Laporan Percobaan 3 MAI [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM METODE ANALISIS INSTRUMEN PERCOBAAN 3.1 ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Disusun oleh: Kelompok 2/E Childa Agpirahma Cindera B. A Irman Maryawan Nandianti Nurlita Sari Friska Aulia Hidayat Putri Nosa Dwiawanda Asisten Tanggal Praktikum Tanggal Pengumpulan



(10060316187) (10060316189) (10060316190) (10060316191) (10060316192) (10060316193) : Atika Zulfa.K., S. Farm : 19 Februari 2019 : 27 Februari 2019



LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2019 M/1440 H



PERCOBAAN 3.1 ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI I.



Tujuan Percobaan



I.1



Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi.



I.2



Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi.



I.3



Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data kromatogram dan hasil penetapan kadar.



II.



Prinsip Percobaan Prinsip kerja HPLC adalah berdasarkan perbedaan kepolaran, senyawa polar



akan tertarik pada senyawa polar dan senyawa nonpolar akan tertarik pada senyawa non polar . III. Teori Percobaan III.1 HPLC High performance liquid chromatography (HPLC) atau yang sering disebut kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah untuk pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar serta senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012). III.1.1 Prinsip Dasar HPLC Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian



akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan perbedaan afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh detector (spektrofotometer UV, fluorometer atau indeks bias) pada panjang gelombang tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC tersebut (Gandjar dan Rohman, 2012). III.1.2 Komponen Alat HPLC



Gambar 3.1 Komponen Alat HPLC 1.



Pompa (Pump) Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom.



Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement) (Putra, 2004). 2.



Injektor (Injector) Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan: a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi. b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromatografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan



semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan. c.



Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 μL dan dilakukan dengan cara otomatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi load, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfer, bila valve difungsikan, maka sampel akan masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).



3.



Kolom (Column) Kolom dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu : a.



Kolom analitik: Diameter dalam 2 - 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom.



b.



Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm (Putra, 2004).



4.



Detektor Detektor dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut: 1)



Detektor spektrofotometri UV-Vis



2)



Detektor Indeks Bias



3)



Detektor Elektrokimia



4)



Detektor Photodiode-Array (PDA) (Gandjar dan Rohman, 2007).



III.1.3 Kelebihan dan kekurangan HPLC a. kelebihan dari alat HPLC antara lain: -



Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran dengan daya memisah yang tinggi.



-



Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan analisis.



-



Dapat digunakan bermacan-macam detektor dengan kepekaan yang tinggi.



-



Kolom dapat digunakan kembali.



-



Waktu analisa cukup singkat.



-



 HPLC dapat digunakan untuk isolasi zat yang tidak mudah menguap dan zat yang tidak stabil.



-



Dapat menganalisis sampel yang kecil kuantitasnya.



-



Teknik HPLC dapat dilakukan pada suhu kamar.    



b. Kelemahan dari alat HPLC antara lain: -



Harga sebuah alat HPLC cukup mahal



-



Sering ada larutan standar yang tertinggal diinjektor.



-



Pada kolom dengan diameter rata-rata partikel fase diam dengan ukuran 5 dan 3 mikrometer sela-sela partikel lebih mudah tertutup oleh kotoran, jadi harus seringkali dicuci dan kemurnian larutan harus dijaga. (Putra, 2004)



III.2 Paracetamol Parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N serta mudah larut dalam etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol memiliki khasiat sebagai analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).



Gambar 2.1 Rumus Struktur Paracetamol



Absorbansi parasetamol pada max 245 nm dalam larutan asam adalah sebesar 668a sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 715a pada max 257 nm (Moffat et al., 2005).



IV.



Alat dan Bahan Alat Alat HPLC Jarum Sunti Mikroliter Labu Erlenmeyer 20 mL Labu Takar 50 mL dan 10 mL Pipet Tetes Pipet Volume Saringan Membran Filter PTFE Vial



V.



Bahan Aqua Pro Injeksi Metanol Pro HPLC Tablet Parasetamol



Data Fisika Kimia (MSDS)



V.1 Paracetamol 



Sinonim



: Paracetamolum, Asetaminofen.







Rumus molekul



: C8H9NO2







Berat molekul



: 151,16 g/mol







Pemerian



: Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit



pahit. 



Kelarutan



: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium



hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol. 



Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus



cahaya 



Fungsi



: Analgetik, antipiretik. (Farmakope Indonesia Edisi



IV hal. 649 & MSDS Acetaminophen ScienceLab.com Chemicals and Laboratory Equipment)



V.2 Metanol 



Titik beku



: -98˚







Berat molekul



: 32,04 g/mol







Bobot jenis



: 0,7915 g/cm3







Titik didih



: 64,5







Pemerian



: Cairan tidak berwarna, tidak berasa







Rumus molekul



: CH4OH







Perhatian



: Dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, rasa



terbakar, inflamasi, kerusakan kornea, mudah terbakar dan bersifat toksik. (MSDS Methanol ScienceLab.com Chemicals and Laboratoty Equipment)



V.3 Aqua Bidestilasi 



Pemerian



: Cairan jernih tidak berbau, tidak berasa







pH



:7







Titik didih



: 100˚C







Titik beku



: 0 C







Stabilitas



: Produk yang stabil







Inkompatibilitas



: - (MSDS H2O ScienceLab.com Chemicals and



Laboratory Equipment).



VI.



Prosedur



VI.1 Uji Kesesuaian Sistem Uji dilakukan dengan larutan standar diinjeksikan berturut-turut sebanyak 7 kali ke dalam instrument KCKT. Selanjutnya, luas area standar, waktu retensi, faktor ikutan dihitung nilai simpangan baku relatif (SBR)nya. Uji kesesuian sistem dinyatakan memenuhi syarat apabila nilai SBR 101%) 



Cara One Point Methode







Cu=



Lu ×Cs Ls



Lu = 41633632 (luas area uji) Ls = 40800503 (luas area standar) Cs = 50 ppm (konsentrasi larutan standar) Cu=



41633632 ×50 ppm 40800503



= 51,02097883 ppm % Kadar



=



X × 100 % Konsentrasi uji setelah pengeceran



=



51,02097883 ppm ×100 % 50 ppm



= 102,0419577 % ( Tidak memenuhi syarat karena >101%)



VIII. Pembahasan Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku parasetamol dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC). KCKT adalah jenis kromatografi yang penggunaannya paling luas. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan dan pemurnian



senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasetika. Disamping itu, KCKT juga digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar serta senyawa obat dalam sampel. Prinsip dasar dari KCKT adalah pemisahan analit berdasarkan perbedaan kepolaran (Gandjar dan Rohman, 2012). Instrumen KCKT memiliki 2 jenis kolom berdasarkan jenis fase gerak dan fase diam yang digunakan, yaitu kolom normal phase dan kolom reverse phase. Dalam praktikum kali ini digunakan instrumen KCKT dengan jenis kolom reverse phase yaitu dimana fase diamnya bersifat nonpolar sedangkan fasa geraknya bersifat polar (Mulja dan Suharman, 1995). Fase gerak yang digunakan kali ini adalah kombinasi dari aqua pro inject dengan metanol pro KCKT . Pemilihan aqua pro inject-methanol pro KCKT sebagai fase gerak karena alat KCKT sangat sensitif, sehingga diperlukan analit murni agar tidak terdapat kontaminan. Fase diam yang digunakan pada alat ini adalah C18 (Oktadesil/ODS) yang bersifat nonpolar yang mampu untuk memisahkan fase diam senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). Sistem kromatografi yang digunakan dalam percobaan adalah kromatografi adsorbsi. Dimana berupa padatan dan fase gerak berupa cairan, sehingga senyawa yang memiliki kepolaran dengan fasa diam dapat tertahan/terjerap dan yang tidak dapat terelusi (Mulja dan Suharman, 1995). Sebelum dilakukan analisis parasetamol dengan metode KCKT, dilakukan uji kesesuaian sistem yang bertujuan untuk memastikan jika sistem kromatografi sudah memenuhi syarat dengan cara menyuntikan sampel sebanyak 7 kali berturut-turut. Kelompok kami tidak melakukan uji ini dikarenakan keterbatasan waktu sehingga didapati hasil SBR waktu retensi dari kelompok A3 sebesar 1,4279% dari kelompok A3. Uji kesesuaian sistem dinyatakan memenuhi syarat, karena nilai SBR < 2,0 % (The United State Pharmacopeial Convention, 2006). Selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap parasetamol. Tujuan dilakukannya analisis kualitatif adalah untuk mengetahui keberadaan ada atau tidaknya senyawa parasetamol didalam sampel uji.



Sedangkan tujuan dilakukannya analisis kuantitatif adalah untuk menetapkan berapa banyak unsur atau zat yang ada dalam suatu senyawa campuran. (Irfan, 2000 ) Untuk melakukan analisis kualitatif, prosedur yang dilakukan sama dengan prosedur analisis kuantitatif larutan uji, sehingga bisa dikatakan hasil dari analasis kualitatif larutan standar sama dengan analisis kuantitatif larutan uji. Untuk melakukan analisis kuantitatif dilakukan dengan prosedur yang sama, namun dengan bahan parasetamol uji dan di lakukan pengenceran dalam berbagai konsentrasi yaitu 0,2;0,4;0,6;0,8;1 dan 1,2 ml. Pertama, dilarutkan sejumlah parasetamol baku maupun uji dengan fase gerak yaitu kombinasi aqua pro injeksi dan methanol. Lalu dilakukan pengenceran dengan memipet dengan berbagai konsentrasi dan di larutkan dalam fasa gerak pada labu takar 10 ml. setelah itu, larutan di saring menggunakan membran filter PTFE 0,45



µm. Dilakukannya penyaringan bertujuan agar



meminimalisir adanya partikulat atau pun zat pengotor lainnya yang terdapat didalam larutan sekalipun berukuran mikro, karena alat penyuntik KCKT berdiameter sangat kecil, sehingga dihindari adanya penyumbatan oleh zat pengotor dan gangguan pada system kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat menyebabkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut (Gandjar dan Rohman, 2007). Setelah disaring, larutan sampel uji maupun standar diinjeksikan kedalam alat KCKT sebanyak 40 µl secara hati-hati sehingga tidak adanya gelembung yang mempengaruhi volume larutan. Kemudian fase gerak maupun larutan yang dianalisis dialirkan dengan menggunakan sistem pompa. Pompa dibutuhkan untuk mengalirkan fase gerak dengan tekanan sehingga dapat mengalir secara terus menerus melalui kolom secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Larutan yang diinjeksikan dan dianalisi terlebih dahulu adalah larutan baku standar yang memiliki konsentrasi paling kecil lalu menuju yang paling besar, dan diakhiri dengan pengujian larutan uji. Hal ini dilakukan untuk menghindari perubahan konsentrasi dalam alat suntik yang akan mempengaruhi analisis. Setelah larutan diinjeksikan, larutan akan masuk kedalam kolom dengan bantuan fase gerak. Didalam kolom, terjadi pemisahan analit-analit



dengan perbedaan kepolaran. Kepolaran yang sama dengan fasa diam akan tertahan, sedangkan yang sama dengan fasa gerak akan terelusi. Setelah itu, larutan akan di deteksi dengan detector (Sarwano, 2006). Detektor yang digunakan pada KCKT ini adalah detektor UV Visible atau sinar tampak. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Digunakannya detector UV-Vis karena senyawa parasetamol memiliki gugus kromofor. Dimana gugus kromofor ini merupakan ikatan selang-seling terkonjugasi yang dapat menyerap sinar tampak sehingga keberadannya dapat dianalisis dalam alat KCKT (Sarwano, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh data yang menunjukan bahwa pada larutan standar parasetamol konsentrasi 10 ppm diperoleh nilai luas area 10694891, konsentrasi 20 ppm diperoleh nilai luas area 17260994, konsentrasi 30 ppm diperoleh nilai luas area 23678438, konsentrasi 40 ppm diperoleh nilai luas area 30881482, konsentrasi 50 ppm diperoleh nilai lias area 40800503 dan pada konsentrasi 60 ppm diperoleh nilai luas area 46483628. Dari hasil larutan standar akan digunakan untuk membuat persamaan regresi linier dan dapat dibuat kurva kalibrasi sebagai berikut :



Y = bx +a 41633632 = 733615,0171x + 2623463,733 = 53,17525863 ppm



45000000 40000000 35000000 30000000 Luas area



25000000 20000000 15000000 10000000 5000000 0 5



10



15



20



25



30



35



40



45



50



55



Dari semua larutan standar yang diukur diperoleh persamaan regresi, sehingga dapat dihitung persen kadar parasetamol didalamnya. Didapati hasil sebesar 106,3505175%. Lalu dilakukan perhitungan persen kadar parasetamol dengan menggunakan One Point Methode, didapati hasil sebesar 102,0419577%. Dapat dikatakan bahwa kadar yang diperoleh dari hasil praktikum yang telah dilakukan tidak memenuhi syarat ketetapan kadar karena dimana kadar parasetamol yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia adalah tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 101% (Dirjen POM, 1995). Kemudian, berdasarkan hasil pengamatan didapati hasil kromatogram larutan uji



parasetamol dengan konsentrasi 50 ppm diperoleh nilai luas area sebesar 41633632 dengan waktu retensi 3,393. Sedangkan pada larutan standar diperoleh dari kelompok A3, pada uji kesesuaian sistem yaitu nilai luas area sebesar 4259410,143 dengan rata-rata waktu retensi sebesar 3,434857143. Secara kualitatif, larutan uji mengandung parasetamol yang dilihat dari waktu retensi yang sama-sama berada di rentan 3. Berdasarkan hasil kromatogram keseluruhan, terdapat senyawa-senyawa lain yang terdeteksi oleh detektor, dilihat dari adanya tailing / ekor dalam grafik KCKT. Seharusnya, hasil kromatogram yang baik adalah tidak terdapat tailing. Hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya senyawa pengotor dalam larutan yang dianalisis, kecerobohan praktikan dalam praktik, dan adanya air hasil pembilasan dari alat yang digunakan sehingga dapat mempengaruhi hasil dari kromatogram.



IX.



Kesimpulan



Dari percobaan kali ini dapat disimpulkan : -



Parasetamol dapat dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)



-



Dari hasil penetapan kadar, diperoleh kadar parasetamol sebesar 106,3505175% dengan metode kurva kalibrasi dan kadar sebesar 102,04195175 % dengan one point methode.



-



Kadar parasetamol yang diperoleh dari analisis kuantitatif tidak memenuhi syarat ditetapkan farmakope.



DAFTAR PUSTAKA



Gandjar, I. G. & Rohman, A. (2012). Analisis Obat secara Spektroskopi dan Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Putra, E.D.L. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dalam Bidang Farmasi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Depkes RI. (1995).Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Moffat, A.C., M.D. Osselton., B. Widdop. (2004). Clarke’s Analysis Of Drug And Poisons. Thirth Edition. London: Pharmaceutical Press. The United State Pharmacopeial Convention. (2006). The United States Pharmacopeia (USP). 30th Edition. United States. Hal. 680 Mulja, M. dan Suharman, (1995), “Analisis Instrumental”, ed.1, Airlangga University Press, Surabaya. Sarwano, Jonathan. (2006).  Metode Penelitian Kuantitatif & kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Irfan, Anshory. (2000). Ilmu Kimia. Erlangga : Jakarta