akan membentuk struktur yang masif, karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubang-lubang yang diakibatkan adanya pelepasan gas. Batuan tersebut mengalami proses pembentukan mineral yang relatif



44



berlangsung secara lambat, karena mineral yang terbentuk berukuran kecil serta memiliki bidang batas serta bentuk kristal yang kurang sempurna. Batuan tersebut mengalami pembekuan magma di bawah permukaan bumi. Semakin kasar ukuran butirnya maka semakin dalam dan lambat pembekuan magmanya. Proses pembentukan mineral dalam batuan tersebut terjadi pada waktu yang bersamaan, sehingga ukuran kristalnya dapat dibedakan secara megaskopis. Disamping itu juga, batuan tersebut terbentuk di daerah plutonik dengan waktu pembentukan yang relatif sama, karena mineral dalam batuan tersebut mempunyai ukuran yang seragam. Batuan tersebut tersusun atas mineral kuarsa yang apabila larutan magma hanya mengandung unsur silika dan oksigen yang terbentuk pada suhu dibawah 600°C, serta mineral plagioklas yang terbentuk pada bowen reaction series dengan seri kontinu. Mineral plagioklas kaya akan unsur Na dan Ca. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 1 termasuk ke dalam batuan beku hipabisal dengan nama batuan Diorit (Thorpe dan Brown, 1985).



4.6



Batuan Peraga No.80 Secara megaskopis, batuan dengan nomor peraga 80 memiliki warna cokelat, serta memiliki struktur masif. Batuan tersebut memiliki hubungan antar kristal yang satu dengan yang lainnya yaitu inequigranular dengan



fabric



porfiroafanitik.



Memiliki



tingkat



kristalisasi



yaitu



holokristalin serta bentuk kristal subhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 80 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga 80 memiliki warna yang relatif terang, karena tersusun atas mineral-mineral yang dominan berwarna hitam dan putih. Batuan dengan nomor peraga 80 memiliki struktur masif,



45



karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubang-lubang, sifat aliran, serta berbentuk padat dan pejal. Memiliki hubungan antar kristal yang satu dengan yang lain yaitu inequigranular, karena ukuran butir yang satu dengan yang lain tidak seragam serta massa dasar tidak dapat terlihat lagi secara megaskopis atau kasat mata, sehingga disebut ineqigranular porfiritik. Batuan tersebut memiliki tingkat kristalisasi holokristalin, karena semua mineral-mineralnya terbentuk atas kristal. Bentuk kristal pada batuan tersebut memiliki bidang batas yang kurang jelas serta bentuk kristal yang tidak semupurna atau disebut subhedral. Batuan dengan nomor peraga 80 tersusun atas beberapa mineral. Salah satunya mineral yang diidentifikasi adalah mineral yang berwarna hitam, memiliki tingkat kekeras 3 skala mohs, karena dapat tercerat dengan menggunakan uang logam. Hasil dari cerat atau goresan tersebut yaitu berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta transparansi opaque. Presentase mineral tersebut dalam batuan nomor peraga 80 sekitar 60%. Berdasarkan hasil deskripsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral biotit. Selain biotit, terdapat mineral yang berwarna putih susu, memiliki kekerasan 5,5 samapi 6 skala mohs, karena tercerat dengan menggunakan alat penguji kaca. Hasil dari cerat tersebut yaitu berwarna putih. Memiliki kilap kaca, serat transparansi opaque. Presentase komposisi mineral tersebut yaitu sekitar 20%. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral plagioklas. Pada batuan peraga nomor 80 terdapat mineral yang berwarna hitam, memiliki kekerasan 5,5 sampai 6 karena tercerat dengan menggunakan kaca. Hasil dari cerat tersebut berwarna putih. Memiliki kilap kaca serta transparansi opaque. Presentase mineral tersebut yaitu sekitar 20%. Berdasarkan hasil deskripsi sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan



bahwa



mineral



tersebut



yaitu



mineral



hornblende.



Berdasarkan komposisi mineral beserta sifat fisik pada mineral yang dideskripsikan, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 80 memiliki nama batuan Andesit Porfir.



46



Batuan dengan nomor peraga 80 terbentuk secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan daerah di sekitarnya yang memiliki tekanan yang sama. Sehingga pada batuan tersebut memiliki bentuk yang pejal dan tidak terdapat lubang-lubang akibat adanya pelepasan gas. Batuan tersebut semuanya tersusun atas mineral-mineral yang relatif berukuran kecil, memiliki bentuk kristal yang kurang sempurna dan bidang batas yang kurng jelas. Sehingga batuan tersebut mengalami proses pembentukan mineral yang relatif berlangsung secara lambat, karena masih dapat membentuk kristal. Batuan tersebut terbentuk diawali dengan pembentukan fenokris terlebih dahulu di dalam permukaan bumi, sehingga ukuran fenokrisnya lebih besar dibandingkan dengan massa dasar. Karena adanya perbedaan tekanan di dalam permukaan bumi dengan udara luar, maka mineral tersebut akan mendesak keluar bersamaan dengan materialmaterial yang tersisa secara cepat. Disamping itu juga, terjadi perbedaan waktu pada saat proses pembentukannya, karena setiap mineral memiliki ukuran yang berbeda satu dengan yang lainnya. Batuan tersebut terbentuk berasal dari magma yang bersifat intermediet serta memiliki kandungan silika sekitar 52% samapi dengan 65% dan berwarna terang. Batuan tersebut tersusun atas mineral biotit yang terbentuk pada suhu sekitar 600°C, mineral hornblende yang terbentuk pada suhu sekitar 900°C, serta mineral plagioklas yang terbentuk pada bowen reaction series seri kontinu yang kaya akan unsur Na dan Ca. Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan tersebut terbentuk pada zona tumbukan antara lempeng kerak benua dengan lempeng kerak samudera, karena sifat magmanya yang intermediet. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 80 termasuk ke dalam batuan beku hipabisal dengan nama batuan Andesite Porfir (Thorpe dan Brown, 1985).



47



4.7



Batuan Peraga No. 41 Batuan dengan nomor peraga 41 memiliki warna hitam kehijauan, serta memiliki struktur masif. Batuan tersebut memiliki hubungan antar kristal yang satu dengan yang lain yaitu equigranular fanerik. Memiliki tingkat kristalisasi yaitu holokristalin, serta memiliki bentuk kristal subhedral. Dari hasil deskripsi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 41 merupakan batuan beku. Batuan dengan nomor peraga 41 memiliki warna yang dominan gelap, karena pada batuan tersebut terdiri dari mineral-mineral yang berwarna hitam dan putih susu. Batuan tersebut memiliki struktur masif, karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubang-lubang serta berbentuk pejal dan padat. Memiliki hubungan kristal yang satu dengan yang lainnya yag berukuran seragam, serta dapat dilihat secara kasat mata, sehingga disebut equigranular dengan fabric fanerik. Pada batuan tersebut terdapat tingkat kristalisasi holokristalin, karena pada batuan tersebut tersusun atas mineral-mineral yang semuanya berbentuk kristal. Bentuk kristal pada batuan tersebut yaitu subhedral, karena pada batuan tersebut tersusun atas kristal-kristal yang dibatasi oleh bidang batas yang kurang jelas, serta bentuk kristal yang kurang sempurna. Batuan dengan nomor peraga 41 tersusun atas beberapa mineral serta memiliki komposisi mineral tertentu. Mineral tersebut berwarna hitam dan mempunyai kekerasan 6,5 sampai 7 skala mohs, karena dapat tercerat dengan menggunakan paku baja. Hasil dari cerat tersebut berwarna putih. Mineral tersebut mempunyai kilap kaca serta tranparansi dapat meneruskan cahaya tetapi kurang sempurana atau yang disebut translucent. Presentase mineral tersebut sekitar 55%. Berdasarkan sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut adalah mineral piroksen. Selain piroksen, terdapat mineral yang berwarna putih susu dengan tingkat kekerasan 6,5 sampai 7 skala mohs, karena dapat tercerat dengan menggunakan paku baja. Hasil dari cerat tersebut memiliki warna putih. Mineral tersebut mempunyai kilap kaca serta transparansi opaque.



48



Presentase mineral tersebut yaitu sekitar 45%. Berdasarkan sifat fisik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut yaitu mineral plagioklas. Berdasarkan dari hasil deskripsi komposisi mineral beserta sifat fisik mineral tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 41 memiliki nama batuan Gabbro (Thorpe and Brown, 1985). Batuan dengan nomor peraga 41 memiliki warna dominan yang gelap, karena batuan tersebut terbentuk dari magma basa dengan komposisi silika pada batuan tersebut sekitar 45% sampai dengan 52%. Batuan tersebut terbentuk pada daerah lempeng samudera yang berasal dari parsial melting, karena sifat magmanya yang basa. Batuan tersebut membeku secara intrusif di dalam permukaan bumi dengan tekanan disekitarnya yang sama tanpa ada pengaruh dari udara luar. Sehingga akan membentuk struktur yang masif, karena pada batuan tersebut tidak terdapat lubang-lubang yang diakibatkan adanya pelepasan gas. Batuan tersebut mengalami proses pembentukan mineral yang relatif berlangsung secara lambat, karena mineral yang terbentuk berukuran kecil serta memiliki bidang batas serta bentuk kristal yang kurang sempurna. Semakin kasar ukuran butirnya maka semakin dalam dan lambat pembekuan magmanya. Proses pembentukan mineral dalam batuan tersebut terjadi pada waktu yang bersamaan, sehingga ukuran kristalnya dapat dibedakan secara megaskopis. Disamping itu juga, batuan tersebut terbentuk di daerah plutonik dengan waktu pembentukan yang relatif sama, karena mineral dalam batuan tersebut mempunyai ukuran yang seragam. Batuan tersebut tersusun atas mineral piroksen yang terbentuk pada suhu sekitar 1100°C, serta mineral plagioklas yang terbentuk pada bowen reaction series seri kontinu. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi warna dominan penyusun batuan tersebut, tekstur, serta komposisi mineral. Maka dapat disimpulkan bahwa



49



batuan dengan nomor peraga 41 termasuk ke dalam batuan beku plutonik dengan nama batuan Gabbro (Thorpe dan Brown, 1985).



4.8



Batuan Peraga No. 15 Dilihat secara megaskopis, batuan dengan nomor



peraga 15



memiliki warna hijau kehitaman serta memiliki struktur nonfoliasi. Ketahanan batuan tersebut terhadap metamorfime yaitu kristaloblastik. Memiliki bentuk kristal anhedral serta ukuran butir yang fanerik. Dari ciri tersebut, batuan tersebut diklasifikasikan ke ddalam batuan metamorf non foliasi. Batuan dengan nomor peraga 15 memiliki warna dominan gelap, karena tersusun atas mineral yang berwarna hijau kehitaman. Pada batuan tersebut tidak menampakkan adanya penjajaran-penjajaran mineral serta sangat dipengaruhi oleh suhu. Sehingga batuan tersebut struktur non foliasi. Kristal-kristal pada batuan tersebut masih dapat dibedakan secara megaskopis dengan menggunakan kasat mata, sehingga disebut fanerik. Pada batuan tersebut memiliki bidang batas serta bentuk kristal yang kurang sempurna atau yang disebut anhedral. Batuan dengan nomor peraga 15 memiliki mineral yang berwana hijau, dengan kekerasan 3 skala mohs, karena mineral tersebut tercerat dengan menggunakan logam. Hasil dari goresan tersebut berwarna putih. Mineral tersebut memiliki kilap kaca serta transparansi yang dapat meneruskan cahaya walaupun tidak sempurna atau yang disebut translucent. Presentase komposisi mineral tersebut sebesat 100%. Karena komposisi mineralnya hanya serpentin, maka nama batuan dengan nomor peraga 15 ini adalah serpentinit (WT Huang, 1962). Batuan dengan nomor peraga 15 telah mengalami proses rekristalisasi, sehingga batuan asalnya sudah tidak dapat dilihat secara kasat mata. Pada batuan tersebut tidak terdapat penjajaran mineral-mineral, karena proses pembentukannya di dominasi oleh pengaruh suhu yang lebih besar dibandingkan dengan tekanan. Batuan tersebut terbentuk pada zona



50



intrusi magma, karena pada daerah tersebut faktor suhu sangat dominan. Batuan tersebut terbentuk dari mineral serpentine akibat perubahan basalt dasar laut yang bertekanan tinggi pada temperatur rendah. Batuan tersebut mengalami proses metamorfosa kontak yang disebabkan adanya kenaikan temperatur. Akibat dari proses tersebut, maka batuan yang ada disekitarnya berubah menjadi hornfel atau batu induk. Batuan tersebut terbentuk pada suhu 200°C - 320°C. Pada batuan tersebut struktur kristalnya terdapat mineral hidros yang melimpah. Berdasarkan hasil deskripsi yang telah diidentifikasi dan diuraikan di atas, yang mana meliputi batuan asal, tipe metamorfosa, komposisi mineral serta foliasi. Maka dapat disimpulkan bahwa batuan dengan nomor peraga 15 termasuk ke dalam batuan metamorf dengan nama batuan Serpentinit (Berdasarkan Komposisi).



51



BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan -



Batuan dengan nomor peraga C 26 merupakan batuan beku yang memiliki warna cokelat, struktur masif, tekstur holokristalin, euhedral dan equigranular, serta komposisi mineral berupa biotit, kuarsa, plagioklas, dan orthoklas dengan nama batuan granit (Thorpe dan Brown, 1985).



-



Batuan dengan nomor peraga EF 3 merupakan batuan beku yang memiliki warna cokelat, struktur masif, tekstur holokristalin, subhedral, dan equigranular, serta memiliki komposisi mineral berupa kuarsa, hornblende, dan biotit, dengan nama batuan diorit (Thorpe dan brown, 1985).



-



Batuan dengan nomor peraga BNF 9 merupakan batuan beku yang memiliki warna hitam, struktur massif, tekstur holokristalin, anhedral, inequigranular, serta memiliki komposisi mineral berupa hornblende, piroksen, dan plagioklas, dengan nama batuan andesit porfiritik (Thorpe dan brown, 1985).



-



Batuan dengan nomor peraga 32 merupakan batuan beku yang memiliki warna krem, struktur masif, tekstur holokristalin, euhedral, dan equigranular, serta memiliki komposisi mineral berupa biotit, orthoclase, kuarsa, dan plagioclase, dengan nama batuan diorit (Thorpe and Brown, 1985).



-



Batuan dengan nomor peraga 1 merupakan batuan beku plutonik yang memiliki



warna



abu-abu,



struktur



masih,



tekstur



holokristalin,



equigranular, dan subhedral, serta komposisi mineral berupa kuarsa dan plagioklas, dengan nama batu diorit (Thorpe dan Brown,1985). -



Batuan dengan nomor peraga 80 merupakan batuan beku hipabisal yang memiliki warna cokelat, struktur masif, tekstur holokristalin, subhedral, dan inequigranular, serta memiliki komposisi mineral berupa biotit, palgioklas, dan hornblende, dengan nama batuan andesite porfir (Thorpe dan Brown, 1985). 52



-



Batuan dengan nomor peraga 41 merupakan batuan beku plutonik yang berwarna hitam kehijauan. Memiliki struktur masif, tekstur holokristalin, subhedral, dan equigranular, serta memiliki komposisi mineral berupa piroksen dan plagioklas, dengan nama batuan gabbro (Thorpe dan Brown, 1985).



-



Batuan dengan nomor peraga 15 adalah batuan metamorf non foliasi yang memiliki



warna



hijau



kehitaman,



struktur



non



foliasi,



tekstur



kristaloblastik, memiliki butir yang fanerik, dan bentuk yang anhedral, serta memiliki komposisi mineral berupa serpentine, dengan nama batuan serpentinite (Berdasarkan komposisi).



5.1 Saran -



Praktikan harus lebih aktif lagi pada saat praktikum berlangsung, agar tercipta suasana yang cair dan kondusif.



-



Menambahkan waktu pada saat mendeskripsikan batuan.



-



Praktikan harus datang tepat waktu, dan bersifat tenang pada saat praktikum berlangsung.



53



DAFTAR PUSTAKA Diktat Praktikum Mineralogi. 2013. Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. http://ayobelajargeologi.blogspot.com/2013/04/1_11.html



(Diakses



pada hari



Minggu, tanggal 03 November 2013 pada pukul 23.03 WIB). http://geografi-geografi.blogspot.com/2012/02/tekstur-dan-klasifikasi-batuanbeku.html (Diakses pada hari Minggu, tanggal 3 November 2013 pada pukul 23.17 WIB). http://tambangunp.blogspot.com/2013/07/struktur-dan-tekstur-batuan.html (Diakses pada hari Minggu, tanggal 03 November 2013 pada pukul 23.28 WIB). http://geologist24.blogspot.com/2011/09/sifat-fisik-mineral.html (Diakses pada hari Senin, tanggal 04 Oktober 2013 pada pukul 08.10 WIB)



54