Laporan PKL Uji Skoring Ikan Tuna Kaleng [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Uji organoleptik merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguji kualitas suatu bahan atau produk menggunakan panca indra manusia dan menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam menganalisis kualitas dan mutu produk. Jadi, dalam hal ini aspek yang diuji dapat berupa warna, rasa, bau, dan tekstur. Pengujian



organoleptik



memiliki berbagai macam cara dalam



pengujiannya. Beberapa macam cara pengujian organoleptik yaitu uji pembedaan (difference test), uji penerimaan (acceptance test) dan uji deskripsi (descriptive test) yang sering digunakan dalam penilaian indrawi. Uji pembedaan dan uji penerimaan banyak digunakan dalam penelitian, analisis proses dan penilaian hasil akhir, sedangkan uji deskripsi banyak digunakan dalam pengawasan mutu (quality control) (Kartika et al., 1988). Pengindraan



sangat



berperan



penting



dalam



pendeskripsian



dan



pengembangan suatu produk. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai atau tingkat kesan, kesadaran dan sikap yang disebut pengukuran subyektif (Sulistyawati, 2011). Penginderaan adalah proses fisiologis dan reaksi psikologis. Jenis penilaian yang digunakan yaitu penilaian sesuatu dengan menggunakan alat ukur yang disebut penilaian instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena penilaian yang dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau organ tubuh (indra), maka penilaian ini disebut juga penilaian subyektif atau penilaian indrawi. Parameter yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran seseorang



1



Universitas Sriwijaya



2



setelah diberi rangsangan, maka disebut juga dengan penilaian sensori (Sulistyawati, 2011). Penilaian terhadap mutu suatu produk pangan meliputi berbagai sifat sensoris yang kompleks. Ada kalanya mutu produk pangan didasarkan pada intensitas sifat sensoris spesifiknya. Jadi pada dasarnya mutu suatu produk pangan merupakan kumpulan (composite) respon semua sifat sensoris yang spesifik yang dapat berupa bau, rasa, cita rasa (flavor), warna dan sebagainya. Dalam kelompok pengujian intensitas sensoris dikenal tipe uji ranking, uji skoring dan uji deskriptif. Uji skoring dapat digunakan untuk penilaian sifat sensoris yang spesifik atau sifat-sifat sensoris kolektif pada pengawasan mutu produk pangan. Uji skor juga disebut pemberian skor atau skoring dengan cara memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapanungkapan skala mutu yang sudah menjadi baku (Kartika et al .,1988).



1.2. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktik Lapangan di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP) ini adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mengenai uji organoleptik terkhusus tentang uji skoring dan uji bobot tuntas pada produk tuna kaleng 2. Menerapkan dan mengembangkan pengetahuan yang diperoleh diperkuliahan.



1.3. Manfaat Manfaat dari pelaksanaan praktik lapangan di BBP2HP yaitu dapat memahami dan mengetahui proses serta metode uji sensoris terutama ikan tuna kaleng yang menjadi salah satu produk komersil bernilai jual tinggi dipasaran. Selain itu juga dapat memahami cara untuk menentukan bobot tuntas serta aspek penting lainnya pada uji organoleptik ini. Kita juga dapat memahami cara mempersiapkan perlengkapan yang digunakan selama proses uji organoleptik ikan tuna kaleng maupun ketika menguji produk yang lainnya.



Universitas Sriwijaya



3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Ikan tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa spesies dari famili scombridae, terutama genus Thunnus. Ikan tuna tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging ikan ini berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung mioglobin daripada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, misalnya tuna sirip biru (bluefin tuna), yang dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam. Ikan tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi (Wicaksono, 2009). Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Scombridae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus sp. Penyebaran tuna di perairan sangat ditentukan oleh parameter suhu. Jenis madidihang dan cakalang merupakan spesies yang paling banyak tertangkap di Indonesia. Berdasarkan Food and Agriculture Organization (FAO) (2012), madidihang banyak ditemukan di bagian bawah dan di atas lapisan termokline sehingga penyebaran jenis tuna ini banyak ditemukan di daerah tropis seperti di Indonesia (Wicaksono, 2009).



2.2. Ikan Tuna dalam Kaleng Ikan tuna dalam kaleng menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-27121-2006), adalah produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna (Thunnus



3



Universitas Sriwijaya



4



sp.) segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, penyiangan, pemotongan, pencucian, pengukusan, pendinginan, pembersihan, pemotongan, seleksi



daging, pengisian,



penimbangan, pengisian media,



penghampaan, penutupan kaleng, sterilisasi, pendinginan, seleksi, pengepakan dan pengemasan. Sterilisasi merupakan titik kritis dalam tahapan produksi tuna dalam kaleng. Winarno (2004) menyatakan bahwa daya tahan produk tuna kaleng sendiri didapat dari proses sterilisasi komersial yang menyebabkan mikroba dalam makanan kaleng tidak dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi penyimpanan normal. Sterilisasi yang mengandalkan suhu tinggi 115-120 oC selama 1-1,5 jam tentu saja mengubah karakterisik fisika-kimia bahan baku tuna yang digunakan. Sifat-sifat organoleptik berupa penampakan, warna, aroma, tekstur dan rasa dari bahan baku mengalami perubahan. Komponen makromolekul didalamnya juga berubah seperti protein yang mengalami denaturasi permanen atau asam nukleat yang terdegradasi sebagian. Kondisi inilah yang menjadi tantangan dalam proses autentikasi produk olahan dalam kaleng (Winarno, 2004). Ikan tuna dalam kaleng menurut standar Codex (CODEX STAN 70-1981) terbagi menjadi empat kategori: 1. Solid, potongan ikan besar dan kompak memenuhi ukuran kaleng, proporsi dari chunk atau flakes tidak boleh melebihi 18% berat kering. 2. Chunk, potongan ikan tidak boleh kurang dari 1,2 cm dan bentuk otot tidak boleh hilang, proporsi potongan daging yang berukuran kurang dari 1,2 cm tidak boleh melebihi 30% berat kering. 3. Flake atau flakes, campuran partikel dan potongan ikan yang berukuran kurang dari 1,2 cm tanpa kehilangan bentuk otot, proporsi potongan daging yang kurang dari 1,2 cm dapat lebih dari 30%. 4. Grated atau shreded, campuran potongan ikan yang telah dimasak dan memiliki ukuran seragam, tetapi merupakan partikel yang terpisah, bukan pasta.



2.3. Metode Uji Sensori Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia untuk



Universitas Sriwijaya



5



mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan, minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk. Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau tidak dalam produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk pengembangan, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses atau penyimpanan, dan



memberikan data yang



diperlukan untuk promosi produk (Nasiru et al., 2011). Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu menerima produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat produk, mengingat kembali produk yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat inderawi produk. Dalam uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki nilai yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatan cepat diperoleh. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah komunikasi antara manajer dan penelis (Meilgaard, 2000). Pada dasarnya uji sensori terbagi atas beberapa metode yaitu different test (uji pembedaan), descriptive test (uji skoring) dan affection test (uji hedonik). Menurut (Setyaningsih, 2010) tujuan analisa sensori untuk mengetahui repon yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, kesukaan, dan penerimaan.



2.3.1. Uji Pembedaan Uji pembedaan juga disebut uji pasangan (paired comparison, paired test atau dual corn paration). Cara pengujian ini termasuk paling sederhana dan paling tua, karena itu juga sering digunakan. Dalam pengujian dengan uji pasangan, dua contoh disajikan bersamaan atau berurutan dengan nomor kode berlainan. Masingmasing anggota panel diminta menyatakan ada atau tidak ada perbedaan dalam hal sifat yang diujikan. Agar pengujian menjadi efektif, sifat atau kriteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis. Ada dua cara uji pasangan yaitu dengan dan tanpa



Universitas Sriwijaya



6



dengan bahan pembanding (reference). Dan dua contoh yang disajikan yang satu dapat merupakan bahan pembanding atau sebagai kontrol sedang kan yang lain sebagai yang dibandingkan, dinilai atau yang diuji. Pengujian ini dilakukan misalnya membandingkan hasil cara pengolahan lama sebagai contoh baku atau pembanding dan hasil cara pengolahan baru yang dibandingkan atau dinilai (Kartika et al .,1988). Dalam hal uji pasangan dengan pembanding berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2346-2015), yaitu bahan pembanding dicicip lebih dulu baru contoh ke dua. Tetapi dapat juga dua contoh itu tidak mempunyai bahan pembanding. Misalnya membandingkan 2 macam hasil dan dua daerah. Dalam hal mi ingin diketahui atau dinilai ialah ada atau tidak adanya perbedaan sifat basil dan kedua daerah itu. Dalam uji pasangan, pengujian dapat dianggap cukup jika panelis telah dapat menyatakan ada atau tidak adanya perbedaan. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan sifat sensori dari produk.



2.3.2. Uji Deskripsi Uji deskripsi merupakan penilaian sensori berdasarkan sifat-sifat sensori yang lebih komplek, meliputi berbagai jenis sifat sensori yang menggambarkan keseluruhan sifat komoditi tersebut, Uji ini dapat digunakan dalam industri pangan untuk menilai tingkat pengembangan kualitas produk, dan juga digunakan untuk mempertahankan/menyeragamkan mutu sebagai alat diagnosis serta dapat berfungsi sebagai pengukuran pengawasan mutu (Soekarto, 1990). Seperti halnya uji skoring atau rating, contoh disajikan secara acak. Untuk komoditi yang menggunakan berbagai jenis atribut mutu, hendaknya penyajian contoh disajikan satu per stu bersama contoh baku (apabila dikehendaki adanya contoh baku). Meskipun uji menggunakan panelis terlatih, namun penyajian contoh yang terlalu banyak dapat pula memberikan hasil bias. Data diolah secara statistik dan hasilnya harus ditampilkan dalam bentuk yang mudah dimengerti yaitu dilaporkan dalam bentuk grafik jaring laba-laba (spider web) dengan nilai nol pada titik pusat untuk setiap atribut (Soekarto, 1990). Uji skoring menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2346-2015), juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa



Universitas Sriwijaya



7



produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari suatu produk. Tiap skor yang diberikan oleh panelis dalam pengujian skoring melambangkan tingkat nilai. Nilai dalam uji skoring mempunyai analogi dengan nilai ujian, tiap angka melambangkan atau menyatakan tingkat mutu. Pengujian ini pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk menentukan karakteristik sensori spesifik dari produk yang dilakukan oleh panelis terlatih.



2.3.3. Uji Penerimaan Saat ini banyak sekali produk baru yang memiliki kesamaan sifat dengan produk yang sudah dikenal. Kadang-kadang diantara produk tersebut ingin diketahui manampilkan agar lebih disukai oleh konsumen. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian penerimaan konsumen (preference test). Yang termasuk ke dalam uji penerimaan adalah uji kesukaan. Uji penerimaan menyangkut penilaian sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Uji penerimaan tidak dapat untuk meramalkan penerimaan dalam pemasaran. Jadi apabila sudah diperoleh hasil pengujian yang meyakinkan, tidak dapat dipastikan bahwa produk akan laku keras di pasaran, sehingga



pengujian yang lain dalam



tindak lanjutnya, misalnya uji konsumen. Dalam penganalisisan, skala hedonik ditransformasi menjadi skala numerik dengan angka meningkat menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis statistik. Dengan adanya skala hedonik ini sebenarnya uji hedonik secara tidak langsung juga dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Karena hal ini, maka uji hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditi sejenis atau pengembangan produk secara organoleptik (Sarastani, 2012).



2.3.4. Panelis Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang



disajikan. Panelis



merupakan instumen atau alat untuk menilai mutu dan analisa sifat sensorik suatu produk. Dalam pengujian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Pengunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian. Berdasarkan tingkat sensitifitas dan tujuan setiap pengujian dikenal enam jenis macam panelis yaitu



Universitas Sriwijaya



8



panelis pencicip perseorangan, panelis perseorangan terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, dan panelis konsumen (Sarastani, 2012). Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi panelis menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2346-2015), yaitu tertarik terhadap uji sensori dan mau berpartisipasi, berbadan sehat, bebas dari penyakit THT, tidak buta warna, tidak alergi terhadap makanan yang akan diuji. Pemilihan panelis menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-2346-2015), dilaksanakan



berdasarkan



ketajaman



indera



dasar



dan



kemampuan



menggambarkan persepsi analitis tanpa efek bias pribadi (subjektif) melalui skrining untuk persepsi rasa dasar, skrining persepsi aroma dasar, skrining persepsi tekstur dan skrining persepsi warna normal.Pengembangan kemampuan panelis sehingga mampu mengidentifikasi atribut sensori dalam sistem pangan yang komplek dan peningkatan sensitivitas sehingga dapat memberikan penilaian secara tepat dan konsisten melalui seleksi panelis terlatih menggunakan uji pembedaan (uji segitiga/triangle test), uji rangking dan uji rating/skoring. Pemantauan kinerja dan konsistensi kemampuan panelis melalui pelatihan panelis terlatih. Prosedur pelatihan panelis terlatih dapat dilakukan menggunakan uji rangking dan uji rating/skoring terhadap contoh uji dengan beberapa tingkatan mutu. Panelis terlatih diharapkan mampu memberikan penilaian sesuai dengan tingkatan mutu contoh yang disajikan.



2.4. Uji Skoring Pada bidang industri pangan, perbaikan produk maupun pemilihan produk terbaik merupakan salah satu alternatif penunjang pemasaran. Keinginan konsumen yang selalu menghendaki produk dengan mutu yang terbaik harus dapat dipenuhi. Dalam hal tersebut uji skoring dapat diterapkan untuk mengukur dan membandingkan produk-produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor (Setyaningsih et al .,2010). Uji skoring menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-2346-2015), artinya pemberian skor untuk atribut yang dinilai menurut kesan mutu atau intensitas karakteristik sensoriknya, menurut skala numerik yang telah disediakan untuk masing-masing deskripsinya. Dalam hal ini diperlukan panelis yang benar-benar



Universitas Sriwijaya



9



mengerti atribut mutu yang diminta, misalnya panelis terpilih dan panelis terlatih. Pengujian dilakukan dalam menentukan tingkatan mutu berdasarkan skala angka 1 (satu) sebagai nilai terendah dan angka 9 (sembilan) sebagai nilai tertinggi dengan menggunakan lembar penilaian yang disediakan. Uji skoring termasuk dalam jenis uji skalar dalam evaluasi sensori. Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar digambarkan dalam: pertama, bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan jarak yang sama. Kedua, pita skalar yaitu dengan degradasi yang mengarah (seperti contoh degradasi warna dari sangat putih sampai hitam). Sedangkan dalam skala numerik dinyatakan dengan angka yang menunjukkan skor dari atribut mutu yang diuji. Dengan demikian uji skoring merupakan jenis pengujian skalar yang dinyatakan dalam skala numerik (Susiwi, 2009). Menurut Kartika et al. (1988), pembuatan skala sistem skoring perlu memperhatikan beberapa hal antara lain: 1. Bila yang dinilai beberapa hal yang lebih dari satu sifat, urutan sifat yang dinilai kenampakannya, bau setelah itu baru rasa atau yang dicicipi. 2. Skala tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, diperkirakan dapat memberi gambaran sifat yang dinilai dan reproducible. 3. Ada kesamaan pengertian antar panelis atau perbedaan antar panelis sesedikit mungkin, misalnya dengan membandingkan dengan standar atau suatu kesepakatan. 4. Untuk keperluan pengendalian, dapat dipergunakan istilah baik atau tidak baik. Bila digunakan standar, bisa dipergunakan istilah lebih dari standar atau kurang dari standar. 5. Skala nilai dapat dibuat terstruktur atau tidak terstruktur. 6. Bentuk skala yang umum digunakan sama dengan skala hedonic, yakni skala grafik, skala verbal, skala numeric dan skala standar Menurut Stone dan Joel (2004), uji skoring juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari suatu produk. Tiap skor



Universitas Sriwijaya



10



yang diberikan oleh panelis dalam pengujian skoring melambangkan tingkat nilai. Nilai dalam uji skoring mempunyai analogi dengan nilai ujian, tiap angka melambangkan atau menyatakan tingkat mutu. Respon uji skoring berupa angka yang langsung merupakan data kuantitatif. Data tersebut kemudian ditabulasi dalam bentuk matriks respon. Data respon ini dapat dianalisa sidik ragam dengan contoh sebagai perlakuan dan panelis sebagai blok.



2.5. Uji Bobot tuntas Berat bersih atau isi bersih berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2372-2-2011), adalah pernyataan pada label yang memberikan keterangan mengenai kuantitas atau jumlah pangan olahan yang terdapat di dalam kemasan, berat bersih ditentukan berdasarkan nilai yang didapat dari uji bobot tuntas yang dilakukan terlebih dulu sebelum menentukan pernyataan mengenai kuantitas pada label kemasan pangan tersebut. Bobot tuntas atau berat tuntas adalah ukuran berat untuk pangan padat yang menggunakan medium cair dihitung dengan cara pengurangan berat bersih dengan berat medium cair. Misalnya uji bobot tuntas yang dilakukan pada produk tuna kaleng ditentukan dengan cara penimbangan sesudah dan sebelum penirisan.



Universitas Sriwijaya



11



BAB 3 PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN



3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan praktik lapangan ini dilaksanakan di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP) Cipayung, Jakarta Timur. Kegiatan praktik lapangan ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2017.



3.2. Metode Pelaksanaan Metode yang digunakan pada Praktik Lapangan ini adalah metode survey, untuk data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung proses pengujian berupa cara kerja dan proses persiapan bahan. Selanjutnya melakukan wawancara kepada pembimbing lapangan di Balai Besar Penerapan Pengujian Hasil Perikanan Jakarta. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka tentang uji organoleptik ikan tuna kaleng dengan menggunakan metode uji skoring, sejarah singkat instansi, struktur organisasi, kepegawaian, dan keadaan umum di sekitar instansi.



11



Universitas Sriwijaya



12



BAB 4 KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK LAPANGAN



4.1. Sejarah BBP2HP Balai Besar Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) dibentuk pada tahun 1978 dengan nama Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BBPMHP) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktur Jenderal Perikanan Departement Pertanian. Pada tahun 1978 BBP2HP menempati gedung Departement Pertanian di Jalan Selemba Raya No.16 Jakarta Pusat. Sedangkan pada tahun 1980 BBP2HP dipindahkan dari gedung Departemen Pertanian untuk menempati gedung milik Koperasi Mina Bahari di Jalan Juanda Jakarta Pusat. Kemudian pada tahun 1981 BBP2HP pindah ke gedung di Jalan Muara Baru Ujung, Panjaringan, Jakarta Utara. Pada tahun 2006 terjadi perubahan dimana BBPMHP yang sebelumnya merupakan sektor UPT eselon III berubah menjadi UPT Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Departement Kelautan dan Perikanan eselon II berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 05/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2HP. Pada tahun 2009 dilakukan relokasi gedung BBP2HP ke lokasi yang baru yaitu di Jalan Raya Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Pada awal tahun 2013, BBP2HP mengalami perubahan kembali menjadi Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan.



4.2. Keadaan Umum BBP2HP Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP) merupakan Unit Pelaksana Terpadu (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang membidangi pengujian dan penerapan hasil perikanan. Sesuai dengan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28/PERMEN-KP/2013, tugas BBP2HP adalah melaksanakan uji terap teknik pengolahan dan pemasaran, pengujian dan sertifikasi produk, serta pelayanan pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Selain itu, BBP2HP juga menyelenggarakan fungsi:



12 Universitas Sriwijaya



13



1. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi serta pelaporan. 2. Pelaksanaan uji terap teknik pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. 3. Pelaksanaan



pengujian



persyaratan



kelayakan



pengolahan



dan



penganekaragaman produk hasil perikanan. 4. Pelaksanaan penyiapan bahan standarisasi pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. 5. Pelaksanaan sertifikasi produk penggunaan tanda Standar Nasional Indonesia (SNI) hasil perikanan. 6. Pelaksanaan pelayanan pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. 7. Pelaksanaan bimbingan teknis hasil uji terap, pengujian, dan sertifikasi produk hasil perikanan. 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. BBP2HP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tentunya berpegang pada visi dan misi yang telah ditetapkan. Adapun visi dari BBP2HP yaitu “Pusat Pengembangan Produk Nilai Tambah, Maju, Mandiri dan Berdaya Saing. Sedangkan misi dari BBP2HP dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengembangkan teknologi pengolahan produk nilai tambah, alat dan mesin. 2. Mengembangkan pengujian nutrisi, mutu, dan keamanan serta metode pengujian hasil perikanan. 3. Mengembangkan monitoring residu dan cemaran hasil perikanan. 4. Menyebarluaskan teknologi pengolahan produk nilai tambah, alat dan mesin pengolahan, pengujian dan monitoring hasil perikanan. 5. Mengembangkan dukungan manajemen bidang tekhnologi pengolahan, pengujian dan monitoring hasil perikanan dalam rangka mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik.



4.3. Gedung dan Fasilitas BBP2HP Gedung BBP2HP berada di dua lokasi yang berbeda, yaitu gedung BBP2HP I dengan luas 1.211 m2 yang digunakan sebagai gedung administrasi berlokasi di Jalan Raya Setu No.70, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Sedangkan gedung



Universitas Sriwijaya



14



BBP2HP II dengan luas 8.496 m2 digunakan sebagai gedung pengujian laboratorium dan monitoring di Jalan Raya Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, yang berjarak 300 meter dari gedung BBP2HP I. Lokasi gedung BBP2HP dapat dilihat pada gambar 4.1.



Gambar 4.1. GedungBBP2HP Batas lokasi gedung BBP2HP I yaitu sebelah selatan berbatasan dengan tanah milik Hidayat Alamsyah, sebelah barat berbatasan dengan Jalan Raya Setu, sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Hidayat Alamsyah, sebelah utara berbatasan dengan tanah milik H. Ningu. Batas lokasi gedung BBP2HP II yaitu sebelah selatan berbatasan dengan tanah milik KKP, sebelah barat berbatasan dengan tanah milik Kelurahan Setu, sebelah timur berbatasan dengan Sungai Jati (Anak Sungai Senter), sebelah utara berbatasan dengan tanah milik Jokobus Thomas Ratulangi dan tanah milik Ata bin Ucil. BBP2HP dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang mendukung kelancaran kerja dan fungsinya diantaranya laboratorium, ruang informasi dan publikasi, perpustakaan, ruang pertemuan, serta asrama bagi peserta pelatihan. Selain itu BBP2HP juga dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai dalam pelaksanaan tugas untuk mendukung program dan kegiatan yang ditetapkan. Adapun sarana yang ada pada BBP2HP disajikan pada tabel 4.1 dan untuk prasarana yang ada di BBP2HP disajikan pada tabel 4.2 dibawah ini.



Universitas Sriwijaya



15



Tabel 4.1. Sarana BBP2HP No. 1.



2.



3.



4. 5. 6. 7.



8.



9.



10.



Lokasi Jenis Alat Ruang pengolahan surimi dan fish Meat bone separator, leaching tank, jelly product screw dehydrator, rotary sieve, strainer, silent cutter, chikuwamachine, breading and battering machine, fishball machine, sausage machine, tuna berger machine, fishcake moulder, air blast freezer (ABF). Ruang pengolahan produk kaleng Automatic seamer, boiler and basket, horizontal retort and basket, precooker, filling machine oil/sauce, jacketed kettle. Ruang pengolahan produk kering Mechanical dryer, fermentator, smoking cabinet, vacuum drying oven, boiling cabinet. Ruang tata boga Show case, freezer, autosham, microwave. Ruang pengemasan Vaccum pack, sealer, tray packaging. Ruang bengkel Peralatan untuk merekayasa alat dan mesin, desain layout UPI. Laboratorium mikrobiologi Incubator, water bath, laminer, microscope, autolave, colony couter, freeze dryer, oven, centrrifuge, elisa reader, vacum manifold, vortex, stomacher, refrigator, pHmeter, timbangan, magnetic stirer, hot plate, vacum pump. Laboratorium kimia Kjedahl, soxlet extractor, spectrofotometer, spektroflourometer, Elisa reader, tanur, AAS, GC, GC-MS, HPLC, UV-Vis, LC, MS-MS, ruang asam, homogenizer, refrigerated centrifuge, freezer, refrigerator. Laboratorium organoleptik Refractometer, texture analyzer, microscope, filth trap, timbangan, freezer, refrigerator, viscometer, homogenizer, alat uji sensori, test kit uji formalin, rhodamin B, boraks, dsb. Laboratorium racun hayati Hotplate, homogenizer, centrifuge. Rotary evporator, HPLC, mikroskop, planktonnet, pHmeter, DO meter, refraktometer, test kit PSP, dsb.



Tabel 4.2. Prasarana BBP2HP No. 1. 2. 3. 4. 5. 9.



Nama Bangunan Tanah Gedung kantor utama Gedung teknologi pengolahan Gedung laboratorium pengujian Bangunan diesel Pos jaga



Luas 28.482 m2 1.300 m2 3.890 m2 2.600 m2 56 m2 25 m2



Jumlah 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit



Sumber: BBP2HP (2012).



Universitas Sriwijaya



16



4.4. Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan 4.4.1. Struktur Organisasi Berdasarkan



Peraturan



Menteri



Kelautan



dan



Perikanan



Nomor:



PER.05/MEN/2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Penerapan dan Pengujian Hasil Perikanan (BBP2HP) maka struktur-struktur organisasi dan ketenagakerjaan di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP), Jakarta Timur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.



Kepala BBP2HP Bagian Tata Usaha



Sub Bagian Perencanaan



Bidang Pengolahan Hasil Perikanan



Sub Bagian Informasi



Bidang Pengujian Hasil Perikanan



Seksi Teknologi Pengolahan Perencanaan



Seksi Sarana Dan Prasarana Pengolahan



Sub Bagian Umum



Bidang Monitoring Hasil Perikanan



Seksi Mikrobiologi Dan Organoleptik Pengolahan Seksi Kimia Dan Hayati



Seksi Monitoring Cemaran Kimia Seksi Monitoring Cemaran Biologi



Kelompok Jabatan Fungsional Gambar 1. Struktur Organisasi BBP2HP



4.4.2. Tenaga Kerja Sumber daya manusia BBP2HP per Desember tahun 2012 berjumlah 120 orang yang terdiri dari 95 tenaga kerja Pegawai Negeri Sipil dan 25 Tenaga Kerja Kontrak, komposisi pegawai menurut statusnya pada tabel berikut: Tabel 4.3. Komposisi pegawai BBP2HP berdasarkan status kepegawaiannya



Universitas Sriwijaya



17



No.



Status Pegawai



Jumlah



1.



Pejabat struktural



14



2.



Fungsional perekayasa



11



3.



Fungsional pengawas bidang mutu



11



4.



Fungsional umum



57



5.



Pegawai diperbantukan



1



6.



Pegawai dipekerjakan di BBP2HP



1



7.



Pegawai kontrak



25



Jumlah



120



4.5. Ruang Lingkup Bidang 4.5.1. Bidang Pengolahan Hasil Perikanan Bidang pengolahan hasil perikanan telah menghasilkan 175 ragam hasil inovasi teknologi pengolahan yang terdiri dari 36 ragam produk berbasis rumput laut, 64 ragam produk berbasis ikan laut, 22 ragam produk berbasis ikan air tawar, 30 ragam alat penanganan dan pengolahan, 13 ragam pengemasan dan pelabelan produk, 3 desain layout Unit Pengolahan Ikan, dan 7 ragam nonkonsumsi pada tahun 2006-2012. Adapun ragam produk yang telah dihasilkan di BBP2HP dapat dilihat pada tabel 4.4. 1. Produk berbasis rumput laut, antara lain: permen jelly rumput laut, dodol rumput laut, cendol instant rumput laut, bakso ikan rumput laut, cendol rumput laut, nata rumput laut, beras rumput laut, sirup rumput laut, selai rumput laut, manisan rumput laut. Minuman rumput laut, minuman berserat rumput laut, nori lembaran, es krim rumput laut, mie basah, puding agar kertas, mie instan, dll. 2. Produk berbasis ikan laut, antara lain: abon ikan kembung, sosis bandeng, kerupuk udang, bakso ikan tuna, minuman sereal tuna, loin tuna, tuna jerkey, biskuit tuna, burger tuna, emping melinjo tuna, mayonaise, bumbu penyedap masakan rasa tuna, udang gulung, snack udang, crackers, keripik keong usal, stik keong, sosis keong, udang gulung, dll. 3. Produk berbasis ikan air tawar, antara lain: kaki naga, rolade, perkedel, abon, pilus ikan, steak patin berbumbu, snack ekstruksi, pempek kering. Kerupuk lel,



Universitas Sriwijaya



18



lele asap, pempek lele, bihun lele, bakso ikan, makaroni patin, keripik kentang patin, fillet patin, nugget, amplang lele, mie bread lele, siomay ikan, dll. 4. Produk non konsumsi, antara lain: sabun transparan, lotion, gel pengharum ruangan, cream wajah, shampo, dan sabun cair. Seluruh produk non konsumsi ini menggunakan bahan rumput laut dalam proses pembuatannya. Tabel 4.4. Produk BBP2HP Produk Berbasis Rumput Laut Permen jelly Dodol rumput laut Cendol instant Cendol rumput laut Nata rumput laut Beras rumput laut Sirup rumput laut Selai rumput laut Manisan Es krim Mie basah Mie kering Puding agar kertas Pilus rumput laut



Produk Berbasis Ikan Laut Abon ikan kembung Sosis bandeng Kerupuk udang



Produk Berbasis Ikan Tawar Kaki naga Rolade Perkedel



Produk Nonkonsumsi Sabun transparan Lotion Gel pengharum ruangan Bakso ikan tuna Abon Cream wajah Minuman sereal tuna Pilus ikan Shampo Loin tuna Steak patin berbumbu Sabun cair Tuna jerkey Snack ekstruksi Biskuit tuna Pempek kering Burger tuna Kerupuk lele asap Emping melinjo tuna Pempek lele Mayonaise Bihun lele Bumbu penyedap Bakso ikan masakan rasa tuna Snack udang Makaroni patin Crackers Keripik kentang patin Keripik keong usal Fillet patin Stik keong Nugget Sosis keong Amplang lele Udang gulung Siomay ikan



4.5.2. Bidang Pengujian Hasil Perikanan Pengujian mutu hasil perikanan merupakan suatu kegiatan analisis untuk mengetahui atau menentukan bahwa suatu hasil perikanan mempunyai mutu yang baik atau memenuhi standar. Kemampuan analisis Laboratorium Pengujian BBP2HP adalah melakukan pengujian terhadap hasil perikanan dan olahannya, meliputi: a. Laboratorium mikrobiologi, meliputi penentuan angka lempeng total (ALT), pengujian salmonella, Vibrio cholerae, Vibrio parhaemolyticus, Listeria monocytogenes, Staphylocuccus aureus, Choliform, Eschericia coli, kapang dan khamir, parasit cacing, dan analisa mikrobiologi air dengan metode filter.



Universitas Sriwijaya



19



b. Laboratorium organoleptik, meliputi: analisa sensori, pengujian formalin dengan menggunakan rapid test, pengujian rodamin dan boraks juga menggunakan rapid test, pengukuran bobot tuntas, suhu pusat, kepekaan saus tomat, rasio penyerapan air dengan RPA, pemeriksaan kaleng pada bagian headspace, overlap, fisik bagian luar dan dalam, kevakuman, viskositas, filth (benda asing), penentuan mutu pasta ikan dengan melakukan uji tekstur, uji gigit, uji lipat. c. Laboratorium kimia, meliputi: pengujian histamin, indol, total volatile base (TVB), trimetil amin (TMA), urea, pH, analisa proksimat (air, abu, lemak, protein), mineral (Fe, Ca, Mg, Na, dan K), logam berat (Cd, Hg, Pb, dan Cu), kloramfenikol dengan menggunakan alat berupa High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), tetrasiklin, oxolinic acid, AOZ dan AMOZ juga menggunakan alat ELISA, metabolit nitrofuran dengan menggunakan Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC/MS/MS), sulfit, polifosfat, hidrogen peroksida, Malachite green dan Leucomalachite green, kandungan karagenan, dan kadar garam. d. Laboratorium hayati, meliputi: pengukuran pH, salinitas, oksigen terlarut, identifikasi plankton dan bentik, pengujian Amnestic Shellfish Poisoning (ASP) (HPLC), Paralytic Shellfish Poisoning (bioassay), Diarrhetic Shellfish Poisoning (bioassay), Ciguatera Shellfish Poisoning (bioassay). Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh bidang Pengujian Hasil Perikanan meliputi: 1. Bimbingan teknis pengujian mikrobiologi, organoleptik, kimia, dan hayati. 2. Pengembangan metode pengujian mikrobiologi, organoleptik, kimia, dan hayati anatara lain metode uji isolasi karagenan, metode uji Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), metode uji organoleptik Quality Index Methode (QIM), metode uji mikrobiologi secara cepat, dll. 3. Pengujian komposisi dan mutu produk uggulan daerah antara lain pempek, kerupuk terung, bandeng cabut duri lunak, ikan cakalang fufu, dan lain-lain dengan parameter uji proksimat (kadar air, abu, protein, lemak), mineral (Na, Fe, K, Ca), ALT dan organoleptik.



Universitas Sriwijaya



20



4. Penerapan hasil pengembangan metode pengujian mikrobiologi, organoleptik, kimia dan hayati antara lain uji banding antar laboratorium, uji kopetensi analisis LPPMHP daerah dll. 5. Pembuatan bahan acuan untuk pengujian/profisiensi mikrobiologi, organoleptik, kimia dan hayati antara lain kloramfeniol. Logam berat Hg, Pb, cd, histamin, ALT, Salmonella, Escherichia coli, udang segar dll. 6. Pemeliharaan sistem manajemen mutu laaboratorium sesuai ISO 17025:2001 (215:550) antara lain assessment dan survei oleh BSN, kaji ulang dokumen, kaji udang manajemen, peningkatan kompetensi analisis BBP2HP dll. 7. Rumusan



Rancangan



Standar



Nasional



Indonesia



(RSNI)



pengujian



mikrobiologi, organoleptik, kimia dan hayati hasil perikanan.



4.5.3. Bidang Monitoring Hasil Perikanan Kegiatan yang dilaksanakan oleh bidang monitoring hasil perikanan meliputi: 1. Monitoring terkait mutu dan keamanan pangan produk perikanan meliputi monitoring cemaran kimia dan cemaran biologi. Monitoring cemaran kimia antara lain monitoring residu antibiotik, bahan kimia berbahaya, histamin, kesegaran ikan, dan logam berat. Sedangkan monitoring cemaran biologi antara lain monitoring bakteri patogen, parasit cacing, MG-LMG, ciguatoksin, dan sanitasi kekerangan. 2. Monitoring ketersediaan bahan baku unit pengolahan ikan dan produk perikanan. 3. Penyebarluasan hasil monitoring antara lain pemetaan hasil monitoring, rekomendasi kebijakan yang dapat diambil kepada pihak-pihak berwenang yang terkait data hasil monitoring yang dilakukan.



Universitas Sriwijaya



21



BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN



5.1. Pengujian Ikan Tuna dalam Kaleng 5.1.1. Pengujian sensori 1) Persiapan alat:



- Pena - Lembar scoresheet - Pembilas (air) - Pembau (biji kopi) - Wadah sampel (piring, mangkok, dsj) - Kursi dan meja panelis - Garpu, sendok, cangkir, dsb - Formulir uji - Tisu - Air minum - Label 2) Persiapan bahan: - Persiapan bahan sebagai contoh uji dilakukan sesuai dengan produk yang akan diuji dengan penanganan yang tepat. - Pelelehan terhadap produk beku dilakukan dengan menghindarkan kontak langsung dengan air, misalnya membungkus produk dalam plastik/alumunium foil untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diharapkan/diinginkan. - Produk olahan yang perlu dimasak dapat dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, penggorengan dan pemanggangan. Waktu dan suhu pemasakan yang digunakan bervariasi tergantung ukuran dan jenis produk. - Produk tidak boleh overcooked. - Penyajian contoh mewakili produk yang akan diuji baik bentuk maupun ukuran. Jumlah minimal contoh cairan 16 mL dan padatan 28 gram. Penyajian contoh dalam wadah yang sama baik ukuran, bentuk



21



Universitas Sriwijaya



22



maupun bahan disajikan secara bersamaan. Pengujian contoh yang diuji pada suhu tertentu disiapkan sedemikian rupa sehingga suhu produk tidak berubah pada saat pengujian berlangsung. - Pengkodean terhadap contoh yang disajikan menggunakan angka untuk menghilangkan dugaan oleh panelis terhadap mutu produk yang akan diuji. Angka yang digunakan terdiri dari tiga digit dan diambil secara acak. 3) Uji Skoring: - Buka kemasan sampel yang akan diuji. - Letakkan sampel di meja, atau sejenisnya. - Gunakan kode 3 digit yang berbeda pada setiap sampel yang akan diuji sebagai penanda. - Uji rasa sampel dengan cara dipanaskan dengan menggunakan microwave dengan suhu 180 oC selama 5 menit. - Sajikan sampel yang sudah siap diuji ke dalam bilik. - Panelis melakukan pengujian dengan lembar scoresheet tuna kaleng yang telah disediakan dengan cara memberikan skor pada kenampakan bau, rasa, dan tekstur pada contoh ikan tuna kaleng yang disajikan. - Data hasil uji skoring direkap menggunakan program microsoft excel dimana setiap parameter dihitung hasilnya menggunakan rumus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 2346-2015).



5.1.2. Pengujian Bobot Tuntas 1) Persiapan alat: - Alat timbang dengan ketelitian ± 0,01 g. - Saringan bundar No.8 dengan ukuran mesh 0,0937 inci (2,36 mm). - Diameter 8 inci (20 cm). - Saringan bundar No.8 dengan ukuran mesh 0,0937 inci (2,36 mm). - Diameter 12 inci (30 cm); dan wadah. 2) Persiapan sampel: - Timbang produk kaleng tanpa membuka, catat beratnya.



Universitas Sriwijaya



23



- Berat awal adalah produk kaleng dikurangi berat kaleng. - Tuang seluruh isi kaleng kedalam saringan bundar No. 8 berdiamater 8 inci (20 gram) untuk kemasan kaleng ≤ 3 lb (1,36kg) dan berdiameter 12 inci (30 cm) untuk kemasan kaleng > 3 lb. - Miringkan saringan pada sudut 17 o-20 o untuk mempercepat proses penirisan sampai tuntas. - Timbang produk kaleng setelah penirisan dan catat beratnya sebagai berat akhir. 3) Uji bobot tuntas: -



Uji bobot tuntas dilakukan dengan cara mengukur berat untuk pangan padat yang menggunakan medium cair dihitung dengan cara pengurangan berat bersih dengan berat medium cair.



-



Uji bobot tuntas dinyatakan dalam bentuk persen (%) dengan 2 angka dibelakang koma. Jika angka ketiga dibelakang koma kurang dari 5 (lima) maka pembulatan ke bawah, tapi jika lebih dari (lima) pembulatan ke atas.



5.2. Hasil Uji Skoring Ikan Tuna Kaleng Hasil yang diperoleh dari uji skoring ikan tuna kaleng berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2346-2015), adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Hasil Uji Skoring Ikan Tuna Kaleng menurut SNI 2346-2015 Nama produk : Ikan Tuna Kaleng Kode Produk : 222 No.



Kenamp.



(xi-x)



(xi-x)2



Bau



(xi-x)



(xi-x)2



1



Sutoro



9



1,55



2,39



1



Sutoro



7



-0,45



0,21



2



Ahmad Apandi



9



1,55



2,39



2



Ahmad Apandi



9



1,55



2,39



3



Mintut S



6



-1,45



2,12



3



Mintut S



7



-0,45



0,21



4



Agung Ananda



9



1,55



2,39



4



Agung Ananda



7



-0,45



0,21



5



Edi A



5



-2,45



6,02



5



Edi A



7



-0,45



0,21



6



Herru Windarto



5



-2,45



6,02



6



Herru Windarto



9



1,55



2,39



7



Larry Nicholas L



8



0,55



0,30



7



Larry Nicholas L



9



1,55



2,39



8



Rini Rosita



9



1,55



2,39



8



Rini Rosita



7



-0,45



0,21



9



Nurmaliki



9



1,55



2,39



9



Nurmaliki



9



1,55



2,39



Tri Kurniasih Basirun



8 5



0,55 -2,45



0,30 6,02



10 11



Tri Kurniasih Basirun



9 9



1,55 1,55



2,39 2,39



Jumlah



82



Total



32,73



Jumlah



89



Total



15,36



S2



2,98



Rata-rata



S2



1,40



SD



1,72



SD



1,18



10 11



Nama P.



Rata-rata P



7,45 5,94



≤µ≥



7,97



No.



P



Nama P.



8,09 7,73



≤µ≥



8,44



Universitas Sriwijaya



24



P



6



No.



Nama P.



P



7



Rasa



(xi-x)



(xi-x)2



Teks.



(xi-x)



(xi-x)2



1



Sutoro



7



-0,45



0,21



1



Sutoro



9



1,55



2,39



2 3



Ahmad Apandi Mintut S



7 7



-0,45 -0,45



0,21 0,21



2 3



Ahmad Apandi Mintut S



9 6



1,55 -1,45



2,39 2,12



4



Agung Ananda



9



1,55



2,39



4



Agung Ananda



7



-0,45



0,21



5



Edi A



7



-0,45



0,21



5



Edi A



7



-0,45



0,21



6



Herru Windarto



8



0,55



0,30



6



Herru Windarto



8



0,55



0,30



7



Larry Nicholas L



8



0,55



0,30



7



Larry Nicholas L



7



-0,45



0,21



8



Rini Rosita



7



-0,45



0,21



8



Rini Rosita



7



-0,45



0,21



9



Nurmaliki



7



-0,45



0,21



9



Nurmaliki



9



1,55



2,39



10



Tri Kurniasih



9



1,55



2,39



10



Tri Kurniasih



8



0,55



0,30



11



Basirun



9



1,55



2,39



11



Basirun



7



-0,45



0,21



Jumlah



85



Total



9,00



Jumlah



84



Total



10,91



7,73



S2



0,82



Rata-rata



7,64



S2



0,99



SD



0,90



SD



1,00



Rata-rata P P



7,45



≤µ≥ 7



8,00



No.



Nama P.



P P



7,33



≤µ≥ 7



7,94



Sumber : Standar Nasional Indonesia (2015) Keterangan: 𝑥 adalah nilai mutu rata-rata; 𝑥i adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3....n; S2 adalah keragaman nilai mutu; SD adalah simpangan baku nilai mutu.



5.3. Hasil Uji Bobot Tuntas Ikan Tuna Kaleng Hasil yang diperoleh dari uji bobot tuntas ikan tuna kaleng berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 2372-2-2011), adalah sebagai berikut : Tabel 5.2. Hasil Uji Bobot Tuntas Ikan Tuna Kaleng menurut SNI 2372-2-2011



No. 1



Berat awal



Berat Kaleng



A



B



Bobot Tuntas



208,07



32,66



175,41



136,63



77,89



Sumber : Standar Nasional Indonesia (2011) Keterangan: A adalah berat awal; B adalah berat akhir.



Universitas Sriwijaya



25



5.4. Pembahasan Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benarbenar mengerti mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu,digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat). Uji skoring dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau nilai yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Uji skoring dapat diterapkan untuk mengukur dan membandingkan produk-produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor. Uji skoring pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas diantara beberapa produk sejenis dengan memberikan penilaian atau skor terhadap sifat tertentu dari suatu produk. Hasil pengujian berguna bagi suatu perusahaan untuk menentukan harga dasar produk sebelum dipasarkan kepada konsumen, sedangkan bagi konsumen nilai mutu akan berguna untuk menilai dan memilih jenis produk yang menurut konsumen bagus untuk dikonsumsi sehingga secara tidak langsung konsumen akan merasa puas dengan barang yang telah mereka beli (Kartika et al., 1988). Produk ikan tuna kaleng merupakan salah satu olahan yang penting didunia saat ini karena gaya hidup serba cepat yang mendorong terjadinya peningkatan permintaan yang cukup pesat terhadap produk ikan tuna kaleng diikuti oleh peningkatan permintaan terhadap bahan bakunya yaitu ikan tuna itu sendiri. Hal ini membuat pentingnya dilakukannya autentikasi serta penetapan standar terhadap ikan tuna sebagai ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi untuk menjamin keamanan pangan serta mutunya sebagai komoditas ekspor perikanan terbesar di Indonesia bahkan dunia saat ini. Bahan baku tuna kaleng sendiri terdiri dari beberapa spesies ikan tuna. Europe Uni Regulation 1536/92 menggolongkan tuna berikut nama dagang yang boleh dicantumkan pada label yaitu white tuna untuk albakor (Thunnus alalunga), light tuna untuk tuna sirip kuning (Thunnus albacares) dan tuna mata besar (Thunnus obesus), dan label tuna‟ untuk ikan dari genus Thunnus lainnya serta cakalang (Katsuwonus pelamis), sementara genus Euthynnus, Sarda, dan Auxis digolongkan bukan tuna, melainkan bonito. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 8223-2016), tentang persyaratan bahan baku ikan tuna



Universitas Sriwijaya



26



dalam kaleng, menyebutkan ikan yang digunakan bahan baku tuna kaleng meliputi semua spesies dari genus Thunnus (Thunnus sp.) ditambah spesies tongkol (Euthynnus sp., Auxis sp), cakalang (Katsuwonus sp.) dan bonito (Sarda sp.) baik dalam bentuk segar atau bek yang memenihi persyaratan. Spesies tuna yang umum digunakan sebagai bahan baku tuna kaleng di Indonesia adalah tuna sirip kuning (Thunnus albacares), albakor (Thunnus alalunga), tuna mata besar (Thunnus obesus) dan tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii). Proses sterilisasi komersial yang dilakukan pada proses pembuatan produk tuna kaleng membuat bahan baku mengalami perubahan secara fisik maupun kimia. Perubahan fisik meliputi ciri organoleptik berupa warna, penampakan, tekstur, rasa dan aroma, sedangkan perubahan kimia meliputi denaturasi protein, degradasi sebagian DNA dan lain-lain. Perubahan ini menjadi tantangan tersediri untuk autentikasi bahan baku yang digunakan. Kesulitan autentikasi tuna kaleng tidak hanya terdapat pada degradasi protein atau sebagian DNA-nya saja tetapi juga karena penggunaan beberapa jenis rempah-rempah dan pasta. Ikan tuna kaleng yang digunakan dalam pengujian ini sendiri terdiri dari bahan tambahan yang berbeda-beda, yaitu air, minyak, saus cabai dan garam (Ram et al., 1996). Proses awal yang dilakukan untuk pengujian sensori dengan metode uji skoring pada ikan tuna kaleng ini yaitu dengan menyiapkan sampel uji berupa ikan tuna kaleng dan pemberian kode 3 digit angka yaitu 222 sebagai penanda sampel sekaligus menghilangkan bias yang dapat terjadi pada panelis. Lakukan uji bobot tuntas pada produk ikan tuna kaleng sebelum melakukan uji sensori pada produk ikan tuna kaleng untuk dapat menentukan berat bersih. Pada saat melakukan uji bobot tuntas diperlukan duplo (pengukuran berulang pada contoh yang sama) untuk mendapatkan konsistensi sehingga dapat meningkatkan ketepatan dalam pengujian. Selanjutnya lakukan preparasi pada produk ikan tuna kaleng yang akan diuji dengan cara memanaskannya pada microwave dengan suhu 180 oC selama 5 menit, hal ini dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan uji terlebih pada salah paramater uji yaitu rasa. Setelah preparasi siap dilakukan, pengujian pun dapat dilaksanakan dengam mengambil lebar penilaian sensori tuna kemasan dalam kaleng yang telah disediakan disetiap bilik pengujian. Skala nilai yang digunakan pada setiap lembar penilaian sensori tuna dalam kemasan kaleng adalah 5 sampai 9. Tiap nilai yang



Universitas Sriwijaya



27



diberikan oleh panelis dalam pengujian skoring melambangkan tingkat nilai. Nilai dalam uji skoring sendiri mempunyai analogi sama dengan nilai ujian, tiap angka melambangkan atau menyatakan tingkat mutu. Terdapat empat parameter uji yang dilakukan pada lembar uji skoring ikan tuna kaleng ini yaitu kenampakan, bau, rasa dan tekstur (Ram et al., 1996). Berdasarkan hasil pengujian yang ada dapat diketahui bahwa dari empat parameter yang diuji pada sampel ikan tuna kaleng dengan kode 222, terdapat satu parameter yaitu kenampakan yang masih kurang memenuhi persyaratan dikarenakan nilai akhir yang didapat yaitu 6, sedangkan nilai minimum untuk parameter uji sensori yang telah ditentukan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 8223-2016), untuk setiap parameter sensori yaitu Min 7*. Namun untuk parameter sensori lainnya berupa bau, rasa dan tekstur telah memenuhi persyaratan karena tepat berada pada nilai minimum parameter uji sensori yang telah ditentukan yaitu 7. Untuk uji bobot tuntas sendiri yang dilakukan pada pengujian ikan tuna kaleng ini didapatkan nilai akhir yaitu 77,89 yang sesuai dengan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 2372-2-2011), dengan nilai minimum yang telah ditentukan yaitu Min. 60.



Universitas Sriwijaya



28



BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN



6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari laporan praktik kerja lapangan di Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan (BBP2HP), Jakarta Timur ini adalah sebagai berikut: 1. BBP2HP adalah Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan yang merupakan unit pelaksana teknis Kementrian Kelautan dan Perikanan yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2. Uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk dan mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. 3. Ikan tuna dalam kaleng merupakan produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku tuna (Thunnus sp.) segar atau beku yang mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan, penyiangan, pemotongan, pencucian, pengukusan, pendinginan,



pembersihan,



pemotongan,



seleksi



daging,



pengisian,



penimbangan, pengisian media, penutupan kaleng, sterilisasi, pendinginan, pemeraman, seleksi, pengepakan dan pengemasan. 4. Tahapan proses pegujian sensori ikan tuna dalam kaleng yaitu persiapan sampel, uji bobot tuntas, uji skoring, dan rekap data hasil uji. 5. Hasil uji sensori ikan tuna dalam kaleng dengan kode 222, terdapat satu parameter yaitu kenampakan yang masih kurang memenuhi persyaratan dikarenakan nilai akhir yang didapat yaitu 6. Namun untuk parameter sensori lainnya berupa bau, rasa dan tekstur telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 8223-2016), karena tepat berada pada nilai minimum parameter uji sensori yang telah ditentukan yaitu 7. 6. Hasil uji bobot tuntas ikan dalam kaleng yaitu 77,89 sesuai dengan persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI 2372-2-2011), dengan nilai minimum yang telah ditentukan yaitu Min. 60.



28



Universitas Sriwijaya



29



6.2. Saran Saran setelah melaksanakan praktik lapangan di BBP2HP Jakarta Timur yaitu sebaiknya setiap proses pengujian baik produk pangan ataupun nonpangan selalu memperhatikan sanitasi dan higiene, juga prosedur tata cara yang telah ditetapkan agar hasil pengujian dapat sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu apabila menggunakan peralatan harus digunakan dengan hati-hati untuk menjaga keamanan dan juga untuk menjaga agar alat tidak rusak.



Universitas Sriwijaya



30



DAFTAR PUSTAKA



A Nasiru BF, Z Abdullahi. Effect CookinTime and Potash Contretaction on Organic Properties of Red and White Meat. Journal ofFood Technology 9 (4) : 119-123. Food Agriculture Organization (FAO). 1994. The State of World Fisheries and Aquaculture Opportunities and challenges. Rome: FAO. Food Agriculture Organization (FAO). 2012. Fisheries and Aquaculture Department. Thunnus sp [online], 1 July 2012. Avalaible at: http://www.fao.org [Accessed 29 May 2017]. Kartika, B., Pudji, H. dan Wahyu, S., .1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Meilgaard M., Civille GV., Carr BT. 2000. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press. BocaRaton, Florida. Ram JL, Ram ML & Baidoun FF. 1996. Authentication of canned tuna and bonito by sequence and restriction site analysis of polymerase chain reaction products of mitochondrial DNA. J Agric Food Chem, 44: 2460- 2467. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan jilid I dan II. Bina Tjipta. Bandung. Sarastani D. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Organoleptik. Institute Pertanian Bogor. Bogor. Setyaningsih, Dwi, Anton Apriyanto, dan Maya Puspita Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor. Soekarto, S. T. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-23722-2011. Penentuan Bobot Tuntas pada Produk Perikanan. Dewan Standardisasi Indonesia. Jakarta.



Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 012712-1-2006. Ikan Tuna dalam Kaleng. Dewan Standardisasi Indonesia. Jakarta.



Universitas Sriwijaya



31



Badan Standardisasi Nasional. 2015. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-23462015. Pedoman Pengujian Sensori pada Produk Perikanan. Dewan Standardisasi Indonesia. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. 2016. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-82232016. Tuna dalam Kemasan Kaleng. Dewan Standardisasi Indonesia. Jakarta. Stone, Herbert dan Joel L Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practices, edisi ketiga. California, USA: Elsevier Academic Press. Sulistyawati. 2011. Analisis Mutu Pangan. Semarang. Universitas Negeri Semarang. Susiwi S. 2009. Penilaian Organoleptik . Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia. Wicaksono D., 2009. Asesmen Risiko Histamin Selama Proses Pengolahan Pada Industri Tuna Loin. Skripsi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor : tidak diterbitkan.



Universitas Sriwijaya



32



Lampiran 1. Kerangka Kerja Praktik Lapangan



Tabel 1. Jadwal Kegiatan Praktik Lapangan No Kegiatan 1 1. 2.



3.



4.



2



Minggu ke 3 4



5



Perizinan tempat, dan Perkenalan dengan pihak BBPPHP Jakarta Pengumpulan data primer (tata cara pengolahan produk dan pengujian di laboratorium) Pengumpulan data sekunder (sejarah singkat Balai, struktur organisasi dan kepegawaian serta keadaan umum balai tersebut) Penyusunan Laporan



Universitas Sriwijaya



6



33



Lampiran 2. Perhitungan Uji Skoring dan Uji Bobot Tuntas Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap parameter sensori digunakan rumus menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 2346-2015), sebagai berikut: P(𝑥̅ - (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥̅ + (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≅ 95%



∑𝑛ⅈ=1 𝑥𝑖 𝑥̅ = 𝑛 S2 =



̅ 2 ∑𝑛 ⅈ=1(𝑥ⅈ−𝑋 )



S=√



𝑛 ̅ 2 ∑𝑛 ⅈ=1(𝑥ⅈ−𝑋) 𝑛



1. Nilai Sensori Kenampakan P(𝑥̅ - (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥̅ + (1,96. 𝑠/√𝑛)) P(7,45 – (1,96.1,72/3,3)) ≤ 𝜇 ≤ (7,45 + (1,96.1,72/3,3)) P(7,45 – 0,521 ≤ 𝜇 ≤ 7,45 + 0,521) P(5,92 ≤ 𝜇 ≤ 7,97)



2. Nilai Sensori Bau P(𝑥̅ - (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥̅ + (1,96. 𝑠/√𝑛)) P(8,09 – (1,96.1,18/3,3)) ≤ 𝜇 ≤ (8,09 + (1,96.1,18/3,3)) P(8,09 – 0,357 ≤ 𝜇 ≤ 8,09 + 0,357) P(7,73 ≤ 𝜇 ≤ 8,44)



3. Nilai Sensori Rasa P(𝑥̅ - (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥̅ + (1,96. 𝑠/√𝑛)) P(7,73 – (1,96.0,90/3,3)) ≤ 𝜇 ≤ (7,73 + (1,96.0.90/3,3)) P(7,73 – 0,272 ≤ 𝜇 ≤ 7,73 + 0,272) P(7,45 ≤ 𝜇 ≤ 8,0)



4. Nilai Sensori Tekstur P(𝑥̅ - (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥̅ + (1,96. 𝑠/√𝑛)) P(7,64 – (1,96.1,00/3,3)) ≤ 𝜇 ≤ (7,64 + (1,96.1.00/3,3))



Universitas Sriwijaya



34



P(7,64 – 0,303 ≤ 𝜇 ≤ 7,64 + 0,303) P(7,33 ≤ 𝜇 ≤ 7,94) Keterangan: N adalah banyaknya panelis 1,96 adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95% 𝑥̅ adalah nilai mutu rata-rata; 𝑥i adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3....n; S2 adalah keragaman nilai mutu; SD adalah simpangan baku nilai mutu.



5. Nilai Uji Bobot Tuntas 𝐵 𝐴



𝑥 100%



136,63 175,41



𝑥 100% = 77,89



Keterangan: A adalah berat awal; B adalah berat akhir



Universitas Sriwijaya



35



Lampiran 3. Gedung BBP2HP



Gedung BBP2HP Jakarta Timur



Gedung Laboratorium BBP2HP



Universitas Sriwijaya



36



Lampiran 4. Proses Uji Sensori dan Bobot Tuntas Ikan Tuna Kaleng



Sampel Ikan Tuna Kaleng



Proses Uji Bobot Tuntas Ikan Tuna Kaleng



Uji Organoleptik Ikan Tuna Kaleng



Persiapan Uji Bobot Tuntas Ikan Tuna Kaleng



Proses Penyajian Ikan Tuna Kaleng



Proses Pengisian Form Uji Organoleptik Ikan Tuna Kaleng



Universitas Sriwijaya



37



Lampiran 5. Lembar Penilaian Uji Organoleptik Ikan Tuna Kaleng



Lembar Penilaian Sensori Tuna Kaleng “Media”



Lembar Penilaian Sensori Tuna Kaleng “Ikan”



Universitas Sriwijaya