Laporan Pendahuluan Spondilitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SPONDILITIS



A.



DEFINISI Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa



merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3), dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2. Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses ataupun kifosis



B.



ETIOLOGI Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang



paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.



C.



FAKTOR RISIKO a. Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA positif b. Tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang, walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan bagian yang lain.



c. Pernah menderita penyakit ini sebelumnya, karena spondilitis tuberculosa merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dalam tubuh.



D.



PATOFISIOLOGI Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari



bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkolusa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paraveretebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis.



E.



PATHWAY



F.



KLASIFIKASI a. Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. b. Sentral



Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalah artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitasspinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak ditemukan di regio torakal. c. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi dibagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darahvertebral. d. Bentuk atipikal : Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan lengkung saraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%10%.



G.



PATOGENESIS Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder.



Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium yaitu : a. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra. b. Stadium destruksi awal Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. c. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan



setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama disebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. d. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia. 1. Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. 2. Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya 3. Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitasi penderita serta hipestesia/anestesia 4. Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defefekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. e. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.



Gambar Spondilitis tuberkulosis. A) Gibus thorakolumbar. Penderita menyandarkan diri pada ekstremitas atas; B) 1. rarefaksi bagian anterior vertebra mulai nampak penyempitan diskus intervertebralis, 2. rarefaksi meluas, penyempitan jelas, 3. kompresi vertebra bagian ventral, terjadinya gibus, kompresi medulla spinalis



H.



MANIFESTASI KLINIS



Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu: a Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anakanak sering disertai dengan menangis pada malam hari. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke



c



garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal Deformitas pada punggung (gibbus) Pembengkakan setempat (abses) Adanya proses tbc



d e f g



Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa: a



Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang



menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri. b Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal



I.



PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. b. c. d.



Tuberkulin skin test : positif Laju endap darah : meningkat Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+) X-ray : 1. Destruksi korpus vertebra bagian anterior 2. Peningkatan wedging anterior 3. Kolaps korpus vertebra e. CT scan : 1. Menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan kerusakan tulang 2. Resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya daerah paraspinal 3. Mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak f. MRI 1. Standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posterior



2. Paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural



J.



PENATALAKSANAAN a. Terapi konservatif : 1. Medikamentosa :  Rifampisin 10-20 mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari  Etambutol 15 mg/kgBB, maksimum 1200 mg/hari  Piridoksin 25 mg/kgBB  INH 5-10 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari  Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan dalam 1 tahun.  Semua obat diberikan sekali dalam sehari. 2. Imobilisasi Pencegahan komplikasi imobilisasi lama  turning tiap 2 jam untuk menghindari ulkus dekubitus  latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur  latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan    



mencegah terjadinya orthostatik pneumonia latihan penguatan otot bladder training dan bowel training bila ada gangguan mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan penyakit Program aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit



b. Operasi Indikasi operasi : 1. adanya abses paravertebra 2. deformitas yang progresif 3. gejala penekanan pada sumsum tulang belakang 4. gangguan fungsi paru yang progresif 5. kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan 6. terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat dikontrol Kontra-indikasi operasi : 1. kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang membahayakan operasi Secara garis besar tindakan operatif dibagi menjadi : 1. Debridement Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan sekuestra tanpa melakukan tindakan apapun pada tulangnya. 2. Operasi radikal Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah meliputi seluruh tulang belakang yang rusak, hingga mencapai daerah yang sehat dan posterior mencapai duramater. Dilanjutkan dengan grafting yang diambil dari kosta atau tibia. Pada umumnya meliputi anterior radical focal debridement dan stabilisasi dengan instrumentasi.



K.



KOMPLIKASI a. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh : Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh : menigomyelitis – prognosa buruk). b. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam pleura. c. Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis. d. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra umbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.



L.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN a. Pengkajian 1 Akivitas/Istirahat Gejala : Kesulitan ambulasi Ketidakmampuan untuk berpartisipasi pada 2



aktivitas Gangguan tidur karena nyeri. Tidak merasa istirahat dengan baik. Sirkulasi Tanda : Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri). Takikardia.



Pembengkakan jaringan/massa pada sisi cedera. 3 Neurosensori Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot. Kebas/kesemutan Tanda : Deformitas lokal 4 Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri berat tiba-tiba,memburuk dengan gerakan. b. Diagnosa Keperawatan 1 Nyeri 2 Gangguan mobilitas fisik 3 Risiko penyebaran infeksi