Laporan Uji Kemasakan Buah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM UJI KEMASAKAN BUAH



Mustika (J3G119044)



Dosen : Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, M.Si., Ph.D Dr. Ir. Ketty Suketi, M.Si Asisten : Merty Anugrah, A.Md., SP



PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI BENIH SEKOLAH VOKASI INSTITUT PERTANIAN BOGOR UNIVERSITY 2020



DAFTAR ISI DAFTAR ISI



2



DAFTAR TABEL



3



I



4



PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



4



1.2



Tujuan



4



II



TINJAUAN PUSTAKA 2.1



III



Buah Pisang



5



METODOLOGI



6



3.1



Waktu dan Tempat



6



3.2



Alat dan Bahan



6



3.3



Metode Kerja



6



IV



V



5



HASIL DAN PEMBAHSAN



7



4.1



Hasil



7



4.2



Pembahasan



7



SIMPULAN



8



DAFTAR PUSTAKA



9



LAMPIRAN



10



i



DAFTAR TABEL



Tabel 1 Data percobaan kemasakan buah



7



ii



I



PENDAHULUAN



I.1 Latar Belakang Buah-buahan mempunyai arti penting sebagai sumber vitamin, mineral dan zatzat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualitas maupun kuantitas dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuhan ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kita dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktivitas ethylene dalam usaha penyimpanan buah-buahan. Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah tropika selama pengapalan dari Jamaica ke eropa pada tahun 1934. pada pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum masak sejak saat itulah ethylene dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri. Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (fitohormon) yang aktif dalam pematangan. Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan. Proses pematangan buah pisang merupakan proses pengakumulasian gula dengan merombak pati menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tidak seperti buah pada umumnya yang mengakumulasi gula secara langsung dari pengiriman asimilat hasil fotosintesis di daun yang umumnya dikirim ke organ lain dalam bentuk sukrosa. Dengan demikian penggunaan etilen merupakan cara yang paling praktis dan mudah dilakukan untuk proses pematangan buah. I.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan laporan praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh zat pengatur pertumbuhan ethylene pada pemasakan buah pada berbagai konsentrasi.



1



II TINJAUAN PUSTAKA II.1



Buah Pisang Pisang merupakan buah yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar maupun olahan. Pisang memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi buah nasional yang mencapai 34.65% dari produksi total buah nasional. Produksi buah nasional pisang menunjukkan peningkatan dalam tahun 2011- 2015. Produksi pisang nasional pada tahun 2015 mencapai 7.29 juta ton dengan 5 produsen utama yaitu Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali (Kementan, 2016). Permasalahan penting dalam budidaya pisang yaitu penentuan umur petik yang berdampak pada kualitas buah pisang (Cahyono, 2009). Penentuan umur petik dengan menghitung jumlah hari setelah bunga mekar hingga panen masih menimbulkan keragaman dalam pemasakannya. Buah pisang termasuk golongan buah klimakterik yang mengalami peningkatan laju respirasi setelah buah dipanen sehingga buah mudah rusak (Kuntarsih, 2012). Luka fisik pada buah pisang yang dijual mengakibatkan nilai jual pisang rendah dan berdampak pada rendahnya pendapatan petani (Suryana, 2006). Waktu pemanenan buah yang tidak tepat dapat menyebabkan kualitas buah kurang baik. Buah yang dipanen terlalu muda akan memiliki kualitas yang kurang baik ketika matang, sedangkan buah yang dipanen terlalu tua memiliki daya simpan rendah. Penentuan waktu panen umumnya menggunakan beberapa indikator yaitu perbandingan antara daging buah dan kulit, jumlah hari setelah pembungaan, menghilangnya sudut-sudut pada setiap buah, mengeringnya daun, dan kerapuhan ujung tandan (Pantastico, 1986). Metode tersebut tidak memperhitungkan suhu harian rata-rata yang diperoleh tanaman selama proses budidaya sehingga menimbulkan keragaman dalam pemasakannya. Permasalahan tersebut mendorong pengembangan metode pemanenan dengan mempertimbangkan energi panas yang dibutuhkan tanaman untuk reaksi fisiologi selama pertumbuhan dan perkembangan mulai dari antesis hingga panen atau disebut metode satuan panas (heat unit). Penentuan umur petik dengan metode ini memperhitungkan suhu rata-rata aktual yang diperoleh tanaman selama di lahan hingga tanaman tersebut mencapai kematangan optimal untuk dipanen.



2



III METODOLOGI III.1



Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada selasa tanggal 15 November 2020 di rumah yang terdapat di Daerah Karawang.



III.2



Alat dan Bahan Alat dan bahanyang diguanakan dalam praktikum adalah pisau, buah pisang 1 sisir, daun lamtoro, wadah mika, dan plasitk.



III.3



Metode Kerja Pisang dipisahkan dari sisirnya kemudian diambil masing-masing sembilan buah untuk tiga perlakuan. Dua Pisang yang masih mengkel dan satu buah pisang masak dimasukan kedalam wadah mika, tiga buah pisang dimasukan kedalam mika kemudian dibungkus dengan perlakuan lamtoro, 3 buah pisang mengkel dimasukan kedalam mika kemudian semua mika tadi dibungkus menggunakan plastik dan diberi label. Satu pisang yang sudah masak di potong sebagai pembanding.



3



IV HASIL DAN PEMBAHSAN IV.1



Hasil Tabel 1 Data percobaan kemasakan buah Perlakuan



pisang control



Etilen( lamtoro)



Alami



Skor Warna kulit warna daging buah Kekerasan rasa tingkat kemasakan warna kulit warna daging buah Kekerasan rasa tingkat kemasakan warna kulit warna daging buah Kekerasan rasa tingkat kemasakan



skor



0 2 2 2



1 2



2 3



3



3



2 2 2 2



3 4 3 3 3



3



3



3



3



2



3 4 3 3



2 2 2



2



3



2



3



3 4 4



2



 



 



4



IV.2



Pembahasan Dari hasil percobaan didapat data bahwasanya pada hari pertama skor untuk setiap pengamatan 2 karena pisang yang digunakan sama yaitu satu sisir kecuali untuk pisang perlakuan alami. Warna kulit pada perlakuan alami menunjukan skor paling tinggi yaitu 4 (kuning tua). Pengamatan warna kulit buah dilakukan dengan menggunakan indeks skala warna kulit buah. Indeks skala warna kulit buah pisang digunakan sebagai parameter untuk mengukur tahapan pematangan buah pisang secara visual. Pengamatan warna kulit buah pisang Barangan mengacu pada indeks skala warna buah pisang Mas Kirana (Yulyana, 2015). Pada perlakuan alami menunjukan skor paling tinggi yaitu 4 pada pengamatan terkahir karena yang tadinya warna kulit hijau kekuningan menjadi hijau tua dengan rasa yang awalnya agak manis menjadi sangat manis dengan sedikit pahit. Menurut Nurjanah (2002) laju respirasi pada buah-buahan dan sayuran dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti temperatur, cendawan, serta faktor internal seperti tipe produk, tingkat perkembangan dan struktur atau asal buah-buahan atau sayuran. Pengaruh aktivitas mikroorganisme penyebab penyakit pascapanen juga dapat mempengaruhi laju emisi CO2 buah. Laju respirasi buah yang rendah pada awal masa penyimpanan dapat disebabkan buah yang dipanen terlalu muda. Pantastico (1986) menyatakan bahwa buah yang belum masak memiliki lapisan kutikula yang tipis. Lapisan 4



ini menjadi tebal setelah buah masak sehingga permeabilitas kulit buah terhadap gas berkurang.



5



V SIMPULAN Perlakuan alami atau mengguanakan buah pisang yang sudah masak menujukan skor paling tinggi dalam uji tingkat kemasakan buah pisang sedangkan penggunaan dengan daun lamtoro hanya memperoleh skor 3 dari konteks yang diamati yaitu warna kulit buah, warna daging buah, kekerasan dan tingkat kemasakan.



6



DAFTAR PUSTAKA [Kementan] Kementerian Pertanian. 1995. Produksi Pisang Menurut Provinsi, 2011- 2015. http://www.pertanian.go.id/Data5ta hun/pdf-HORTI2016/2.2 Produksi%20Pi sang.pdf. [10 Desember 2016]. Cahyono, B. 2009. Pisang Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta. Kuntarsih, S. 2012. Pedoman Penanganan Pascapanen Pisang. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah Kementerian Pertanian. Jakarta. Pantastico, E.B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan BuahBuahan dan Sayur– Sayuran Tropika dan Subtropika. Dalam Kamariyani (ed.). Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. Gajah Mada University. Yogyakarta. Suryana, A. 2006. Peran Teknologi Pascapanen dan Sistem Keamanan Pangan dalam meningkatkan Nilai Tambah Hasil Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Jakarta. Yulyana, E. 2015. Kriteria kematangan pascapanen pisang Mas Kirana (Musa sp. AA Group) berbasis satuan panas. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurjanah, S. 2002. Kajian laju respirasi dan produksi etilen sebagai dasar penentuan waktu simpan sayuran dan buah-buahan. Jurnal Bionatura Indonesia. 4(3): 148-156.



7



LAMPIRAN



0 Hari



1 Hari



2 hari



3 Hari



8