Laporan Pendahuluan Hipotensi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Yenni
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GERONTIK HIPOTENSI (TEKANAN DARAH RENDAH) DI PUSKESMAS KERTOSARI BANYUWANGI 2019



Oleh : NAMA : YENNI NURITA SARI NIM : 2016.01.031



PRODI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI 2019



LEMBAR PENGESAHAN Laporan pendahuluan ini dibuat berdasarkan Praktik di Puskesmas Kertosari dengan “Hipotensi (tekanan darah rendah)” prosedur pembelajaran telah dilaksanakan : Hari/tanggal & tempat :



,



Januari 2019 di Puskesmas Kertosari.



MAHASISWA



(YENNI NURITA SARI)



PEMBINMBING AKADEMIK



(________________________)



PEMBIMBING KLINIK



(________________________)



KEPALA RUANGAN



(_______________________________)



A. DEFINISI LANJUT USIA. Lanjut usia merupakan kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Usia lanjut merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari ( Notoatmodjo, 2017). Lansia merupakan dua kesatuan fakta sosial dan biologi. Sebagai suatu faktu sosial, lansia merupakan suatu proses penarikan diri seseorang dari berbagai status dalam suatu struktur masyarakat. Secara fisik pertambahan usia dapat berarti semakin melemahnya manusia secara fisik dan kesehatan (Prayitno, 2015). Menurut Undang-Undang RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 ayat 1 bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan (Khoiriyah, 2019).



B. DEFINISI HIPOTENSI (TEKANAN DARAH RENDAH). Hipotensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah rendah dari 90/60 mmHg sehingga menyebabkan keluhan. Namun jika tidak terjadi keluhan dapat dikategorikan kondisi normal. Sedangkan tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan darah rendah yang terjadi saat ventricle beristirahat dan mengisi ruangannya.



Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik (Oxford, 2003). Hipotensi atau tekanan darah rendah adalah suatu keadaan dimana tekanan darah rendah dari nilai 90/60 mmHg tekanan darah cukup rendah, sehingga menyebabkan gejala-gejala seperti pusing dan pingsan (A.J. Ramadhan, 2010). Tekanan darah rendah adalah tekanan darah diastolik yang kurang dari 60 mmHg atau tekanan darah systolic yang kurang dari 90 mmHg. Ciri-ciri darah rendah adalah sesak napas, nyeri dada, dakit kepala, diare berkepanjangan, gangguan pencernaan, dsb. Penyebab darah rendah adalah sebagai berikut : Kekurangan volume darah, pelebaran pembuluh darah, anemia, masalah jantung, perubahan hormon dsb. (Andri Wang, 2014).



C. ETIOLOGI Banyak orang memiliki tekanan darah sistolik di bawah 100, tetapi beberapa orang mengalami gejala dengan tekanan yang rendah. Gejala tekanan darah rendah terjadi karena satu atau lebih dari organ tubuh tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup. (Benjamin C. Wedro, MD, FAAEM 2015). Jika tekanan darah rendah menyebabkan gejala klinis, penyebabnya akan berada di salah satu dari tiga kategori umum. Entah jantung tidak memompa dengan tekanan yang cukup, dinding arteri terlalu melebar, atau tidak ada cukup cairan intravaskular (pembuluh intra = dalam + vaskular = darah) dalam sistem (Benjamin C. Wedro, MD, FAAEM 2015).



1. Jantung Jantung adalah pompa listrik. Masalah dengan baik pompa atau listrik dapat menyebabkan masalah dengan tekanan darah rendah. Jika jantung berdetak terlalu cepat, tekanan darah bisa turun karena tidak ada cukup waktu bagi jantung untuk mengisi di antara setiap denyut (diastole). Jika jantung berdetak terlalu lambat, mungkin ada terlalu banyak waktu yang dihabiskan di diastol ketika darah tidak mengalir. Jika otot jantung telah rusak atau jengkel, mungkin tidak ada cukup kekuatan memompa untuk mempertahankan tekanan darah. Dalam serangan jantung (infark miokard), otot jantung cukup mungkin akan terkejut sehingga jantung terlalu lemah untuk memompa secara efektif. Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya satu arah. Jika katup gagal, darah dapat memuntahkan mundur, meminimalkan jumlah yang akan mengalir ke tubuh. Jika katup menjadi menyempit (stenosis), maka aliran darah dapat menurun. Kedua situasi dapat menyebabkan hipotensi.



2. Cairan intravascular Ruang cairan di dalam pembuluh darah terdiri dari sel-sel darah dan serum ( air , faktor pembekuan , bahan kimia , dan elektrolit ) a. Dehidrasi , hilangnya air , mengurangi total volume dalam ruang intravaskular ( dalam pembuluh darah ) . Hal ini dapat dilihat pada



penyakit dengan peningkatan kehilangan air . Muntah dan diare adalah tanda-tanda kehilangan air . 1) Pasien dengan pneumonia atau infeksi saluran kemih , terutama orang tua , rentan terhadap dehidrasi . 2) Korban kebakaran bisa kehilangan sejumlah besar cairan dari luka bakar mereka . b. Perdarahan mengurangi jumlah sel darah merah dalam aliran darah dan menyebabkan penurunan jumlah cairan di ruang intravaskular dan tekanan darah rendah.



D. PATOFISIOLOGI Tekanan pada perubahan posisi tubuh misalnya dari tidur ke berdiri maka tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh gravitasi. Pada orang dewasa normal, tekanan darah arteri rata-rata pada kaki adalah 180-200 mmHg. Tekanan darah arteri setinggi kepala adalah 60-75 mmHg dan tekanan venanya 0. Pada dasarnya, darah akan mengumpul pada pembuluh kapasitas vena ekstremitas inferior 650 hingga 750 ml darah akan terlokalisir pada satu tempat. Pengisian atrium kanan jantung akan berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga berkurang sehingga pada posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik hingga 25 mmHg, sedang tekanan diastolic tidak berubah atau meningkat ringan hingga 10 mmHg (Andhini Alfiani Putri F, 2012).



Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota tubuh bagian bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan arteri kepala akan turun mencapai 20-30 mmHg. Penurunan tekanan ini akan diikuti kenaikan tekanan persial CO2 (pCO2) dan penurunan tekanan persial O2 (pCO2) serta pH jaringan otak (Andhini Alfiani Putri F, 2012). Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat didalam dinding dan hamper setiap arteri besar didaerah dada dan leher, namun dalam jumlah banyak didapatkan dalam diding arteri karotis interna, sedikit di atas bifurcation carotis, daerah yang dikenal sebagai sinus karotikus dan dinding arkus aorta. Respon yang ditimbulkan baroreseptor berupa peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, peningkatan tekanan jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi, kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi zat vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan system Renin-Angiostensin Aldosteron, pelepasan ADH dan neurohipofisis. Kegagalan fungsi reflex autonomy inilah yang menjadi penyebab timbulnya hipotensi ortostatik, selain oleh factor penurunan curah jantung akibat berbagai sebab dan kontraksi volume intravascular baik yang relative maupun absolute. Tingginya kasus hipotensi ortostatik pada usia lanjut berkaitan dengan : (Andhini Alfiani Putri F, 2012). a. Penurunan



sensitivitas



baroreseptor



yang



diakibatkan



oleh



proses



atheroskleosis sekitar sinus karotikus dan arkus aorta, hal iniakan menyebabkan tak berfungsinya reflex vasokontriksi dan peningkatan



frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan kegagalan pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri. b. Menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot eksremitas inferior.



E. MANIFESTASI KLINIS Terhadat beberapa manifestasi dari beberapa Hipotensi : 1. Hipotensi, (Alo, 2014) Jantung berdebar kencang dan tidak teratur, pusing, lemas, mual, pinsan, pandangan buram dan kehilangan keseimbangan 2. Hipotensi Interadialisis, asympomatik hingga syok (Burton Etal, 2009) Perasaan tidak nyaman pada perut, mual, muntah, menguap, otot terasa kram, gelisah, pusing kecemasan. 3. Hipotensi Ortostatik, (Jeffrey B. Lanier,dkk, 2014) Pusing hingga pingsan.



F. KOMPLIKASI 1. Pingsan : hipotensi yang menyebabkan tidak cukupnya darah yang mengalir ke otak, sel-sel otak tidak meneri,a cukup oksigen dan nutrisi-nutrisi. Sehingga mengakibatkan pening bahkan pingsan. 2. Stroke : hipotensi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen yang menuju otak sehingga mengakibatkan kerusakan otak. Sehingga menimbulkan kematiain pada jaringan otak karena arteri otak tersumbat (infark serebral) atau arteri pecah (pendarahan).



3. Anemia : hipotensi pada tekanan darah 90/80 menyebabkan produksi sel darah merah yang minimal atau produksi sel darah merah yang rendah sehingga mengakibatkan anemia. 4. Serangan jantung : hipotensi yang mengakbatkan kurangnya tekanan darah yang tidak cukup untuk menyerahkan dara ke arter-arteri koroner (arteri yang menyuplai darah ke otot jantung) seingga menyebabkan nyeri dada yang mengakibatkan serangan jantung. 5. Gangguan ginjal : ketika darah yang tidak cukup dialirkan ke ginjalginjal, ginjal-ginjal akan gagal untuk mengeliminasi pembuanganpembuangan dari tubuh yaitu urea, dan creatin, dan peningkatan pada tingkat-tingkat hasil eliminasi didarah terjadi (contohnya : kenaikan dari blood urea nitrogen atau BUN,dan serum keratin. 6. Shock : tekanan darah yang rendah memacu jantung untuk memompa darah lebihbanyak, kondisi tersebut yang mengancam nyawa dimana tekanan darah yang gigih menyebabkan organ-organ seperti ginjal , hati, jantung, dan otak untuk secara cepat.



G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan jika gejala-gejala hipotensi terus menerus berulang namun sulit untuk mendokumentasikan kelainan-kelainan dalam pembacaan tekanan darah.Tes mungkin berguna dalam membedakan hipotensi



ortostatik



dari



gangguan



lain



yang



hadir



dengan



gejala



orthostasis,seperti sinkop neurocardiogenic dan juga mengevaluasi bagaiman tubuh bereaksi terhadap perubahan posisi. Langkah-langkah yang dilakukan saat dilakukan pemeriksaan : 1. Tes ini dilakukan diruangan yang tenang dengan suhu 680F hingga 750F(200C sampai 240C). 2. Pasien harus beristirahat sementara terlentang selama lima menit sebelum tes dimulai. 3. Sewaktu tes pasien diikat diatas meja yang rata,kemudian meja secara berangsur-angsur dimiringkan kesudut 70/80 derajat,pembacaan tekanan darah dan denyut jantung terus menerus diambil. 4. Pasien dibiarkan diatas meja selama lebih dari 10 menit untuk mencari perubahan-perubahan orthostatic tachycardia syndrome. Tes ini dianggap positif jika tekanan darah sistolik turun 20mmHg bawah dasar atau jika tekanan darah diastolik turun 10mmHg bawah baseline.Jika gejala terjadi selama pengujian,pasien harus dikembalikan ke posisi terlentang segera.



H. PENATALAKSANAAN Perawatan untuk penderita hipotensi tergantung penyebabnya yaitu : 1. Hipotensi kronik Hipotensi kronik jarang terdeteksi dari gejala. Hipotensi yang tak bergejala pada orang-orang sehat biasanya tak memerlukan perawatan.



Dalam mengatasi hipotensi berdasarkan penyebabnya yaitu dengan mengurangi atau menghilangkan gejalanya. a. Jika keluhan dirasakan klien saat keadaan diare terjadi, maka klien dianjurkan untuk pemulihan kepada kebutuhan cairannya, yang mempengaruhi



atau



mengurangi



volume



darah,



mengakibatkan



menurunnya tekanan darah. b. Kecelakaan



atau



luka



yang



menyebabkan



pendarahan,



akan



mengakibatkan kurangnya volume daran dan menurunkan aliran darah, untuk itu yang dibutuhkan oleh penderita adalah transfusi darah sesuai dengan yang dibutuhkan. c. Adanya kelainan jantung bawaan seperti kelainan katup, maka penderita harusmenjalani operasi jantung sesuai indikasi dokter, ataupun menjalani pengobatan



yang



intensif



untuk



tidak



memperburuk



keadaan



penderitanya. 2. hipotensi ringan Cara lain untuk mengatasi hipotensi, yaitu Menambahkan elektrolit. Penambahan elektrolit untuk diet dapat meringankan gejala dari hipotensi ringan. a. Minum kopi. Dosis kafein dipagi dapat memberikan efek karena kafein dapat memacu jantung untuk bekerja lebih cepat b. Pemberian posisi trendelenburg. Pada kasus hipotensi rendah dimana pasien masih merespon dengan meletakkan posisi kaki lebih tinggi dari pada punggung ( posisi trendelenburg.) posisi itu akan meningkatkan



aliran balik vena, sehingga membuat banyak darah memenuhi organorgan yang membutuhkan seperti bagian dada dan kepala. c. Klien yang sedang mengalami hipotensi, diharuskan banyak istirahat, dan membatasi aktifitas fisiknya selama keadaan ini. d. Klien dengan hipotensi harus membiasakan diri untuk mempunyai pola makan yang teratur dan mempunyai makanan pelengkap , seperti susu untuk meningkatkan stamina. Karena pada umumnya penderita hipotensi cukup lemah dan mudah lelah. e. Jika diperlukan misalnya pada klien dengan anemia maka klien harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi ataupun suplemen zat besi untuk meningkatkan sel-sel darah merah darah yang menambah volume darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah penderita. f. Penderita hipotensi dianjurkan untuk rajin berolahraga ringan, misal jogging, untuk melatih kerja jantung secara teratur, dan melancarkan aliran darah keseluruh tubuh. 3. hipotensi simtomatik : Hipotensi postural simtomatik dapat ditangani dengan mengatur posisi tidur



pasien



dengan



kepala



lebih



tinggi.



Fludrokortison,



suatu



mineralokortilkoid dapat juga berguna tapi banyak pasien tidak mempunyai respon yang baik terhadap obat ini dan obat obatan yang lain yang telah dicoba seperti indometasin Penanganan hipotensi yang dilakukan sendiri (lionel ginsberg, 2005). a. Perbanyak asupan cairan terutama air minum.



b. Tambahkan lebih banyak garam pada makanan, kecuali sudah konsisi lain yang tidak memperbolehkannya. c. Terarur berolahraga untuk membuat kondisi jantung dan pembulu darah menjadi lebih sehat . d. Berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain (Dr. Indra k. Muhtadi, 2013).



I. PATHWAY



Cairan



Jantung Terpapar panas terlalu lama, dehidrasi Kerusakan otot jantung



Menyetimulus jantung bekerja lebih keras Darah menuju ekstrimitas



Palpitasi



Curah jantung



Suplai darah tidak adekuat



Suplai darah ke otak tidak adekuat metabolisme



Keadaan fisik



Intoleransi aktifitas



anoreksi a



Mata berkunang kunang



Akral dingin



Pucat



Menganggu aktifitas sehari hari



Gangguan pemenuhan nutrisi



syncope



Jatuh



Rasti Cedera



J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A.



Pengkajian Fokus Menurut Doenges (2000) Dan Engram (1998) : 1. Aktifitas dan Istirahat Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan kesadaran, letarghi, hemiparesis, quadreplagia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot dan spastik otot. 2. Sirkulasi Gejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi dan distritmia). 3. Integritas Ego Gejala: Perubahan tingkah laku / kepribadian (demam). Tanda.: Cemas, mudah tersinggung, delrium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif. 4. Eliminasi Gejala: Inkontinensia kandung kemih. 5. Makanan / Cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami penurunan selera. makan. Tanda.: Muntah (mimgkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, dan disfagia). 6. Neurosensorik Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, rasa baal dan ekstremitas.



Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamamiya, displopia, kehilangan sebagian



lapang



pandang,



fotofotobia,



gangguan



pengecapan



dan



penciuman. Tanda. Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi tingkah laku dan emosi). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya., simetri) deviasi pada. mata, ketidakmampuan mengikuti cahaya, kehilangan pengindraan seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, lemah dan tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak ada / lemah, apiaksia, hemiparesis, quadreplagia, postur (dekortikasi deselerasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh dan kesulitan menentukan posisi tubuh. 7. Nyeri / kenyamanan Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik ada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat dan merintih. 8. Pernafasan Tanda : perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, menghi positif (kemungkinan karena aspirasi). 9. Keamanan



Gejala : trauma karena kecelakaan. Tanda : fraktur / dislokasi dan gangguan penglihatan gangguan rentang gerak, kekuatan secara umum mengalami paralisis. 10. Interaksi sosial Tanda : bicara tanpa arti, disorientasi, amnesia / lupa sesaat. B.



Nursing Care Plan (rencana asuhan keperawatan) Diagnosa Keperawatan 1 a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia dan edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik, gelisah, perubahan tanda-tanda vital. (Doenges, 1999). b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat kesadaran membaik. c. Kriteria Hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbiakan, tanda-tanda vital (TTV) kembali normal dan tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK). d. Intervensi: 1) Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK. Untuk mengetahui penyebab cedera, untuk memantau tekanan TIK dan atau pembedahan. 2) Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar. Untuk mengetahui perubahan nilai GCS, mengkaji adanya



kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi. 3) Pantau TTV. Ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat kesadaran. 4) Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jogularis dan menghambat aliran darah venaPerhatikan adanya gelisah yang meningkat.Petunjuk nonverbal ini mengidentifikasi adanya peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri. 5) Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi. Pembatasan cairan dapat menurunkan edema cerebral. 6) Berikan obat sesuai indikasi. Dapat menurunkan komplikasi.



Diagnosa Keperawatan 2 a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial ditandai dengan kelemahan atau paralisis otot pernafasan. (Doenges, 1999). b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali normal. c. Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas sanasis, Nafas normal (16-24 x / mnt), irama regular, bunyi nafas normal, GDA normal, PH darah normal (7,35-7,45). Pa02 (80-100 mmHg), PaCO2 (35-40 mmHg), HCO2 (22-26). Saturasi oksigen (95- 98%). d. Intervensi:



1) Pantau frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan. Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi, pulmonal atau menandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak. 2) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai indikasi. Untuk



memudahkan



ekspansi



pans



dan



menurunkan



adanya



kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas 3) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Untuk membersihkan jalan nafas, penghisapan dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi, dan tidak dapat membersihkan jalan nafas sendiri. 4) Auskultasi bunyi nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal.. Untuk mengidentifikasi adanya masalah pans seperti atelektasis kongesti atau obstruksi jalan nafas. 5) Kolaborasi pemberian oksigen.Menentukan kecukupan pernafasan, memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.



Diagnosa Keperawatan 3 a. Perubahan nutrisi kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia ditandai dengan penurunan BB, penurunan masa otot, tonus otot buruk. (Carpenito, 2006). b. Tujuan : Kebutuhan akan nutrisi tidak terganggu.



c. Kriteria Hasil : BB meningkat, tidak mengalami tanda-tanda mal nutrisi, nilai laboratorium dalam batas normal. d. Intervensi: 1) Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi.Faktor ini dapat menentukan pemilihan terhadap jenis makanan. 2) Auskultasi bising usus. Fungsi saluran pencernaan biasanya baik pada kasus cedera kepala. 3) Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien lewat NGT. Menurunkan resiko regurgitasi / terjadi aspirasi. 4) Tingkatkan



kenyamanan.



Lingkungan



yang



nyaman



dapat



meningkatkan nafsu makan. 5) Kolaborasi pemberian makan lewat NGT. Makan lewat NGT diperlukan pada awal pemberian.



Diagnosa Keperawatan 4 a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral dan edema otak ditandai dengan tengangan maskuler, wajah menahan nyeri dan perubahan TTV. (Engram, 1998). b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang atau hilang. c. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang, TTV dalam batas normal. d. Intervensi:



1) Kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T). Untuk mengetahui letak dan cara mengatasinya. 2) Buat posisi senyaman mungkinMenurunkan tingkat nyeri 3) Pertahankan tirah baring. Tirah baring dapat mengurangi pemakaian oksigen jaringan dan menurunkan resiko meningkatnya TIK. 4) Kurangi stimulus yang dapat merangsang nyeri. Stress dapat menyebabkan sakit kepala dan menyebabkan kejang. 5) Kolaborasi pemberian obat analgetik. Untuk menurunkan rasa nyeri.



Diagnosa Keperawatan 5 a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral ditandai dengan respon inflamasi tertekan, hipertemia. (Doenges, 1999). b. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda infeksi. c. Kriteria Hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan mencapai penyembuhan luka tepat waktu d. Intervensi 1) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan. Untuk menurunkan terjadinya infeksi nosokomial 2) Observasi daerah yang mengalami luka/kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi. Deteksi dini terjadinya perkembangan infeksi, kemungkinan untuk melakukan tindakan dengan segera dan mencegah komplikasi.



3) Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran. suhu yang tinggi dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi yang selanjutnya memerlukan tindakan dengan segera. 4) Kolaborasi pemberian obat antibiotik. Menurunkan terjadinya infeksi nasokomial 5) Kolaborasi pemeriksaan laboraturium. Untuk mengetahui adanya resiko infeksi melalui hasil laboraturium darah Diagnosa Keperawatan 6 a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kepala ditandai dengan ketidakmampuan bergerak, kerusakan koordinasi, keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan atau kontrol otak b. Tujuan : Mempertahankan posisi yang optimal c. Kriteria hasil : 1) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit 2) Mendemonstrasikan teknik yang mungkin dilakukan aktifitas d. Intervensi 1) Kaji



derajat



imobilisasi



pasien



dengan



menggunakan



skala



ketergantungan (0-4). Untuk mengetahui tingkat imobilisasi pasien. 2) Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi. Perubahan posisi dapat meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh. 3) Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis



4) Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika berada pada kursi roda. Mempertahankan kenyamanan, keamanan dan postur tubuh yang normal



DAFTAR PUSTAKA



Pearce,C Evelyn.2010. ANATOMI DAN FISIOLOGI UNTUK PARA MEDIS.Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3. Jakarta : EGC. Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC Doengoes, M.E.,2000. Penerapan Proses Kperawatan dan Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC. Donna, D.Et Al.1991. Medical Surgical Nursing : A. Nursing Prosess Approch. St. Louis : The C.V. Mosby Co. NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008, NANDA International, Philadephia. Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarata : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika