Laporan Pendahuluan Ensefalitis Pada Anak Di Rsud Kota Bogor [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ENSEPALITIS PADA ANAK DI RUANG ANAK RSUD KOTA BOGOR



DISUSUN OLEH: TIURMAULI ROTUA SIMANJUNTAK NIM : 2020152016



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIJAYA HUSADA BOGOR 2019



A. Konsep Dasar Penyakit 1. Pengertian / Definisi a. Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen dan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna.L. Wong, 2000). b. Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto, 2007). c. Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). d. Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007). e. Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.



2. Etiologi a. Untuk



mengetahui



penyebab



encephalitis



perlu



pemeriksaan



bakteriologik dan virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama.



Berbagai



macam



mikroorganisme



dapat



menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirochaeta,



dan



virus.



Bakteri



penyebab



 ensefalitis adalah



Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu. Encephalitis dapat disebabkan karena: a) Arbovirus Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan serangga. Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari. b) Enterovirus Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes zoster. Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat pula mengakibatkan penyakit mumps (gondongan). c) Herpes Simpleks Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat mematikan di Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995). d) Amuba Amuba



penyebab



encephalitis



adalah



amuba



Naegleria



dan



Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui mukosa mulut saat berenang.



e) Rabies Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulanbulan. f) Jamur Jamur



yang



dapat



menimbulkan



encephalitis



adalah



fungus



Blastomyces dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja di luar rumah. Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit. 3. Manifestasi Klinis Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan penglihatan. (Mansjoer,2000). Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut : a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia b. Kesadaran dengan cepat menurun c. Muntah d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja (kejang-kejang di muka). e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal  paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya. Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.



4. Anatomi dan Fisiologi a. Meninges Menurut Roger Watson (2002), meninges ialah membran protektif yang melapisi sistem saraf pusat. Ada tiga lapisan meninges, yaitu: 1) Duramater



Lapisan luar, yang disebut duramater, merupakan membran fibrosa kuat yang mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar yang melapisi permukaan dalam tengkorak dan membentuk periosteum. Pada foramen magnum, lapisan ini berlanjut sebagai periosteum pada permukaan luar tengkorak. Lapisan dalam dura menonjol ke dalam di titik-titik tertentu untuk membentuk suatu lapisan ganda yang memisahkan bagian-bagian otak dan membantu mempertahankan bagian-bagian tersebut di tempat. Falk serebri merupakan salah satu lapisan di antara dua hemifere cerebral. Lipatan yang lain ialah tentorium serebelum, yang terletak di antara serebrum dan serebelum. Dua lapisan ini saling berhubungan, tetapi terpisah ketika ada penutupan venosa sinus. Lapisan bagian dalam duramater juga menutupi medula spinalis sampai sakrum. Ruang sub-dural adalah ruang yang potensial, bukan aktual, yang terdapat di antara bagian-bagian otak.



2) Araknoid-Mater Lapisan tengah, araknoid-mater adalah membran halus langsung di bawah dura dan masuk di antara bagian-bagian otak. Ruang sub-dural terletak di antara araknoid dan piamater dan di sini terdapat cairan serebrospinal. Antara serebelum dan medula oblongata, terdapat rongga yang cukup besar, yang disebut sisterna magna. Tempat ini digunakan untuk mengambil contoh cairan serebrospinal pada anak kecil. Araknoid bersama dura berfungsi sebagai pembungkus sampai ke medula spinalis dan membentang sampai sakrum. Cairan serebrospinal bersih, tidak bau, dan terdapat di ruang subaraknoid dan ventrikel otak. Cairan ini disekresi oleh koroid pleksus di dalam ventrikel dan melewati dua ventrikel lateral, yang kemudian manyatu dengan yang lain dengan ventrikel ketiga melalui foramen interventrikel, kemudian ke ventrikel ketiga dan kemudian melalui sebuah saluran sempit, yang disebut aqueduk, ke dalam ventrikel ke empat. Ada tiga lubang di atap ventrikel keempat yang dilalui cairan serebrospinalis yang masuk ke dalam ruang subaraknoid. Di sini cairan tersebut bersirkulasi mengelilingi bagian luar otak dan medula spinalis. Akhirnya, cairan diabsorpsi melalui granulasi araknoid, yang merupakan penonjolan kecil araknoid meter, ke dalam sinus venosa. Komposisi cairan serebrospinal sama dengan plasma darah, walaupun cairan serebrospinal hanya mengandung sedikit protein. Jumlah totalnya kira-kira 120 ml, dengan tekanan 60-150 mmH 2O, mengandung 200-300 mg protein/l dan sekitar 2,8-4,4 mmol glukosa/l. jumlah ini dapat berubah jika terjadi penyakit. Fungsi utama cairan serebrospinal ialah melindungi otak dan medula spinalis dengan membentuk bantalan air di antara jaringan saraf yang halus dan dinding kavum tulang yang ditempati jaringan dan dinding tersebut. Cairan serebrospinal juga mempertahankan



tekanan di dalam tengkorak konstan dan membuang sampah dan substansi baracun. 3) Piamater Lapisan dalam, piamater adalah membran vaskuler dan berhubungan dengan permukaan luar otak dan medula spinalis. b. Otak Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer semua alat tubuh, bagian dari semua saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:



1) Cerebrum



(Otak Besar)



Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama cerebral cortex, forebrain atau otak depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Kecerdasan intelektual atau IQ Anda juga ditentukan oleh kualitas bagian ini. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan



yang menyerupai parit disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masingmasing adalah : a) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. b) Lobus parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. c) Lobus temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. d) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. Apabila diuraikan lebih detail, setiap lobus masih bisa dibagi menjadi beberapa area yang punya fungsi masing-masing, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.  



Selain dibagi menjadi 4 lobus, cerebrum (otak besar) juga bisa



dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Kedua belahan itu terhubung oleh kabel-kabel saraf di bagian bawahnya. Secara umum, belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Otak kanan terlibat dalam kreativitas dan kemampuan artistik. Sedangkan otak kiri untuk logika dan berpikir rasional.



2) Cerebellum (Otak Kecil) Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju. 3) Brainstem (Batang Otak) Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri dari empat bagian, yaitu:



a) Diensepalon adalah bagian batang otak paling atas, terdapat diantara serebellum dengan mesensepalon. b) Mesensepalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. c) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan. d) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur. 4) Limbic System (Sistem Limbik)



Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus



dan



korteks



limbik.



Sistem



limbik



berfungsi



menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.



Bagian terpenting dari sistem limbik adalah hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung  menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta, penghargaan dan kejujuran.



5. Patofisiologi



Faktor-faktor predisposisi : pernah mengalami campak, cacar air, herpes, dan bronkopneumonia



Virus bakteri masuk jaringan otak secara local, hematopen, dan melalui saraf-saraf



Peradangan di otak



Pembentukan eksudat dan transudat



Edema serebral



Gangguan perfusi Jaringan serebral



Iritasi korteks serebral area fokal



Kerusakan saraf kranial V



Kerusakan Saraf Kranial IX



Suhu tubuh meningkat



Kejang nyeri Kepala



Kesulitan menguyah



Sulit makan



Defisit cairan dan hipovolemi k



Resiko tinggi trauma, Nyeri



Reaksi kuman patogen



Beredar ke Pembuluh Darah



Resiko Tinggi Infeksi



Resiko tinggi deficit cairan, dan hipovolemik Kesadaran menurun Gangguan mobilisasi fisik



Penumpukan sekret



Gangguan bersihan jalan



Gangguan persepsi sensori



Koping individu tidak efektif (Kecemasan,Kurang pengetahuan)



Pemenuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan



Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah,saraf perifer atau saraf kranial,menetap dan berkembang biak menimbulkan proses peradanga.Kerusakan pada myalin pada akson dan white matter dapat pula terjadi.Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan,edema,nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial.Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan peningkatan tekanan intrakranial. Urut – urutan bervariasi sesuai dengan agen infeksi dan hospes.Pada umumnya virus masuk sistem limfatik ,melalui penelanan enterovirus,pemasukan pada membran mukosa oleh campak,rubela,VVZ atau HSV ,atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain.Ditempat tersebut,mulai terjadi multiplikasi,dan masuk aliran darah menyebabkan infeksi beberapa organ.Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam,sistemik,tetapi jika terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati ,penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi .Invasi SSS disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis.HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf. 6. Komplikasi  Retardasi mental  Kejang  Demensia  Paralisis  Kebutaan  Iritabel  Gangguan motorik



 Epilepsi  Emosi tidak stabil  Sulit tidur  Halusinasi  Enuresis  Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain. 7. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001) yaitu : a. Biakan : 1) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. 2) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. 3) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif. 4) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur positif. b. Pemeriksaan Serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. c. Pemeriksaan Darah : terjadi peningkatan angka leukosit. d. Punksi Lumbal. Cairan serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. e. EEG/ Electroencephalography. EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).



f. CT Scan.  Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema difusi, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis Herpes Simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal 8. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain : a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan. b. Terapi Antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter : 1) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. 2) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. c. Bila Encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral Acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan. d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi. e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak. g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak. h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak. i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal.



j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali. k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama. l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam. m. Mempertahankan Ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit). n. Penatalaksanaan Shock Septik. o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan. p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral.



B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Biodata Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi. b. Keluhan Utama Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang. c. Riwayat Penyakit Sekarang. Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah



dialami



sebelumnya.



Biasanya



pada



masa



prodromal



berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s akit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi saraf otak. d. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran. Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang



pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahi rdalam usia kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. e. Riwayat Penyakit Yang Lalu. Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan. f. Riwayat Kesehatan Keluarga. Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983). g. Riwayat Sosial. Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne, 1991). h. Kebutuhan Dasar (aktfitas sehari-hari). Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini



sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak. i. Pemeriksaan Fisik. Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi : a) Keadaan Umum. Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses peradangan otak. b) Gangguan Sistem Pernafasan. Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri Susilaningsih, 1994). c) Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik



pada



daerah



tersebut,



hal



ini



akan



merangsaang



vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung. d) Gangguan Sistem Gastrointestinal. Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat



pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994). j. Pertumbuhan dan Perkembangan. Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST. 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan



serebri



yang berhubungan



dengan



peningkatan tekanan intracranial b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran. c. Risiko tinggi defisit cairan dan hipovolemik d. Risiko tinggi gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan



dengan



ketidakmampuan



menelan,



keadaan



hipermetabolik e. Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran f. Resiko kejang berulang g. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak



h. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif i. Gangguan persepsi sensorik yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik, tranmisi sensorik, dan integrasi sensori. j. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit,



perubahan



psikososial,



perubahan



persepsi



kognitif,



perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan. k. Cemas yang berhubungan ancaman, kondisi sakit, dan perubahan kesehatan. 3.



Intervensi Keperawatan Dx 1 : Gangguan perfusi jaringan cerebri berhubungan dengan



peningkatan tekanan



intracranial Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: a. Mempertahankan



tingkat



kesadaran



biasanya/membaik



dari



fungsi



motorik/sensorik. b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil. c. Melaporkan tak adanya/menurunkan berat sakit kepala. d. Mendemonstrasikan tak adanya perbaikan kognitif dan tanda peningkatan TIK.



Intervensi



Rasionalisasi



Mandiri 1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala 1. Perubahan tekanan CSS mungkin datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi



merupakan potensi adanya risiko



setelah dilakukan fungsi lumbal.



herniasi



batang



memerlukan



otak



tindakan



yang medis



dengan segera. 2. Pantau/catat status neurologis dengan teratur 2. Pengkajian kecenderungan adanya dan bandingkan dengan keadaan normalnya,



perubahan tingkat kesadaran dan



seperti GCS.



potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,



penyebaran/luasnya



perkembangan 3. Kaji



adanya



regiditas



nukal,



dari



dan



kerusakan



serebral gemetar, 3. Merupakan indikasi adanya iritasi



kegelisahan yang meningkat, peka rangsang



meningeal



dan



mungkin



juga



dan adanya serangan kejang.



terjadi dalam periode akut atau penyembuhan dari trauma otak.



4. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah.Catat



4. Normalnya, autoregulasi mampu



serangan dari/hipertensi sistolik yang terus



mempertahankan



menerus dan tekanan nadi yang melebar.



serebral dengan konstan sebagai dampak



adanya



aliran



darah



fluktuasi



pada



tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi



autoregulasi



mengikuti



kerusakan



mungkin vaskuler



serebral lokal atau difus yang menimbulkan



peningkatan



TIK.



Fenomena ini dapat ditunjukan oleh peningkatan tekanan darah sistemik yang bersama’an dengan penurunan tekanan darah diastolik (tekanan 5. Pantau frekuensi/irama jantung



nadi yang melebar). 5. Perubahan pada frekuensi (tersering adalah bradikardia) dan disritmia dapat terjadi, yang mencerminkan trauma/tekanan batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang



mendasari. 6. Pantau pernapsan, catat pola dan irama 6. Tipe dari



pola



pernapasan



pernapasan, seperti adanya periode apnea



merupakan tanda yang berat dari



setelah hiperventilasi yang disebut pernapasan



adanya



peningkatan



TIK/daerah



cheyne-Stokes.



serebral yang terkena dan mungkin merupakan indikasi perlunya untuk melakukan intubasi dengan disertai



pemasangan ventilator mekanik 7. Pantau suhu dan juga atur suhu lingkungan 7. Demam biasanya berhubungan sesuai kebutuhan. Batasi pengguna’an selimut,



dengan



proses



inflamasi



lakukan kompres hangat



jika ada demam.



mungkin merupakan komplikasi



Tutupi ekstremitas dengan selimut ketika



dari kerusakan pada hipotalamus.



selimut hipotermia digunakan.



Terjadi



peningkatan



tetapi



kebutuhan



metabolisme dan konsumsi oksigen (terutama dengan menggigil), yang 8. Pantau



masukan



dan



haluaran.



dapat meningkatkan TIK. Catat 8. Hipertermia meningkatkan



karakteristik urine, turgor kulit, dan keada’an



kehilangan air takkasatmata dan



membrane mukosa.



meningkatkan



risiko



dehidrasi,



terutama jika tingkat kesadaran menurun/munculnya



mual



menurunkan pemasukan melalui oral. Catatan : SIADH mungkin akan terjadi, yang berpotensi untuk terjadinya retensi cairan dengan terbentuknya edema dan penurunan 9. Bantu pasien untuk berkemih/membatasi batuk,



pengeluaran urine. 9. Aktivitas seperti



ini



akan



muntah, mengejan. Anjurkan pasien untuk



meningkatkan tekanan intratorak



mengeluarkan napas selama



dan



pergerakan/perpindahan di tempat tidur.



meningkatkan



intraabdomen



yang



TIK.



dapat



Ekshalasi



selama perubahan posisi tersebut dapat mencegah pengaruh manuver Valsalva. 10. Berikan tindakan yang menimbulkan rasa 10. Meningkatkan nyaman, seperti massase punggung, lingkungan



istirahat



dan



menurunkan stimulasi sensorik



yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut. 11. Berikan waktu



istirahat



antara



yang berlebihan.



aktivitas 11. Mencegah kelelahan berlebihan.



perawatan dan batasi lamanya tindakan tersebut



Aktivitas yang dilakukan secara terus



menerus



meningkatkan



dapat



TIK



menghasilkan



akumulatif



stimulus. 12. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan 12. Mendengarkan pasien jika diperlukan.



dengan



menyenangkan



suara



yang



dari



orang



terdekat/keluarga



tampaknya



menimbulkan pengaruh relaksasi pada



beberapa



pasien



dan



mungkin akan dapat menurunkan TIK. Kolaborasi 13. Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 13. Peningkatan



derajat sesuai toleransi/indikasi. Jaga kepala



aliran



dari



kepala akan menurunkan TIK.



pasien tetap berada pada posisi netral. 14. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen 14. Terjadinya sesuai kebutuhan.



vena



asidosis



dapat



menghambat masuknya oksigen pada



tingkat



sel



yang



memperburuk/meningkatkan 15. Gunakan selimut hipotermia.



iskemia serebral. 15. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler



untuk



pembentukan



membatasi



edema



serebral,



dapat juga menurunkan risiko terjadinya “fenomena rebound” 16. Klorpomasin (Thorazine)



ketika menggunakan manitol. dalam mengatasi



16. Obat pilihan



kelainan menggigil



postur



tubuh



yang



atau dapat



meningkatkan TIK. Catatan : obat ini dapat menurunkan kejang



atau



sebagai



ambang pencetus



terjadinya toksisitas dilantin 17. Asetaminofen (Tylenol), baik oral maupun 17. Menurunkan metabolisme rectal.



seluler/menurunkan



konsumsi



oksigen dan risiko kejang.



Dx 2 : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria. a.



Secara subjektif sesak nafas berkurang



b.



Frekuensi nafas 16-20 kali permenit



c.



Tidak menggunakan otot bantu nafas



d.



Retraksi ICS (-)



e.



Ronki (-/-)



f.



Mengi (-/-)



g.



Dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif Intervensi Kaji pungsi paru, adanya bunyo nafas Memantau tambahan, perubahan irama dan kedalaman, potensial.



dan



Rasional mengatasi



Pengkajian



fungsi



komplikasi pernafasan



penggunaan otot-otot aksesori, warna dan dengan interval yang teratur adalah penting kekentalan sputum



karena pernafasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan karena adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkosta dan



Atur posisi fowler dan semi fowler



diafragma yang berkembang dengan cepat Peninggian kepala tempat tidur memudahkan penafasan, meningkatkan ekspansi dada dan



Ajarkan cara batuk efektif



meningkatkan batuk efektif Klien berada pada resiko tinggi jika tidak dapat



batuk



dengan



efektif



untuk



membersihkan jalan nafas dan mengalami



kesulitan



dalam



menyebabkan Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dada



menelan aspirasi



yang



dapat



saliva



dan



mencetuskan gagal nafas akut Terapi fisik dada membantu meningkakan



batuk lebih efektif Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti minum Pemenuhan cairan air putih dan pertahankan asupan cairan mukus



yang



dapat



kental



dan



mengencerkan dapat



untuk



2500 ml/hari



pemenuhan cairan yang banyak keluar dari



Lakukan penghisapan lendir dijalan nafas



tubuh Pengisapan



mungkin



mempertahnkan



diperlukan



kepatenan



jalan



untuk nafas



menjadi bersih Dx 3 : Risiko defisit cairan dan hipovolemik berhubungan dengan hipertermi yang menyebabkan evaporasi berlebihan dan keadaan hipermetabolik. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: a. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal, HT normal. b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. Intervensi Rasionalisasi Pertahankan catatan intake dan output yang Intake dan output dapat menggambarkan akurat.



status kebutuhan cairan klien. Intake dan output harus dalam keadaan balance



untuk mencegah kehilangan cairan. Monitor status hidrasi (kelembaban membran Status hidrasi merupakan tanda yang mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik)



diobservasi untuk melihat kecukupan volume cairan klien dan baik buruknya



Monitor vital sign/TTV



sirkulasi klien. Tanda-tanda vital



menggambarkan



kondisi umum klien. Pemantauan dapat dilakukan dengan melihat grafik TTV untuk



dapat



mengetahui



perubahan



keadaan klien setiap waktu. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung Masukan makanan/cairan intake kalori harian



dapat



memengarhi status kebutuhan cairan klien



dan



dapat



untuk



menghitung



kebutuhan kalori klien agar kebutuhan cairan dan kalori klien tercukupi dengan tepat dan sesuai kondisi, usia, dan BB Kolaborasikan pemberian cairan IV



klien. Cairan



IV



membantu



memenuhi



kebuthan cairan dan elektrolit secara cepat



ketika



demam



tinggi



dan



berlangsung lama yang menyebabkan peningkatan



metabolisme



tubuh



dan



evaporasi berlebihan. Dorong masukan oral. Dorong keluarga untuk Selain cairan dari minuman, makanan membantu klien makan.



juga sangat penting untuk mengimbangi balance cairan dan untuk mencegah kekosongan lambung serta menambah energi. Anak biasanya akan terstimulasi untuk makan dengan kehadiran keluarga yang menemaninya.



Dx 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan saraf kranial V dan IX yang menyebabkan kesulitan mengunyah dan kesulitan makan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria. a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan c. Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan



f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti Intervensi Rasional Kaji adanya alergi makanan Untuk mengetahui adanya Berikan oksigen tambahan selama makan Menurunkan dispneu dan sesuai indikasi Kalaborasi dengan



ahli



gizi



energi dan maka untuk Memenuhi kebutuhan kalori didasarkan pada



menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang situasi diperlukan pasien.



meningkatkan



atau



kebutuhan



individu



untuk



memeberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien atau penggunaan energi



Yakinkan diet yang dimakan mengandung Untuk mencegah konstipasi. tinggi serat Berikan makanan yang terpilih (sudah Untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang. dikonsultasikan dengan ahli gizi) Berikan



informasi



tentang



kebutuhan Agar pasien mengetahui jenis nutrisi yang



nutrisi.



dibutuhkan oleh tubuh



Berikan perawatan oral sering, buang Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah sekret, berikan wadah khsus untuk sekali pencegahan terhadap nafsu makan dan dapat pakai, dan tissue.



membuat



mual



dan



muntah



dengan



peningkatan kesulitan nafas. Dorong periode istirahat selama satu jam Membantu menurunkan kelemahan selama sebelum dan sesudah makan. Berikan waktu makan dan memberikan kesempatan makan porsi kecil tapi sering. Hindari



makanan



penghasil



untuk meningkatkan masukan kalori total. gas



minuman karbonat.



dan Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea



Hindari makanan yang sangat panas atau Suhu



ekstrem



dapat



mencetuskan



atau



sangat dingin.



meningkatkan spasme batuk.



Timbang berat badan sesuai indikasi.



Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori,



menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan



rendah



nutrisi.



Catatan



:



penurunan berat badan dapat berlangsung meskipun masukan adekuat sesuai dengan edema Kaji



pemeriksaan



laboratorium



misal Mengevaluasi atau mengatasi kekuranga dan



albumin serum transferin, profil asam mengawasi keefektifan terapi nutrisi. amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.



Dx 5



: Resiko tinggi trauma



berhubungan dengan intasi korteks



serebral



mempredisposisikan muatan neural dan aktivitas kejang umum,keterlibatan area lokal



(kejang



fokal),kelemahan



umum,



paralisis,



parestesia,ataksia,dan



vertilago. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain. Intervensi Mandiri



Rasionalisasi



Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki



Mencerminkan adanya iritasi SSP



dan mulut atau otot wajah yang lain



secara



umum



yang



memerlukan



evaluasi segera dan intervensi yang mungkin



untuk



mencegah



Berikan keamanan pada pasien dengan member



komplikasi. Melindungi pasien jika terjadi kejang.



bantalan



tidur,



Catatan: Memasukkan jalan napas



tetep



buatan/gulungan lunak hanya jika



terpasang dan pasang jalan napas buatan plastik



rahangnya relaksasi, jangan dipaksa,



pada



pertahankan



penghalang



penghalang



tempat



tempat



tidur



atau gulungan lunak dan alat penghisap.



memasukkan



ketika



giginya



mengatup, dan jaringan lunak akan Pertahankan tirah baring selama fase akut.



rusak. Menurunkan risiko terjatuh/trauma



Pindahkan/gerakkan



ketika terjadi vertigo, sinkope atau



dengan



bantuan



sesuai



membaiknya keadaan.



ataksia.



Kolaborasi Berikan obat sesuai indikasi, seperti fenitonin



Merupakan



(Dilatin),



penanganan dan pencegahan kejang.



diazepam



(Valium),



fenobarbital



(Luminal).



indikasi



Catatan:



Fenobarbital



untuk dapat



menyebabkan depresi pernapasan dan sedative serta menutupi tanda/gejala dan peningkatan TIK.



Dx 6 : Nyeri [akut] berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi/inflamasi dantoksin dalam sirkulasi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: a. Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol b. Menunjukkan postur rileks c. Mampu tidur/istirahat dengan tepat.



Intervensi



Rasionalisasi



Mandiri Berikan lingkungan yang tenang ruangan agak



Menurunkan



gelap sesuai indikasi



stimulasi dari luar atau sensitivitas pada



cahaya



reaksi dan



terhadap



meningkatkan



Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan



istirahat/relaksasi. Meningkatkan



perawatn diri yang penting



menumpulkan resepsi sensori yang



vasokonstriksi,



Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin



selanjutnya akan menurunkan nyeri. Menurunkan gerakan yang dapat



di atas mata Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman,



meningkatkan nyeri. Menurunkan iritasi



seperti kepala agak tinggi sedikit pada meningitis.



resultan



Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara



lanjut. Dapat



tepat dan masase otot daerah leher/bahu.



ketegangan otot yang meningkatkan



meningeal,



ketidaknyamanan membantu



lebih



merelaksasika



reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri



tersebut. Meningkatkan relaksasi otot dan



leher/punggung jika tidak ada demam dan



menurunkan rasa sakit/ rasa tidak



anjurkan untuk melakukan napas dalam. Kolaborasi



nyaman.



Berikan analgetik, seperti asetaminofen, kodein.



Mungkin



diperlukan



untuk



menghilangkan nyeri yang berat. Catatan:



Narkotik



mungkin



merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan ketidak-akuratan dalam pemeriksaan neurologis.



Dx 7 : Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,persepsi atau kognitif,nyeri,tirah baring dan penurunan kekuatan/ketahanan otot. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: a. Mencapai kembali atau mempertahankan b.



Posisi fungsional optimal yang ditunjukkan



c. Oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. d. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum. e. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.



Intervensi Rasionalisasi Periksa kembali kemampuan dan keadaaan secara Mengidentifikasi kemungkinan secara



fungsional



pada



kerusakan



yang



terjadi. fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.



Berikan/ bantu untuk melakukan latihan rentang Mempertahankan



mobilisasi



gerak.



posisi



fungsi



sendi/



ekstremitas Letakkan



dan



dan normal



menurunkan



terjadinya vena yang statis pasien pada posisi tertentu untuk Perubahan posisi yang



teratur



menghindari kerusakan karena tekanan ubah posisi menyebabkan penyebaran terhadap pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan berat



badan



dan



meningkatkan



posisi antara waktu perubahan posisi tersebut. sirkulasi pada seluruh bagian badan Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas dengan pelembab dan ganti linen/ pakaian yang kulit



dan



menurunkan



resiko



basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih terjadinya ekskorlasi kulit dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang dan mencegah decubitus) Bantu



pasien



dengan



program



latihan



dan Proses penyembuhan yang lambat



penggunaan alat mobilisasi



seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting



Dx 8 :Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: a. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi. b. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residu. c. Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk



mengkompensasi/mengahadapi Intervensi



defisit. Rasionalisasi



Mandiri Kaji kesadaran sensorik seperti respon panas /



Informasi penting untuk keamanan



dingin atau benda tajam / tumpul dan kesadaran



pasien. Semua system sensorik dapat



terhadap



terpengaruh



gerakan



dan



letak



tubuh.



denagn



adanya



perubahan



kehilangan



sensasi



/



kemampuan untuk menerima dan berespon secara stimulasi. Catat adanya perubahan yang spesifik dalam hal



Membantu melokalisasi daerah otak



kemampuan seperti memusatkan kedua mata



yang



dengan mengikuti instruksi verbal yang sederhana.



mengidentifikasi



mengalami



gangguan



dan tanda



perkembangan terhadap peningkatan fungsi neurologi. Kolaborasi Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian



Memberikan terapi pada klien untuk



terapi



membentu proses penyembuhan.



Dx 9 : Ansietas / ketakutan / kecemasan berhubungan dengan krisis situasi, transmisi interpersonal dan keikutsertaan merasakan ancaman kematian / perubahan dalam status kesehatan (keterlibatan otak) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah klien teratasi dengan kriteria: a. Mengakui dan mendiskusikan rasa takut. b. Mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi. c. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.



Intervensi



Rasionalisasi



Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien/



Gangguan tingkat kesadaran dapat



keluarga. Catat adanya tanda-tanda verbal atau



mempengaruhi ekspresi rasa takut



nonverbal.



tetapi



Mandiri



tidak



menyangkal



keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi Berikan penjelasan kepada keluarga hubungan



bagaimana



informasi



tersebut diterima oleh individu. Meningkatkan pemahaman,



anatara proses penyakit dan gejalanya.



mengurangi



rasa



takut



karena



ketidaktahuan dan dapat membantu Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian



menurunkan ansietas. Penting untuk



dan berikan informasi tentang prognosa penyakit.



kepercayaan meningitis



menciptakan



karena



diagnose



mungkin



menakutkan,



ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan pada Jelaskan kepada klien / orang tua / keluarga dan



pasien dan juga keluarga. Dapat meringankan ansietas terutama



persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum



ketika



dilakukan. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan



melibatkan otak. Mengungkap rasa



isi pikiran dan perasaan takutnya.



terbuka dimana rasa takut dapat



Libatkan



ditujukan. Meningkatkan



pasien/keluarga



dalam



perawatan,



perencanaan kehidupan sehari-hari,



membuat



pemeriksaan



terhadap



diri



tersebut



takut



perasaan dan



secara



control



meningkatkan



keputusan sebanyak mungkin. Berikan dukungan terhadap perencanaan gaya



kemandirian. Meningkatkan



hidup



keberhasilan dalam penyembuhan.



yang



nyata



setelah



sakit



dalam



perasaan



akan



keterbatasannya tetapi sepenuhnya menggunakan kemampuan/kapasitas pasien. Berikan petunjuk mengenai



sumber-sumber



Memberikan jaminan bahwa bantuan



penyokong yang ada, seperti keluarga, konselor



yang diperlukan adalah penting untuk



professional dan sebagainya.



meningkatkan/menyokong



Biarkan keluarga mengetahui bahwa perilaku yang



mekanisme koping pasien. Tingkah laku yang aneh mungkin



tidak sesuai/tidak seperti biasanya berhubungan



akan ditunjukan pada gangguan lobus



dengan gangguan serebral dan keterbatasan diri



temporal dalam herpes ensefalitis



yang biasa.



dapat



sangat



selanjutnya ansietas



dan



mengancam, akan



yang



menimbulkan



sangat



berpotensi



menimbulkan rasa tidak berdaya atau



Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.Berikan



kehilangan Memperhatikan



penjelasan



tidak



pasien memberikan peningkatan akan



kerusakan otak itu menjadi permanen maka kejang



harga diri pasien dan melindungi



akan hilang bersamaan dengan adanya proses



pasien dari rasa malu.Kejang dapat



penyembuhan.



disamakan dengan stigma epilepsy



pada



pesien/keluarga



jika



kebutuhan



privasi



dan penjelasan tentang yang sedang terjadi



dalam



hubungnnya



pada



penyakit sekarang dapat menurunkan ansietas meningkatkan pemahaman terhadap kondisinya.



4. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahapan pelaksanaan terdiri dari : a. Persiapan Kesiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan 1) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan. 2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan. 3) Mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul. 4) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan. 5) Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan yang dilakukan. 6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etika terhadap resiko dari potensial tindakan.



b. Implementasi adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan



kewenangan



dan



tanggung



jawab



secara



profesional



sebagaimana terdapat dalam standar praktek keperawatan meliputi : 1) Independent Tindakan keperawatan independent adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. 2) Interdependent Interdependen tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya : tenaga sosial, ahli gizi fisioterapi dan dokter. 3) Dependent Tindakan dependent berhubungan dengan pelaksanaan rencana medis. c. Dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap kejadian dalam proses keperawatan.



5. Evaluasi a. Pengertian



Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksananya sudah berhasil dicapai. b. Tujuan Evaluasi Untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, perawat dapat mengambil keputusan berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan yakni : 1) Meyakini rencana tindakan keperawatan klien, tujuan yang ditetapkan. 2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien menemui kesulitan untuk mencapai tujuan ). c. Proses Evaluasi 1) Mengukur pencapaian tujuan. 2) Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan (penentuan keputusan pada tahap evaluasi) pada tahap ini ada



3



kemungkinan keputusan yakni :  Klien telah mencapai hasil yang telah ditentukan dalam tujuan.  Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.  Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah di tentukan ada dua komponen untuk mengevaluasi kwalitas tindakan keperawatan yaitu : (a) Proses (Formatif) Fokus tipe evaluasi hasil adalah aktivitas dari proses keperawatan dan kuantitas pelayanan tindakan keperawatan sistem penulisan pada tahap evaluasi ini dapat menggunakan sistem subjektif,



objektif, analisa perencanaan (SOAP) atau model dokumentasi lainnya. (b) Hasil (sumatif) Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan klien-tife ini dilaksanakan secara paripurna pada akhir tindakan keperawatan, sumatif valuasi adalah objektif, fleksibel dan efisien. d. Komponen Evaluasi Dibagi menjadi 5 komponen yaitu 1. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi. 2. Mengungkapkan data menyertai keadaan klien terbaru. 3. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar. 4. Merangkum hasil dan membuat kumpulan. 5. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan. Perawat dalam mengevaluasi untuk melihat sejauh mana tujuan yang telah di capai oleh klien setelah mendapatkan tindakan atau asuhan keperawatan. Evaluasi yang dapat di gunakan yaitu evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif, evaluasi yang di lakukan pada akhir dari seluruh proses asuhan keperawatan yang di berikan dan dilakukan secara terus menerus dengan menilai respon terhadap tindakan yang di lakukan. DAFTAR PUSTAKA Arif, Mansur.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius



Dewanto, George dkk. 2007. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC Doengoes, Marilynn.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Muttaqin Arif. 2008. Bulu Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika Tarwoto dan wartonah. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan . Jakarta: Sagung Seto Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ensefalitis. (online). http://bkp2011. blogspot. com /2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien_24.html, diakses tanggal 23 April 2014 pukul 10.00.