Laporan PKL WWTP [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN WASTE WATER TREATMENT PLANT - WWTP (INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH – IPAL) PT. MAKASSAR TENE



Disusun Oleh :



FARDIMAN JAMHAL NUR ILMI DINIYAH SASTRIANI SRI WAHYUNI



331 17 017 331 17 015 331 17 010 331 17 019



PROGRAM STUDI D-3 TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG MAKASSAR 2019



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktek Kerja Lapangan Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang atas nama : FARDIMAN JAMHAL



331 17 017



NUR ILMI DINIYAH



331 17 015



SASTRIANI



331 17 010



SRI WAHYUNI



331 17 019



Telah melaksanakan praktek kerja lapangan di PT. MAKASSAR TENE, yang dilaksanakan pada tanggal 1 – 30 Agustus 2019.



Telah disetujui oleh :



Pembimbing



Head Departement



Ali Akhbar



Saifullah Jabbar



WWTP Officer



Head of SHE



Mengetahui,



Harry Samuel Tampubolon HRD & GA Manager PT. Makassar Tene



ii



KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah, atas rahmat dan hidayah-Nya kepada kami. Sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan laporan PKL ini dengan judul “Laporan Praktek Kerja Lapangan Waste Water Treatment Plant (Instalasi Pengolahan Air Limbah) PT. Makassar Tene”. Shalawat serta salam tak lupa terucap untuk Nabi Muhammad, keluarga, sahabat serta orang-orang yang telah mengikuti jalan-Nya. Laporan ini disusun atas dasar memenuhi prasyaratan mengikuti mata kuliah pada semester genap. Laporan kegiatan ini bertujuan untuk melaporkan kegiatan-kegiatan PKL yang telah kami lakukan selama 1 (satu) bulan sejak 1 – 30 Agustus 2019. Dengan selesainya laporan PKL ini tidak terlepas dari banyak bantuan dan dukungan baik ketika melaksanakan kegiatan PKL dan ketika menyusun laporan ini. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.



Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kemudahan dalam segala hal kepada penulis sehingga laporan ini dapat terselesaikan.



2.



Orang tua serta segenap keluarga yang telah memberikan motivasi baik secara moril ataupun materil kepada penulis.



3.



Bapak Prof. Ir. Muhammad Anshar, M.Si., Ph.d selaku Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang.



4.



Bapak Wahyu Budi Utomo, HND.,M.Sc selaku ketua jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang.



iii



5.



Ibu Rahmiah Sjafruddin, S.T., M.Eng selaku pembimbing PKL di kampus.



6.



Bapak Saifullah Jabbar selaku Head of SHE.



7.



Bapak Ali Akhbar, WWTP Officer sekaligus pembimbing di Waste Water Treatment Plant (WWTP).



8.



Semua karyawan Waste Water Treatment Plant (WWTP) yang terus mendampingi dan memberikan ilmu pengetahuan serta pengalaman.



9.



Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu, atas segala dukungan, semangat, ilmu dan pengalaman berharga yang diberikan. Semoga Allah memberi balasan yang berlipat. Kami menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Lapangan ini masih belum



sempurna. Kami menerima dengan senang hati saran dan kritik untuk penyempurnaan isi laporan ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terkhusus untuk penulis. Hanya ucapan terima kasih yang bisa kami berikan. Semoga Allah memberikan berkah yang banyak bagi kita di Dunia dan di Akhirat kelak.



Makassar, 30 Agustus 2019



Penulis



iv



DAFTAR ISI hlm. HALAMAN SAMPUL.................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii KATA PENGANTAR..................................................................................... iii DAFTAR ISI.................................................................................................... v DAFTAR TABEL............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................viii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................... 1 1.2 Tujuan Umum ............................................................................... 2 1.3 Tujuan Khusus .............................................................................. 3 1.4 Manfaat.......................................................................................... 3 1.5 Tempat dan Waktu......................................................................... 4 1.6 Metode Pengumpulan Data............................................................ 4 1.7 Sistematika Penyusunan Laporan.................................................. 5 BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat PT. Makassar Tene.............................................. 7 2.2 Visi dan Misi.................................................................................. 9 2.3 Jalur Distribusi............................................................................... 9 2.4 Organisasi/Departement.................................................................10 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Gula Rafinasi.................................................................................11 v



3.2 Produksi Gula Rafinasi..................................................................14 3.3 Limbah Cair...................................................................................21 BAB IV METODE ANALISIS 4.1 Analisis pH dan Temperatur .........................................................43 4.2 Analisis Total Dissolved TDS.......................................................44 4.3 Analisis Total Suspended Solid (TSS)...........................................45 4.4 Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)..................................46 BAB V SPESIFIKASI ALAT ........................................................................49 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Analisis Parameter Limbah ..................................................51 6.2 Pembahasan ...................................................................................58 BAB VII PENUTUP 7.1 Kesimpulan....................................................................................76 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................77 LAMPIRAN.....................................................................................................78



vi



DAFTAR TABEL hlm. Tabel 3.3 Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri gula rafinasi.......................................................................42 Tabel 5.1 Spesifikasi alat WWTP PT. Makassar Tene ..................................49 Tabel 6.1 Hasil analisis rata-rata parameter air limbah ................................51 Tabel 6.2 Hasil perbandingan analisis outlet WWTP PT. Makassar Tene dengan Peratuan Mentri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014 ....74



vii



DAFTAR GAMBAR hlm. Gambar 6.1.1 Grafik Suhu.....................................................................................52 Gambar 6.1.2 Grafik Nilai pH................................................................................53 Gambar 6.1.3 Grafik Nilai TDS Limbah Cair........................................................54 Gambar 6.1.4 Grafik Nilai TSS..............................................................................55 Gambar 6.1.5 Grafik Nilai COD............................................................................56



viii



DAFTAR LAMPIRAN hlm. Lampiran 1 Gambar Waste Water Treatment Plant..............................................78 Lampiran 2 Analisis Air Limbah .........................................................................80 Lampiran 3 Tabel Hasil Analisis Air Limbah ......................................................83



ix



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi pengusaha yang belum sadar terhadap akibat buangan yang mencemari lingkungan, tidak punya program pengendalian dan pencegahan pencemaran. Oleh sebab itu, bahan buangan yang keluar dari pabrik langsung dibuang ke alam bebas. Limbah cair yang langsung mempergunakan sungai atau parit sebagai sarana pembuangan limbah, maka dampak pencemarannya akan dirasakan oleh manusia dan lingkungan. Alam memiliki kemampuan dalam menetralisir pencemaran yang terjadi apabila jumlahnya kecil, akan tetapi apabila dalam jumlah yang besar akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap alam karena dapat mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan sehingga limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan. Hal ini dapat dicegah dengan mengolah limbah yang dihasilkan industri sebelum dibuang ke badan sungai. Limbah yang dibuang ke sungai harus memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan, karena sungai merupakan salah satu sumber air bersih bagi masyarakat, sehingga diharapkan tidak tercemar dan bisa digunakan untuk keperluan lainnya. PT. Makassar Tene, sebagai salah satu pabrik gula rafinasi berupaya untuk mengelola limbah yang dihasilkannya dengan melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang dikeluarkan ke dalam suatu instalasi pengolahan air limbah. Dari upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi beban



1



pencemaran terhadap lingkungan sehingga memenuhi baku mutu Peraturan Menteri LH No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang memiliki tujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia dan ahli dalam bidang tertentu. Untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, maka salah satu cara yang ditempuh yaitu melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di bagian Waste Water Treatment Plant (WWTP) PT. Makassar Tene. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan dalam upaya meningkatkan pendidikan pada mahasiswa untuk mendapat nilai tambah yang lebih besar dan meningkatkan relevansi pendidikan tinggi mahasiswa serta pengalaman baru yang tidak diperoleh di kampus. 1.2. Tujuan Umum Praktek Kerja Lapangan Adapun tujuan umum melaksanakan Praktek kerja lapangan adalah sebagai berikut : 1.



Mahasiswa dapat menerapkan teori-teori dan praktek yang diperoleh selama menjalani pendidikan di perguruan tinggi serta melihat keterkaitan antara teori dan praktek.



2.



Mahasiswa dapat memperoleh gambaran mengenai situasi kerja di PT. Makassar Tene.



3.



Memperoleh masukan dan umpan balik guna memperbaiki dan mengembangkan serta menyesuaikan dengan pendidikan dan kejuruan.



2



1.3. Tujuan Khusus Praktik Kerja Lapangan Tujuan pelaksanaan praktek kerja lapangan di industri adalah sebagai berikut : 1.



Mengetahui proses pengolahan limbah cair PT. Makassar Tene dengan sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan aerobic digestion.



2.



Mengetahui hasil analisis parameter baku mutu output WWTP PT. Makassar Tene.



3.



Mengetahui kesesuaian parameter output WWTP PT. Makassar Tene dengan peraturan pemerintah.



1.4. Manfaat Praktek Kerja Lapangan 1.



Bagi Perusahaan Dapat memberikan informasi dan bahan evaluasi untuk peningkatan mutu dalam pengawasan dan pengelolaan limbah cair PT. Makassar Tene.



2.



Bagi Perguruan Tinggi Dapat menjalin kerjasama yang sinergis antara PNUP dengan PT. Makassar Tene dan menambah referensi kepustakaan mengenai pengelolaan limbah cair di PT. Makassar Tene.



3.



Bagi Mahasiswa Menambah



wawasan



dan



ilmu



pengetahuan



serta



dapat



mengaplikasikan teori secara langsung dilapangan, juga sebagai kerjasama yang baik dengan pihak perusahaan.



3



1.5. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan Tempat pelaksanaan kegiatan kerja praktek lapangan ini di PT. Makassar Tene yang berlokasi di Jl.Ir. Sutami No. 38, Kawasan Industri dan Perdagangan



Parangloe



Indah,



Kelurahan



Parangloe,



Kecamatan



Tamalanrea kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun waktu pelaksanaan praktik kerja yang sudah ditentukan oleh perguruan tinggi dan perusahaan, yaitu selama satu bulan dari tanggal 1 - 30 Agustus 2019. 1.6. Metode Pengumpulan data Adapun metode untuk mencari dan mengumpulkan bahan-bahan dan data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1.



Observasi,



mengadakan



pengamatan



langsung



terhadap



proses



pengoperasian dan sistem yang ada pada PT. Makassar Tene. 2.



Wawancara,



mengumpulkan



data



dengan



cara



melakukan



wawancara atau diskusi dengan narasumber dari perusahaan yang memiliki pengetahuan mengenai pengoperasian dan sistem yang ada di PT. Makassar Tene. 3.



Partisipasi, melibatkan diri secara langsung di perusahaan terutama yang berhubungan dengan pengolahan air limbah.



4.



Studi literatur dan studi pustaka, dengan membaca buku pendukung yang telah tersedia di perusahaan. Selanjutnya dibandingkan dengan keadaan nyata yang ada di lapangan.



4



1.7.



Sistematika Penyusunan Laporan Penulisan laporan praktek kerja lapangan ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:



1. Bagian awal: a. Halaman judul b. Halaman pengesahan c. Kata pengantar d. Daftar isi e. Daftar tabel f. Daftar gambar g. Daftar lampiran 2. Bagian isi a. Bab I: Pendahuluan Pada bab ini menbahas tentang latar belakang, tujuan PKL, manfaat PKL, tempat dan waktu PKL, dan metode pengumpulan data serta sistematika penulisan laporan. b. Bab II : Tinjauan umum Bab ini merupakan bab yang membahas seluk-beluk perusahaan yang meliputi : Sejarah singkat PT. Makassar Tene, Visi dan Misi, jalur distribusi, struktur organisasi dan manejemen PT. Makassar Tene. c. Bab III : Tinjauan Pustaka Bab ini merupakan teori-teori yang melandasi penulisan laporan ini yang meliputi pengertian gula rafinasi, produksi gula rafinasi PT.



5



Makassar Tene, Fasilitas Penunjang Produksi PT. Makassar Tene, dan limbah yang dihasilkan khususnya air limbah. d. Bab IV : Metode Penelitian e. Bab V : Hasil dan Pembahasan f. Bab VI : Penutup Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penulisan yang dilakukan . 3. Bagian Pelengkap a. Daftar Pustaka b. Lampiran



6



BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah PT. Makassar Tene PT. Makassar Tene merupakan salah satu pabrik gula rafinasi pertama dan satu-satunya yang beroperasi di Kawasan Indonesia Timur, berkedudukan dan berkantor pusat di Jl.Ir.Sutami No. 38, Kawasan Industri Pergudangan



Parangloe



Indah,



Kelurahan



Parangloe,



Kecamatan



Tamalanrea Kota Makassar, Sulawesi Selatan. PT. Makassar Tene didirikan dengan akte notaris nomor 8 tanggal 7 Desember



2003



dan



mempunyai



izin



dari



SP



BKPM



No.02/73/1/PMDN/2004 tanggal 6 april 2004 yang bergerak dibidang usaha pemurnian gula, perusahaan ini merupakan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) sejak tahun 2004. PT. Makassar Tene didirikan pada tahun 2003 memiliki kapasitas terpasang 1.500 ton per hari, mampu memproduksi sampai 1.800 ton gula rafinasi per hari untuk memenuhi kebutuhan gula di Kawasan Indonesia Timur yang menyerap tenaga kerja ± 500 orang. Kebijakan perusahaan dalam hal perekrutan tenaga kerja memprioritaskan tenaga lokal yang ada di sekitar lokasi pabrik. Walaupun tidak menutup kemungkinan untuk tenaga skill diambil dari luar daerah Makassar. Peralatan produksi yang digunakan PT. Makassar Tene merupakan alat-alat mutakhir sehingga dapat bekerja dengan efisien. Alat-alat tersebut misalnya peralatan decolorisasi dengan resin yang bekerja full automatic, proses filter dan boiler yang



7



menggunakan bahan baku batu bara sepenuhnya dikendalikan dari control panel. Kegiatan utama PT. Makassar Tene adalah sebagai produsen gula rafinasi yang pertama berada di luar pulau jawa dan merupakan pabrik gula rafinasi VII di Indonesia. Untuk menghasilkan gula rafinasi tentu saja perusahaan membutuhkan bahan baku utama yaitu raw sugar. Bahan baku utama yang digunakan berasal dari produsen raw sugar Thailand, Afrika dan Australia. Bahan baku tersebut diolah melalui beberapa tahapan proses yaitu: affinasi, melting, pemurnian, karbonatasi, filtering, decolorisasi, penguapan,



kristalisasi,



pemutaran,



pengeringan,



tahap



pengepakan



(packing), dan terakhir tahap penyimpanan (warehousing) sebelum di distribusikan ke konsumen. Gula rafinasi yang diproduksi dikemas dalam bentuk kemasan karung plastik kapasitas 50 kg, dengan merk dagang bola manis (Merah) untuk R1 dan bola manis (hijau) untuk R2 dengan kualitas R1 dan R2 yang dipasarkan hanya untuk industri makanan dan minuman di seluruh wilayah Indonesia. Dalam rangkaian jaminan kepastian mutu dan untuk senantiasa menjamin kepuasan pelanggan. PT. Makassar Tene menerapkan sistem manajemen mutu dan telah memperoleh ISO 22000 untuk standar kualitas produk dalam memproduksi gula rafinasi. Untuk keperluan itu direktur menunjuk seorang wakil manajemen yang di beri tugas mengkoordinir



8



seluruh kegiatan yang berhubungan dengan mutu dan bertanggung jawab atas pelaksanaan penerapan sistem mutu. Direktur perusahaan mewajibkan kepada seluruh bagian dan seksi untuk membuat laporan tentang pelaksanaan sistem mutu pada unit masingmasing kepada wakil manajemen setiap periode tertentu, untuk dievaluasi dan dijadikan landasan dalam perbaikan yang terus menerus serta berkesinambungan. 2.2. Visi Dan Misi PT. Makassar Tene a.



Visi Menjadi pabrik gula rafinasi terbaik di Asia Tenggara dan memberikan nilai yang optimal kepada seluruh “stakeholder” dan masyarakat.



b.



Misi Menyediakan produk gula rafinasi yang berkualitas dan konsisten yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.



2.3. Jalur Distribusi Secara garis besar PT. Makassar Tene menggunakan dua jalur distribusi yakni jalur darat dan jalur laut. a.



Untuk jalur darat PT. Makassar Tene menggunakan mobil atau container untuk memenuhi gula di Sulawesi Selatan.



b.



Untuk jalur laut PT. Makassar Tene menggunakan kapal pada pelabuhan Soekarno Hatta Makassar untuk memenuhi kebutuhan gula pada daerah di luar Sulawesi Selatan.



9



2.4. Organisasi/Departemen di PT. Makassar Tene



10



BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Pengertian Gula Rafinasi Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat maupun industri makanan dan minuman. Gula di Indonesia terdapat berbagai jenis berdasarkan bahan pembuatnya misalnya gula tebu, gula aren dan gula kelapa. Untuk gula tebu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga, yakni Gula Kristal Mentah (GKM) atau raw sugar, Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). Gula kristal mentah (GKM) merupakan gula yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi gula rafinasi. Gula kristal putih merupakan gula yang terbuat dari kristalisasi yang dapat langsung digunakan untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan GKR merupakan gula yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri seperti industri makanan, minuman dan farmasi. Gula rafinasi merupakan gula yang diproduksi dari bahan baku gula mentah/ raw sugar melalui proses rafinasi guna memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman serta kebutuhan dibidang farmasi. Peranan gula rafinasi bagi industri adalah sebagai salah satu bahan baku produksi. Gula rafinasi memiliki beberapa fungsi, salah satunya sebagai bahan pemanis. Berdasarkan proses pembuatannya ada 3 jenis gula yaitu : 1.



Raw Sugar (Gula Kristal Mentah/GKM)



11



Gula kristal mentah merupakan gula setengah jadi yang dibuat dari tebu atau bit melalui proses defikasi, sehingga gula kristal mentah tidak layak untuk dikonsumsi langsung oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut. Jenis gula kristal mentah merupakan bahan baku gula rafinasi. Tahapan proses pembuatannya meliputi : ekstraksi - penguapan – raw sugar. Raw sugar merupakan bahan baku pembuatan gula rafinasi. Raw sugar merupakan gula kristal mentah yang juga dihasilkan dari tebu, yang masih mengandung lapisan molasses yang menyelimuti kristal gula. Raw sugar yang digunakan dalam proses pembuatan gula rafinasi harus berkualitas tinggi, yaitu memiliki kadar polarisasi minimal 98,00. Selain itu kristal harus kuat (tidak keropos) dengan ukuran kristal 0,9-1,0 mm. Keseragaman kualitas raw sugar sangat penting dikarenakan berpengaruh terhadap produk gula rafinasi yang dihasilkan. Jika raw sugar yang digunakan memiliki kualitas yang tidak baik, maka dapat dipastikan produk gula yang dihasilkan pun akan berkualitas kurang baik. 2.



Refined Sugar (Gula Kristal Rafinasi/GKR) Gula kristal rafinasi merupakan gula sukrosa yang diproduksi melalui



tahapan pengolahan gula kristal mentah meliputi: afinasi – pelarutan kembali (remelting) - klarifikasi – dekolorisasi – kristalisasi – fugalisasi - pengeringan – pengemasan. Gula kristal rafinasi digunakan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman. Gula rafinasi merupakan gula yang diproduksi dari bahan baku raw sugar melalui proses rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industry makanan



12



dan minuman serta kebutuhan dibidang farmasi. Kata rafinasi diambil dari kata refinery artinya menyuling, menyaring, membersihkan. Jadi bisa dikatakan bahwa gula rafinasi adalah gula yang mempunyai kualitas kemurnian yang tinggi. 3.



Plantation White Sugar (Gula Kristal Putih/GKP). Gula kristal putih adalah gula yang dapat dikonsumsi langsung oleh



masyarakat yang dihasilkan dari pengolahan tebu yang meliputi tahapan : ekstraksi – pemurnian – evaporasi – kristalisasi – penyaringan dengan sentrifugasi – pengeringan – pengemasan. Macam-macam Gula berdasarkan warna ICUMSA (International Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis) : a.



Gula Rafinasi (Refined Sugar) Gula rafinasi memiliki ICUMSA 45 dengan kualitas yang paling



bagus karena melalui proses pemurnian bertahap. Warna gula putih cerah. Untuk Indonesia gula rafinasi diperuntukkan bagi industri makanan karena membutuhkan gula dengan kadar kotoran yang sedikit dan warna putih. b.



Gula Ekstra Spesial (Extra Special Crystall Sugar) Gula ekstra spesial memiliki ICUMSA 100-150 Gula ini termasuk



food grade digunakan untuk membuat bahan makanan seperti kue, minuman atau konsumsi langsung. c.



Gula Kristal Putih Gula kristal putih memiliki ICUMSA 200-300. Gula kristal putih



merupakan gula yang dapat dikonsumsi langsung sebagai tambahan bahan



13



makanan dan minuman. Berdasarkan standard SNI gula yang boleh dikonsumsi langsung adalah gula dengan warna ICUMSA 300. Pada umumnya pabrik gula sulfitasi dapat memproduksi gula dengan warna ICUMSA < 300. d.



Gula Kristal Mentah untuk konsumsi (brown sugar) Brown sugar memiliki ICUMSA 600-800. Di luar negeri gula ini



dapat dikonsumsi langsung biasanya sebagai tambahan untuk bubur, akan tetapi juga perlu diperhatikan mengenai kehigienisannya yaitu kandungan bakteri dan kontaminan. e.



Gula Kristal Mentah (Raw Sugar) Raw sugar memilik ICUMSA 1600-2000. Raw sugar digunakan



sebagai bahan baku untuk gula rafinasi, dan juga beberapa proses lain seperti MSG biasanya mengunakan raw sugar. f.



Gula Mentah ( Very Raw Sugar ) Gula mentah memiliki ICUMSA 4600 max. Gula mentah khusus



digunakan sebagai bahan baku gula rafinasi dan tidak boleh dikonsumsi secara langsung. 3.2. Produksi Gula Rafinasi Di PT. Makassar Tene Secara umum proses pembuatan gula ada 3 macam yaitu: 1.



Cara Defakasi Cara ini adalah cara yang paling sederhana tetapi hasil pemurniannya juga belum sempurna, terlihat hasil gulanya yang masih berupa kristal



14



yang berwarna merah atau coklat. Pada pemurnian ini hanya dipakai kapur sebagai bahan pembantu. 2.



Cara Sulfatasi Cara ini lebih baik dari cara defakasi, karena sudah dapat dihasilkan gula yang berwarna putih. Pada pemurnian ini dipakai kapur dan gas hasil pembakaran belerang sebagai pembantu pemurnian.



3.



Cara Karbonatasi Cara ini adalah cara yang terbaik hasilnya dibandingkan dengan dua cara lainnya. Tetapi biayanya yang mahal. Pada pemurnian ini dipakai sebagai bahan pembantu adalah kapur, gas CO2 dan gas hasil pembakaran belerang. PT. Makassar Tene menggunakan cara yang ketiga dalam pemurnian



raw sugar menjadi gula rafinasi. Hasil dari produksi PT. Makassar Tene adalah gula rafinasi yang diberi nama gula manis. Adapun tahapan proses pada pembuatan gula rafinasi meliputi tahap afinasi, karbonatasi, filtrasi, kristalisasi, sentrifugasi, Drying Cooling, Packing. 1.



Raw Sugar Handling Raw sugar yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan gula



rafinasi di ambil dari luar negeri. Raw sugar di produksi sebanyak 1000-3000 ton/hari. Bahan baku di simpan dalam gudang penyimpanan,setelah itu masuk ke dalam chute, kemudian di bawa oleh conveyor dan bucket elevator untuk diproses lebih lanjut.



15



Selain kadar polarisasi tinggi, kualitas raw sugar yang lebih baik adalah sebagai berikut : a.



Kristal kuat ( tidak lembab /keropos)



b.



Ukuran kristal 0,9 s/d 1.0 mm



c.



Lapisan tetes pada permukaan kristal sangat tipis



d.



Kadar air rendah



e.



Kadar abu rendah



f.



Kadar pati rendah Raw sugar tidak menjadi lebih buruk dalam penyimpanan apabila :



a.



Kualitas Raw Sugar memenuhi kualitas yang baik.



b.



Keamanan (Safety Factor) yang besarnya < 0,25. Safety factor = moisture consent 100-Pol



c. 2.



Suhu udara dalam gudang rendah atau sedang.



Affinasi/Melting Prinsip affinasi adalah menghilangkan lapisan molasses di seluruh



permukaan kristal raw sugar. Proses Affinasi adalah kolaborasi proses penghilangan warna (color removal). Tujuan affinasi adalah mencuci krisal GKM (raw sugar) agar lapisan molases yang melapisi kristal berkurang sehingga warnanya semakin ringan atau warna ICUMSA lebih kecil. Sehingga warnanya semakin ringan. Pencucian dilakukan dalam mesin sentrifugal yaitu setelah GKM dicampur dengan molases menjadi magma. Penurunan warna yang dicapai pada stasiun ini berkisar 30-50%. Kristal yang



16



telah dicuci dengan mencampurkan dengan air panas (70-800C) menghasilkan leburan (liquor) dengan brix sekitar 65. Selanjutnya dilakukan proses melting dalam tangki melter. Pada proses ini, dilakukan perlakuan suhu yang bertahap pada tangki melter. Tangki I, II dan III masing-masing memiliki suhu yaitu 700C, 750C, 800C. 3.



Tahap Karbonatasi Pada tahap ini terjadi dua proses yaitu: a. Flosfatasi Pada proses ini digunakan asam fosfat dan kalsium hidroksida yang akan membentuk gumpalan (primer) kalsium fosfat, reaksi ini berlangsung di reaktor. Penambahan flokulan (anion) sebelum tangki aerator dilakukan untuk membantu pembentukan gumpalan sekunder yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan primer yang terikat oleh rantai molekul flokulan. Pembentukan gumpalan sekunder dapat menyerap berbagai pengotor : zat warna, zat anorganik, partikel yang melayang dan lain-lain. Untuk memisahkan gumpalan tersebut oleh karena dalam media liquor yang kental (brix: 65-70) maka gumpalan tidak diendapkan melainkan diambangkan. Proses pengambangan berlangsung dengan bantuan partikel udara yang dibangkitkan dalam aerator, proses pengambangan terjadi pada clarifier. Pada clarifier ini juga pemisahan gumpalan yang mengambang (scum) terjadi, yaitu dengan sekrap yang berputar pada permukaan clarifier dan menyingkirkan scum ke kanal yang dipasang pada sekeliling clarifier.



17



b. Karbonatasi Proses karbonatasi adalah salah satu metode pemurnian yang dapat memisahkan kotoran berupa koloida yang terdapat pada leburan gula. Proses tersebut juga dapat menyerap atau menghilangkan warna yang mempunyai berat molekul yang tinggi yang berasal dari raw sugar. Dengan pencampuran susu kapur dan gas karbondioksida yang ditambahkan pada raw liquor sehingga terbentuk gumpalan yang mengikat sebagian bukan gula. Pada



proses



karbonatasi



dilakukan



pemurnian



dengan



menambahkan susu kapur berlebihan dan dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk adalah endapan CaCO 3. Pada proses ini, ada tiga tahap karbonasi untuk menurunkan pH liquor menjadi netral (pH 7) yang dilakukan pada tangki karbonator. Pada tangki I, II, dan III masing-masing memiliki standar pH dan suhu yang diinginkan yaitu 99,5 dan 700C, 8-8,5 dan 75-800C, 7-7,5 dan 80-850C. Adapun reaksi yang terjadi pada proses karbonatasi yaitu:



4.



CaO + H2O



Ca(OH)2



CO2 + H2O



H2CO3



Ca(OH)2 + H2CO3



CaCO3 + H2O



Filtrasi Proses filtrasi menjelaskan tahapan penyaringan liquor dari hasil



reaksi di karbonatasi yang harus dipisahkan dari liquor, sehingga bisa menghasilkan liquor yang jernih. Alat yang digunakan press filter (filter aid)



18



sebagai filtrasi tahapan pertama yang menghasilkan sirup filtrat dan cake (blotong) termasuk limbah padat yang dapat dimanfaatkan sebagai kompos, pakan ternak, dan batako. Selanjutnya filter liquor dilakukan fitrasi tahapan kedua pada Candle filter yang berfungsi untuk memastikan tidak ada kotoran pada sirup filtrate. 5.



Kristalisasi Proses pengkristalan gula (sukrosa) pada sirup pada pan kristalisasi



dilakukan bertingkat untuk mendapatkan Kristal sebanyak-banyaknya dan menekan kehilangan gula dalam final molasses sekecil-kecilnya. Hasil dari proses kristalisasi disebut Mascuite , dengan cara: liquor (sirup) di pekatkan hingga terbentuk Kristal gula rafinasi dalam vacuum pan. Setelah Kristal mencapai ukuran yang di inginkan, proses kristalisasi di hentikan. 6.



Sentrifugasi Sentifugasi yaitu proses pemisahan dengan gaya sentrifugal dan



dibantu spray hot water untuk menyempurnakan lapisan molasses di permukaan gula produk. Kristal dan larutan gula yang tidak akan mengkristal akan dipisahkan oleh sentrifugal. Kristal gula dikeringkan, lalu larutan gula diproses kembali untuk dikristalkan. 7.



Drying Cooling Proses pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air gula



sampai dengan kadar 0,05%. Setelah proses pengeringan diperlukan pendinginan dikarenkan gula yang keluar suhunya masih relatif tinggi. Apabila langsung di kemas mengakibatkan gula menjadi rusak.



19



Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan antara lain: 1.



Luas permukaan bahan



2.



Suhu pengeringan



3.



Kelembaban



4.



Waktu pengeringan Alat pengeringan gula yang digunakan dipilih dari tipe drum besar dan



panjang yang berputar pelan. Dibagian dalam drum dipasang bilah-bilah yang memanjang dan berfungsi untuk mengangkat gula keatas dan menuangnya kembali kebawah dalam bentuk tirai gula. Letak drum sedikit miring, letak sisi pemasukan gula dibuat sedikit lebih tinggi dari sisi ujung pengeluaran gula. Dari ujung pemasukan gula dialirkan udara panas dengan suhu 65-70°C yang menerobos tirai gula. Gula yang di keringkan pada suhu yang terlalu tinggi karena hal tersebut dapat merusak gula. Oleh karena itu pengeringan diikuti dengan pendingin yang baik dalam drum yang sama atau terpisah. Pada proses pendinginan, udara dingin atau udara luar di hembuskan melewati lapisan gula untuk menurunkan suhu gula sampai suhu mendekati suhu udara luar. 8.



Packing (pengepakan) Pengepakan adalah proses pengemasan gula produk yang diperoleh



dari gula rafinasi yang telah kering , selanjutnya diayak utuk memisahkan ukuran Kristal yang diinginkan. Kristal gula rafinasi hasil pengayakan selanjutnya ditampung dalam sugar bin untuk selanjutnya ditimbang dan dikemas dalam karung dengan berat 50 kg.



20



Pengepakan dibagi dari dua jenis kualitas produk, yaitu: R1 dikemas dengan karung cap tebu merah, R2 dengan karung cap tebu hijau hasil pengemasan disimpan dalam gudang produksi. Spesifikasi gula produk Gula produk merupakan produk akhir dari proses rafinasi setelah melewati beberapa tahapan proses produksi dan analisa. Maka, gula produk rafinasi ini dapat di golongkan berdasarkan kualitas gula produknya, yaitu : 



R1 merupakan gula produk yang berkualitas tinggi







R2 merupakan gula produk yang berkualitas sedang



3.3. Limbah Cair a. Pengertian Limbah Cair Limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair (PP No. 82 tahun 2001). Limbah cair atau air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan auatu kegiatan yang berwujud cair yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Menurut Sugiharto (1987) air limbah (waste water) adalah kotoran dari masyarakat, rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Begitupun dengan Metcalf & Eddy (2003) mendefinisikan limbah berdasarkan titik sumbernya sebagai kombinasi cairan hasil buangan rumah tangga (pemukiman), instansi perusahaan, pertokoan dan industri dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan. Sedangkan baku mutu limbah cair adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang ditenggang



21



keberadaannya dalam limbah cair yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan. b. Pengolahan Limbah Pengolahan limbah cair dalam proses produksi adalah dimaksudkan untuk meminimalkan limbah yang terjadi, volume limbah minimal dengan konsentrasi dan toksisitas yang juga minimal. Terdapat juga pengolahan limbah



cair



setelah



proses



produksi



yang



dimaksudkan



untuk



menghilangkan atau menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalamnya sehingga limbah cair tersebut memenuhi syarat untuk dapat dibuang. Dengan demikian dalam pengolahan limbah cair untuk mendapatkan hasil yang efektif dan efisien perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan yang dilaksanakan secara terpadu dengan dimulai dengan upaya minimisasi limbah (waste minimization), pengolahan limbah (waste treatment), hingga pembuangan limbah produksi (disposal). c. Jenis-Jenis Air Limbah Air limbah berasal dari dua jenis sumber yaitu air limbah rumah tangga dan air limbah industri. Secara umum di dalam limbah rumah tangga tidak terkandung zat-zat berbahaya, sedangkan di dalam limbah industri harus dibedakan antara limbah yang mengandung zat-zat yang berbahaya dan harus dilakukan penanganan khusus tahap awal sehingga kandungannya bisa diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dialirkan ke lingkungan, karena zat-zat berbahaya tersebut bisa mematikan fungsi mikro organisme yang



22



berfungsi menguraikan senyawa-senyawa di dalam air limbah. Sebagian zatzat berbahaya bahkan kalau dialirkan ke sawage plant hanya melewatinya tanpa terjadi perubahan yang berarti, misalnya logam berat. Penanganan limbah industri tahap awal ini biasanya dilakukan secara kimiawin dengan menambahkan zat-zat kimia yang bisa mengeliminasi yang bersifat kotoran umum. zat-zat yang berbahaya. d. Karakteristik Limbah Cair Karakteristik limbah cair diketahui dari berbagai parameter kualitas limbah cair tersebut. Karakteristik limbah cair dibedakan atas : 1.



Karakteristik Fisik Karakteristik fisik dengan parameter yang penting antara lain :



a.



Total zat padat (total solid) Kandungan total zat padat dalam limbah cair didefinisikan sebagai



seluruh bahan yang tertinggal dari penguapan pada suhu 103ºC sampai 105ºC, sedangkan zat padat yang menguap pada suhu tersebut tidak dinyatakan sebagai zat padat. Total zat padat menurut ukurannya dapat dikelompokkan atas suspended solid dan filterable solid. Termasuk dalam suspended solid adalah bila padatan dapat ditahan dengan diameter minimum 1 mikron (1µ). Bagian dari suspended solid yang mengendap dalam Inhoff cone disebut settleabel solid yang merupakan taksiran volume lumpur yang dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi. b.



Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solids)



23



Padatan terlarut (dissolved solids) ini terdiri dari berbagai macam material yang terlarut di dalam air, diantaranya mineral, garam, logam, serta anion. Sedangkan Total Dissolved Solids (TDS) merupakan jumlah dari padatan terlarut yang terdiri garam anorganik (terutama kalsium, magnesium, potassium, sodium, bicarbinates, chlorides dan sulfates) dan sebagian kecil jumlah organik lain yang larut dalam air. c.



TSS (Total Suspended Solids) TSS (Total Suspended Solids) merupakan hasil dari penyaringan



padatan



terlarut,



yang



biasanya



merupakan



partikel



koloid,



yang



pengendapannya dilakukan dengan gravitasi. d.



Bau Bau limbah cair tergantung dari sumbernya, bau dapat disebabkan



oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air baik yang hidup maupun yang mati. e.



Temperatur Limbah cair mempunyai temperatur lebih tinggi daripada asalnya.



Tingginya temperatur disebabkan oleh pengaruh cuaca, pengaruh kimia dalam limbah cair dan kondisi bahan yang dibuang ke dalam saluran limbah. f.



Warna Warna limbah cair menunjukkan karakteristik limbah tersebut, bila



warna berubah menjadi hitam maka hal itu menunjukkan telah terjadi pencemaran.



24



2.



Karakteristik Kimia Sifat kimia ini disebabkan oleh adanya zat-zat organik didalam limbah



cair yang berasal dari buangan manusia. Zat-zat organik tersebut dapat menghasilkan oksigen didalam limbah serta akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Bahan kimia penting yang ada dalam limbah cair pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a.



Kandungan Organik Pada umumnya berisikan kombinasi dari karbon, hydrogen dan



oksigen. Elemen yang juga penting diantaranya belerang, fosfat dan besi. Pada umumnya kandungan bahan organik yang dijumpai dalam limbah cair berisikan 40-60% protein, 25-50% karbohidrat 10% serta lainnya berupa lemak atau minyak. Jumlah dan jenis bahan organik yang semakin banyak sebagai contoh dalam pemakaian pestisida pertanian akan mempersulit pengelolaan limbah cair karena beberapa zat organik tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme (Metcalf dan eddy, 1991). Untuk menentukan kandungan organik dalam limbah cair umumnya dipakai parameter biological oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD). 1.



BOD (Biological Oxygen Demand) BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk menguraikan



benda organik oleh bakteri aerobik melalui proses biologis (biological oxidation) secara dekomposisi aerobik (Riady, 1984).



25



Biological Oxygen Demand (BOD) adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benarbenar terjadi di dalam air. Angka BOD menggambarkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat- zat organis yang tersuspensi di dalam air. Pemeriksaan BOD dilakukan untuk menentukan beban pencemaran akibat buangan dan untuk merancang system pengolahan biologis bagi air yang tercemar. Prinsip pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri. Sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan amoniak. Dengan demikian zat organis yang ada di dalam air diukur berdasarkan jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk mengoksidasi zat organis tersebut (Alaerts dan Santika, 1987). BOD ditentukan dengan mengukur oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperature tertentu, umumnya 20ºC. Namun untuk negara-negara yang beriklim tropis temperatur lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi biaya inkubasi yang memerlukan unitunit pemanasan dan pendinginan (BOD pada 30ºC) sesuai untuk bagianbagian dunia yang temperatur ambientnya cenderung tinggi. Suhu tersebut juga tepat untuk daerah dimana temperatur lebih tinggi digunakan untuk standar penentuan sehingga lamanya pemeriksaan dari 5 hari menjadi 4 hari atau bahkan 3 hari, hal ini akan mengurangi inkubator yang diperlukan karena



26



sampel harus dieramkan pada periode yang lebih pendek. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut : O2 dalam air Zat Organik CO2 + H2O + Sel-sel bakteri baru Bakteri Semakin banyak zat organik yang diuraikan maka semakin banyak pula pemakaian oksigen di dalam air, akibatnya akan menuju keadaan yang anaerobik kemudian akan menyebabkan bau kurang enak karena timbulnya gas-gas. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut : Zat Organik



CO2 + H2S + NH3 + sel bakteri baru Bakteri



Pemeriksaan bakteri BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat limbah cair dan juga diperlukan untuk mendesain sistem untuk pengolahan limbah cair secara biologis disamping banyak dipakai untuk mengetahui cemaran organik (Mahida, 1984). 2.



COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan analisis terhadap



jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada di dalam 1 liter sampel air dengan menggunakan pengoksidasi K2Cr2O7 sebagai sumber oksigen. Angka COD yang didapat merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organis, dimana secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air (Alaerts dan Santika, 1987). COD atau kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah kebutuhan 27



oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya kandungan oksigen di dalam air. Hasil pengukuran COD dapat dipergunakan untuk memperkirakan BOD ultimate atau nilai BOD tidak dapat ditentukan karena terdapat bahan-bahan beracun (Mahida, 1984).. b.



Kandungan Anorganik



1.



DO (Dissolve Oxygen) DO (Dissolve Oxygen) adalah oksigen terlarut yang terkandung di



dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila



sungai



menjadi



tempat



pembuangan



limbah



yang



mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati.



28



2.



pH Konsentrasi ion hidrogen (pH) merupakan parameter penting untuk



kualitas air dan air limbah. pH sangat berperan dalam kehidupan biologi dan mikrobiologi (Alaerts dan Santika, 1987). pH sangat berpengaruh dalam proses pengolahan air limbah. Baku mutu yang ditetapkan sebesar 6-9. Pengaruh yang terjadi apabila pH terlalu rendah adalah penurunan oksigen terlarut, konsumsi oksigen menurun, peningkatan aktivitas pernapasan serta penurunan selera makan mikroorganisme. Oleh karena itu, sebelum limbah diolah, diperlukan pemeriksaan pH serta menambahkan larutan penyangga, agar dicapai pH yang optimal. 3.



NH3 (Ammonia) Ammonia (NH3) merupakan senyawa alkali yang berupa gas tidak



berwarna dan dapat larut dalam air. Pada kadar di bawah 1 ppm dapat dideteksi adanya bau yang menyengat (Plog; Niland dan Quinland, 1996). Ammonia berasal dari reduksi zat organis (HOCNS) secara mikrobiologis (Hammer, 1996). Kadar NH3 yang tinggi di dalam air selalu menunjukkan adanya pencemaran. Dari segi estetika, NH3 mempunyai rasa kurang enak dan bau sangat menyengat, sehingga kadar NH3 harus rendah, pada air minum kadar NH3 harus nol dan pada air permukaan harus dibawah 0,5 mg/l N (Alaerts dan Santika, 1987). Efek kesehatan dapat terjadi apabila NH3 telah berubah menjadi nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) yang akan membahayakan kesehatan. Nitrat dan nitrit



29



dalam jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointetinal, diare bercampur darah yang disertai dengan konvulsi, koma dan apabila tidak mendapatkan pertolongan dapat mengakibatkan kematian. Keracunan kronis menyebabkan depresi umum, sakit kepala dan gangguan mental (Soemirat S.J, 1994). e. Dampak Limbah Menurut Said, NI, 1999, ditinjau dari segi kesehatan, secara umum bahaya atau resiko kesehatan yang berhubungan dengan pencemaran air dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni bahaya langsung dan bahaya tidak langsung. Bahaya langsung terhadap kesehatan masyarakat dapat terjadi akibat mengkonsumsi air yang tercemar atau air dengan kualitas yang buruk, baik secara langsung diminum, melalui makanan, bahkan melalui kegiatan sehari-hari, misalnya mencuci peralatan makan, mandi atau rekreasi. Sedangkan



bahaya



tidak



langsung



dapat



terjadi



misalnya



akibat



mengkonsumsi hasil perikanan dimana produk-produk tersebut dapat mengakumulasi zat-zat polutan berbahaya. Disamping itu, resiko kesehatan dapat diakibatkan oleh polutan senyawa kimia yang tidak menimbulkan gejala akut, akan tetapi dapat berpengaruh terhadap kesehatan karena adanya pemajanan yang terus menerus pada dosis yang rendah. Limbah adalah sisa hasil kegiatan sehingga sebelum dibuang harus diolah terlebih dahulu agar tidak menimbulkan efek negatif. Berikut ini adalah dampak/efek negatif yang ditimbulkan dari limbah :



30



1. Gangguan terhadap kesehatan Air limbah sangat berbahaya bagi manusia karena terdapat banyak bakteri patogen dan dapat menjadi media penular penyakit. Selain itu air limbah juga dapat mengandung bahan beracun, penyebab iritasi, bau, suhu yang tinggi serta bahan yang mudah terbakar. 2. Gangguan terhadap kehidupan biotik Banyak zat yang terkandung di dalam air limbah menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam air menurun sehingga kehidupan di dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu. Temperatur limbah yang tinggi juga dapat menyebabkan kematian organisme air. Kematian bakteri akan menyebabkan penjernihan air limbah menjadi terhambat dan sukar diuraikan. 3. Gangguan terhadap keindahan Limbah yang mengandung ampas, lemak, dan minyak akan menimbulkan bau, wilayah sekitar akan licin oleh minyak, tumpukan ampas yang mengganggu dan gangguan pemandangan. 4. Gangguan terhadap benda Air limbah yang mengandung gas CO2 akan mempercepat proses terbentuknya karat pada benda yang terbuat dari besi dan bangunan. Kadar pH limbah yang terlalu rendah atau tinngi dapat menyebabkan kerusakan pada benda yang dilaluinya. Lemak air limbah akan menyebabkan terjadinya penyumbatan dan membocorkan saluran air limbah. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan materil karena biaya perawatan yang semakin besar (Sugiharto, 1987).



31



Dampak kandungan pH, BOD, COD, TSS dan Amonia dalam air limbah terhadap manusia. Air limbah merupakan reservoir bagi kehidupan berbagai mikroorganisme termasuk yang patogen sehingga dapat membawa penyakit pada manusia. Limbah cair yang memiliki nilai BOD dan COD rendah tentunya akan memiliki kandungan organik yang tinggi sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen untuk tumbuh. Apabila limbah cair yang memiliki nilai BOD dan COD tinggi tersebut dibuang



ke lingkungan/perairan, maka tentunya akan memiliki



kandungan bahan organik tinggi yang telah ditumbuhi bakteri-bakteri patogen beserta hasil metabolismenya yang menimbulkan bau menyegat



serta



menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia maupun hewan yang ada disekitar perairan tersebut (Soemirat, 1994).



Kebanyakan penyakit yang



timbul adalah penyakit saluran pencernaan seperti cholera, disentri, thypus, dan lainnya. Sedangkan limbah cair yang mengandung bahan kimia dapat membahayakan kesehatan manusia. Bahan pencemar kimia tersebut dapat menimbulkan penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung (Sastrodimedjo, 1985). Kandungan pH yang terlalu rendah atau terlalu tinngi adalah salah satu parameter pencemaran oleh bahan kimia, yang apabila dibuang langsung ke lingkungan akan menimbulkan penyakit. Antara lain penyakit dermatitis (kulit), iritasi pada mata, dan pada titik ekstrim dapat menimbulkan keracunan akut.



32



Materi tersuspensi (TSS) mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas air karena menyebabkan kekeruhan dan mengurangi cahaya yang dapat masuk ke dalam air. Oleh karenanya, manfaat air dapat berkurang, dan organisme yang butuh cahaya akan mati. f. Klasifikasi Pengolahan Limbah Cair Teknologi pengolahan limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. Berbagai teknik pengolahan limbah untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan; pengolahan kimia, pengolahan fisika dan pengolahan biologis. Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi. 1. Pengolahan Limbah Secara Fisika Pengolahan secara fisika dilakukan pada limbah cair dengan kandungan bahan limbah yang dapat dipisahkan secara mekanis langsung tanpa penambahan bahan kimia atau melalui penghancuran secara biologis. Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan



33



yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Proses filtrasi dalam pengolahan air buangan biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsobrsi atau proses revers osmosis, untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan



dalam



proses



osmosis.



Proses



adsorbsi



biasanya



menggunakan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut. Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. 2. Pengolahan Limbah Secara Kimia Pengolahan



limbah



cair



secara



kimia



merupakan



proses



pengolahan limbah dimana penguraian atau pemisahan bahan yang tidak diinginkan



berlangsung dengan adanya mekanisme



reaksi kimia



(penambahan bahan kimia ke dalam proses). Prinsip yang digunakan untuk



34



mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Pengolahan limbah cair secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun dengan menambahkan bahan kimia tertentu yang dibutuhkan. Menurut Nurika (2006), proses pemisahan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan yang semula tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil dari reaksi oksidasi. Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan menambahkan elektrolit yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga dapat diendapkan. Pemisahan logam berat dan fosfor dilakukan dengan menambahkan larutan alkali sehingga terbentuk endapan logamlogam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat



35



dilakukan



dengan



mengoksidasinya



dengan



klor



(Cl2),



kalsium



permenganat, aerasi, ozon hydrogen peroksida. 3. Pengolahan Limbah Secara Biologis Pengolahan seacra biologis merupakan sistem pengolahan yang didasarkan pada aktivitas mikroorganisme dalam kondisi aerobik atau anaerobik ataupun penggunaan organisme air untuk untuk mengabsorbsi senyawa kimia dalam limbah cair. Secara ringkasnya, pengolahan biologis adalh pengolahan air limbah dengan memanfaatkan microorganism/bakteri untuk mendegradasi polutan organik. Dalam sistem pengolahan limbah cair, pengolahan biologis dikategorikan sebagai pengolahan tahap kedua (secondary treatment), melanjutkan sistem pengolahan secara fisik sebagai pengolahan tahap pertama (primary treatment). Tujuan utama pengolahan ini adalah untuk menghilangkan zat padat organik terlarut yang biodegradable berbeda dengan ssistem pengolahan sebelumnyayang lebih ditujukan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi. Berdasarkan metode pengolahan di atas, pengolahan limbah cair pada dasarnya dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu : 1.



Pengolahan primer Pengolahan primer bertujuan membuang bahan – bahan padatan



yang mengendap atau mengapung. Pada dasarnya pengolahan primer terdiri dari tahap – tahap untuk memisahkan air dari limbah padatan dengan membiarkan padatan tersebut mengendap atau memisahkan bagian



36



– bagian padatan yang mengapung. Pengolahan primer ini dapat menghilangkan sebagian BOD dan padatan tersuspensi serta sebagian komponen organik. Proses pengolahan primer limbah cair ini biasanya belum memadai dan masih diperlukan proses pengolahan selanjutnya. 2.



Pengolahan sekunder Pengolahan sekunder limbah cair merupakan proses dekomposisi



bahan-bahan padatan secara biologis. Penerapan yang efektif akan dapat menghilangkan sebagian besar padatan tersuspensi dan BOD. Ada dua proses pada pengolahan sekunder, yaitu : 1) Penyaring trikle Penyaring trikle menggunakan lapisan batu dan kerikil dimana limbah cair dialirkan melalui lapisan ini secara lambat. Dengan bantuan bakteri yang berkembang pada batu dan kerikil akan mengkonsumsi sebagian besar bahan – bahan organik. 2) Lumpur aktif Kecepatan aktivitas bakteri dapat ditingkatkan dengan cara memasukkan udara dan lumpur yang mengandung bakteri ke dalam tangki sehingga lebih banyak mengalami kontak dengan limbah cair yang telah diolah pada proses pengolahan primer. Selama proses ini limbah organik dipecah menjadi senyawa – senyawa yang lebih sederhana oleh bakteri yang terdapat di dalam lumpur aktif.



37



3.



Pengolahan tersier Proses pengolahan primer dan sekunder limbah cair dapat



menurunkan BOD air dan meghilangkan bakteri yang berbahaya. Akan tetapi proses tersebut tidak dapat menghilangkan komponen organik dan anorganik terlarut. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan pengolahan tersier. g. Pengolahan Limbah Cair Pengolahan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan. Jika air limbah yang tidak diolah dibiarkan terakumulasi, maka dekomposisi material organik yang terdapat dalam air limbah dapat menimbulkan gas yang berbau busuk. Selain itu juga mengandung mikroorganisme penyebab penyakit (pathogen) (Metcalf & Eddy Inc,1979). Pengolahan limbah cair bertujuan untuk menghilangkan atau menyisihkan kontaminan. Kontaminan dapat berupa senyawa organik yang dinyatakan oleh nilai BOD, COD, nutrient, senyawa toksik, mikrorganisme pathogen, partikel non biodegradable, padatan tersuspensi maupun terlarut. Kontaminan dapat disisihkan dengan pengolahan fisik, kimia maupun biologi. Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan



dan



pengolahan



limbah.



Kegiatan



pendahuluan



pada



pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) dapat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Saat ini, tren pengelolaan limbah di industri adalah



38



menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization). Menurut Moersidik 1996, tujuan pengolahan limbah cair adalah : 1.



Mengurangi jumlah padatan tersuspensi



2.



Mengurangi jumlah padatan terapung



3.



Mengurangi jumlah bahan organic



4.



Membunuh bakteri pathogen



5.



Mengurangi jumlah bahan kimia yang berbahaya dan beracun



6.



Mengurangi unsur nutrisi (N dan P) yang berlebihan



7.



Mengurangi unsur lain yang dianggap dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem. Prinsip dasar pengolahan limbah cair adalah menghilangkan atau



mengurangi sebesar-besarnya kontaminasi yang terdapat dalam limbah cair sehingga hasil olahan limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan apabila dibuang ke tanah atau badan air penerima. Anaerob Baffled Reactor (ABR) Anaerobic Baffled Reactor (ABR) merupakan sistem pengolahan tersuspensi



anaerob,



tersuspensi



(suspended



dalam



bioreaktor



growth)



lebih



berpenyekat.



Pertumbuhan



menguntungkan



dibanding



39



pertumbuhan melekat (attached growth) karena tidak membutuhkan media pendukung serta tidak mudah tersumbat. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dikembangkan oleh McCarty dan rekan-rekannya di Universitas Stanford. ABR merupakan UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) yang pasang secara seri, namun tidak membutuhkan butiran (granule) dalam operasinya, sehingga memerlukan periode start-up lebih pendek. Serangkaian sekat vertikal dipasang dalam ABR membuat limbah cair mengalir secara under and over dari inlet menuju outlet, sehingga terjadi kontak antara limbah cair dengan biomassa aktif. Profil kosentrasi senyawa organik bervariasi sepanjang ABR sehingga menghasilkan pertumbuhan populasi mikroorganisme berbeda pada masing-masing kompartemen tergantung pada kondisi lingkungan spesifik yang dihasilkan oleh senyawa hasil penguraian. Bakteri dalam bioreaktor mengapung dan mengendap sesuai karakteristik aliran dan gas yang dihasilkan, tetapi bergerak secara horisontal ke ujung reaktor secara perlahan sehingga meningkatkan cell retentation time. Limbah cair berkontak dengan biomassa aktif selama mengalir dalam reaktor, sehingga efluen terbebas dari padatan biologis (biological solids). Konfigurasi tersebut mampu menunjukkan tingkat penyisihan COD yang tinggi. Kelebihan-kelebihan utama ABR adalah :



40



1.



ABR mampu memisahkan proses asidogenesis dan metanogenesis secara longitudinal yang memungkinkan reaktor memiliki sistem dua fase (two stage), tanpa adanya masalah pengendalian dan biaya tinggi.



2.



Desainnya sederhana, tidak memerlukan pengaduk mekanis, biaya konstruksi relatif murah, biomassa tidak memerlukan karakteristik pengendapan tertentu, lumpur yang dihasilkan rendah, SRT tinggi dicapai tanpa media pendukung serta tidak memerlukan sistem pemisahan gas. Peningkatan volume limbah cair tidak masalah, bahkan memungkinkan operasional intermitten, selain itu ABR stabil terhadap adanya beban kejut hidrolik dan organik (hyhraulic and organik shock loading) selain itu konfigurasi ABR melindungi biomassa dari senyawa toksik dalam influen.



3.



Selain itu pola hidrodinamik ABR dapat mereduksi terbuangnya bakteri (bacterial washout) dan mampu menjaga biomassa tanpa penggunaan fixed



media.



Pemisahan



dua



fase



menyebabkan



peningkatan



perlindungan terhadap senyawa toksik dan memiliki ketahanan terhadap perubahan parameter lingkungan seperti pH, temperatur dan beban organic Sedangkan kelemahan dari desain reaktor bersekat adalah bioreaktor harus dibangun cukup rendah untuk mempertahankan aliran ke atas (upflow) cairan maupun gas. Untuk meningkatkan kinerja ABR, perlu dipertimbangkan beberapa aspek yang berkaitan dengan struktur mikroorganisme yang akan terbentuk



41



dalam reaktor, yaitu : kecepatan aliran permukaan, waktu kontak, laju pembebanan organik, karakteristik limbah cair, jenis bibit lumpur yang digunakan, suhu, pH dan alkalinitas, serta keberadaan polimer dan kation seperti Ca, Mg dan Fe. h. Baku Mutu Limbah Cair Gula Rafinasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 tahun 2014 tentang Mutu Baku Air Limbah Tabel.3.3. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri gula rafinasi Parameter



Suhu Ph TDS TSS BOD COD Kuantitas air limbah paling tinggi



Satuan



0



C mg/L mg/L mg/L mg/L m³/ton produk



Gol. I



38 6,0 – 9,0 2000 150 75 150 0,4



Beban Pencemaran paling tinggi (kg/ton produk) 0,8 0,1 0,1 0,2 -



Gol. II



38 6–9 1000 50 50 100 0,4



Beban Pencemaran paling tinggi (kg/ton produk) 0,4 0,02 0,02 0,04 -



42



BAB IV METODE ANALISIS 4.1. Analisis pH dan Temperatur a.



Tujuan analisis Untuk mengetahui pH dan temperature limbah cair.



b. Prinsip analisis pH di analisis dengan alat ukur pH, dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam sampel limbah cair. c.



Alat dan bahan yang digunakan Alat : 



pH/mV/0C meter (EUTECH)







Conductivity/0C meter







Beaker gelas 100 mL







Corong plastik







Elektroda



Bahan : 



Aquadest







Sampel limbah cair







Tissue







Kertas saring



d. Prosedur kerja 1.



Menyaring sampel ke dalam beaker plastik 100 mL.



43



2.



Memasukan elektroda ke dalam beaker yang telah berisi sampel, selama pengukuran, larutan diaduk dengan hati-hati.



3.



Mencatat pH dan temperatur yang tertera pada alat bila alat telah menunjukan angka yang konstan.



4.2. Analisis Total Dissolved Solid (TDS) a.



Tujuan analisis Untuk mengetahui kandungan padatan terlarut dalam limbah cair.



b. Prinsip analisis Analisis TDS dilakukan menggunakan alat ukur conductifity untuk mengetahui kandungan padatan dalam air, dengan cara memasukkan elektroda kedalam beaker gelas yang terisi sampel. c.



Alat dan bahan yang digunakan Alat : 



Beaker plastik 100 mL







Corong plastik







Conductivity/0C meter







Elektroda



Bahan : 



Aquadest







Sampel limbah cair







Tissue







Kertas saring



44



d. Prosedur kerja 1.



Menyaring sampel ke dalam beaker plastik 100 mL.



2.



Memasukan elektroda ke dalam beaker yang telah berisi sampel, selama pengukuran, larutan diaduk dengan hati-hati.



3.



Menghitung dan mencatat TDS yang tertera pada alat bila alat telah menunjukan angka yang konstan. Perhitungan: TDS = Angka yang tertera pada konduktometer (µS) dikali 0,7 (ppm).



4.3. Analisis Total Suspended Solid (TSS) a.



Tujuan analisis Untuk mengukur jumlah partikel yang tersuspensi dalam limbah cair.



b. Prinsip analisis Total Suspended Solid (TSS) dianalisis dengan kuvet yang berisi limbah cair sebanyak 10 ml, lalu di ukur dengan alat Spectro (HACH DR2800) lalu dicatat hasil yang tertera. c.



Alat dan bahan yang digunakan Alat : 



Spectro (HACH DR2800)







Kuvet 10 mL







Beaker plastik 100 mL







Corong plastic



45



Bahan : 



Aquadest







Sampel limbah cair







Tissue







Kertas saring



d. Prosedur kerja 1. Menyaring sampel ke dalam beaker plastik 100 mL. 2.



Menekan favorite program pada spektrofotometer.



3.



Memilih 630 suspended solid.



4.



Mengisi kuvet persegi sebanyak 10 ml aquadest (blanko) dan memasukkan dalam cell holder.



5.



Menekan zero dan display muncul ( 0 mg/l ).



6.



Mengisi kuvet persegi sebanyak 10 ml sampel dan memasukkan ke dalam cell holder.



7.



Menekan read dan mencatat hasil analisa.



4.4. Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) a.



Tujuan analisis Untuk mengukur kadar atau jumlah oxygen dalam limbah cair.



b. Prinsip analisis Sampel limbah yang dicampurkan dengan reagent, dipanaskan lalu diukur CODnya dengan alat ukur Spectro (HACH DR2800).



46



c.



Alat dan bahan yang digunakan Alat : 



Spectro (HACH DR2800)







Spectroquant







Spoit 1 mL







Beaker gelas 100mL







Corong plastik







Kertas saring







Rak besi



Bahan : 



Reagen HR







Reagen HR+







Aquadest







Sampel limbah cair







Tissue







Kertas saring



d. Prosedur kerja 1.



Menyaring sampel ke dalam beaker plastik 100 mL.



2.



Memasukkan sample air limbah ke dalam tabung reaksi COD solution menggunakan spoit 1 ml sesuai reagen (untuk reagen HR+ 0,2 ml dan untuk reagen HR 2 ml).



3.



Mengocok tabung reaksi agar reagen dan sampel tercampur. 47



4.



Mengaktifkan peralatan .



5.



Memasukkan tabung reaksi ke dalam spectroquant selama 2 jam dengan temperatur 150º C (tabung dimasukkan ke dalam reaktor setelah suhu 150º).



6.



Setelah dipanaskan, tabung reaksi diangkat dari spectroquant untuk didinginkan di suhu ruang (kurang lebih 30 menit waktu pendinginan).



7.



Memasukkan blanko HR atau HR+ dalam cell holder pada spektrofotometer dan menekan zero. Kemudian memasukkan sampel dan menekan read.



8.



Mencatat hasil yang tertera pada alat (untuk sampel dengan reagen HR+ hasil yang tertera pada alat dikali 10)



9.



Mengangkat tabung reaksi dari spektro.



48



BAB V SPESIFIKASI ALAT Berikut tabel spesifikasi alat yang digunakan pada IPAL PT. Makassar Tene: Tabel 5.1 Spesifikasi alat IPAL PT. Makassar Tene No Jumla Nama alat Spesifikasi . h Pompa 50 Hz, 20 Hp, 1 sentrifugal 2930 rpm, 18,5 1 Spray pond kW, 415 Volt 50 Hz, 20 Hp, 2 Pompa PCOT 1 2930 rpm, 18,5 1 Kw 3



Pompa PCOT 2



25 m3/h, 200 rpm, 5,5 kW



1



4



Pompa celup setling



2,0 Hp, 1,6 kW



1



3 Hp, 60Hz, 220 V, 2,2 kW, 1050 L/min 3 Hp, 60Hz, 220 V, 2,2 kW, 1050 L/min 3 Hp, 60Hz, 220 V, 2,2 kW, 1050 L/min



5



Pompa sludge



1



6



Pompa celup ras



7



Pompa celup lumpur



8



Pompa sentrifugal Output



50 Hz, 20 Hp, 1465 rpm, 15 kW



2



9



Mixer tank chemical



Yeuma Y3A 802 4 (0,75) kW



3



10



Agitator



-



4



1 1



Fungsi Memompa limbah cair dari spray pond menuju ke cooling pond Memompa limbah cair dari Oil Trap menuju ke cooling pond Memompa limbah cair dari Oil Trap menuju ke kolam penampungan sementara Sirkulasi lumpur menuju ke kolam aerobik (non stop) Sirkulasi lumpur menuju ke kolam aerobik (non stop) Sirkulasi lumpur menuju ke kolam aerobik (apabila olahan di stop) Sirkulasi lumpur menuju ke kolam aerobik (3 kali/shift) Memompa limbah cair yang telah diolah menuju ke kolam selatan Mengaduk larutan koagulan / flokulan agar tetap homogen Mengaduk limbah cair yang ditambahkan dengan larutan koagulan / flokulan agar tetap homogen 49



40 Hp, 30 Kw, 50 Hz, 380- 415 V, 53,8 A MTO2, 11,2 Kw, 15 Hp, kapasitas O2 19,2 kg/h



2



Menyuplai oksigen ke kolam aerobik



4



Menyuplai oksigen ke kolam aerobik



11



Deffusher



12



Aerator



13



Kincir air



1,0 kW



2



14



Polishing filter



-



1



Menyuplai oksigen ke kolam selatan dan equalization pond Menyaring kotoran yang masih terbawa dalam effluent dan menjernihkan.



50



BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hasil Rata-rata hasil analisis limbah cair PT. Makassar Tene dalam sepekan pada shift I , yaitu sebagai berikut : Tabel 6.1. Hasil analisis rata-rata parameter air limbah Parameter No.



Sampel



Suhu (oC)



1 2 3 4 5 6 7 8



Oil Trap Spray Pond Input Equalisasi Anaerobik Aerobik Outlet WWTP Outlet Selatan



27,2 26,3 26,8 26 26,17 26,17 25,8 25,8



pH



TDS (ppm)



TSS (ppm)



COD (ppm)



5,68 7,97 7,08 6,10 6,92 7,58 7,46 7,91



765,17 677,17 788,83 1155,5 878,67 881,83 803,83



98,33 160,5 11,67 5,83



6430 337 1973,33 112,83 52 41,17 35,33



Analisis parameter air limbah PT Makassar Tene : 1.



Suhu Analisis suhu limbah cair PT. Makassar Tene dilakukan dengan



menggunakan konduktometer yang dilengkapi dengan pengukuran suhu. Berdasarakan analisa yang telah dilakukan selama satu pekan, diperoleh ratarata suhu sebagai berikut.



51



SUHU (°C) 27.5



27.2



27



26.8 26.3



26.5



26.17



26.17



26 25.8



26



25.8



25.5 25



Oil Trap



Spray Pond



Input



Equalisasi Anaerobik Aerobik



Outlet WWTP



Outlet Selatan



Gambar 6.1.1. Grafik Suhu. Dari Gambar 6.1.1 dapat dilihat bahwa outlet selatan dan outlet WWTP memiliki suhu yang paling rendah. Limbah cair yang berada di oil trap merupakan limbah cair campuran antara limbah spray pond, sisa proses produksi gula rafinasi, air dari demineral plant dan aktivitas sehari-hari di PT. Makassar Tene. Setelah didiamkan di oil trap, limbah cair di pompa ke cooling pond (Input). Pada cooling pond (Input) ini bertujuan untuk mendinginkan limbah cair dari oil trap yang masih panas dengan cara dibiarkan limbah cair di udara terbuka. Penurunan suhu ini dimaksudkan agar suhu limbah cair sesuai dengan suhu optimum kerja bakteri dalam anaerobic pond. Dari input, limbah cair menuju ke equalization pond secara overflow. Selanjutnya, limbah cair diolah secara biologis pada anaerobic dan aerobic pond. Suhu limbah cair pada anaerobic pond dan aerobic pond sama, sedangkan dari oil trap ke input terjadi penurunan suhu.



52



2.



Derajat keasaman (pH) Analisis derajat keasaman (pH) limbah cair PT. Makassar Tene



dilakukan dengan metode elektrometri dengan menggunakan pH-meter. Berdasarakan analisis yang telah dilakukan selama satu pekan, diperoleh ratarata pH sebagai berikut.



pH



7.97 8



7.58 7.08



7 6



7.46



7.91



6.92 6.1



5.68



5 4 3 2 1 0



Oil Trap



Spray Pond



Input



Equalisasi



Anaerobik



Aerobik



Outlet WWTP Outlet Selatan



Gambar 6.1.2. Grafik nilai pH Dari Gambar 6.1.2 dapat dilihat bahwa pH limbah cair pada oil trap lebih rendah. Hal ini berasal dari sisa produksi gula rafinasi yang memilki pH rendah. Setelah bercampur dengan limbah cair dari demineral plant, spray pond dan limbah domestik, pH-nya sudah mulai meningkat setelah dipompa ke input. Adapun input memiliki pH > 6,8, sehingga tidak perlu dilakukan penambahan soda kaustik (NaOH). Sedangkan pada equalization pond pH < 6,8, sehingga perlu ditambah kuastik soda. Pada anaerobic pond, pH limbah cair naik, dan pada aerobic pond, pH limbah cair juga meningkat karena asam telah dikonversi menjadi gas metana dan gas organik-organik lainnya 53



(metanogenesis) pada chamber akhir anaerobic pond sebelum mengalir secara overflow ke aerobic pond. Selanjutnya limbah pada clean water pond (outlet WWTP) memiliki pH yang tidak jauh berbeda dengan aerobic pond. 3.



Total Dissolved Solid (TDS) Analisis TDS limbah cair PT. Makassar Tene dengan metode



konduktometri menggunakan konduktometer. Berdasarakan analisis yang telah dilakukanselama satu pekan, diperoleh hasil sebagai berikut :



TDS (ppm) 1155.5



1200 1000 800



878.67



881.83 803.83



788.83



765.17 677.17



600 400 200 0



Oil Trap



Spray Pond



Input



Anaerobik



Aerobik



Outlet WWTP



Outlet Selatan



Gambar 6.1.3 Grafik nilai TDS limbah cair Dari Gambar 6.1.3 dapat dilihat bahwa limbah cair yang berada di input memiliki jumlah padatan terlarut yang cukup tinggi. Dari grafik dapat dilihat bahwa TDS input lebih rendah daripada TDS anaerobik yang memiliki kadar paling tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya padatan terlarut yang terakumulasi dalam kolam. Penurunan kadar TDS signifikan yaitu pada kolam aerobik.



54



4. Total Suspended Solid (TSS)



Analisis TSS limbah cair PT.Makassar Tene dengan metode spektrofotometri



menggunakan



spektrofotometer



HACH



DR2800.



Berdasarakan analisis yang telah dilakukan selama satu pekan, diperoleh hasil sebagai berikut :



TSS (ppm) 180



160.5



160 140 120



98.33



100 80 60 40



11.67



20 0



Oil Trap



Spray Pond



Outlet WWTP



5.83 Outlet Selatan



Gambar 6.1.4 Grafik nilai TSS. Dari Gambar 6.1.4 dapat dilihat bahwa jumlah padatan tersuspensi pada spray pond sangat tinggi, suspensi pada spray pond berasal dari tumpahan gula cair ataupun molasses yang ikut terbawa menuju ke spray pond. Saat bercampur dengan limbah cair dari sumber yang lain pada oil trap, padatan tersuspensi mulai berkurang. Padatan tersuspensi berkurang secara signifikan setelah proses pengolahan. Proses yang sangat mempengaruhi adalah proses penambahan koagulan (PAC) dan flokulan (aquaklir). Sedangkan proses lainnya tidak terlalu berpengaruh sehingga pengukuran



55



Total Suspended Solid hanya dilakukan pada limbah cair sebelum pengolahan (Oil Trap) dan keluaran proses (Outlet). 5.



Chemical Oxygen Demand (COD) Analisis COD limbah cair PT. Makassar Tene dilakukan dengan



metode spektrofotometri dengan menggunakan spektrofotometer HACH DR2800. Sebanyak 2 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi reagen HR dan 0,2 ml ke dalam tabung yang berisi reagen HR+. Dilakukan perlakuan yang sama untuk blanko. Sampel oil trap dan input dianalisis menggunakan reagen HR+ sedangkan sampel outlet selatan, out WWTP, aerobik, anaerobik, dan spray pond dianalisa menggunakan reagen HR. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan selama satu pekan, diperoleh hasil sebagai berikut.



COD (ppm) 7000



6430



6000 5000 4000 3000



1973.33



2000 1000 0



337 Oil Trap



Spray Pond



Input



112.83



52



41.17



35.33



Anaerobik



Aerobik



Outlet WWTP



Outlet Selatan



Gambar 6.1.5. Grafik nilai COD.



56



Dari Gambar 6.1.5 dapat dilihat bahwa COD limbah cair pada Oil Trap sangat tinggi. Tingginya nilai COD ini disebabkan karena limbah cair dari spray pond dan sisa air proses produksi gula rafinasi banyak mengandung bahan kimia organik (sukrosa). Untuk menurunkan nilai COD, biasanya output WWTP digunakan untuk mengencerkan limbah cair pada kolam oil trap. Selain itu, sebagai pre-treatment limbah cair pada oil trap didiamkan sampai COD-nya tidak terlalu tinggi sebelum dipompa menuju ke cooling pond (input). Pada cooling pond (input) nilai COD limbah cair berkisar antara 400 hingga 2500. Sedangkan pada anaerobic pond yang merupakan inti pengolahan limbah, terjadi penurunan nilai COD akibat aktivitas mikroba anaerob yang mengurai zat-zat organik menjadi asam pada proses Asidogenesis untuk selanjutnya diubah menjadi gas metana dan gas-gas organik lainnya pada proses Metanogenesis. Bakteri anaerobik memiliki batas COD maksimal yang dapat diolah yaitu 8000 mg/L, oleh karena itu pre-treatment pada Oil trap sangat dibutuhkan. COD yang berhasil dihilangkan pada anaerob pond dan total COD yang dihilangkan melalui proses WWTP dinyatakan dalam CODremoval yang dihitung dengan cara sebagai berikut : Diketahui :  COD input = 1973,33 mg/L  COD Anaerob = 112,83 mg/L  COD Outlet Selatan (OS) = 35,33 mg/L COD removal anaerobik : 57



% COD removal=



CODinput −CODanaerob x 100 % CODinput ¿



(1973,33−112,83 ) mg/ L x 100 % 1973,33 mg/ L



¿ 94,28 % COD removal total pengohan IPAL : % COD romoval =



CODinput−CODOS x 100 % COD input ¿



(1973,33−35,33 ) mg/ L x 100 % 1973,33 mg/ L



¿ 98,21 % 6.2



Pembahasan PT Makassar Tene menghasilkan air limbah hasil proses produksi, air spray pond, air regenerasi demin/power plant, dan aktivitas umum dengan jumlah total debit air limbah yang diolah yaitu sekitar ± 500 m3/hari. Hasil analisis laboratorium di PT Makassar Tene menunjukkan bahwa karakteristik air limbah sebelum diolah memiliki nilai COD berkisar 100020.000 mg/L, suhu berkisar 400C, pH berkisar 5-7, TSS berkisar 100-800 mg/L dan TDS berkisar 300-4000 mg/L. Hasil analisis tersebut belum memenuhi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Standar Baku Air Limbah untuk industry gula rafinasi sehingga air limbah perlu diolah sebelum dibuang ke lingkungan. Waste Water Treatment Plant (WWTP) PT. Makassar Tene mengolah limbah cair dengan menggunakan sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR). Pengolahan air limbah terdiri atas tiga proses yaitu proses fisika, proses kimia 58



dan proses biologi. Pengolahan secara fisika adalah Particel Screening, Cooling process, Polishing filter dan Equalization process. Pengolahan secara biologi adalah Anerobic digestion dan Aerobic digestion. Pengolahan secara kimia adalah pH adjusting, Coagulation process, dan Flocculation process. Adapun sumber limbah cair yang diolah di WWTP PT. Makassar Tene adalah dari limbah proses produksi, spray pond, air regenerasi demin/power plant, dan aktivitas umum. Tahapan Pengolahan Limbah Cair PT. Makassar Tene : 1.



Oil Trap atau Grease Trap Oil Trap PT. Makassar Tene memiliki kapasitas 150 m3. Limbah



umumnya mengandung sejumlah kecil minyak/lemak gula yang dapat mengganggu proses pengolahan karena membentuk lapisan buih tebal mengambang.  Oil Trap merupakan salah satu pengolahan limbah cair secara fisik. Fungsi utama kolam ini yaitu untuk mengendapkan padatan yang terbawa oleh air limbah. Proses pengendapannya memanfaatkan prinsip perbedaan massa jenis antara air dan minyak. Secara logika minyak yang memiliki massa jenis lebih rendah akan berada di bagian atas atau permukaan sedangkan air berada di bagian bawah. Pompa akan mengisap limbah cair dari bawah dan mengalirkannya ke kolam cooling pond (input), sehingga minyak yang berada pada lapisan atas air tidak ikut mengalir ke kolam input dan tertinggal pada kolam.



59



Jika limbah grease ini tidak ditangani secara tepat, akan menyebabkan: -



Saluran pipa akan tertutup oleh grease yang membeku.



-



Jika sampai masuk kedalam anaerobic dan aerobic tank, akan mengganggu aktivitas bakteri bahkan dapat menyebabkan bakteri mati.



-



Proses pengolahan limbah tidak optimum.



Sebelum dimasukkan ke dalam kolam oil trap, terlebih dahulu air limbah di alirkan melalui screening untuk menyaring partikel berukuran besar seperti daun, sampah plastik, kayu, dan lain-lain. Tujuan screening ini adalah mencegah terjadi penyumbatan saluran pipa karena penumpukan partikel yang berukuran besar. 2. Cooling Pond/Input Pond Cooling pond termasuk kedalam tahap pengolahan limbah cair secara fisik. Limbah yang berada di oil trap dipompa ke cooling pond. Fungsi cooling pond adalah untuk mendinginkan limbah cair sebelum diolah pada proses selanjutnya. Suhu limbah cair yang masuk sekitar 40 0C diturunkan hingga sekitar 28-350C. Lokasi cooling pond yang berada di ruangan terbuka, menyebabkan panas terik matahari sangat mempengaruhi suhu limbah pada cooling pond. Pada kolam ini dilakukan penambahan bahan kimia seperti soda kaustik dan nutrisi (TSP dan urea) untuk mikroorganisme pada kolam anaerobik dan aerobik, penambahan ini dilakukan sekali per shift pada saat limbah cair dipompa dari kolam oil trap atau dari kolam spray pond.



60



Penambahan soda kaustik berfungsi untuk menaikkan pH air limbah yang pada air limbah kolam oil trap yang ber-pH 4-5, namun penambahan soda kaustik jarang dilakukan karena limbah cair pada cooling pond sudah memiliki pH 6-7. Penambahan soda kaustik jika pH air limbah pada cooling pond lebih rendah dari 6,8. Sedangkan penambahan TSP berfungsi sebagai sumber fosfor dan urea berfungsi sebagai sumber nitrogen yang merupakan sumber nutrisi makronutrien bagi mikroorganisme. Pada WWTP PT. Makassar Tene kadar COD yang bisa diolah maksimum 8000 mg/L dengan kapasitas 500-800 m3/hari, sehingga jika inffluent mengandung kadar COD yang lebih besar dari itu, maka diperlukan pengurangan kapasitas pengolahan air limbah. 3. Equalization Pond Equalization pond (Kolam Ekualisasi) WWTP PT. Makassar Tene berbentuk persegi panjang. kolam equalisasi terletak di samping cooling pond sehingga limbah cair yang telah diolah pada cooling pond akan masuk ke dalam equalization pond secara overflow. Equalization pond berfungsi sebagai penyeimbang volume air limbah yang akan masuk ke kolam anaerobik. Selain itu, pada kolam ini juga dilakukan penambahan bahan kimia seperti urea, TSP dan soda kaustik, namun penambahan soda kaustik jarang dilakukan. Penambahan dilakukan jika pH pada kolam input memiliki pH yang lebih rendah dari 6,80. Kegunaan equalization pond sebagai berikut:



61



a.



Membagi dan meratakan volume pasokan (influent) untuk masuk pada proses treatment anaerobik.



b.



Meratakan variabel & fluktuasi dari beban organik untuk menghindari shock loading pada sistem pengolahan biologi



c.



Meratakan pH untuk meminimalkan kebutuhan chemical pada proses.



4. Anaerobic Pond Anaerobic Pond (Kolam Anaerobik) merupakan inti proses pengolahan limbah dengan menggunakan system Anaerobic Baffled Reactor (ABR). Sistem ABR memiliki kelebihan yaitu lebih tahan terhadap shock loading (fluctuatif loading) dan sistem pemisahan fase (acedogenic pada chamber awal dan metanogenic pada chamber akhir). Anaerobic pond WWTP PT. Makassar Tene terdiri atas 6 sekat (chamber). Proses pada anaerobic



pond



merupakan



proses



pengolahan



yang



melibatkan



mikroorganisme anaerobik dengan waktu tinggal selama 7-10 hari. Kolam ini berbentuk ruangan tertutup. Sumber mikroorganisme yang digunakan adalah kotoran dari hewan ruminansia/sapi (activate sludge). Pada kotoran hewan ruminansia terdapat bakteri pengurai selulosa yang sangat berguna untuk mengurai ikatan organik rantai panjang yang ada pada limbah cair industri gula rafinasi. Dalam kolam anaerobik terjadi tiga tahap proses. Tahap pertama adalah proses hidrolisis dimana pada proses ini polisakarida akan diubah menjadi monosakarida. Kemudian monosakarida digunakan oleh bakeri asam untuk membuat asam organik rantai pendek dengan atom C kurang dari 6



62



seperti asam butuyrat, asam propionate, dan asam asetat serta pada proses ini akan menghasilkan panas. Tahap ini disebut dengan tahap asidogenik. Tahap hidrolisis dan asidogenik ini terjadi pada chamber 1 dan 2 pada kolam anaerobik. Selanjutnya, tahap ketiga yaitu metanogenik/gaifikasi dimana asam yang terbentuk dari tahap asidogenik kemudian dijadikan sebagai bahan baku pembentukan gas metana oleh bakteri anaerob (metanogenesis) yang terjadi pada chamber akhir yaitu chamber 3 - 6. Limbah cair yang berada pada kolam ekualisasi (Equalization Pond) secara overflow akan masuk ke dalam kolam anaerobik. Di dalam anaerobic pond, kandungan COD serta BOD pada limbah cair akan di hilangkan (remove) dengan bantuan bakteri anaerobic pengurai zat organik pada activate sludge yang mampu mengolah limbah cair dengan nilai COD maksimal 4000 mg/L. Apabila besar nilai COD melampaui batas COD maksimal yang mampu diolah oleh mikroorganisme pada anaerobic pond, maka dilakukan proses pre-treatment pada limbah cair dengan cara didiamkan di oil trap. Cara lain untuk mengolah COD influent yang tinggi yaitu dengan cara mengurangi debit limbah yang diolah. Kadar COD yang melebihi kemampuan removal dari mikroorganisme pada anaerobic pond dapat menyebabkan limbah cair yang keluar setelah diolah pada anaerobic pond berwarna hitam pekat dan berbau tidak sedap. Hal ini menandakan, mikroorganisme pada anaerobic pond mati karena tidak mampu mengurai COD yang tinggi, sehingga proses penghilangan COD limbah cair menjadi tidak optimum.



63



Pada sistem ABR ini, anaerobic pond terbagi atas 6 chamber dengan pemisah antar chamber berupa sekat. Sekat ini bertujuan agar limbah cair mengalir secara under flow sehingga terjadi kontak langsung antara limbah cair dan biomassa aktif (activate sludge) serta mengendapkan kembali padatan biologi (sludge) pada saat overflow menuju ke sekat selanjutnya sehingga pada outlet anaerobic pond, seluruh activate sludge tidak ikut terbawa pada saat limbah cair menuju ke aerobic pond. Setiap setahun sekali, dilakukan penambahan activate sludge melalui main hole pada anaerobic pond. Penambahan ini dilakukan karena sebagian activate sludge pada anaerobic pond terbawa bersama limbah cair menuju ke aerobic pond. Penurunan activate sludge dapat menyebabkan proses COD removal semakin tidak efektif. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam anaerobic pond adalah sebagai berikut : a.



Temperatur Temperatur optimum untuk mikroorganisme yang digunakan pada



Anaerobic Pond adalah antara 35-370C (Messophilic). b.



pH (alkalinitas) pH optimum proses pada anaerobic pond adalah 6,8-7,2. Pada



keadaan tertentu, pH input yang rendah (kurang dari 6,5) harus ditambahkan soda kaustik (NaOH) hingga pH optimum operasional.



64



c.



Organik Loading Rate (OLR) Organic Loading Rate (OLR) adalah parameter yang menyatakan



besar kemampuan beban organik perhari dalam kg COD. Semakin besar kemampuan OLR anaerobic pond, efisiensi COD removal akan semakin tinggi. Beban maksimal OLR pada kolam anaerobik adalah 3 kg/m3 hari. OLR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : OLR (kg COD /m 3 )=COD influent ¿ ¿ d.



Total Suspended Solid (TSS) Total Suspended Solid (TSS) menyatakan jumlah partikel yang



tersuspensi dalam limbah cair. Maksimal TSS yang masuk ke dalam kolam anaerobik yaitu 300 ppm atau 300 mg/L e.



COD removal COD removal digunakan untuk menyatakan efisiensi kinerja mikroba



pada anaerobik pond. COD removal anaerobik pond IPAL PT. Makassar Tene berkisar antara 50-98% COD masukan. Perhitungan COD removal sebagai berikut : % COD remove= f.



CODinf −CODeff x 100 % CODinf



Biogas Production Proses pada anaerobic pond menghasilkan gas-gas organik akibat



konversi zat organik dalam limbah cair oleh aktivitas bakteri. Kandungan biogas sebagian besar adalah metana (CH4) sebanyak 50-70%, gas karbondioksida (CO2) sebanyak 20-35%, gas H2S kurang dari 0,1% serta uap air. Produksi biogas pada anaerobic pond adalah 0,2-0,3 m3/kg COD yang 65



berhasil dihilangkan. Gas yang dihasilkan ini, dikeluarkan ke udara bebas melalui cerobong dan dibakar. g.



Nutrient Demand Secara rutin ditambahkan nutrient untuk mikroba pada anaerobic



pond sekali per shift pada kolam equalisasi dan input dengan cara penaburan atau pengenceran saat air pengolahan dialirkan. Nutrient yang digunakan terdiri atas makronutrient dan mikronutrient. Makronutrient terdiri dari kandungan N (nitrogen) dan kandungan P (phosphorus) dalam persentase besar. Sedangkan mikronutrient terdiri dari kandungan logam dengan jumlah yang sangan kecil seperti Zn, Fe dan Co. Sumber makronutrient yang digunakan adalah Urea untuk kebutuhan Nitrogen dan TSP (Tri Sodium Phosphate) untuk kebutuhan phosphorus. Banyaknya nutrient yang ditambahkan tergatung dari kenerja mikroba yang dapat dilihat dari kemampuan COD removal yang dianalisa setiap 2 jam. Jumlah kebutuhan urea dan phospore adalah COD : Urea : TSP = 60 : 2 : 1. ppm nutrien=



60 x COD inlet 2 atau 1



kebutuhan nutrien ( kg ) =



debit limbah ( m3 ) x ppm nutrient(mg/ L) 1000 ¿ ¿



Adapun kondisi abnormal yang terjadi pada kolam anaerobik adalah terbentuknya busa putih yang keluar dari main hole kolam. Hal ini terjadi apabila terjadi penyumbatan aliran pada sekat akibat menumpuknya activate sludge dan partikel besar yang lolos dari basket screening serta COD input yang lebih besar dari kemampuan bakteri untuk mengurai. 66



5. Aerobic Pond Proses pengolahan selanjutnya adalah aerobic pond (kolam aerobik). Limbah cair yang telah diolah di dalam anaerobik pond mengalir ke aerobic pond secara overflow. Pada aerobic pond mikroorganisme yang berperan merupakan mikroba aerob yang juga berasal dari activate sludge pada anaerobic pond dengan waktu tinggal selama 3-5 hari. Activate sludge ini ikut mengalir bersama dengan limbah cair yang masuk ke dalam aerobic pond. Instrumen tambahan pada aerobic pond adalah aerator dan diffuser. Aerator dan diffuser ini berfungsi sebagai penyuplai oksigen terlarut (dissolved oxygen) di dalam limbah cair yang diolah. Jumlah aerator yang digunakan pada aerobic pond WWTP PT.Makassar Tene adalah 2 unit dan jumlah diffuser sebanyak 2 unit dengan pemakaian secara bergiliran setiap 2 jam. Limbah cair yang masuk aerobic pond berwarna kecoklatan tanda adanya activate sludge yang berasal dari anaerobic pond. Perbandingan antara activate sludge dengan limbah cair pada aerobic pond adalah 40:60%. Hal ini dapat dilihat dengan mengambil sampel pada beker gelas kemudian didiamkan selama 30 menit sehingga terbentuk dua lapisan antara air dan sludge yang terbentuk. Apabila mikroorganisme di dalam aerobic pond sudah tidak efektif lagi, limbah cair pada kolam akan berwarna hitam dan berbau tidak sedap serta terbentuk foaming (busa tebal berwarna coklat gelap) yang berlebihan. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam aerobic pond adalah sebagai berikut :



67







pH pH optimum untuk aerobic pond adalah 7-8.







Temperatur Temperature optimum pada aerobic pond adalah pada keadaan mesosphilic yaitu 30-350C.







Dissolved Oxygen (DO) Dissolved oxygen adalah jumlah oksigen terlarut dalam air. Besar nilai COD sangat mempengaruhi kadar oksigen terlarut. Apabila nilai COD tinggi, kadar oksigen terarut akan berkurang karena oksigen yang ada di dalam air digunakan untuk mengoksidasi zat-zat kimia dalam air. Oleh karena itu, pada saat nilai COD pada anaerobic tinggi, maka pasokan oksigen yang dibutuhkan pada aerobic pond juga semakin besar. Nilai oksigen terlarut limbah cair PT. Makassar Tene tidak dihitung secara matematis tetapi di buktikan dengan menggunakan kolam yang diisi dengan ikan.







Nutrient Demand Seperti pada anaerobic pond, nutrient yang tambahkan pada aerobic pond adalah urea sebagai sumber nitrogen dan Tri Sodium Phosphate (TSP) sebagai sumber Phosphore yang ditambahkan dengan cara penaburan atau diencerkan. Adapun beberapa kondisis abnormal pada activate sludge yang dapat



menyebabkan masalah pada proses di kolam aerobik dan penyebabnya, yaitu sebagai berikut: 68



a.



Disperse growh Tidak terbentuk flok pada activate sludge dan turbiditas yang tinggi



pada effluent serta tidak ada pengendapan. Penyebabnya adalah Feed-toMicroorganism rasio (F/M) terlalu tinggi dan DO yang rendah. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi activate sludge. Lebih tinggi laju sirkulasi activate sludge lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien. b.



Pin point floc Flok sangat kecil dan lemah, mudah pecah dan sulit mengendap,



penyebabnya adalah karena kurangnya komposisi filmentous. Menurut beberapa ahli bakteria filamentous merupakan mikroorganisme utama yang menyusun flok di dalam sistem activate sludge sehingga keberadaannya dalam jumlah yang sedikitdapat mengakibatkan flok yang terbentuk kurang baik yang berakibat efisiensi pengendapan flok lumpur berkurang dan effluent menjadi keruh. (Said, 2013) c.



Bulking condition Flok yang terbentuk cenderung mengambang pada reaktor dan



membentuk flok yang relatif besar. Penyebabnya adalah pH rendah, F/M rendah dan DO rendah menyebabkan kelebihan komposisi filementous bacteria. d.



Foaming



69



Timbulnya busa yang berlebihan yang dapat menutupi kolam reaktor sehingga menyebabkan gangguan pada sistem. Penyebabnya adalah F/M yang tinggi pada saat startup, adanya biosurfactant pada activate sludge kehadiran bakteri pembentuk foaming (Nocardia dan Microthirix parvicella) yang berlebihan. (Said, 2013) 6. Level Equalizing Pond Level equalizing pond merupakan kolam yang menampung limbah cair dari aerobic pond sebelum masuk ke dalam chemical mixing pond. Fungsi level equalizing pond adalah sebagai tempat untuk mengatur debit limbah air dari aerobic pond yang akan dimasukkan ke dalam chemical mixing pond. Selain itu Level equalizing pond juga ditempatkan setelah chemical mixing pond. Tetapi fungsi utama kolam level equalizing setelah chemical mixing pond adalah untuk menguragi debit limbah yang masuk ke dalam settling pond agar proses pada settling pond tidak terganggu karena debit inlet yang berlebih. Selain itu, lumpur yang mengendap dalam kolam ini akan dikembalikan atau disirkulasi ke kolam aerobik dengan menggunakan pompa celup. 7. Chemical Mixing Pond Chemical mixing pond merupakan sebuah kolam yang digunakan sebagai tempat penambahan koagulan dan flokulan pada limbah cair. Chemical mixing pond pada WWTP PT. Makassar Tene sebanyak empat kolam yang dilengkapi dengan agitator (pengaduk). Kolam I dan kolam III merupakan kolam pencampuran koagulan dengan menggunakan sistem



70



pengadukan cepat. Sedangkan kolam II dan kolam IV merupakan kolam pencampuran flokulan dengan menggunakan sistem pengadukan lambat. Koagulan yang digunakan adalah poly aluminium chloride (PAC). PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). PAC dipilih sebagai koagulanflokulan karena alasan sebagai berikut : a.



PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh.



b.



PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolit yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan pembantu, hal ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas proses pengolahan limbah cair.



c.



Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air



sehingga



penurunan



pH



tidak



terlalu



ekstrim



sehingga



penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan. d.



PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat,



71



penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh. Untuk Flokulan yang digunakan adalah aquaclear. Sebelum dicampurkan dengan limbah cair pada chemical mixing pond, sebanyak 5 kg PAC dan 1 kg aquaclear diencerkan dengan campuran air sebanyak 1 m 3 pada tangki pengenceran bahan kimia setiap shift. Setelah diencerkan, larutan PAC dan aquaclear dialirkan ke chemical mixing pond dengan debit 1 liter/menit, 8. Settling Pond Settling pond merupakan kolam tempat pengendapan flok yang terbentuk. Pada kolam ini, limbah cair masuk setelah diolah pada chemical mixing pond dan di tampung pada level equalizing pond. Settling pond dilengkapi dengan lamella yang berbentuk seperti sarang lebah yang berfungsi sebagai penangkap partikel-partikel padat (flok) sehingga proses pemisahan antara endapan dan air lebih efektif. Bagian bawah settling pond dibuat berbentuk kerucut agar sludge yang terbentuk mudah mengalir ke sludge pond.



9. Sludge Pond Sludge pond merupakan kolam yang berfungsi sebagai penampung lumpur atau sludge yang terbentuk pada settling pond. Sludge pond terletak pada bagian bawah settling pond sehingga sludge yang terbentuk mudah



72



untuk dikeluarkan dari settling pond. Sludge yang tertampung kemudian dikembalikan ke anaerobic pond atau aerobic pond dengan menggunakan pompa dan dapat digunakan kembali sebagai activate sludge di aerobic pond. 10. Clean Water Pond Limbah cair yang mengalir secara overflow dari settling pond menuju ke clean water pond merupakan limbah cair yang telah memenuhi baku mutu limbah cair industri gula rafinasi. Pada clean water pond dilakukan uji coba kebersihan air limbah, hasil olahan, dengan cara kolam juga diisi dengan berbagai jenis ikan sebagai bioindikator. 11. Polishing Filter Polishing filter merupakan proses penyempurnaan proses pengolahan limbah WWTP PT. Makassar Tene. Polishing filter ini berisi pasir silika dan ijuk yang berfungsi untuk mengurangi kekeruhan air dari clean water pond. Untuk tetap menjaga efektifitas proses pada polishing filter, secara rutin dilakukan back wash dan penggantian pasir silika pada polishing filter. 12. Final Pond Final pond berfungsi sebagai tempat penampungan effluent yang telah memenuhi baku mutu limbah cair dan telah disaring pada polishing filter. Pada kolam ini juga terdapat ikan yang berfungsi sebagai bioindikator yang menentukan effluent pengolahan aman untuk dialirkan ke kolam kontrol ikan atau dibuang ke badan sungai. 13. Kolam Ikan 1, 2 dan 3



73



Kolam ikan ini memiliki fungsi yang sama dengan final pond. Pada kolam berisi berbagai jenis ikan. Ikan ini berfungsi sebagai bioindikator penentuan kelayakan air hasil pengolahan untuk langsung dialirkan ke sungai tallo. Sebelum dialirkan ke sungai tallo, pada saluran output dipasang screening untuk menyaring kayu, daun-daun dan prtikel besar lainnya yang dapat menyumbat saluran pipa output kolam.



Perbandingan Parameter Baku Mutu PT. Makassar Tene dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Standar baku mutu air limbah yang digunakan adalah Peraturan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mtu Air Limbah Tabel 6.2. Hasil perbandingan analisis outlet IPAL PT. Makassar Tene dengan Peratuan Mentri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014. No



Parameter



1 2 3 4 5



Suhu pH TDS TSS COD



Satuan o



C mg/L mg/L mg/L



PerMen LH No. 5 Tahun 2014 38 6,0-9,0 2000 150 150



Outlet WWTP PT. Makassar Tene 25,8   7,46  881,83  11,67  41,17



Dari Tabel 6.2 dapat dilihat bahwa Outlet Waste Water Treatment Plant (WWTP) PT. Makassar Tene memenuhi Standar Baku Mutu Air Limbah. Oleh karena itu, outlet WWTP PT. Makassar Tene aman untuk dialirkan langsung ke badan Sungai Tallo.



74



75



BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Berdasarkan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Makassar Tene, diperoleh kesimpulan sebagai berikut. 



Proses pengolahan limbah cair PT. Makassar Tene menggunakan sistem Anaerobic Baffled Reactor (ABR) terdiri atas proses fisika pada oil trap, cooling pond, equalization pond, settling pond, polishing filter dan screening pada awal dan akhir pengolahan WWTP; proses biologi pada anaerobic dan aerobik pond; serta proses kimia pada chemical mixing pond (flokulasi dan koagulasi).







Hasil analisis pengolahan limbah cair PT. Makassar Tene dengan parameter – parameter sebagai berikut : No Parameter 1 2 3 4 5







Suhu pH TDS TSS COD



Satuan o



C mg/L mg/L mg/L



Out WWTP PT. Makassar Tene 25,80  7,46  881,83  11,67  41,17



Parameter limbah cair PT. Makassar Tene telah memenuhi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Standar Baku Air Limbah untuk industri rafinasi gula, sehingga outlet limbah cair olahan WWTP PT. Makassar Tene aman untuk dialirkan ke Sungai Tallo.



76



DAFTAR PUSTAKA Dwiastuti, Rini. Laporan Magang Di Pt. Dharmapala Usaha Sukses (Quality Control Gula Rafinasi). Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. (online). Diakses dari https://eprints.uns.ac.id/302/ 1/158262408201011501.pdf Kambuaya, Balthasar. 2014. Peratuan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Diakses dari http://peraturan.go.id/permen/kemenlh-nomor-5-tahun2014.html Safitri, Silvana. 2009. Perencanaan sistem pengolahan limbah cair. FKM, Universitas



Indonesia.



Diakses



dari



http://lib.ui.ac.id/file?



file=digital/125618-S-5673-Perencanaan%20 sistem-Literatur.pdf Said, Nusa Idaman. 2013. Limbah Cair Industri, Bagian 1-C : Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis (online). Diakses dari http://ww.kelair.bbpt.go.id/publikasi/BukuLimbahCairIndustri/ 013biologi.pdf Indonesia,



Dokumen.



2015.



Makalah



Limbah



Cair.



Diakses



dari



http://dokumen.tips/documents/makalah-limbah-cair.html Fajar, Abdul, dan Rahmiah. 2012. Bahan Ajar Penanganan Limbah Pangan. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Ujung Pandang.



LAMPIRAN



77



1.



Gambar Waste Water Treatment Plant PT. Makassar Tene



Oil Trap



Cooling Pond



Equalization Pond



Anaerobic Pond



Aerobic Pond



Level Equalizing Pond



78



Chemical Mixing Pond



Settling Pond



Clean Water Pond



Level Equalizing Pond



Floc Control Pond



Polishing Filter



79



Finally Pond



Kolam Kontrol Pembiakan Ikan



Saluran Pembuangan Outlet Hasil Pengolahan Air Limbah



2.



Analisa Air Limbah PT. Makassar Tene



Spektrofotometri



pH meter dan Conductivity / ºC Meter



80



Conductivity / ºC Meter



Elektroda



pH meter



Spectroquant



81



Spektrofotometer



Reagen HR dan HR+



82



Laboratorium



3. Tabel Hasil Analisis Air Limbah 1. Oil Trap No 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Suhu 23 27 27 27 30 29 27,2



pH 6,02 5,83 6,53 5,85 5,20 4,68 5,68



Parameter TDS 877 960 1268 597 779 110 765,17



TSS 165 90 124 71 53 87 98,33



COD 5730 10750 10960 5240 2430 3470 6430



83



2. Spray Pond No 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Suhu 23 26 27 26 27 29 26,3



pH 8,04 7,29 8,19 8,32 7,90 8,08 7,97



Parameter TDS 644 676 669 705 676 693 677,17



TSS 112 134 112 145 307 153 160,5



COD 184 1071 175 159 188 245 337



3. Input N o 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Suh u 23 26 27 26 29 30 26,8



pH 7,38 7,33 7,03 7,17 6,69 6,88 7,08



Parameter TSS(ppm TDS(ppm) ) 691 729 971 693 781 868 788,83 -



COD(ppm) 1700 2500 3400 1620 1820 800 1973,33



4. Equalisasi No 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Parameter Suhu pH 23 5,54 26 5,98 26 6,47 26 6,34 27 6,06 28 6,22 26 6,10



84



5. Anaerobik Parameter No 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Suhu



pH



TDS(ppm)



23 26 27 26 27 28 26,17



6,95 7,00 6,98 6,92 6,76 6,93 6,92



1136 1174 1235 1106 1162 1120 1155,5



pH 7,57 7,58 7,68 7,55 7,44 7,66 7,58



Parameter TDS 847 902 900 879 883 861 878,67



TSS(ppm ) -



COD(ppm) 108 83 85 97 147 157 112,83



6. Aerobik N o 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Suhu 23 26 26 26 27 29 26,17



TSS -



COD 48 52 49 65 53 45 52



7. Outlet WWTP No 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Suhu 23 26 26 25 27 28 25,8



pH 7,35 7,77 7,01 7,59 7,40 7,65 7,46



Parameter TDS(ppm) TSS(ppm) 827 12 903 16 906 6 884 10 897 16 874 10 881,83 11,67



COD(ppm) 45 48 42 36 47 29 41,17



85



8. Out Selatan No 1 2 3 4 5 6



Tanggal 8/19/2019 8/20/2019 8/21/2019 8/22/2019 8/23/2019 8/24/2019 Rata-Rata



Parameter Suhu



pH



TDS(ppm)



TSS(ppm)



COD(ppm)



23 26 26 25 27 28 25,8



7,68 8,22 8,22 7,89 7,52 7,94 7,91



738 813 821 819 829 803 803,83



11 4 1 9 3 7 5,83



41 47 35 32 33 24 35,33



86