Laporan Praktikum Limbah Kelompok 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH



KUNJUNGAN LAPANG BUDIDAYA MAGOOT BSF DI DESA REMPOAH, BATURADEN



Disusun Oleh: Amelia Dina Setyo Putri Ade Setiawan Anggini Ervita Nur Fadhila Iga Iwanita Setyadi Rizky Damayanti Lukman Muharom



(A1C016036) (A1C016037) (A1C016038) (A1C016039) (A1C016040) (A1C016044) (A1C016049)



KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2019



I.



PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia. Tidak hanya di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara-negara maju, sampah selalu menjadi masalah. Rata-rata setiap harinya kota-kota besar di Indonesia menghasilkan puluhan ton sampah. Sampah-sampah itu diangkut oleh truk-truk khusus dan dibuang atau ditumpuk begitu saja di tempat yang sudah disediakan tanpa adanya penanganan. Dari hari ke hari sampah itu terus menumpuk dan terjadilah bukit sampah seperti yang sering kita lihat. Sampah yang menumpuk itu, sudah tentu akan mengganggu penduduk di sekitarnya. Selain baunya yang tidak sedap, sampah sering dihinggapi lalat dan juga dapat mendatangkan wabah penyakit. Walaupun terbukti sampah itu dapat merugikan, tetapi ada sisi manfaatnya. Hal ini karena selain dapat mendatangkan bencana bagi masyarakat, sampah juga dapat diubah menjadi barang yang bermanfaat. Kemanfaatan sampah ini tidak terlepas dari penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menanganinya Jenis-jenis sampah organik yang telah diketahui, maka selanjutnya diuraikan mengenai prinsip mengenai penerapan dalam pengolahan sampah tersebut. Prinsip yang dikenal dengan nama 4R itu diantaranya yaitu: Reduce atau mengurangi, reuse atau menggunakan kembali, reycle atau daur ulang dan replace atau mengganti. Baby maggot atau maggot atau larva atau belatung jenis BSF adalah anak dari lalat BSF (Black Soldier Fly) sebangsa lalat Hermitia illuciens yang berwarna hitam dan banyak di budidayakan orang karena kaya nutrisi dan tinggi protein.



Dapat digunakan sebagai hewan yang membantu mengurai dan mengurangkan kondisi sampah. Lalat BSF tidak membawa wabah penyakit, karena selama hidupnya hanya minum dan tidak makan sama sekali. Hal ini menjadi penyebabnya mereka tidak akan berkeliaran di dapur seperti lalat hijau. Maka akan lebih mudah ditangani sebagai hewan yang bermanfaat. Olahan maggot seperti tepung maggot, pasta maggot, pelet maggot dibutuhkan oleh peternak ikan dan unggas, selain karena nutrisinya bagus juga harga jual maggotnya murah. Budidaya maggot di Indonesia sangat mudah karena Lalat BSF dapat berkembang biak dengan baik di iklim tropis seperti di Indonesia. Indonesia memiliki potensi menjadi tempat budidaya yang sesuai untuk maggot. B. Tujuan 1.



Mempelajari proses pengolahan limbah menggunakan sistem BSF (Black Soldier Fly)



II. TINJAUAN PUSTAKA



Black Soldier Fly (BSF), lalat tentara hitam (Hermetia illucens, Diptera: Stratiomyidae) adalah salah satu insekta yang mulai banyak dipelajari karakteristiknya dan kandungan nutriennya. Lalat ini berasal dari Amerika dan selanjutnya tersebar ke wilayah subtropis dan tropis di dunia (Čičková et al. 2015). Kondisi iklim tropis Indonesia sangat ideal untuk budidaya BSF. Ditinjau dari segi budidaya, BSF sangat mudah untuk dikembangkan dalam skala produksi massal dan tidak memerlukan peralatan yang khusus. Tahap akhir larva (prepupa) dapat bermigrasi sendiri dari media tumbuhnya sehingga memudahkan untuk dipanen. Selain itu, lalat ini bukan merupakan lalat hama dan tidak dijumpai pada pemukiman yang padat penduduk sehingga relatif aman jika dilihat dari segi kesehatan manusia (Li et al. 2011). Dari berbagai insekta yang dapat dikembangkan sebagai pakan, kandungan protein larva BSF cukup tinggi, yaitu 40-50% dengan kandungan lemak berkisar 29-32% (Bosch et al. 2014). Rambet et al. (2016) menyimpulkan bahwa tepung BSF berpotensi sebagai pengganti tepung ikan hingga 100% untuk campuran pakan ayam pedaging tanpa adanya efek negatif terhadap kecernaan bahan kering (57,96-60,42%), energi (62,03-64,77%) dan protein (64,59-75,32%), walaupun hasil yang terbaik diperoleh dari penggantian tepung ikan hingga 25% atau 11,25% dalam pakan. Black Soldier Fly berwarna hitam dan bagian segmen basal abdomennya berwarna transparan (wasp waist) sehingga sekilas menyerupai abdomen lebah.



Panjang lalat berkisar antara 15-20 mm dan mempunyai waktu hidup lima sampai delapan hari (Gambar 1). Saat lalat dewasa berkembang dari pupa, kondisi sayap masih terlipat kemudian mulai mengembang sempurna hingga menutupi bagian torak. Lalat dewasa tidak memiliki bagian mulut yang fungsional, karena lalat dewasa hanya beraktivitas untuk kawin dan bereproduksi sepanjang hidupnya. Kebutuhan nutrien lalat dewasa tergantung pada kandungan lemak yang disimpan saat masa pupa. Ketika simpanan lemak habis, maka lalat akan mati (Makkar et al. 2014). Berdasarkan jenis kelaminnya, lalat betina umumnya memiliki daya tahan hidup yang lebih pendek dibandingkan dengan lalat jantan (Tomberlin et al. 2009).



Gambar 1. Morfologi pupa, larva dan lalat dewasa BSF. Menurut Tomberlin et al. (2002) bahwa siklus hidup BSF dari telur hingga menjadi lalat dewasa berlangsung sekitar 40-43 hari, tergantung dari kondisi lingkungan dan media pakan yang diberikan (Gambar 2). Lalat betina akan meletakkan telurnya di dekat sumber pakan, antara lain pada bongkahan kotoran unggas atau ternak, tumpukan limbah bungkil inti sawit (BIS) dan limbah organik lainnya. Lalat betina tidak akan meletakkan telur di atas sumber pakan secara langsung dan tidak akan mudah terusik apabila sedang bertelur. Oleh karena itu,



umumnya daun pisang yang telah kering atau potongan kardus yang berongga diletakkan di atas media pertumbuhan sebagai tempat telur.



Gambar 2. Siklus hidup BSF. Angka



yang



tecantum



dalam



skema



menunjukkan



lama



waktu



perkembangan BSF dalam setiap tahapan metamorfosisnya (hari). Di alam, lalat betina akan tertarik dengan bau senyawa aromatik dari limbah organik (atraktan) sehingga akan datang ke lokasi tersebut untuk bertelur. Atraktan diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan air ke limbah organik, seperti limbah BIS, limbah sayuran atau buah-buahan atau penambahan EM4 (bakteri) dan mikroba rumen. Jumlah lalat betina yang meletakkan telur pada suatu media umumnya lebih dari satu ekor. Keadaan ini dapat terjadi karena lalat betina akan mengeluarkan penanda kimia yang berfungsi untuk memberikan sinyal ke betina-betina lainnya agar meletakkan telur di tempat yang sama. Telur BSF berwarna putih dan berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 1 mm terhimpun dalam bentuk koloni. Seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur berkisar 185-1235 telur (Rachmawati et al. 2010). Literatur lain menyebutkan bahwa seekor betina memerlukan waktu 20-30 menit untuk



bertelur dengan jumlah produksi telur antara 546-1.505 butir dalam bentuk massa telur (Tomberlin dan Sheppard 2002). Berat massa telur berkisar 15,819,8 mg dengan berat individu telur antara 0,026-0,030 mg. Waktu puncak bertelur dilaporkan terjadi sekitar pukul 14.00-15.00. Lalat betina dilaporkan hanya bertelur satu kali selama masa hidupnya, setelah itu mati (Tomberlin et al. 2002). Lebih lanjut disebutkan bahwa jumlah telur berbanding lurus dengan ukuran tubuh lalat dewasa. Lalat betina yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan ukuran sayap lebih lebar cenderung lebih subur dibandingkan dengan lalat yang bertubuh dan sayap yang kecil (Gobbi et al. 2013). Jumlah telur yang diproduksi oleh lalat berukuran tubuh besar lebih banyak dibandingkan dengan lalat berukuran tubuh kecil. Selain itu, kelembaban juga dilaporkan berpengaruh terhadap daya bertelur lalat BSF. Sekitar 80% lalat betina bertelur pada kondisi kelembaban lebih dari 60% dan hanya 40% lalat betina yang bertelur ketika kondisi kelembaban kurang dari 60% (Tomberlin dan Sheppard 2002). Dalam waktu dua sampai empat hari, telur akan menetas menjadi larva instar satu dan berkembang hingga ke instar enam dalam waktu 22-24 hari dengan rata-rata 18 hari (Barros-Cordeiro et al. 2014). Ditinjau dari ukurannya, larva yang baru menetas dari telur berukuran kurang lebih 2 mm, kemudian berkembang hingga 5 mm. Setelah terjadi pergantian kulit, larva berkembang dan tumbuh lebih besar dengan panjang tubuh mencapai 20-25 mm, kemudian masuk ke tahap prepupa. Tomberlin et al. (2009) menyebutkan bahwa larva betina akan berada di dalam media lebih lama dan mempunyai bobot yang lebih berat dibandingkan dengan larva jantan. Secara alami, larva instar akhir (prepupa) akan meninggalkan media



pakannya ke tempat yang kering, misalnya ke tanah kemudian membuat terowongan untuk menghindari predator dan cekaman lingkungan.



III. METODOLOGI



A. Alat dan Bahan 1.



Kendaraan bermotor



2.



Alat tulis



3.



Jas Alamamater



4.



Maggot B. Prosedur Kerja Adapun prosedur yang dilakukan saat melakukan kunjungan industri:



1.



Mendengarkan perkenalan dari pemilik Rumah Maggot BSF.



2.



Melihat langsung pemilik Rumah Maggot BSF mengambil maggot yang ada di sarang hingga larva maggot.



3.



Mengamati larva maggot dari umur 1 hari hingga yang siap menjadi kepompong.



4.



Melihat langsung tempat penangkaran larva maggot dengan masing-masing umur.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN



A. Hasil



Gambar 3. Tempat Kunjungan Industri



Gambar 4. Maggot



Gambar 5. Larva Maggot



Gambar 6. Penangkaran Maggot



B. Pembahasan Sampah organik mempunyai kandungan gizi rendah, yaitu: protein kasar sebesar 1-15% dan serat kasar sebesar 5-38% (Wisnawa dkk, 2017). Belakangan ini ditemukan kegiatan daur ulang sampah organik dengan metode biokonversi. Biokonversi merupakan perombakan sampah organik menjadi sumber energi



metan melalui proses fermentasi yang melibatkan organisme hidup (Newton et al, 2005). Proses ini biasanya dikenal sebagai penguraian secara anaerob. Umumnya organisme yang berperan dalam proses biokonversi ini adalah bakteri, jamur dan larva serangga (family: Chaliforidae, Mucidae, Stratiomydae). Dalam kehidupan sehari-hari, proses ini sering ditemukan, seperti pada proses pembuatan tempe yang memanfaatkan jamur (ragi) sebagai organisme perombak, proses pembusukan sampah organik (pembuatan pupuk kompos) yang melibatkan bakteri sebagai organisme perombak. Sedangkan pada limbah hewani agen perombak yang sering ditemukan adalah larva serangga Diptera. Larva serangga dari famili: Stratiomydae, Genus: Hermetia, spesies: Hermetia illucens, banyak ditemukan pada limbah kelapa sawit. Larva Hermetia illucens atau Black Soldier Fly (BSF) ini, lebih dikenal dengan istilah “maggot”. Biokonversi yang dilakukan oleh agen biokonversi yaitu larva BSF (Black Soldier Fly) atau yang biasa disebut juga maggot, ternyata mampu mengurangi limbah organik hingga 56% dan sebagai agen biokonversi, setidaknya ada tiga produk yang dapat diperoleh dengan memberdayakan larva BSF sebagai agen biokonversi. Produk pertama adalah larva atau pre-pupa BSF yang dapat dijadikan sebagai sumber protein alternatif untuk pakan ternak, produk kedua adalah cairan hasil aktivitas larva yang berfungsi sebagai pupuk cair dan yang ketiga adalah sisa limbah organik kering yang dapat dijadikan sebagai pupuk (Veteriner, 2016). Istilah "maggot" mulai dikenal pada pertengahan tahun 2005, yang diperkenalkan oleh tim Biokonversi IRD-Perancis dan Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT), Depok. Maggot merupakan larva serangga



(Diptera: Stratiomydae, Genus Hermetia) yang hidup di bungkil kelapa sawit (Fahmi, dkk., 2007). Maggot adalah organisme yang berasal dari telur lalat black soldier dan salah satu organisme pembusuk karena mengonsumsi bahan-bahan organik untuk tumbuh (Silmina et al., 2011). Fase pada siklus hidup lalat black soldier yaitu maggot (larva), prepupa, pupa dan serangga dewasa (Fahmi, 2015). Klasifikasi Lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens) Fahmi, 2015. Kingdom



: Animalia



Filum



: Arthropoda



Class



: Insecta



Ordo



: Diptera



Famili



: Stratiomyidae



Genus



: Hermetia



Spesies



: Hermetia illucens



Lalat black soldier fly (Hermetia illuscens) dewasa berukuran panjang 15-20 mm dan berbentuk pipih. Tubuh betina seluruhnya berwarna biru-hitam, sedangkan pada yang jantan warna abdomen lebih coklat. Pada ujung kaki lalat black soldier jantan dan betina berwarna putih dan sayap berwarna hitam kelabu, dilipat datar pada punggung saat istirahat. Abdomen berbentuk memanjang dan menyempit pada basis, dengan 2 segmen



pertama memperlihatkan daerah



translusen. Venasi sayap tersusun padat dekat costa dan lebih berpigmen dibandingkan bagian belakang, sedangkan vena C tidak seluruhnya mengitari sayap (Wangko, 2014).



Lalat tentara hitam, Black Soldier Fly (Hermetia illucens) ini tersebar hampir di seluruh dunia. Layaknya lalat lain, lalat tentara memakan apa saja yang telah dikonsumsi oleh manusia, seperti sisa makanan, sampah, makanan yang sudah terfermentasi, sayuran, buah buahan, daging bahkan tulang (lunak), bahkan makan bangkai hewan. Larva lalat (maggots) ini tergolong "kebal" dan dapat hidup di lingkungan yang cukup ekstrim, seperti di media/sampah yang banyak mengandung garam, alkohol, acids/asam dan amonia. Mereka hidup “di suasana yang hangat”, dan jika udara lingkungan sekitar sangat dingin atau kekurangan makanan, maka maggots tidak mati tapi mereka menjadi fakum /idle/tidak aktif menunggu sampai cuaca menjadi hangat kembali atau makanan sudah kembali tersedia. Mereka juga dapat hidup di air atau dalam suasana alkohol. Serangga BSF memiliki beberapa karakter diantaranya: 1.



Dapat mereduksi sampah organik,



2.



Dapat hidup dalam toleransi pH yang cukup tinggi,



3.



Tidak membawa gen penyakit,



4.



Mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi (40-50%),



5.



Masa hidup sebagai larva cukup lama (± 4 minggu), dan



6.



Mudah dibudidayakan (Adrian, 2015).



Saat ini mulai dikembangkan budidaya magoot di desa Rempoah, Baturaden, Banyumas. Budidaya magoot disini dengan media limbah organik dari sampah rumah tangga, seperti limbah sisa makanan yang berasal dari rumah tangga akan di tampung di dalam bak untuk kemudian magoot tersebut akan tumbuh, bak dengan kondisi atap tertutup karena magoot sendiri menghindari



cahaya. Saat magoot sudah siap panen maka akan dipindahkan, dan bisa siap di jual untuk pakan ternak, ikan, dan lain sebagainya. Di desa Rempoah menjual magoot dengan harga bervariasi sesuai ukurannya. Adapun beberapa pemanfaatan maggot antara lain: 1.



Sebagai pakan ternak. Tepung maggot dapat digunakan sampai dengan 100% menggantikan tepung ikan dalam ransum ayam broiler tanpa adanya efek negatif terhadap kecernaan bahan kering, energi, dan protein. (Vanessa, dkk 2016).



2.



Berperan dalam biokonversi sampah. Larva black soldier fly (Hermetia illucens) sangat bermanfaat dalam biokonversi sampah organik dan menurunkan polusi lingkungan akibat kotoran hewan dan manusia dalam waktu yang relatif singkat (Wangko, 2014).



3.



Untuk dikonsumsi dan penghasil minyak hewani Larva black soldier fly (Hermetia illucens) memiliki sejumlah nutrisi diantaranya 4550% protein dan 24-30% lemak (Fahmi, 2015). Berdasarkan penelitian (Park, 2016; St-Hilaire et al., 2007) larva Hermetia illucens memiliki kandungan 42,1% protein mentah, 34,8% lipid, 14,6% abu, 7,9% kelembaban, 7,0% serat, 5% kalsium, 1,5% pospor dan 1,4% nitrogen (NFE) serta mengandung Omega-3. Di Meksiko sekitar 78 spesies serangga dapat dimakan karena memiliki komposisi gizi dengan dengan kadar protein 1581%, kadar lemak 4,2-77,2% dan karbohidrat 77,7% Ramos et al., (1997)



dalam (Mariod, 2013). Sehingga larva black soldier fly (Hermetia illucens) berpotensi sebagai penghasil minyak hewani. 4.



Menekan pertumbuhan mikroba Di bidang kesehatan black soldier fly (Hermetia illucens) berperan menekan pertumbuhan berbagai jenis mikroba (Wangko, 2014). Budidaya magoot sangat menjanjikan namun belum banyak orang



mengetahui cara budidaya yang benar dan media apa saja yang dapat digunakan. Saat ini kesulitan yang dihadapi industri ini adalah daya tampung pengolahannya dari sampah organik masih sedikit, dan juga kesadaran masyarakat untuk mengumpulkan limbah rumah tangga yang masih kurang. Budidaya maggot sebagai sumber pakan ternak kini sudah tidak asing lagi. Maggot atau larva dari lalat black soldier fly (Hermetia illicens) merupakan salah satu alternatif pakan yang memenuhi persyaratan sebagai sumber protein. Bahan makanan yang mengandung protein kasar lebih dari 19 %, digolongkan sebagai bahan makanan sumber protein (Murtidjo, 2001). Dalam siklus hidupnya lalat Hermetia illucens memiliki lima stadia. Lima stadia tersebut yaitu fase dewasa, fase telur, fase prepupa, dan fase pupa. Dari kelima stadia tersebut stadia prepupa sering digunakan sebagai pakan ikan (Newton, 2005). Hal yang mempengaruhi produksi budidaya maggot adalah kondisi media, lingkungan budidaya, dan kandungan nutrisi bahan tumbuh maggot. Maggot menyukai kondisi lingkungan yang lembab dan minim cahaya dan memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Menurut Dahril (1996) diacu dalam Pranata



(2010), bahwa tersedianya nutrisi yang mencukupi dalam media tumbuh dapat menyebabkan terjadinya peningkatan densitas populasi maggot dengan cepat, tetapi juga akan mengalami penurunan yang cepat bila kondisi media tumbuh dan nutrisi tidak mendukung kehidupannya. Black soldier fly (Hermetia illucens) hanya menyukai aroma media yang khas sehingga tidak semua media budidaya dijadikan tempat bertelur bagi black soldier fly (Hermetia illucens). Walaupun kandungan nutrisi media cukup bagus namun jika aroma media tidak dapat menarik lalat untuk bersarang maka tidak akan dihasilkan maggot (Fatmasari, 2017). Menurut Duponte (2003), bahwa bahan yang cocok bagi pertumbuhan maggot adalah bahan yang banyak mengandung bahan organik. Menurut Tomberlin dan Sheppard (2002) lama siklus hidup lalat black soldier tergantung pada media pakan dan kondisi lingkungan tempat hidupnya. Siklus hidup lalat black soldier berlangsung antara 40 hari sampai dengan 43 hari. Lama waktu siklus hidup lalat black soldier ditunjukkan pada Gambar 7. Angka yang tercantum dalam Gambar 7 menunjukkan lama waktu perkembangan lalat black soldier dalam setiap tahapan metamorfosisnya dilihat dalam hitungan hari. Lalat black soldier dewasa meletakkan telurnya di dekat sumber makanan. Maggot memiliki 5 instar dalam perkembangannya dan dapat tumbuh hingga mencapai 20 mm. Pupa bermigrasi ke tempat yang lebih lembab untuk kemudian tumbuh menjadi lalat dewasa.



Gambar 7. Siklus hidup lalat black soldier (Tomberlin & Sheppard, 2002).



Kegiatan budidaya membutuhkan media tumbuh yang ketersediaannya melimpah serta mudah didapatkan. Olivier (2004) menyatakan maggot lalat black soldier dapat digunakan untuk mengkonversi limbah seperti limbah industri pertanian, peternakan, ataupun feses. Proses panen budidaya maggot dilakukan minimal setelah dua minggu masa budidaya maggot. Pada waktu 2 minggu telur lalat black soldier sudah menetas dan memasuki fase larva instar kedua yang tumbuh sekitar 10 mm sebelum melepaskan kulit menjadi larva instar ketiga. Larva instar ketiga tumbuh antara 15 mm dan 20 mm sebelum berada pada fase pre-pupa. Budidaya yang dilakukan dengan 100 kg bahan baku media kultur, dapat menghasilkan larva sebanyak 60 -70 kg. Perlu diingat daur hidup maggot sebelum menjadi lalat selama 37 hari.



Gambar 8. Perubahan ukuran larva (Fahmi, 2015).



V. KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan 1.



Di alam, lalat betina akan tertarik dengan bau senyawa aromatik dari limbah organik (atraktan) sehingga akan datang ke lokasi tersebut untuk bertelur. Atraktan diperoleh dari proses fermentasi dengan penambahan air ke limbah organik, seperti limbah BIS, limbah sayuran atau buah-buahan atau penambahan EM4 (bakteri) dan mikroba rumen. Jumlah lalat betina yang meletakkan telur pada suatu media umumnya lebih dari satu ekor. Keadaan ini dapat terjadi karena lalat betina akan mengeluarkan penanda kimia yang berfungsi untuk memberikan sinyal ke betina-betina lainnya agar meletakkan telur di tempat yang sama. Telur BSF berwarna putih dan berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 1 mm terhimpun dalam bentuk koloni. Seekor lalat betina BSF normal mampu memproduksi telur berkisar 185-1235 telur. B. Saran Pada praktikum kunjungan lapang budidaya magoot BSF di Desa Rempoah,



Baturaden sudah berjalan lancar akan tetapi masih terdapat beberapa kendala. Kendala tersebut diantaranya yaitu bau sampah yang cukup menyengat, suasana pada saat praktikum kurang kondusif serta penggunaan waktu yang kurang efisien. Selain itu semoga pada masa mendatang praktikum Teknik Pengolahan Limbah tidak hanya kunjungan ke satu lokasi industri pengolahan limbah tetapi ke beberapa lokasi industri.



DAFTAR PUSTAKA



Adrian, D. Desember 2015. Habitat Lalat Tentara dan Aplikasi sebagai Pakan. Diakses dari : http://lalattentara.blogspot.co. id/2015/12/habitat-lalattentara-danaplikasi.html (8 Juli 2019). Balitbangtan (BB Veteriner). Maret 2016. Lalat Tentara Hitam Agen Biokonversi Sampah Organik Berprotein Tinggi. Diakses dari : http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/on e/2557/ (8 Juli 2019) Barros-Cordeiro KB, Nair Báo S, Pujol-Luz JR. 2014. Intrapuparial development of the Black Soldier Fly, Hermetia illucens. J Insect Sci. 14:1-10. Bosch G, Zhang S, Dennis GABO, Wouter HH. 2014. Protein quality of insects as potential ingredients for dog and cat foods. J Nutr Sci. 3:1-4. Čičková H, Newton GL, Lacy RC, Kozánek M. 2015. The use of fly larvae for organic waste treatment. Waste Manag. 35:68-80. Duponte MW, Larish LB. 2003. Tropical Agriculture and Human Resources (CTAHR). Hawaii. Fahmi, M. R. (2015). Optimalisasi proses biokonversi dengan menggunakan minilarva Hermetia illucens untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan. In Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia (Vol. 1, pp. 139–144). Fahmi, M. R., Saurin H. dan Wayan S. 2007. Potensi Maggot Sebagai Salah Satu Sumber Protein Pakan Ikan. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar, Depok. Fahmi, M.R. 2015. Optimalisasi Proses Biokonversi dengan Menggunakan MiniLarva Hermetia illucens untuk Memenuhi Kebutuhan Pakan Ikan. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Maret 2015. Depok, Indonesia. Hal. 139144. Fatmasari L. 2017. Tingkat densitas populasi, bobot, dan panjang maggot (Hermetia illucens) pada media yang berbeda [skripsi]. Lampung : Universitas Islam Negeri Raden Intan. Gobbi P, Martínez-Sánchez A, Rojo S. 2013. The effects of larval diet on adult life-history traits of the Black Soldier Fly, Hermetia illucens (Diptera: Stratiomyidae). Eur J Entomol. 110:461-468. Li Q, Zheng L, Qiu N, Cai H, Tomberlin JK, Yu Z. 2011. Bioconversion of dairy manure by Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) for biodiesel and sugar production. Waste Manag. 31:1316-1320.



Makkar HPS, Tran G, Heuze V, Ankreas P. 2014. State of the art on use of insects as animal feed. Anim Feed Sci Technol. 197:1-33. Murtidjo B. A. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Yogyakarta. PT Kanisius. Newton L, Sheppard C, Watson DW, Burtle G, Dove R. 2005. Using the black soldier fly, Hermetia illucens, as a value- added tool for the management of swine manure. Report for The Animal and Poultry waste Management Center. North Carolina. North Carolina State University Raleigh. Olivier, P. A. (2004). Bio-Conversion of Putrescent Wastes. Washington DC: ESR LLC. Pranata, A., 2010. Laju Pertumbuhan Populasi Branchioumus plicatilis Pada Media Pupuk Urea dan pupuk TSP. Serta Penambahan Beberapa Bahan Organik Lain [skripsi]. Medan : Universitas Sumatra Utara. Rachmawati, Buchori D, Hidayat P, Hem S, Fahmi MR. 2010. Perkembangan dan kandungan nutrisi larva Hermetia illucens (Linnaeus) (Diptera: Startiomyidae) pada bungkil kelapa sawit. J Entomol Indones. 7:2841. Rambet V, Umboh JF, Tulung YLR, Kowel YHS. 2016. Kecernaan protein dan energi ransum broiler yang menggunakan tepung maggot (Hermetia illucens) sebagai pengganti tepung ikan. J Zootek. 36:13-22. Silmina, D., Edriani, G., & Putri, M. (2011). Efektifitas Berbagai Media Budidaya Terhadap Pertumbuhan Maggot Hermetia illucens. Bogor. Tomberlin JK, Adler PH, Myers HM. 2009. Development of the Black Soldier Fly (Diptera: Stratiomyidae) in relation to temperature. Enviromental Entomol. 38:930-934. Tomberlin JK, Sheppard DC, Joyce JA. 2002. Selected lifehistory traits of Black Soldier Flies (Diptera: Stratiomyidae) reared on three artificial diets. Ann Entomol Soc Am. 95:379-386. Tomberlin JK, Sheppard DC. 2002. Factors influencing mating and oviposition of Black Soldier Flies (Diptera: Stratiomyidae) in a colony. J Entolomogy Sci. 37:345-352. Tomberlin, J. K., & Sheppard, D. C. (2002). Factors influencing mating and oviposition of black soldier flies (Diptera: Stratiomyidae) in a colony. Journal of Entomological Science, 37(4), 345–352. https://doi.org/10.18474/0749- 8004-37.4.345 Wangko, S. 2014. Hermetia Illucens Aspek Forensik, Kesehatan dan Ekonomi. Jurnal Biomedik. 6(1): 2329.



Wisnawa, I. G. Y. & Prasetia, I. N. D. 2017. Pengolahan Sampah Melalui Pemanfaatan Bio Konversi Larva Lalat Tentara. Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat 2 : 237 – 242.



Pembagian tugas pembuatan laporan: Amelia Dina Setyo Putri (A1C016036): Pembahasan Ade Setiawan (A1C016037): Kesimpulan+Saran+Dapus+Menyusun Laporan Anggini (A1C016038): Tinjauan Pustaka Ervita Nur Fadhila (A1C016039): Pembahasan Iga Iwanita Setyadi (A1C016040): Pembahasan Rizky Damayanti (A1C016044): Pendahuluan+Tujuan Lukman Muharom (A1C016049): Metodologi+Hasil