Lapsus Candidiasis Oral 1351 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PRAKTIKUM ORAL MEDICINE LAPORAN KASUS



PENATALAKSANAAN PSEUDOMEMBRANOUS CANDIDIASIS ORAL DISERTAI SCROTAL TONGUE PADA PEROKOK USIA LANJUT



Oleh : Fatimatuz Zahroh 131610101051



Pembimbing : drg. Ayu Mashartini, Sp. PM Praktikum Putaran I Semester Ganjil Tahun Ajaran 2017/2018



BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS JEMBER 2017/2018 Laporan Kasus PENATALAKSANAAN PSEUDOMEMBRANOUS CANDIDIASIS ORAL DISERTAI SCROTAL TONGUE PADA PEROKOK USIA LANJUT Fatimatuz Zahroh (131610101051) Pembimbing drg. Ayu Mashartini, Sp. PM Bagian Ilmu Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi danMulut Universitas Jember Jln. Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember September 2017



Abstrak



Pendahuluan : Oral Candidiasis merupakan suatu infeksi opurtunistik pada mukosa oral yang disebabkan oleh jamur dari jenis Candida albicans. Candida albicans lebih sering menyebabkan terjadinya infeksi apabila dibandingkan dengan jenis kandida lainnya. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral seperti penggunaan gigi tiruan, xerostomia, dan kebiasaan merokok. Gigi palsu mempengaruhi untuk infeksi Candida di sebanyak 65% dari orang-orang tua yang mengenakan gigi tiruan penuh atas. Pasien pria berumur 70 tahun dengan penampilan klinis pseudomembranous candidiasis pada dorsum lidah, tidak sakit dan scrotal tongue pada dorsum lidah dan terasa sakit. Kesimpulan: Diagnosa terakhir pada pasien ini yaitu pseudomembranous candidiasis pada dorsum lidah. Terapi yang diberikan pada pasien yaitu Nystatin oral suspension berfungsi sebagai obat antijamur topikal,



Benzokain Boraks Gliselin (BBG) sebagai



analgesic dan antiseptic topikal dan Becomzet (Vitamin B complex, A, C, E, dan Zinc) sebagai multivitamin.



PENDAHULUAN



Kandida adalah jamur dengan bentuk yeast yang merupakan flora normal dalam rongga mulut dan terdapat 70% pada setiap populasi, tetapi dapat menjadi patogen apabila didukung oleh lingkungan dengan kondisi yang memungkinkan misalnya



penurunan



respons



imun



atau



terjadi



perubahan



ekosistem



mikroorganisme. Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candida yang menyebabkan terjadi suatu kondisi patogen, dan merupakan infeksi jamur yang paling sering dijumpai pada rongga mulut manusia. Manifestasi klinis dari kandidiasis



dalam



rongga



mulut



dibagi



menjadi



empat



yaitu



Acute



Pseudomemrane Candidiasis (thrush), Acute Athropic Candidiasis, Chronic Athropic Candidiasis, dan Chronic Hyperplastic Candidiasis. Hal ini terjadi karena didukung adanya faktor predisposisi antara lain (1) adanya perubahan flora normal rongga mulut (karena pemakaian antibiotik spektrum luas, penggunaan obat kumur berlebihan, dan xerostomia), (2) iritasi lokal yang kronis (pemakaian gigi tiruan yang dan alat ortodontik, perokok berat), (3) pemakaian kortikosteroid, (4) kebersihan rongga mulut yang buruk, (5) kehamilan, (6) penurunan kekebalan tubuh (AIDS, diabetes melitus, leukemia, limfoma, kemoterapi, dan radiasi), (7) malabsorpsi dan malnutrisi. Pseudomembran kandidiasis merupakan infeksi akut tetapi dapat menetap dalam waktu beberapa bulan ataupun tahun pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, pada pasien HIV ataupun pasien immunocompromised. Gambaran klinis dari Pseudomembran kandidiasis ialah terlihat adanya lesi putih yang menyebar luas pada permukaan mukosa yang dapat berkembang dan membentuk plak yang terlihat seperti gumpalan susu.



Plak tersebut dapat dikerok dan



meninggalkan dasar eritema dan dapat juga berdarah. Pseudomembran kandidiasis paling sering ditemukan pada daerah mukosa bukal, lidah, dan palatum lunak. Perawatan pseudomembran kandidiasis ialah dengan diberikan obat anti jamur topikal seperti nystatin, dan perlu adanya pemeriksaan kelainan sistemik sebagai pemicu timbulnya pseudomembran kandidiasis.



Fissured tongue seringkali juga dikenal dengan “ scrotal tongue atau plicated tongue “ adalah sebuah kondisi varian normal yang di tandai dengan terdapatnya celah dalam pada dorsum lidah, dan umumnya tidak ada gejala sakit. Namun apabila ada sisa makanan yang terjebak pada celah-celah tersebut, pasien dapat mengeluhkan sakit atau rasa terbakar pada lidahnya. Fissured tongue merupakan salah satu kelainan perkembangan yang paling sering ditemui dengan prevalensi dilaporkan 0,6% di Afrika Selatan, 27,7% di Brazil, dan 5,71% di India Selatan. Prevalensi fissured tongue di seluruh dunia menurut Rathee, mencapai 21%, dimana tidak dipengaruhi oleh perbedaan ras. ,



TINJAUAN PUSTAKA



1. Pseudomembran kandidiasis a. Candidiasis Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Candida yang menyebabkan terjadi suatu kondisi patogen, dan merupakan infeksi jamur yang paling sering dijumpai pada rongga mulut manusia. Manifestasi klinis dari kandidiasis



dalam



rongga



mulut



dibagi



menjadi



empat



yaitu



Acute



Pseudomemrane Candidiasis (thrush), Acute Athropic Candidiasis, Chronic Athropic Candidiasis, dan Chronic Hyperplastic Candidiasis. b. Pseudomembran kandidiasis Thrush (acute pseudomembranous candidiasis) merupakan prtoptipe dari infeksi mulut oleh jamur seperti ragi yang disebut Kandida. Penyakit ini merupakan suatu infeksi superfisial dari lapisan atas epitelium mukosa mulut dan mengakibatkan terbentuknya plak atau flek putih pada permukaan mukosa yang terdiri atas sel-sel epitel yang berdesquamasi, sel-sel radang, fibrin, ragi dan elemen miselia. Mukosa disekelilingnya bisa merah bisa tidak, akan tetapi pembuangan plak dengan gosokan atau kerokan yang lembut biasanya memperlihatkan suatu daerah kemerahan atau bahkan ulserasi yang dangkal. Pseudomembran kandidiasis merupakan infeksi akut tetapi dapat menetap dalam waktu beberapa bulan ataupun tahun pada pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid,



pada



pasien



HIV



ataupun



pasien



immunocompromised.



Pseudomembran kandidiasis paling sering ditemukan pada daerah mukosa bukal, lidah, dan palatum lunak. Diagnosis thrush ini biasanya ditegakkan berdasarkan gambaran lesi dengan atau tanpa disertai konfirmasi berdasarkan sediaan apus atau kultur Kandida, jadi diagnosis pasti dari thrush ini harus ditegakkan hanya bila organisme yang dimaksud terlihat dalam sediaan apus yang telah diwarnai atau kultur yang disiapkan dari lesi klinis yang khas.



c. Etiologi dan Faktor Predisposisi Paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan didukung adanya faktor predisposisi antara lain: (1) adanya perubahan flora normal rongga mulut (karena pemakaian antibiotik spektrum luas, penggunaan obat kumur berlebihan, dan xerostomia) (2) iritasi lokal yang kronis (pemakaian gigi tiruan yang dan alat ortodontik, perokok berat) (3) pemakaian kortikosteroid (4) kebersihan rongga mulut yang buruk (5) kehamilan (6) penurunan kekebalan tubuh (AIDS, diabetes melitus, leukemia, limfoma, kemoterapi, dan radiasi) (7) malabsorpsi dan malnutrisi.



d. Patogenesis Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan sistemik. Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan, xerostomia, dan kebiasaan merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan jamur Kandida yaitu lingkungan dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan keadaan anaerob. Faktor lokal seperti xerostomia juga dapat menimbulkan kandidiasis oral. Xerostomia merupakan suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi), terapi radiasi dan kemoterapi. Usia pasien yang lanjut serta kebiasaan buruk merokok menyebabkan terjadinya gangguan pada sekresi saliva. Saliva berperan penting dalam menjaga homeostasis dan mikroflora rongga mulut, termasuk dalam mencegah terjadinya infeksi jamur. Saliva memiliki efek self cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut. Kandungan antibodi saliva (sIgA) dan faktor anti mikrobial dalam saliva (lisosim, laktoperoksidase, histatin,



kalprotektin, dan laktoferin) berperan penting dalam mencegah perlekatan, kolonisasi, dan infeksi Candida albicans. Dengan demikian, penurunan laju saliva akan menyebabkan berkurangnya efisiensi sistem imun sebagai kontrol infeksi Candida albicans sehingga memudahkan terjadinya infeksi Candida albicans. Pada pasien dengan usia lanjut proliferasi sel atau regenerasi sel epitel juga mengalami gangguan sehingga rentan terhadap penyakit. Rokok terdiri dari 4000 senyawa kimia bioaktif dan 300 zat karsinogenik yang dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saliva. Saliva merupakan cairan tubuh yang pertama kali terpapar oleh rokok. Merokok dalam jangka waktu yang pendek mengakibatkan peningkatan laju alir saliva, namun pengaruh rokok dalam jangka waktu yang lama masih belum jelas. Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penurunan sekresi saliva dan serostomia. Subjek yang mengonsumsi rokok dalam jumlah yang banyak (14,8±8,3 batang rokok per hari) dan dalam jangka waktu yang lama (12,15±6,84 tahun), mempunyai risiko yang lebih besar mengalami serostomia. Penelitian ini juga melaporkan bahwa laju alir saliva pada perokok dan nonperokok juga mempunyai perbedaan yang signifikan (rata-rata laju alir saliva pada perokok 0,38 ml/menit ±0,13, sedangkan pada nonperokok 0,56 ml/menit ±0,16). Hal ini menunjukkan bahwa merokok dalam jangka panjang menyebabkan penurunan laju alir saliva. Perubahan pada laju alir saliva mempunyai peran penting dalam patogenesis penyakit gigi dan penyakit rongga mulut. Hiposalivasi dihubungkan dengan kejadian peningkatan jumlah Candida. Subjek dengan laju alir saliva yang rendah memiliki jumlah Candida yang lebih tinggi. Merokok mempunyai hubungan dengan tingginya jumlah spesies Candida. Merokok dapat meningkatkan jumlah Candida secara signifikan dari 30% menjadi 70%. Pada perokok terjadi perubahan lokal pada epitel yang menyebabkan terjadinya kolonisasi Candida. Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah berkembang.



Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi imun (HIV/AIDS), kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan steroid juga dapat menyebabkan timbulnya kandidiasis oral. Pada penderita HIV/AIDS terjadi defisiensi imun yang mengakibatkan infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral mudah terjadi. Di samping itu, terapi radiasi daerah kepala dan leher mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi kelenjar saliva mayor dan minor sehingga memudahkan terjadinya xerostomia. Prevalensi xerostomia setelah terapi radiasi dijumpai melebihi 90%. Pengobatan kemoterapi juga dapat berdampak pada berkurangnya aliran saliva. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keadaan xerostomia yang dapat timbul akibat radioterapi dan kemoterapi bisa memudahkan perkembangan jamur Kandida. Penggunaan obat antibiotik dan steroid juga dihubungkan dengan terjadinya kandidiasis oral. Adapun mekanisme infeksi Kandida Albikan pada sel inang sangat kompleks. Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi enzim hidrolitik ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida albikan ke sel inang. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara spesies Kandida untuk mempertahankan diri dari obat antifungi. Ada keyakinan bahwa bentuk hifa adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk ragi tidak bersifat patogen. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan. Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan reseptor. Makanan dan protein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Setelah terjadi proses penempelan, Candida albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Enzim yang berperan adalah



aminopeptidase dan asam fosfatase, yang terjadi setelah proses penetrasi tergantung dari keadaan imun dari host.



e. Gambaran diagnostik Kandidiasis mulut dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk selain dari thrush. Karena penampilannya beragam inilah dan kenyataan dimana lesi mulut, karena sebab lain mungkin tidak dapat dibedakan secara klinis darim kandidiasis, maka biasanya hanya melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan atau melalui pemeriksaan histologislah diagnosa kandidiasis ini dapat ditegakkan dengan pasti. Pada thrush, akan dijumpai ragi dan miselia dalam jumlah besar, dalam kandidiasis mulut kronis, lebih sedikit organisme yang akan dijumpai akan tetapi biasanya sudah cukup untuk memungkinkan ditegakkannya suatu diagnosis.



2. Scrotal Tongue a. Definisi fissured tongue Fissured tongue seringkali juga dikenal dengan “ scrotal tongue atau plicated tongue “ adalah sebuah kondisi varian normal yang di tandai dengan terdapatnya celah dalam pada dorsum lidah, dan umumnya tidak ada gejala sakit, Namun apabila ada sisa makanan yang terjebak pada celah-celah tersebut, pasien dapat mengeluhkan sakit atau rasa terbakar pada lidahnya. Fissured tongue



merupakan keadaan yang jinak berupa celah-celah



dengan kedalaman 2-6 mm pada permukaan dorsal lidah akan tetapi keadaan ini menjadi semakin nyata seiring dengan bertambahnya umur. Fissured tongue biasanya ditemukan pada orang yang sehat (fissured tongue kongenital) dan lebih sering ditemukan pada orang yang berusia lebih tua.



Fissured tongue



juga



merupakan manifestasi dari Melkersson-Rosenthal syndrome, Down syndrome, psoriasis dan seringkali timbul bersamaan dengan benign migratory glossitis (geographic tongue).



B. Etiologi Fissured tongue Etiologi dari varian ini tidak diketahui, tetapi herediter memegang peranan penting. Kondisi ini merupakan herediter, terlihat saat lahir, atau mungkin menjadi lebih jelas ketika usia lanjut. Umur dan faktor lokal lingkungan dapat mempengaruhi perkembangannya. Fissured tongue juga dapat merupakan manifestasi dari Melkersson-Rosenthal syndrome, Down syndrome, Sjogren’s syndrome dan psoriasis. Pada suatu percobaan hewan, Kekurangan B kompleks mungkin berhubungan terhadap pembelahan retepeg pada celah lidah (burket dkk,2003). Menurut Rathee, Prevalensi fissured tongue “ adalah sebuah kondisi varian normal yang di tandai dengan terdapatnya celah dalam pada dorsum lidah, dan umumnya tidak ada gejala sakit, Namun apabila ada sisa makanan yang terjebak pada celah-celah tersebut, pasien dapat mengeluhkan sakit atau rasa terbakar pada lidahnya. Fissured tongue merupakan keadaan yang jinak berupa celah-celah dengan kedalaman 2-6 mm pada permukaan dorsal lidah akan tetapi keadaan ini menjadi semakin nyata seiring dengan bertambahnya umur. Fissured tongue biasanya ditemukan pada orang yang sehat (fissured tongue kongenital) dan lebih sering ditemukan pada orang yang berusia lebih tua. Fissured tongue juga merupakan manifestasi dari Melkersson-Rosenthal syndrome, Down syndrome,



psoriasis dan



seringkali



timbul



bersamaan



dengan



benign



migratory glossitis (geographic tongue).



c. Gambaran Klinis Fissured tongue Gambaran klinis dapat bervariasi baik dalam bentuk, jumlah, kedalaman dan panjang serta pola dari celah celah lidah tersebut. Akan tetapi biasanya celah pada fissure tongue terdapat lebih dari satu yang dalamnya 2-6 mm. Pola yang biasa terlihat yakni terdapat celah sentral yang paling besar ditengah tengah lidah dengan celah celah kecil bercabang disekitarnya. Berdasarkan polanya celah pada lidah tersebut dibagi menjadi 3 arah yakni arah vertikal, transversal dan oblique.



Papila filiformis tersebar di mukosa pada permukaan dorsal lidah, dimana papilla



tersebut melindungi permukaan epitel dari tekanan mekanis.



Perlindungan mekanis



pada mukosa lidah ini



menjadi



lebih rendah pada



fissured tongue tanpa adanya papilla dan keratin yang bisa saja menyebabkan terjadinya inflamasi. Fissured tongue biasanya



asimptomatik dan ditemukan



secara kebetulan, akan tetapi akumulasi makanan yang terjebak dalam celahcelah tersebut dapat menimbulkan terjadinya halitosis dan focal glossitis.



LAPORAN KASUS



Pasien seorang laki-laki dewasa usia 70 tahun, suku Jawa dengan berat 53 kg dan tinggi badan pasien 150 cm. Pasien datang ke bagian Oral Medicine RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember pada tanggal 12 September 2017 dengan keluhan lidah terasa tebal dan tidak enak tetapi tidak sakit serta lidah bagian depan pecah-pecah dan terasa sakit. Keadaan ini terjadi sejak ± 10 tahun yang lalu dan tidak pernah diobati sebelumnya. Pasien mengaku sering merokok sehari semalam sekitar 12 batang. Pasien memiliki jadwal tidur dan istirahat yang tidak teratur dikarenakan pekerjaan pasien sebagai tukang becak. Sampai saat ini, pasien belum pernah mengobati lidahnya tersebut dan kondisi lidah tidak sakit. Pemeriksaan klinis ekstra oral pada rongga mulut tidak ditemukan abnormalitas. Pada pemeriksaan intraoral pasien edentulous pada dorsum lidah ditemukan plak putih dapat dikerok, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman ±5 mm dan panjang ±10-50 mm, dasar kemerahan dan sakit. Diagnosa sementara adalah suspect pseudomembranous candidiasis pada lidah dengan terapi yang diberikan adalah terapi simptomatis berupa pemberian nystatin oral suspension yang berfungsi sebagai anti jamur topikal, Benzokain Boraks Gliselin (BBG) sebagai analgesic dan antiseptic topical serta pemberian multivitamin dengan kandungan B complex, vitamin A, C, E, dan Zinc. Terapi yang diberikan pada saat pasien pada kunjungan pertama adalah : 1. Asepsis lidah menggunakan povidonem iodine 2. Lidah dikeringkan dengan tampon steril 3. Pembersihan debris dengan spatula disposible 4. Dilakukan swab menggunakan spatula disposible lalu disimpan di objek glass untuk dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi 5. Dilakukan pengobatan topikal menggunakan nystatin dioleskan ke lidah engan cotton pelet 0,5 ml 6. Dibiarkan selama 5 menit, lalu setelah itu boleh ditelan 7. Tunggu 20-30 menit pasien dilarang makan, minum, atau berkumur.



Serta pasien diinstruksikan untuk menggunakan obat sesuai anjuran, menjaga kebersihan rongga mulut terutama lidah dengan tongue cleaner, makan makanan bergizi dan konsumsi multivitamin, istirahat yang cukup serta kontrol 1 minggu kemudian.



(A) Tanggal 9 Maret 2017, pasien pertama kali datang ke RSGM FKG UNEJ dengan dengan keluhan lidah terasa tebal dan tidak enak saat minum kopi panas setiap pagi dan malam, namun tidak sakit. Keadaan klinis berupa lidah ditemukan plak putih dapat dikerok, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman ±1 mm.



PEMBAHASAN : Diagnosa ditegakkan dari pemeriksaan subjektif berupa anamnesa, pemeriksaan objektif/klinis, dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan intraoral pasien edentulous pada dorsum lidah ditemukan plak putih dapat dikerok, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman ±5 mm dan panjang ±10-50 mm, dasar kemerahan dan sakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang berupa uji swab dari laboratorium Mikrobiologi menunjukkan adanya bentukan spora +3 (positif 3) dan hifa +3 (positif 3), hasil ini menunjukkan bahwa terdapat infeksi Candida albicans pada dorsum lidah. Dari hasil tersebut maka dapat ditegakkan diagnosa yaitu pseudomembranous candidiasis. Pseudomembran kandidiasis disebut juga dengan ‘trush’ yang terdiri atas kumpulan hifa dan sel ragi, sel radang, bakteri, epitel, debris makanan dan jaringan nekrolitik. Gambaran klinis dari Pseudomembran kandidiasis ialah terlihat adanya lesi putih yang menyebar luas pada permukaan mukosa yang dapat berkembang dan membentuk plak yang terlihat seperti gumpalan susu.



Plak



tersebut dapat dikerok dan meninggalkan dasar eritema dan dapat juga berdarah. Pseudomembran kandidiasis paling sering ditemukan pada daerah mukosa bukal, lidah, dan palatum



lunak. Hal ini terjadi karena didukung adanya faktor



predisposisi antara lain (1) adanya perubahan flora normal rongga mulut (karena pemakaian antibiotik spektrum luas, penggunaan obat kumur berlebihan, dan xerostomia), (2) iritasi lokal yang kronis (pemakaian gigi tiruan yang dan alat ortodontik), (3) pemakaian kortikosteroid, (4) kebersihan rongga mulut yang buruk, (5) kehamilan, (6) penurunan kekebalan tubuh (AIDS, diabetes melitus, leukemia, limfoma, kemoterapi, dan radiasi), (7) malabsorpsi dan malnutrisi. Etiologi terjadinya oral candidiasis pada pasien ini diduga karena adanya faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya invasi jamur C.albicans. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien sering merokok sehari semalam sekitar 12 batang. Pasien memiliki jadwal tidur dan istirahat yang tidak teratur dikarenakan pekerjaan sebagai tukang becak. Sampai saat ini, pasien belum pernah mengobati lidahnya tersebut dan kondisi lidah tidak sakit. Hal-hal inilah yang diduga



merupakan faktor predisposisi dari pertumbuhan C.albicans dalam rongga mulut pasien. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal dan sistemik. Usia pasien yang lanjut serta kebiasaan buruk merokok menyebabkan terjadinya gangguan pada sekresi saliva. Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi kronis dan panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Seperti yang diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah berkembang. Saliva berperan penting dalam menjaga homeostasis dan mikroflora rongga mulut, termasuk dalam mencegah terjadinya infeksi jamur. Saliva memiliki efek self cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut. Kandungan antibodi saliva (sIgA) dan faktor anti mikrobial dalam saliva (lisosim, laktoperoksidase, histatin, kalprotektin, dan laktoferin) berperan penting dalam mencegah perlekatan, kolonisasi, dan infeksi Candida albicans. Dengan demikian, penurunan laju saliva akan menyebabkan berkurangnya efisiensi sistem imun sebagai kontrol infeksi Candida albicans sehingga memudahkan terjadinya infeksi Candida albicans. Pada pasien dengan usia lanjut proliferasi sel atau regenerasi sel epitel juga mengalami gangguan sehingga rentan terhadap penyakit. Merokok juga menginduksi peningkatan keratinisasi epitel. Asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran air ludah. Iritasi pada lidah tersebut memicu terbentuknya sebuah lapisan protektif terhadap sel-sel mati yang disebut keratin. Keratin pada lidah merupakan kandungan kandungan yang sama yang membentuk rambut dan kuku. Keratin yang terbentuk dalam lidah umumnya ditelan dan dibuang ketika kita mengkonsumsi makanan. Dalam kondisi lidah normal, jumlah keratin yang diproduksi sebanding dengankeratin yang dibuang. Namun keseimbangan ini dapat terganggu disebabkan oleh keratin yang tidak dapat dibuang dengan cepat. Kondisi tersebut seperti yang terjadi pada orang yang mengkonsumsi diet lunak



misalnya pada pemakai gigi tiruan. Hal ini juga dapat terjadi karena keratin yang diproduksi lebih cepat dibandingkan keratin yang ditelan atau dibuang. Kandidiasis mulut dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk selain dari thrush. Karena penampilannya beragam inilah dan kenyataan dimana lesi mulut, karena sebab lain mungkin tidak dapat dibedakan secara klinis dari kandidiasis, maka biasanya hanya melalui pemeriksaan mikroskopis dari kerokan atau melalui pemeriksaan histologislah diagnosa kandidiasis ini dapat ditegakkan dengan pasti. Pada thrush, akan dijumpai ragi dan miselia dalam jumlah besar, dalam kandidiasis mulut kronis, lebih sedikit organisme yang akan dijumpai akan tetapi biasanya sudah cukup untuk memungkinkan ditegakkannya suatu diagnosis. Kontrol pertama dilakukan tanggal 19 september 2017, setelah 7 hari perawatan plak putih masih ada terutama pada dorsum lidah dapat dikerok, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman ±5 mm dan panjang ±10-50 mm, tidak sakit. Kemudian pasien diinstruksikan melanjutkan terapi menggunakan nystatin. Penatalaksanaan kasus oral candidiasis dilakukan dengan cara mengatasi infeksi dan koreksi faktor predisposisi. Tujuan dari terapi atau pengobatan yaitu menghilangkan etiologi Candida albicans, mempercepat proses penyembuhan, dan meningkatkan daya tahan tubuh. Pada kasus ini digunakan antijamur topikal untuk mengatasi infeksi C.albicans yaitu nystatin oral suspension, Benzokain Boraks Gliserin, tongue cleaner, dan multivitamin Becomzet. Nystatin adalah suatu macrolide polyne yang toksisitasnya rendah jika digunakan sebagai obat topikal, efektif terhadap sebagian besar spesies Candida, dan paling sering digunakan untuk menekan infeksi Candida lokal. Antifungi polyene berikatan dengan elgosterol pada membran sel fungi, sehingga terjadi gangguan pada struktur membran sel yang menyebabkan kebocoran kandungan intrasel yang berakhir dengan kematian sel. Tongue



cleaner



juga



digunakan



sebagai



terapi



kausatif



untuk



menghilangkan etiologi jamur secara mekanis. Koreksi terhadap faktor predisposisi dapat dilakukan dengan instruksi pasien untuk menghentikan atau setidaknya mengurangi kebiasaan merokok, meningkatkan kualitas istirahat,



mengatur pola asupan gizi yang cukup dengan komposisi seimbang, dan mengkonsumsi vitamin B kompleks dan zinc.



LAMPIRAN HASIL UJI SWAB



KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan



diatas,



dapat



disimpulkan bahwa pasien



mengalami pseudomembran candidiasis pada lidah dikarenakan terdapat plak putih dapat dikerok disertai keratosis, batas tidak jelas, tidak sakit, fissure multiple dengan kedalaman ±5 mm dan panjang ±10-50 mm, dasar kemerahan dan sakit karena kebiasaan pasien. Terapi pseudomembran candidiasis yang diberikan pada pasien yaitu nystatin oral suspension dan mycostatin oral suspension sebagai antijamur topikal, dan Becomzet (Vitamin B complex, A, C, E, dan Zinc) sebagai multivitamin. Terapi Scrotal Tongue yang diberikan yaitu Gliselin (BBG) sebagai analgesic dan antiseptic topical,



Benzokain Boraks



DAFTAR PUSTAKA Apriasari, M. L. 2013. Kumpulan Kasus Penyakit Mulut Seri I. Jakarta: Salemba Medika. Apriasari, M.L. dan E. M. Baharuddin. Buku Ajar Kedokteran Gigi Ilmu Penyakit Mulut: Penyakit Infeksi Rongga Mulut. Surakarta: Yuma Pustaka http://scholar.unand.ac.id/11972/2/bab%201.pdf [Diakses pada 14 Maret 2017] Kandidiasis



oral



http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23362/3/Chapter%20II.pdf [Diakses pada 14 Maret 2017] Greenberg, M.S; M, Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis ang Treatment. 10th ed. Hamilton. BC Decker inc. Pindborg. J.J. 2009. Atlas Penyakit Mukosa Mulut. Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher. Langlais, R.P. dan Miller, C.S Color Atlas of Common Oral Disease.Lipincott William dan Wilkin. Ed.3 Afriza, D. Manisfestasi Penyakit Sistemik Di Rongga Mulut. Universitas Baiturrahmah. Padang. Cet 1 Lewis, M dan Lamey, P. 1994. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Widya Medika. Cet 1 M rathee, A Hooda, A Kumar. Fissure Toungue : A. Case Report and Review of Literature. The Internet Journal of Nutrition and Wellness. 2009 vol.10 Number1. Burket,dkk. 2003. Oral medicine : Diagnosis and treatment (4thed). London : BC Decker.



Scully, Crispian (2008). Oral and maxillofacial medicine : the basis of diagnosis and treatment (2nd ed. ed.). Edinburgh: Churchill Livingstone Scully C, dkk. 2010. Oral Medicine and Pathology at a Glance. Ed. ke-1. Willey-Blackwell. United Kingdom. Hlm. 15.