Laporan Pendahuluan Isolasi Sosial - Muhammad Fakhri Aziz [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA ISOLASI SOSIAL diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Jiwa Dosen Pengampu: Antonius Ngadiran, S.Kep.,Ners.,M.Kep



Di susun oleh : Muhammad Fakhri Aziz 1440119019



PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG 2022



LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL KASUS ( MASALAH UTAMA ) Isolasi Sosial 1. Definisi isolasi sosial Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat & Akemat, 2013). Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013). 2. Faktor penyebab terjadinya isolasi sosial Terjadinya isolasi sosial dapat disebabkan oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi. 1. Faktor predisposisi Menurut Azizah (2011) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (faktor pencentus/penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri (Direja, 2011).



Menurut Direja (2011) Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial : a. Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencentus seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stres keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri. Menurut Puba (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan antara lain : 1) Masa Bayi Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya. 2) Masa Kanak-kanak Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interpenden, orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana anak harus belajar



cara berhubungan berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain. 3) Masa Praremaja dan Remaja Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang itim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan tergantung pada remaja. 4) Masa Dewasa Muda Kematangan ditandai dengan kemampuan megekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality). 5) Masa Dewasa Tengah Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anakanak terhadap dirinya meurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu



untuk



mengembangkan



aktivitas



baru



yang



dapat



meningkatkan pertumbuhan diri. 6) Masa Dewasa Akhir Individu akan mengalami berbagai kahilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan



atau



peran.



Dengan



adanya



kehilangan



tersebut



ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan. b. Faktor biologis Faktor biologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan memiliki struktur yang



abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel dalam limbic dan daerah kortikal. c. Faktor komunikasi dalam keluarga Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Berikut beberapa contoh masalah komunikasi dalam keluarga antara lain : 1) Sikap bermusuhan. 2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak. 3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya. 4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka. 5) Ekspresi emosi yang tinggi. 6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat dan kecemasannya meningkat). d. Faktor sosial budaya Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan gangguan hubungan sosial, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya. 2. Faktor presipitasi Menurut



Azizah



(2011)



stressor



presipitasi



adalah



stimulus



yang



dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya (faktor yang memperberat atau memperparah terjadinya gangguan jiwa). Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain : a. Stressor Sosiokultural Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah sakit.



b. Stressor Psikologik Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan sesorang mengalami gangguan hubungan menarik diri. c. Stressor Intelektual 1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai pikiran dan perasaan yang menggangu pengembangan hubungan dengan orang lain. 2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain. 3) Ketidakmampuan seseorang mambangun kepercayaan dengan orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan dengan orang lain. d. Stressor Fisik 1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri dari orang lain.



2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain. 3. Tanda dan Gejala Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social: a. Kurang spontan b. Apatis (acuh terhadap lingkungan) c. Ekspresi wajah kurang berseri d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal f. Mengisolasi diri g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya h. Asupan makanan dan minuman terganggu i. Retensi urine feses



j. Aktivitas menurun k. Kurang energy (tenaga) l. Rendah diri m. Postur tubuh berubah, misalnya sikap sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur) 4. Dampak atau akibat Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri. 5. Pengkajian a. Identitas Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, status mental, suku bangsa, alamat, nomor rekam medis, ruang rawat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosis medis. b. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat. c. Alasan Masuk 1. Apa penyebab klien datang ke RSJ? 2. Apa yang sudah dilakukan keluarga? 3. Bagaimana hasilnya? d. Faktor Predisposisi Kehilangan, perpisahan, penolakan orangtua, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai Klien/perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. e. Pemeriksaan fisik mencakup semua sistem yang ada hubungannya dengan klien depresi berat didapatkan pada sistem integumen klien tampak kotor, kulit lengket



di karenakan kurang perhatian terhadap perawatan dirinya bahkan gangguan aspek dan kondisi klien . f. Psikososial Konsep Diri: 1) Gambaran Diri : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan



bagian



tubuh



yang



hilang,



mengungkapkan



keputus



asaan,



mengungkapkan ketakutan. 2)



Ideal



Diri



:



Mengungkapkan



keputus



asaan



karena



penyakitnya:



mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi. 3) Harga Diri : Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. 4) Penampilan Peran : Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK. 5) Identitas Personal : Ketidak pastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan. Analisa data No 1



Data DS : 



Isolasi sosial : menarik diri Pasien mengatakan merasakan kesepian atau ditolak oleh orang lain.







Pasien mengatakan merasa tidak aman berada dengan orang lain.







Masalah



Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.



DO : 



Tidak memiliki teman dekat







Menarik diri







Mencederai diri







Tidak komunikatif







Asik dengan fikirannya sendiri







Tidak ada kontak mata/kontak mata kurang







Tidak dapat mempertahankan kontak mata







Tampak sedih







Afek tumpul



Perencanaan tindakan keperawatan Diagnosa



Perencanaan keperawatan



keperawatan Isolasi sosial



Tujuan 1. Kognitif, klien mampu : a. Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi dengan orang lain b. Mengidentifikasi kerugian tidak



Kriteria hasil 1.Klien mampu menjawab pertanyaan perawat 2.Klien mampu mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang lain 3.Klien mampu mengetahui



berinteraksi dengan orang



kerugian tidak berinteraksi



lain



dengan orang lain



c. Memiliki keberanian berinteraksi d. Memiliki motivasi berinteraksi e. Memiliki inisiatif berinteraksi 2. Psikomotor, klien mampu : a. Melakukan interaksi dengan orang lain



Intervensi



4.Klien mampu berinteraksi dengan orang lain 5.Klien mengungkapkan manfaat dari bersosialisasi 6.Klien tampak nyaman saat



SP 1 P : Membina hubungan saling percaya dengan cara: 1. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien 2. Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai klien 3. Tanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini 4. Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan



bersama



klien,



berapa



lama



akan



dikerjakan, dan tempatnya di mana 5. Jelaskan



bahwa



perawat



akan



merahasiakan



informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi



berinteraksi, menjaga



6. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien



kontak mata



7. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan SP 2 P : Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial



b. Melakukan kegiatan bersama dengan orang lain c. Melakukan kegiatan sosial 3. Afektif, klien mampu : a. Merasakan manfaat dari latihan bersosialisasi b. Merasa nyaman berinteraksi dengan orang lain



dengan cara : 1. Tanyakan



pendapat



klien



tentang



kebiasaan



berinteraksi dengan orang lain 2. Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain 3. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka 4. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain 5. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien SP 3 P : Melatih klien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap 1. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain 2. Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain 3. Beri



kesempatan



klien



mempraktekkan



cara



berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di



hadapan Perawat 4. Bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga 5. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien



6. Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan berkenalan dengan 2 sampai 3 orang SP 4 P : Melatih klien berinteraksi dengan orang lain : 1. Evaluasi kegiatan berkenalan dan bicara ,beri pujian 2. Latih



klien



bercakap-cakap



dengan



anggota



keluarga saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga 3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan berkenalan dengan 4 sampai 5 orang SP 5 P : Melatih klien berinteraksi dengan orang lain :



1. Evaluasi kegiatan berkenalan dan bicara ,beri



pujian 2. Latih



klien



bercakap-cakap



saat



melakukan



kegiatan sosial misalnya : berbelanja, ke kantor pos, ke bank dan lain-lain 3. Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya. 4. Masukkan



kedalam



jadwal



kegiatan



harian



berkenalan lebih dari 5 orang keluarga mampu mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.



1. Keluarga dapat menjelaskan perasaannya 2. Menjelaskan cara merawat pasien menarik diri. 3. Mendemonstrasikan cara perawatan klien menarik diri. 4. Berpartisipasi dalam



SP 1 K : Mengenal masalah dalam merawat pasien isolasi sosial, berkenalan dan berkomunikasi saat melakukan kegiatan harian. 1. Kaji masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien. 2. Menjelaskan proses terjadinya isolasi sosial yang dialami klien termasuk tanda dan gejala isolasi sosial 3. Mendiskusikan cara merawaat isolasi sosial dan



merawat klien menarik diri.



memutuskan cara merawat yang sesuai dengan kondisi klien 4. Latih 2 cara merawat klien isolasi sosial : membuat jadwal bercakap-cakap dengan klien, membantu berkenalan dan melakukan kegiatan harian SP 2 K : melibatkan pasien dalam kegiatan rumah tangga sekaligus melatih bicara pada kegiatan tersebut 1. Evaluasi kemampuan keluarga mengenai isolasi sosial 2. Validasi kemampuan keluarga melatih klien berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian 3. Beri pujian dan dukungan pada keluarga 4. Latih



cara



merawat



klien



isolasi



sosial



:



melibatkan klien melakukan keegiatan rumah tangga dan activity daily living secara bersama dan bercakap-cakap 5. Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan



kegiatan bercakap-cakap sesuai jadwal SP 3 K : Melatih cara merawat dengan melatih berkomunikasi saat melakukan kegiatan sosial 1. Validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih klien 2. Beri pujian dan dukungan pada keluarga 3. Latih



cara



merawat



klien



isolasi



sosial



:



melibatkan klien melakukan kegiatan sosial seperti berbelanja, menghadiri kegiatan ibadah, terlibat kegiatan kelompok seperti arisan, kerja bakti dan lain-lain. 4. Anjurkan keluarga membantu melakukan kegiatan sosial sesuai jadwal dan berikan pujian SP 4 K : Melatih keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up pasien isolasi sosial 1. Validasi kemampuan keluarga dalam merawat atau melatih klien 2. Beri pujian dan dukungan pada keluarga 3. Menjelaskan tanda dan gejala isolasi sosial yang memerlukan rujukan segera serta melakukan



follow up kepelayanan kesehatan secara teratur. 4. Anjurkan keluarga membantu pasien melakukan kegiatan sesuai jadwal dan berikan pujian



DAFTAR PUSTAKA Azizah,



L.Rifatul.2011.



Keperawatan



jiwa



(aplikasi



praktik



klinik)



edisi



pertama.Yogyakarta : Graha ilmu. Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Herdman, T.H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses Definition and Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell. Keliat, B.A., dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas(CMHN - Basic Course). Jakarta: EGC. Keliat, B.A., dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.