Link and Match [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Link” secara harfiah berarti pertautan, keterkaitan, atau hubungan interaktif, dan “match” berarti kecocokan. Pada dasarnya, link and match merujuk pada kebutuhan (needs, demands). Kebutuhan dalam pembangunan sangat luas, bersifat multidimensional, dan multisektoral, mulai dari kebutuhan peserta didik sendiri, kebutuhan keluarganya, kebutuhan untuk pembinaan warga masyarakat dan warganegara yang baik, dan sampai ke kebutuhan dunia kerja. Dari perspektif ini, link menunjuk pada proses, yang berarti bahwa proses pendidikan selayaknya sesuai dengan kebutuhan pembangunan, sehingga hasilnya pun cocok (match) dengan kebutuhan tersebut, baik dari segi jumlah, mutu, jenis, kualifikasi dan bahkan waktunya.



Konsep “link and match” pada dasarnya adalah “supplay-demand” dalam arti luas, yaitu dunia pendidikan sebagai penyiapan SDM, dan individu, masyarakat, serta dunia kerja sebagai pihak yang membutuhkan. Ada empat aspek kebutuhan yang perlu diantisipasi oleh pendidikan, yaitu (a) kebutuhan pribdai atau individu, (b) kebutuhan keluarga, (c) kebutuhan masyarakt/bangsa, dan (d) kebutuhan dunia kerja atau dunia usaha. Diantara kebutuhan tersebut, kebutuhan atau tuntutan dunia kerja/usaha/industri, dirasakan amat mendesak, maka prioritas “link and match” diberikan pada pemenuhan kebutuhan dunia kerja (Wardiman J., 1994:15-16) Untuk menciptakan “link and mach” antara pendidikan dan dunia kerja/ usaha/industri, diperlukan usaha-usaha secara reciprocal antara kedua pihak. Dunia kerja/usaha/idustri dituntut untuk lebih membuka diri terhadap pendidikan, baik dalam arti sikap maupun tindakan nyata termasuk menjadi menjadi tempat magang dan praktek lapangan bagi para peserta didik. Di pihak lain, dunia pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap perencanaan sampai implementasi dan evaluasinya sehingga kebijakan ini mempunyai arti yang maksimal, sesuai dengan tujuannya.



Adapun strategi dasar implementasi untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam “link and match” adalah :



1. Menggiatkan kunjungan lapangan dan praktek lapangan sebagai bagian integral kurikulum 2. Meningkatkan program magang di dunia usaha/industri 3. Meningkatkan jumlah dan mutu sarana, prasarana, dan tenaga 4. Meningkatkan daya tarik SMK sebagai pilihan yang mempunyai prospek yang baik untuk masa depan.



Pendidikan Sistem Ganda Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang digulirkan sejak tahun ajaran 1994/1995, bertujuan untuk menggeser pendidikan kejuruan dari model konvensional (model sekolah) menuju model PSG, perubahan yang mendasar (reformasi) ini membutuhkan perubahan-perubahan dalam sistem, budaya dan pelakunya. Menyadari hal ini, Dit. Dikmenjur terus melakukan perbaikan-perbaikan baik SMK, konsep, program serta operasionalisasinya melalui berbagai intervensi yang terencana-mulai dari pengarahan, pembimbingan, dukungan, kontrol dan tindakan turun langsung ke lapangan-terhadap proses maupun hasil kinerja PSG.



Keberhasilan akhir PSG dinilai dari sejauh mana tamatan cepat mendapat pekerjaan yang relevan dengan pendidikan, penghasilan, efisiensi, pengembangan diri ditempat kerja dan kesempatan lebih lanjut. Dengan harapan, investasi di PSG semestinya memberikan “social and private rate of return” yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan investasi di model konvensional. Hasil akhir ini memang belum maksimal mengingat PSG belum lama diberlakukan, hasil evaluasi proses PSG menunjukkan bahwa umumnya dunia kerja/usaha/industri menanggapi secara positif. Dengan mempelajari kemampuan kerja nyata (riil) siswa memiliki bekal memasuki lapangan kerja tertentu. Masalah yang memerlukan kajian lebih dalam adalah masalah pembiayaan. Umumnya dunia kerja/usaha/industri membiayai siswa selama praktik kerja di dunia kerja/usaha/industri, tetapi masih ada dunia kerja/usaha/industri yang menarik biaya dari siswa. Semestinya hal ini tidak terjadi, karena betapapun kecilnya para siswa juga memberikan kontribusi pikiran, usaha, ketrampilan, energi dan sebagainya kepada dunia usaha/industri. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) mengandung pengertian bahwa pelaksanaan pendidikan di kejuruan sejak penerimaan siswa baru sampai siswa selesai belajar dilaksanakan secara bersamasama oleh SMK dengan dunia kerja/usaha/industri yang menjadi institusi pasangannya. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan bentuk pendidikan yang didisain agar tamatan SMK mendapatkan ketrampilan yang diakui oleh dunia kerja/usaha/industri dan sekaligus berpartisipasi penuh dalam proses pendidikan menengah kejuruan. Berikut ini adalah tujuan pelaksanaan PSG : 1. Menghasilkan tenaga kerja yang profesional dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. 2. Memperkuat “link and match” antara sekolah dengan dunia kerja. 3. Meningkatkan efisiensi proses pendidikan dan pelatihan tenaga kerja yang profesional 4. Menghargai nilai pengalaman kerja sebagai bagian dari proses pendidikan. Pendidikan Sistem Ganda (PSG) merupakan salah satu pemecahan masalah antara dunia pendidikan dengan pemakai tenaga kerja. Dengan adanya tahap pendidikan yang dilalui oleh siswa dalam dunia kerja/usaha/industri dengan cara bekerja nyata akan memberikan manfaat yang jelas antara lain : Bagi siswa (peserta didik) 



Dapat mengetahui bagaimana situasi kerja yang sebenarnya nantinya







Dapat lebih memantapkan diri setelah pengalaman tersebut



Bagi dunia usaha/dunia industri :  



Dapat memantau peserta PSG yang nantinya dapat direkrut untuk bekerja Bila diatur dengan baik dan dirancang sesuai kebutuhan tenaga kerja pada perusahaan, maka PSG dapat merupakan pasokan tenaga kerja yang relatif biaya tidak berat.



Dengan penerapan PSG di sekolah kejuruan akan mengubah budaya kerja yang selama ini tolerable dan terkesan ‘santai” dihadapkan dengan budaya industri yang bertolak belakang. Mengutip dari buku konsep Pendidikan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia yang disusun oleh



Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN), pada halaman 3 kita dapati sembilan butir perbedaan sistem nilai di sekolah dan industri seperti gambar ini :



Budaya Sekolah



Budaya Industri



1.



Pekerjaan praktik bersifat simulasi



1. Mengerjakan pekerjaan nyata yang berorientasi pasar.



2.



Mutu pekerjaan diukur dengan angka 0 s/d 10 atau 0 s/d 100.



2. Mutu hasil pekerjaan diukur dengan accepted atau rejected.



3.



Hasil pekerjaan masih tolerable



3. Resiko kegagalan bisa fatal



4.



Toleransi terhadap pemanfaat- an waktu agak longgar



4. Pemanfaatn waktu sangat ketat



5.



Kegagalan dan keterlambatan tidak selalu dihitung dengan cost.



6.



7.



Semangat kerja siswa sangat tergantung pada kepada kemampuan guru memotivasi



5. Kegagalan dan keterlambatan dihitung sebagai kerugian 6. Iklim kerja memacu setiap orang untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas 7. Kondisi yang ada sangat kondusif untuk membentuk etos kerja



Sulit membentuk etos kerja karena pengaruh iklim kerja yang pada umumnya santai



8. Lingkungan berbau “industri”



8.



Lingkungan berbau “kapur tulis”



9. Lebih cepat mengikuti perkembangan IPTEK



9.



lebih lamban mengikuti per kembangan IPTEK.



Gambar. Perbedaan sistem nilai di sekolah dan industri Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda ini diilhami dari hasil studi tentang “dual system” (sistem ganda) di Jerman dengan menyimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Produk industri Jerman dapat berhasil menghadapi persaingan di pasar global karena produk industri Jerman ditangani oleh tenaga kerja yang betul-betul berkeahlian profesional. 2. Tenaga ahli profesional Jerman dibentuk melalui proses belajar langsung di industri sesuai dengan bidang profesinya, dilengkapi dengan teori dan keahlian dasar yang disajikan di sekolah. 3. Melalui pendidikan di sekolah dan bekerja langsung di industri ditanamkan suatu sikap “made in German is the quality”. Keahlian profesional berbagai jabatan tukang di Indonesia sebenarnya telah diperoleh melalui proses bekerja langsung pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang profesinya. Misalnya tukang tembok, tukang kayu, dan tukang pasang keramik memperoleh pengalaman bekerja langsung pada pekerjaan tersebut dengan bimbingan sekedarnya dari mandor borong.



Namun karena keahlian tukang yang diperoleh melalui proses ini tidak terprogram dengan baik dan tidak dilengkapi dengan ilmu pengetahuan serta dasar-dasar teknik bekerja, maka tingkat keahlian mereka berkembang terbatas, dan jumlah tahun pengalaman bekerja mereka umumnya belum dapat diterima sebagai ukuran tingkat keahlian profesional tukang tersebut. Berbagai bidang keahlian profesional di Indonesia telah membuktikan keahlian nyata seseorang yang diperoleh melelui pengalaman langsung mengerjakan pekerjaan profesinya, tetapi secara umum belum memperoleh pengakuan dan penghargaan dari masyarakat. Secara riil pendidikan formal memiliki peran dalam mengembangkan kompetensi individual, pendidikan formal berhasil meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individual yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi modern. Semakin lama waktu bersekolah semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Namun, Randal Collins, lewat karyanya The Credential Society: An Historical Sosiology of Education and Stratification (1979) menentang tesis ini. Berbagai bukti tidak mendukung tesis atas tuntutan pendidikan untuk memegang suatu pekerjaanpekerjaan. Pekerja dengan pendidikan formal yang lebih tinggi tidak harus diartikan memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang memiliki pendidikan lebih rendah. Banyak ketrampilan dan keahlian justru dapat banyak diperoleh sambil menjalankan pekerjaannya di dunia kerja formal. Dengan kata lain, tempat bekerja bisa berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang lebih canggih (Zamroni, 2000: 7). Dalam hal ini pendidikan sistem ganda, dengan melaksanakan pendidikan di dua tempat yakni di sekolah dan praktik industri (on the job training) di perusahaan dengan miniimal selama 3 bulan akan menjadi salah satu model pendidikan yang paling efektif dalam mendekati kesesuaian antara “supply” dan “demand”. Studi Pelaksanaan PSG Dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda sampai saat ini belum terlaksana sesuai dengan apa yang direncanakan. Terutama pemberdayaan sumber daya manusia di luar sekolah masih kurang. Salah satu penelitian menemukan bahwa pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) masih banyak diperankan oleh sekolah, sedangkan pihak dunia kerja/usaha/industri baru terlibat dalam praktik industri. Kehadiran dunia usaha/industri dalam rapat koordinasi masih sangat kecil dan hanya orang-orang tertentu saja yang peduli dengan SMK (Sutarto, dkk, 2000). Penulis ketika melakukan monitoring pelaksanaan praktik industri dalam rangka Pendidikan Sistem Ganda (PSG) masih banyak menemukan siswa praktik tidak sesuai dengan latar belakang keilmuan, bahkan ada siswa yang praktik industri hanya melakukan pekerjaan yang sangat jauh dari bidang ilmunya. Contoh siswa jurusan akuntansi yang seharusnya praktik pembukuan, namun pada kenyataanya praktik administrasi kantor. Siswa jurusan sekretaris yang seharusnya melaksanakan tugas-tugas ketatausahan dan kesekretarisan namun pada kenyataan melakukan pekerjaan menjadi pesuruh kantor. SMK Negeri 1 Samarinda telah melaksanakan evaluasi tentang pelaksanaan Praktik Industri (OJT) dalam rangka PSG untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan pengertian dunia kerja/usaha/industri. Kuesioner yang penulis berikan sebanyak 30 exemplar kepada 30 dunia kerja/usaha/industri dengan berbagai tingkatan hasilnya sebagaimanana tercantum di bawah ini : 1. 92% jawaban responden menyatakan pada dasarnya dunia kerja/usaha/industri faham tentang apa itu Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dan Praktik Industri (On the Job Training). 2. 84% jawaban responden menginginkan kerjasama antara pihak sekolah dengan dunia kerja/usaha/industri dalam pelaksanaan Praktik Industri. 3. 76% jawaban responden menginginkan agar sekolah bersama dunia kerja/usaha/industri membahas terlebih dulu tentang pelaksanaan Praktik Industri. 4. 68% jawaban responden mengingingkan Praktik Industri dilakukan pada siswa kelas II, dan 32% menginginkan dilakukan oleh siswa kelas III



5. 60% jawaban responden menginginkan Praktik Industri dilaksanakan ½ (setengah) hari selama satu bulan, 40% menginginkan sehari penuh. 6. 84% jawaban responden menginginkan monitoring guru dilaksanakan 3 kali yaitu pengantaran, pertengahan dan penjemputan. 7. 88% jawaban responden menyatakan bahwa siswa praktik industri pada dasarnya menguntungkan kantor/perusahaan dan sangat membantu. 12% menyatakan tidak menguntungkan. 8. 60% jawaban responden menyatakan tidak keberatan memberikan insentif/uang makan/uang transport kepada siswa yang praktik. 40% merasa keberatan. 9. Secara umum kritik dunia usaha/kerja/industri kepada siswa SMK Negeri 1 Samarinda yang melaksanakan praktik Industri (OJT) adalah : a. Kemampuan mengoperasikan komputer program windows (word dan Excel) masih kurang b. Kurang menguasai wawasan dunia kerja c. Kurang kreatif, inisiatif, dan mandiri d. Adaptasi masih lambat e. Masih ada siswa yang kurang disiplin (sering terlambat, alpa) 10. Selanjutnya pihak dunia kerja/usaha/industri memberikan saran-saran sebagai berikut : a. Tingkatkan ketrampilan siswa dibidang komputer b. Sebelum praktik Industri siswa diberikan wawasan kantor dan etika komunikasi kantor c. Tingkatkan kedisiplinan Penutup Kemampuan bersaing bangsa di era globalisasi ini masih lemah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. Kita masih melihat Tenaga kerja Indonesia (TKI) dan TKW yang “diekspor” adalah tenaga buruh, seperti: pembantu rumah tangga, perawat, buruh perkebunan, buruh bangunan, sopir dan pekerja kasar lainnya. TKI yang kurang profesional, sehingga sering mengalami masalah di luar sana. Pekerja kita amat minim penguasaan pengetahuannya serta rendah kemampuan bahasa asingnya, terutama Bahasa Inggris. Bandingkan dengan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia adalah kalangan pengusaha, investor dan pemilik perusahaan. PSG, Prakerin yang mengarah profesionalitas harus Link & Matchnya benar-benar di Link & Match. Tidak masalah mengekspor TKI, TKW asal benar-benar Link & Match. SMK, Poltek, College per;u melacak akar kelemahan SDM Indonesia melalui wahana pendidikan, SDM yang dapat bersaing dengan bangsa lain dalam memperebutkan lapangan kerja, Link & Match, PSG, Prakerin kudu digarap dengan serius.