Laporan Survey Hidrografi Waduk Sermo PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM



SURVEI HIDROGRAFI “Pengukuran Survei Batimetri di Waduk Sermo, Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta”



Anggota Kelompok : Christanto Nainggolan 09/284565/TK/35378 Aulia Fadhilah Zahro



12/333330/TK/39716



Eldynand Trissandi T.



12/333395/TK/39761



Teguh Prihanto



12/333793/TK/40135



JURUSAN TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015



DAFTAR ISI



BAB I. PENDAHULUAN I.I.



Judul…………………………………………………………………...……(2)



I.II.



Latar Belakang…………………………………………………………..….(2)



I.III.



Tujuan……………………………………………………………………....(3)



I.IV.



Manfaat ………………………………………………………………..…...(3)



I.V.



Waktu dan Tempat Pelaksanaan ……………………………………….…..(3)



BAB II. LANDASAN TEORI II.I.



Konsep Dasar Pemetaan Batimetri…………………………………..….….(4)



II.II.



Metode Akuisisi Data pada Pemetaan Batimetri……………………...……(4)



II.III. Pengukuran Kedalaman Air pada Survei Batimetri/Hidrografi………………………………………………..…..…...(6) II.IV. Alat yang Digunakan pada Survei Batimetri/Hidrografi………….…....…...(8) BAB III. PELAKSANAAN III.I.



Alat dan Bahan……………………………………………………..…..….(14)



III.II. Tahapan Pelaksanaan  Langkah Kerja Di Lapangan……………..…..………………….…......(15)  Langkah Kerja Di Laboratorium …………………………………….. (16) BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1.



Data Hasil Pengukuran……………………………………………………..(23)



IV.2.



Perhitungan dan Pengolahan Data………………………………………….(24)



IV.3.



Pembahasan………………………………………………………………...(25)



BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1.



Kesimpulan…………………………………………………………………(27)



V.2.



Saran………………………………………………………………………..(27)



DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................(28)



1



BAB I PENDAHULUAN



1.1. JUDUL Pengukuran Survei Batimetri di Waduk Sermo, Kabupaten Kulonprogo, D.I. Yogyakarta.



1.2.LATAR BELAKANG Banyak potensi yang terkandung di daerah perairan Indonesia yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan daerah perairan yang sangat luas.



Sekitar 2/3



wilayah kedaulatan Indonesia adalah



perairan. Pemanfaatan daerah perairan Indonesia seperti eksplorasi minyak bumi, perikanan, daerah pariwisata, transportasi, dan sebagainya kurang begitu maksimal. Sehingga dibutuhkan data informasi mengenai daerah perairan di Indonesia merupakan hal yang penting untuk membantu kegiatan yang berlangsung di daerah perairan dan untuk mendapatkan informasi mengenai daerah perairan membutuhkan dana yang tidak sedikit dengan melalui tahapan tertentu. Untuk mendapatkan informasi mengenai daerah perairan perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data mengenai informasi perairan di daerah Indonesia mengenai kandungan sumber daya dan potensi di wilayah perairan maupun topografi daerah perairan serta melakukan pemetaan agar dapat mengetahui batas wilayah perairan di Indonesia. Dengan mengetahui sumber daya dan potensi serta topografi dasar perairan dan batas wilayah perairan Indonesia maka dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Dan dengan dilakukan pendataan yang baik untuk seluruh wilayah perairan Indonesia tersebut baik informasi kandungan sumber daya alam di dalamnya maupun kondisi tentang topografi dasar laut agar seluruh wilayah laut Indonesia bisa diketahui keadaannya sehingga kita tidak kehilangan aset yang kita miliki.



Ada berbagai macam cara pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang perairan Indonesia baik secara terestris maupun non-terestris. Salah satu metode nonterestris dapat dilakukan dengan menggunakan kapal. Metode dengan wahana kapal dilakukan dengan cara survei bathimetri. Survei bathimetri dapat memberikan gambaran topografi dasar perairan dan data hasil pengukuran survei dapat dibuat peta kontur pada wilayah-wilayah perairan yang hasil petanya dapat digunakan untuk kegiatan yang dilakukan di perairan, diperoleh melalui informasi ketinggian dasar laut ke permukaan. Peta



2



batimetri diperoleh dari data pengukuran menggunakan echosounder yang dipasang di bawah atau samping kapal. I.3 TUJUAN Mahasiswa mampu melaksanakan keseluruhan proses survei sampai melakukan pengolahan data hasil survei hingga diperoleh peta batimetri daerah yang dipetakan serta bertujan agar mahasiswa memiliki pengalaman melakukan survei bathimetri.



I.4 MANFAAT YANG DIPEROLEH Dari pelaksanaan praktikum ini diperoleh manfaat antara lain adalah -



Pengalaman tentang pelaksanaan survei batimetri.



-



Mengetahui aplikasi dari teori-teori yang diberikan saat perkuliahan seperti tentang bar check, penggunaan alat Echosounder, mengetahui cara menavigatori kapal sesuai dengan peta rencana survei, pengunduhan data survei dari Echosounder.



-



Mampu mengolah data hasil survei serta pembuatan peta yang baik dan benar dari data yang telah diunduh.



I.5 WAKTU PELAKSANAAN Hari, tanggal



: Minggu, 7 Desember 2014



Pukul



: 08.00 – 15.00 WIB



Tempat



: Waduk Sermo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta



3



BAB II LANDASAN TEORI II.1



Konsep Dasar Pemetaan Batimetri



Batimetri adalah adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.. Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman samudra. Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal dan arus.



II.2



Metode Akuisisi Data Batimetri



1. Metode Akustik. Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara; karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan / medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2, yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan batimetri.Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapalkapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan atau kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan kurang 5o dan arahnya dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam air laut (1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah keburukan resolusi.



4



Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail. Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar, menggunakan bunyi atau microwave.



Echo-sounding banyak juga digunakan oleh



nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam kolom air (Supangat, 2003)



2. Satelit Altimetri. Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang mikro yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara permukaan bumi dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang). Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan laut sehingga dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang. Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1, dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah TOPEX/POSEIDON. Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat (NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000). Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut dimana bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan hubungan antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini dilakukan 5



dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit. (Heri Andreas dalam Hasanuddin Z A).



II.3



Pengukuran Kedalaman Air pada Survei Batimetri/Hidrografi 1.



Pengukuran kedalaman dengan menggunakan Single-beam Echosounder Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang



menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara yang telah dipancarkan ke dalam air. Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan : transducer (reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. Transducer yang terpasang pada lambung kapal mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara) secara langsung menyusuri bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transducer terdiri dari sebuah transmitter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan. Pemancar ini menerima berulang kali dalam kecepatan tinggi, sampai urutan milidetik kecepatan. Merekam kedalaman air di bawah perahu terus menghasilkan resolusi tinggi berukuran kedalamn sepanjang jalur yang disurvei. Informasi tambahan seperti heave (naik turunnya pergerakan kapal yang disebabkan oleh kekuatan air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk) berpusat pada titik tengah kapal), dan gerakan roll (kapal menuju sisi (hull) atau dengan sumbu longitudinal) kapal dapat diukur dengan perangkat dengan nama Motion Reference Unit (MRU), yang juga digunakan untuk proses koreksi posisi pengukuran kedalaman menyelam berlangsung. Rentang frekuensi yang digunakan dalam sistem ini menurut WHSC pemetaan Sea-floor Grup beroperasi rentang frekuensi dari 3,5 kHz sampai 200 kHz.



6



Gambar 1. Pengukuran kedalaman dengan menggunakan Single-beam Echosounder Dari gambar di atas terlihat bahwa kelemahan dari pengunaan Singlebeam Echosounder ini adalah sinyal yang dipancarkan oleh transducer merupakan sinyal tunggal yang hanya akan menengenai satu titik di dasar laut saja. Sehingga untuk pembuatan kenampakan secara visual 3D kurang. Cakupan yang relatif sempit dari alat ini juga menjadi kerugian karena kita tidak bisa memvisualkan daerah atau dasar laut yang berada di sekitar transducer yang tidak terkena oleh sinyal akustik.



2.



Pengukuran kedalaman dengan menggunakan Multi-beam Echosounder Multi-beam Echosounder adalah alat untuk menentukan kedalaman air



dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum didasarkan pada balok pulsa yang dipancarkan langsung ke dasar laut dan setelah energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (dasar laut), beberapa balok suara (beam) bentuk elektronik menggunakan teknik pemrosesan sinyal yang dikenal balok sudut. Waktu propagasi dua arah antara transmisi dan penerimaan dihitung oleh algoritma deteksi di dasar laut. Dengan menerapkan pelacakan berkas, sistem dapat menentukan kedalaman dan jarak transveral pusat cakupan wilayah. Multi-beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontal). Keuntungan dengan menggunakan multi-beam echosounder ketika akan melakukan pengukuran kedalaman kita memperoleh langsung visual 3D. itu adalah karena jumlah sinyal akustik yang dipancarkan oleh transduser tidak hanya satu (tunggal), tetapi juga menyebarkan cakupan (wide angle) yang besar. Dengan demikian, untuk objek atau dasar laut yang ada di sekitar transducer dengan posisi besar di sudut tertentu akan disimpan.



7



Gambar 2. Pengukuran kedalaman dengan menggunakan Multi-beam Echosounder



Gambar 3. Gambar Memanjang Jalur Pengukuran Survei Hidorgrafi pada Muka Peta II.4



Alat yang Digunakan pada Survei Batimetri



1. Anemometer Anemometer adalah sebuah alat pengukur kecepatan angin yang banyak dipakai dalam bidang Meteorologi dan Geofisika atau stasiun prakiraan cuaca. Nama alat ini berasal dari kata Yunani anemos yang berarti angin. Perancang pertama dari alat ini adalah Leon Battista Alberti pada tahun 1450. Selain mengukur kecepatan angin, alat ini juga dapat mengukur besarnya tekanan angin itu. Angin sendiri adalah udara yang bergerak dari daerah dengan tekanan udara tinggi ke daerah dengan tekanan udara rendah. Data angin berfungsi untuk mengetahui arah, durasi dan kecepatan angin tepat di rencana lokasi pemetaan yang berguna untuk mengetahui tekanan angin pada kapal. Fungsi dari survei angin adalah untuk menyusun analisa gelombang, untuk mengetahui distribusi arah dan kecepatan angin tepat di rencana lokasi pemetaan dan untuk merencanakan beban pada kapal. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan anemometer yang dipasang 10 meter diatas permukaan perairan dan recodernya di pasang di darat. 8



Pengamatan dilakukan selama sepanjang tahun dengan penggantian kertas grafik dan asesoris lainnya tiap 1 bulan.



Gambar 4. Contoh Anemometer digital 2. Currentmeter Currentmeter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus). Pengamatan arus bertujuan untuk mendapatkan data arah dan kecepatan arus pada area pemetaan setiap saat sehingga didapatkan gambaran arah arus dominan dan besaran arus setiap waktu. Fungsi survei arus laut adalah untuk menghindari pengaruh tekanan arus berarah tegak lurus kapal agar dapat manuver dengan cepat dan mudah. Pengambilan



data



dengan



currentmeter dilakukan sedikitnya di tiga titik secara bersamaan, agar pola arus yang ada dapat terwakili. Setiap pengukuran dilakukan dalam tiga pengamatan, yaitu pada kedalaman 0.2d, 0.6d, dan 0.8d dimana d adalah kedalaman perairan pada posisi pengukuran. Lama pengukuran masing-masing minimal 24 jam per 1 hari,



Gambar 5. Currentmeter digital



yaitu dari saat surut sampai dengan saat surut berikutnya atau pada saat pasang ke saat pasang berikutnya. Hal ini disebut 1 siklus pasang surut.



9



3. Grabber Grabber merupakan alat yang digunakan untuk mengambil materi atau sedimen yang berada di bawah laut. Biasanya penggunaan grabber akan diintegrasikan dengan tali yang telah ditandai untuk mengetahui kedalam grabber yang diturunkan. Sebagai contoh, misalkan kita ingin mengetahui materi atau sedimen yang berada di kedalaman 50 meter dibawah laut maka kita tinggal menurunkan grabber melalui tali sesuai dengan tanda yang telah menunjuk kedalaman 50 meter. Fungsi survei sedimentasi atau penyelidikan tanah dan geologi ini untuk mengetahui kondisi lapisan tanah (sub soil) yang hasilnya akan dipakai



Gambar 6. Grabber



sebagai dasar perencanaan pondasi di lokasi dan juga untuk mengetahui sulit/tidaknya melakukan pengerukan untuk menimbun di tempat lain.



4. Botol Nansen Botol nansen merupakan alat yang digunakan oleh surveior untuk mengambil sample air laut, danau dan sungai pada kedalaman tertentu. Botol ini terbuat dari tabung acrylic dengan ketebalan 5 mm dan bahan-bahan lainnya yang tahan karat serta memiliki sepasang steering fins yang berguna untuk menstabilkan botol ketika digunakan pada arus deras memiliki kapasitas 2.2 lt, 3.2 lt atau 4.2 lt. Alat ini digunakan untuk mendapatkan sampel air dan pembacaan suhu di berbagai kedalaman di laut. Cara kerja dari botol Nansen sebagai berikut : Botol nansen yang terbuat dari logam atau plastik diturunkan dengan menggunakan tali ke dalam laut, ketika telah mencapai kedalaman yang diinginkan maka massengger akan jatuh ke tali setelah mencapai botol, botol tersebut akan terbalik dan menjebak sampel air di dalamnya. Botol dan sampel di ambil dan diangkut menggunakan tali. Massengger yang kedua dapat diatur agar terlepas oleh mekanisme pembalik dan bergeser ke bawah tali sehingga sampai mencapai botol Nansen. Dengan memperbaiki urutan botol dan massengger pada interval sepanjang tali, serangkaian sampel pada setiap tingkatan kedalaman dapat diambil. Suhu air laut di kedalaman akan direkam dengan menggunakan termometer tertentu ke botol nansen. Termometer ini adalah 10



termometer air raksa dengan penyempitan dalam tabung kapilernya, ketika termometer tersebut terbalik, menyebabkan tali berhenti dan termometer akan membaca suhu. Karena tekanan air pada kedalaman akan memampatkan dan mempengaruhi dinding termometer untuk menunjukkan suhu, maka termometer dilindungi oleh lapisan dinding yang tebal. termometer yang tidak dilindungi terlebih dahulu akan dipasangkan dengan pelindung, biasanya termometer ini digunakan



untuk



pembacaan



suhu



titik



sampling



pada



tekanan



yang



memungkinkan.



Gambar 7. Botol Nanssen 5. Palm Meter Palm Meter adalah alat yang berguna seperti rambu ukur, namun dibuat semi manual yakni dengan memasang pita yang mempunyai bacaan seperti rambu ukur kemudian memasangnya pada balok kayu. Alat ini digunakan untuk mengukur pasang surut air laut. Metode yang sering dipakai untu mengukur pasang surut (pasut) adalah metode Tide Pole yang merupakan alat pengukur pasut yang paling sederhana yang berupa papan dengan tebal 1 – 2 inci dan lebar 4 – 5 inci. Sedangkan panjangnya harus lebih dari tunggang pasut. Dimana pemasangan tide pole ini haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya masih terendam air, dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air tertinggi (highest water). Lokasi pemasangan palem pasut harus berada pada lokasi yang aman dan mudah terlihat dengan jelas, tidak bergerak-gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat kedudukan air yang paling surut. Mengingat bagian bawah palem pasut harus dipasang terendam air laut, maka palem dituntut pula harus terbuat dari bahan yang tahan air laut. Biasanya titik nol skala rambu diletakkan sama dengan muka surutan setempat, sehingga setiap saat tinggi permukaan air laut terhadap muka surutan tersebut atau kedalaman laut dapat diketahui berdasarkan pembacaan pada rambu. 11



Gambar 8. Palm Meter 6. Bola Apung Bola apung dibuat secara manual yaitu dengan menempatkan bola plastik pada satu wadah, kemudian pada bawah jarring dibuat baling-baling dari papan. Alat ini berfungsi sebagai alat untuk mengukur arus dan kecepatanya. Prinsip yang digunakan adalah dengan mencatat perubahan waktu yang ditempuh bola dari satu titik ketitik lain, selain itu juga menghitung jaraknya agar bisa diperoleh arah dan kecepatan.



Gambar 9. Bola Apung 7. Theodolit dan Water Pass Teodolit merupakan salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan sudut mendatar dan sudut tegak. Sudut yang dibaca bisa sampai pada satuan sekon ( detik ). Waterpass adalah alat ukur penyipat datar dengan teropong yang dilengkapi nivo dan sumbu mekanis tegak, sehingga teropong dapat berputar ka arah horizontal.



Gambar 10. Theodolit (TS) 12



Gambar 11. Waterpass



8. GPS Receiver GPS berguna untuk menentukan posisi atau titik koordinat dari setiap kedudukan alat tersebut. Dalam pengukuran batimetri alat ini berguna untuk mengetahui koordinat dari kapal/perahu ketika alat echosounder sedang melalukan pemeruman (pengukuran kedalaman).



Gambar 12. Receiver GPS 9. Echosounder -Singlebeam Echosounder Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima sinyal gelombang suara yang telah dipancarkan ke dalam air. Sistem batimetri dengan menggunakan single beam secara umum mempunyai susunan : transducer (reciever) yang terpasang pada lambung kapal atau sisi bantalan pada kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan. - Multibeam Echosounder Multi-beam Echosounder adalah alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum didasarkan pada balok pulsa yang dipancarkan langsung ke dasar laut dan setelah energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (dasar laut), beberapa balok suara (beam) bentuk elektronik menggunakan teknik pemrosesan sinyal yang dikenal balok sudut. Waktu propagasi dua arah antara transmisi dan penerimaan dihitung oleh algoritma deteksi di dasar laut. Dengan menerapkan pelacakan berkas, sistem dapat menentukan kedalaman dan jarak transveral pusat cakupan wilayah. Multi-beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horisontal).



13



BAB III PELAKSANAAN III.1 Alat dan Bahan a. GPS Fishfinder



f. Odom Echosounder



b. Fishfinder g. Transducer



c. Aki (sumber tenaga) h. GPS Echosounder



d. Router hub MOXA



i. Barcheck e. Laptop



14



III.2



Langkah kerja di Lapangan  Di Lapangan



1. Mempersiapkan alat-alat survei 2. Memakai alat-alat keamanan saat di kapal. 3. Memasang alat-alat survei di atas kapal. 4. Merangkai alat-alat survei: menyambungkan ke sumber daya listrik (aki), ke GPS, MOXA, dan transducer.



5. Mengatur pembagian port pada router (terminal hub). Memasang kabel USB untuk PC, kabel power suply, kabel serial masing-masing untuk Fishfinder dan Echosounder.



Mengatur pembagian port untuk Echosounder dan fish finder di Menu Configure -> Equipment.



Masuk ke Control Panel. Pilih Device Manager dan mengatur port untuk setiap instrumen.



6. Melakukan koreksi barcheck. Menurunkan lempengan barcheck dengan kedalaman 2 meter di bawah transducer.



7. Melihat bacaan kedalaman pada transducer dan fishfinder. Kemudian mengorekisi bacaannya apabila belum tepat 2 meter. 8. Melakukan langkah 6-7 untuk kedalaman 3 dan 4 meter. 9. Menyambungkan software Hydro pro ke echosounder. Klik tombol Log On, kemudian tombol On.



10. Tunggu beberapa saat lalu akan muncul krusor tanda posisi kapal pada layar PC. 11. Melakukan setting alat Fishfinder untuk merekam data hasil pemeruman. 12. Menyimpan hasil pemeruman Fishfinder. 13. Mengarahkan kapal ke jalur perum sesuai dengan yang tertera di layar (Lajur utama, lajur silang, dan boundary waduk). 14. Melakukan pengecekan jalur di Fishfinder. Pastikan semua lajur terukur. 15. Setelah semua lajur tercover, mengemas alat-alat survei.  Di Laboratorium Download data batimetri 1. Memastikan port fish finder sudah terkoneksikan dengan port pada laptop yang akan digunakan untuk menginstall. 2. Membuka software DNR Garmin. 3. Memilih menu Track -> pilih Download. 4. Tunggu hingga semua data batimetri terdownload semua.



16



5. Menyimpan data batimetri yang telah didownload pada nama file dan folder yang diinginkan dengan cara klik menu File -> pilih Save to -> pilih File



Koreksi Transducer 1. Dari data pada saat pemeruman yang didapat bahwa draft transducer sebesar 0.52 m, maka data hasil kedalaman ditambahkan draft transducer. 2. Menyimpan data easting, northing, dan depth terkoreksi dengan ekstensi .csv. Pembuatan peta Batimetri menggunakan software AutoCad 1. Buka Auto Cad, kemudian atur unitnya yaitu meter.



2. Mengimport titik yang telah dikoreksi sebelumnya. Pilih menu point  import/export Point  import Point  akan muncul kotak dialog import point, kemudian isikan format point yaitu NEZ (comma delimited) dan lokasi tempat file yang akan di import  centang pada kotak Add point to point group  beri nama point group (nama = BatimetriSermo ) kemudian klik OK.



Akan muncul titik yang hasil plotting di autocad. 17



3. Membuat boundary, lakukan import point koordinat boundary kemudian digit titiktitik boundary tersebut menggunakan tools polyline . Hasilnya :



4. Membuat kontur, pilih menu Terrain Terrain model explorer  klik kanan pada Terrain  pilih Create New Surface. Menambahkan point group dengan cara klik kanan pada point group Add Point Group  kemudian pilih titik_pemeruman_fix OK



18



Kemudian klik kanan pada surface1 piulih Build. Akan muncul kotak dialog Build Surface1  kemudian klik OK.



19



Agar hasil kontur tidak melewati boundary, gunakan fungsi breaklines. Pilih menu Terrain Terrain Model Explorer. Kemudian pada breaklines klik kanan lalu pilih Define By Polyline  lalu pada kotak dialog select object, pilih boundary.



Menutup jendela Terrain Model Explorer, kemudian pilih menu Terrain Create Contours. Kemudian atur interval kontur minor 5 m dan interval kontur mayor 25 m.



20



Hasilnya



:



5. Untuk menghaluskan kontur pilih menu Terrain  Contour style manager  Contour Appearance  pada bagian smoothimg options, pilih Spline Curve  lalu OK.



21



Hasilnya



:



ZOOM



6. Membuat layout Peta Batimetri.



22



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN



IV.I



Data Hasil Pengukuran



Data Hasil Pemeruman terdiri atas: a. Data Fishfinder Setelah didownload, Data dalam bentuk csv sbb:



Data pemeruman terdiri atas 126.566 titik fix perum dengan setiap fix perum memiliki unsur data: 1) Ident 8) altitude depth 2) Latitude



9) temp



3) Longitude



10) time



4) Y_proj



11) model



5) X_proj



12) filename



6) new_seg



13) time



7) display color Dari data tersebut disimpan ke format excel kemudian dipilih data yang penting (digunakan untuk pengolahan) yaitu: 1) x _proj (koordinat pada arah barat-timur), 23



2) y_proj (koordinat pada arah utara-selatan), dan 3) depth (kedalaman).



b. Data draft transduscer Data draft transduser merupakan data selisih ketinggian transduser terhadap permukaan air. Transduser tidak diletakkan pada permukaan air namun dipasang masuk ke dalam air untuk menghindari pengaruh apabila perahu bergoyang sehingga kondisi transduser ikut berubah dan dapat menjadi lebih tinggi dari permukaan air, sehingga kedalaman air menjadi tidak sesuai yang sebenarnya. IV.2



Perhitungan dan pengolahan Data a. Perhitungan nilai kedalaman terkoreksi 1) Kedalaman terkoreksi Rumus untuk menghitung nilai kedalaman yang terkoreksi oleh draft transduser dan kesalahan pemeruman pada alat fish finder (bar check) adalah:



Keterangan: = kedalaman titik terkoreksi = kedalaman titik hasil pemeruman dengan fish finder = jarak transducer dari permukaan air



24



b. Peta hasil survei batimetri



IV.3



Pembahasan Pada praktikum pengukuran kedalaman dasat atau topografi dasar Waduk Sermo untuk pembuatan peta batimeri tersebut, setelah diperoleh data pengukuran dilakukan pemilihan data yang diperlukan (nilai x_proj, y_proj, dan depth). Pembuatan peta batimetri pada dasarnya sama dengan pembuatan peta situasi, yaitu diperlukan koordinat planimetris (x,y) dan ketinggian (z) untuk selanjutnya dilakukan interpolsi untuk pembuatan kontur pada daerah yang dipetakan. Titik-titik yang dipetakan sebagai titik sampel tersebut atau yang sering disebut sebagai fix perum harus terdefinisikan koordinat x,y, dan z untuk setiap titik, baik pada lajur keliling, lajur utama, maupun lajur silang sesuai dengan peta yang telah direncanakan dan di-upload ke alat pemeruman fish finder. Koordinat planimetris fix perum (x,y) diperoleh melalui GPS yang dipasang pada tongkat tepat diatas transducer yang memancarkan gelombang untuk mengukur kedalaman (depth). 25



Selanjutnya depth yang diperoleh yang masih mengandung kesalahan dikoreksi dengan koreksi draft transducer dan koreksi bar check. Koreksi draft transducer merupakan selisih antara transducer dengan permukaan air. Sedangkan koreksi bar check adalah selisih antara kedalaman sesungguhnya (yang diperoleh dari bacaan rambu) dengan kedalaman yang diukur oleh fish finder. Pada pengukuran ini koreksi pasang surut (pasut) tidak diperhitungkan karena nilai pasang surut di Waduk Sermo relatif sangat kecil. Nilai koordinat ketinggian (Z atau H) dapat dihitung setelah nilai kedalaman terkoreksi diperoleh. Caranya adalah dengan mengurangkan nilai tinggi muka air sesaat di Waduk Sermo dengan nilai kedalaman terkoreksi. Dengan didapatkannya koordinat ketinggian maka ketiga komponen untuk pembuatan peta batimetri telah ada (koordinat x, y, H). Peta lukis teliti atau peta batimetri dapat dibuat dengan menggunakan program aplikasi untuk pemetaan, misalnya AutoCAD LD dan pembuatan layout peta dapat dilakukan pada program aplikasi yang sama maupun dengan program yang berbeda misalnya Arc Map pada ArcGIS 9.3. Setelah muka peta terplot, dilakukan pengamatan terhadap kontur yang ada apakan ada kontur yang mencurigakan atau tidak sesuai dengan sifat-sifat garis kontur yang harus dikoreksi dengan mereduksi titim tersebut dan membuat ulang kontur. Setelah kontur sudah benar, dilakukan pembuatan layout peta dengan melengkapi muka peta yang sudah ada dengan beberapa inormasi tepi, mulai dari judul, orientasi, skala bar, skala angka, legenda, pembuat peta, datum dan system proyeksi serta instansi pembuat peta.



26



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



V.1. Kesimpulan 1. Dari hasil pengukuran batimetri, kontur topografi dasar laut bernilai negatif, hal ini



menunjukkan kedalaman waduk sermo. Semakin negatif nilai kontur topografi dasar laut suatu area , maka semakin dalam area tersebut. 2. Dari hasil pengukuran batimetri diperoleh 126.566 titik fix perum yang terdiri dari 12 unsur. Tiga dari 12 unsur tersebut merupakan pembentuk kontur topografi dasar Waduk Sermo yang terdiri dari koordinat planimetris (x, y) dan koordinat kedalaman (depth/z). Koordinat planimetris dihasilkan dari pengukuran GPS, sedangkan koordinat kedalaman diperoleh dengan melakukan koreksi bar check dan koreksi draft tranducer.



V.2. Saran Untuk pengembangan pengetahuan selanjutnya berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, penulis memiliki saran-saran yaitu: 1. Untuk jumlah peralatan pengukuran batimetri sebaiknya lebih ditingkatkan, mengingat besarnya jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut. 2. Setiap shift pelaksanaan field trip sebaiknya diikuti beberapa kelompok dalam jumlah yang lebih sedikit demi efektifitas pelaksanaan praktikum.



27



DAFTAR PUSTAKA



http://joytalita.wordpress.com/2010/05/23/anemometer-nieee/ http://shafiyyah.blog.uns.ac.id/2009/06/09/jenis-fungsi-dan-kalibrasi-beberapa-alat-ukur-dilaboratorium-konversi-energi-teknik-mesin-uns/ http://phki.ocean.itb.ac.id/?page_id=47 http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=110 http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/assets/download/sni/SNI/16.%20SNI%2076462010%20Survei%20hidrografi.pdf http://khakharothen.multiply.com/journal/item/1?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fite m Tim Penyusun.1999. Diktat Survei Hidrografi (“READER”).Yogyakarta : Jurusan Teknik Geodesi, FT-UGM Standar Nasional Indonesia (SNI) 7646-2010 tentang Survei Hidrografi menggunakan singlebeam echosounder



28