Lidya - Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Lidya
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH “Sistem Penanggulan Gawat Darurat Terpadu” Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Disaster Nursing Dosen Pengampu : Mardi Irwanto, SKM., AK3



DISUSUN OLEH : Lidya



(P07220118092)



PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN KELAS C POLITEKNIK KESEHATAN KEMESKES KALIMANTAN TIMUR TAHUN AJARAN 2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan atas karunianya sehingga penyelesaian tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang “Sistem Penanggulan Gawat Darurat Terpadu” ini disusun dan dikemas dari berbagai sumber sehingga memungkinkan untuk dijadikan referensi maupun acuan. Besar harapan makalah ini dapat memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan di bidang keilmuan khususnya dalam disaster nursing. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penyusun ucapkan semoha makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini. Terima kasih.



Balikpapan, 1 Februari 2021



Penyusu n



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..............................................................................................i DAFTAR ISI...........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 A. Latar Belakang..............................................................................................1 B. Tujuan...........................................................................................................2 C. Sistematika Penulisan...................................................................................2 BAB II TINJAUAN TEORI...................................................................................3 A. Pengertian......................................................................................................3 B. Save Community...........................................................................................3 C. Tujuan SPGDT..............................................................................................6 D. Hakikat SPGDT............................................................................................6 E. Komponen SPGDT.......................................................................................7 F.



Tahapan SPGDT (Pra, saat dan pasca bencana)...........................................8



BAB III PENUTUP...............................................................................................25 A. Kesimpulan.................................................................................................25 B. Saran............................................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................27



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian gawat darurat tentunya tidak bisa kita prediksi, kapanpun dan dimanapun seseorang dapat mengalami kejadian kegawatdaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Keterlambatan dalam penanganan dapat berakibat kecacatan fisik atau bahkan sampai kematian. Banyak hal yang dapat menyebabkan kejadian gawat darurat, antara lain kecelakaan, tindakan anarkis yang membahayakan orang lain, kebakaran, penyakit dan bencana alam yang terjadi di Indonesia. Kondisi ini memerlukan penanganan gawat darurat yang tepat dan segera, sehingga pertolongan pertama pada korban/pasien dapat dilakukan secara optimal. Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) yang bertujuan meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawatdaruratan dan mempercepat waktu penanganan (respon time) korban/ pasien gawat darurat serta menurunkan angka kematian dan kecacatan. SPGDT berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life and limb saving, yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat, tenaga kesehatan, pelayanan ambulans gawat darurat dan sistem komunikasi. Di Indonesia SPGDT atau yang di negara lain disebut EMS (Emergency Medical Services) belum menunjukkan hasil maksimal, sehingga banyak dikeluhkan oleh masyarakat ketika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan 2 Meskipun di negara kita hampir di setiap kota terdapat Instalasi Gawat Darurat (IGD) dari semua tipe rumah sakit baik pemerintah maupun swasta, pelayanan ambulans berbagai jenis dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya, namun keterpaduan dalam melayani penderita gawat darurat belum sistematis, kurangnya komunikasi baik antar fasilitas kesehatan dan antar tenaga kesehatan sendiri apalagi dengan masyarakat pengguna, sehingga terkesan berjalan sendiri-sendiri. Keberhasilan penanganan korban/pasien gawat darurat ini tergantung pada



1



beberapa komponen, yaitu pada penyelenggaraan SPGDT yang terdiri atas sistem komunikasi gawat darurat, sistem penanganan korban/ pasien gawat darurat dan sistem transportasi gawat darurat yang harus saling terintegrasi satu sama lain.



B. Tujuan



1. Untuk mengetahui pengertian 2. Untuk mengetahui save community 3. Untuk mengetahui tujuan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) 4. Untuk mengetahui hakikat SPGDT 5. Untuk mengetahui komponen SPGDT 6. Untuk mengetahui tahapan SPGDT (Pra, saat dan pasca bencana)



C. Sistematika Penulisan



BAB I PENDAHULUAN



BAB II TINJAUAN TEORI



BAB III PENUTUP



DAFTAR PUSTAKA



2



BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Menurut Depkes



dalam buku pedoman PPGD menyatakan sistem



Penanggulangan Gawat Terpadu adalah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-hari. pelayanan medis sistem ini terdiri 3 subsistem yaitu pelayanan pra RS, RS dan antar RS dan memiliki 8 komponen yaitu (Wirjoatmodjo, 2017): 1. Komponen/ Fase Deteksi 2. Komponen/ Fase Supresi 3. Komponen/ Fase Pra Rumah Sakit 4. Komponen / Fase Rumah Sakit 5. Komponen/Fase Rehabilitasi 6. Komponen Penanggulangan Bencana 7. Komponen Evaluasi/”Quality Control” 8. Komponen Dana Universitas B. Save Community



3



Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bisa perlahan) disertai jatuhnya banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat, mengganggu dan merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan. Indonesia merupakan super market bencana. Bencana pada dasarnya karena gejala alam dan akibat ulah manusia. Untuk mencegah terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Ditingkat nasional ditetapkan BNPB, BPBD Propinsi dan BPBD dikabupaten kota. Unsur kesehatan tergabung didalamnya. Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana, penanganan pasien gadar melibatkan pelayanan pra RS, di RS maupun antar RS. Memerlukan penanganan terpadu dan pengaturan dalam sistem. Ditetapkan SPGDT-S dan SPGDT-B (seharihari dan bencana) dalam Kepres dan ketentuan pemerintah lainnya. Disadari untuk peran jajaran kesehatan mulai tingkat pusat hingga desa memerlukan kesiapsiagaan dan berperan penting dalam penanggulangan bencana, mengingat dampak yang sangat merugikan masyarakat. Untuk itu seluruh jajaran kesehatan perlu mengetahui tujuan dan langlah-langkah kegiatan kesehatan yang perlu ditempuh dalam upaya kesiapsiagaan dan penanggulangan secara menyeluruh[ CITATION Wir17 \l 1057 ].



Hamurwono(2018) menyatakan bahwa Safe Community, (SC) adalah keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina. Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat



Untuk mencapai hal tsb. dicanangkan program Safe Community oleh Depkes pada HKN 36 ( Hari Kesehatan Nasional ) di Makasar adalah gerakan agar masyarakat merasa sehat, aman dan sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat. Gerakan ini juga terkandung dalam konstitusi WHO. Mempunyai dua aspek, care dan cure, Care adalah adanya kerja-sama lintas sektoral terutama jajaran non kesehatan untuk



4



menata perilaku dan lingkungan di masyarakat untuk mempersiapkan, mencagah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan dan kesejahteraan.



Cure adalah peran utama sektor kesehatan dibantu sektor lain terkait dalam upaya melakukan penanganan keadaan dan kasus-kasus gadar. Kemampuan masyarakat melakukan pertolongan pertama yang cepat dan tepat pra RS merupakan awal kegiatan penanganan dari tempat kejadian dan dalam perjalanan ke RS untuk mendapatkan pelayanan yang lebih efektif di RS. Melalui gerakan SC diharapkan dapat diwujudkan upaya-upaya untuk mengubah perilaku mulai dari kelompok keluarga, kelompok masyarakat dan lebih tinggi hingga mencapai seluruh masyarakat Indonesia.



Gerakan ini harus dikembangkan secara sistematis dan berkesinambungan dengan mengikutsertakan berbagai potensi. Gerakan ini ditunjang komponen dasar : Subsistem komunikasi, transportasi, yankes maupun non kesehatan termasuk biaya yang bersinergi. Syaiful (2017 ) menjelaskan bahwa sasaran yang ingin dicapai adalah:



1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kepedulian masyarakat dan profesi kese hatan dalam kewaspadaan dini kegadaran. 2. Terlaksananya koordinasi lintas sektor terkait dalam SPGDT, baik untuk keamanan dan ketertiban (kepolisian), unsur penyelamatan (PMK) dan unsur kesehatan (RS, Puskesmas, ambulans dll) yang tergabung dalam satu kesatuan dengan mewujudkan PSC. 3. Terwujudnya subsistem komunikasi dan transportasi sebagai pendukung dalam satu sistem, SPGDT.



Fasilitas dan Peralatan yang diperlukan adalah:



5



1. Fasilitas yang disediakan harus dapat menjamin efektifitas bagi pelayanan kepada masyarakat termasuk pelayanan UGD di RS dengan waktu pelayanan 24 jam. 2. Sarana dan prasarana, peralatan dan obat yang disiapkan sesuai dengan standard yang ditetapkan Depkes. 3. Adanya subsistem pendukung baik komunikasi, transportasi termasuk ambulans dan keselamatan kerja.



Kebijakan dan prosedur Safe community yaitu:



1. Tertulis agar dapat dievaluasi dan disempurnakan. 2. Ditetapkan kebijakan pelayanan kasus gadar pra RS, RS dan rujukannya termasuk adanya perencanaan RS dalam penanganan bencana (Hospital disaster plan). 3. Ditetapkan adanya PSC ditiap daerah dan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan kegadaran sehari-hari



C. Tujuan SPGDT SPGDT bertujuan untuk tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. Upaya pelayanan kesehatan pada penderita gawat darurat pada dasarnya mencakup suatu rangkaian kegiatan yang harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang mungkin terjadi (Depkes, 2006)..



6



Cakupan pelayanan kesehatan yang perlu dikembangkan meliputi : 1. Penanggulangan penderita ditempat kejadian; 2. Transportasi penderita gawat darurat dari tempat kejadian ke sarana kesehatan yang lebih memadai; 3. Upaya penyediaan



sarana komunikasi untuk menunjang



kegiatan



penanggulangan penderita gawat darurat; 4. Upaya rujukan ilmu pengetahuan, pasien dan tenaga ahli. 5. Upaya penanggulangan penderita gawat darurat ditempat rujukan (unit gawat darurat dan ICU). 6. Upaya pembiayaan penderita gawat darurat.



D. Hakikat SPGDT



Rantai Bantuan Hidup



(Life Support Chain)



         Masyarakat   -----------   Dokter  ------------ RS Kelas C ------------ RS Kelas A/ B



                                                  Umum         



                                                Puskesmas



1. Kekuatan rantai ditentukan oleh mata rantai yang paling lemah 2. Pembinaan SPGDT harus dilakukan menyeluruh



7



3. Masyarakat aman-sehat, Masyarakat siaga, Desa siaga, 4. Keluarga siaga, Pemuda-Pemudi siaga E. Komponen SPGDT Secara umum SPGDT menyangkut penanganan penderita gawat darurat pra RS (ditengah masyarakat, polkesdes, puskesmas, selama dalam transport) , RS (Inter dan Antar RS). Pada konsep Desa Siaga penguatan dilakukan pada fase pra Rumah Sakit (Polkesdes-transportasi-puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Komponen utama SPGDT sebagai berikut :



1. Komponen pra rumah sakit (Polkesdes-transportasi-Puskesmas), komponen rumah sakit dan komponen antar rumah sakit.



2. Komponen penunjang: komunikasi dan transportasi. a. Komponen Komunikasi : mulai dari komunikasi yang paling sederhana/ tradisional sampai modern yang dimiliki dan dapat



8



diopersionalkan oleh masyarakat setempat.



b. Komponen Transportasi : seperti ojek, mobil angkutan umum atau pribadi, Jika tersedia menggunakan Ambulans . Komponen ini sangat diperlukan sebagai sarana penunjang untuk mendukung penyebaran informasi, sistem kewaspadaan dini dan rujukan pasien.



3. Komponen sumber daya manusia: petugas kesehatan (dokter, perawat / paramedis dari Puskesmas) dan Kader Kesehatan (Petugas Polkesdes / awam umum).



JENIS SDM Þ Dokter (Puskesmas)



JENIS PELATIHAN DARURATAN MEDIK Umum GELS Dokter Umum ATLS, ACLS, APLS, dll sesuai kebutuhan (optional).



Þ



Perawat (Puskesmas)



PPGD Perawat.



Þ



Paramedik Ambulans



PPGD Paramedik.



Þ Petugas Polkesdes (Kader Kesehatan). Þ



KEGAWAT



PPGD Awam Khusus.



PPGD Awam Umum. Masyarakat Umum : Seperti sopir angkot, tukang Ojek dll.



4. Komponen sektor-sektor terkait : yaitu seluruh stakeholder (Individu dan lembaga) yang mendukung terselenggaranya desa siaga, misalnya : Pemda, LSM, tokoh masyarakat, organisasi profesi, dunia usaha dll[ CITATION Kaman \l 1057 ].



9



F. Tahapan SPGDT (Pra, saat dan pasca bencana)



Sistem Managemen penanggulangan gawat darurat bencana



1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan ketika sedang dalam ancaman potensi bencana



2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi bencana.



3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.



Penanggulangan gawat darurat bencana memerlukan manajemen pada tahapannya, yaitu:



1. Tahap Persiapan (Preparedness) a. Pengembangan SPGDT b. Pengembangan SDM c. Pengembangan Sub sistem Komunikasi d. Pengembangan Sub sistem Transportasi e. Latihan Gabungan f. Kerjasama lintas sector 2. Tahap Akut (Acute response) a. Rescue – triage b. Acute medical response c. Emergency relief d. Emergency rehabilitation



10



Tahap Pra Bencana



1. Tahap Pencegahan dan Mitigasi



Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.



Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun kultural (non struktural). Secara struktural upaya yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Sedangkan secara kultural upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah dengan cara mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga terbangun masyarakat yang tangguh. Mitigasi kultural termasuk di dalamnya adalah membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya untuk meminimalkan terjadinya bencana.



Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:



a. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana



b. pembuatan alarm bencana



c. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu



11



d. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana.



2. Tahap Kesiapsiagaan



Tahap kesiapsiagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada tahap ini alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera terjadi. Maka pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana tersebut.



Pada tahap ini terdapat proses Renkon yang merupakan singkatan dari Rencana Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi berarti suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi.



Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain:



a. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.



b. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.



12



c. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum  peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.



Tahap Tanggap Darurat



Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana antara lain:



1.



Menyelamatkan diri dan orang terdekat.



2.



Jangan panik.



3.



Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi selamat.



4.



Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang apa pun.



5.



Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri.



Tahap Rehabilitasi Dan Rekonstruksi



13



Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya bencana. Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:



1.



Bantuan Darurat



a.



Mendirikan pos komando bantuan



b.



Berkoordinasi



dengan



Satuan



Koordinator



Pelaksana



Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.



c.



Mendirikan



tenda-tenda



penampungan,



dapur



umum,



pos



kesehatan dan pos koordinasi.



d.



Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.



e.



Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.



f.



Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban.



g.



2.



Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.



Inventarisasi kerusakan



Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan sebagainya.



14



3.



Evaluasi kerusakan



Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai pada tahapan ini.



4.



Pemulihan (Recovery)



Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya. Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi korban yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik maupun mental.



5.



Rehabilitasi (Rehabilitation)



a. Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah bencana.



a. Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem pengelolaan lingkungan



b. Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap



c. Relokasi korban dari tenda penampungan



d. Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana



15



e. Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka menengah



f. Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja



g. Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit dan pasar mulai dilakukan



h. Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau pendampingan.



6.



Rekonstruksi



Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya



7.



Melanjutkan pemantauan



Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk meminimalisir dampak bencana tersebut.



Dalam keseluruhan tahapan Penanggulangan Bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai yaitu :



16



1.



Manajemen Risiko Bencana Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain :



a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana



b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana



c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang



2.



Manajemen Kedaruratan Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :



Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi



17



korban,



harta



benda,



pemenuhan



kebutuhan



dasar,



perlindungan,



pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana



3.



Manajemen Pemulihan Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :



a.



Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana  dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana



b.



Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.



Prosedur Tahapan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Bencana



1. Proses Insiasi Awal pada bencana Inisiasi awal adalah proses penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian pada pasien gawat darurat. Tujuannya



18



mencegah semakin parahnya penyakit dan menghindari kematian korban dengan penilaian yang cepat dan tindakan yang tepat.Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup ataumati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalambeberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis,intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggusetelah trauma). Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguansirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknyapusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera,usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera /kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atautransfer kefasilitas sesuai.Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masing-masing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain adalahpetunjuk umum dalam mengelola korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan modifikasi oleh pemegangkomando bila dianggap diperlukan perubahan. Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalammemberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korban massal), dengan terjadinyagangguan tatanan sosial, sarana,



prasarana



keamanan).Bencana



(Bencana



kompleks



mungkin



disebabkan



bila



disertai



olehulah



ancaman



manusia



atau



alam.Keberhasilan pengelolaan bencana memerlukan perencanaan sistem



19



pelayanan gawat darurat lokal, regionaldan nasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyarakat.Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistikharus disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehariharimaupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh semua pihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit. Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB /SatlakPB, namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan. Kelompok lain bias membantu pemegang kendali. Jaringan transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaanbencana yang berhasil.Tingkat respons atas bencana.Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian :



a. Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukanbantuan dari luar organisasi.



b. Respons Tingkat II :Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal hinggamembutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.



c. Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korbanyang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.



20



TRIASE.



Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalamiperburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkanketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkanprioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang



pengelolaan



gawat



darurat



medik.



Proses



triase



inisial



harusdilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triasepasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase.



Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau didugamembawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat,tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya.



Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalannafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil).Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukantindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh pada sistem triase.Tujuan triaseberubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasiencedera serius harus



21



diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan



dengan baik.Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atausistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saatbencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.



Tag Triase



Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dantindakan medik terhadap korban.Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.



Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.



Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetaphidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakarberat).



Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalamiancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpashok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta lukabakar ringan).



22



Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi



segera,



memerlukan



bantuan



pertama



sederhananamun



memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpagangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).



Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cederaatau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitukelompok yang sudah pasti tewas.Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai



dan



pindahkan



kekelompok



sesuai.Triase



Sistim



METTAG.Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.Resusitasi



ditempat.Triase



Sistem



Penuntun



Lapangan



START.Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ;M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak,atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang denganrisiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans.



Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.



Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START.Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.



PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE



23



Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dancedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritmaHitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor.Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.Satu pasien maks.60 detik.Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan danpersediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secaracepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag.(Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).



a. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.



b. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untukmenentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment / RHA).



c. Beritahukan



koordinator



propinsi



(Kadinkes



Propinsi)



untuk



mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan antarinstansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA).



d. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :



24



1) Petugas Komando Bencana.



2) Petugas Komunikasi.



3) Petugas Ekstrikasi/Bahaya



4) Petugas Triase Primer.



5) Petugas Triase Sekunder.



6) Petugas Perawatan.



7) Petugas Angkut atau Transportasi.



a. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :



1) Sektor Komando / Komunikasi Bencana.



2) Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).



3) Sektor Bencana.



4) Sektor Ekstrikasi / Bahaya.



5) Sektor Triase.



6) Sektor Tindakan Primer.



7) Sektor Tindakan Sekunder.



25



8) Sektor Transportasi.



b. Rencana Pasca Kejadian Bencana



c. Kritik Pasca Musibah.



d. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).



Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu transportdikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga medis dalam resusitasistabilisasi. 2. Evaluasi Dan Transportasi Korban



Evakuasi merupakan suatu rindakan pemindahan korban dari lokasi kejadian / bencana kelokasi yang lebih aman pada situasi yang berbahaya,perlu tindakan yang tepat,cepat dan waspada/cermat



Prisnsip Evakuasi



a. Jangan dilakukan jika tidak mutlak perlu b. Lakukan sesuai dengan teknik yang baik dan benar c. Kondisi penolong harus baik dan terlatih



Sebisa mungkin, jangan memindahkan korban yang terluka kecuali ada bahaya api, lalu lintas, asap beracun atau hal lain yang membahayakan korban maupun penolong. Sebaiknya berikan pertolongan pertama di tempat korban berada sambil menunggu bantuan datang



26



Jika terpaksa memindahkan korban, perhatikan hal-hal berikut :



a. Apabila korban dicurigai menderita cedera tulang belakang, jagan dipindahkan kecuali memang benar-benar diperlukan b. Tangani korban dengan hati-hati untuk menghindari cedera lebih parah. Perhatikan bagian kepala, leher dan tulang belakang terutama jika korban pingsan c. Angkat korban secara perlahan-lahan tanpa merenggutnya



Macam – macam pemindahan korban



Pemindahan  darurat hanya dilakukan jika



a. Ada bahaya langsung terhadap penderita b. Untuk memperoleh jalan masuk atau menjangkau penderita lainya c. Tindakan penyelamatan nyawa tidak dapat dilakukan karena posisi penderita tidak sesuai untuk perawatanya a. Pemindahan tidak darurat (biasa)



Dilakuakan setelah :



1) Penilaian awal sudah lengkap dilakukan 2) Denyut nadi dan nafas stabil 3) Tidak ada perdarahan luar atau taka da indikasi perdarahan dalam 4) Mutlak tidak ada cedera spinal / leher atau cedera di tempat lain



27



5) Semua patah tulang sudah di mobilisasi ( difiksasi secara benar)



Cara pemindahan darurat



1) Tarik lengan atau bahu 2) Tarik baju atau selimut 3) Tarik menjulang 4) Tarik dengan merangkak



b. Tidak darurat 1) Teknik angkat langsung (2-3 orang) 2) Teknik angkat anggota gerak



Peralatan evakuasi



a. Tandu beroda / tandu trolley ambulance b. Tandu : lipat , scop, kursi, basket c. Matras vakum d. Bidai vakum e. Selimut



Transportasi bukan satu satunya alat



28



Prinsip : mncegah terjadinya cedara baru atau memperparah cedera yang sudah ada



Aturan umum alat angkut :



a. Penderita dapat terlentang b. Memberikan cukup ruang bagi penderita & penolong melakuakan tugasnya c. Cukup tinggi , sehigga bias untuk tindakan RJP



Mempersiapkan korban untuk ditransportasikan



a. Lakukan penialaian berkala ( tanda vital ) b. Pastikan tandu terikat dengan baik c. Pastikan juga korban diikat dengan baik diatas tandu d. Kendorkan pakaian dan periksa bidai e. Tenangkan korban jika sadar, jaga ketenagan penolong



Evakuasi dan Transportasi



Evakuasi adalah kegiatan memindahkan korban dari lokasi kecelakaan ke tempat lain yang lebih aman dengan cara-cara yang sederhana di lakukan di daerah-daerah yang sulit dijangkau dimulai setelah keadaan darurat. Penolong harus melakukan evakuasi dan perawatan darurat selama perjalanan.Cara pengangkutan korban:



29



a. Pengangkutan tanpa menggunakan alat atau manual pada umumnya digunakan untuk memindahkan jarak pendek dan korban cedera ringan, dianjurkanpengangkatan korban maksimal 4 orang b. Pengangkutan dengan alat (tandu)



Rangkaian pemindahan korban:



a. Persiapan, b. Pengangkatan korban ke atas tandu, c. Pemberian selimut pada korban d. Tata letak korban pada tandu disesuaikan dengan luka atau cedera.



Prinsip pengangkatan korban dengan tandu:



a. Pengangkatan korban,Harus secara efektif dan efisien dengan dua langkah pokok; gunakan alat tubuh (paha, bahu,panggul), dan beban serapat mungkin dengan tubuh korban. b. Sikap mengangkat.Usahakan dalam posisi rapi dan seimbang untuk menghindari cedera. c. Posisi siap angkat dan jalan



Transportasi adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai, tujuan untuk memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.



30



Kebijakan :



a. Pengoperasian alat transportasi belum di anggap berakhir hingga seluruh personil dan perlengkapan yang terdiri dari sistem pengiriman perawatan emergensi pra rumah sakit siap untuk pengiriman selanjutnya b. Alat transportasi yang digunakan untuk memindahkan korban dari lokasi bencana ke RS atau dari RS yang satu ke RS yang lainnya c. Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter.



Prosedur :



a. Persiapan ambulans Gawat darurat di rumah sakit maupun di lokasi pengungsian b. Menerima dan menanggapi panggilan emergensi dari lokasi bencana c. Mengoperasikan ambulans gawat darurat apabila ada korban yang membutuhkan pengangkutan d. Memindahkan korban/pasien dari tempat kejadian ke ambulans e. Transportasi pasien ke rumah sakit lapangan atau rumah sakit terdekat f. Pengiriman pasien ke rumah sakit menggunakan ambulan harus sesuai dengan peraturan penggunaan ambulans di jalan raya. g. Memindahkan pasien ke unit gawat darurat untuk dilakukan penanganan secara cepat



31



32



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Menurut Depkes



dalam buku pedoman PPGD menyatakan sistem



Penanggulangan Gawat Terpadu (SPGDT) adalah sistem yang merupakan koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan



profesi



(multi



disiplin



dan



multi



profesi)



untuk



menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita gadar baik dalam keadaan bencana maupun sehari-hari. 2. Hamurwono(2018) menyatakan bahwa Safe Community, (SC) adalah keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah dan teknokrat merupakan fasilitator dan pembina. Pelayanan kasehatan di Indonesia beralih ke dan berorientasi pada paradigma sehat 3. SPGDT bertujuan untuk tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat. 4. Komponen SPGDT : komponen pra rumah, komponen penunjang, komponen sumber daya manusia, dan komponen sektor-sektor terkait. 5. Tahapan SPGDT : a. Sebelum bencana terjadi, meliputi langkah – langkah pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan kewaspadaan. b. Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah – langkah peringatan dini, penyelamatan, pengungsian dan pencarian korban. c. Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan pelayanan, konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut, penyembuhan, rekonstruksi dan pemukiman kembali penduduk.



33



B. Saran



Kami penyusun berharap makalah ini dapat menjadi pengetahuan yang berguna bagi para pembaca dan dapat menjadi pelajaran dalam rangka mengetahui dan mempelajari sistem penanggulangan gawat darurat terpadu. Akhir kata, kami penyusun mengucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan pada makalah ini yang kurang berkenan. Kami sebagai mahasiswa yang masih membutuhkan kritik dan saran untuk memperbaiki kekurangan pada makalah ini.



34



35



DAFTAR PUSTAKA



Amiruddin, K. (tdk disebutkan). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu di Desa Siaga. tdk disebutkan: GADAR dan EVAKUASI DITJEN BINA YANMED. Sutanto. (2012). Peranan K 3 Dalam Manajemen Bencana. Diponegoro: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Wirjoadmojo, & Syaiful. (2017). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.



36