Laporan Pendahuluan PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI RUANG ICU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU



Oleh: Naomi Narty SRR, S. Kep NIM: 1911438051



Preceptor Akademik: Ns. Safri, M.Kep, Sp. KMB Preceptor Klinik: Ns. Liza Imelda, S.Kep



PROGRAM PROFESI NERS B2019 FAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS RIAU PEKANBARU



Nama Mahasiswa



: Naomi Narty SRR



NIM



: 1911438051



Tanggal



: 06- Mei-2020



Ruangan



: ICU



A. Diagnosan Asuhan Keperawatan Aneurisma Intrakranial B. Definisi Aneurisma berasal dari bahasa Yunani “aneurysma” berarti pelebaran. Aneurisma adalah keadaan dimana pembuluh darah menjadi membesar secara abnormal atau mengembang (overinflated) seperti balon yang menonjol keluar. Pelebaran yang terjadi adalah lokal dan lebih dari 50% diameter pembuluh darah. Aneurisma adalah keadaan yang berbahaya karena dapat ruptur dan menyebabkan kematian kapan saja(Brunner & Suddarth, 2014) . Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/balon. Aneurisma intrakranial/serebral adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas rusaknya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, yang menjadi elastis mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah tersebut sehingga membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah. Aneurisma intracranial (serebral) adalah dilatasi dinding arteri serebral yang berkembang sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri (Brunner & Suddarth, 2014). Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi kelemahan pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah balik (tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang menyebabkan penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir. Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Di dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat (Brunner & Suddarth, 2014) . C. Etiologi Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu ( Brunner & Suddarth. 2014): 1. Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung. 2. Hipertensi (tekanan darah tinggi)



3. Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma. 4. Beberapa infeksi dalam darah 5. Bersifat genetic 6. Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga akhirnya pecah. 7. Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun. Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala.



Perdarahan dari malformasi



arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda. Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan menyebabkan perdarahan.



D. Manifestasi Klinis Gejala yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ganda, mual, kaku leher dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi peringatan (warning sign) adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan, gangguan penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah, nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke. Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang, koma, sampai kematian. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah: 1. Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak atau tanpa gejala. 2. Tingkat II : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak. 3. Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan neurologik fokal sedikit. 4. Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya permulaan deserebrasi dan gangguan sistim saraf otonom. 5. Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan stadium paralisis cerebral vasomotor.



E. Patofisiologi



Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen, dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta. Kekurangan komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi (aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase. Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan kolagen, sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah plasminogen activor, serin elastase, dan katepsin. Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit trombosit, fibrin, dan sel – sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian proksimal dan distal. Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat – tempat tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma. Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif. Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan dinding dan pembesaran aneurisma (Chang, 2011).



F. Pemeriksaan Fisik 1. B1 ( Breathing )



Biasanya klien mengalami sesak napas, bentuk dada simetris, ekspansi dada meningkat 2. B2 ( Blood ) Biasanya klien mengalami peningkatan pada tekanan darah 3. B3(Brain)



Biasanya klien mengalami kejang, nyeri kepala, kesadaran menurun 4. B4 (Bladder Biasanya klien pada penyakit ini tidak mengalami gangguan pada sistem perkemihan 5. B5(Bowel) Biasanya mengalami mual muntah, penurunan nutrisi, anoreksia, penurunan BB 6. B6 (Bone) Biasanya terjadi kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik, melemahnya otot-otot bicara



G. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang 1. CT scan Menunjukkan lokasi aneurisma, menunjukkan pecahnya aneurisma, bila aneurisma belum pecah, bila cukup besar, dapat dilihat sebagai nodul bulat dalam ruang subarachnoid basal, kadang-kadang dengan dinding berkapur. 2. Angiography Bertujuan mengenali aneurisma, lokasi yang tepat, dan ukuran aneurisma. Untuk mencapai tujuan ini prosedur yang ideal adalah angiografi rotasi dengan rekonstruksi tiga dimensi. Hal ini berguna jika prosedur occlusive endovascular direncanakan. 3. MRI Berguna hanya dalam aneurisma besar dan raksasa untuk lebih mengevaluasi komponen thrombosis dan hubungan dengan struktur saraf yang berdekatan (R Sjamsuhidajat. 2010). H. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tdk efektif b/d depresi pusat pernafasan 2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (aneurisma serebri) 3. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan (anoreksia) 4. Risiko perfusi serebral tdk efektif d/d Aneurisma serebri I.



Intervensi Keperawatan dan Rasional No Diagnosa Standar Luaran (SLKI) Keperawatan 1 Pola nafas tdk efektif Luaran utama: Pola b/d depresi pusat Nafas 95 pernafasan 1. Tekanan inspirasi dan ekspirasi membaik 2. Tidak mengunakan otot bantu nafas 3. Tidak ada pernafasan



Standar Intervensi (SIKI) Manajemen Jalan Nafas 187 Observasi 1. Monitor pola nafas (Frekuensi, kedalaman, usaha nafas) 2. Monitor adanya bunyi



cuping hidung nafas tambahan 4. Frekuensi napas normal 3. Monitor sputum (warna, 5. Kedalaman nafas jumlah) normal Intervensi Luaran Tambahan: 1. Atur posisi semi fowler atau fowler Status Neurologis 120 1. Pola nafas normal 2. Berikan minum air 2. Frekuensi nafas normal hangat 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 4. Lakukan pengisapan lender kurang dari 15 detik 5. Berikan oksigen Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari] 2. Ajarkan teknik batuk efektif Koolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik. Pemantauan Respirasi 247 Observasi 1. Monitor pola nafas seperti beradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul. 2. Monitor kemampuan batuk efektif 3. Monitor ada produksi sputum 4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas 5. Auskultasi bunyi nafas 6. Monitor saturasi oksigen 7. Monitor nilai AGD 8. Monitor hasil X-ray thoraks Terapeutik a. Dokumntasi pemantauan Edukasi



hasil



2



1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. informasikan hasil pemnatauan jika perlu Nyeri akut b/d agen Luaran utama: Tingkat Manajemen Nyeri 201 pencedera fisiologis Nyeri 145 (aneurisma serebri)  Tidak ada keluhan nyeri 1. Observasi - Identifikasi lokasi,  Pasien tidak meringis karakteristik, durasi,  Tidak ada sikap frekuensi, kualitas. Dan protekstif dan gelisa itensitas nyeri  Tidak mengalami Identifikasi skala nyeri kesulitan tidur - Indentifikasi respon  Tidak menarik diri nyeri non verbal  Tidak berfokus pada diri - Indentifikasi factor sendiri memperberat dan  Tidak ada perasaan meringankan nyeri depresi atau tertekan - Identifikasi pengaruh  Tidak anoreksia budaya terhadap nyeri  Pola nafas normal - Indentifikasi pengaruh  Tekanan darah normal nyeri pada kualitas hidup  Frekuensi nadi norma - Monitor keberhasilan  Pola tidur normal terapi komplementer yang sudah diberikan Luaran Tambahan: - Monitor efek samping Kontrol Nyeri 58 penggunaan analgetik - Mengatakan nyeri terkontrol Terapeutik - Kemampuan mengenali - Berikan terapi teknik onset nyeri nonfarmakologis - Kemampuan mengenali - kontrol lingkungan yang penyebab nyeri memperberat rasa nyeri - Mampu melakukan - fasilitasi istirahat dan teknik nonfarmakologi tidur - pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan meredahkan nyeri Edukasi - jelaskan penyebab, period, dan pemicu nyeri - jelaskan strategi meredakan nyeri - anjurkan memonitor nyeri secara mandiri



- anjurkan mengunakan analgetik secara tepat - anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi - kolaborasi pemberian anlgetik, jika perlu 3



Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan (anoreksia)



Luaran utama: Status Manajemen Nutrisi 200 1. Observasi Nutrisi 121 - porsi makan dihabiskan - Identifikasi status nutrisi - Kekuatan otot menelan - Indentifikasi alergi dan baik itoleransia makanan - Mampu mengetahui - Identifikasi makan yang makan dan minuman disukai yang sehat - Identifikasi kebutuhan - Berat badan meningkat kalori dan nutrisi - Frekuensi makan - Identifikasi perlunya meningkat mengunanakan selang - Nafsu makan baik nasogastric - Bising usus normal - Monitor asupan makan - Membrane mukosa baik - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium 2. Terapeutik - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu - Fasilitasi menentukan diet - Sajikan makanan secara menarik - Berikan makanan tinggi serat ubntuk mencegah konstipasi - Berikan makanan tinggi kalori, jika perlu - Berikan suplemen makanan, jika perlu 3. Edukasi - Anjurkan posisi duduk, jika mampu - Ajarkan died yang diprogramkan



4. Kolaborasi - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan misalnya pereda nyeri, jika dibutuhkan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori



J. Daftar Pustaka Brunner



&



Suddarth.



2014.



Buku



Ajar



Keperawatan



Medikal



bedah.



EGC: Jakarta Chang, Ester. 2011. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC: Jakarta R. Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta Soeparman &



Sarwono



waspadji. 1999



.



Ilmu



Penyakit



dalam.



Gaya



Baru.



Jakarta . PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesi: Definisi dan indicator Diagnosi, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI.2018.



Standar LuaranKeperawatan Indonesia: Definisi



dan Kriteria Hasil



Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNi. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI