13 0 680 KB
LAPORAN KASUS
PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
Oleh :
Oleh: Kadek Anggie Wigundwipayana 1802611021 Kadek Adit Wiryadana
1802611022
Aditya Permana Adrianto
1802611023
Pembimbing : dr. Putu Budhiastra, Sp.M(K)
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI LAB/KSM ILMU KESEHATAN MATA RSUP SANGLAH DENPASAR MEI 2018
i
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya, laporan kasus yang berjudul “Perdarahan Subkonjungtiva” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar yang dilaksanakan tanggal 25 Mei 2018. Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. dr. I Made Agus Kusumadjaja, Sp.M (K) selaku Kepala Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar, 2. dr. I. G. A. Made Juliari, Sp.M (K) selaku Koordinator Pendidikan Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar, 3. dr. Putu Budhiastra, Sp.M(K) selaku dokter spesialis mata di Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar yang membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan lapor-an ini, 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, Mei 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL............................................................................................. i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2
2.1
Anatomi Mata dan Konjungtiva .......................................................... 2
2.2
Fisiologi Konjungtiva ......................................................................... 4
2.3
Perdarahan Subkonjungtiva ................................................................ 7 A. Definisi ............................................................................................... 7 B. Epidemiologi ...................................................................................... 7 C. Manifestasi Klinis .............................................................................. 8 D. Etiologi ............................................................................................... 8 E. Patofisiologi ...................................................................................... 9 F. Diagnosis Banding ............................................................................. 11 G. Diagnosis dan Pemeriksaan ............................................................... 11 H. Penatalaksanaan ................................................................................. 12 I. Komplikasi ......................................................................................... 12 J. Prognosis ............................................................................................ 13
BAB III
LAPORAN KASUS ........................................................................... 14
BAB IV
PEMBAHASAN ................................................................................ 20
BAB V
KESIMPULAN .................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24
iii
BAB I PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindungan terhadap faktor – faktor luar yang berbahaya.1 Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata merah. Mulai dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan tampilan klinis mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan penampakan mata merah terang hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah akibat perdarahan subkonjungtiva dapat hilang dengan sendirinya dikarenakan diabsorpsi oleh tubuh. Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa karena teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini sebagai faktor resiko tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada keadaan tertentu seperti perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan visus, sering kambuh atau bahkan menetap maka harus segera dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup untuk mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta faktor resiko dan penanganannya. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai perdarahan subkonjungtiva terkait alur diagnosis serta penatalaksanaannya.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu: 1. Anatomi kelopak mata Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian – bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi oleh N. Okulomotoris dan M. Orbikularis okuli yang dipersarafi oleh N. Facialis. 2. Anatomi sistem lakrimal Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu:
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam – macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:
Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
2
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 4. Anatomi bola mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan
sklera
disebut
kornea
yang
bersifat
transparan
yangmemudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapisyang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Anatomi rongga orbita Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu: lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama – sama tulang palatinum dan zigomatikus. Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar – ke dalam):
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
Kamera okuli anterior
Iris
3
Lensa
Kamera okuli posterior (vitreus body)
Retina
Nervus optikus
Gambar 2.1 Anatomi mata 2
2.2 Fisiologi Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki suplai limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu:
Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior.3Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
4
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.4
Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu.3 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali – kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa. 4
Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5 Gambar 2.2 Anatomi Konjungtiva
5
Pasokan darah, limfe dan persarafan Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis posterior. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring – jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V (oftalmik). Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 4 Histologi konjungtiva:
Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 – 10% jumlah sel basal.3Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel – sel epitel skuamosa. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel – sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.4
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
6
2.3 Perdarahan Subkonjungtiva A. Definisi Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.4
Gambar 2.3 Perdarahan subkonjungtiva 6
B. Epidemiologi Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6Penelitian epidemiologi di Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan. Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan
dan
proses
persalinan
dapat
mengakibatkan
perdarahan
subkonjungtiva. 8
7
C. Manifestasi Klinis Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
Sangat
jarang
mengalami
nyeri
ketika
terjadi
perdarahan
subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.
Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal).
Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9
D. Etiologi 1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara
Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 11 2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin) 3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata) 4. Hipertensi12 5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
8
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang
telah
mempunyai
hubungan
dengan
terjadinya
perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 13 7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva. 8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever). 9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung. 10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula. 14 11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting
pada
patomekanisme
terjadinya
perdarahan
subkonjungtiva.
E. Patofisiologi Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola
mata
(sklera)
dan bagian
dalam
kelopak
mata.
Konjungtiva
merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluhpembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera. Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah.
9
Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6 Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. 3 Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 4 2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang – kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
10
F. Diagnosis banding6 1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata merah. 2. Konjungtivitis hemoragik akut 3. Glaukoma akut G. Diagnosis dan pemeriksaan Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata pantokain (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16 Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 – 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6 Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.16
11
H. Penatalaksanaan Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.3 Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.17 Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini: 1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan. 2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat) 3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan 4. Riwayat hipertensi 5. Riwayat trauma pada mata.
I. Komplikasi Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3 Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler.6
12
J. Prognosis Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6
13
BAB III LAPORAN KASUS
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa, 22 Mei2018 di Poliklinik Mata RSUP Sanglah Denpasar.
3.1 Identitas pasien Nama
: IKA
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 23 Desember 1991
Umur
: 26 tahun
Alamat
: Badung
Agama
: Hindu
Kebangsaan
: WNI
Pekerjaan
: Pegawai
Pendidikan
: SMA
Status Perkawinan
: Belum Menikah
No Rekam Medik
: 18019231
Tanggal Pemeriksaan
: 22 Mei 2018
3.2 Anamnesis Keluhan Utama
: Terdapat kemerahan pada mata kanan
Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke poliklinik Mata RSUP Sanglah pada tanggal 22 Mei 2018 pukul 10.30 WITA dengan keluhan kemerahan pada mata kanannya. Mata merah dikeluhkan sejak 4 hari yang lalu sejak pertama kali berobat ke RSUP Sanglah. Kemerahan pada mata muncul secara tiba-tiba setelah pasien dipukul dengan tangan kosong pada wajahnya oleh orang yang tidak dikenal.Keluhan ini disertai dengan nyeri tekan pada kelopak mata kanannya. Sesekali pasien merasakan seperti ada yang mengganjal pada saat berkedip. Keluhan kabur dan berair disangkal oleh pasien.
14
Pasien juga tidak mengeluhkan adanya batuk, demam, mual muntah sebelumnya. Riwayat Penyakit Dahulu, Alergi, dan Pengobatan Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat DM dan hipertensi disangkal oleh pasien. Riwayat penyakit pada mata dan menggunakan kacamata disangkal oleh pasien.Pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu selain obat parasetamol untuk membantu mengurangi rasa nyeri pada matanya yang diresepkan saat masuk UGD RSUP Sanglah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat.Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada pada keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi dan diabetes mellitus pada keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat Sosial Pasien bekerja sebagai pegawai di sebuah toko. Keluhan yang dialami pasien tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien. 3.3Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Fisik Umum Status Present Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 85x/menit
Respirasi
: 17x/menit
Suhu
: 36,1°C
Skala Nyeri
: 4/10
15
Status generalisata
:
Mata
: Dijelaskan pada status ophthalmology
THT
: kesan tenang
Mulut
: sianosis (-)
Leher
: pembesaran kelenjar (-)
Thoraks
: simetris (+)
Cor
: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Pulmo
: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
: distensi (-), bising usus (+) normal
Ekstremitas
:
hangat
+ +
edema
+ +
-
-
-
-
Pemeriksaan Fisik Khusus Status Ophthalmology OD UCVA 6/6
OS Visus
UCVA 6/6 F
Posisi: Orthophoria Nyeri tekan (+)
Nyeri tekan (-)
Hematom (+)
Hematom (-)
Edema (-)
Edema (-)
Hiperemis (-) Trikiasis (-)
Palpebra Superior dan Inferior
Hiperemis (-) Trikiasis (-)
Lagopthalmus (-)
Lagopthalmus (-)
Ektropion (-)
Ektropion (-)
Entropion (-)
Entropion (-)
SCB (+) pada sisi nasal,
SCB (-)
ukuran 8 mmx 6 mm CVI (-)
Konjungtiva
PCVI (-)
PCVI (-) Sekret (-)
Sekret (-) Jernih
CVI (-)
Kornea
Jernih
16
Edema (-)
Edema (-)
Sikatrik (-)
Sikatrik (-)
Tes FL (-)
Tes FL (-)
Dalam
Dalam
Hifema (-)
Bilik Mata Depan
Hipopion (-)
Hifema (-) Hipopion (-)
Warna coklat kehitaman Sinekia (-)
Iris
Warna coklat kehitaman Sinekia (-)
Bulat, regular
Bulat, regular
Letak sentral
Letak sentral
RP langsung/konsensuil
Pupil
RP
langsung/konsensuil
(+/+)
(+/+)
RAPD (-)
RAPD (-)
Jernih
Lensa
Iris shadow (-) Jernih
Vitreous
Refleks fundus (+)
Funduskopi
Jernih Iris shadow (-) Jernih Refleks fundus (+)
N/P
Tekanan Intraokuler
N/P
Baik ke segala arah
Gerakan Bola Mata
Baik ke segala arah
Gambar 3.1 Foto mata pasien saat menutup mata
17
Gambar 3.2 Foto pasien saat membuka mata
Gambar 3.3Mata kanan pasien
Gambar 3.4 Mata kiri pasien
18
3.4 Diganosis Banding 1. OD Perdarahan Subkonjungtiva ec Trauma Tumpul 2. OD Ruptur Konjungtiva 3. OD Konjungtivitis
3.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang 1. Slit lamp 3.6 Diagnosis kerja OD Perdarahan Subkonjungtiva ec Trauma Tumpul 3.7 Penatalaksanaan a. Medikamentosa Paracetamol tablet 3 x 500mg b. Operatif Tidak ada 3.8 KIE (Non Medikamentosa) Kompres dingin pada mata kanan 3 kali sehari 5-10 menit selama 2 hari, dilanjutkan dengan kompres hangat. Hindari pemakaian aspirin, ibuprofen, naproxen, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan untuk sementara. Kondisi
ini
akan
membaik
dengan
sendirinya,
perdarahan
subkonjungtiva dapat diserap dalam 1-2 minggu. Biasanya, pemulihan terjadi utuh, tanpa adanya masalah jangka panjang jika memang tidak terjadi kelainan pada bagian mata lainnya. Warna perdarahan akan berubah-ubah seiring proses penyerapan oleh tubuh, diharapkan pasien tidak khawatir dengan hal tersebut. Kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan bertambah luas (mata bertambah merah). 3.6 Prognosis Ad Vitam
: Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam Ad Sanationam : Ad Bonam
19
BAB IV PEMBAHASAN
Pasien laki-laki berusia 26 tahun datang ke poliklinik mata RSUPSanglah Denpasar dengan keluhan merah pada mata kanan sejak 4 hari yang lalu, terjadi secara tiba-tiba setelah dipukul di bagian mata oleh orang yang tak dikenal, pasien juga mengeluh adanya rasa mengganjal pada saat berkedip. Penurunan penglihatan dan berair yang pada mata(-),mual (-), muntah (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus 6/6 pada kedua mata, nyeri tekan (+) dan hematoma pada palpebra, pada konjungtiva bulbi terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva pada sisi nasal dengan ukuran 8 mm x 6 mm, kornea jernih (+), pupil isokor, tepi regular, diameter 3mm, refleks cahaya normal, tidak ditemukan sekret ataupun lakrimasi yang berlebihan. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah pada mata kanan yang muncul secara tiba-tiba, pada awalnya pasien merasa nyaman sebelum kejadian trauma kemudian muncul keluhan nyeri dan warna mata kemerahan yang terlokalisir yang mengarah pada perdarahan subkonjungtiva. Tanda infeksi seperti kotoran yang berlebihan dan keluarnya air mata yang banyak disangkal. Tidak ditemukankecurigaan gangguan sistemik sebagai penyebab dari keluhan pasien karena keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu (terutama antikoagulan), dan riwayat penyakit kronis disangkal oleh pasien. Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe traumatika lazim muncul pasca trauma tumpul pada mata. Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur. 6 Pada pasien ini terdapat beberapa gejala yang merupakan manifestasi klinis dari perdarahan subkonjungtiva yang mana; perdarahan akan menyebabkan rasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. Tampak adanya
20
perdarahan yang menutupi sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal). Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik kemungkinan penyebab timbulnya perdarahan subkonjungtiva pada pasien ini adalah trauma, karena berdasarkan anamnesis keluhan muncul setelah mengalami trauma tumpul pada mata. Selain itu pada pasien ini tidak mengeluhkan gejala predisposisi perdarahan subkonjungtiva akibat penyakit sistemik atau karena peningkatan tekanan arteri/vena akibat adanya batuk, flu, mual muntah sebelumnya. Tidak ada keluhan sering mimisan atau mudah lebam serta luka yang sukar sembuh, pasien juga tidak sedang mengkonsumsi obat-obat tertentu. Pasien juga tidak menggunakan lensa kontak. Adapun penyebab perdarahan subkonjungtiva berdasarkan literatur adalah traumatik, idiopatik, batuk, tegang, muntah-muntah, bersin, hipertensi, gangguan perdarahan: penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE dan defisisensi vitamin C, berbagai antibiotik, obat/bahan kimia, sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva, beberapa infeksi sistemik, penggunaan lensa kontak. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis perdarahan subkonjungtiva pada okuli dekstra, yaitu terdapat konjungtiva bulbi okuli dextra hiperemi, kornea tampak jernih dan intak, pupil isokor, reflek cahaya normal, lensa juga tampak jernih. Temuan yang mengarah pada diagnosis banding lain seperti konjungtivitis adalah hiperemi. Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi parasetamol (3 x 500 mg) sebagai antinyeri yang diberikan pada waktu penanganan di UGD RSUP Sanglah. Pasien diberikan edukasi antara lain untuk menghindari pemakaian obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen, naproxen, atau beberapa NSAID lain yang dapat meningkatkan perdarahan, warna merah akan diserap oleh tubuh dan mungkin akan mengalami perubahan warna dalam prosesnya, lalu untuk kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan bertambah luas (mata bertambah merah) untuk mengevaluasi respon terapi yang telah diberikan dan perbaikan dari gejala klinis. Berdasarkan literatur, perdarahan subkonjungtiva tidak memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 1-2 minggu. Tetapi untuk
21
mencegah perdarahan yang semakin meluas, beberapa literature menyarakan memberikan
vasokonstriktor
(Nafazolin
HCl)
4x1
tetes/haridan
multivitamin.Selain itu pada perdarahan subkonjungtiva yang cukup luas dapat diberikan jugaasam traneksamat (3x500mg),yang mana obat ini merupakan agen hemostasis, bersifat competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan, sehingga mencegah perdarahan ulang.
22
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Telah dilaporkan kasus pasien laki-laki, usia 26tahun yang didiagnosis perdarahan subkonjungtiva berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dengan keluhan mata kanan yang kemerahan secara tiba-tiba setelah mengalami trauma tumpul pada mata. Pemeriksaan oftalmologi didapatkan pada konjungtiva bulbi terdapat perdarahan terlokalisir di subkonjungtiva sisi nasal dengan ukuran 8 mm x 6 mm dan tidak ditemukan kelainanyang lain.Perdarahan subkonjungtiva pada umumnya akan diabsorpsi oleh tubuh secara alami dalam waktu 1-2 minggu, sehingga tidak memerlukan terapi khusus selain edukasi. Akan tetapi pada kasus dengan perdarahan yang luas, dapat diberkan penatalaksanaan berupa medikamentosaseperti vasokonstriktor dan agen hemostasis. Secara umum, alur penegakan diagnosis dan penatalaksanaan yang telah diberikan kepada pasien telah sesuai dengan literatur yang ada.
23
DAFTAR PUSTAKA 1.
Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta
2.
Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology © 2006 Thieme
3.
Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta
4.
Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta
5.
K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart. New York;
6.
Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscape’s Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 22 Mei 2018, darihttp://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview
7.
Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com/Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure
8.
Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018
9.
American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika
10.
Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage/42u3-upr2
11.
Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com/ac12/Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation/9372
12.
Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com/aihds.Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id
24
13.
Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com/Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin/3i2r43
14.
Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com
15.
Mimura T, Yamagami S et all. Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 22 Mei 2018, dari http//pubmed.com/jornal:Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis/as23u
16.
Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002. McGraw-Hill, Massachusetts.
17.
Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 22 Mei 2018/www.medicastore/Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs
25