Laporan Pendahuluan Ikterus Obstruktif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN IKTERUS OBSTRUKTIF RUANG PERAWATAN INTERNA DI RS WAHIDIN SUDIROHUSODO



Nama Mahasiswa Nim



: Nur Ayuana Andini : R014181003



CI LAHAN



[



CI INSTITUSI



]



[



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018



]



BAB I KONSEP MEDIS



A. Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus Eritematous Sistemik (LES) adalah suatu penyakit yang menyerang organ tubuh mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut, yang disebabkan oleh penurunan kekebalan tubuh manusia, lebih dikenal sebagai penyakit autoimun, Penyakit ini telah dikenal sejak zaman Yuanani Kuno oleh Hopocrates, namun pengobatan yang tepat hingga saat ini belum diketahui. Penyakit ini tidak menular, tetapi ditemukan 80 hingga 90% penderita penyakit ini adalah perempuan. Dalam penelitian di Amerika Serikat ditemukan pula bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada ras Asia, Indian Amerika dan Afrika dibandingkan dengan ras Kaukasia. (Roviati, 2013). Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang multisystem yang belum diketahui penyebabnya, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminant atau kronik, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh (Ariani, 2016). SLE merupakan penyakit auto imun yang bersifat sistemik. Selama lebih dari empat decade anka kejadian SLE meningkat tiga kali lipa yaitu 51 per 100.000 menjadi 122-124 per 100.000 penduduk di dunia. Prevalensi SLE di Amerika Serikat adalah 15-50 per 100.000 populasi dan di dapatkan 2.166 kasus lupus telah terjadi di Indonesia selama tahun 2015. Setiap tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita SLE baru di seluruh dunia. Kecenderungan perkembangan SLE terjadi pada usia muda dan dengan komplikasi yang lebih serius (Mahendrasari & Fandika, 2016). Lupus adalah penyakit inflamasi kronis sistemik yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, sel darah, paru-paru, jantung. Sistem kekebalan tubuh penderita lupus akan menyerang sel, jaringan dan organ yang sehat (Depkes, 2017)



B. Etiologi Ariani (2016) menjelaskan bahwa hingga saat ini penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus belum diketahui. Namun ada beberapa faktor yang diduga menjadi faktor yang terlibat seperti faktor genetic, lingkungn dan infeksi yang ikut berperan sebagai pencetus SLE (Sistemik Lupus Eritematosusu). Sistem imun tubuh kehilangan kemaampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini dapat menghasilkan antibody secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengn kerusakan multiorgan dalam pathogenesis yang melibatkan gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktivitas sel B. Hal ini merupakan faktor sekunder terjadinya lupus: 1. Efek herediter dalam pengaturan poliferasi sel B 2. Hiperaktivitas sel helper 3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus adalah sebagai berikut: 1. Infeksi 2. Antibiotik 3. Sinar ultraviolet 4. Stress yang berlebihan 5. Obat-obatan tertentu 6. Hormon Lupus seringkali disebut penyakit wanita meskipun juga bisa diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang seluruh kalangan usia baik itu pria maupun wanita. Namun demikian, 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang menyebabkan wanita lebih sering terserang penyakit lupus dibandingkan pria adalah hormon esterogen. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone esterogen mungkin berperan dalam rimbulnya penyakit ini.



C. Manifestasi Klinis Roviati (2013) menjelaskan bahwa pada awalnya, penyakit ini ditandai dengan gejala klinis yang tak spesifik, antara lain lemah, kelelahan yang tidak bisa ditolerir, lesu berkepanjangan, panas, demam, mual, nafsu makan menurun, dan berat badan turun. Gejala awal yang tidak khas ini mirip dengan beberapa penyakit lain. Oleh karena itu, gejala penyakit ini sangat luas dan tidak khas pada awalnya, jadi tidak sembarangan untuk mengatakan seseorang terkena penyakit lupus.Akibat gejalanya mirip denan gejala penyakit lainnya, maka lupus dijuluki sebagai penyakit peniru. Julukan lainnya adalah si penyakit seribu wajah sehingga penderita akan berpindah-pindah dokter sebelum diagnosis penyakitnya dapat ditegakkan. Menurut American College of Rheumatology (1997) dalam Roviati (2013), diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan. Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan kupu-kupu. Istilah kedokteran dari ruam ini adalah Malar Rash atau Butterfly Rash. 2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai dengan adanya jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya 3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari 4. Luka dimulut dan lidah seperti sariawan (orl ucers) 5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini dijumpai pada 90% odapus (orang dengan lupus) 6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan 7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein dalam urine (proteinuria) 8. Gangguan pada otak/sistem saraf yaitu mulai dari depresi, kejang, stroke dan lainlain. 9. Kelainan pada sistem darah dimana jumlah sel darah putih dan trombosit berkurang sehingga biasanya terjadi anemia 10. Tes ANA (Anti Nuclear Antubody) Positif 11. Gangguan sistem kekebalan tubuh D. Komplikasi Komplikasi dari penyakit SLE (Systemic Lupus Erithematosus) adalah sebagai berikut:



1. Ginjal Apabila lupus menyerang organ ginjal, maka komplikasi yang mungkin muncul adalah: a. Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal) b. Kelainan ginjal berat (gagal ginjal) c. Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urine). 2. Jantung dan paru Apabila lupus menyerang organ jantung atau paru, maka komplikasi yang mungkin muncul adalah: a. Pleuritis b. Pericarditis c. Efusi pleura d. Efusi pericard e. Radang otot jantung atau miocardiris f. Gagal jantung g. Perdarahan paru (batuk darah) 3. Sistem saraf Apabila lupus menyerang organ jantung atau paru, maka komplikasi yang mungkin muncul adalah: a. Sistem saraf pusat 1) Conginitive dysfunction 2) Sakit kepala pada lupus 3) Sindrom anti phospholipid 4) Sindrom otak 5) Fibtomyalgia b. Sistem saraf tepi Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki c. Sistem saraf otonom Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh pada sistem saraf otonom



4. Kulit a. Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya disebut discoid b. Ciri-ciri lesi spesifik: 1) Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat sensitive terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kulit subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut pada koin 2) Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat mencakup area yang luas di bagian tubuh c. Rambut rontok (alopecia) d. Vaskulitis: berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat menjadi borok e. Fotosensitivitas 5. Darah a. Anemia b. Trombositopenia c. Gangguan pembekuan darah d. Limfositopenia E. Pemeriksaan penunjang Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dean hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan disertai penurunan berat badan. Kemungkinan terjadinya arthritis, pleuritis dan pericarditis juga termasuk. Pemeriksaan penunjang berupa tes imunologi diagnostik yang dapat dilakukan atau yang dianjurkan pada klien yang mengalami SLE (Systemic Lupus Erithemtosus) menurut Ariani (2016) adalah sebagai berikut: 1. Anti.ds DNA Batas normal



: 70-200 iu/mL



Negatif



: < 70 iu/mL



Positif



: >200 iu/mL



Antibodi ini ditemukan pada 65-70% penderita dengan SLE aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderita dengan penyakit reumatik, hepatitis kronik, infeksi mononucleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibody ini dapat turun dengan pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran [enyakit terutama lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negative pada penyakit SLE yang tenang 2. Anti Nuclear Antibodies (ANA) Batas normal: NOL ANA sering digunakan untuk diagnose SLE dan penyakit autoimun yang lain. ANA adalah sekelompok antibody protein yang bereaksi menyerang inti dari suatu sel. ANA cukup sensitive untuk mendeteksi adanya SLE. Hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE, akan tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja melainkan berkaitan juga dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah pemberian terapi, maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil tes negative, maka pasien belum tentu negative terhadap SLE. Data klinis dan tes laboratorium lain juga perlu dipertimbangkan dan pasien dianjurkan untuk melakukan test serologi. Sebaliknya, jika didapatkan hasil tes positif, maka sebaiknya dlakukan tes laboratorium yang lain. 3. Tes laboratorium lain Tes laboratorium lain yang digunakan untuk menunjang diagnose serta untuk monitoring pada penyakit SLE antara lain antiribosomal P, antikardiolpin, lupus antikoagulan, urinalisis, serum kreatinin dan test fungsi hepar. F. Penatalaksanaan Penyuluhan dan intervensi psikososial sangat penting untuk diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita SLE. Sebelum penderita SLE diberi pengobatan, perlu diketahui apakah penderita tergolong yang memerlukan terapi konservatif, atau imunosupresif yang agresif. Bila penyakit ini mengancam nyawa dan mengenai organorgan mayor, maka dipertimbangkan pemberian terapi agresif seperti kortikosteroid dosis tinggi dan umunopresan lainnya. Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Jadi,



tujuan terapi adalah mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan atau tingkat aktivitas autoimun dalam tubuh. Adapun bentuk penanganan umum pada pasien dengan SLE menurut Sukmana (2004) dalam Ariani (2016) adalah sebagai berikut: 1. Kelelahan Hampir setengah penderita SLE mengeluh kelelahan. Perawat harus mengetahui apakah kelelahan ini bagian dari derajat sakitnya atau karena penyakit lain yaitu: anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal atau komplikasi pengobatan dan emotional stress. Upaya mengurangi kelelahan di samping pemberian obat ialah: cukup istirahat, batasi aktivitas, dan mampu mengubah gaya hidup. SLE dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari pada waktu-waktu tersebut 2. Kontrasepsi oral Secara teoritis semua obat yang mengandung estrogen tinggi akan memperberat LES, akan tetapi bila kadarnya rendah tidak akan membahayakan penyakitnya. Pada penderita SLE yang mengeluh sakit kepala atau tromboflebitis jangan menggunakan obat yang mengandung estrogen. 3. Terapi konservatif Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum penderita. Efek samping terhadap system gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi. Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar sunscreen topikal berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau steroid topikal berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon asetonid 4. Terapi agresif Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednison 0,5 mg/kgBB/hari, sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB



selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednison oral 1-1,5 mg/kgBB/ hari. Secara ringkas penatalaksanaan SLE adalah sebagai berikut: 1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus. 2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE 3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun. 4. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan gejala artritis. 5. Krim topikal kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat ( acticort ) atau triamsinalon (aristocort) untuk lesi kulit yang akut. 6. Penyuntikan kortikosteroid intralesiatau pemberian obat anti malaria, seperti hidroksikolorokuin sulfat (plaquinil ), mengatasi lesi kulit yang membandel. 7. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan dengan sistem organ yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus, vaskulitis dan gangguan pada SSP



BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan 1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.



2. Kulit Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.



3. Kardiovaskuler Friction



rub



perikardium



yang



menyertai



miokarditis



dan



efusi



pleura.



Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga. 4. Sistem Muskuloskeletal Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari. 5. Sistem integument Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. 6. Sistem pernafasan Pleuritis atau efusi pleura. 7. Sistem vaskuler Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis. 8. Sistem Renal Edema dan hematuria. 9. Sistem saraf Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.



B. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis 2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit 3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas 4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hambatan ekspansi dada



5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi 6. Keletihan berhubungan dengan anemia 7. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi C. Rencana/ Intervensi Keperawatan RENCANA KEPERAWATAN Diagnosis Keperawatan:



Definisi:



Nyeri akut



Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (international Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi



Batasan kerakteristik



1. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis., Neonatal Infant Pain Assessment Checklist for Senior with Limited ability tu Communicate) 2. Ekspresi wajah nyeri (misalkan wajah kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis). 3. Fokus menyempit ( misalkan persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan orang dan lingkungan) Faktor yang berhubungan: Agen cedera biologis



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



Setelah dilakukan intervensi Manjemen selama 1x12 jam nyeri berkurang lingkungan:kenyamanan atau teratasi dengan kriteria hasil: 1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung klien dapat 2. Sesuaikan suhu lingkungan yang nyaman untuk pasien 1. mengenali kapan terjadi nyeri 3. Sesuaikan pencahaan ruangan 2. mengenali faktor penyebab untuk membantu klien dalam nyeri beraktivitas 3. melaporkan nyeri terkontrol 4. melaporkan jika mengalami 4. Fasilitasi tindakan kebersihan untuk kenyamanan individu. nyeri 5. berikan edukasi kepada keluarga 5. mengambil tindakan untuk terkait manajemen penyakit mengurangi nyeri 6. melakukan manajemen nyeri sesuai dengan keyakinan Pengaturan posisi budaya 7. mengatasi gangguan hubungan 1. Berikan posisi yang tidak interpersonal menyebabkan nyeri bertambah 8. menikmati hidup 9. mengatasi kekhawatiran terkait2. Tinggikan kepala tempat tidur 3. Posisikan pasien ntuk toleransi nyeri meningkatkan drainase urin 10. mengatasi kekhawatiran 4. Meminimalisir gesekan dan membebani orang lain cedera ketikan memposisikan 11. mengatasi ketakutan terhadap atau membalikkan tubuh pasien nyeri yang tidak bisa ditahan 5. Jangan berikan posisi yang dapat 12. Mengatasi ketakutan terhadap



prosedur dan alat 13. mengatasi rasa marah terhadap dampak nyeri yang menyebabkan ketidakmampuan 14. lesi pada kulit dan membran mukosa berkurang 15. suhu dalam batas normal (36-37,5 C) 16. kulit wajah tidak pucat 17. peradangan pada luka berkurang 18. menunjukkan terjadi pembentukan bekas luka 19. terdapat jaringan granulasi 20. eritema disekitar luka



menyebabkan penekananpada luka. Terapi relaksasi 1. minta klien untuk rileks 2. gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang tersebut. (....) 3. ajarkan teknik relaksasi napas dalam 4. Ciptakan lingkungan yang tenang 5. Berikan waktu yang tidak terganggu Pemijatan 1. Kaji keinginan klien untuk dilakukan pemijatan 2. Cuci tangan dengan air hangat 3. Gunakan lotion, minyak hangat, bedak kering 4. Pijat secara terus-menerus, halus, usapan yang panjang, meremas, atau getakan di telapak kaki 5. Sesuaikan area pemijatan, teknik dan tekanan sesuai persepsi kenyamanan pasien. 6. Dorong klien melakukan nafas dalam dan rileks selama pemijatan. Pemberian obat 1. Kaji adanya riwayat alergi terhadap obat tertentu 2. Pastikan mengikuti prinsip 6 benar pemberian obat 3. Cek tanggal kadaluarsa obat 4. Monitor respon klien



Diagnosa Keperawatan:



Definisi:



Gangguan citra tubuh



Konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu



Batasan Karakteistik 1. Berfokus pada fungsi masa lalu 2. Berfokus pada kekuatan sebelumnya 3. Berfokus pada penampilan masa lalu



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam, pasien mampu bertoleransi terhadap citra tubuh dengan kriteria hasil :



Faktor yang berhubungan: Proses penyakit



NOC : Citra Tubuh



Intervensi (NIC) Peningkatan Citra Tubuh 1. Gunakan bimbingan antisipatif menyiapkan pasien terkait dengan peribahan-perubahan citra tubuh yang diperiksakan 2. Tentukan jika terdapat perasaan tidak suka terhadap karakteristik fisik khusus yang menciptakan disfungsi paralisis social untuk remaja dan kelompok daengan risiko timggi lain 3. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan-perubahan (bagian tubuh) disebabkan adanya penyakit atau pembedahan 4. Bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahanperubahna actual dari tubuh atau tingkat fungsinya 5. Tentukan perubahan fisik saat ini apakah berkontribusi pada citra diri pasien 6. Bantu pasien memisahkan penampilan fisik dari perasaan berharga secara pribadi 7. Bantu pasien untuk menentukan pengaruh dari peer group terhadap persepsi pasien mengenai citra tubuh saat ini



1. Gambaran internal diri 2. Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal tubuh dengan penampilan tubuh 3. Sikap terhadap penggunaan strategi untuk meningkatkan penampilan 4. Kepuasan dengan penampilan tubuh 5. Sikap terhadap penggunaan strategi untuk meningkatkan fungsi tubuh 6. Kepuasan dengan fungsi tubuh 7. Penyesuaian terhadap perubahan tampilan fisik 8. Penyesuaian terhadap Peningkatan Harga Diri perubahan fungsi tubuh 9. Penyesuaian terhadap perubahan status kesehatan 1. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri 2. Tentukan lokus control pasien 3. Tentukan kepercayaan diri pasien Harga Diri dalam hal penilaian diri 4. Dukung pasien untuk bisa 1. Verbaliasasi penerimaan mengidentifikasi kekuatan diri 5. Bantu pasien untuk menemukan 2. Penerimaan terhadap penerimaan diri keterbatasan diri 6. Dukung (melakukan) kontak mata 3. Mempertahankan pada saat berkomunikasi dengan penampilan dan



kebersihan diri 4. Tingkat kepercayaan diri 5. Penerimaan terhadap pujian dari orang lain 6. Respon yang diharapkan dari orang lain 7. Penerimaan terhadap kritik yang membangun 8. Keinginan untuk berhadapan muka orang lain



orang lain 7. Kuatkan kekuatan pribadi yang diidentifikasi pasien 8. Dukung pasien untuk terlibat dalam memberikan afirmasi positif melalui pembicaraan pada diri sendiri dan secara verbal terhadap diri setiap hari 9. Berikan pengalaman yang akan meningkatkan otonomi pasien 10. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain Pengurangan Kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien 3. Jelskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang mungkin akan dialami klien selama prosedur 4. Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif klien 5. Berikan informasi factual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis



Diagnosis Keperawatan



Definisi



Penurunan curah jantung



Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh



Batasan Karakteristik



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)



1. Perubahan frekuensi irama 1. Cardiac pump effectiveness 2. Circulation status jantung 2. Perubahan preload 3. Vital sign status 3. Perubahan afterload Kriteria Hasil 4. Perubahan kontraktilitas 5. Perilaku/emosi Faktor yang berhubungan: Perubahan kontraktilitas



1. Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, repsirasi dan suhu) 2. Dapat metoleransi aktivitas 3. Tidak ada kelelahan 4. Tidak ada edema paru dan



Intervensi (NIC)



Cardiac Care 1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi) 2. Catat adanya disritmia jantung 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan kardiak output 4. Monitor status kardiovaskuler 5. Monitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung 6. Monitor abdomen sebagai



perifer 5. Tidak ada asites 6. Tidak ada penurunan kesadaran



7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.



indicator penurunan perfusi Monitor balance cairan Monitor adanya perubahan tekanan darah Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan anti aritmia Atur periopde latihan dan istirahat untuk mengindari kelelahan Monitor toleransi aktivitas pasien Monitor adanya dispneu, fatigue, takupneu dan ortopneru Anjurkan untuk menurunkan stress



Vital sign monitoring 1. Monitoring tekanan darah, nadi, suhu dan respiration rate 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor vital sign saat pasien berbaring, duduk atau berdiri 4. Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor kualiras dari nadi 6. Monitor adanya pulsus alterans 7. Monitor bunyi jantung 8. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 9. Monitor suara paru 10. Monitor pola pernapasan abnormal 11. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 12. Monitor sianosis perifer 13. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 14. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



Diagnosis Keperawatan:



Definisi:



Ketidakefektifan pola napas



Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tdak memberi ventilasi adekuat.



Batasan kerakteristik



1. Dyspnea 2. Fase ekspirasi memanjang 3. Pennggunaan otot bantu pernapasan 4. Penggunaan posisi tiga titik 5. Pernapasan bibir 6. Pola napas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman) 7. Takipnea



Faktor yang berhubungan: Hambatan ekspansi dada



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Setelah diberikan intervensi keperawatan selama …klien akan menunjukkan pola napas yang efektif, dibuktikan oleh indikator sebagai berikut Respon penyapihan ventilasi mekanik: Dewasa 1. Tingkat pernapasan spontan 2. Irama pernapasan spontan 3. Kedalaman pernapasan spontan 4. Apikal denyut jantung apikal 5. Ppaco2 (tekanan parsial oksigen dalamm darah arteri)



Status pernapasan 6. Frekuensi pernapasan 7. Irama pernapasan 8. Kedalaman inspirasi 9. Suara auskultasi nafas 10. Kepatenan jalan napas 11. Volume tidal 12. Pencapaian tingkatt insentif spinometri 13. Kapasitas vital 14. Saturasi oksigen 1. 10. Tes faal paru



Intervensi (NIC)



Manajemen jalan napas 1. Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana mestinya. 2. Posisiskan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan napas 4. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, dalam, berputar, dan batuk 5. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif 6. Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan 7. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep, sebagaimana mestinya 8. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya 9. Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya 10. Regulasi asupan cairan untukk mengoptimalkan keseimbangan cairan 11. Posisikan untuk meringankan sesak napas 12. Monitor status pernapasan dan oksigen, sebagaimana mestinya



Monitor pernapasan 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernapas 2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otototot bantu napas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta 3. Monitor suara napas tambahan seperti ngorok atau mengi 4. Monitor pola napas (misalnya, bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic) 5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti, sao2, svo2, spo2) sesuai dengan protokol yang ada 6. Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi (misalnya, pasien yang obesitas, melaporkan pernah mengalami apnea saat tidur, mempunyai riwayat penyakit dengan terapi oksigen menetap, usia ekstrim) sesuai dengan prosedur tetap yang ada 7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 8. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri 9. Catat lokasi trakea 10. Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan 11. Kaji perlunya penyedotan, pada jalan napas dengan auskultasi suara napas ronki di paru 12. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat



13. Monitor nilai fungsi paru, terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (fevi) dan fevi/fvc sesuai dengan data yang tersedia 14. Monitor hasil pemeriksaan ventilasi mekanik, catat peningkatan kelelahan, kecemasan, dan kekurangan udara pada pasien 15. Catat perubahan pada saturasi o2, volume tidal akhir co2, dan perubahan nilai analisa gas darah dengan tepat 16. Monitor kemampuan batuk efektif pasien 17. Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk 18. Monitor sekresi pernapasan pasien



Diagnosis Keperawatan:



Definisi:



Kerusakan integritas kulit



Perubahan pada dermis dan atau dermis



Batasan kerakteristik



1. Perubahan pada integritas kulit 2. Foreing matter piercing skin



Faktor yang berhubungan: Imunodefisiensi



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Penyembuhan Luka: Primer 1. Memperkirakan kondisi kulit 2. Memperkirakan kondisi tepi luka 3. Pembentukan bekas luka 4. Drainase purulent 5. Drainase serosa 6. Drainase sanguinis 7. Drainase serosanguinis 8. Drainase sanguinis dari drain 9. Drainase sero sanguinis dari drain 10. Eritema kulit di sekitarnya 11. Lebab di kulit di sekitarnya 12. Periwound edema 13. Peningkatan suhu kulit 14. Bau luka busuk



Intervensi (NIC)



Perawatan Luka: 1. Angkat balutan dan plester perekat. 2. Cukur rambut di sekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan 3. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau. 4. ukur luas luka, yang sesuai. 5. singkirkan benda-benda yang tertanam [pada luka] (misalnya, serpihan, kutu, kaca, kerikil, logam). 6. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat. 7. Berikan rawatan insisi pada luka, yang diperlukan.



Penyembuhan Luka: Sekunder 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.



Granulasi Pembentukan bekas luka Ukuran luka berkurang Drainase purulent Drainase serosa Drainase sanguinis Drainase serosanguinis Eritema di kulit sekitarnya Periwound edema Peradangan luka Kulit melepuh Kulit maserasi Nekrosis Pelepasan sel (sloughing) Lubang pada luka Kantung luka Pembentukan saluran sinus Bau busuk luka



8. Berikan perawatan ulkus pada kulit, yang diperlukan. 9. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi. 10. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka. 11. Perkuat balutan [luka], sesuai kebutuhan. 12. Pertahankkann teknik balutan steril ketika melakukan perawatan luka, dengan tepat. 13. Ganti balutan sesuai denganjumlah eksudat dan drainase. 14. Periksa luka setiap kali perubahan balutan. 15. Bandingkan dan catat setiap perubahan luka. Perawatan Luka Tekan 1. Catat karakteristik luka tekan setiap hari, meliputi ukuran (panjang x lebar x dalam), tingkatkan luka (I – IV), lokasi, eksudat, granulasi, atau jaringan nekrotik, dan epitelisasi. 2. Monitor warna, suhu, udem, kelembaman, dan kondisi area sekitar luka. 3. Jaga agar luka tetap lembab untuk membantu proses penyembuhan. 4. Berikan pelembab yang hangat disekitar area luka untuk meningkatkan perfusi darah dan suplai oksigen. 5. Bersihkan kulit sekitar luka dengan sabun yang lembut dan air. 6. Lakukan debridement jika diperlukan. 7. bersihkan luka dengan cairan yang tidak berbahaya, lakukan pembersihan dengan gerakan sirkuler dari dalam keluar. Pengecekan Kulit 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase.



2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas. 3. Periksa kondisi luka operasi, dengan tepat. 4. Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami kerusakan kulit (misalnya, skala braden) 5. Monitor warna dan suhu kulit. 6. Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan warna, memar, dan pecah. 7. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet. 8. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban. 9. Monitor sumber tekanan dan gesekan. 10. Monitor infeksi, terutama di daerah edema. 11. Periksa pakaian yang terlalu ketat. 12. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa. Perlindungan infeksi 1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistematik dan lokal. 2. Monitor kerentanan terhadap energi. 3. Tinjau riwayat dilakukannya perjalanan internasional dan global. 4. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC, dan hasil-hasil diferensial. 5. Ikuti tindakan pencegahan neutropenia, yang sesuai. 6. Batasi jumlah pengunjung, yang sesuai. 7. Hindari kontak dekat dengan hewan peliharaan dan penjamu dengan imunitas yang membahayakan (immunecompromised). 8. Skrining semua pengunjung terkait penyakit menular. 9. Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko. 10. Pertahankan teknik-teknik isolasi,



yang sesuai. 11. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area yang mengalami edema. 12. Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase. 13. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka. 14. Dapatkan kultur yang diperlukan. 15. tingkatkan asupan nutrisi yang cukup. 16. Anjurkan asupan cairan, dengan tepat. 17. Anjurkan istrahat



Diagnosa Keperawatan



Definisi



Keletihan



Rasa letih luar biasa dan penurunan kapasitas kerja fisik dan jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus menerus



Batasan Karakteristik



1. Gangguan konsentrasi 2. Penurunan performa 3. Kurang minat terhadap sekitar 4. Peningkatan keluhan fisik 5. Mengantuk 6. Peningkatan kebutuhan istirahat Faktor yang berhubungan: Anemia



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi keperawatan selama ….. x 24 jam, diharapkan keletihan pasien dapat 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai berkurang dengan kriteria hasil dengan konteks usia dan sebagai berikut: perkembangan 2. Monitor tanda-tanda vital pasien Kelelahan: efek yang 3. Kolaborasi terapi baik secara mengganggu farmakologis maupun non farmakologis dengan tepat untuk 1. Malaise dapat berkurang mengurangi kelelahan 2. Lethargi dapat berkurang 4. Monitor intake nutrisi untuk 3. Peningkatan energy mengetahui sumber energy yang 4. Nafsu makan meningkat adekuat 5. Gangguan akrivitas fisik 5. Kaji adanya kelelahan emosional teratasi yang dialami pasien 6. Monitor adanya ketidaknyamanan Tingkat kelelahan yang dialami pasien 7. Tingkatkan tirah baring/pembatasan 1. Kelelahan dapat teratasi kegiatan 2. Kelesuan dapat teratasi 3. Tingkat stress menurun Pengurangan kecemasan 1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya 2. Dorong keluarga untuk mendampingi pasien



3. Ciptakan atmosfer yang nyaman untuk meningkatkan kepercayaan pasien 4. Identiifkasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan 5. Bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan 6. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan pada pasien 7. Ajarkan teknik relaksasi atau terapi non farmakologi untuk mengurangi kecemasan Behavior Management Activity Therapy Nutrition Management



Diagnosa Keperawatan



Definisi:



Defisiensi pengetahuan



Ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.



Batasan Karakteristik 1. Perilaku hiperbola 2. Ketidakakuratan mengikuti perintah 3. Ketidakakuratan melakukan tes 4. Perilaku tidak tepat (histeria, bermusuhan, agitasi, apatis) 5. Pengungkapan masalah



Faktor yang berhubungan: Salah interpretasi informasi



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)



1. Knowledge : Disease Process 2. Knowledge : Health Hehavior Kriteria Hasil : 1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan 2. Pasien dan keluarga mampu melaksakan prosedur yang dijelaskan secara benar 3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya



Intervensi (NIC) Teaching : Disease Proses 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik 2. Jelaskan patofisiologidari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 4. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat 5. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat 6. Hindari jaminan yang kosong 7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah



9. 10.



11. 12.



komplikasi dimasa yang akan datang dan ata proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas local, dengan cara yang tepat Intruksikan pasien mengenal tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat



BAB III WEB OF CAUTION (WOC)



Daftar Pustaka



Ariani, N. F. (2016). Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Klen Systemaic Lupus Eritematous. Malang: Universitas Brawijaya. Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier. Depkes (2017). Situasi Lupus di Indonesia. Diakes pada tanggal 13 Mei 2018 di halaman http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodatin-Lupus2017.pdf Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC. Mahendrasari, D., & Fandika, R. A. (2016). Unnes Journal of Public Health 5 (3), Hubungan keparahan penyakit, aktivitas dan kualitas tidur terhadap kelelahan pasien systemic lupus erythematosus. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America: Elsevier Roviati, E. (2013). Systemic Lupus Erithematosus (SLE): Kelainan auto imun bawaan yang langka dan mekanismme, molekulernya. Jurnal Scientiae Educatia Volume 2 Edisi 1, 2033.