Laporan Pendahuluan Keperawatan Kritis Tanggal 19 - 30 Oktober 2020 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • nike
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KRITIS TANGGAL 19 – 30 OKTOBER 2020



OLEH:



NANIK DWI LESTARI NIM. 131923143049



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2020



AKUT LUNG OEDEMA



A. TINJAUAN PUSTAKA AKUT LUNG OEDEMA 1



PENGERTIAN Edema paru akut (ALO) merupakan suatu kondisi gawat darurat yang ditandai dengan gawat pernafasan yang terjadi secara cepat dan progresif. Kondisi ini diakibatkan oleh penumpukan cairan di dalam alveoli paru yang disebabkan karena peningkatan tekanan kapiler vena paru atau gangguan permeabilitas kapiler paru (Tampubolon Gold ,2020). Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat (Harun S, Nasution SA. 2010).



2



KLASIFIKASI Dua bentuk edema paru yang paling umum adalah yang disebabkan oleh ketidakseimbangan dari staring forces (Edema paru kardiak) dan gangguan permeabilitas kapiler alveolus (Edema Paru Non Kardiak) (Kakouros NS and Kakouros SN. 2003). a. Edema paru kardiak Penyebab tersering dari edema paru kardiaka adalah systolic and diastolic left ventricular dysfunction (penyakit arteri coronari, kardiomyopati, hipertensi, penyakit jantung kongenital, dll) yang berkembang menjadi edema paru akut. Faktor pencetus tersering biasanya acute ischemia, infark miokard, hipertensi, penggunaan obat-obatan, diet, stres fisik dan psikologis. Tekanan kapiler paru normal adalah 8 mmHg. Dikarenakan oleh efek gravitasi, tekanan hidrostatik lebih besar dari apeks ke dasar paru dan menyebabkan perfusi darah yang tidak homogen pada paru. Edema paru hanya terjadi jika tekanan kapiler paru melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar antara 28 mmHg. Meskipun tekanan kapiler paru meningkat secara tidak normal pada perkembangan edema



paru, tetap tekanan kapiler paru tidak berhubungan dengan beratnya edema paru. Laju peningkatan dari cairan paru pada ketinggian tertentu tekanan kapiler berhubungan dengan kapasitas fungsional dari sistem limfatik, dan tekanan dari interstitial dan paru.



b. Edema paru non kardiak Edema paru non kardiak merujuk pada Adult Respiratory Distress Syndrome (RADS), penegakkan diagnosis yang cepat penting untuk tatalaksana dari sindrom ini. Banyak kondisi yang berhubungan dengan edema paru yang dapat timbul karena kerusakan difus dan peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolar. Kondisi ini termasuk infeksi bakteri, virus dan parasit, sepsis, trauma dan koagulasi intravaskular. Syok paru yang berhubungan dengan trauma nonthorax, acute hemorrhagic pancreatitis, inhalasi gas beracun, benda asing pada sirkulasi, vasoaktif endogen, luka bakar, aspirasi pada gaster, acute radiation pneumonitis dapat menyebabkan edema paru. Edema paru non kardiaka lainnya yang tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya, sebagai contoh : neurogenik, emboli paru, eklampsia, pasca anastesi, pasca cardiopulmonary bypass dll.



3



ETIOLOGI Penyebab terjadinya ALO dibagi menjadi 2, yaitu: 1) KARDIOGENIK a. Penyakit pada arteri koronaria Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa. b. Kardiomiopati Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan



alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paruparu (flooding). c. Gangguan katup jantung Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru. d. Hipertensi Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.



2) NON-KARDIOGENIK Pada non-kardiogenik, ALO dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: a. Infeksi pada paru b. Glemerolus nefritis c. Tenggelam d. Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark paru. e. Paparan toxic f. Reaksi alergi g. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) h. Neurogenik



4



MANIFESTASI KLINIS Menurut Brunner & Suddarth 2014, manifestasi Klinis ALO atau Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium yaitu :



1) Stadium 1 Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup saat inspirasi. 2) Stadium 2 Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja. 3) Stadium 3 Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.



5



PATOFISIOLOGI Secara garis besar patofisiologi Acute Lung Oedema (ALO) disebabkan oleh faktor kardiogenik dan non kardiogenik 1) Acute Lung Oedema (ALO) Kardiogenik ALO Kardiogenik disebabkan oleh bocornya cairan dari kapiler paru yang disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler. Ketika tekanan hidrostatik kapiler paru melebih tekanan jaringan interstitial paru, cairan akan berpindah ke dalam alveoli dan interstitial paru. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler paru ini biasanya disebabkan peningkatan tekanan vena yang berasal



dari peningkatan left ventricular end-diastolic pressure (LVEDP) dan tekanan atrium kiri. Peningkatan tekanan atrium kiri sekitar 18 hingga 20mmHg akan menyebabkan edema di jaringan interstitial peri-mikrovaskular dan peribronkovaskular. Jika terjadi peningkatan tekanan lebih lanjut (>25mmHg), cairan edema jaringan akan melewati epitel alveoli dan memenuhi alveoli. Oleh karena permeabilitas kapiler dalam keadaan normal, maka cairan yang melewati kapiler rendah kandungan protein.



2) Acute Lung Oedema (ALO) non kardiogenik ALO non kardiogenik disebabkan peningkatan permeabilitas vaskular paru. Kondisi ini akan menyebabkan meningkatnya aliran cairan dan protein ke jaringan interstitial dan ruang alveoli. Cairan ALO non kardiogenik memiliki kandungan protein yang tinggi karena peningkatan permeabilitas membrane vaskular akan mengurangi kemampuan membran dalam membatasi keluarnya molekul molekul besar seperti protein plasma. Jumlah cairan yang masuk kedalam alveoli bergantung pada luasnya edema insterstitial, ada atau tidaknya kerusakan epitel alveoli, dan kapasitas kemampuan epitel alveoli untuk mengeluarkan cairan secara aktif dari alveoli. Pada edema yang disebabkan lung injury, kerusakan epitel alveoli biasanya menyebabkan penurunan kapasitas pengeluaran cairan paru, sehingga memperlama proses penyembuhan edema paru.



6



DIAGNOSIS EDEMA PARU (1) Anamnesis dan pemeriksaan fisik Gejala klinik dari edema paru kardiak dan non kardiak mirip. Edema interstitial menyebabkan dispnea dan takipnea. Alveolar yang banjir menyebabkan hipoksemia arteri dan berkaitan dengan keluhan batuk berdahak. Keluhan noktural dispnea atau ortopnea meyakinkan edema paru kardiak (Ware LB and Matthay MA. 2005). Edema paru non kardiak berhubungan dengan gangguan klinik lain, termasuk pneumonia, sepsis, aspirasi bahan gaster, dan trauma major terutama



berhubungan dengan transfusi multipel produk darah. Keluhan terfokus pada tanda dan gejala dari infeksi, muntah, trauma dan riwayat pengobatan dan makanan. Dari keluhan tidak selamanya dapat dibedakan antara edema paru kardiak dan non kardiak (Ware LB and Matthay MA. 2005). Edema paru kardiak memiliki pemeriksaan fisik jantung yang abnormal. Pada auskultasi S3 didapatkan bunyi gallop, murmur, JVP yang meningkat, hepatomegali dan edema perifer, adanya ronkhi basah dan wheezing. Gejala lain yang dapat timbul pada edema paru kardiak berupa sering berkeringat dingin dan batuk dengan sputum yang berwarna kemerahan (pink frothy sputum). Pada edema non kardiak pemeriksaan abdomen, pelvic dan rektal sangat penting. Pada pemeriksaan abdomen biasanya terjadi krisis intraabdomen seperti perforasi, ektremitas hangat (Irawati, M. 2010). (2) Pemeriksaan laboratorium Kelainan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penyakit dasar. Uji laboratorium dapat digunakan untuk membedakan dengan penyakit lain. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengkaji etiologi dari edema paru, meliputi pemeriksaan hematologi (complete blood count), fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa gas darah, troponin I dan brain natriuretic peptide (BNP) (Harun S, Nasution SA. 2010). Pada edema paru kardiak diperoleh analisis gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard (Rani, A, dkk. 2008). Pada edema paru non kardiak hasil analisis gas darah menunjukkan hipoksemia berat yang kurang respon terhadap oksigen (Irawati, M. 2010). a. Chest X-Ray Gambaran paru dapat dipakai untuk membedakan edema paru kardiogenik dari edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film (Ware LB and Matthay MA. 2005). Pada foto thorax edema



paru non kardiak memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus (Irawati, M. 2010). b. Elektrokardiografi Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda iskemia atau infark miokard dengan edema paru. Bisa didapatkan sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan (Harun S, Nasution SA. 2010). c. Echocardiografi Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi ventrikel kiri. Ekhokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi katup sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edem paru kardiak (Ware LB and Matthay MA. 2005).



7



Penatalaksanaan Edema Paru Mengetahui penyebab dari edema paru akut sangat penting untuk pengobatan. a. Edema paru kardiak Pasien dengan edema paru kardiak diterapi dengan menggunakan diuretik



dan



afterload



reduction



bahkan



bisa



dengan



menggunakan



revaskularisasi arteri koronaria. Sasaran terapi ini adalah : mencapai oksigenisasi adekuat, memelihara stabilitas hemodinamik, mengurangi stress miokard dengan menurunkan preload dan aftterload (Irawati, M. 2010). (1) Penatalaksanaan : 



Posisi setengah duduk







Oksigen terapi. Oksigen (40-50%) sampai 8 lpm bila perlu dengan masker. Jika pasien memburuk : pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat, dilakukakan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator.







Nitrogliserin sublingual atau intravena







Morfin sulfat







Diuretik IV







Obat untuk menstabilkan hemodinamik







Obat trombolitik



(2) Penggunaan Ventilasi Noninvasif Penggunaan ventilasi noninvasif pada edema paru kardiak didukung oleh banyak penelitian. Keuntungan yang didapatkan adalah peningkatan kapasiti residu fungsional, terbukanya alveoli yang kolaps, peningkatan compliance paru dan berkurangnya kerja otot pernapasan. Peningkatan tekanan intratoraks juga akan memperbaiki kerja jantung karena berkurangnya beban ventrikel sebelum dan sesudah kontraksi. Penelitian metaanalisis menemukan bahwa terdapat penurunan tindakan intubasi dan angka kematian pada penderita dengan menggunakan ventilasi noninvasif.1 Penelitian yang membandingkan continuous positive airway pressure (CPAP) dan bilevel noninvasive pressure support ventilation (NIPSV) menunjukkan bahwa ventilasi noninvasif menurunkan tindakan intubasi serta mortalliti pasien dengan edema paru kardiogenik akut. Pasien dengan edema paru kardiogenik akut yang menggunakan ventilasi noninvasif menunjukkan perbaikan yang cepat pada saat terjadi distres pernapasan dan gangguan metabolik dibandingkan dengan terapi oksigen standard, tetapi tidak berpengaruh terhadap mortaliti jangka pendek. b. Edema paru non kardiaka (1) Penatalaksanaan Edema Paru Non Kardiogenik (ARDS)14 



Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.







Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.







Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan cara meminimalkan angka metabolik.







Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh.







Dukungan nutrisi.



(2) Penggunaan Ventilasi Pada Edema Paru Non Kardiogenik Pasien dengan edema paru non kardiak diterapi dengan menggunakan ventilasi mekanik. Ventilasi protective lung atau protocol ventilasi ARDS net dapat digunakan.11 Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB) dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman, menghindari barotrauma (tekanan saluran napas 2 detik, tekanan darah meningkat (3) B3 (Brain)



Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun, reflex menurun (4) B4 (Bladder) Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba lembek. (5) B5 (Bowel) Kadang mual, muntah, bising usus normal. (6) B6 (Bone) Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, sensasi nyeri sendi berkurang.



2.



DIAGNOSA KEPEAWATAN 1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) 2) Gangguan pertukaran gas (D.0003) 3) Pola napas tidak efektif (D.0005) 4) Gangguan penyapihan ventilator (D.0002) 5) Risiko infeksi (D.0142) 6) Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) 7) Resiko perfusi miokard tidak efektif (D.0014)



3.



RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN



SDKI SLKI No 1 Bersihan jalan Tujuan : napas tidak efektif Setelah dilakukan (D.0001) intervensi selama …,. Maka bersihan jalan napas meningkat. Kreteria hasil: Besuhan jalan napas (L.01001) 1 Batuk efektif meningkat 2 Dispnea menurun 3 Frekuensi napas normal 12-20 kali/menit 4 Produksi sputum menurun 5 Pola napas membaik



SIKI Latihan Batuk Efektif (I.01006) Obsevasi 1 Identifikasi kemampuan batuk 2 Monitor adanya retensi sputum 3 Monitor dada dan gejala infeksi saluran nafas 4 Monitor input dan output cairan Terapi 1 Atur posisi semi Fowler atau Fowler 2 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien 3 Buang sekret pada tempat sputum Edukasi 1 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2 Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,



No



2



SDKI



Gangguan pertukaran gas



SLKI



SIKI kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik 3 Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali 4 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3 Kolaborasi 4 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.



Manajemen Jalan Nafas (I.01012) Obsevasi 1. Monitor pola nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Monitor sputum Terapi 1 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chinlift (jaw-thrust jika dicurigai trauma servikal) 2 Posisikan semi-fowler atau fowler 3 Berikan minum hangat 4 Lakukan fisioterapi dada 5 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik 6 Lakukan hiperoksigensi sebelum penghisapan endotrakeal 7 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGlll 8 Berikan oksigen Edukasi 1 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari 2 Ajarkan teknik batuk efektif Kolabarosi 1 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu Tujuan: Setelah Pemantauan Respirasi (I.01014) dilakukan intervensi Observasi: selama ….., maka 1. Monitor frekuensi, irama,



No



3



SDKI



SLKI pertukaran gas meningkat Kriteria hasil: 1. Dipsnea menurun 2. Bunyi napas tambahan menurun 3. Gelisah menurn 4. Pola napas membaik



SIKI kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas 3. Monitor kemampuan kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Auskultasi bunyi napas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor AGD Terauputik: 1 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2 Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi: 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantuan, bila perlu



Resiko Tujuan : ketidakseimbangan Setelah dilakukan cairan tindakan keperawatan selama …maka keseimbangan cairan meningkat. Kriteria Hasil : Keseimbangan cairan (L.03020) 1. Output urin meningkat 2. Edema menurun 3. Tekanan darah membaik 4. Frekuensi nadi membaik 5. Kekuatan nadi membaik 6. Tekanan arteri ratarata membaik



Manajemen Cairan (I.03098) Observasi : 1. Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah) 2. Monitor berat badan harian 3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis 4. Monitor hassil pemeriksaan laboratorium (mis. hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN) 5. Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia) Terapeutik : 1. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam 2. Berika asupan cairan, sesuai kebutuhan 3. Berikan cairan intravena, jika



No



SDKI



SLKI



SIKI perlu Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu



WOC KADIOGENIK Penyakit arteri coroner, kardiopati, gangguan katup jantung, hipertensi



Etiologi



Peningkatan tekanan / volume di atrium kiri



Kerusakan diding kapiler paru



Peningkatan vena pulmonal



Gangguan permeabilitas endotel kapiler paru



Peningkatan tekanan kapiler > 25 mmHg



Cairan dan protein masuk ke alveoli



MK: risiko perfusi miokard tidak efektif



(D.0014)



Akumulasi cairan mendadak AKUT LUNG EDEMA /ALO



Stadium 1



Distensi pembuluh darah kecil paru yang prominen Peningkatan kapasitas disfusi CO Ketidakadekuatan fungsi jantung Dispnea / lelah



MK: Penurunan curah jantung (D.0008)



NON KARDIOGENIK Infeksi paru, lung injury, paparan toxic, reaksi alergi, ARDS,neurologis



MK: pola napas tidak efektif (0005)



MK: risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)



Stadium 2



Stadium 3



Edema paru intertisial



Edema alveolar



Atalektasis



O2 menurun pada pembuluh darah



Compliance paru berkurang Abnormal ventilasi perfusi MK:gangguan pertukaran gas (D.0003)



bronkospasme hiperkapnea



hipoksemia



Rongki basah Gagal napas tipe 1 Batuk berbuih (pink froty) MK: bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001)



Pemasangan endotrakeal tube daan ventilator Hipersekresi jalan napas MK: gangguan penyapihan ventilator (D. 0002)



DAFTAR PUSTAKA Minanton, S.Kep., Ns., M.Kep. mei 28 2017 https://minantonsevennain.blogspot.com/2017/05/lp-acutelungoedemaalo.html?m=1 dr.Gold SP Tampubolonhttps://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/edemaparu-akut/diagnosis Ware LB, Mathay MA. Acute Pulmonary Edema. N Engl J Med, 2005. 353:2788-96 Givertz MM. Noncardiogenic Pulmonary Edema. Februari 2017 [Cited 2017 8 March];



Available



from:



http://www.uptodate.com/contents/noncardiogenic-



pulmonary-edema Sovari AA. Cardiogenic Pulmonary Edema Treatment & Management. December 2016



[Cited



2017



8



March];



Available



from:



http://emedicine.medscape.com/article/157452-treatment Gandhi SK, Powers JC, Nomer AM, et al. The Pathogenesis of Acute Pulmonary Edema Associated with Hypertension. N Engl J Med 2001; 344:17-22 Mattu A, Martinez JP, Kelly BS. Modern Management of Cardiology Pulmonary Edema. Emerg Med Clin N Am, 2005. 23 :1105-1125 Baird A. Acute Pulmonary Edema : Management in General Practice. Australian Family Physician, 2010. 39(12) : 910-914