Laporan Praktikum Resistor Dan Hukum Ohm [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TANGGAL PERCOBAAN



:Kamis, 29 Oktober 2020



TANGGAL PENGUMPULAN



:Kamis, 5 November 2020



PRAKTIKUM FISIKA DASAR 1 SEMESTER 113



RESISTOR DAN HUKUM OHM



NAMA



: Tabitha Qotrunnada Sulistiyanto



NRM



: 1304620076



DOSEN PENGAMPU



: Cecep Rustana, Ph.D



KOORDINATOR HARIAN : Kartini ASISTEN LABORATORIUM : 1. Yasmine Aneilla 2. Luthfia Khofifa 3. Vidya Kusumah Wardani 4. Kartini Laporan Awal



Laporan Akhir



Kinerja



Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta 2020



Total



L4: RESISTOR DAN HUKUM OHM A. TUJUAN 1. Mampu mengenali bentuk dan jenis resistor. 2. Mampu menghitung nilai resistansi resistor melalui urutan cincin warnanya. 3. Mampu merangkai resistor secara seri maupun paralel. 4. Memahami penggunaan hukum Ohm pada rangkaian resistor. 5. Memahami fungsi voltmeter dan amperemeter B. ALAT DAN BAHAN 1. Power Supply (catu daya). 2. Multitester (2 buah). 3. Resistor. 4. Kabel penghubung. 5. Papan rangkaian. C. TEORI DASAR 1 Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol  (Omega). Bentuk resistor yang umum adalah seperti tabung dengan dua kaki di kiri dan kanan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk cincin kode warna untuk mengetahui besar resistansi tanpa mengukur besarnya dengan Ohmmeter. Ilustrasinya seperti pada gambar berikut.



I



II



III



IV



Gambar 1. Urutan cincin warna pada resistor



1



Tim Dosen Fisika Dasar. “Panduan Praktikum Fisika Dasar II”, (Jakarta: UNJ. 2014). Hal. 59-64



Gambar 2. Urutan cincin warna pada resistor(lanjutan) Berdasarkan kebutuhan dalam rangkaian yang berbeda, maka bentuk dari sebuah resistor dapat berbeda pula, hal ini terkait dengan daya yang mampu bekerja pada resistor tersebut. Untuk daya yang rendah, berkisar antara 0,25 Watt – 1 Watt umumnya memiliki bentuk yang kecil, sedangkan untuk daya yang yang cukup besar, berkisar 2 Watt - 25 Watt, umumnya memiliki bentuk yang lebih besar. Ilustrasinya seperti pada gambar berikut.



Gambar 3. Beberapa bentuk resistor fix (nilai tetap)



a



b



c



d



Gambar 4. Beberapa bentuk resistor variable: a,b :Trimpot, c: Multiturn, d:potensio meter Non linier resistor Ini adalah resistor yang nilai resistansinya tidak linier, artinya reistansinya dipengaruhi faktor lain, misal untuk LDR ( Light Dependent Resistor ), akan dipengaruhi oleh perubahan intensitas cahaya yang mengenai permukaan LDR tersebut.



Gambar 5. Nonlinear resistor a. NTC, b. PTC, c. LDR Kode warna untuk resistor dikeluarkan oleh EIA (Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Nilai warna pada cincin resistor Warna Cincin hitam coklat merah jingga kuning hijau biru ungu abu-abu putih emas perak



Cincin I



Cincin II



Cincin III



Cincin IV



Cincin V



Angka ke-1 0 1



Angka ke-2 0 1



Angka ke-3 0 1



Toleransi



2 3 4 5 6 7 8 9



2 3 4 5 6 7 8 9



2 3 4 5 6 7 8 9



Pengali x100 x101 x102 x103 x104 x105 x106 x107 x106 x109 x10-1 -2



x10



 1%  2%



 5%  10 %



tanpa warna



 20 %



Besarnya ukuran resistor sangat tergantung Watt atau daya maksimum yang mampu ditahan oleh resistor. Berikut ini adalah contoh perhitungan : Urutan cincin warna (resistor 4 cincin warna): merah kuning biru emas Merah



Ungu



2



Biru



Emas



X 106



7



 5%



Hasilnya 27M   5 %



Urutan cincin warna (resistor 5 cincin warna): coklat merah hitam jingga coklat coklat



Merah



Hitam



Jingga



Coklat



Hasilnya



1



2



0



X 103



 1%



120K   1 %



Rangkaian Resistor Rangkaian resistor secara seri akan mengakibatkan nilai resistansi total semakin besar. Di bawah ini adalah contoh resistor yang dirangkai secara seri.



Gambar 6. Rangkaian resistor secara seri



Pada rangkaian resistor seri berlaku rumus



RTOTAL  R1  R2 Sementara itu, pada rangkaian resistor yang disusun secara paralel akan mengakibatkan nilai resistansi pengganti semakin kecil. Di bawah ini contoh resistor yang dirangkai secara paralel.



Gambar 7. Rangkaian resistor secara paralel Pada rangkaian resistor paralel berlaku rumus:



(1)



RPENGGANTI 



R1 R2 R1  R2



2



(2)



Sekitar tahun 1825, George Simon ohm yang berasal dari Jerman, melakukan serangkaian percobaan. Percobaan itu menunjukan bahwa tidak ada penghantar listrik yang sempurna, Artinya setiap jenis zat mempunyai sifat penghambat arus listrik. Ohm menunjukan bahwa untuk bahan yang sama, kawat panjang memiliki hambatan lebih besar dari pada kawat pendek. Selain itu, dalam suatu rangkaian, makin besar hambatan makin besar pula potensial yang diperlukan untuk mengalirkan aliran listrik. Hukum Ohm yang berbunyi “besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya”. Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinya tidak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya. Secara matematis hukum Ohm diekspresikan dengan persamaan (3) V  IR Adapun keterangan dari persamaan tersebut adalah: V = Beda potensial (tegangan) kedua ujung penghantar (Volt) R = Tahanan atau hambatan (Ohm) I = Kuat arus yang mengalir dalam penghantar (Ampere) Namun demikian, perlu ditekankan bahwa hubungan ”V =IR” bukanlah merupakan sebuah pernyataan hukum Ohm. Sebuah penghantar menuruti hukum ini hanya jika pada beda potensial dan kuat arusnya sebanding. Hukum ohm adalah sebuah sifat spesifik dari bahan-bahan tertentu dan bukan merupakan suatu hukum umum mengenai keelektromagnetan. Hukum Ohm merupakan hukum dasar dalam rangkaian elektronik. Hukum Ohm menjelaskan hubungan antara tegangan, kuat arus dan hambatan listrik dalam rangkaian. Besarnya tegangan listrik dalam sebuah rangkaian sebanding dengan kuat arus listrik. Pernyataan ini di kenal sebagai hukum Ohm. Hal ini menyatakan bahwa tegangan listrik dalam rangkaian akan bertambah jika arus yang mengalir dalam rangkaian bertambah. Hubungan antara V dan I pertama kali ditemukan oleh seorang guru Fisika berasal dari Jerman yang bernama George Simon Ohm. Dan lebih dikenal sebagai hukum Ohm yang berbunyi “Besar kuat arus listrik dalam suatu penghantar berbanding langsung dengan beda potensial (V) antara ujung-ujung penghantar asalkan suhu penghantar tetap.”. Hasil bagi antara beda potensial (V) dengan kuat arus (I) dinamakan hambatan listrik atau resistansi (R) dengan satuan ohm. 3 Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Konduktor bisa berupa logam, gas, atau larutan, sedangkan pembawa muatannya sendiri tergantung pada jenis konduktor, yaitu pada: 1. Logam, pembawa muatannya adalah elektron-elektron. 2. Gas, pembawa muatannya adalah ion positif dan electron. 3. Larutan, pembawa muatannya adalah ion positif dan ion negatif.



2



Makmuri. Skripsi : “Penerapan Authentic Assessment pada Materi Hukum Ohm Siswa Kelas IX MTS Al Islam Limpung Batang Tahun 2014-2015.” (Semarang : 2015) Hal. 23-24 3 Rachmi Musta’adah. Skripsi : “Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Beljar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”. (Semarang : 2012) Hal. 31-32



Kuat arus listrik adalah jumlah total muatan yang mengalir melalui suatu penampang persatuan waktu pada suatu titik. Jika dalam waktu t mengalir muatan listrik sebesar Q, maka kuat arus listrik I adalah: Q (4) I t Keterangan: I : kuat arus listrik ( coulomb/ sekon = ampere = A) Q : muatan listrik (coulomb) A t : waktu (sekon) Arus listrik dapat terjadi karena muatan positif yang bergerak ataupun karena muatan negatif yang bergerak. Arah arus listrik adalah arah aliran muatan positif. Jika muatan yang bergerak adalah muatan negatif seperti elektron dalam logam misalnya, maka arah arus listrik berlawanan dengan arah aliran elektron. Arus listrik mengalir karena adanya beda potensial antara dua titik pada suatu rangkaian tertutup. Beda potensial yaitu selisih potensial antara dua terminal (ujung) rangkaian listrik. Arah arus listrik adalah dari titik berpotensial listrik tinggi ke titik berpotensial listrik rendah. Alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah amperemeter. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur beda potensial listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah voltmeter. 4 Hambatan/resistansi merupakan karakteristik umum dari suatu rangkaian. Berikut akan dijelaskan secara lebih detail karakteristik hambatan komponen-komponen dalam rangkaian listrik Hambatan jenis yaitu kecenderungan suatu bahan untuk melawan aliran arus listrik, dengan symbol ρ (rho). Hambatan jenis adalah sifat dari suatu material pada suhu tertentu, yang menunjukkan besar hambatan tiap satuan panjang. Secara matematis dirumuskan : (5) P  R.A / 1 Keterangan : R : hambatan (Ω) A : Luas penampang penghantar (m2) l : panjang penghantar (m) ρ : hambatan jenis (Ωm) Hambatan jenis juga dipengaruhi oleh suatu penghantar tersebut. Akibatnya, hambatan suatu penghantar juga tergantung suhu. Satuan dari hambatan adalah ohm dan diberi simbol (Ω). 5 Multimeter adalah alat pengukur listrik yang juga sering disebut sebagai VOM (Volt Ohm Meter), dapat digunakan untuk mengukur tegangan (Voltmeter), hambatan (Ohmmeter) maupun arus (Amperemeter). Terdapat dua jenis multimeter, yaitu multimeter non elektronis dan multimeter elektronis. 1. Multimeter Non Elektronis Multimeter jenis non elektronik biasanya disebut juga AVO-meter, VOM (Volt-Ohm-Meter), Multitester, atau Circuit Tester. Pada dasarnya alat ini merupakan gabungan dari alat ukur searah, tegangan searah, resistansi, dan tegangan bolak-balik. 4



Dianradika Prasti, Vicky Bin Djusmin. “Aplikasi Menghitung Nilai Hambatan Resistor (Studi Kasus pada Mata Kuliah Elektronika)”. Jurnal Ilmiah d’ComPutarE Volume 2. Juni 2012. 5 Diana Rahmawati DKK. “Modul Praktikum Pengukuran Besaran Listrik”. (Madura : 2017) Hal. 2-4



2. Multimeter Elektronis Alat ini mempunyai fungsi seperti multimeter non elektronis. Adanya rangkaian elektronis menyebabkan alat ini mempunyai beberapa kelebihan. Multimeter dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu multimeter analog dan digital. Multimeter analog menggunakan peraga jarum moving coil dan besaran ukur berdasarkan arus (elektronis dan non elektronis). Sedangkan multimeter digital menggunakan peraga bilangan digital dan besaran ukur berdasarkan tegangan yang dikonversi ke sinyal digital. 6 Voltmeter adalah alat ukur tegangan listrik. Voltmeter sering dicirikan dengan simbol V pada setiap rangkaian listrik. Voltmeter harus dipasang paralel dengan ujungujung hambatan yang akan diukur beda potensialnya. Satuan beda potensial listrik dalam satuan SI adalah volt atau diberi simbol V. Voltmeter mempunyai hambatan sehingga dengan disisipkannya voltmeter tersebut menyebabkan arus listrik yang melewati hambatan R sedikit berkurang. Idealnya, suatu voltmeter harus memiliki hambatan yang sangat besar agar berkurangnya arus listrik yang melewati hambatan R juga sangat kecil. Komponen dasar suatu voltmeter adalah galvanometer. Galvanometer mempunyai hambatan yang sering disebut sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg. Voltmeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum. Dalam kenyataannya sering kita harus mengukur tegangan listrik yang nilai tegangannya jauh lebih besar dari batas ukur maksimumnya. Susunan suatu voltmeter dengan menggunakan galvanometer jika dipakai untuk mengukur tegangan yang lebih besar dari batas ukurnya maka harus dipasang suatu hambatan seri RS terhadap galvanometer (sebagai voltmeter). Jika tegangan yang akan diukur V  nVg maka arus yang melalui hambatan pada galvanometer adalah Ig Yang sama. Besar hambatan Rs yang harus dipasang adalah : nVg  Vs  Vg



(6)



Karena arus sama besar maka: nRg  Rs  Rg atau RS g  n  1Rg



(7)



Keterangan : Rs = hambatan seri Rg = hambatan dalam galvanometer (voltmeter). Amperemeter adalah alat ukur arus listrik. Amperemeter sering dicirikan dengan simbol A pada setiap rangkaian listrik. Satuan arus listrik dalam satuan SI adalah ampere atau diberi simbol A. Amperemeter harus dipasang seri dalam suatu rangkaian, arus listrik yang melewati hambatan R adalah sama dengan arus listrik yang melewati amperemeter tersebut. Idealnya, suatu amperemeter harus memiliki hambatan yang sangat kecil agar berkurangnya arus listrik dalam rangkaian juga sangat kecil. Komponen dasar suatu amperemeter adalah galvanometer, yaitu suatu alat yang dapat mendeteksi arus kecil yang melaluinya. Galvanometer mempunyai hambatan yang sering disebut sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg. Amperemeter mempunyai skala penuh atau batas ukur maksimum. Dalam kenyataannya kita harus mengukur arus listrik yang nilai arusnya jauh lebih besar dari batas ukur maksimumnya. Susunan suatu amperemeter dengan menggunakan galvanometer jika dipakai untuk mengukur arus yang lebih besar dari batas ukurnya maka harus dipasang suatu hambatan paralel terhadap galvano-meter (sebagai amperemeter). 6



Masdiana Sinambela dan Sondang R Manurung. “Perangkat Pembelajaran IPA Berbentuk LKS Berbasis Laboratorium”. Jurnal Inpafi 6 (1) (2018). Hal. 84-85



Jika arus yang akan diukur I = nIg maka arus yang melalui hambatan pada galvanometer adalah Ig, sedang arus melalui hambatan yang dipasang paralel adalah (n – 1) Ig. Dengan menggunakan Hukum I Kirchhoff maka diperoleh: (8) I  I g n  1I g Pada hubungan paralel maka beda potensial sama, maka: I g .Rg  n  1I g .R p



(9)



Sehingga:



Rp 



Rg



n  1



(10)



Keterangan : Rp adalah hambatan parallel. Rg adalah hambatan dalam galvanometer (amperemeter). Galvanometer adalah alat pengukur kuat arus yang sangat lemah. Cara kerjanya sama dengan Amperemeter, Voltmeter, dan ohmmeter . Galvanometer itu merupakan alat ukur listrik yang digunakn untuk mengukur kuat arus dan beda potensial listrik yang relatif kecil. Galvanometer tidak dapat digunakan untuk mengukur kuat arus maupun beda potensial listrik yang relatif besar, karena komponen-komponen internalnya yang tidak mendukung . Galvanometer bisa digunakan untuk mengukur kuat arus maupun beda potensial listrik yang besar, jika pada galvanometer tersebut dipasang hambatan eksternal. D. LANGKAH KERJA Kuat Arus Tetap 1. Memasang rangkaian listrik seperti gambar (seri dan paralel) diatas dan memberitahu kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber teganagan. 2. Setelah diperiksa, mengatur saklar dalm posisi terhubung (ON). 3. Mengatur potensio pada catu daya sehingga amperemeter menunjukan pada angka tertentu ( I1) mencatat penujukan pada Amperemeter dan voltmeter serta besarnya resistor yang digunakan. 4. Mengulang langkah 2-3 dengan mengganti resistor. 5. Dengan mengubah nilai arus, melakukan langkah 2-4. 6. Mengulang hingga 7 variasi arus. Hambatan Tetap 1. Memasang rangkaian listrik seperti gambar diatas (seri dan paralel) dan memberitahu kepada Assisten lebih dahulu untuk diperiksa sebelum rangkaian tersebut dihubungkan dengan sumber tegangan. 2. Setelah diperiksa, mengatur saklar dalam posisi terhubung (ON). 3. Mengatur ujung Voltmeter pada hambatan dengan nilai tertentu (R1) dan mencatat besarnya arus dan tegangan. 4. Pada resistor yang sama, melakukan 7 variasi nilai tegangan dan mencatat besar tegangan dan arus yang diperoleh. 5. Mengulang langkah 2-4 dengan mengganti resistor (R2). 6. Mengulang hingga 3 variasi hambatan.



E. PERTANYAAN AWAL 1. Gambarkanlah grafik arus versus tegangan (I vs V)! Jawab: Akan dijawab pada pertanyaan akhir F. DATA PERCOBAAN R1 = 220 Ω R2 = 1000 Ω Hasil pengukuran menggunakan multimeter Rangkaian Seri VSumber (Volt) ISeri (mA) VR1 (Volt) 3,362 2,72 0,579 3,362 2,73 0,579 3,361 2,73 0,579 3,360 2,72 0,578 3,362 2,73 0,579 VSumber (Volt) 6,58 6,58 6,60 6,58 6,59



ISeri (mA) 5,39 5,39 5,39 5,37 5,40



Rangkaian Paralel VSumber (Volt) ISeri (mA) 3,382 18,38 3,382 18,38 3,380 18,39 3,381 18,40 3,382 18,38 VSumber (Volt) 6,50 6,50 6,49 6,49 6,49



ISeri (mA) 36,35 36,44 35,43 36,44 36,45



VR2 (Volt) 2,694 2,694 2,694 2,695 2,695



VR1 (Volt) 1,167 1,167 1,167 1,168 1,167



VR2 (Volt) 5,38 5,39 5,39 5,40 5,40



IR1 (mA) 15,67 15,67 15,67 15,65 15,66



IR2 (mA) 3,20 3,18 3,20 3,15 3,15



IR1 (mA) 30,16 30,14 30,15 30,16 30,14



IR2 (mA) 6,40 6,39 6,38 6,38 6,40



G. PENGOLAHAN DATA DATA MAJEMUK a) Tegangan pada Rangkaian Seri Tegangan Pada Saat R=220 Ω Saat Vs = 3,362 Volt dan I= 2,72×10-3 Saat Vs = 3,362 Volt dan I= 2,73×10-3 A A Perc. 1 2 Σ



VR2 0,335 7,258 7,593



VR 0,579 2,694 3,273



 VR n 3,273  2  1,637 Volt



VR2 0,335 7,258 7,593



VR 0,579 2,694 3,273



 VR n 3,273  2  1,637 Volt



VR 







Perc. 1 2 Σ



VR 











1 n  VR 2   VR  VR  n n 1







1 n  VR 2   VR  VR  n n 1



2



2



1 27,593  3,273 1 27,593  3,273  2 2 1 2 2 1  1,058 Volt  1,058 Volt VR VR Ksr   100% Ksr   100% VR VR 1,058 1,058   100%   100% 1,637 1,637  64,630%(2 AP)  64,630%(2 AP) VR  VR  VR  VR  VR  VR   1,6  1,1 Volt  1,6  1,1 Volt -3 Saat Vs = 3,361 Volt dan I= 2,73×10 Saat Vs = 3,360 Volt dan I= 2,72×10-3 A A 2



2







Perc. 1 2 Σ



 VR n 3,273  2  1,637 Volt



VR 



VR 0,579 2,694 3,273



VR2 0,335 7,258 7,593



Perc. 1 2 Σ



 VR n 3,273  2  1,637 Volt



VR 



VR 0,578 2,695 3,273



VR2 0,334 7,263 7,597















1 n  VR 2   VR  VR  n n 1







1 n  VR 2   VR  VR  n n 1



2



2



1 27,593  3,273 1 27,597   3,273  2 2 1 2 2 1  1,058 Volt  1,058 Volt VR VR Ksr   100% Ksr   100% VR VR 1,058 1,058   100%   100% 1,637 1,637  64,630%(2 AP)  64,630%(2 AP) VR  VR  VR  VR  VR  VR   1,6  1,1 Volt  1,6  1,1 Volt -3 Saat Vs = 3,362 Volt dan I= 2,73×10 A 2



2







Perc. 1 2 Σ



VR2 0,335 7,263 7,598



VR 0,579 2,695 3,274



 VR n 3,274  2  1,637 Volt



VR 











1 n  VR 2   VR  VR  n n 1



2



1 27,598  3,274  2 2 1  1,058 Volt VR Ksr   100% VR 1,058   100% 1,637  64,630%(2 AP) VR  VR  VR   1,6  1,1 Volt



2







Tegangan Pada Saat R=1000 Ω Saat Vs = 6,58 Volt dan I= 5,39×10-3 A Saat Vs = 6,58 Volt dan I= 5,39×10-3A Perc. 1 2 Σ



VR2 1,362 28,944 30,306



VR 1,167 5,38 6,547



 VR n 6,547  2  3,274 Volt







VR 







1 n  VR 2   VR  n n 1



2



VR 



1 230,306   6,547   2 2 1  2,106 Volt VR Ksr   100% VR 2,106   100% 3,274  64,325%(2 AP) VR  VR  VR   3,3  2,1 Volt Saat Vs = 6,60 Volt dan I= 5,39×10-3A 2



Perc. 1 2 Σ



VR2 1,362 29,052 30,414



VR 1,167 5,39 6,557



 VR n 6,557  2  3,279 Volt















1 n  VR 2   VR  n n 1



2



1 230,414   6,557   2 2 1  2,112 Volt VR Ksr   100% VR 2,112   100% 3,279  64,410%(2 AP) VR  VR  VR   3,3  2,1 Volt Saat Vs = 6,58 Volt dan I= 5,37×10-3A 2



Perc. 1 2 Σ



VR2 1,364 29,16 30,524



VR 1,168 5,40 6,568



 VR n 6,568  2  3,284 Volt



VR 



VR 



VR2 1,362 29,052 30,414



VR 1,167 5,39 6,557



 VR n 6,557  2  3,279 Volt



VR 



VR 



Perc. 1 2 Σ



VR 







1 n  VR 2   VR  n n 1



2



VR 



1 230,414   6,557   2 2 1  2,112 Volt



2











1 n  VR 2   VR  n n 1



2



1 230,524   6,568  2 2 1  2,116 Volt



2



VR  100% VR 2,112   100% 3,279  64,410%(2 AP) VR  VR  VR   3,3  2,1 Volt Saat Vs = 6,59 Volt dan I= 5,40×10-3A Ksr 



Perc. 1 2 Σ



VR2 1,362 29,16 30,522



VR 1,167 5,40 6,567



 VR n 6,567  2  3,284 Volt



VR 



VR 











1 n  VR 2   VR  n n 1



2



1 230,522   6,567  2 2 1  2,117 Volt VR Ksr   100% VR 2,117   100% 3,284  64,464%(2 AP) VR  VR  VR   3,3  2,1 Volt



2







VR  100% VR 2,116   100% 3,284  64,434%(2 AP) VR  VR  VR   3,3  2,1 Volt Ksr 



b) Arus Listrik pada Rangkaian Paralel Tegangan Pada Saat R=220 Ω Saat Vp = 3,382 Volt dan I= 18,38×10-3 Saat Vp = 3,382 Volt dan I= 18,38×10-3 A A Perc. 1 2 Σ



IR 15,67×10-3 3,20×10-3 18,87×10-3



 IR n 18,87  10 3  2  0,009 A



IR2 245,549×10-6 10,24×10-6 255,789×10-6



Perc. 1 2 Σ



 IR n 18,85  10 3  2  0,009 A



IR 



IR 







IR2 245,549×10-6 10,112×10-6 255,661×10-6



IR 







1 n  IR 2   IR  n n 1







2



 



1 2 255,789 10 6  18,87 10 3 2 2 1  0,006 A IR Ksr   100% IR 0,006   100% 0,009 



IR 15,67×10-3 3,18×10-3 18,85×10-3



IR 







2



 66,667%(2 AP) IR  IR  IR 











1 n  IR 2   IR  n n 1







2



 



1 2 255,66110 6  18,85  10 3 2 2 1  0,006 A IR Ksr   100% IR 0,006   100% 0,009 







2



 66,667%(2 AP) IR  IR  IR 



 0,9  0,6  10 2 A  0,9  0,6  10 2 A Saat Vp = 3,380 Volt dan I= 18,39×10-3 Saat Vp = 3,381 Volt dan I= 18,40×10-3 A A Perc. 1 2 Σ



IR 15,67×10-3 3,20×10-3 18,87×10-3



 IR n 18,87  10 3  2  0,009 A



IR2 245,549×10-6 10,24×10-6 255,789×10-6



Perc. 1 2 Σ



 IR n 18,80  10 3  2  0,009 A



IR 



IR 







IR2 244,923×10-6 9,923×10-6 254,846×10-6



IR 







1 n  IR 2   IR  n n 1







IR 15,65×10-3 3,15×10-3 18,80×10-3



2



 



1 2 255,789 10 6  18,78 10 3  2 2 1  0,006 A



IR 







2











1 n  IR 2   IR  n n 1







2



 



1 2 254,846 10 6  18,80 10 3  2 2 1  0,006 A







2



IR  100% IR 0,006   100% 0,009  66,667%(2 AP) IR  IR  IR 



IR  100% IR 0,006   100% 0,009  66,667%(2 AP) IR  IR  IR 



Ksr 



Ksr 



 0,9  0,6  10 2 A



 0,9  0,6  10 2 A



Saat Vp = 3,382 Volt dan I= 18,38×10-3 A Perc. 1 2 Σ



IR 15,66×10-3 3,15×10-3 18,81×10-3



 IR n 18,81 10 3  2  0,009 A



IR2 245,236×10-6 9,923×10-6 255,159×10-6



IR 











1 n  IR 2   IR  IR  n n 1







2



 



1 2 255,159 10 6  18,8110 3  2 2 1  0,006 A IR Ksr   100% IR 0,006   100% 0,009



 66,667%(2 AP) IR  IR  IR   0,9  0,6  10 2 A







2



Tegangan Pada Saat R=1000 Ω Saat Vp = 6,50 Volt dan I= 36,35×10-3 Saat Vp = 6,50 Volt dan I= 36,44×10-3 A A Perc. 1 2 Σ



IR 30,16×10-3 6,40×10-3 36,56×10-3



 IR n 36,56  10 3  2  0,018 A



IR2 909,626×10-6 40,96×10-6 950,586×10-6



Perc. 1 2 Σ



 IR n 36,53  10 3  2  0,018 A



IR 



IR 







IR2 908,420×10-6 40,832×10-6 949,252×10-6



IR 







1 n  IR 2   IR  n n 1







2



 



1 2 950,586 10 6  36,56 10 3 2 2 1  0,012 A IR Ksr   100% IR 0,012   100% 0,018 



IR 30,14×10-3 6,39×10-3 36,53×10-3



IR 







2



 66,667%(2 AP) IR  IR  IR 











1 n  IR 2   IR  n n 1







2



 



1 2 949,252 10 6  36,53 10 3 2 2 1  0,012 A IR Ksr   100% IR 0,012   100% 0,018 







2



 66,667%(2 AP) IR  IR  IR 



 1,8  1,2  10  2 A  1,8  1,2  10  2 A Saat Vp = 6,49 Volt dan I= 35,43×10-3 Saat Vp = 6,49 Volt dan I= 36,44×10-3 A A Perc. 1 2 Σ



IR 30,15×10-3 6,38×10-3 36,53×10-3



 IR n 36,53  10 3  2  0,018 A



IR2 909,023×10-6 40,704×10-6 949,727×10-6



Perc. 1 2 Σ



 IR n 36,54  10 3  2  0,018 A



IR 



IR 







IR2 909,626×10-6 40,704×10-6 950,330×10-6



IR 







1 n  IR 2   IR  n n 1







IR 30,16×10-3 6,38×10-3 36,54×10-3



2



 



1 2 949,727 10 6  36,53 10 3  2 2 1  0,012 A



IR 







2











1 n  IR 2   IR  n n 1







2



 



1 2 950,330 10 6  36,54 10 3  2 2 1  0,012 A







2



IR  100% IR 0,012   100% 0,018  66,667%(2 AP) IR  IR  IR 



IR  100% IR 0,012   100% 0,018  66,667%(2 AP) IR  IR  IR 



Ksr 



Ksr 



 1,8  1,2  10  2 A



 1,8  1,2  10  2 A



Saat Vp = 6,49 Volt dan I= 36,45×10-3 A Perc. 1 2 Σ



IR 30,14×10-3 6,40×10-3 36,54×10-3



 IR n 36,54  10 3  2  0,018 A



IR2 908,420×10-6 40,96×10-6 949,380×10-6



IR 











1 n  IR 2   IR  IR  n n 1







2



 



1 2 949,380 10 6  36,54 10 3  2 2 1  0,012 A IR Ksr   100% IR 0,012   100% 0,018



 66,667%(2 AP) IR  IR  IR   1,8  1,2  10  2 A







2



H. PERHITUNGAN DAN GRAFIK I Terhadap V Pada Rangkaian Seri a) I Terhadap V Pada Saat R=220 Ω No



X (V)



X2 (V2)



Y (I)



XY



1.



1,6365



2,67813225



0,00272



0,00445128



2.



1,6365



2,67813225



0,00273



0,004467645



3.



1,6365



2,67813225



0,00273



0,004467645



4.



1,6365



2,67813225



0,00272



0,00445128



5.



1,637



2,679769



0,00273



0,00446901







6,835



13,3922298



0,01363



0,02230686



 y   x 2   x   xy n  x 2  ( x) 2 0,01363 13,392298  8,183  0,02230686  5 13,392298  (8,183) 2 0,1825370217  0,1825370354  66,96149  66,961489  0,0000000137  0,000001  0,0137 n  xy   x  y b n  x 2  ( x) 2 5  0,02230686  8,183  0,01363  5 13,392298  (8,183) 2 0,1115343  0,11153429  0,000001 0,0000001  0,000001  0,1 a



y  ax  b  0,0137 x  0,1



X



Y=(-0,0137x+0,1)



1,6365



0,07757995



1,6365



0,07757995



1,6365



0,07757995



1,6365



0,07757995



1,637



0,0775731



Grafik



b) I Terhadap V Pada Saat R=220 Ω No 1.



X (V)



X2 (V2)



Y (I)



3,274



10,719076



0,00539



XY 0,01764686



2.



3,279



10,751841



0,00539



0,01767381



3.



3,279



10,751841



0,00539



0,01767381



4.



3,284



10,784656



0,00537



0,01763508



5.



3,284



10,784656



0,0054



0,0177336







16,4



53,79207



0,0269



0,08836316



 y   x 2   x   xy a n  x 2  ( x) 2 0,0269  53,79207  16,4  0,08836316  5  53,79207  (16,4) 2 1,447006683  1,449155824  268,96035  268,96  0,002149141  0,00035  6,1404



n  xy   x  y n  x 2  ( x) 2 5  0,08836316  16,4  0,0269  5  53,79207  (16,4) 2 0,4418158  0,44116  0,00035 0,0006558  0,00035  1,8737



b



y  ax  b  6,1404, x  1,8737



Grafik



X



Y=(-6,1404x+1,8737)



3,274



-18,2299



3,279



-18,2607



3,279



-18,2607



3,284



-18,2914



3,284



-18,2914



I Terhadap V Pada Rangkaian Paralel a) I Terhadap V Pada Saat R=220 Ω X (V) X2 (V2) No



Y (I)



1.



3,382



11,437924



0,009435



XY 0,030438



2.



3,382



11,437924



0,009425



0,030438



3.



3,380



11,4244



0,009435



0,03042



4.



3,381



11,431161



0,0094



0,030429



5.



3,382



11,437924



0,009405



0,030438







16,907



57,169333



0,0471



0,152163



 y   x 2   x   xy n  x 2  ( x) 2 0,0471  57,169333  16,907  0,152163  5  57,169333  (16,907) 2 2,692675584  2,572619841  285,846665  285,846649 0,120055743  0,000016  7503,4839



a



n  xy   x  y n  x 2  ( x) 2 5  0,152163  16,907  0,0471  5  57,169333  (16,907) 2 0,76,0815  0,7963197  0,000016  0,0355047  0,000016  2219,04375



b



y  ax  b  7503,48396 x  219,04375 X



Y= (7503,48396x - 2219,04375)



3,382



23157,73900272



3,382



23157,73900272



3,380



23142,7320348



3,381



23150,23551876



3,382



23157,73900272



Grafik



b) I Terhadap V Pada Saat R=1000 Ω No X (V) X2 (V2)



XY



1.



6,50



42,25



0,01828



0,1182



2.



6,50



42,25



0,018265



0,1187225



3.



6,49



42,1201



0,017715



0,1187225



4.



6,49



42,1201



0,01822



0,1182478



5.



6,49



42,1201



0,018225



0,11828025







32,47



210,8603



0,090705



0,5884209



 y   x 2   x   xy n  x 2  ( x) 2 0,090705  210,8603  32,47  0,5884209  5  210,8603  (32,47) 2 19,12608351  19,10602662  1054,3015  1054,3009 0,02005689  0,0006  33,42815



a



Y (I)



n  xy   x  y n  x 2  (  x) 2 5  0,5884209  32,47  0,090705  5  210,8603  (32,47) 2 2,94221045  2,94519135  0,000001  0,00308685  0,0006  5,14475



b



y  ax  b  33,42815 x  5,14475 X



Grafik



Y= (33,42815x - 5,14475)



6,50



212,138225



6,50



212,138225



6,49



211,8039435



6,49



211,8039435



6,49



211,8039435



I. ANALISIS Hukum Ohm adalah suatu pernyataan bahwa besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya. Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinya tidak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya. Walaupun pernyataan ini tidak selalu berlaku untuk semua jenis penghantar, namun istilah "hukum" tetap digunakan dengan alasan sejarah. Secara matematis hukum ohm digambarkan dengan persamaan: V = IR Ket: V= Tegangan (Volt) I= Arus Listrik (Ampere) R= Hambatan/resistor (Ω) Amperemeter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik. Pemakaian alat ukur ini dihubungkan ke dalam rangkaian, sehingga terhubung seri dengan komponen yang akan dihitung kuat arusnya. Voltmeter merupakan alat ukur beda potensial antara dua titik. Pemakaian voltmeter dipasang secara paralel dengan komponen yang akan diukur beda potensialnya. Dalam percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan besar nilai resistor yang digunaka, yaitu menggunakan 2 resistor yang berbeda yaitu R1 sebesar 220 Ω dan R2 sebesar 1000 Ω. Setelah menghitung besar resistor, selanjutnya mengambil data kuat arus tetap dengan memasang rangkaian listrik secara seri dan paralel dan dihubungkan ke sumber tegangan. Kemudian mengatur saklar dalam posisi terhubung (On), mengatur potensi sehingga amperemeter menunjukan pada angka tertentu (I), selanjutnya mencatat angka yang tertera pada amperemeter dan voltmeter serta besar resistornya. Untuk mengambil data hambatan tetap, langkah yang harus dilakukan adalah memasang rangkaian secara seri dan paralel kemudian menghubungkannya ke sumber tegangan, mengarue skalar dalam posisi On, mengatur ujung voltmeter pada hambatan dengan nilai tertentu (R) dan mencatat besarnya arus dan tegangan. Berdasarkan perhitungan dari data, didapatkan: a) Pada rangkaian seri saat 220 Ω Berturut-turut didapatkan nilai arus dan tegangan sebesar 1,6365 V dan 0,00272 A, 1,6365 V dan 0,00273 A, 1,6365 V dan 0,00273 A, 1,6365 V dan 0,00272 A, serta 1,637 V dan 0,00273 A. Sedangkan pada rangkaian seri saat 1000 Ω berturut-turut didapatkan nilai



arus dan tegangan sebesar 3,274 V dan 0,00539 A, 3,279 V dan 0,00539 A, 3,279 V dan 0,00539 A, 3,284 V dan 0,00537 A, serta 3,284 V dan 0,0054 A. b) Pada rangkaian paralel saat 220 Ω Berturut-turur didapatkan nilai tegangan dan arus sebesar 3,382 V dan 0,009435 A, 3,382 V dan 0,009425 A, 3,380 V dan 0,009435 A, 3,381 V dan 0,0094 A serta 3,382 V dan 0,009405 A. Sedangkan pada rangkaian paralel saat 1000 Ω berturut-turur didapatkan nilai tegangan dan arus sebesar 6,50 V dan 0,01828 A, 6,50V dan 0,1187225 A, 6,49 V dan 0,017715 A, 6,49 V dan 0,01822 A serta 6,49 V dan 0,018225 A. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat perbedaan antara rangkaian seri dengan paralel. Pada rangkaian seri nilai arus akan sama untuk masing-masing resistor, sedangkan tegangan berbeda yang mana nilainya tergantung nilai resistansi dan resistornya. Pada rangkaian paralel nilai tegangan akan bernilai tetap pada masing-masing resistor, sedangkan nilai arus yang diperoleh berbeda pada masing-masing resistor. Dari data tersebut juga dapat membuktikan bahwa semakin besar tegangan yang digunakan, maka semakin besar pula arusnya. Hal tersebut sesuai dengan Hukum ohm yang menjelaskan hubungan antara tegangan listrik dengan kuat arus listrik akan selalu berbanding lurus. Perbandingan beda potensial dan kuat arus listrik selalu tetap. Semakin besar beda potensial semakin besar juga kuat arus yang mengalir. Berdasarkan perhitungan menggunakan metode least square, pada rangkaian seri baik saat 220Ω dan 1000Ω didapatkan grafik yang cenderung menurun. Hal tersebut dikarenakan kurang telitinya dalam praktikum dan dalam melakukan perhitungan. Sedangkan, pada rangkaian paralel baik saat 220Ω dan 1000Ω didapatkan grafik yang cenderung naik. Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan grafik pada metode least square. J. PERTANYAAN AKHIR 1. Gambarkanlah grafik arus versus tegangan (I vs V)! Jawab: a. Pada rangkaian seri R = 220Ω



b. Pada rangkaian seri R = 1000Ω



c. Pada rangkaian parallel R = 220Ω



d. Pada rangkaian parallel R = 1000Ω



K. KESIMPULAN 1. Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm. 2. Hukum Ohm yang berbunyi “besar arus listrik yang mengalir melalui sebuah penghantar selalu berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan kepadanya”. 3. Sebuah benda penghantar dikatakan mematuhi hukum Ohm apabila nilai resistansinya tidak bergantung terhadap besar dan polaritas beda potensial yang dikenakan kepadanya. 4. Sifat-sifat Rangkaian Seri yaitu, arus yang mengalir pada masing beban adalah sama. Tegangan sumber akan dibagi dengan jumlah tahanan seri jika besar tahanan sama. Jumlah penurunan tegangan dalam rangkaian seri dari masing-masing tahanan seri adalah sama dengan tegangan total sumber tegangan. Banyak beban listrik yang dihubungkan dalam rangkaian seri, tahanan total rangkaian menyebabkan naiknya penurunan arus yang mengalir dalam rangkaian. Arus yang mengalir tergantung pada jumlah besar tahanan beban dalam rangkaian. Serta, jika salah satu beban atau bagian dari rangkaian tidak terhubung atau putus, aliran arus terhenti. 5. Sifat-sifat rangkaian paralel yaitu, tegangan pada masing-masing beban listrik sama dengan tegangan sumber. Masing-masing cabang dalam rangkaian parallel adalah rangkaian individu. Arus masing-masing cabang adalah tergantung besar tahanan cabang. Sebagaian besar tahanan dirangkai dalam rangkaian parallel, tahanan total rangkaian mengecil, oleh karena itu arus total lebih besar. (Tahanan total dari rangkaian parallel adalah lebih kecil dari tahanan yang terkecil dalam rangkaian.). Jika terjadi salah satu cabang tahanan parallel terputus, arus akan terputus hanya pada rangkaian tahanan tersebut. Rangkaian cabang yang lain tetap bekerja tanpa terganggu oleh rangkaian cabang yang terputus tersebut. 6. Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik. Pergerakan muatan ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Sedangkan kuat arus listrik adalah jumlah total muatan yang mengalir melalui suatu penampang persatuan waktu pada suatu titik. 7. Arus listrik dapat terjadi karena muatan positif yang bergerak ataupun karena muatan negatif yang bergerak. Arus listrik mengalir karena adanya beda potensial antara dua titik pada suatu rangkaian tertutup. Alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah amperemeter. 8. Beda potensial yaitu selisih potensial antara dua terminal (ujung) rangkaian listrik. Alat yang digunakan untuk mengukur beda potensial listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah voltmeter.



L. DAFTAR PUSTAKA Tim Dosen Fisika Dasar. “Panduan Praktikum Fisika Dasar II”, (Jakarta: UNJ. 2014). Hal. 59-64 Makmuri. 2015. “Penerapan Authentic Assessment pada Materi Hukum Ohm Siswa Kelas IX MTS Al Islam Limpung Batang Tahun 2014-2015.” Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Fisika. Universitas Islam Negeri Walisongo. Semarang. Musta’adah, Rachmi. 2012. “Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Beljar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pendidikan Fisika. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Prasti, Dianradika. “Aplikasi Menghitung Nilai Hambatan Resistor (Studi Kasus pada Mata Kuliah Elektronika)”. Jurnal Ilmiah d’ComPutarE Volume 2. Juni 2012. Rahmawati, Diana dkk. “Modul Praktikum Pengukuran Besaran Listrik”. (Madura : 2017) Hal. 2-4 Sinambela, Masdiana dan Sondang R Manurung. “Perangkat Pembelajaran IPA Berbentuk LKS Berbasis Laboratorium”. Jurnal Inpafi 6 (1) (2018). Hal. 84-85