Lapsus Frozen Shoulder [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI MANAJEMEN FISIOTERAPI GERIATRI PADA LEFT SHOULDER BERUPA LIMITASI ROM E.C. FROZEN SHOULDER SEJAK 1 BULAN YANG LALU”



OLEH HILDA NAYARTI R024212007



PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2022



LEMBAR PENGESAHAN Laporan Studi Kasus Profesi Fisioterapi di Yayasan Batara Hati Mulia dengan judul manajemen fisioterapi geriatri pada left shoulder berupa limitasi ROM e.c Frozen shoulder sejak 1 bulan yang lalu pada tanggal 7 Maret 2022.



Mengetahui, Instruktur Klinis Yayasan Batara Hati Mulia



Edukator Klinis Bagian Geriatri



Iryanti, S.Ft, S. KM., Physio



Ita Rini, S.Ft, Physio, M.Kes



KATA PENGANTAR



Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini sebagai pembuka pintu menyelesaikan studi, laporan kasus berjudul “manajemen fisioterapi geriatri pada left shoulder berupa limitasi ROM e.c Frozen shoulder sejak 1 bulan yang lalu ”. Sholawat dan taslim semoga tercurah atas Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, namun berkat do’a, bimbingan, arahan dan motivasi dari berbagai pihak, penulis mampu menyelesaikan satu tahapan menyelesaikan studi. Harapan penulis semoga laporan kasus yang diajukan ini dapat diterima dan diberi kritikan serta masukan yang dapat semakin memperbaiki laporan kasus ini. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan kasus ini, besar harapan dan do’a penulis agar kiranya laporan kasus ini dapat diterima. Makassar, 7 Maret 2022



Penulis



iii



DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................



i



KATA PENGANTAR .......................................................................................



ii



DAFTAR ISI ......................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................



1



1.1 Latar Belakang.......................................................................................



1



1.2 Anatomi Fisiologi .................................................................................



2



Biomekanik .............................................................................................. 13 Ritme Scapulohumeral .............................................................................. 15 BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS …………. 17 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 22 2.2 Definisi Frozen Shoulder ................................................................. 24 2.3 Etiologi ............................................................................................. 26 2.4 Epidemiologi .................................................................................... 27 2.5 Patomekanisme…………………………………………………..... 28 2.6 Manifestasi Klinik ............................................................................ 31 2.7 Penatalaksanaan FT .......................................................................... 32 2.8 Diagnosa Banding ……………………………………………....... 34 2.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 25 BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI ……………………………………… 36 3.1 Proses Pengukuran Dan Pemeriksaan Fisioterapi Anamnesis ...................................................................................... 36



iv



CHARTS .......................................................................................... 36 Problem FT ...................................................................................... 38 Planning ............................................................................................ 39 Program FT ………………………………………………….......... 39 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 42



v



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lansia menurut WHO (World Health Organization) merupakan seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Pada usia tersebut manusia yang dikategorikan telah masuk tahap terakhir dari fase hidupnya. Seseorang yang memasuki usia 60 tahun kearas akan melalui proses penuaan atau aging processyang ditandai dengan siklus hidup berupa penurunan fungsi organpada sistem vascular, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, endokrin dan sistem lainnya. Usia 60 tahun keatas lebih rentan terhadap penyakit yang dapat meningkatkan risiko kematian. Perubahan struktur dan fungsi sel pada jaringan maupun organ menurunkan kesehatan fisik sehingga mempengaruhi aktivitas lansia (Dahroni et al., 2019). Aktifitas sehari-hari lansia banyak bergantung dan menggunakan keterlibatan yang sangat tinggi pada fungsi anggota gerak atas. Tangan dan lengan sebagai peran utama, sehingga bila ada gangguan tentu akan mengganggu mobilitas dan kegiatan lansia (amien,2017) . Frozen shoulder merupakan kondisi klinis yang membatasi gerakan pasif dan aktif sendi bahu ke segala arah, termasuk fleksi, abduksi, dan rotasi. Frozen shoulder merupakan salah satu kondisi patologi pada ekstremitas atas dimana gerakan bahu menjadi kaku dan terbatas akibat penebalan dan kontraksi kapsul



sendi yang



menyebabkan menurunnya kapasitas volume kapsul (Marcel, 2015). Pravelensi kejadian diperkirakan 2-5% dari populasi. Bahu yang sering mengalami kondisi ini adalah bahu non-dominan, pada 6-17 persen pasien, bahu



2



yang lain akan terkena dalam jangka waktu 5 tahun. Frozen shoulder hanya sering muncul hanya pada satu bahu saja, yang diakibatkan karena idiopatik atau karena kondisi lainnya, dalam beberapa kasus keluhan dapat terjadi selama dua hingga tiga tahun, beberapa studi menjelaskan bahwa 40% pasien mengalami gejala persisten dan ringan diluar tiga tahun, dan 15% memiliki kondisi disabilitas jangka panjang (Tore A Prestgaard, MD,2018). Masalah aktivitas yang sering ditemukan pada penderita frozen shoulder adalah tidak mampu menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, kesulitan memakai breastholder



(BH) bagi wanita, mengambil dan memasukkan



dompet di saku pakaian, serta gerakan- gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu. Ketidakmampuan tersebut timbul karena adanya nyeri dan kekakuan dalam menggerakkan sendi bahu. Selain itu, luas gerak sendi bahu penderita frozen shoulder juga terbatas ketika digerakkan oleh orang lain (secara pasif). Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa penderita frozen shoulder akan mengalami



gangguan



dalam



melaksanakan



fungsinya,



baik



dalam



fungsiactivity daily living (ADL) maupun dalam fungsi sosial dan pekerjaan (Kadek,2017). Gangguan fungsi ADL, sosial, dan pekerjaan yang dialami penderita frozen shoulder merupakan suatu kecacatan, sehingga diperlukan penatalaksanaan komprehensif berupa pencegahan timbulnya penyakit maupun progresivitas penyakit, pemberian obat-obatan anti- inflamasi, edukasi kesehatan, serta rehabilitasi berupa fisioterapi dengan modalitas maupun



terapi latihan.



Berdasarkan PERMENKES RI No. 80 Tahun 2013 definisi fisioterapi adalah



3



bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan pada individu atau kelompok 52 Amien Suharti et al (Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen Shoulder Sinistra Terkait



Hiperintensitas Labrum Posterior Superior) untuk mengembangkan,



memelihara, dan memulihkan gerak dan/atau fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, electroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. Elektro terapi yang digunakan pada kasus frozen shoulder berupa: Infra Red Radiation, Ultra sound, TENS. Untuk penatalaksanaan selanjutnya dengan stretching, manipulasi, dan terapi latihan codman pendulum. (Dewanto,2009). 1.2 ANATOMI FISIOLOGI Secara anatomi, sendi bahu merupakan sendi yang kompleks pada tubuh manusia, tulang utama yang membentuk bahu adalah humerus, scapula, dan clavicula. Sedangkan sendi bahu merupakan sendi sinovial tipe ball and socked, gerakannya paling luas namun susunan osteologisnya labil. Posisi/sikap dan gerakan yang terjadi pada sendi bahu selalu berkaitan dengan seluruh sub sistem dalam shoulder compleks yang terdiri dari 5 persendian, yaitu glenohumeral joint, acromioclavicular



joint,sternoclavicular



joint,



scapulothoracal



joint,dan



costovertebral-transversal joint. Anatomi Bahu terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan, otot, tendon, nervus, bursa, sinofial dan cartilage. Strukturstruktur bahu dibentuk oleh beberapa tulang yaitu : a. Os.Scapula Merupakan tulang yang menghubungkan tulang lengan atas dan tulang selangka. Scapula membentuk bagian posterior dari gelang bahu. Berbentuk



4



pipih seperti segitiga. Secara anatomis, memiliki dua permukaan, 3 pinggir (tepian), dan sudut. Pada bagian anterior, terdapat fossa subscapularis , dimana tempat melekatnya otot subscapularis . bagian permukaan posterior dibagi oleh spina scapula



menjadi fossa supraspinosus dan fossa



infraspinosus. Pada ujung spina scapula terdapat bagian acromion. Bagian khas lainnya yaitu processus coracoiddeus terdapat angulus lateralis dan sebuah cekungan yang disebut cavitas gloinoideus. Di cavitas glenoideus merupakan tempat melkatnya bonggol kepala humerus, scapula bersendi dengan clavicula pada acromion (Kelley, MJ,. et al. 2013).



b. Os.Clavicula



Merupakan tulang yang membentuk bahu dan menghubungkan lengan atas pada batang tubuh. Clavicula



berbentuk seperti kurva-ganda dan



5



memanjang. Pada ujung medial, clavicula



bersendi pada manibrium of



sternum (tulang dada) pada sendi Sternoclavicularis pada bagian ujung lateral bersendi dengan acromin dari scapula (tulang belikat) dengan sendi acromionclavicularis.



Pada wanita, clavicula lebih pendek, tipis, kurang



melengkung, dan permukaannya lebih halus. (Halder, et al 2000). c. Os.Humerus Merupakan tulang yang terpanjang pada ekstremitas superior yang terletak anatara bahu dan siku. Pada sistem rangka, terletak diantara tulang belikat dan radius-ulna. Secara anatomis, os.humerus dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagia atas humerus, corpus humerus (badan humerus dan bagian bawah humerus. Caput humeri bersendi dengan Cavitas glenoideus dari Os.Scapula. pada persendian ini terdapat dua bursa yaitu bursa subacromialis dan bursa subscapularis. Bursa subacromialis membatasi m.supraspinatus dan m.deltoideus . Bursa Subscapularsis memisahkan fossa subscapularis dari tendon m.subscapularis.



otot rottator cuff



membantu



menstabilkan persendian ini. Sepasang tuberkel disebelah lateral dan medial caput humeri tepat diatas sepertiga tengah humerus itu disebut tuberositas major dan tuberositas minor. Terdapat dua cekungan pada ujung bawah os.humerus yaitu fossa coronoidea fossa olecrani. (Kelley, MJ,. et al. 2013). Shoulder Kompleks terdiri dari 5 persendian, yaitu : glenohumeral joint, acromioclavicular joint, sternoclavicular joint, scapulothoracal joint, dan costovertebral-transversal joint a. Glenohumeral Joint



6



Sendi glenohumeral adalah sendi synovial ball and socket yang terbentuk dari caput humerus dan cavitas glenoid, dikelilingi oleh kapsul fibrosa dan membran sinovial pada bagian internal (Neuman, 2002). Caput of humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3cm dan arahnya ke superior, medial, dan posterior. Sudut bulatan pada caput humeri 180º, sedangkan sudut cekungan Fossa glenoidalis of scapula hanya 160º, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh fossa glenoidalis of scapula. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak stabil. Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen, otot, dan kapsul (Cluett,2007). Stabilitas dari sendi ini melibatkan otot-otot rotator cuff (m. subscapularis, m. supraspinatus, m. infraspinatus, dan m. teres minor) dan ligamen glenohumeral yang terbagi atas ligament anterior, medial, dan inferior. Kapsul sendi juga diperkuat oleh ligament coracohumeral yang berasal dari lateral processus coracoideus dan melekat pada anterior tuberculum mayor humerus (Neuman, 2002). Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral joint antara lain fleksi, ekstensi, abduksi, endorotasi (Snell, 1991) b. Acromionclavicular Joint Sendi acromioclavicular adalah hubungan antara processus acromion scapula dan clavicula bagian lateral. Sendi ini adalah synovial joint yang diperkuat oleh ligament superior dan inferior acromioclavicular, serta diperkuat oleh ligament carocaclavicular dan acromioclavicular. Sendi



7



acromioclavicular memiliki gerakan yang minimal dengan tiga bidang gerak. Gerakannya yaitu Elevasi-Depresi dan Protraksi-Retraksi. Kelainan dapat terjadi akibat gangguan pada struktur tulang dari persendian bahu, seperti pembentukan bone spike pada acromion akibat faktor degenerasi (osteofit ACJ), perbedaan bentuk atau tipe dari acromion , sehingga dapat mempengaruhi struktur lain pada bahu yang dapat menyebabkan terjadinya Impingment syndrome. (Kelley, MJ,. et al. 2013). c. Sternocalvicular Joint Sendi sternoclavicular adalah sendi synovial yang memiliki gerakan double gliding, memiliki tiga ligament (ligament anterior serta posterior sternoclavicular, costoclavicular, dan interclavicular) dan diskus sendi. Gerakan sendi sternoclavicular adalah elevasi dan depresi, protraksi dan retraksi serta rotasi d. Scapulothoracal Joint Sendi scapulothoracal merupakan hubungan antara permukaan anterior scapula dan posterior lateral thoraks. Secara anatomis scapula berada diantara tulang rusuk kedua dan ketujuh, dengan margo medial berada ± 6 cm dari lateral vertebra (Neuman, 2002). Scapulothoracal dibatasi oleh m. subscapular dan m.serratus anterior, distabilisasi oleh m. trapezius, m. rhomboideus, m. levator skapula dan m. serratus anterior. Gerakan scapulothoracal adalah elevasi-depresi dan abduksi,-adduksi.. Pada kondisi Frozen Shoulder terjadi gerak kompensasi dari skapulotorakal. (Lawrence, et al 2014).



8



e. Costovertebral Joint Costovertebral dan costotransversal yang terlibat dalam gerakan bahu adalah costa 1-2-3-4 yang secara bertahap mengikuti gerak lengan atas seperti intervertebral joint dengan winging dan rotasi. Pada Frozen Shoulder terjadi gerak kompensasi dan costovertebral. (Lawrence, et al 2014).



Bahu merupakan anggata gerak atas yang mempunyai mobilitas yang luas karena memiliki bentuk ball and socket dengan bentuk socked dari kavitas gleinodalis yang datar. Mobilitas yang luas dari sendi bahu tersebut, maka bahu memiliki otot-otot bahu yang kuat sebagai stabilitas aktifnya.Otot-otot bahu selain untuk stabilitas dari sendi bahu kompleks, juga menghasilkan gerakan bahu, tiap otot bahu dapat menyokong lebih dari satu gerakan bahu. Tendon rotator cuff melekat pada otot rotator cuff bagian dalam. Ada empat otot yang terlibat dalam mengangkat lengan dari samping dan memutar bahu keberbagai arah. Mekanisme rotator cuff juga menjaga kestabilan sendi bahu dengan menyangga caput humeri di soket glenoid. Otot yang terlibat yaitu m.supraspinatus, m.infraspinatus, m.teres minor, m.sebscapularis. (Cluett, 2007) a. M. supraspinatus



9



M. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae, berinsertio di bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri, serta disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah membantu m.deltoideus melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa glenoidalis scapulae. b. M. infraspinatus M. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae, berinsertio di bagian tengah tuberculum mayor humeri,



humeri



dan



capsula



articulation



serta disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah



melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan articulatio glenohumeral. c. M. teres minor M.teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae, berinsertio di bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulatio humeri, serta disarafi oleh cabang n. axillaris. Otot ini berfungsi membantu m. infraspinatus melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan articulatio glenohumeral. d. M. subscapularis M. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan anterior scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri, yang disarafi oleh n. subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior plexus brachialis. Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan membantu menstabilkan articulatio glenohumeral.



10



Ligament pada shoulder terdiri dari: a. Ligament coracohumeral Ligament ini adalah ligament yang membentang dari procesus coracoideus sampai tuberculum humeri serta Ligamentum ini mendukung aspek superior kapsul sendi. Itu berasal dari proses coracoid.



b. Ligament coracocravicular Ligamentum ini terdiri dari ligamentum konoid dan trapesium dan bentang dari proses coracoid ke klavikula. Berfungsi untuk mempertahankan posisi klavikula bersama dengan ligamentum acromioclavicular. Kekuatan yang



kuat



dapat



memecahkan



ligamen



ini



selama



cedera



sendi



akromioklavikular. c. Ligament glenohumeral Ligament ini Terdiri dari ligamen superior, tengah, dan inferior, ketiga ligamen ini bergabung membentuk kapsul sendi glenohumeral yang menghubungkan fossa glenoid ke humerus. Karena lokasinya, mereka melindungi bahu dan mencegahnya terkilir secara anterior - kelompok ligamen ini berfungsi sebagai penstabil utama sendi. d. Ligament coracoacromiale



11



Ligamentum coracoakromial menghubungkan akromion dan proses coracoid dari skapula, membentuk pengekangan statis osseoligamen hingga perpindahan kepala humerus superior. Coracoakromial dianggap memainkan peran penting dalam stabilitas bahu melalui pengekangan statis dan interaksi dinamis dengan elemen-elemen capsular bahu lainnya termasuk, ligamen, otot, dan struktur tulang. Hanya dengan posisinya yang lebih tinggi dari sendi glenohumeral, ia secara pasif membatasi perpindahan ke atas dari kepala humerus. CAL juga bertindak untuk mentransmisikan muatan melintasi skapula. Berperan sebagai band penegang, kekuatan yang diberikan pada proses coracoid oleh otot coracobrachialis, pectoralis minor, dan biceps (kepala pendek) adalah ditransmisikan ke akromion e. Ligament interclavicular Ligament interclavicular adalah ligament yang terletak pada sternoclavicular joint. Tepatnya melekat pada ujung sternum dan klavikula yang permukaan kasar. Menyilang sepanjang lekukan sternum, dan menyisip pada area klavikula kolateral. f. Ligament costoclavicular Ligament yang muncul dari area permukaan ventral ujung sternum adalah ligament costoclavicular. Ligament ini berbentu pita kerucut. Ligament ini berfungsi untuk membantu menahan jangkar klavikula ke kerangka aksial dengan memasukkan tulang rawan kosta yang pertama. g. Ligament sternoclavicular



12



Ligamen sternoklavikularis anterior dan posterior juga berkontribusi terhadap stabilitas sendi sternoklavikularis. Masing-masing muncul dari aspek anterosuperior dan posterosuperior (masing-masing) dari kepala sternum klavikula dan menyisipkan lateral ke takikan jugularis. Sementara ligamentum sternoklavikula posterior relatif lebih lemah daripada anterior, kedua ligamen mengambil jalan inferomedial untuk dimasukkan ke dalam manubrium. h. Ligament acromioclavicular Ligament acromioclavicular adalah ligament yang membentang dari acromion dataran ventral sampai dataran caudal clavicula. fungsi dari ligament ini adalah meningkatkan retraksi klavikular selama peningkatan bidang sagital dan adduksi bidang horizontal. Bursa – bursa yang ada pada shoulder Bursa adalah kantong kecil berisi cairan yang terdapat disekitar sendi bursa mengandung cairan synovial yang memudahkan pergerakan normal dari beberapa sendi pada otot dan mengurangi pergesekan ketika otot bergerak. Bursa terletak pada sisi yang mengalami gesekan, terutama ditempat dimana tendon atau otot melewati tulang. Terdapat beberapa bursa yang terdapat pada shoulder antara lain a) Bursa otot latisimus dorsi Terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon latisimus dorsi. b) Bursa infra spinatus Terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri c) Bursa otot pectoralis mayor Terletak pada sebelah depan insersio otot pectoralis mayor.



13



d) Bursa subdeltoideus Terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot deltoideus. e) Bursa ligament coraco clavikularis Terletak diatas ligamentum coracoclaviculare. f)



Bursa otot subscapularis Terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot subscapularis.



g) Bursa subcutanea acromialis Terletak diatas acromion dibawah kulit. Tendon adalah struktrur dalam tubuh yang menghubungkan otot dengan tulang. Otot rangka bertanggung jawab untuk menggerakan tulang sehingga memungkinkan untuk berjalan , melompat , mengangkat, dan bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya gerakan. Tendon yang sehat berwarna putih dan memiliki tekstur fibroelastik. Bentuknya pun bisa bervariasi dari bentuk tali bulat, sabuk straps, sampai bentuk pita pipih. Dalam jaringan matriks ekstraselular, element tendon mengandung 90 – 95% tenoblast dan tenosit. Adapun tendon yang melekat pada regio shoulder adalah a) Tendon biceps brachii b) Tendon subscapularis c) Tendon infraspinatus d) Tendon supraspinatus e) Teres minor



14



Kartilago Tulang rawan (L. cartilago, tulang muda) merupakan jaringan ikat penahan-berat yang relatif padat, tetapi tidak sekuat tulang. Dalam kehidupan pasca lahir sesudah tidak tumbuh lagi, jaringan ini hanya ditemukan pada dua jenis tempat. Tempat pertama, sejumlah bangunan tulang rawan ekstra-skeletal terdapat dalam tubuh. Sebagai contoh ialah cincin-cincin tulang rawan berbentuk tapal kuda pada dinding trakea. Peranan cincin ini ialah mencegah dinding trakea, yang sebenarnya hanya terdiri atas jaringan ikat biasa, agar tidak kolaps saat udara dihirup memasuki paru. Bangunan tulang rawan berbentuk tidak beraturan juga terdapat pada dinding jalan napas yang lebih kecil yang menunju paru. Juga terdapat lempeng-lempeng tulang rawan pada laring, hidung, dan dinding bagian medial tuba auditori (yang menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring dan memungkinkan terjadinya keseimbangan tekanan udara antara kedua rongga itu). Tulang rawan juga terdapat pada tulang iga (yang menghubungkan ujung anterior iga dengan sternum), berupa bagian yang menghubungkan iga-iga dengan sternum yang kuat namun cukup fleksibel sehingga memungkinkan kerangka iga meluas pada gerakan respirasi. Tempat kedua tertinggalnya tulang rawan seumur hidup ialah pada persendian. Pada sendi yang bergerak bebas, ujungujung tulang dibalut tulang rawan. Dalam hal ini tulang rawan itu disebut tulang rawan sendi, dan unsur interselnya (yang dikenal sebagai matriks) membentuk permukaan pelincir yang licin pada ujung sendi tulang. Tulang rawan juga terdapat pada beberapa sendi yang tidak dapat bergerak bebas.



15



Synovial



Kapiler sinovial Cairan sinovial dibentuk dari ultrafiltrasi dari



plasma darah yang mengalir melewati membran fenestra. Membran fenestra merupakan suatu membran yang memiliki permeabilitas tinggi terhadap cairan dan terletak pada sisi yang menghadap cavum sinovial. Ketidakseimbangan pada tekanan Starling yang lewat melintasi membran fenestra ini mengakibatkan ultrafiltrasi



plasma



darah



dalam



pembentukan



cairan



sinovial.



Ketidakseimbangan tekanan Starling merupakan penurunan perbedaan tekanan yang terjadi pada kapiler plasma ke interstitial sinovial dikurangi dengan selisih dari tekanan osmotik koloid efektif yang melintasi dinding kapiler. Bersamaan dengan ultrafiltrasi plasma sebagai bahan dasar cairan sinovial, sel-sel pada dinding sinovial (tipe B)27 juga secara aktif mengsekresi glikosaminoglikan hialorunan dan glikoprotein lubrisin untuk memproduksi cairan sinovial yang pekat dan licin. b. Interstisial sinovial Dari pembuluh kapiler menuju cavum sinovial, dan dari cavum sinovial menuju pembuluh limfe, terdapat barisan selsel. Di antara barisan sel tersebut, terdapat suatu celah interseluler yang memiliki ketebalan beberapa µm dan mengandung kompleks matriks fibrosa yang bersinggungan dengan cairan intraartikuler (benang kolagen tipe I, III, dan V, mikrofibril kolagen tipe VI, hialuronan, proteoglikan kondrotin dan heparan, keratan sulfat, dan fibronektin). Konduktivitas hidrolik dari matriks tersebut berkisar 10-11 cm 4 s -1 dyn-1 atau kurang, sehingga mengurangi kemungkinan keluarnya cairan intra-artikuler ketika tekanan intra-artikuler meningkat, contohnya pada saat gerakan fleksi.Tekanan cairan intra-artikuler merupakan faktor penting yang memengaruhi aliran cairan sinovial menembus interstisial



16



sinovial: hal ini melawan filtrasi kapiler dan meningkatkan penyerapan dari cavum sinovial menuju subsinovial. Tekanan intra-artikuler dipengaruhi oleh gerakan sendi, sehingga menghubungkan gerakan sendi dengan trasport cairan. Fleksi aktif maupun pasif pada sendi normal dapat meningkatkan. Tekanan intraartikuler di atas tekanan atmosfer, dimana pada gerak ekstensi, tekanan intraartikuler lebih rendah dari tekanan atmosfer. Pada tekanan sub atmosfer, tekanan akan cenderung mengalir ke dalam cavum sinovial sedangkan pada tekanan supra-atmosfer, tekanan cenderung mengalir keluar cavum sinovial.28 c. Sistem limfatik sinovial Sistem limfatik sinovial merupakan anyaman dari pembuluh limfe terminal yang terletak pada perbatasan sinovialsubsinovial dan menyedot keluar cairan sinovial, makromolekul, dan partikelpartikel yang keluar dari cavum sinovial. Subsinovial tersusun atas jaringan ikat longgar, lemak, dan jaringan fibrosa. Jaringan subsinovial berhubungan dengan jaringan ikat di sekitar sendi dan berperan sebagai jaringan penyokong dan penampung cairan sinovial ketika cairan tersebut bergerak keluar. 1.3 BIOMEKANIK Pergerakan tulang di sekitar axis (osteokinematik). Permukaan sendi melakukan pergerakan yang kompleks dideskripsikan sebagai arthrokinematik. Bentuk permukaan tulang menimbulkan gerakan gliding/sliding. Konkaf merupakan gerakan permukaan sendi sama dengan gerakan tulang sedangkan konveks permukaan sendi bergerak berlawanan dengan gerakan tulang. a. Gerakan arthokinematika



17



Pada sendi glenohumeral gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi terjadi karena rolling dan sliding caput humerus pada fossa glenoid. Arah slide berlawana arah dengan shaft humerus. Pada gerakkan fleksi shoulder caput humerus slide ke arah posterior dan inferior, pada gerakan ekstensi slide ke arah anterior dan superior. b. Gerakan osteokinematika Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat caput humeri. Otot penggerak utama adalah m.deltoid anterior dan m. Supraspinatus rentang 00-900, untuk rentang 900-1800 dibantu oleh m. Pectoralis mayor, m. Corachobracialis dan m. Biceps brachii. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakan ekstensi yaitu gerakan pada bidang sagital menjahui posisi anatomis. Otot penggerak utama adalah m. Latissimus dorsi dan m. teres mayor. Sedangkan pada gerakan hiper ekstensi, fungsi m. Teres mayor digantikan m. Deltoid posterior. Gerakan abduksi yaitu gerakan menjahui midline tubuh. Bergerak pada bidang frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor dan m. Latissimus dorsi. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakkan adduksi yaitu gerakkan lengan ke medial mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor, m. Teres mayor, m. Latissimus dorsi. Gerakan rotasi internal dengan arah gerakan searah axis longitudinal yang mendekati midline tubuh. Oto penggerak utama m. Subscapularis, m. pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m. Deltoid anterior. (A, Charles Rockwood:2009). Gerakkan rotasi ekternal adalah gerakan rotasi



18



lengan searah axis longitudinal yang menjahui midline tubuh. Otot penggerak utama m. Infraspinatus, m. Teres minor, m. Deltoid posterior.



19



Mekanisme dasar hukum konveks-konkaf adalah hukum lever. Lever adalah tubuh yang bergerakkan disekitar axis. Tulang pada sistem lokomotor mewakili lever yang digerakkan otot atau gaya disekitar axis sendi. Ada beberapa lever dengan dua lengan, dimana beban dan gaya bergerak dikedua sisi axis, dan lever dengan satu lengan, dimana beban dan gaya bergerak pada sisi yang sama dari axis.



Terdapat 3 tipe lever yaitu 1. Lever dengan 2 lengan: beban dan gaya bergerak dikedua sisi axis, contohnya sendi hip berdiri dengan satu kaki dilihat dari bidang ftontal. 2. Lever dengan satu lengan : beban bergerak antara axis dan gaya disisi yang sama dengan axis contohnya metatarsophalangeal joint berdiri dengan kaki depan dilihat dari bidang sagittal. 3. Lever dengan satu lengan: gaya bergerak antara axis dan beban disisi yang sama dari axis (Schomacher, 2009). c. Muscle inbalance Otot agonis adalah otot yang berperan sebagai penggerak utama dalam suatu gerakan. Otot antagonis adalah otot yang bekerja berpasangan untuk mendorong terjadingan gerakan yang sifatnya berlawanan. Ketika otot agonis berkontraksi maka otot antagonis akan bekerja berlawan yakni otot antagonis akan rileksasi. Contohnya ketika biceps sebagai otot agonis berkontraksi maka otot triceps sebagai otot antogonis akan berileksasi.



20



d. Ritme Scapulohumeral Aksi dari shoulder tergabunng dengan aksi dari skapula. Fungsinya untuk meningkatkan jangkauan gerak ekstremitas atas , dan memungkinkan fossa glenoid diposisikan pada posisi yang lebih stabil dalam kaitannya dengan caput humerus. Irama scapulohumeral adalah interaksi kinematik antara skapula dan humerus, pertama kali diterbitkan oleh Codman pada 1930-an. Interaksi ini penting untuk fungsi shoulder yang optimal. Ritme atau rasio scapulohumeral secara signifikan lebih besar (lebih sedikit gerak skapula dan lebih banyak gerakan humerus) dalam bidang sagital daripada bidang lainnya. Konsisten dengan temuan, sisi dominan menunjukkan nilai signifikan lebih tinggi untuk irama scapulohumeral daripada sisi non-dominan tetapi hanya di bidang koronal dan scapula (Physiopedia). Ritme



scapulohumeral



didefinisikan



sebagai



rasio



gerakan



glenohumeral dengan gerakan scapulothoracic selama elevasi lengan. Ini paling sering dihitung dengan membagi jumlah total peningkatan bahu (humerothoracic) dengan rotasi ke atas scapular (scapulothoracic). Dalam literatur, ritme Scapulohumeral dideskripsikan sebagai rasio elevasi humerus: rotasi scapulothoracal. Rasio keseluruhan 2: 1 selama peningkatan lengan umumnya digunakan. Menurut kerangka kerja rasio 2:1, fleksi atau abduksi 90 ° dalam kaitannya dengan toraks akan dicapai melalui sekitar 60 ° GH dan 30 ° gerakan scapulathoracic (Physiopedia). Ritme scapulohumeral adalah metrik umum untuk menilai fungsi otot dan gerakan sendi bahu. Ada pola kinematik skapular tiga dimensi selama



21



elevasi lengan normal yang mencakup rotasi ke atas,



posterior tilt dan



berbagai internal / eksternal rotasi tergantung pada bidang dan sudut ketinggian.



Ketika ada perubahan posisi normal skapula terkait dengan



humerus, ini dapat menyebabkan disfungsi ritme scapulohumeral, sering disebut sebagai skapula dyskinesia (Physiopedia). e. Posisi Kapsuler 1) Posisi close pack Posisi close pack dari Glenohumeral joint adalah abduksi dan Rotasi Eksternal. 2) Posisi open pack Posisi open pack dari Glenohumeral Joint adalah sekitar 50 derajat Abduction dengan sedikit Adduksi Horisontal dan Rotasi Eksternal. Namun, titik kelemahan kapsul maksimal telah ditemukan menjadi 39 derajat abduksi di Scapular, yang menunjukkan bahwa posisi open packed mungkin close packed untuk posisi netral bahu. 3) Capsular Pattern Pola kapsular dari sendi Glenohumeral ditandai oleh rotasi eksternal yang paling terbatas, diikuti oleh abduksi, rotasi internal, dan fleksi (Physiopedia).



BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS 2.1 Kerangka Teori Keterbatasan regio shoulder



Frozen shoulder non capsular pattern



Bursa



Otot/Tendon



Subacromial



Kronik



Painful Arc dan endrange pain



AC/SC Joint



23



Differentiation Test



Resisted



Reduced



Joint Mobility Test



Normal



End-feel



Normal for Joint



Palpasi



abnormal



Neuro dynamic test



2.2. Defenisi Frozen shoulder Frozen shoulder atau sering disebut capsulitis adhesiva adalah rasa nyeri yang mengakibatkan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu terbatas, mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif. Biasanya pasien yang menderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva tidak dapat mengangkat lengan, menyisir rambut, menjangkau beban yang lebih tinggi, mengangkat beban lebih dari 10 kg dan menggosok punggung saat mandi karena perlengketan kapsul sendi dan tulang rawan yang diakibatkan oleh peradangan yang mengenai kapsul sendi sehingga akan timbul nyeri ketika gerakan yang dimaksud dilakukan (Wagola & Widodo, 2016). Permasalahan yang terjadi pada pasien frozen shoulder adalah nyeri, penurunan kekuatan otot, penurunan LGS sehingga menyebabkan penurunan kemampuan aktivitas fungsional pasien.Frozen shoulder adalah suatu sindrom dengan serangkaian nyeri dan keterbatasan gerak aktif dan pasif. Frozen shoulder menyerang sekitar 20% dari tota populasi manusia, dan biasanyamenyerang pasien yang berumur 40-60 tahun dengan faktor predisposisi yang tidak jelas berdasarkan jenis kelamin, dominasi lengan atau pekerjaan. Penyebab frozen shoulder sendiri tidak begitu dipahami. Dalam pendapat lain frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan



25



lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan akan berlanjut ke keterbatasan articular cartilage (Wagola & Widodo, 2016). Penyakit frozen shoulder adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan keterbatasan lingkup gerak sendi bahu yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari. Penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan. Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, tetapi sangat identik dengan adanya semburan AC dan kipas angin yang terlalu sering.



Diduga



penyakit ini merupakan respon auto immobilization terhadap hasil – hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular (Nugroho, 2009) 2.3 Etiologi Frozen shoulder dapat terjadi akibat suatu proses idiopatic atau akibat kondisi



mendara



yang



menyebabkan



sendi



tidak



digunakan.Idiopatic



frozen shoulder sering terjadi pada dekade ke empat atau ke enam Rotator cuff tendinopati, bursitis subacromial akut, patah tulang sekitar collum dan caput humeri,



stroke



paralitic



adalah



factor predisposisi



menyebabkan terjadinya frozen shoulder.



yang



sering



26



Penyebab tersering adalah rotator cuff tendinopati dengan sekitan 10% dari pasien degan kelainan ini akan mengalamai frozen shoulder. Pasien dengan diabetes mellitus dan pasien yang tidak menjadalani fisioterapi juga memiliki resiko tinggi. Penggunaan sling terlalu lama juga dapat menyebabkan frozen shoulder. Frozen shoulder dapat terjadi setelah imobilisasi yang lama akibat trauma atau operasi pada sendi tersebut. Biasanya hanya satu bahu yang terkena, akan tetapi pada sepertiga kasus pergerkana yang terbatas dapat terjadi pada kedua lengan. Frozen shoulder atau yang sering disebut capsulitis adhesiva merupakan sindroma yang ditandai dengan adanya keterbatasan gerak idiopatik pada bahu yang biasanya menimbulkan rasa nyeri pada fase awal. Sebab-sebab sekunder meliputi perubahan stuktur pendukung dari dan sekitar sendi bahu dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang lain(Wagola & Widodo, 2016). Faktor etiologi frozen shoulder antara lain : a. Usia dan Jenis kelamin b. Frozen shoulder (capsulitis adhesive) paling sering terjadi pada orang berusia 40-60 tahun dan biasanya wanita lebih banyak terkena dari pada pria. c. Gangguan endokrin Penderita diabetes mellitus beresiko tinggi terkena, gangguan endokrin yang lain misalnya masalah thyroid dapat pula mencetuskan kondisi ini (Donatelli, 2012). d. Trauma sendi



27



Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada sendi bahu atau menjalani operasi bahu (seperti tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur) dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama akan beresiko tinggi mengalami frozen shoulder (Donatelli, 2012). e. Kondisi sistemik Beberapa kondisi sistemik seperti penyakit jantung dan Parkinson dapat meningkatkan resiko terjadinya frozen shoulder. f. Aktivitas Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga aerobik, menari, golf, renang, permainan raket seperti tenis dan badminton, dan olahraga melempar, bahkan panjat tebing telah diminati banyak orang. Orang lainnya ada juga yang meluangkan waktu untuk belajar dan bermain alat musik. Semua kegiatan ini dapat menuntut kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu. Demikian pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan penggunaan otot tubuh bagian atas dan bahu yang sangat spesifik dan tepat untuk setiap kegiatan. Akibat dari peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat dalam berbagai kegiatan tersebut, gangguan sendi bahu seperti frozen shoulder sekarang muncul dengan frekuensi yang lebih besar (Wijaya, 2015). 2.4 Epidemiologi Pada populasi antara 40-60 tahun 2% diantaranya terserang frozen shoulder, dan lebih banyak menyerang pada wanita. Kasus frozen shoulder



28



sendiri memiliki prevalensi 2-5% dari populasi general dan pada kondisi bahu yang tidak dominan resiko terjadinya menjadi meningkat. Pada sebuah studi terdapat hasil 40% pasien yang mengalami frozen shoulder mengalami nyeri yang cenderung sedang selama 2-3 tahun dan dari kasus tersebut 15%memiliki disabilitas jangka panjang. (Hand, at all, 2008 dalam Salsabila, N et al, 2019) 2.5 Patomekanisme Pada frozen shoulder patofisiologinya terjadi kekakuan pada capsul sendinya. Dimana bila terjadi gangguan pada kapsul sendinya maka keterbatasan gerak yang terjadi adalah pola kapsuler. Pola kapsuler pada bahu adalah external rotasi lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi. Salah satu gerakan yang terhambat adalah abduksi shoulder dimana pada gerakan abduksi tersebut terjadi gerakan atrhrokinematik berupa tranlasi ke kaudal. Pola non-kapsular keterbatasan LGS tidak hanya terjadi pada gerakangerakan tertentu pada sendi bahu. Besar kemungkinan keterbatasan sendi dalam pola non-kapsular digambarkan dengan aktualitas, dimana aktualitas merupakan derajat keluhan pada saat pemeriksaan dalam keadaan nyata yang menunjukkan aktivitas dari proses patologis terjadi. Pada kasus frozen shoulder kapsul artikularis glenohumeral mengalami perubahan : mengalami synovitis atau peradangan maupun degenerasi pada cairan synovium pada sekitar kapsul sendi dan mengakibatkan reaksi fibrosus, kontraktur ligamen coracohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan



ligamen



superior



glenohumeral,



penebalan



ligamen



inferior



glenohumeral, peningkatakn pada ressesus axilaris, dan pada kapsul sendi bagian



29



posterior terjadi kontraktur sehingga yang khas pada kasus frozen shoulder adalah pola kapsuler. Perubahan patologi tersebut dikarenakan rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi glenohumeral. Bahu yang immobile terlalu lama akan menyebabkan statis vena dan kongesti sekunder, disertai dengan vasospastik. Keadaan tersebut menyebabkan hipoksia hingga anoksia jaringan, reaksi timbunan protein, dan edema, sehingga terjadi kematian atau nekrosis sel fungsional (otot, tendon, ligamen) dan digantikan dengan jaringan ikat fibrous.



Fibrosis tersebut dapat



menyebabkan perlekatan (adhesi) kapsul sendi sehingga luas gerak sendi menjadi terbatas. Gangguan luas gerak sendi juga timbul karena kekentalan dan jumlah cairan synovial yang berubah akibat adanya penebalan dan perlekatan kapsul sendi, timbunan protein, edema, serta inflamasi membran synovial. Adanya kematian sel akan melepaskan berbagai mediator kimia pro-inflamasi yang akan memberikan sinyal nyeri ke triggers local nociceptors, sehingga timbul nyeri. Nyeri tersebut bersifat lokal, dan lebih berat dirasakan apabila sendi bahu bergerak, baik aktif maupun pasif.



30



Capsulitis adhesiva memiliki 3 fase : Stadium



Manifestasi Klinis



Stadium freezing Nyeri pada bahu adalah tanda utama pada stadium ini. Nyeri muncul secara bertahap dan semakin lama semakin (painful stage) memburuk. Ketika nyeri memburuk, luas gerak sendi bahu mulai berkurang. Stadium ini berlangsung 6 minggu hingga 9 bulan. Nyeri mungkin berkurang pada stadium ini, atau muncul Stadium stiffness hanya ketika sendi digerakkan. (frozen stage)



Tetapi, kekakuan dan



restriksi bahu meningkat. Keadaan ini menyebabkan luas gerak sendi bahu sangat terbatas. Stadium ini berlangsung 4-6 bulan, dan selama itu pula aktivitas sehari-hari akan terganggu, sehingga otot bahu berisiko mengalami atrofi. Stadium ini ditandai dengan berkurangnya rasa nyeri yang



Stadium recovery nyata, disertai gerakan sendi bahu yang meningkat secara (thawing stage)



bertahap.



Pada



stadium ini, bahu akan lebih responsif



terhadap terapi latihan. Untuk mencapai stadium ini, dibutuhkan waktu 6-24 bulan, atau bahkan lebih, terhitung mulai stadium freezing dan stiffness.



2.6 Manifestasi Klinik



31



Menurut suharti, 2018, Manifestasi klinik dari kasus frozen shoulder adalah a. Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. 1) Nyeri Akut Nyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. 2) Nyeri Kronik Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya. Penurunan



32



Kekuatan Otot Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran mengangkat lengan dan pemeriksaan tes khusus dengan pasien melakukan



gerakkan



konpensasi



dengan



shrugging



mechanism.



Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS) Ditandai dengan adanya keterbatasan LGS glenohumeral pada semua gerakkan baik aktif atau pasif. Keterbatasan gerak menunjukkan pola spesifik pola kapsular. b. Gangguan Aktivitas Fungsional Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada pasien frozen shoulder seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot maka secara langsung akan memengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani.(Suharti, Sunandi, & Abdullah, 2018). 2.7 Penatalaksanaan FT a. Short Wave Dhiatermy Short Wave Dhiatermy(SWD) merupakan alat terapi yang menggunakan energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik frekuensi tinggi.Frekuensi yang sering digunakan adalah 27, 33 MHz dengan panjang gelombang 11m atau sering disebut energi elektromagnetik 27 MHz (Sujatno dkk, 2002). Teori vaskular menyatakan bahwa aplikasi terapi panas dapat menginduksi vasodilatasi, kemudian terjadi peningkatan aliran pembuluh darah hingga 30ml per 100 gram dari jaringan lunak (Michel, 2003 dalam Emawatti, 2013). b. Terapi latihan



33



Terapi latihan ini merupakan salah satu tindakan yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif. (Kisner, 2007).Terdiri dari : 1) Passive exercise adalah suatu latihan yang dilakukan dengan gerakan yang dihasilkan dengan tenaga atau kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot (Kisner, 2007).Gerakan yang termasuk dalam latihan passive exercise yaitu : 1) Relax passive movement yaitu gerakan pasif dimana gerakan hanya terbatas sampai rasa nyeri. 2) Forced passive movement yaitu gerakan dengan memberikan penguluran selama gerakan tersebut terjadi, pemberian fiksasi dan penekanan yang mantap pada akhir gerakan. 2) Active Execise adalah latihan gerak aktif dengan menggerakkan suatu segmen tubuh yang dilakukan karena adanya kekuatan otot dari tubuh itu sendiri.Gerakan yang termasuk dalam latihan ini yaitu : 1) Assistive active exercise yaitu gerakan yang terjadi oleh karena adanya kerja dari otot yang bersangkutan, melawan pengaruh gravitasi dan dalam melakukan kerja dibantu oleh kekuatan dari luar. 2) Free active exercise yaitu gerakan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa adanya bantuan dimana gerak yang dihasilkan adalah kontraksi otot dengan melawan gaya gravitasi.



34



3) Fingger Ladder adalah alat untuk memfasilitasi pasien dengan penguatan obyektif dan memotivasi pasien melakukan latihan untuk meningkatkan LGS bahu pada gerakan fleksi dan abduksi. 4) Edukasi Beberapa bentuk edukasi diberikan pada pasien frozen shoulder dextra yaitu: Saat berjalan, pasien dianjurkan untuk mengayunkan lengannya dan hindari posisi tangan kanan untuk diam dalam waktu yang lama, Pasien dapat melakukan kompres hangat pada bahu kanannya ± 15 menit jika nyeri timbul, dianjurkan untuk melibatkan lengan kanannya dalam beraktifitas sehari-hari sebatas toleransi pasien. (Emawatti, 2013) 2.8 Diagnosa Banding a. Dislokasi humerus posterior Suatu



keadaan



dimana



caput



humerus



keluar



dari



cavitas



glenoidale ke bagian posterior. Keadaan ini menimbulkan nyeri yang berat pada bahu dan keterbatasan luas gerak sendi. Pada keadaan ini, pasien tidak merasa kaku pada persendian bahu. Pada pemeriksaan fisik, caput humerus sering dapat teraba dari luar, atau tidak terabanya caput humerus ditempat yang seharusnya, sehingga temuan tersebut dapat membedakan penyakit ini dengan frozen shoulder selain temuan dari riwayat penyakit pasien. b.



Ruptur atau robeknya rotator cuff Rupturnya rotator cuff akan menyebabkan nyeri yang hebat (bila total) atau nyeri yang ringan (bila parsial). Luas gerak sendi pasien



35



dengan rupturnya rotator cuff akan mengalami keterbatasan, terutama gerakan abduksi aktif atau dengan kata lain drop-arm test positif (secara pasif, gerakan abduksi dapat lebih luas). c. Tendinitis rotator cuff Gejala rotator cuff tendinitis mirip dengan frozen shoulder fase awal karena terdapat keterbatasan gerakan eksternal rotasi. Pada tendinitis rotator cuff, gerakan



eksternal rotasi secara pasif tidak didapatkan



keterbatasan yang signifikan, berbeda dengan



frozen



shoulder. Pada



tendinitis rotator cuff, juga ditemukan nyeri serta keterbatasan gerakan abduksi aktif atau dengan kata lain drop-arm test positif. Tendinitis rotator cuff ini sering mengenai tendon otot supraspinatus dan biceps brachii caput longum (bisipitalis). d. Inflamasi bursa pada daerah bahu (bursitis) Gejala utama bursitis ini adalah nyeri pada daerah bahu. Dapat dijumpai keterbatasan luas gerak sendi, tetapi tidak sesempit dan sekompleks frozen shoulder. Keterbatasan luas gerak sendi pada bursitis tergantung bagian bursa mana yang mengalami



inflamasi. Bursa yang sering



mengalami inflamasi adalah bursa subakromion dan subdeltoid, sehingga menimbulkan keterbatasan gerak abduksi sendi bahu.. e.



Thoracic outlet syndrome Thoracic outlet syndrome adalah kumpulan gejala berupa rasa nyeri dan sensasi seperti ditusuk-tusuk jarum atau baal pada bagian leher dan/atau bahu yang menjalar ke lengan atas, lengan bawah, hingga



36



tangan dan bagian tubuh lain, yang disebabkan oleh penekanan cabangcabang saraf servikal oleh tulang-tulang penyusun dinding toraks, seperti clavicula, costae, dan sebagainya. Keterbatasan gerak sendi tidak umum dijumpai pada sindrom ini, tetapi dapat saja terjadi. 2.9 Pemeriksaan penunjang a. Ultrasonografi (USG). Menggunakan gelombang suara untuk memvisualisasi struktur internal untuk memeriksa cedera pada ligamen, tendon, dan otot. b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan gelombang radio dan medan magnet untuk menggambarkan jaringan dalam tubuh.



BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI 3.1 Proses Pengukuran Dan Pemeriksaan Fisioterapi 1.1.1



Anamnesis Umum Nama



: Saraila



Jenis kelamin



: Laki-laki



Usia



: 70 tahun



Alamat



: Jl. Swadaya



Pekerjaan`



: Wiraswasta



Agama



: Islam



Vital sign Tekanan darah : 110/70 mmHg. Denyut nadi : 72 kali/menit (irama regular) Pernapasan : 20 kali/menit 1.1.2



CHARTS



3.1.2.1 Chief of complaint Pasien mengeluhkan nyeri pada daerah bahu sebelah kiri 3.1.2.2 History taking 1) Pasien mengeluhkan nyeri pada bahu sebelah kanan sejak 5 bulan yang lalu



38



2) Pasien pernah mengangkat barang dalam posisi yang salah dan membuat bahunya menjadi sakit. 3) Pasien mendiamkan nyeri pada bahunya selama 1 bulan 4) Pasien sering melakukan aktivitas berat seperti mengangkat barang yang berat 5) Pasien merasakan nyeri dan keterbatasan saat melakukan aktifitas sehari hari seperti berpakaian, makan, perawatan diri, kegiatan kamar mandi dan shalat 6) Tidak ada keluhan lain 3.1.2.3 Assymetry 1) Inspeksi Statis



:



- Bahu tampak tidak simetris, bahu kiri tampak lebih rendah dari bahu kanan. - Posterior scapula sinistra tampak lebih menonjol.



2) Inspeksi Dinamis : Wajah pasien tampak meringis ketika menggerakkan tangan 3) Tes Orientasi: -



Kesulitan menggaruk punggung



4) Palpasi: Spasme: M. bicep brachi, m.upper trapezius, m.pectoralis mayor



39



3.1.2.4 Restrictive 1) limitasi ROM



: gerakan aktif, endorotasi, adduksi, dan ekstensi



2) limitasi pekerjaan : pekerjaan rumah tangga terhambat 3) limitasi ADL



: Dressing, toileting, eating, dan praying



4) limitasi rekrasi



: Rekreasi tidak terhambat



3.1.2.5 Tissue Impairment 1) Osteoarthrogen : Subacromial impairment 2) Musculotendinogen : Spasme m.upper trapezius 3) Neurogen : 4) Psikogen : Pasien merasa cemas 3.1.2.6 Spesific test 1) Speed test : negative 2) Empty can test : Negative 3) Hawkins Kennedy Test : Negative 4) Yergason test : Negative 5) Lift off sign : positif 6) Nyerii : Nyeri diam : - , Nyeri tekan 4 , Nyeri gerak 6 7) HRS-A: 24 (kecemasan sedang) 8) MMT:4



40



3.1.2.7 Problem FT Problem primer :Limitasi ROM Problem sekunder :Spasme otot, Nyeri subacromial joint, kelemahan otot,Kecemasan Problem kompleks : Gangguan ADL 3.1.2.8 Planning a. Tujuan Jangka Panjang : Mengembalikan aktivitas fungsional ADL b. Tujuan Jangka Pendek : - Mengurangi Kecemasan - Mengurangi Ketegangan M. Upper Trapezius - Meningkatkan ROM regio shoulder - Mengurangi Nyeri - Meningkatkan



kekuatan



otot



M.Tricep dan m.Bicep 3.1.2.9 Program FT No.



PROBLEM FISIOTERAPI



1.



Kecemasan



2.



Metabolic Stress Reaction



MODALITAS FISIOTERAPI Komunikasi Terapeutik



Infrared



DOSIS F: 1x/hari I: Pasien fokus T:interpersonal aprouch T: Selama proses FT F: 1x/hari I: 30 cm dari kulit T: lurus T: 5 menit



41



3.



Nyeri



TENS



4.



5



Manual therapy (NMT)



Spasme Otot M.Upper Trapezius,



Exercise Therapy



6.



Keterbatasan ROM Shoulder



Manual Therapy



7



Keterbatasan ROM Shoulder



Exercise Therapy



8



Kelemahan M. Tricep



Exercise Therapy



9



Gangguan ADL



Exercise Therapy



F: 1x/hari I: 5 mA T: Contraplanar T: 10 menit F: 1x/hari I: 20 sirkulasi T: Friction transversal T: 3 menit F: 1x/hari I: 15 hit, 3x rep T: Streching (Hold Relax) T: 3 menit F: 1x/hari I: 15 hit, 3x rep T: PROMEX T: 3 menit F: 1x/hari I; 15 hit, 3x rep T:Traksi-Translasi T:3 menit F: 1x/hari I: 15 hit, 3x rep T:Strengthening T:3 menit F: 1x/hari I: 3x repetisi T: PNF T: 3 menit



3.1.2.9 Evaluasi dan home program Adapun hasil evaluasi dan home program yang di berikan pada pasien adalah sebagai berikut :



Problem



Kecemasan



Alat ukur



HRS



Sebelum



Setelah 3 kali



intervensi



intervensi



24



18(depresi



Ket



Depresi



42



Keterbatasan



ROM



ROM



Kelemahan



MMT



sedang)



menurun



Fleksi



Fleksi



ROM



Eksetensi



Ekstensi



meningkat



Abd



Abd



Add



Add



Ekso



Ekso



Endo



Endo



Nilai otot 4



Nilai otot 5



otot



ADL



meningkat



Indeks



20



24



Barthel Nyeri



1.



Nilai otot



Vas



Ketergantungan menurun



0 (diam)



0 (diam)



4 (gerak)



3 (gerak)



3 (tekan)



2 (tekan)



Nyeri menurun



Home program



Home program yang di berikan kepada pasien dapat di berikan dengan one side exercises dengan metode one



side exercise dengan tehnik finger ladder dan



pendulum exercises agar meningkat lingkup gerak sendi dan mengembalikan fungsi



DAFTAR PUSTAKA Nugroho, A. (2009). Pengaruh Terapi TENS dan Exercise terhadap Nyeri pada Penderita Frozen Shoulder di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Thesis. UNS, Surakarta, Suharti, A., Sunandi, R., & Abdullah, F. (2018). Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen Shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Jurnal Vokasi Indonesia, 6(1). Wagola, T., & Widodo, A. (2016). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen Shoulder Dekstra EC Capsulitis Adesiva Dengan Modalitas Infra Red (IR) Dan Terapi Manipulasi Di RS. Aisyiyah Ponorogo. Universitas Muhammadiyah Surakarta, https://dokumen.tips/documents/referat-frozen-shoulder.html Kalley, J.M, Shaffer, M.A, Kuhn, J.E, Michener, L.A, Seitz, A.L, Uhl, T.L, Godges, J.J, Mcclure, P.W. 2013. Shoulder Pain and Mobility Deficit: Adhesive Capsulitis. Clinical Practice Guidelines Linked to The International Classification of Functioning, Disability, and Health From The Orthopedic Section Of The American Physical Therapy Association, Journal of orthopedics and sports physical therapy. Halder, A. K., Misra, A. K., Bhattacharyya and Chakrabarty. 2000. Solubilization of rock phospate by Rhizobium and Bradyrhizobium. Journal Gen. Appl. Microbial. Vol 36 (1): 81-92. Neuman, D. A. 2002. Kinesiology of the musculoskeletal system. Foundation for physical rehabilitation. Mosby Lawrence, R, Robert S.MA, Jeanne,S, Ph.D., and Melinda S.M.A. Last updated February 2014 Techniques stress relief



44



Cluett, J., 2007. Frozen Shoulder. Diakses tanggal 23 maret 2018, dari http://www.orthopedics.about.com/cs/frozenshoulder/a/frozenshoulder.htm



45



Lampiran



46