LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI HIPOGLIKEMIK Hampir Selesai [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI UJI PERBEDAAN EFEK HIPOGLIKEMIK GLIBENKLAMID DAN AKARBOSE



Disusun Oleh : Kelompok 4 Anisah Rofiah



03422118043



Az-Zahra Rosa V



03422118083



Chilvia Dewi



03422118097



Febby Azwa Jannah



03422118167



Feny Febriyanty



03422118170



Putri Istiqomah



03422118298



Siti Rosyiida



03422118381 Dosen Pembimbing :



1. YUDHA SUKOWATI,S.SI,Apt 2. HIDA MELITA AKADEMI FARMASI IKIFA Jalan Buaran II No. 30A, RT10/RW13 Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur 139470



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di dalam darah berada di bawah kadar normal. Hipoglikemia adalah komplikaso yang paling umum terjadi pada individu dengan diabetes. Gula darah atau glukosa merupakan sumber energi bagi tubuh. Selain diproduksi secara alami oleh hati, glukosa juga bisa didapatkan dari makanan yang mengandung karbohidrat, seperti nasi, roti, kentang, atau susu. Bila kadar gula dalam darah rendah, maka tubuh akan kekurangan energi untuk beraktivitas. Hipoglikemia



yang



terlambat



ditangani



bisa



mengakibatkan



penurunan



kesadaran dan kejang, hingga kerusakan permanen pada otak. Meski sering kali terjadi pada pasien diabetes akibat pengobatan yang dijalani, hipoglikemia juga bisa dialami oleh orang yang tidak menderita diabetes. Tingkat gula darah dapat tiba-tiba menjadi terlalu rendah karena berbagai alasan, diantaranya adalah: 



Aktivitas fisik berlebihan







Penggunaan dosis yang tidak tepat untuk insulin/obat anti diabetes







Tidak cukup makan atau makan terlambat



Gejala Hipoglikemia Gejala gula darah rendah atau hipoglikemia dapat muncul secara tiba-tiba dan bervariasi pada tiap penderita. Gejala tersebut meliputi: 



Mudah lapar







Mudah marah







Sulit berkonsentrasi







Kesemutan







Lelah







Pusing







Gemetar atau tremor







Pucat







Keringat dingin







Jantung berdebar



Hipoglikemia akan memburuk jika dibiarkan, terutama bila penderita tidak menyadari kadar gula darahnya turun. Akibatnya, penderita hipoglikemia bisa:    



Mengalami gangguan penglihatan Tampak bingung dan berperilaku tidak normal Mengalami penurunan kesadaran Kejang



Oleh karena itu, dilakukan percobaan terhadap mencit untuk mengetahui efek hipoglikemia dari obat Akarbose dan Glibenklamid. Sehingga diketahui obat yang memiliki khasiat hipoglikemia. 1.2 Tujuan Umum 1. Mengetahui dan membuktikan bahwa Glibenklamid dan Akarbose memiliki efek Hipoglikemik 2. Mengetahui dan membuktikan bahwa Glibenklamid dan Akarbose berkhasiat Hipoglikemik 3. Membandingkan obat yang memiliki efek dan khasiat lebih bagus antara Glibenklamid dan Akarbose



1.3 Manfaat Praktikum 1. Dapat mengetahui perbedaan efek dari obat yang digunakan 2. Dapat menentukan obat mana yang memiliki efek Hipoglikemik terbaik antara Glibenklamid dengan Akarbose



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori A. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Syahfudin, 2002, hlm. 32). Diabetes melitus adalah diabetes yang berkaitan dengan kadar gula dalam tubuh, juga dikenal dengan nama kencing manis. (Tjahjadi, 2011, hlm. 3) Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. (Nogroho, 2011, hlm. 53). Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan yang tidak efektif dari insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu lama baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit. DM ada yang merupakan penyakit genetik atau disebabkan keturunan disebut DM tipe 1 dan yang disebabkan gaya hidup disebut DM tipe 2. Gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM, jika dicermati ternyata orang-orang yang gemuk mempunyai resiko terkena DM lebih besar dari yang tidak gemuk (Tan dan Raharja, 2002).



B. KLASIFIKASI Menurut klasifikasi klinisnya diabetes melitus dibedakan menjadi : 1. Tipe 1 (DMT1) adalah insufisiensi absolut insulin. 2. Tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin dengan derajat bervariasi 3. Diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil (Kowalak & Welsh, 2003, hlm. 519).



4. Gangguan toleransi glukosa (GTG), kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak berubah. (Price, 1995, hlm. 1259) C. ETIOLOGI Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu : 1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM ) Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas disebabkan oleh : a. Faktor genetik Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya. b. Faktor Immunologi Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM ) Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu : a. Usia Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan



beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm. 73). b. Obesitas Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73). c. Riwayat Keluarga Anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masingmasing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67). d. Gaya hidup (stres) Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin. ( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610)



D. Penggolongan Jenis Obat Adapun penggolongan obat-obat antidiabetik adalah sebagai berikut: 1. Insulin Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. Peptida ini terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 lantai; rantai A yang terdiri dari 21 asam amino



dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin diekstraksi dari pankreas babi atau sapi berupa kristal putih tidak berbau. Kristalisasi terjadi pengaruh Zn. Kristal ini tidak larut di dalam pH netral tetapi larut di dalam asam mineral encer atau alkali. Prinsipnya, sekresi insulin dikendalikan oleh tubuh untuk menstabilkan kadar gula darah. Apabila kadar gula di dalam darah tinggi, sekresi insulin akan meningkat. Sebaliknya, apabila kadar gula darah rendah, maka sekresi insulin juga akan menurun. Keadaan normal, kadar gula darah di bawah 80 mg/dl akan menyebabkan sekresi insulin menjadi sangat rendah. Stimulasi sekresi insulin oleh peningkatan kadar glukosa darah berlangsung secara bifasik. Fase 1 akan mencapai puncak setelah 2-4 menit dan masa kerja pendek, sedangkan mula kerja (onset) fase 2 berlangsung lebih lambat, namun dengan lama kerja (durasi) yang lebih lama pula. Bila terdapat hambatan metabolisme glukosa di dalam sel, perangsangan sekresi insulin oleh glukosa juga terhambat. Pada keadaan tersebut kadar glukosa yang tinggi dalam darah tidak mampu merangsang sekresi insulin, dan perangsangan baru terjadi setelah pemberian tolbutamid. Keadaan stres yaitu saat terjadi perangsangan simpatoadrenal, epinefrin bukan hanya meninggikan kadar glukosa darah dengan glikogenolisis, tetapi juga menghambat penggunaan glukosa di otot, jaringan lemak dan sel-sel lain yang penyerapan glukosanya dipengaruhi insulin. Glukosa lebih banyak tersedia untuk metabolisme otak yang penyerapannya tidak dipengaruhi oleh insulin. Insulin meningkatkan ambilan K+ ke dalam sel, efek serupa terjadi pada Mg++, dan diduga ion-ion tersebut bertindak sebagai second messenger yang memperantarai kerja insulin. Jadi hipeglikemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, demikian halnya dengan sindrom diabetes melitus. Semua keadaan yang menghambat produksi dan sekresi insulin, terdapatnya zat-zat yang bersifat anti-insulin dalam darah serta keadaan yang menghambat efek insulin pada reseptornya, semua dapat menyebabkan diabetes melitus. 2. Antidiabetik Oral



Pemilihan obat antidiabetik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Pemilihan terapi menggunakan antidiabetikoral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi. Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit diabetes melitus serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 5 golongan, yaitu: 



Golongan Sulfonilurea







Golongan Biguanid







Golongan analog Meglitinid







Golongan Thiazolidindion







Golongan penghambat alphaglukosidase



2.2 Uraian Bahan 1. Glibenklamid 



Glibenklamid adalah antidiabetik oral golongan sulfonil-urea yang praktis tidak larut dalam air.







Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans, sehingga sekresi insulin dan kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah diperbesar melalui pengaruhnya atas protein-transpor glukosa.







Obat ini hanya efektif bagi penderita tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus) yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik.







Pola kerjanya adalah dengan single dose pagi hari mampu menstimulir sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (sewaktu makan  selama 24 jam tercapai regulasi gula darah optimal yang mirip pola normal.







Dosis : Permulaan sekali sehari 2,5-5 mg, bila perlu dinaikkan setiap minggu sampai maksimal dua kali sehari 10 mg.



2. Akarbose 



Akarbose adalah obat antidiabetes yang digunakan untuk menangani diabetes tipe 2.







Akarbose berfungsi untuk mengontrol kadar gula darah dengan cara memperlambat proses pencernaan karbohidrat menjadi senyawa gula yang lebih sederhana, sehingga membantu menurunkan kadar gula dalam darah setelah makan.







Untuk mengendalikan diabetes, akarbose bisa digunakan bersama dengan obat lainnya, seperti insulin, metformin, atau glibenklamid.







Jika kadar gula darah dapat terkontrol, maka penderita diabetes bisa terhindar dari komplikasi diabetes, seperti gagal ginjal, stroke, kebutaan, kerusakan saraf, serangan jantung, kehilangan keseimbangan, serta impotensi.







Obat ini harus dikonsumsi sesuai dengan resep dokter, dan tidak diperuntukkan bagi penderita diabetes yang berusia 18 tahun ke bawah.







Dosis awal acarbose bagi penderita diabetes tipe 2 adalah 50 mg per hari. Selanjutnya, dosis dapat ditingkatkan menjadi 50 mg, 3 kali sehari. Jika tubuh penderita merespons pengobatan dengan baik maka dalam rentang waktu minimal 6-8 minggu, dosis bisa ditingkatkan menjadi 100200 mg, 3 kali sehari.



2.3 Karakteristik Hewan Percobaan 1. Mudah ditangani 2. Bersifat penakut, fotofobic 3. Cenderung berkumpul sesamanya 4. Kecenderungan untuk bersembunyi 5. Lebih aktif pada malam hari 6. Kehadiran manusia akan menghambat mencit



2.4 Klasifikasi Hewan Uji 1. Kingdom



: Animalia



2. Filum



: Chordata



3. Sub Filum



: Vertebrata



4. Kelas



: Mamalia



5. Ordo



: Rodentia



6. Sub Ordo



: Myoimorphia



7. Famili



: Muridae



8. Genus



: Mus Spesies



BAB III METODE PERCOBAAN 3.1 Alat dan Bahan Alat : 



Timbangan mencit







Sonde oral mencit







Kandang metabolisme individual (PER perlakuan)







Kandang pengambilan darah







Alat gelas qs







Gunting







Accu Check meter



Bahan : 



Larutan sakarosa 20%







Tablet glibenklamid 5 mg







Tablet akarbose 50 mg







Gom







Mencit putih DDY, 20-25 g







Etanol & kapas







Strip Accu Check



3.2 Pembuatan Sediaan Cara pembuatan larutan sediaan : a. Gom 2% = timbang gom 2g + 100ml aq.dest b. Sakarosa 20% = timbang gula 20g + 100ml aq.dest c. Akarbose 50mg Lar.induk = gerus 1 tab A50mg + 10ml lar.gom => 50mg/10ml = 5mg/ml



Dosis A50 = ambil 1ml lar.induk + 10ml lar.gom => 5mg/10ml = 0.5mg/ml Dosis A100 = ambil 2ml lar.induk + 10ml lar.gom => 10mg/10ml = 1mg/ml d. Glibenklamid 5mg Lar.induk = gerus 1 tab G5mg + 10ml lar.gom => 5mg/10ml = 0.5mg/ml Dosis G5 = ambil 1ml lar.induk + 10ml lar.gom => 0.5mg/10ml = 0.05mg/ml Dosis G10 = ambil 2ml lar.induk + 10ml lar.gom => 1mg/10ml = 0.1mg/ml



Dosis ke mencit + yang di dapat tiap kelompok : a. Gom 2% = 0.4ml/20g b. Sakarosa 20% = 0.4ml/20g c. A50 = 0.41ml/20g d. A100 = 0.41ml/20g e. G5 = 0.41ml/20g f. G10 = 0.41ml/20g



3.3 Prosedur Kerja 1. Puasakan mencit 10-12 jam 2. Ambil 5 mencit untuk tiap meja beri nomor, timbang 3. Ambil darah ke-1 dari ekor mencit dan ukur dengan accu check active (Puasa) 4. Langsung berikan perlakuan N = gom 2%, Akarbose, dan Glibenklamid dengan dosis manusia 5. Dilanjutkan dengan pemberian larutan sakarosa 20% dengan dosis 4g/kgBB pada N dan Akarbose 6. Kelompok G5 : 30’ kemudian ukur darah dahulu, baru berikan sakarosa 7. Kemudian ukur darah ½ h pc dan 2 h pc 8. Rata-ratakan data tiap perlakuan dan buatlah grafik kadar glukosa darah vs waktu untuk setiap perlakuan 9. Membandingkan perlakuan yang berefek atau berkhasiat dengan melihat -



%peningkatan kadar glukosa darah dari GDP ke 30’ pc dan 120’ pc dibandingkan normal (Akarbose)



-



%penurunan kadar glukosa darah dari GDP ke GD 2 h pc dibandingkan normal (Glibenklamid)



3.4 Perhitungan Dosis a. Mencit 1 27 𝑔



𝑥 4𝑔 =



0,108 𝑔



𝑥 100 𝑚𝑙 = 0,54𝑚𝑙



a. Sakarosa



=



b. Normal



= 20 𝑔 𝑥 0,4 𝑚𝑙 = 0,54 𝑚𝑙



1000 𝑔



20 𝑔



27 𝑔



b. Mencit 2 28 𝑔



0,112 𝑔



a. Sakarosa



= 1000 𝑔 𝑥 4𝑔 =



b. A 50



= 20 𝑔 𝑥 0,41 𝑚𝑙 = 0,574𝑚𝑙 ~ 0,57𝑚𝑙



20 𝑔



𝑥100 𝑚𝑙 = 0,56𝑚𝑙



28 𝑔



c. Mencit 3 a. Sakarosa



30 𝑔



= 1000 𝑔 𝑥 4 𝑔 =



0,12 𝑔 20 𝑔



𝑥 100 𝑚𝑙 = 0,6𝑚𝑙



30 𝑔



b. A 100 = 20 𝑔 𝑥 0,41 𝑚𝑙 = 0,615𝑚𝑙 ~ 0,62𝑚𝑙 d. Mencit 4 30 𝑔



0,12 𝑔



a. Sakarosa



= 1000 𝑔 𝑥 4𝑔 =



b. G 5



= 20 𝑔 𝑥 0,41 𝑚𝑙 = 0,615𝑚𝑙 ~ 0,62𝑚𝑙



20 𝑔



𝑥 100 𝑚𝑙 = 0,6𝑚𝑙



30 𝑔



e. Mencit 5 28 𝑔



0,112 𝑔



a. Sakarosa



= 1000 𝑔 𝑥 4𝑔 =



b. G 10



= 20 𝑔 𝑥 0,41 𝑚𝑙 = 0,574𝑚𝑙 ~ 0,57𝑚𝑙



20 𝑔



𝑥 100 𝑚𝑙 = 0,56𝑚𝑙



28 𝑔



3.5 Definisi Operasional 



Zat berefek hipoglikemik jika memenuhi salah satu kriteria: -



GD 2 h pc < GD puasa



-



% peningkatan GD setiap waktu < Normal







% penurunan GD setiap waktu > Normal



Zat berkhasiat hipoglikemik jika -



GD 2 h pc < GD puasa, %penurunannya lebih dari 20%



3.6 Cara Analisis 1. Mencit yang akan diuji ditimbang terlebih dahulu, setelah ditimbang periksa kadar GDP (Gula Darah Puasa) menggunakan accu-check. 2. Untuk golongan Normal dan Akarbose setelah diperiksa kadar GDP, masukkan obat dan sukrosa tunggu 30 menit lalu ukur GDS (Gula darah Sewaktu) tunggu 90 menit dan ukur GDS. 3. Untuk golongan Glibenklamid setelah diperiksa GDP masukkan obat tunggu 30 menit selanjutnya ukur GDS masukkan sukrosa ke mencit tunggu 30 menit lalu ukur GDS, tunggu 90 menit ukur GDS.



BAB IV



HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Percobaan No Perla Berat



0’



Uji



30 p



30’ pc



Sakarosa



120’ pc



plk cit



kuan



(g)



mg/dl



jam



ml



mg/dl



Jam



ml



mg/dl



Jam



mg/dl



jam



6.



N



27



83



14:13



0,54



-



14:14



0,54



102



14:44



94



14:44



7.



A50



28



114



14:06



0,57



-



14:10



0,56



40



14:40



61



14:40



8.



A100



30



157



14:16



0,62



-



14:17



0,6



204



14:47



154



14:47



9.



G5



30



149



13:29



0,62



106



14:03



0,6



107



14:33



69



14:33



10



G10



28



90



13:34



0,57



75



14:06



0,56



60



14:36



58



14:36



4.2 Grafik Hasil Percobaan



TTGO Glibenklamid - Akarbose 250



GD (mg/dl)



200 150 GDP 100



30' pc 120' pc



50 0



N



A50



A100 Perlakuan



G5



G10







Perhitungan %Peningkatan : a. N =



102−83



b. A50 =



40−114 114



d. G5 =



157



107−149



𝑥 100% = 29,93%



𝑥 100% = −28,18%



149



e. G10 =



𝑥 100% = −64,91%



204−157



c. A100 =







𝑥 100% = 22,89%



83



60−90



𝑥 100% = −33,33%



90



Perhitungan %Penurunan : a. N =



83−94



b. A50 =



114−61 114



c. A100 = d. G5 =



𝑥 100% = −13,25%



83



157−154 157



149−69



e. G10 =



𝑥 100% = 46,49%



𝑥 100% = 53,69%



149 90−58 90



𝑥 100% = 1,91%



𝑥 100% = 35,55%



Perlakuan %Peningkatan %Penurunan N



22,89%



-13,25%



A50



-64,91%



46,49%



A100



29,93%



1,91%



G5



-28,18%



53,69%



G10



-33,33%



35,55%



Kerja Glibenklamid dan Akarbose Peningkatan



Penurunan



60 40



Persen



20 0 -20



N



A50



A100



G5



G100



-40 -60 -80



Perlakuan



4.3 Pembahasan Pada praktikum Farmakologi kali ini dilakukan uji efek hipoglikemik dengan menggunakan obat Glibenklamid dan Akarbose. Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit sebanyak 5 ekor. Setiap mencit diberi perlakuan yang berbeda-beda. Antara lain adalah Normal (GOM) 2%, Akarbose 50mg, Akarbose 100mg, Glibenklamid 5mg, Glibenklamid 10mg. Perlakuan pertama yaitu pada mencit nomor 6 dengan berat 27g kemudian dicek kadar gula darahnya (GDP) didapatkan hasil 83 mg/dl. Lalu diberi Gom 2% sebanyak 0,54ml dan sakarosa sebanyak 0,54ml. Lalu tunggu selama 30menit dan diukur kadar gula darahnya, di dapatkan hasil 102 mg/dl. Pengecekkan kadar gula darah dilakukan kembali setelah 2jam dan di dapatkan hasil 94 mg/dl. Pada mencit nomor 7 dengan berat badan 28g kemudian di cek kadar gula darahnya (GDP) di dapatkan hasil 114 mg/dl. Lalu diberi Akarbose 50mg sebanyak 0,57ml dan sakarosa sebanyak 0,56ml. Lalu tunggu selama 30 menit dan diukur kadar



gula darahnya, di dapatkan hasil 40 mg/dl. Pengecekkan kadar gula darah dilakukan kembali setelah 2jam dan di dapatkan hasil 61 mg/dl Pada mencit nomor 8 dengan berat 30g kemudian di cek kadar gula darahnya (GDP) di dapatkan hasil 157 mg/dl. Lalu diberi Akarbose 100mg sebanyak 0,62ml dan sakarosa sebanyak 0,6ml. Lalu tunggu selama 30 menit dan diukur kadar gula darahnya, di dapatkan hasil 204 mg/dl. Pengecekkan kadar gula darah dilakukan kembali setelah 2jam dan di dapatkan hasil 154 mg/dl. Pada mencit nomor 9 dengan berat 30g kemudian di cek kadar gula darahnya (GDP) di dapatkan hasil 149 mg/dl. Diberi Glibenklamid 5mg sebanyak 0,62ml, lalu ditunggu selama 30menit untuk di cek kadar gula darah dan di dapatkan hasil 106 mg/dl. Setelah itu diberi sakarosa sebanyak 0,6ml, lalu tunggu selama 30menit untuk di cek kadar gula darahnya dan di dapatkan hasil 107 mg/dl. Pengecekkan kadar gula darah dilakukan kembali setelah 2jam dan di dapatkan hasil 69 mg/dl. Pada mencit nomor 10 dengan berat 28g kemudian di cek kadar gula darahnya (GDP) di dapatkan hasil 90 mg/dl. Diberi Glibenklamid 10mg sebanyak 0,57ml, lalu ditunggu selama 30menit untuk di cek kadar gula darah dan di dapatkan hasil 75 mg/dl. Setelah itu diberi sakarosa sebanyak 0,56ml, lalu tunggu selama 30 menit untuk di cek kadar gula darahnya dan di dapatkan hasil 60 mg/dl. Pengecekkan kadar gula darah dilakukan kembali setelah 2 jam dan di dapatkan hasil 58 mg/dl. Pada



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Glibenklamid dan Akarbose berefek hipoglikemik. b. Glibenklamid dan Akarbose berkhasiat hipoglikemik, tetapi terdapat beberapa yang tidak berkhasiat seperti pada Akarbose 100mg. c. Jika dibandingkan antara Glibenklamid 5mg & 10mg dan Akarbose 50mg & 100mg yang mempunyai efek dan khasiat nya lebih bagus yaitu Glibenklamid 5mg dan Akarbose 50mg 5.2 Saran



DAFTAR PUSTAKA https://www.alodokter.com/hipoglikemia https://hellosehat.com/kesehatan/penyakit/hipoglikemia/ http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-diabetes-melitus-dangangguan-metabolik/apakah-itu-hipoglikemia-dan-bagaimana-hal-itu-dapat-dicegahdan-dikelola https://www.alodokter.com/acarbose