Leluhur Nabi Muhammad [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sejarah Yang Terlupakan PART 1 Banū Hāshim (Arabic: ‫ )بنو هاشم‬is a clan in the Quraysh tribe with a unique maternal bloodline of Israelite ancestry Shalom 'aleychem Assalamu 'alaykum Teks kitab suci bukan sekedar dokumen pewahyuan dalam paradigma teologis yang bersifat sakral, tetapi teks tersebut dapat pula dibaca sebagai rekaman kolektif dalam ranah historis yang bersifat profan. Dalam konteks inilah kita harus berani melakukan 'pembacaan ulang' terhadap teks sakral itu berdasarkan pembuktian linguistik dan sejarah. Bila kita membaca teks sakral ini ada kata kunci secara linguistik yakni istilah abna' ( ‫ ) ابناء‬yang terkait dng klaim kenabian. Tatkala membahas Qs. Al-Baqarah 2:146 seorang Muslim berdarah Yahudi Aschenazim yang bernama Muhammad Asad, penulis the Message of the Qur'an menyatakan: "....... this refers more explicit predictions of the future advent of the Prophet Muhammad." Istilah ‫( ابناء‬abna') dalam bahasa Arab ini sejajar dng istilah ‫( בני‬b'ney) dalam bahasa Ibrani/ Hebrew. Jadi teks kenabian pada ayat yang terkait dng term tersebut bukan sekedar bermakna alegoris tapi justru berlatar biologis. Coba perhatikan ayat ini. (2:146 ‫الذين اءتينهم الكتاب يعرفونه كما يعرفون ابناءهم )البقرة‬ ‫אלה אשר נתנו להם את הספר מכירים אותו כפי שמכירים את בניכם‬ ( 2:146 ‫)סורת אלבקרה‬ Elleh asher natannu lachem et has-Sefer machchirim oto kefiy shemmachchirim et b'neychem (AlBaqarah 2:146). Orang-orang yang telah Kami anugerahkan Al-Kitab mengenalnya (Muhammad SAW) seperti mengenal anak-anak mereka sendiri (Al-Baqarah 2:146) Berdasarkan bukti historis dari catatan teks2 Tarikh Islam, ternyata Nabi Muhammad SAW memang bukan disebut sebagai orang Arab 'Aribah (Arab asli) tapi dia disebut sebagai orang Arab Musta'ribah (bukan asli Arab). Sementara itu, berdasarkan teks-teks Rabbinic dalam bahasa Ibrani (Hebrew), terutama Sefer ha-Galui yang membicarakan tentang Resh Geluta kaum Exilarch di Arabia dan Babilonia (the Babylonian Exilarchs), ternyata garis ibu Nabi Muhammad SAW itu bukan asli keturunan Quraish. Anda terhenyak dengan fakta ini? Hasyim putra Quraish menikah dengan Salma binti Amr, dan Amr berasal dari bani Najjar, kaum Yahudi Musta'ribah di Yatsrib/ Medinta. Bani Najjar ini adalah kaum Yahudi diaspora yang tinggal di kota Yatsrib. Orang-orang Arab pra-Islam menyebutnya kota Yatsrib, sedangkan orang-orang Yahudi Musta'ribah menyebutnya bukan dng sebutan Yatsrib tapi dengan sebutan Medinta, sebagaimana yang tercatat dalam Targum Onkelos yang tertulis dalam bahasa Judeo-Aramic sejak pada abad 1 M., era pra-Islam. Jadi nama Medinta telah populer 6 abad sebelum era Islam. Kaum Yahudi Musta'ribah yakni kaum Yahudi Sephardim dan Mizrachim tahu betul wilayah Medinta ini sebelum Islam ada. Belum ada data yang menjelaskan mengapa kaum Yahudi Musta'ribah ini mendiami wilayah Yatsrib ini secara masif dan bergenerasi berdasarkan alasan2 historis, politis,



ekonomi, sosial, kultural atau pun agama. Namun yang perlu digarisbawahi adalah identitas bani Hashim (anak cucu/keturunan Hashim) itu sendiri yang sangat unik, karena hanya melalui bani Hashim saja darah Ishmael dan darah Israel bercampur dalam satu klen/qabilah, yang kemudian dalam Tarikh Islam disebut qabilah bani Hashim. Tentu saja dalam Tarikh Islam, terutama saat era kenabian juga ada catatan sejarah tentang penderitaan bani Hashim yang diboikot dan diasingkan/dibuang (exile) oleh suku2 Arab lain gara-gara tampilnya seorang Nabi dari kalangan bani Hashim. Mengapa bukan hanya seorang/sekelompok orang dari keturunan bani Hashim yang diboikot dan dibuang atau diasingkan (exile)? Bukankah pengasingan itu berlangsung selama bertahun2 secara ekonomi, politik dan sosial? Mengapa seluruh bani Hashim yang dibuang (exile) dan bukan hanya Sang Nabi saja yang dibuang? Mengapa seluruh bani Hashim harus menanggung derita akibat 'ulah' satu orang di antara mereka dan seluruh bani Hashim siap membelanya? Nampaknya peristiwa sejarah pembuangan (exile) yang menimpa bani Hashim ini terkait juga dng hadits Shahih Muslim. ‫ان الله اصطفى كنانة من ولد اسماعيل و اصطفى قريسا من كنانة واصطفى قريسا بني هاشم و اصطفى ني بني هاشم‬ ( ‫)صحيح مسلم‬ Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya ALLH telah memilih Kinanah dari antara keturunan Ishmael, dan memilih Quraish dari antara keturunan Kinanah dan memilih bani Hashim dari antara keturunan Quraish dan memilih aku - kata Nabi SAW - dari antara bani Hashim (H.R. Imam Muslim). Hashim selain menikah dng wanita Yahudi Musta'ribah dari bani Najjar yang bernama Salma binti Amr, yang melahirkan Syaiba (Abdul Muthalib), ternyata Hashim juga beristri wanita lain yang bernama Qaylah yang melahirkan baginya seorang anak bernama Asad. Asad ibn Hashim menikah dengan Zahna, putri seorang Resh Geluta kaum Exilarch ke-32 dari Babilonia yang bernama Hofnai, dan di Babilonia tersebut kaum exilarch ini di bawah pimpinan Resh Geluta (pimpinan kaum buangan), dan Resh Galuta sendiri secara Halacha adalah keturunan Nabi Daud AS. Adik ipar Hushiel ben Hofnai yang bernama Asad ibn Hashim, yang menikah dng Hazna binti Hofnai putri Exilarch ke-32 ini melahirkan Fathimah binti Asad, yang kemudian dinikahi oleh Abu Thalib bin Abdul Muthalib ibn Hashim. Namun, mengapa Asad ibn Hashim menamai putrinya dng nama Fathimah? Apa hubungannya nama ini dng Hazna binti Hofnai putri Exilarch ke-32 dari Babilonia? Sepertinya ada campur tangan Hazna dalam penamaan putrinya ini yang merupakan ingatan kolektifnya utk mengenang kembali nama lelulur dari keluarga suaminya, yakni Asad bin Hashim, keturunan Ishmael. Penamaan ini juga sebenarnya merupakan bukti bahwa nama Fathimah bukanlah nama asli Arab, tetapi nama khas Ibrani yang muncul dalam Targum Yonathan berbahasa Judeo-Aramaic yang ditulis pada abad ke-1 M. Ishmael dalam Tagum Yonathan beristri ‫פטימא‬ (Phetima) sesuai teks Targum Yonatahan, Sefer Bereshit 21:21 yang menyebut sbb: ‫ויתיב במדברא דפראן ונסיב אתחא ית עדישא ותרבה ונסיבת ליה אמיה ית פטימא אתהא מארעא‬ ‫דמצרים‬ 'And he dwelt in the wilderness of Pharan and took for a wife Adisha, but put her away. And his mother took for him Phatima to wife from the land of Egypt.



Jadi bani Hashim secara garis ibu - seutuhnya berdarah Yahudi dan sekaligus keturunan langsung Nabi Daud AS. Jika Anda penasaran silakan membaca Jurnal terbitan Hebrew University berjudul 'A Note on Early Marriage Links between Qurashis and Jewish Women', see Jerusalem Studies in Arabic and Islam vol.10 (1987), references to Jewish ladies of "Noble Birth" are descended from the Exilarch. Data sejarah membuktikan adanya jalur politik dan keagamaan antara kaum Exilarch di Baghdad Babilonia (Irak) dan di Medinta (Saudi Arabia) era pra-Islam. Hal ini bisa dibaca melalui kemapaman teks Targum Onkelos dalam bahasa Judeo-Aramaic yang tersebar di kalangan Yahudi yang bermukim di wilayah Yaman, Hijaz dan wilayah Babilonia, dan dibaca secara meluas oleh semua kaum Yahudi di wilayah tsb. Silakan membaca buku The Targum of Onkelos to Genesis: A Critical Enquiry into the Value of the Text Exhibited by Yemen Mss. Compared with that of the European Recensian Together with Some Specimen Chapters of the Oriental Text (Henry Barnstein, 1896). Bahkan kemapanan hubungan kedua wilayah penting dan strategis ini dapat pula terbaca melalui kemunculan Targum Saadia berbahasa Judeo-Arabic yang menyebut nama Al-Madinah, sehingga tidak salah bila kaum Yahudi yang berdiaspora ke wilayah itu justru mendahului kedatangannya sebelum terbukukannya Targum Saadia dalam bahasa Judeo-Arabic, yang dalam Targum Onkelos disebut Medinta. Jadi Rav Saadia Gaon hanya merekam ingatan kolektif bangsa Yahudi tentang keberadaan wilayah Medinta ini dengan bahasa Judeo-Arabic, yg disebutnya Al-Madinah. Itulah sebabnya tatkala Nabi SAW hijrah ke kota Yatsrib, maka seluruh kaum Yahudi Musta'ribah tidak kaget tatkala Nabi SAW mengubah dan menamai kota tsb dng sebutan Al-Madinah menurut lisan bhs Arabic, sedangkan kaum Yahudi Musta'ribah sejak era pra-Islam menyebutnya Medinta menurut lisan bahasa Judeo-Aramaic. Dengan demikian, nama khas Madinah memang bukanlah hal yang asing di kalangan komunitas Yahudi secara umum, dan khusus kaum Yahudi Musta'ribah di jazirah Arabia. Setidaknya nama Madinah telah disebutkan dalam Targum Onqelos berbahasa Aram dengan sebutan Medinta ‫מדנת‬, dan fakta ini juga dikonfirmasi oleh Phillip K. Hitti dalam bukunya the History of the Arab. Jadi, sebelum Nabi SAW mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah, sebenarnya komunitas Yahudi Musta'ribah telah lama mengenal nama itu dalam versi bhs Aram ‫( מדנת‬Medinta) yang menunjuk pada lokasi yang saat itu disebut Yastrib. Oleh karena itu, perpindahan Nabi SAW dari Mekkah ke kota Yatsrib yang disebut Medinta oleh kaum Yahudi Musta'ribah ternyata tidak hanya dibaca terkait dng peristiwa Hijrah an sich, tapi sekaligus pula menandai dan melanjutkan peradaban leluhurnya di kota Yatsrib yang disebut Medinta, yang kemudian oleh Nabi SAW diteguhkannya kembali dng nama Al-Madinah.



Sejarah Yang Terlupakan PART 2 Shalom 'aleychem Assalamu 'alaykum Yesus Bukan Anak Yusuf Berdasarkan teks kitab Perjanjian Baru (PB), kita bisa menemukan data awal terkait silsilah Yesus. Namun, data silsilah Yesus yang termaktub dalam PB tersebut tidak dapat diverifikasi dng data sejarah pembanding di luar teks suci. Data silsilah Yesus dalam teks PB itu ternyata oleh komunitas beriman telah dianggap sebagai textus receptus yang narasi teksnya bersifat ipse dixit. Dengan demikian, sakralisasi silsilah Yesus dalam Injil Matius dan Injil Lukas itu dipandang secara umum sebagai kebenaran mutlak silsilah Yesus an sich. Dalam konteks ini, masyarakat awam Kristiani lebih mengedepankan argumen nalar teologis dibanding mengedepankan argumen nalar kritis. Bila kita belajar sejarah bangsa Israel secara sekuler, kita akan menemukan ide pengharapan mesianik yang telah mengkristal menjadi idiom keagamaan, idiom kebudayaan dan sekaligus menjelma sebagai idiom politik, yang hal itu kemudian secara masif menjadi semacam ingatan kolektif yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Ide pengharapan mesianik itu dapat kita baca dalam dokumen sejarah sebagai narasi politik masa kuno, dan dapat pula kita baca dalam konteks politik per se, yang merupakan narasi sejarah masa kini. Sebutan 'anak Daud' dan sebutan 'anak Abraham' yang mengusung ide pengharapan mesianik dan merupakan idiom kegamaan, idiom kebudayaaan sekaligus idiom politik itu, ternyata tidaklah muncul secara tiba-tiba dalam dokumen Injil Matius, tetapi St. Matius 'amat cerdas' memanfaatkan isu idiom tersebut dalam menjustifikasi sang tokoh Yesus sebagai penggenapan atas ide pengharapan mesianik yang mewacana sebagai rekaman kolektif. Namun, dalam konteks ini, St. Matius menawarkan argumen teologis, bukan berdasar pada argumentasi historis. Itulah sebabnya, argumen teologis dalam rangka menggenapi ide pengharapan mesianik yang diklaim merujuk pada sang tokoh Yesus, ternyata diawali dng kalimat 'inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham' (Matius 1:1). Dalam ingatan kolektif masyarakat Yahudi terkait ide pengharapan mesianik, seorang Messiah harus (1) seorang laki-laki dan bukan seorang perempuan, (2) nasabnya harus bersambung dari jalur garis ayah (lineage of the father) karena sistem silsilah merujuk pada sistem patriakhal, dan bukan bersambung pada jalur garis ibu, (3) dia nasabnya bersambung kpd Raja Daud. Seseorang tidak dapat diakui ke-Meshiah-annya bila sang tokoh tidak memiliki nasab dari jalur silsilah sang ayah. Namun seseorang dapat diakui ke-Yahudi-annya bila seseorang memiliki nasab dari jalur silsilah sang ibu. Jadi idiom pengharapan mesianik yang merujuk pada nasab jalur sang ayah sebagai penanda identitas (identity marker) lebih bernuansa khas politik keagamaan dibanding kebudayaan. Itulah sebabnya St. Matius 'amat jenius' menyiasati zamannya dalam menyusun silsilah Yesus agar bisa berterima bagi para pembacanya yang berlatar Yahudi. Pada teks Injil Matius 1:1 St. Matius berbicara silsilah Yesus dalam konteks teologis, sebaliknya pada Injil Matius 1:16 ternyata St. Matius berbicara justru dalam konteks historis yang sebenarnya, karena secara de facto Yesus memang tidak memiliki nasab dari jalur Yusuf secara biologis. Itulah sebabnya, ada 2 pola politik redaksional yang digagas dalam tulisan silsilahnya. Pertama, susunan redaksi teks Injil Matius 1:2-15 yang berpola genetis, teks tersebut berbunyi: 'Abraham



memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub .... Matan memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yusuf', sedangkan susunan redaksi teks Matius 1:16 justru berubah 360% yakni berpola dogmatis, bukan berpola genetis: Ayatnya berbunyi: ' Yakub memperankkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus.' St. Matius tidak menulis: ' Yakub memperanakkan Yusuf, Yusuf memperanakkan Yesus, anak Maria yang disebut Kristus.' Redaksional teks yang berpola dogmatis ini semakin menegaskan bahwa Yesus yang diklaim sbg Sang Messiah itu memang tidak memenuhi ide pengharapan mesianik khas Judaism. Namun, St. Matius berusaha keras utk meyakinkan pembacanya dng cara mengikuti pola gematria (number patterns). St. Matius benar-benar paham bahwa dalam ingatan kolektif agama Judaism yang terkait dng ide pengharapan mesianik selalu merujuk pada tokoh Daud, dan nasab Sang Messiah yang akan datang harus terbukti secara genetis bersambung kpd Daud dari jalur garis ayah, sebab hanya melalui benih Daud saja, sang Messiah memiliki legitimasi historis, politis dan teologis. Itulah sebabnya (1) nama personal Daud dan (2) gematria nama Daud, keduanya dijadikan sbg penegasan daftar silsilah Yesus (lihat Injil Matius 1: 17). Dalam hal ini, St. Matius memanfaatkan pola gematria. Ini membuktikan bahwa pola gematria (number patterns) itu bukanlah gagasan awal dari St. Matius, tetapi St. Matius sendiri hanya sekedar mengadopsi dan memanfaatkan pola gematria yang sebenarnya merupakan warisan kuno Judaism era pra-Kristen demi melegitimasi keyakinan St. Matius terhadap Sang Messiah yang direkayasanya. Jadi pola gematria sebagaimana yang termaktub dalam kitab Baal Haturim Chumash merupakan warisan penafsiran dalam memahami Torah yang telah eksis dalam Judaism sejak era pra-Kristen yang selalu dikaitkan dng nama-nama tokoh sentral PL. Apalagi ide pengharapan mesianik dikaitkan dng tokoh keturunan biologis Daud sebagaimana yang selalu dipanjatkan oleh seluruh kaum Yahudi dalam setiap tefilah (shalat). ‫רחםנא יהוה אלהינו על ישראל עמך ועל ירושלים עירך ועל ציון םשכן כבודך ועל מלכות בית דוד‬ ‫םשיחך‬ Rachemna HASHEM Eloheynu 'al Yisrael 'immecha ve 'al Yerushalayim 'irecha ve 'al Zion mishkan kevodecha ve 'al malchut beyt David Meshiche-cha. " Have marcy we beg You HASHEM our God, on Your people Yisrael, on your city Yerusalem on Zion the resting place of Your glory, on the house of David Your Messiah. " Istilah ‫( בית דוד‬beyt David) di atas sebenarnya merujuk pada ide pengharapan messianik atas kedatangan Sang Messiah yang akan datang, yang silsilah nasabnya berasal dari keluarga Daud dari garis jalur ayah secara biologis, karena Daud sendiri juga seorang Messiah, dan secara gematria, yakni menghitung pola angka dalam nama ‫( דוד‬David) memunculkan angka 14. Itulah sebabnya dalam teks Injil Matius 1:17 St. Matius melegitimasi angka 14 yang terkait dng nama Daud yang dihubungkan dng Yesus secara dogmatis, dan bukan berpola genetis. Bahkan St. Matius menghilangkan beberapa nama dalam bangunan rekayasa silsilah yang dibuatnya demi mencocokkan dng pola gematria itu, sehingga menghilangkan beberapa generasi yang seharusnya dimunculkan dalam silsilah. Namun bila nama-nama dalam beberapa generasi itu tidak dihilangkan sesuai yang tercatat dalam TaNaKH, maka pola gematria nama David tidak bisa terpenuhi. Akibatnya, St. Matius menghilangkan sebagian data historis nama-nama generasi nenek moyang Yusuf demi mendapatkan pola dogmatis yang bisa dirangkai dalam menciptakan silsilah yang bisa dihubungkan dng Yesus secara teologis. Kebuntuan St. Matius dalam menyusun silsilah Yesus



tersebut memang cacat secara historis dan genetis, demi terciptanya sebuah legitimasi yang bercorak teologis. Seorang Bapa Gereja Kuno, St. Yulius Africanus (4 M.) menjelaskan bahwa Matthan berasal dari suku Yehuda melalui garis keturunan Daud dan Salomo. Matthan mengawini Estha yang melahirkan Yakub. Setelah kematian Matthan, maka Matthat (bukan Matthan) yang juga berasal dari suku Yehuda tetapi melalui garis keturunan Daud dan Nathan menikahi Estha (janda Matthan), yang kemudian melahirkan Eli. Maka Yakub dan Eli adalah saudara kandung dari satu ibu, yakni Estha. Eli meninggal tanpa meninggalkan seorang anak, dan Yakub harus mengawini istri Eli yang melahirkan Yusuf. Maka Yusuf adalah anak kandung Yakub sekaligus juga adalah anak sulung Eli. Jadi Yusuf bukan anak angkat Eli, karena konsep anak angkat tidak dikenal dalam silsilah, yang dikenal hanyalah silsilah dalam perkawinan Levirat (Ulangan 25:5-6) Dengan demikian, silsilah Injil Lukas dan silsilah Injil Matius hanya merujuk pada silsilah nasab Yusuf, dan silsilah Injil Lukas bukan merujuk pada silsilah Maria. Apalagi kaum awam Kristiani menyatakan bahwa Injil Matius dan Injil Lukas keduanya merujuk pada silsilah Yesus. Ini sangat bertentangan dng dokumen Bapa Gereja sebagaimana pernyataan St. Julius Africanus. Bapa Gereja yang lain, misalnya Theodoret juga menyatakan bahwa Yesus dan Yakobus memiliki ibu dng nama yang sama, yakni Maria. Namun yang satu, istri Yusuf dan yang satunya lagi, istri Klopas. Theodoret menjelaskan bahwa Maria ibunya Yakobus (Matius 27:56) adalah saudara kandung Maria ibunya Yesus (Yohanes 19:25), mereka berdua kakak beradik. Dan Maria ibunya Yakobus adalah istri Klopas yang mempunyai anak bernama Yoses selain Yakobus (Matius 15:40). Jadi, suami Maria ibunya Yakobus, yang bernama Klopas, dan suami Maria yang bernama Yusuf adalah juga kakak beradik. Jadi, silsilah Injil Lukas tidak ada kaitan sama sekali dng silsilah Maria. Lihat Ancient Christian Commentary on Scripture. New Testament VIII, hal. 15. Dengan demikian, silsilah Yesus dari jalur Maria memang benar-benar tidak tercatat dalam dokumen PB, dan Maria disebut sebagai keturunan Daud melalui Injil Apokrif Protoevangelion of James (PJ), bapak ibunya bernama Yoyakhim dan Anna. Gereja Ortodoks dan Gereja Katolik berpegang pada tradisi ini. Jadi, Yesus dapat disebut sebagai keturunan Yahudi hanya melalui jalur nasab Maria saja. Dan Yesus dapat pula diklaim oleh Gereja sebagai Messiah Yahudi hanya melalui garis darah dari pihak ibu saja, yakni Maria. Kalau ada yang membantah bahwa Nabi Muhammad SAW itu ilegal disebut sbg keturunan Yahudi, dan juga ilegal disebut sbg Nabi Yahudi keturunan Daud AS, karena menurut kaum Kristiani Muhammad SAW scr eksplisit bukan berasal dari benih Salomo AS, maka jawabannya sangat sederhana: 1. Dalam pandangan Judaism, Yesus dan Muhammad SAW keduanya hanya mempunyai jalur nasab dari garis ibu, dan bukan dari garis ayah. Maka keduanya berhak disebut sebagai keturunan Yahudi, meskipun keduanya tidak dianggap sebagai Nabi Yahudi atau pun Messiah Yahudi yang dinubuatkan dalam TaNaKH. Berdasarkan Talmud Bavli yang terkodifikasi pada tahun 500 M., seseorang diakui secara legal/sah sebagai keturunan Yahudi meskipun hanya berasal dari garis ibu. Yesus pun diakui secara legal sebagai keturunan Yahudi, meskipun nasabnya hanya melalui jalur garis ibu, yakni melalui nasab bunda Maryam dan bukan melalui nasab Yusuf. Bahkan hingga saat ini seseorang diakui secara legal sebagai keturunan Yahudi hanya melalui jalur garis ibu saja.



2. Nabi Muhammad SAW tetap diakui sebagai keturunan Nabi Daud AS sebagaimana Yesus juga diakui sebagai keturunan Nabi Daud AS meskipun hanya melalui jalur Natan ben Daud AS, dan bukan melalui jalur Salomo ben Daud AS. Itu pun bila Injil Lukas diklaim sebagai silsilah Maria sebagaimana pemahaman kaum Protestan. Lihat Injil Lukas pasal 3: 23-38, Yusuf bukan keturunan biologis Salomo, tapi keturunan biologis Nathan, dan Yesus - menurut anggapan orang adalah anak Yusuf, suami bunda Maryam. Sekali lagi, ini adalah pemahaman general para ahli Alkitab dari kalangan Kristen Protestan. Nasab Yesus faktanya hanya dari jalur ibu, yakni Maryam, sedangkan nasab dari garis bapak tidak ada. Yusuf hanya ayah tiri Yesus, bukan ayah biologis Yesus. Sebaliknya, Muhammad SAW nasab ayahnya jelas, yang termasuk klen Hasyim, keturunan Ismail dan nasab ibundanya juga jelas. Nasab kakeknya yakni Abdul Muthalib juga sangat jelas tentang siapa ayahnya dan siapa ibunya. Ayahnya bernama Hashim dan ibunya bernama Salma binti Amr. 3. Jika patokan kaum Kristiani terkait dng Yesus hanya mengacu pada Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes saja, maka orang2 Yahudi dari kalangan rakyat jelata - mereka hanya mengenal Yesus sebagai anak tukang kayu yang bernama Yusuf, dan ibunya bernama Maria (Yohanes 6:42). Dan mereka pun juga tidak tahu kalau Yesus sebagai anak hasil perzinahan dng orang lain, karena sesuai dng ketuva (kontrak pernikahan sesuai Mishnah) antara Yusuf dan Maria, keduanya secara sah diakui sebagai suami istri. Itu artinya rakyat jelata menganggap jelas ayah dan ibunya Yesus, yang telah memiliki hubungan pernikahan yang sesuai Torah she be'al phe (Matius 1:18-19). Dan penyebutan rakyat jelata terhadap status Yesus sbg anak Yusuf itu pun hanya berdasarkan menurut anggapan orang (Lukas 3:23). Namun, pernyataan rakyat jelata yang menyebut Yesus sbg anak Daud atau pun menyebut Yesus sbg anak Yusuf tidak pernah dinyatakan oleh malaikat Tuhan. Bahkan tidak pernah dinyatakan oleh para rabbi, imam-imam Lewi, kaum Saduki atau pun kaum Farisi. Jadi sebenarnya yang disebut sebagai anak Daud adalah Yusuf sendiri, bukan Yesus, sebagaimana malaikat sendiri telah menyatakannya (Matius 1:20). Jadi rakyat jelata yang menyebut Yesus sebagai anak Daud - tentu saja tidak dapat dijadikan dalih/ bukti bahwa Yesus adalah anak biologis Yusuf. Apalagi mereka beranggapan bahwa Yesus adalah anak angkat Yusuf. Mereka sebagai rakyat jelata tidak pernah mengetahui atau pun berkata bahwa Yesus bukan anak Daud. Mereka juga tidak mengetahui bahwa Yesus bukan sebagai anak kandung Yusuf. Mereka juga tidak beranggapan bahwa Yesus sbg anak angkat Yusuf sehingga Yesus disebut sebagai anak Daud, sebab konsep anak angkat dalam tradisi Yahudi tidak mereka kenal. Apalagi mengimani bahwa Yesus lahir oleh Roh Kudus. Dan tidak ada dalam pikiran mereka bahwa Firman Allah telah menjelma menjadi manusia yang bernama Yesus. Jadi satu-satunya alasan rakyat jelata menyebut Yesus sbg anak Daud karena Yesus adalah anak hasil perkawinan Maria dng Yusuf, dan Yusuf adalah anak Daud. Jadi mereka mengenal Yesus sebagai anak biologis Yusuf dari hasil perkawinannya dng Maria. Mengapa? Alasannya sederhana, karena secara sosial mereka sudah mengetahui ayahnya yang bernama Yusuf, keturunan Daud Injil Matius 22:41-46 mencatat bahwa ketika orang-orang Farisi sedang berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka, kata-Nya: "Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?" Kata mereka kepada-Nya: "Anak Daud." Kata-Nya kepada mereka: "Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Jadi jika Daud menyebut



Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Tidak ada seorang pun yang dapat menjawabNya, dan sejak hari itu tidak ada seorang pun juga yang berani menanyakan sesuatu kepada-Nya." Jadi Yesus menyangkal bahwa Mesias itu anak Daud. Yesus berkata: " Jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula? Inilah fakta penyangkalan Yesus bahwa dirinya sbg anak Daud. Orang2 Farisi, Imam-imam Lewi dan pembesar-pembesar Sanhedrin lainnya juga tidak pernah menyebut Yeshu sebagai anak Daud. Ini mengindikasikan bahwa mereka tahu latar belakang Yeshu dan ibundanya sehingga ia tidak disebut anak Daud, dan yang menyebut Yeshu sebagai anak Daud hanya rakyat2 jelata sebagaimana pernyataan Lukas "anggapan orang", karena rakyat jelata hanya mengetahui Yeshu sebagai anak dari Yusuf dengan Maria, dan rakyat jelata memang tidak tahu apakah Yeshu benar2 anak hasil pernikahan kedua orang tuanya atau bukan. Dalam hal ini kita tidak berbicara mengenai status seseorang itu diakui sebagai Nabi atau bukan, atau pun diakui sebagai Moshiah atau bukan. Kita juga tidak berbicara mengenai seseorang itu diklaim sebagai Nabi yang dinubuatkan dalam TaNaKH atau tidak. Kita juga tidak memperdebatkan seseorang itu diklaim sebagai Moshiah yang dinubuatkan di dalam TaNaKH ataukah tidak. Itu persoalan lain. Dokumen Tariikh Islam mencatat bahwa manusia sejarah yang bernama Muhammad SAW darahnya bersambung dng seseorang yang bernama Salma binti Amr dari bani Najjar. Dia adalah wanita Yahudi Musta'ribah, karena bani Najjar adalah kaum Yahudi diaspora yang tinggal di Madinah. Jadi nasab Muhammad SAW ada tetesan darah dari Salma binti Amr. Artinya, darah ke-Yahudi-an Muhammad SAW hanya melalui Salma binti Amr, istri Hashim. Sementara itu, Yesus berdasarkan Injil Matius tidak ada tetesan darah dari Yusuf. Menurut tafsiran Gereja Ortodoks, silsilah Yesus pada Injil Lukas juga silsilah Yusuf, bukan silsilah Maria. Namun ada sebagian penafsiran Kristen, terutama Kristen Protestan menyatakan bahwa Injil Lukas adalah silsilah Maria. Bila kita terima tafsiran Protestan ini maka darah ke-Yahudi-an Yesus hanya melalui Maria, istri Yusuf. Jadi tidak ada tetesan darah Yusuf pada Yesus karena Yesus lahir dari Roh Kudus menurut PB. Dan Yusuf bukan bapak biologis Yesus. Sementara itu, menurut rabbi-rabbi, imam-imam Lewi dan kaum Farisi yang merepresentasikan pernyataan kaum elit yang ada di lembaga Sanhedrin - yang pernyataan itu terdokumen dalam Talmud Bavli, dinyatakan bahwa bapak biologis Yesus adalah seorang goyim (orang Yunani), seorang serdadu Romawi yang bernama Panthera. Kita bisa baca Talmud Bavli sbg pembanding dalam masalah garis darah Yesus ini dari jalur ayah menurut pandangan lembaga Sanhedrin. Jadi, tidak salah bila tak ada satu pun pernyataan dari kalangan Sanhedrin ini yang menyebut Yesus sbg anak Yusuf, ataupun menyebut Yesus sbg anak Daud karena mereka mengenal secara agama bahwa Yesus bukan anak biologis Yusuf meskipun Maria istri Yusuf. Singkatnya, manusia sejarah yang bernama Yesus itu memang 'tidak sempurna' untuk menjadi Yahudi, sebagaimana manusia sejarah yang bernama Muhammad SAW juga 'tidak sempurna' menjadi Yahudi. Namun, Judaism mengakui keduanya sbg keturunan Yahudi. Keduanya tidak ada tetesan darah ke-Yahudi-an dari pihak ayah. Era pasca runtuhnya Bait Suci ke-1 dan ke-2, status ke-Yahudi-an seseorang diakui sebagai keturunan Yahudi hanya merujuk pada garis darah ibu saja. Hingga kini, status seseorang disebut sbg keturunan Yahudi ditandai dari mengalirnya garis darah dari pihak ibu.



Dalam TaNaKH memang status ke-Yahudi-an seseorang ditandai dng 2 cara: (1) anak melalui garis keturunan perkawinan ipar Ulangan 25:5-6. yg bukan anak biologis, (2) anak secara biologis melalui jalur garis darah sang ayah meskipun jalur garis darah sang ibu berasal dari goyim (nonIsrael). Jadi Ishmael disebut anak Avraham sesuai hukum TaNaKH, dan tidak ada seorang pun bisa menolak status Ishmael sebagai anak Avraham secara biologis, dan ini tidak masalah meskipun jalur ibunya seorang goyim dari Mesir. Itulah sebabnya Ishmael disebut dalam tradisi Islam sbg 'Arab Musta'ribah (bukan Arab asli). Status Ishmael ini sama dng status Efraim dan Manasye, anak-anak Yusuf, yang ibu kandungnya seorang goyim dari Mesir juga. Bahkan King Salomo garis darah ibunya juga seorang goyim. Intinya: jika seseorang itu memiliki jalur garis ayah Israel dan jalur garis ibu goyim, maka orang itu tetap dianggap keturunan Yahudi dalam pandangan Judaism. Bahkan, Yesus tidak ada istimewanya bila dibanding dng Muhammad SAW bila ditilik dari hukum TaNaKH, karena bila ditilik dari jalur garis darah ibunya memang wanita Yahudi, sedangkan berdasarkan jalur garis ayah ternyata keduanya goyim (non-Israel). Kakek kandung Sang Nabi SAW berdarah Arab Musta'ribah, sedangkan ayah kandung Jesus berdarah Yunani, serdadu Romawi. Sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya, menurut kitab Talmud Bavli, juz Nezikin - traktat Sanhedrin 67a dinyatakan bahwa Yesus yang disebut Yeshu adalah anak kandung Stada, dng seseorang goyim yang bernama Panthera. Stada bukanlah sebuah nama, tapi sebutan yang ditujukan kepada Maria istri sah Yusuf. Stada adalah akronim dari frase Satit da mi ba'alah (perempuan yang tidak setia kepada suaminya). Fakta teks Bavli khususnya bagian traktat Sanhedrin 67a semakin memperjelas gambaran dalam PB. Itulah sebabnya imam-imam Lewi, para ahli Torat, orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki yang merupakan para tua-tua di lembaga Sanhedrin, ternyata tak pernah satu pun di antara mereka yang menyebut Yesus sebagai anak Yusuf, apalagi menyebutnya sbg anak Daud. Bahkan mereka mengabadikan ingatan kolektif mereka ttng Yesus sebagai pseudo-Mesiah dng akronim Yimach shemo ve zichro " May his name and his memory be blotted out " (Tehilim 109:13). Namanya disebutkan Yeshu haNotzri (Talmud Bavli - juz B'rachot 17b, Sotah 47a. Dan Yeshu dinyatakan sbg pseudo-Mesiah yang disalib pada saat perayaan Paskah (Talmud Bavli, juz Nezikin - traktat Sanhedrin 43a. Lembaga Sanhedrin menolak Yesus sebagai Meshiah karena dalam tradisi rabbinik, Mesiah harus memenuhi 3 kriteria (1) seorang laki-laki, (2) nasabnya mengikuti garis darah sang ayah/patriakhal, (3) dia keturunan Daud. Bila tidak memenuhi 3 kriteria/syarat minimal ini, maka seseorang tidak dapat dinyatakan sbg Meshiah. Selain itu, rakyat jelata yang respek terhadap dakwah Yesus, umumnya berprasangka baik terhadap status Yesus. Mereka umumnya mengangap bahwa Yesus adalah anak hasil perkawinan sah antara Yusuf dan Maria. Itulah sebabnya mereka menyebutnya dng sebutan Yesus anak Daud, atau pun dng sebutan Yesus anak Yusuf. Sebaliknya, rakyat jelata yang tidak respek terhadap dakwah Yesus dan menentangnya, umumnya mereka berkeyakinan negatif terhadap status Yesus. Mereka tidak menyapanya dng sebutan Yesus anak Yusuf, atau pun menyapanya dng sebutan Yesus anak Daud. Namun, dengan ungkapan sindiran akut yang mereka ucapkan di hadapan Yesus, ternyata hal itu mengisyaratkan problem status Yesus. Mereka semua berkata dng nada sindiran di hadapan Yesus: " Kami tidak dilahirkan dari zinah .... " (Yohanes 8:41). Mengapa mereka secara serempak menggunakan ungkapan negatif tersebut di hadapan Yesus? Bukankah mereka semua mengenal Yusuf dan Maria? Mengapa mereka tidak menggunakan ungkapan lainnya di hadapan Yesus



meskipun mereka menolak dakwah Yesus? Mengapa mereka menggunakan ungkapan yang terkait dng status Yesus sehingga mereka berkata seperti itu? Pertama, fakta verbal negatif tersebut tidak mungkin mereka ucapkan bila tidak ada indikasi kebocoran informasi dari kalangan pihak Sanhedrin yang secara kelembagaan terdiri atas imam-imam Lewi, ahli Torat, kaum Farisi dan kaum Saduki. Kedua, kalangan Sanhedrin pun juga tahu mengenai status Yesus ini dari sumber pertama, yakni Yusuf. Perkawinan Yusuf dan Maria merupakan status yang tercatat dalam kelembagaan Sanhedrin. Ini sesuai dng halacha. Namun, faktanya Yusuf berencana menceraikan Maria (Matius 1:18-19). Jadi sebenarnya Yusuf pun pada awalnya mencurigai Maria berselingkuh atau berzina dng orang lain sehingga terjadi kehamilan. Itulah sebabnya Yusuf hendak menceraikannya (Matius 1:19). Alasan dibalik rencana perceraian itulah yang kemudian dibaca oleh pihak Sanhedrin. Tidak salah bila Sanhedrin menyebut Maria dng sebutan Stada - Satit da mi ba'alah (perempuan yg tdk setia pada suaminya). Dan akhirnya kebocoran informasi dari pihak Sanhedrin ini juga keluar kepada masyarakat umum. Dengan demikian, tidak salah bila mereka yang menentang dakwah Yesus, mereka melontarkan ungkapan ejekan di hadapan Yesus, dan mereka berkata: " Kami tidak dilahirkan dari zina." Artinya, ungkapan itu sebenarnya ditujukan kpd Yesus, dan bukan ditujukan kepada masing-masing status pribadi mereka. Bila seseorang menyatakan bahwa Yesus disebut sbg anak Daud karena dia memiliki jalur garis keturunan melalui Yusuf sesuai silsilah Injil Matius, maka di sinilah problem persoalannya. Karena Yusuf yang adalah suami Maria ternyata tidak memiliki saudara kandung siapapun dan Maria juga bukan mantan dari istri siapapun. Bahkan Maria juga bukan mantan dari suami - saudara kandung Yusuf. Bila pernyataan dalam Talmud Bavli menyatakan bahwa Panthera adalah ayah biologis Yesus, maka itu bisa jadi merupakan realitas sosial saat itu. Pertama, Panthera itu goyim bukan Israelite (Yahudi). Kedua, Panthera bukan saudara kandung Yusuf. Ketiga hubungan Panthera dng Maria bukan melalui cara perkawinan yang sah sesuai yang dihalalkan oleh TaNaKH. Jadi kalau secara hukum TaNaKH, status Yesus yang disebut anak Daud yang dikaitkan dng Yusuf ternyata tidak memiliki makna apapun. Dalam hal ini saya tidak mempersoalkan status hukum Yusuf sebagai keturunan Daud melalui King Salomo, dan laporan Injil Matius itu sesuai dng status hukum dalam TaNaKH, baik ditinjau dari status perkawinan ipar nenek moyang Yusuf maupun bila ditinjau dari status garis ayah biologis beliau. Namun yang kita kaji ini adalah status hukum Yesus, bukan status hukum Yusuf. Yesus tidak memiliki status hukum apa2 bila dikatikan dng Yusuf. Kecuali status hukum Yesus sebagai seorang Yahudi hanya melalui garis darah Maria saja. Sama seperti status hukum murid Paulus, yang bernama Timotius yang ibunya seorang Yahudi, dan ayahnya seorang Romawi yang lahir dari pernikahan yang sah. Bila Yusuf dalam pandangan Talmud Bavli diakui sebagai suami sah Maria, maka status Yesus tidak bisa dianggap sebagai anak kandung Yusuf, apalagi diklaim sebagai anak angkat Yusuf, karena konsep anak angkat tidak dikenal dalam TaNaKH. Apalagi ayah biologis Yesus bukan saudara kandung Yusuf, tapi menurut Talmud Bavli adalah Panthera, sang serdadu Romawi. Jadi status ke-Yahudi-an Yesus tidak terlalu istimewa dibanding dng status ke-Yahudi-an Muhammad SAW. Bahkan status ke-Yahudi-an Yesus juga tidak terlalu istimewa dibanding dng status ke-Yahudi-an Timotius, murid Paulus (Kisah 16:3) Para penulis silsilah Yesus dalam Injil Matius dan Injil Lukas paham betul bahwa Meshiah harus berasal dari nasab Raja Daud secara patriakhal, bukan secara matriakhal. Inilah mengapa mereka



memaparkan silsilah Yesus melalui Yusuf, yang diklaim sebagai ayah angkat secara yuridis, dan tidak melalui Maria, jalur biologis Yesus. Padahal mereka paham bahwa kelahiran Yesus scr ajaib, dan tidak ada hubunganya dgn Yusuf sang tukang kayu. Jadi status jalur 'biologis' tidak ada hubungan sama sekali antara Yesus & Yusuf. PB secara jelas mencatat bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus, bukan dari Yusuf. Hal ini sangat mungkin bahwa St. Matius dan St. Lukas hanya memiliki motif utk menyambungkan silsilah Yesus dgn Raja David demi menggenapi ciri2 Mesiah Yahudi, sesuai 3 syarat minimal sebagai Meshiah, meskipun St. Matius dan St. Lukas mengetahui secara sadar bahwa nasab Yesus tidak ada relasinya dgn nasab Yusuf. Jadi, penulis Injil Matius dan Injil Lukas mengedepankan "perspektif teologis" dari pada "perspektif sejarah/historis." Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa (1) para penulis Injil ingin menghubungkan Yesus dgn Daud utk mengenapi ciri2 Mesiah Yahudi, (2) para penulis Injil ingin memprioritaskan 'aspek teologis' untuk men-support ke-Mesiah-an Yesus, tetapi mengorbankan 'aspek/sisi fakta sejarah/historis' yang secara teologis Yesus dilahirkan Maria dari Roh Kudus, bukan dari benih Yusuf. Itulah sebabnya penulisan Injil Matius dan Injil Lukas lebih didominasi muatan teologis dari pada muatan historis, sehingga tidak jarang adanya 'tabrakan/kontradiksi antara 'muatan teologis & fakta historis' dalam Injil itu sendiri. Selanjutnya, Yesus benar2 tidak bisa disebut sebagai anak angkat Yusuf. Konnsep anak angkat tidak dikenal dalam tradisi Yahudi. Yesus itu anak istrinya Yusuf, bagaimana mungkin jadi anak angkatnya? Fir'aun mengangkat Musa sbg anak angkat, karena Musa bukan anak istrinya. Dan itu pun tradisi Mesir, bukan tradisi Yahudi. Musa adalah anak orang Ibrani, atau anak orang lain yang dibuang, lalu diangkat menjadi anak angkat oleh Firaun. Sebaliknya, Yesus adalah anak Maria, Maria suami Yusuf, bagaimana mungkin Yesus anak angkat Yusuf? Semoga tulisan ini menjadi bahan renungan bersama tentang status Yesus sebagai keturunan Yahudi berdasar kitab Perjanjian Baru, dan status Muhammad SAW juga sebagai keturunan Yahudi - sesuai kitab Tarikh at-Thabari yang menyebut istrinya Qushai ibn Kilab yang bernama Hubba , anak perempuan Hulail (Hillel) ibn Hubshiyyah, ketua pimpinan bani Khuza'a. Silakan juga baca kitab Al-Mathalib karya Abu Ubayda Ma'mar ibn Al-Mutsanna (w. 210 H.) dan kitab Mathalib al-Arab karya Ibn Kalbi (w. 204 H.). Selain itu silakan baca tentang bani Najjar yang nasabnya bersambung kpd Ahbariyyun (hibr Jewish sages), dan Imam at-Thabari dalam Tafsirrnya menyatakan bahwa istilah Hibr juga merujuk pada Ka'ab al-Ahbar/ Ka'ab al-Hibr, dan dalam Talmud term Haber merujuk pada ‫( الحااخام‬AlHakhom) atau the Gaon. Abu Ayyub al-Anshari yg nama aslinya adalah Khalid ibn Zayd ibn Kulayb dari bani Najjar, sama dng Salma binti Amr juga dari bani Najjar. Lihat kitab Usd alGhabah fi Ma'rifah ash-Shahabah karya Ibn al-Athir (555-630 H.), Samhudi juz 1 halaman 189.



Sejarah Yang Terlupakan Part 3 Yesus Anak Maria ha-Stada dalam Kitab Talmud Adanya benang merah antara narasi kitab Talmud dan Injil Matius terkait person yang sama yang merujuk kepada pribadi Yesus, merupakan suatu kajian yang amat menarik. Apalagi benang merah itu bukan merujuk pada person yang berbeda, terutama berkaitan dng status Yesus. Kita harus paham betul tentang apa yang sedang dipikirkan Yusuf dan motif apa yang melatarinya sehingga ia ingin menceraikan Maria yang dalam kondisi hamil (Matius 1:9). Yusuf berkeyakinan tentang adanya peristiwa perzinahan, ada orang lain yang telah menghamili Maria, dan kehamilan itu menjadi bukti bahwa Maria tidak setia kepada suaminya. Hal ini sejajar dng informasi Talmud yang menyebut Yeshu putera Stada, yakni Yeshu anak dari Stada (Satit da mi ba'alah - yang artinya: Yeshu anak dari wanita yang tidak setia kepada suaminya, Talmud Bavli, juz Nezikin - traktat 67a ). Tidak ada dalam catatan di luar Talmud atau pun catatan di luar Injil mengenai tokoh historis personal Yesus yang lain (another Jesus) yang terkait dng tokoh Stada (Satit da mi ba'alah), kecuali tokoh sentral yang termaktub dalam PB. Tokoh yang disebut Stada juga tidak pernah eksis dalam catatan sejarah manapun kecuali dalam kitab-kitab Rabbinic yang ditujukan kpd manusia historis yang bernama Yeshu dan Maria istri Yusuf, sebagaimana yang tercatat dalam Injil Matius. Dalam Talmud Bavli juga disebut seseorang yang bernama Yeshu ben Panthera, dan Yeshu ben Panthera ini disalib pada perayaan Paskah karena didakwa melakukan sihir dan menyesatkan banyak orang Israel (Talmud Bavli, juz Nezikin - traktat 43a). Teksnya berbunyi: " Pada Sabbat perayaan Paskah, Yeshu orang Nazaret digantung di kayu salib, sebab selama 40 hari sebelum eksekusi dijalankan, muncul seorang pemberita yang mengatakan: " Inilah Yeshu ha-Notzri yang akan dirajam dng batu sebab dia telah mempraktekkan sihir dan magis yang mempengaruhi orang-orang Israel agar murtad. Barang siapa dapat mengatakan sesuatu utk membelanya hendaklah tampil dan membelanya." Namun, karena tidak ada seorang pun yang tampil untuk membelanya, dia pun digantung di kayu salib pada saat perayaan Paskah. " Berdasarkan teks Talmud ini, peristiwa penyaliban yang didakwakan kpd sang tokoh yang bernama Yeshu ha-Notzri (Yesus orang Nazaret) ternyata terkait dng praktek sihir dan magis yang mempengaruhi bangsa Israel murtad. Sebenarnya, tindakan sihir dan tindakan mukjizat hanyalah pembeda istilah, yang hakekatnya sama, yang keduanya sebenarnya mengacu pada karya keajaiban. Karya ajaib itulah yang menyebabkan Yeshu disalib pada perayaan Paskah menurut Talmud, dan dng karya ajaib itu pula yang menyebabkan Yeshu disalib pada perayaan Paskah menurut catatan Injil (PB). Bahkan Flavius Josephus pun mencatat sang tokoh Yesus yang disalib pada perayaan Paskah ini juga melakukan karya yang dianggap ajaib oleh para pengikutnya, tetapi akhirnya dia dihukum mati, dan para pengikutnya menyebutnya sebagai Kristus. Silakan Anda yang penasaran dng narasi sejarawan Abad 1 M tersebut agar membaca the works of Josephus. Menariknya, mata rantai narasi ketokohan yang sama, yakni Yeshu yang melakukan karya ajaib dan akhirnya dijatuhi hukuman salib pada perayaan Paskah ternyata juga tercatat secara linear dalam Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, Injil Yohanes, Talmud Bavli dan karya Flavius Josephus. Tidak ada tokoh Yeshu lain dalam catatan sejarah manapun yang disalibkan gara2 perbuatan karya ajaib itu kecuali sang tokoh sentral dalam PB.



Fakta sejarah juga membuktikan bahwa kitab Talmud mengalami pembakaran besar2an di Eropa. Bila kitab Talmud tidak ada hubungannya dng tokoh Yesus versi PB, maka tidak ada alasan yang bisa dibenarkan atas peristiwa pembakaran secara besar-besaran terhadap kitab Talmud tersebut. Paus Gregory IX memerintahkan pembakaran secara besar-besaran atas seluruh kitab Talmud tahun 1240 di Paris. Juga dekrit Paus Clement IV tahun 1264 memerintahkan hal yang sama. Begitu juga para Paus yang lainnya. Jadi sangat tidak bisa dinalar bila kasus pembakaran terhadap kitab Talmud tersebut tidak ada hubungannya dng Yesus dari Nazaret. Apalagi dalam Talmud Bavli secara tegas menyebut nama Yeshu ha-Notzri (Yesus orang Nazaret). Silakan baca buku the Essential Talmud by Adin Steinsaltz. khususnya sub-topik: the persecution dan banning of the Talmud, hal. 81- 85. Karena alasan pembakaran kitab Talmud secara masif itulah, maka para Rabbi Abad Pertengahan mengeluarkan kebijakan untuk merevisi Talmud terkait ungkapan redaksional yang terlalu vulgar dan diganti dng ungkapan redaksional yg lebih soft, terutama yg ada kaitannya dng simbol-simbol kekristenan. Orang yang menekuni varian2 redaksional dalam teks Talmud akan memahami tentang perbedaan teks dan latar apa yang menyebabkan kemunculan varian teks tsb. Misalnya teks Talmud tertua tertulis 'Kutukan bagi kaum Notzrim (Kristen), tetapi versi terbaru lebih soft tertulis 'Kutukan bagi kaum Minim (Bid'ah) dan tidak menyebut nama Notzrim (orang Kristen) secara terus terang dan vulgar. Namun, sebenarnya para rabbi tahu siapa yang dimaksud kaum Minim itu sebagaimana para rabbi juga tahu siapa yang dimaksud Yeshu putera Stada dan Yeshu ben Panthera sebagaimana yang tercatat dalam Talmud tersebut. Penyebutan frase Yeshu ha-Notzri (Jesus of Nazaret) sebagaimana yang tercatat dalam Talmud ( Talmud Bavli - traktat B'rachot 17b dan traktat Sotah 47a) dan penyebutan ungkalan Yimach shemo ve zichro (semoga namanya dilenyapkan) yang merupakan akronim yang ditujukan kpd nama Yeshu, maka ini sbg indikasi kuat bahwa tidak ada tokoh historis lain yang bernama Yeshu yang sangat dicaci kecuali merujuk kpd Yeshu ha-Notzri. Adakah tokoh Yesus yang lain dari Nazaret yang lahir era pra-Kristen selain Yesus yg disebut Kristus? Adakah tokoh Yesus yang lain dari Nazaret yang lahir pada era pasca-Kristen selain Yesus yang disebut Kristus? Jawabannya pasti nihil. " No wonder that faithful Jews tabooed the name of Jesus and spoke instead of 'the nameless one' or 'that one.' When they had to use his name - as they were occasionally compelled to do by Church authorities - they transcribed it as the acronym of the biblical curse "Yimach shemo ve zichro " (May his name and his memory be blotted (Psalms 109:13; Deuteronomy 9:14). " see Israelis, Jews and Jesus by Pinchas Lapide, pp. 99-100 Jadi kesimpulannya, kitab Talmud tidak pernah membicarakan ttng Yesus yang lain (another Jesus) kecuali merujuk kpd Jesus of the New Testament yang melakukan perbuatan sihir dan menyesatkan bangsa Israel, sehingga dia dihukum salib pada perayaan Paskah. Selain didakwa mengajarkan sihir dan magis, Yeshu juga dianggap telah menyimpang ajarannya dari ajaran Judaism, terkait dua pilar utama (1) pengajaran Emunah (Aqidah) yang dianggap menyimpang dan (2) pengajaran Halacha (Syariat) yang juga dianggap menyimpang. Contoh sederhana, Yesus mengajarkan penyimpangan 2 pilar utama tersebut, dan kedua pilar itu telah dirobohkan oleh Yesus versi PB, di antaranya:



1. Penyimpangan Emunah (Aqidah) yang mengajarkan Trinitas, yang bertentangan dng pilar utama dalam Tauhid agama Yahudi. Yesus berkata: " ..... dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. " (Matius 28:19). 2. Penyimpangan Halacha (Syariat) yang mengajarkan tidak berlakunya kembali kiblat Bait Suci di Yerusalem (Baytul Maqdis) dan sekaligus merevisi pemindahan kiblat itu kepada dirinya sebagai Bait Suci yang baru. Yesus berkata: " Rombak Bait Allah ini dan dalam 3 hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepadanya: " Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkannya dengan Bait Allah itu ialah tubuh-Nya sendiri (Yohanes 2:19-21; Matius 26: 4142). Berdasarkan pembacaan kita terhadap teks PB tersebut, minimal kita memperoleh pemahaman baru ttng potret Yeshu ha-Notzri dan pengajarannya, serta tindakannya yang melawan kelembagaan Sanhedrin. Bahkan merobohkan 2 pilar utama yang menjadi pondasi keagamaan Yahudi. Padahal 2 pilar utama itu sangat dijaga ketat dalam kelembagaan Sanhedrin. Dan sejarah membuktikan bahwa lembaga keagaamaan ini merupakan jantung keagaamaan Judaism yang memegang peranan penting keberlanjutan kehidupan keyahudian yang berpijak pada Torah she be'al phe (the Oral Torah). Sebagai sebuah kesimpulan, dalam memahami sosok manusia historis yang bernama Yeshu' haNotzri maka kita juga harus membaca semua dokumen di luar Quran, sebab sosok manusia historis ini dipahami secara berbeda oleh 3 agama utama, yakni agama Yahudi, Kristen dan Islam. Dan berdasarkan pembacaan yang melintas batas teks suci itu, maka kita bisa menyikapi berbedaan pandangan terkait status Yesus: (1) Anak Tuhan, (2) Nabi Tuhan, (3) anak perzinahan. Berkaitan dng poin yang ke-3 ini, menurut saya amat menarik: 1. Yusuf pun secara manusiawi berpikir atas perzinahan yang dilakukan oleh Maria dng lelaki lain, yang menyebabkan kehamilan itu terjadi. Kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa adanya hubungan seorang lelaki dng Maria. Yusuf adalah manusia normal sehingga wajar ia berpikir untuk menceraikan Maria, sebab anak yang dikandung oleh Maria bukan dari benih Yusuf. Apalagi Yusuf pun blm pernah menyentuhnya. Itulah yang dipikirkan Yusuf dan itulah sebabnya Yusuf hendak menceraikan Maria. Bila Yusuf menganggap kehamilan Maria itu tidak penting, maka tidak mungkin Yusuf bersikukuh utk menceraikannya sampai malaikat pun 'turun tangan' untuk mencegah maksud Yusuf mempermalukan Maria dng cara menceraikannya. Mengapa? Sebab dalam Talmud disebutkan bahwa seorang perempuan yang dicerai suaminya harus meninggalkan rumah suaminya dan tidak berhak mewarisi hak milik suaminya. Apalagi sebab perceraian itu dipicu oleh kasus perzinahan yang meniscayakan sang pelakunya dihukum rajam di luar kota - sesuai hukum Torah. Namun, bila Yusuf tidak menceraikannya maka ia dihadapkan dng rasa bersalah terhadap hukum Torah yang meniscayakan pelaku zinah tidak boleh 'disembunyikan' dari hadapan kelembagaan Sanhedrin, dan harus menghukum mati istri yang telah berzina tsb. Persoalannya, mengapa Maria tidak dikenai hukum Torah? Alasannya amat menentukan, tidak adanya saksi fakta. Yusuf tidak menemukan adanya saksi yang bisa diajukan atas peristiwa perzinahan itu. Bila tidak ada saksi fakta maka hukum rajam tidak bisa dijalankan. PB hanya tersirat mencatat kehendak Yusuf untuk menceraikan Maria tapi PB 'bungkam' dan tidak mencatat secara vulgar apa yg sedang dipikirkan dan yang dilakukan Yusuf sehingga ia hanya berinisatif menceraikan Maria secara diam-diam.



Oleh karena itu, yang sangat memahami apakah Maria berzinah atau tidak berzinah adalah Yusuf sendiri, suami Maria. Jadi sebenarnya yang menuduh Maria berzinah bukanlah pihak Sanhedrin, tapi yang menuduh pertama2 terhadap kasus perzinahan itu adalah Yusuf suami Maria sendiri. Hanya saja, catatan perzinahan itu tertulis dalam Talmud dan ternyata tidak tertulis dalam PB. Catatan kehamilan Maria dalam PB secara teologis diklaim dari sorga yang bernuansa dogmatis, bukan menggambarkan fakta sosial yang terjadi pada masa itu. Jadi sekali lagi, pembacaan terhadap Talmud semakin menguatkan apa yang tak tercatat dan yang sedang dipikirkan oleh Yusuf. 2. Pembakaran kitab Talmud telah menjadi bukti tunggal bahwa Yeshu ha-Notzri yang dimaksud dalam Talmud tersebut memang merujuk pada Yeshu yang ada dalam PB. 3. Yang paham kata demi kata, frase demi frase dan kalimat demi kalimat yang termaktub dalam kitab Talmud hanyalah para Rabbi Yahudi. Para Rabbi telah menulis dan mengular Talmud dalam berbagai karyanya, dan anehnya penjelasan mereka justru tidak pernah mengacu kpd Yeshu yang lain, kecuali Yeshu yang ada dalam PB. Orang2 Kristen hanya mencoba menafsirkan kitab Talmud dan mengklaim bahwa Yeshu yang dimaksud dalam Talmud bukanlah Yeshu dalam PB, mereka membangun teori adanya orang lain yang diserupakan namanya dan peristiwa yang melatarinya. Tujuannya hanya satu, utk menciptakan agenda pencitraan ketokohan Yeshu sebagai manusia baik dalam pandangan Talmud, dan agar terkesan bahwa ajaran Yahudi sangat menaruh hormat terhadap Jesus Christ. Silakan Anda yang penasaran, saya sarankan utk membaca buku The Talmud. A Selection. Selected, Translated and Edited by Norman Solomon, 2009: 505, khususnya teks Gemara yang dijelaskan oleh Rabbi Abayye dan Rabbi Ulla terkait Jesus of Nazareth yang dihukum mati dng cara disalib pada perayaan Paskah.



Sejarah Yang Terlupakan PART 4 Toledoth Yeshu Pinchas Lapide menyatakan: " the Toledoth (Yeshu) neither denies the historicity of Jesus, nor conceals his miracles and cures, nor questions his Jewishness - for rabbinical law states that every son of a Jewish mother is a Jew (hlm. 76). Aturan seperti ni juga tercatat dalam kitab Mishnah, traktat Kiddushin 3:12 sebagaimana yang dikompilasi oleh Rabbi Yudah ha-Nasi. Sefer Ben Ish Chay karya Rabbi Yosef Chayyim yang hidup di kota Baghdad juga menyatakan hal yang sama, yakni seseorang diakui sebagai Yahudi (his Jewishness) bila ibunya seorang Yahudi. Sefer Ben Ish Chay merupakan kitab Midrash Halacha yang populer dijadikan acuan oleh kalangan masyarakat Yahudi Musta'ribah di wilayah Arab, sejajar dng kitab Midrash Halacha yang disebut Sefer Kitzur Sulchan 'Aruch karya Rabbi Yosef Karo yang populer dijadikan acuan di kalangan masyarakat Yahudi Eropa di wilayah Barat. Sefer Kitzur Sulchan Aruch dan Sefer Ben Ish Chay merupakan rabbinical law yang mengatur segala kehidupan kaum Yahudi, termasuk status seseorang. Dengan demikian, tradisi Yahudi membenarkan bahwa seorang anak dianggap Yahudi dan mewarisi berkat Abraham bila ibunya adalah berdarah Yahudi, dan sang anak tersebut disunat. Dalam hal ini, Yesus anak Maria dan Timotius murid Paulus (Kisah Para Rasul 16:1-3), keduanya diakui sebagai keturunan Yahudi karena kedua ibu mereka adalah seorang Yahudi. Begitu juga status Abdul Muthalib, kakek Sang Nabi SAW - secara hukum - yakni berdasar Sefer Ben Ish Chay dapat disebut sebagai keturunan Yahudi, karena ibunya yang bernama Salma binti Amr, istri Hashim adalah seorang wanita Yahudi Musta'ribah dari bani Najjar di kota Yatsrib. Jadi tidak ada keistimewaan apapun bila status Yesus dibandingkan dng status Timotius, dan juga tidak ada keistimewaan apapun bila status Yesus dibandingkan dng status Abdul Muthalib. Bahkan tidak ada keistimewaan apapun bila Yesus dibandingkan dng Sang Nabi SAW, karena kakek beliau adalah keturunan Yahudi Musta'ribah dari bani Najjar. Jadi Yesus, Timotius, Abdul Muthalib dan Muhammad SAW semuanya adalah keturunan Yahudi. Ini bukan klaim agama Kristen atau pun klaim agama Islam, sebab yang menjadi acuan keyahudian seseorang berdasar pada rabbinical law, khususnya status keturunan kaum Yahudi Musta'ribah sebagaimana yang tercantum dalam Sefer Ben Ish Chay karya Rabbi Yosef Chayyim yang berasal dari Baghdad. Fakta tekstual membuktikan bahwa dalam teks Peshitta, khususnya Injil Markus 6: 3, Yesus disebut sebagai ‫( ברה דמרים‬brah d'Maryam) yang artinya: " anak Maryam." Yesus dalam kitab suci Quran bahkan lebih eksklusif disebut dng gelar ‫( ابن مريم‬ibnu Maryam), yang artinya anak Maryam. Kesejajaran teks Peshitta dan kitab suci Quran ini membuktikan adanya link dng Sefer Ben Ish Chay yang berlaku dan dipraktekkan di kalangan masyarakat Yahudi Musta'ribah di Arabia. Ini adalah fakta sosial yang berlaku pada zamannya tentang identitas status seseorang yang diakui secara hukum sebagai keturunan Yahudi. Fakta sosial ini nampaknya juga mengalami sakralitas yang bernuansa teologis yang dikemas dalam format teks kitab suci. Dalam Sefer Ben Ish Chay, seorang ibu dapat memberi nama anaknya. Oleh karena itulah Hazna binti Hofnai, puteri seorang Exilarch ke-32 yang menjadi istri Asad ibn Hashim, faktanya sang putri Exilarch sendiri yang memberi nama anak perempuannya bernama Fathimah (‫ )فاطمة‬sebagaimana nama yang tercantum dalam Targum Yonathan dalam bhs Judeo-Aramaic dan Sefer Pirkei de Rav Eliezer dalam bhs Ibrani (Hebrew) yang pada kedua kitab tersebut ternyata tertulis nama Phetima (‫)פתימא‬. Dan



menariknya kedua kitab tersebut telah eksis sejak era pra-Islam. Sementara itu, teks Peshitta juga memberikan data yang sama bahwa Maria-lah yang pertama kali menerima perintah dari malaikat Gabriel agar anak yang akan dilahirkan itu harus diberi mana Yesus (Lukas 1: 31). Jadi yang memberi nama Yesus adalah Maria, bukan Yusuf; sebagiamana yang memberi nama Fathimah bukanlah Asad ibn Hashim, tapi Hazna binti Hofnai. Perdebatan di kalangan Kristen mengenai siapa sebenarnya yang pertama kali memberi nama Yesus dipicu akibat perbedaan originalitas bahasa asli kitab PB itu sendiri. Bila teks Peshitta dianggap teks yang asli (bukan terjemahan), maka PB versi Greek New Testament (GNT) yang menyebut bahwa Yusuflah yang memberi nama Yesus dalam Injil Matius 1: 21, sebenarnya tidak akurat. Ketidakakuratan ini akibat penerjemahan teks yang kurang tepat. Dalam teks Peshitta, Injil Matius 1:21 tertulis ‫( תקרא שמה ישוע הו‬tiqre shmeh Yeshu' hu), yang terjemahannya bisa bermakna ganda "you will call him Jesus " atau "she will call him Jesus ", tergantung kepada konteksnya. Menurut Kristen Ortodoks Assyria, pemahaman yg lebih tepat dari teks Injil Matius 1: 23 adalah "she will call him Jesus", bukan " you will call him Jesus ", yang berarti Maria-lah yang punya hak dan kewajiban memberi nama Yesus, anak yang akan dilahirkannya, sehingga tidak bertentangan dengan Lukas 1: 31. Hal ini mengindikasikan bahwa memang Maria yang lebih dulu menerima tugas memberi nama Yesus, berdasarkan perintah TUHAN melalui malaikat Gabriel. Dengan demikian, Yusuf tidak memiliki peran apapun dalam pemberian nama, dan juga tidak memiliki peran apapun dalam hal status Yesus, yakni yang menandai status legalitas keyahudian Yesus. Mengapa? Jawabannya tercantum dalam teks Peshitta, yang menyebutkan bahwa hak mutlak Maria saja yang memberi nama pada anak yang akan dilahirkannya, yakni Yesus (Lukas 1: 31; Matius 1:23). Quran secara pasti menegaskan bahwa nama Maryam sebagai nasab yang sah dari Yesus. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada lelaki manapun - menurut Quran - yg menjadi nasab Yesus dari jalur ayah, termasuk jalur dari Yusuf sendiri untuk menandai status legalitas keyahudian Yesus. Artinya, nasabnya tidak dikaitkan kepada seorang lelaki manapun sebagaimana anak-anak lainnya.



Sejarah Yang Terlupakan PART 5 Bunda Sang Nabi SAW Seorang Jewish Berdasarkan dokumen klasik yang berjudul MANUAL of UNIVERSAL CHURCH HISTORY oleh DR John Alzog, volume 2 hal 192 disebutkan bahwa ibu kandung Sang Nabi SAW yang bernama Aminah binti Wahab sebenarnya adalah seorang wanita Yahudi, bukan seorang penyembah berhala. Dalam sumber klasik Islam, dinyatakan bahwa Wahab ibn Abd Manaf itu bukanlah ayah kandungnya, tetapi pamannya, yang kemudian Aminah dititipkan kepada beliau, klen Quraisy. Dokumen Islam terkait pengasuhan Aminah oleh Wahab ibn Abd Manaf ini sekaligus memiliki alur biografi yang sejajar dengan pengasuhan Maryam oleh pamannya yang bernama Zechariyah. Maryam adalah ibunda Yesus, dan Maryam pengasuhannya dititipkan kepada Imam Zechariah, sebagaimana yang tercatat dalam Injil apokrif, yakni Injil Yakobus. Menurut Injil apokrif ini, Maryam adalah puteri Yoyakim dan Anne. Begitu juga Aminah yang berasal dari bani Zuhra di Yatsrib (Medinah) ternyata memiliki kekerabatan dng bani Quraisy di Mecca. Hal ini sangat masuk akal karena wanita Yahudi di Yatsrib banyak yang menikah dng kaum Quraisy di Mecca. Terkait dng bani Zuhra, Gordon Darnell Newby menyatakan: " ... some individuals and groups banded together for mutual interest and protection, like the reported 300 goldsmiths living in Zuhra, not all of whom were Jewish."(A History of the Jews of Arabia, p.52). Berdasarkan literatur Arab yang saya baca, Aminah berasal dari bani Khuza'a - sumber yang lain menyebut bani Zuhra, yakni komunitas Yahudi Musta'ribah, khususnya kaum Yahudi Temanim (Yahudi Yaman) yang pindah ke Yatsrib, dan komunitas ini secara genealogis berasal dari keturunan Exilarch. Salma binti Amr sebagaimana yang telah saya ulas pada tulisan saya (Sejarah Yang Terlupakan Part 1) membuktikan bahwa Salma binti Amr berasal dari kalangan bani Najjar, yakni komunitas Yahudi Musta'ribah dari wilayah Yaman, yang migrasi ke Yatsrib. Martin Lings dalam karyanya yang berjudul ' Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik' yang nama Muslimnya Abu Bakr Sirajuddin.juga menyatakan hal yang sama. Martin Lings asalnya adalah seorang Yahudi Aschenazi. Menurutnya, bani Najjar memang bagian dari bani Khazraj, dan bani Khazraj bagian dari bani Qaylah. Dalam Piagam Madinah, bani Najjar diidentifikasi sbg kaum Yahudi Musta'ribah. Mereka bukanlah Arab 'Aribah, dan juga bukan Arab Musta'ribah tapi bani Najjar adalah kaum Yahudi Musta'ribah yang migrasi ke Yatsrib dari Yaman. Itulah sebabnys bani Najjar disebut dalam literatur Ibrani sebagai kaum Yahudi Temanim. Sementara itu, bani Khuza'a juga migrasi dari Yaman, asal usul keluarga besar Sayyidah Aminah. Kedua wanita Yahudi Musta'ribah ini memang kaum migran yang migrasi ke wilayah Yatsrib (Madinah) bersama para kaumnya pada era pra-Islam akibat hancurnya kerajaan Himyar di Yaman. Dan kedua klen ini berasal dari kaum keturunan Exilarch (bani Yehuda, keturunan Daud AS). Setelah wafatnya Raja Himyar yang terakhir, maka keluarga raja pun menyelamatkan diri menuju kawasan Yatsrib. Laporan tentang Yahudi Musta'ribah yang terkait dng royal family of the Tubba dari Yaman ini dapat dibaca dari kitab Shirah Nabawiyyah li Ibn Ishaq, dan dapat pula dibaca pada



buku A History of the Jews of Arabia: from Ancient Times to Their Eclipse Under Islam karya Gordon Darnell Newby (University of South Carolina Press, 1988), 39. Begitu juga bani Nadzir. Mereka adalah kaum Yahudi Musta'ribah yang pindah ke Yatsrib dari wilayah Palestina akibat peperangan/pemberontakan Yahudi tahun 70 M melawan kekaisaran Romawi. Menurut kitab ‫( المستدرك على الصحيحين‬Mustadrak 'ala ash -Shahihayn) karya al-Imam alHakim, dari kalangan bani Nadzir inilah seorang wanita Yahudi Musta'ribah yg bernama Shafiyah binti Huyai, keturunan Harun, keturunan Lewi, dipersunting oleh Sang Nabi SAW. Gordon Darnell Newby (1988:53) juga menyatakan: 'We are also told that some of the banu Aus and the banu Khazraj converted to Judaism or were converted by their mothers ....." Ini sekaligus membuktikan adanya faktor garis ibu yang menentukan status seseorang sbg keturunan Yahudi. Kalau era sekarang, lelaki Yahudi diperbolehkan menikah dengan seorang Muslimah. Begitu juga sebaliknya, seorang perempuan Yahudi diperbolehkan menikah dng lelaki Muslim. Aturan ini sebenarnya rabbinical law yang berawal sejak era pra-Islam yang menyebut Islam sebagai Yishmaelim. Mereka dibolehkan menikah dng kaum Yishmaelim karena menurut Halacha mereka dianggap menjalankan 7 hukum Nuh (Noachic law). Itulah sebabnya pada era pra-Islam banyak lelaki keturunan Ishmael di Mecca menikah dng perempuan Yahudi di Yatsrib. Prof. Uri Rubin dari Hebrew University, Israel, telah membahas persoalan perkawinan kaum Yahudi Musta'ribah dng kaum Yishmaelim era pra-Islam berdasarkan manuskrip yang berjudul Jamharat nasab Quraish wa Akhbariha karya Zubair ibn Bakkar. Prof. Uri Rubin menulis artikel berjudul 'From Jahiliyya to Islam. Jerusalem Studies in Arabic and Islam. Part II (1986), p. 131. Institute of Asian and African Studies (the Magnes Press, Hebrew University, Jerusalem). Sementara itu, berkaitan dng nasab kaum Arab Musta'ribah era Islam, silakan Anda membaca kitab Al-Masra alRawi fi Manaqib al-Asyraf as-Saadah al-Alawi karya Ahmad ibn Muhammad Syili.