Laporan Praktikum Uji Disolusi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA “Uji Disolusi”



Disusun Oleh : Rizky Nasikha Adinda Citra A Ari Dewiyanti



11161020000031 11161020000076 111610200000834



Khairin Nisa



11161020000089



Siti Istiqlalia



11161020000092



Vicka Hendryan



11161020000093



Kelompok 4D



PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA OKTOBER/2019



KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-NYA, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Biofarmasetika Dan Farmakokinetika mengenai Uji Disolusi. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen mata kuliah Praktikum Biofarmasetika Dan Farmakokinetika yang telah memberikan panduan dan arahan praktikum pada praktikan, serta tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak atas bantuan yang telah diberikan serta kontribusi dalam menyumbangkan waktu dan pikirannya. Harapan kami sebagai penyusun makalah, semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Oleh karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, sehingga dalam penyusunannya masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.



Ciputat, 8 Oktober 2019



1



DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1 BAB I .................................................................................................................................. 3 1.1.



Latar Belakang .................................................................................................. 3



Tujuan ................................................................................................................................ 4 BAB II ................................................................................................................................ 5 2.1. Definisi Disolusi ...................................................................................................... 5 2.2.



Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi .............................................. 7



A.



Metode Uji Disolusi ............................................................................................... 9



B.



Alat uji disolusi .................................................................................................... 10 C.



Tablet ................................................................................................................ 11



D. Tablet lepas lambat (Sustained release) dan tablet lepas cepat (Immediate realease) ....................................................................................................................... 11 BAB III............................................................................................................................. 14 3.1. Alat dan Bahan..................................................................................................... 14 3.2. Prosedur Kerja ..................................................................................................... 14 BAB IV ............................................................................................................................. 16 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 16 4.1 Hasil........................................................................................................................ 16 4.1.1 Parasetamol Immediate Release (Kelompok 1) ............................................... 16 4.1.2 Parasetamol Immediate Release II (Kelompok 2 ) .......................................... 19 4.1.3 Parasetamol Sustained Release (Kelompok 3 & 4 )......................................... 23 4.2 Pembahasan ........................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 30



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat menghasillkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk mempelihara tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam. (Ansel dkk, 2005) Tablet lepas lambat dibuat dengan dasar pemikiran berbeda dengan obat lepas cepat. Pada obat lepas cepat, obat diharapkan secepatnya terlarut dalam saluran cerna sehingga diharapkan segera diabsorbsi masuk dalam sirkulasi sistemik. Namun demikian setelah mencapai kadar puncak dalam darah obat akan turun. Biasanya kadar turun setelah 2 jam obat oral diminum. Dengan demikian obat berikutnya harus segera diberikan sebelum kadarnya dalam dalam menyentuh dibawah kadar minimum efeltif. Bila waktu paruh makin kecil maka pemberian obat perharinya makin sering. (Mansur dkk,2019) Profil pelepasan merupakan salah satu bagian penting untuk menilai keberhasilan suatu formulasi sediaan, terutama untuk formulasi sediaan lepas lambat, dimana pengontrolan laju pelepasan obat merupakan fokus utamanya. Profil pelepasan juga dapat menjadi gambaran awal dalam memprediksi profil farmakokinetika obat serta berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat lepas dari sediaannya. Untuk mengetahui gambaran profil pelepasan obat di dalam tubuh, dapat dilakukan uji disolusi. Uji disolusi sangat penting dan bermanfaat untuk mengkarakterisasi kinerja produk obat, misalnya untuk mendeteksi adanya variasi dari batch ke batch di dalam formulasi suatu sediaan dan juga variasi antara sediaan dari pabrik yang satu dengan pabrik lainnya (Lachman, 1994).



3



Oleh karena itu pada praktikum kali ini dilakukan uji disolusi tablet lepas lambat (sustained release) dan tablet lepas cepat (immediate release) untuk mengetahui profil pelepasan obat tersebut serta mengetahui perbedaan disolusi tablet lepas lambat (sustained release) dan tablet lepas cepat (immediate release). Uji disolusi merupakan uji in vitro yang dapat menggambarkan profil pelepasan obat serta dapat menggambarkan profil farmakokinetika obat di dalam tubuh. (Banakar, 1992) Tujuan Tujuan praktikum ini diharapkan agar mahasiswa dapat : 1. Menjelaskan perbedaan disolusi antara tablet lepas lambat dan lepas cepat. 2. Menjelaskan pengaruh pemberian tablet lepas lambat dan lepas cepat pada kinetika obat dalam tubuh



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Disolusi Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Dalam sistem biologik pelarutanobat dalam media aqueous merupakan suatu bagian penting sebelum kondisiabsorbsi sistemik. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangatkecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam salurancerna sering mengendalikan laju absorpsi sistemik obat (Shargel, 1988). Dalam penentuan kecepatan disolusi dari bentuk sediaan padat terlibat berbagai macam proses disolusi yang melibatkan zat murni. Karakteristik sediaan, proses pembasahan sediaan, kemampuan penetrasi media disolusi kedalam sediaan, proses pengembangan, proses disintegrasi dan deagregasisediaan, merupakan sebagian dari faktor yang mempengaruhi karakteristikdisolusi obat dari sediaan (Syukri,2002). Disolusi mengacu pada proses ketika fase padat (misalnya tablet atauserbuk) masuk ke dalam fase larutan, seperti air. Intinya ketika obat melarut partikepartikel padat memisah dan molekul demi molekul bercampur dengan cairan dan tampak menjadi bagian dari cairan tersebut. Oleh karena itu disolusi obat adalah proses ketika molekul obat dibebaskan dari fase padat dan masuk ke dalam fase larutan (Sinko, 1993). Uji disolusi dan penetapan kadar zat khasiat merupakan faktor penting dalam pengendalian mutu obat. Pengujian ini dipersyaratkan pada produk farmasi yang berbentuk tablet. Uji disolusi ini pada industri farmasi merupakan informasi berharga untuk keseragaman kadar zat khasiat dalam satu produksi obat (batch), perkiraan bioavailabilitas dari zat khasiat obat dalam suatu formulasi, variabel kontrol proses dan untuk melihat pengaruh perubahan formulasi (Raini, 2010). Uji disolusi merupakan hal yang harus dilakukan untuk merancangsuatu sediaan tablet agar laju pelepasan obat dari tablet tersebut dapatdiketahui. Obat yang memiliki disolusi yang baik akan memberikan biavailabilits yang baik pula 5



sehingga semakin banyak jumlah obat yang diabsorbsi secara utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik.Laju disolusi dapat berhubungan langsung dengan kemanjuran suatu obat danmerupakan suatu karakteristik mutu yang penting dalam menilai mutu obatyang digunakan peroral untuk mendapatkan efek sistemik. Selain itu ujidisolusi merupakan salah satu parameter penting dalam pengembangan produk dan pengendalian mutu obat (Gunawi, 2011). Ketika suatu tablet atau sediaan padat masuk ke dalam saluran cerna, obat tersebut mulai bergerak dari padatan utuh ke dalam larutan. Kecuali tablet tersebut merupakan



bahan



polimerik



yang



bergandengan,



matriks



padat



juga



berdisintegrasi menjadi granul-granul. Granul-granul yang dihasilkan selanjutnya berdeagregasi menjadi partikel-partikel halus. Disentegrasi, deagregasi dan disolusi dapat dapat terjadi bersama dengan pelepasan obat dari bentuk penghantarannya. Keefektifan suatu tablet melepaskan kandungan obatnya untuk absorpsi sistemik sedikit banyak bergantung pada kecepatan disintegrasi bentuk sediaan dan deagregasi granul. Namun biasanya yang lebih berpengaruh adalah kecepatan disolusi sediaan padat tersebut. Disolusi seringkali merupakan tahap penentu atau pengendali



kecepatan



pada



absorpsi



obat



berkelarutan



disolusi kerap kali menjadi tahap paling lambatdiantara



rendah



berbagai



tahap



karena yang



terlibat dalam pelepasan obat dari bentuk sediaan dan pergerakan ke dalam sirkulasi sistemik. Kecepatan suatu padatan melarut dalam suatu pelarut dinyatakan secarakuantitatif oleh Noyes dan Whitney, kemudian diuraikan dengan persamaan :



𝑑𝑀 𝐷𝑆 = (𝐶𝑠 − 𝐶) 𝑑𝑡 ℎ𝑠 atau 𝑑𝐶 𝐷𝐶 (𝐶𝑠 − 𝐶) = 𝑑𝑡 𝑉ℎ 6



M adalah massa zat terlarut yang terlarut selama waktu t; dM/dt adalahkecepatan disolusi massa (massa/waktu); D adalah koefisien difusi zat terlarutdalam larutan; S adalah luas permukaan padatan; h adalah tebal lapisan difusi; Cs adalah kelarutan padatan (yakni konsentrasi ssenyawa dalam larutan jenuh pada permukaan padatan dan pada temperatur percobaab ); dan C adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan bulk pada waktu t. Kuantitas dC/dtadalah kecepatan disolusi dan V adalah volume larutan. Jika proses disolusi untuk suatu partikel obat tertentu adalah cepat, atau jika obat diberikan sebagai suatu larutan dan tetap ada dalam tubuh sepertiitu, laju obat yang terabsorbsi terutama akan tergantung padakesanggupannya menembus pembatas membran. Tetapi, jika laju disolusiuntuk suatu partikel obat lambat, misalnya karena karakteristik zat obat atau bentuk dosis yang diberikan, proses disolusinya sendiri akan merupakantahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Perlahan-lahan obat yanglarut tidak hanya bisa diabsorbsi pada suatu laju rendah, obat-obat tersebutmungkin tidak seluruhnya diabsorbsi atau dalam beberapa hal banyak yangtidak diabsorbsi setelah pemberian oral, karena batasan waktu alamiah bahwaobat bisa tinggal dalam lambung atau saluran usus halus (Sinko, 1993). Suatu



produk



obat



padat



mengalami



absorbsi



sistemik



melalui



suaturangkaian proses yang meliputi disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat, disolusi obat dalam media disokusi dan absorbsi melewat membran sel menuju sirkulasi sistemik. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umumnya mengalami proses absorbsi,distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkanefek. Kemudian, dengan atau tanpa biotranformasi, obat diekskresi dari dalamtubuh. Kecepatan obat mencapai sirkulasi sistemik ditentukan tahapan yang paling lambat dalam proses kinetika diatas , yang disebut rate limiting step atau tahap penentu. Laju disolusi bahan obat yang kelarutannya rendah dalam air merupakan tahap paling lambat (Nyoman, 2009). 2.2.



Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Disolusi Beberapa faktor yang mempengaruhi laju disolusi zat aktif adalah :



7



a. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia zat aktif. Sifat – sifat fisikokimia zat aktif memiliki peranan dalam pengendalian disolusinya dari bentuk sediaan. Kelarutan zat aktif dalam air diketahui sebagai salah satu dari berbagai faktor yang menentukan laju disolusi (Siregar, 2010). Faktor ini meliputi : Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju disolusi yang cepat. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju disolusi meningkat. (Shargel dan Andrew, 1988) a. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan. Faktor yang berkaitan dengan sediaan meliputi : 1) Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah, sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju disolusi. 2) Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi (Shargel dan Andrew, 1988) b. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan. Faktor yang berkaitan dengan bentuk sediaan solid yang mempengaruhi proses disolusi meliputi metode granulasi atau prosedur pembuatan, ukuran granul, interaksi zat aktif dan eksipien, pengaruh gaya kempa, pengaruh penyimpanan pada laju disolusi (Siregar, 2010). c. Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi 8



Faktor yang berkaitan dengan alat disolusi dapat menyebabkan hasil disolusi berubah – ubah dari uji ke uji pada semua teknik pengujian yang digunakan. Faktor ini meliputi : 1) Tegangan



permukaan



medium



disolusi.



Tegangan



permukaan



mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium disolusi. 2) Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil laju disolusi bahan obat. 3) pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju disolusi. Obat-obat asam lemah disolusinya kecil dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang larut (Gennaro, 2000). d. Faktor yang berkaitan dengan parameter uji Beberapa faktor parameter uji disolusi mempengaruhi karakteristik disolusi zat aktif. Faktor – faktor tersebut seperti sifat dan karakteristik media disolusi, pH, lingkungan dan suhu sekeliling telah mempengaruhi daya guna disolusi suatu zat aktif (Siregar, 2010). A. Metode Uji Disolusi Metode untuk menetapkan laju disolusi zat aktif dari sediaan menurut FI IV yakni metode basket dan metode dayung. 1. Metode basket Metode ini disebut juga metode alat 1, pada metode ini menunjukan suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antar permukaan solid-cairan yang tetap. Namun, terdapat kekurangan yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa basket, sangat



9



peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel meninggalkan basket dan mengapung dalam media dan kesulitan konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi (Siregar, 2010). 2. Metode dayung Metode ini disebut juga metode alat 2, yang pada dasarnya terdiri atas batang dan daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan dimensi tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode ini dapat mengatasi berbagai kekurangan dari alat tipe 1 dan dapat pula untuk diterapkan sistem automatisasi (Siregar, 2010).



Alat Dayung



Alat keranjang



B. Alat uji disolusi Alat untuk uji pelepasan obat menurut USP 29, NF 24 : 1. Alat uji pelepasan obat tipe keranjang (basket) 2. Alat uji pelepasan obat tipe dayung (paddle) 3. Alat uji pelepasan obat tipe reciprocating cylinder 4. Alat uji pelepasan obat tipe flow through cell 5. Alat uji pelepasan obat tipe paddle over disk 6. Alat uji pelepasan obat tipe silinder 7. Alat uji pelepasan obat tipe reciprocating holder



10



Prinsip kerja alat disolusi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Dirjen POM, 1995) : 1. Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan yang inert, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang yang berbentuk silinder dan dipanaskan dengan tangas air pada suhu 370 C 2. Alat yang digunakan adalah dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikel wadah dan berputar dengan halus. C. Tablet Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan karat) (Agoes, 2008; Ditjen POM, 1995). Tablet adalah sediaan padat kompak yang dibuat secara kompa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan yang berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, dan zat pembasah (Ditjen POM, 1979). Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan farmasetika yang sesuai (Ansel, 1989). Kriteria sediaan tablet adalah stabil secara fisika dan kimia, secara ekonomi dapat menghasilkan sediaan yang dapat menjamin agar setiap sediaan mengandung obat dalam jumlah yang benar dalam penerimaan kepada pasien (ukuran, bentuk, rasa, warna), dan untuk mendorong pasien menggunakan obat sesuai dengan aturan pemakaian obat (Agoes, 2008). D. Tablet lepas lambat (Sustained release) dan tablet lepas cepat (Immediate realease) 1. Tablet lepas lambat (Sustained release) 11



Sustained release merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, Allen & Popovich, 1999). Secara ideal, produk obat pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju orde nol (Shargel & Yu, 1999). Sediaan lepas lambat merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al., 2005). 2. Tablet lepas cepat (Immediated Release) Tablet lepas cepat adalah tablet yang dirancang untuk melepaskan obatnya segera setelah digunakan. Immediate release atau lepas cepat atau disebut juga fasting release merupakan merupakan mekanisme pelepasan obat dengan cepat, misalnya segera lepas setelah masuk ke mulut sebelum ke lambung melalui kerongkongan. Jadi langsung diabsorpsi di membrane mukosa mulut. Sediaan obat dengan sistem ini keunggulannya praktis digunakan jika bepergian, tidak memerlukan air, dan bermanfaat untuk kesulitan menelan seperti anak-anak atau lansia. Sistem ini tidak hanya untuk sediaan obat, tetapi juga digunakan untuk zat pengaroma mulut misalnya. Biasanya berupa tablet atau mikrosfer. Obat dengan sistem ini akan terhindar dari adanya efek dari first metabolism sehingga bioavailabilitas obat lebih besar dan lebih banyak yang dapat dihantar langsung ke reseptor. Dalam beberapa keadaan penyakit, bentuk sediaan obat yang ideal adalah mampu memberikan jumlah obat untuk sampai ke reseptor (tempat aksi obat) dan kemudian secara konstan dipertahankan selama waktu pengobatan yang diinginkan. Pemberian obat dalam dosis yang cukup dan frekuensi yang benar maka konsentrasi obat terapeutik steady state di plasma dapat dicapai secara cepat dan dipertahankan dengan pemberian berulang dengan bentuk sediaan konvensional peroral. Namun terdapat sejumlah keterbatasan dari bentuk sediaan konvensional peroral (Collett and Moreton, 2002).



12



Adapun keterbatasan bentuk sediaan konvensional peroral adalah: melepaskan secara cepat seluruh kandungan dosis setelah diberikan, konsentrasi obat dalam plasma dan di tempat aksi mengalami fluktuasi sehingga tidak mungkin untuk mempertahankan konsentrasi terapetik secara konstan di tempat aksi selama waktu pengobatan, fluktuasi konsentrasi obat dapat menimbulkan overdosis atau underdosis jika nilai Cmax dan Cmin melewati jendela terapetik obat. Obat dengan t1/2 pendek membutuhkan frekuensi pemberian lebih sering untuk mempertahankan konsentrasi obat dalam jendela terapeutik, dan frekuensi pemberian obat yang lebih sering dapat menyebabkan pasien lupa sehingga dapat menyebabkan kegagalan terapi (Collett and Moreton, 2002).



13



BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM



3.1. Alat dan Bahan - Labu ukur 1000 ml - Baker glass 1000 ml - Labu ukur 10 ml - Batang pengaduk - Neraca analitik - Mikro pipet - Dissolution tester tipe dayung - Spektrofotometer uv-vis - Vial - Spuit - Kertas saring - NaOH - Panadol Extend - Panadol Immediate Release 3.2. Prosedur Kerja 1. Dibuat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 5 liter dengan melarutkan 4 mg NaOH kedalam 1000 ml aquades 2. Dipanaskan larutan NaOH 0,1 N 900 ml dalam baker glass 1000 ml sebanyak 3 baker sampai suhu 37°C 3. Wadah alat uji disolusi diisi dengan larutan NaOH 0,1 N. dua chamber untuk lepas cepat dan 1 chamber untuk lepas lambat 14



4. Kedalamnya masing-masing dimasukkan tablet yang sesuai 5. Dijalankan alat disolusi 6. Pada waktu 5 menit, 10 menit, 20 menit, 30 menit, 45 menit dan 60 menit diambil cuplikan sebanyak 5 ml. 7. Volume cuplikan yang diambil tiap waktu diganti dengan larutan NaOH 0,1 N 8. Cuplikan dimasukkan kedalam vial 9. Lakukan pengenceran 100 x untuk tiap cuplikan dengan mengambil 0,1 ml cuplikan kemudian diadd dengan NaOH sampai 10 ml. 10. kemudian diukur kadarnya dengan spektrofotometer uv-vis 11. Dibuat kurva % zat terdisolusi terhadap waktu untung masing-masing tablet panadol extend dan panadol immediate release.



15



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil 4.1.1 Parasetamol Immediate Release (Kelompok 1) 1. Hasil Uji Tablet Parasetamol Immediate Release



Waktu



Konsentrasi data spektro (ppm)



Pengenceran



Konsentrasi



Faktor



asli (ppm)



koreksi (mg)



100 x 5.276



% Disolusi



94.8 % 527.6



2.638 mg



549.3



2.7465 mg



5 100 x 5.493



98.874 %



10 100 x 5.626



101.268% 562.6



2.813 mg



20 100 x 5.477



98.586 % 547.7



2.7385 mg



30 100 x 5.424



97.632 % 542.4



2.712 mg



45 100 x 5.78



104.04 % 578



2.89 mg



60



2. Perhitungan % Disolusi Tablet Parasetamol Immediate Release 16



 Menghitung konsentrasi asli Konsentrasi asli = Konsentrasi data spektro (ppm) x pengenceran Konsentrasi data



Waktu (t)



spektro (ppm)



Pengenceran



Konsentrasi asli (ppm)



5



5.276



100 x



527.6



10



5.493



100 x



549.3



20



5.626



100 x



562.6



30



5.477



100 x



547.7



45



5.424



100 x



542.4



60



5.78



100 x



578



 Menghitung faktor koreksi Faktor koreksi = Konsentrasi asli x volume sampling Volume sampel yang digunakan = 5 ml ppm = µg/mL



17



Waktu



Konsentrasi



(t)



asli (ppm)



5



527.6



10



549.3



20



562.6



Faktor koreksi (µg)



527.6 ppm x 5 mL = 2638 µg 549.3 ppm x 5 mL= 2746.5 µg 562.6 ppm x 5 mL = 2813 µg



Faktor koreksi (mg)



2.638 mg



2.7465 mg



2.813 mg



30



547.7



45



542.4



60



578



547.7 ppm x 5 mL = 2738.5 µg 542.4 ppm x 5 mL = 2712 µg 578 ppm x 5 mL= 2890 µg



 Menghitung % disolusi Diketahui : Jumlah zat aktif dalam tablet = 500 mg Volume medium dapar



= 900 mL



A= Konsentrasi asli (ppm) x volume medium dapar % Disolusi = A x 100 / 500 Waktu



% Disolusi



5



A= 527.6 µg/ml x 900 ml= 474840 µg A= 474.84 mg %D = 94.8 %



10



A= 549.3 µg/ml x 900 ml= 494370 µg A= 494.370 mg %D= 98.874 %



20



A= 562.6 µg/ml x 900 ml= 506340 µg A= 506.34 mg %D= 101.268%



18



2.7385 mg



2.712 mg



2.89 mg



30



A= 547.7 µg/ml x 900 ml= 492930 µg A= 492.93 mg %D= 98.586 %



45



A= 542.4 µg/ml x 900 ml= 488160 µg A= 488.16 mg %D= 97.632 %



60



A= 542.4 µg/ml x 900 ml= 520200 µg A= 520.2 mg %D= 104.04 %



3. Kurva Disolusi Parasetamol Immediate Release I



4.1.2 Parasetamol Immediate Release II (Kelompok 2 ) 1. Hasil Uji Tablet Parasetamol Immediate Release Waktu



Konsentrasi data



(t)



spektro (ppm)



19



Pengenceran



Konsentrasi



Faktor



%



asli (ppm)



koreksi (mg)



Disolusi



5



5.294



100



529.4



2.647



95.292%



10



5.331



100



533.1



2.6655



95.958%



20



5.234



100



523.4



2.617



94.212%



30



4.949



100



494.9



2.4745



89.082%



45



5.149



100



514.9



2.5745



92.682%



60



3.11



100



311



1.555



55.98%



2. Perhitungan % Disolusi Tablet Parasetamol Immediate Release  Menghitung konsentrasi asli Konsentrasi asli = Konsentrasi data spektro (ppm) x pengenceran Waktu (t)



Konsentrasi data spektro (ppm)



Pengenceran



Konsentrasi asli (ppm)



5



5.294



100



529.4



10



5.331



100



533.1



20



5.234



100



523.4



30



4.949



100



494.9



45



5.149



100



514.9



60



3.11



100



311



 Menghitung faktor koreksi Faktor koreksi = Konsentrasi asli x volume sampling Volume sampel yang digunakan = 5 ml



20



ppm = µg/mL Konsentrasi asli



Faktor koreksi (µg)



Waktu (t) (ppm) / ( µg/mL)



(mg)



5



529.4



529.4 ppm x 5 mL = 2647 µg



2.647



10



533.1



533.1 ppm x 5 mL= 2665.5 µg



2.6655



20



523.4



523.4 ppm x 5 mL = 2617 µg



2.617



30



494.9



45



514.9



60



311



494.9 ppm x 5 mL = 2474.5 µg 514.9 ppm x 5 mL = 2574.5 µg 311 ppm x 5 mL= 1555 µg



 Menghitung % disolusi Diketahui : Jumlah zat aktif dalam tablet = 500 mg Volume medium dapar



= 900 mL



A= Konsentrasi asli (ppm) x volume medium dapar % Disolusi = A x 100 / 500 Waktu



% Disolusi



5



A= 529.4 µg/ml x 900 ml= 476460 µg A= 476.46 mg



21



Faktor koreksi



2.4745



2.5745



1.555



%D = 95 % 10



A= 533.1 µg/ml x 900 ml= 479790 µg A= 479.79 mg %D= 95.958 %



20



A= 523.4 µg/ml x 900 ml= 471060 µg A= 471.06 mg %D= 94.212 %



30



A= 494.9 µg/ml x 900 ml= 445410 µg A= 445.41 mg %D= 89.082 %



45



A= 514.9 µg/ml x 900 ml= 463410 µg A= 463.41 mg %D= 92.682 %



60



A= 311 µg/ml x 900 ml= 279900 µg A= 279.9 mg %D= 55.98 %



3. Kurva Disolusi Parasetamol Immediate Release II



22



4.1.3 Parasetamol Sustained Release (Kelompok 3 & 4 ) 2. Hasil Uji Tablet Parasetamol Sustained Release Waktu



Konsentrasi data



(t)



spektro (ppm)



Pengenceran



Konsentrasi



Faktor



asli (ppm)



koreksi (mg)



5



2.274



100



227.4



1.137 mg



30.77593985 %



10



3.301



100



330.1



1.6505 mg



44.67518797 %



20



3.454



100



345.4



1.727 mg



46.74586466 %



30



4.166



100



416.6



2.083 mg



56.38195489 %



45



4.863



100



486.3



2.4315 mg



65.81503759 %



60



5.287



100



528.7



2.6435 mg



71.55338346 %



2. Perhitungan % Disolusi Tablet Parasetamol Sustained Release  Menghitung konsentrasi asli Konsentrasi asli = Konsentrasi data spektro (ppm) x pengenceran



23



% Disolusi



Waktu (t)



Konsentrasi data spektro (ppm)



Pengenceran



Konsentrasi asli (ppm)



5



2.274



100



227.4



10



3.301



100



330.1



20



3.454



100



345.4



30



4.166



100



416.6



45



4.863



100



486.3



60



5.287



100



528.7



 Menghitung faktor koreksi Faktor koreksi = Konsentrasi asli x volume sampling Volume sampel yang digunakan = 5 ml ppm = µg/mL



Waktu (t)



24



Konsentrasi asli



Faktor koreksi (µg)



(ppm)/ ( µg/mL)



Faktor koreksi (mg)



5



227.4



227.4 ppm x 5 mL = 1137 µg



1.137 mg



10



330.1



330.1 ppm x 5 mL= 1650.5 µg



1.6505 mg



20



345.4



345.4 ppm x 5 mL = 1727 µg



1.727 mg



30



416.6



416.6 ppm x 5 mL = 2083 µg



2.083 mg



45



486.3



60



528.7



486.3 ppm x 5 mL = 2431.5 µg 528.7 ppm x 5 mL= 2643 µg



2.4315 mg



2.6435 mg



 Menghitung % disolusi Diketahui : Jumlah zat aktif dalam tablet = 500 mg Volume medium dapar



= 900 mL



A= Konsentrasi asli (ppm) x volume medium dapar % Disolusi = A x 100 / 500 Waktu



% Disolusi



5



A= 227.4 µg/ml x 900 ml= 204660 µg A= 204.66 mg %D = 30.77593985 %



10



A= 330.1 µg/ml x 900 ml= 297090 µg A= 297.09 mg %D= 44.67518797 %



20



A= 345.4 µg/ml x 900 ml= 310860 µg A= 310.86 mg %D= 46.74586466 %



30



A= 416.6 µg/ml x 900 ml= 374940 µg A= 374.94 mg %D= 56.38195489 %



45



25



A= 486 µg/ml x 900 ml= 437670 µg



A= 437.67 mg %D= 65.81503759 % 60



A= 528.7 µg/ml x 900 ml= 475830 µg A= 475.83 mg %D= 71.55338346 %



3. Kurva Disolusi Parasetamol Sustained Release



4.2 Pembahasan



Disolusi didefinisikan sebagai proses dimana suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Obat yang memiliki disolusi yang baik akan memberikan biavailabilits yang baik pula sehingga semakin banyak jumlah obat yang diabsorbsi secara utuh oleh tubuh dan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Metode untuk menetapkan laju disolusi zat aktif dari sediaan menurut FI IV yakni metode basket dan metode dayung. Dalam praktikum ini, dilakukan uji disolusi dengan membandingan profil disolusi antara obat parasetamol immediate release (lepas segera) dan sustained release (lepas lambat). Sampel yang digunakan pada uji disolusi sediaan immediate release yaitu parasetamol dengan merek “Panadol” sebanyak 2 tablet 26



dan untuk sampel sustained release yaitu “Panadol extend” 1 tablet. Alat yang digunakan pada uji ini yaitu dissolution tester dengan model dayung dan media yang digunakan adalah NaOH 0,1N sejumlah 900 ml dengan suhu uji 37°C. Alasan penggunaan media NaOH 0,1 N adalah karena kurva kalibrasi parasetamol yang dibuat pada praktikum sebelumnya juga menggunakan media NaOH 0,1N. Praktikum ini tidak ditujukan untuk mengetahui profil disolusi asli dari tablet tersebut, melainkan untuk membandingkan profil disolusi parasetamol pada sediaan immediate release dengan sustained release. Langkah pertama dalam melakukan uji disolusi ini adalah memanaskan NaOH O,1 N hingga suhu 37°C untuk menyamakan kondisi didalam tubuh yaitu 98,6°F / 37°C. Kemudian, larutan NaOH 0,1N tersebut dimasukan kedalam chamber alat dissolution tester yang sudah diatur waktu dan temperaturnya (37°C). Kemudian tablet uji dimasukan kedasar chamber dan ditekan tombol ‘start’ sehingga alat mulai bekerja. Setelah itu dilakukan sampling pada menit ke 5, 10, 20, 30, 45, dan 60. Sampel diambil sejumlah 5 ml dan volume yang terambil segera diganti dengan volume dapar pengganti (5 mL) agar volume medium tetap berada pada volume 900 mL. Kemudian, volume yang diambil dianalisa menggunakan spektrofotometer UV dan dihitung kadar parasetamol yang terlarut dalam sampel pada tiap waktu tersebut lalu dilakukan perbandingan persentasi kadar yang diperoleh antara sediaan sustained release dengan immediate release. Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai % disolusi yang kemudian dari nilai tersebut dibuat kurva disolusi dengan memasukkan nilai % disolusi pada garis y dan waktu pengambiln sampel (menit) sebagai garis x. Berikut kurva disolusi sediaan parasetamol immediate release tablet pertama dan tablet kedua.



27



Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa sediaan immediate release parasetamol yang sama tidak memperlihatkan hasil persentasi disolusi yang sama khususnya pada menit ke 30 dan 40 pada tablet pertama. Selain itu kurva tablet pertama juga tidak mencirikan sediaan immediate release karena persentasi zat terdisolusi di awal waktu pengujian (menit ke-5) lebih kecil dibanding persentasi disolusi diakhir waktu pengujian (menit ke -60). Kurva seperti ini seharusnya dimiliki oleh sediaan sustained release bukan immediate release. Kurva yang baik yang menunjukan sediaan tersebut immediate release adalah kurva pada tablet ke dua. Pada awal waktu pengujian (menit ke-5) sediaan parasetamol immediate release tablet ke dua menunjukan persen terdisolusi zat adalah sebesar 95% dan pada waktu berikutnya terus menurun hingga pada akhir waktu pengujian (menit ke-60) persentasi zat terdisolusi hanya diperoleh 55,98%. Jika ditinjau dari buku Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, sediaan immediate release didefinisikan sebagai sediaan yang diinginkan zat aktifnya segera melepas setelah dikonsumsi secara oral. Hal ini berarti zat yang masuk kedalam tubuh akan cepat terdisolusi dan konsentrasinya di dalam tubuh semakin lama semakin berkurang. Hal ini serupa dengan kurva yang diperoleh pada tablet kedua Panadol immediate release namun tidak sesuai dengan tablet pertama. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan praktikan yang salah dalam proses



28



pengambilan sampel dan juga mungkin karena kesalahan dalam proses pengukuran dengan spektrometer UV. Dalam hal ini tidak dimungkinkan kesalahan terjadi karena sifat fisik dari tablet tersebut karena tablet tersebut berasal dari strip yang sama. Berikut kurva disolusi sediaan parasetamol sustained release.



Dari kurva disolusi tersebut dapat dilihat bahwa sediaan panadol sustained release melepaskan obat secara bertahap dimulai dari 30% jumlah zat terlarut pada menit pertama pengukuran (menit ke-5) sampai berjumlah 95% zat yang terlarut pada menit terakhir pengukuran (menit ke 60). Hal ini sesuai dengan teori dalam buku buku



Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics yang



menyebutkan bahwa bahwa sediaan sustained release dirancang untuk melepas obat secara lambat tetapi konstan dengan tujuan untuk menjaga kadar obat dalam plasma lebih lama sehingga dapat menurunkan frekuensi minum obat pasien.



29



DAFTAR PUSTAKA



Agoes, G., 2008, Pengembangan Sediaan Farmasi, 182, Penerbit ITB, Bandung. Ansel, H.C., Allen, L.V., and Popovich, N.G., 2005, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems, Tablets, Edisi VII, Lippincott Williams & Wilkins a wotters Kluver Company, Philadelphia-Baltimare- New YorkLondon- Buenos Aires-Hongkong-Sydney-Tokyo, 229-243 Banakar, U.V., 1992. Pharmaceutical Dissolution Testing, Marcel Dekker Inc., New York. Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L., 1994, Teori dan Praktik Industri Farmasi, 643-705, diterjemahkan oleh Suyatmi, S.,Jakarta, UI Press. Mansur, Umar dkk. 2019.Penuntun Praktikum Biofarmasetika & Farmakokinetika. Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Raini, Mariana, Daroham Mutiatikum, Pudji Lastari., 2010,Uji Disolusi Dan Penetapan Kadar Tablet Loratadin Inovator Dan Generik Bermerek, Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 2 Tahun 2010 Shargel, L., Andrew B.C. Yu, 1988, Biofarmasetikadan Farmakokinetika Terapan, Edisi Kedua, Siti Sjamsiah, Penerjemah; Surabaya, Airlangga University Press, Terjemahan dari: Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.



30



Sinko, P.J., 2006, Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, Edisi 5, diterjemahkan oleh Djajadisastra, J. & Hadinata, A.H., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet DasarDasar Praktis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 – 115. Syukri, 2002, Biofarmasetika, UII Press, Yogyakarta.



31